bab ii.doc

22
BAB II SUPERVISI DAN INOVASI PENDIDIKAN IPA 2.1. Supervisi Pendidikan IPA Pendidikan IPA merupakan wahana yang efektif untuk membawa keterampilan olah pikir dengan arah menuju sikap ilmiah dalam mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada perjalanannya agar efektivitas pendidikan tercapai tentu tidak bisa lepas dari kendali peranan supervisi. Program supervisi pendidikan IPA yang dikembangkan haruslah memberikan kontribusi terhadap pengembangan profesional guru. Secara alamiah, supervisi sebenarnya sudah dilakukan oleh guru ketika pembelajaran sedang berlangsung maupun sesudahnya. Melalui supervisi, guru memperoleh pengalaman praktik pembelajaran sebagai salah satu cara untuk meningkatkan diri atau memperbaiki mutu layanan pembelajaran di kelas. Konsep pendidikan IPA bersifat universal, sistem pendidikan yang diterapkan sangat bHey,,, gak ada jarkom kasian yang gak ada bm gak dapet info....ergantung pada sumber daya, termasuk sistem politik dan budaya yang mempengaruhi pada keseluruhan sistem tersebut. Penerapan model supervisi sistem pendidikan yang dilakukan memungkinkan beragam dan bersifat dinamis menyesuaikan dengan perkembangan kondisi sistem pendidikan tersebut. Dalam kaitan ini, peran supervisor jelas berfungsi sebagai perintis perubahan pada suatu inovasi kependidikan. Bahkan di Amerika Serikat, lembaga seperti National Academy of Sciences mencanangkan program supervisi yang sangat mempengaruhi perubahan sistem pendidikan. Inovasi kependidikan dalam supervisi tersebut patut

Upload: ismi-purnamasari

Post on 16-Jan-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II.doc

BAB II

SUPERVISI DAN INOVASI PENDIDIKAN IPA

2.1. Supervisi Pendidikan IPA

Pendidikan IPA merupakan wahana yang efektif untuk membawa

keterampilan olah pikir dengan arah menuju sikap ilmiah dalam mengimbangi

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada perjalanannya agar efektivitas

pendidikan tercapai tentu tidak bisa lepas dari kendali peranan supervisi.

Program supervisi pendidikan IPA yang dikembangkan haruslah memberikan

kontribusi terhadap pengembangan profesional guru. Secara alamiah, supervisi

sebenarnya sudah dilakukan oleh guru ketika pembelajaran sedang berlangsung

maupun sesudahnya. Melalui supervisi, guru memperoleh pengalaman praktik

pembelajaran sebagai salah satu cara untuk meningkatkan diri atau

memperbaiki mutu layanan pembelajaran di kelas.

Konsep pendidikan IPA bersifat universal, sistem pendidikan yang

diterapkan sangat bHey,,, gak ada jarkom kasian yang gak ada bm gak dapet

info....ergantung pada sumber daya, termasuk sistem politik dan budaya yang

mempengaruhi pada keseluruhan sistem tersebut. Penerapan model supervisi

sistem pendidikan yang dilakukan memungkinkan beragam dan bersifat dinamis

menyesuaikan dengan perkembangan kondisi sistem pendidikan tersebut.

Dalam kaitan ini, peran supervisor jelas berfungsi sebagai perintis perubahan

pada suatu inovasi kependidikan. Bahkan di Amerika Serikat, lembaga seperti

National Academy of Sciences mencanangkan program supervisi yang sangat

mempengaruhi perubahan sistem pendidikan. Inovasi kependidikan dalam

supervisi tersebut patut dicontoh mengingat kondisi pendidikan IPA di kita

sangat memprihatinkan.

Praktik pengawasan atau supervisi pendidikan di Indonesia selama ini

menunjukkan kesan lebih menekankan pada segi fisik seperti pengelolaan dana,

pegawai, bangunan, alat, dan fasilitas lainnya. Sementara pengawasan

terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran (mutu layanan dan hasil

belajar mengajar) yang amat penting kurang mendapat perhatian (Satori,

2001:3). Kesan ini dapat dilihat pada pengembangan profesi guru IPA melalui

PKG-IPA yang pernah berlangsung sekitar lima belas tahun. Oleh karena itu, PKG

Page 2: BAB II.doc

atau SPKG, MGMP, dan wadah pengembangan profesi guru IPA sejenis

seharusnya perlu mempertimbangkan pengembangan program supervisi

pendidikan IPA.

Dalam operasi sekolah kedudukan supervisi memiliki fungsi yang esensial.

Supervisi membentuk posisi khusus dalam kepemimpinan yang dekat tetapi

berbeda dengan kepemimpinan administratif. Andaikan pembelajaran

diasumsikan sebagai produk dan pengajaran sebagai proses, maka siswa

diposisikan sebagai masukan bahan baku yang akan diolah. Berdasarkan

asumsi inilah Harris (1985:2) memandang siswa dan pengajaran sebagai dua

dimensi yang kritis dalam kerangka operasi sekolah.

Hasil akhir semua operasi sekolah berada pada outcomes belajar, tetapi

setiap fungsi tidak dalam posisi yang setara. Layanan supervisi, layanan

administrasi, dan layanan siswa khusus berfungsi menguatkan layanan

pengajaran. Posisi layanan manajemen berada pada tahapan mendukung,

mengkoordinasikan, memfasilitasi, dan mengaktifkan semua fungsi layanan

pengajaran. Sinergi kerja fungsi operasi sekolah tersebut harus

ditumbuhkembangkan memanfaatkan umpan balik dari analisis outcomes

sehingga �right first time and every time � dapat menjamin keberlangsungan bagi

sekolah. Terjadinya keberlangsungan sekolah hanya dapat dipertahankan

melalui penerapan gugus kendali mutu (Total Quality Management-TQM).

Penerapan TQM dalam pendidikan menghendaki pembelajaran sebagai

komponen dari sistem pendidikan yang dilakukan guru profesional dan memiliki

kompetensi standar. Diharapkan pelaksanaan pembelajaran dikelola secara

profesional, sehingga pembelajaran dapat terselenggara dengan baik. Buruknya

mutu layanan dan hasil belajar mengajar akan berdampak luas terhadap mutu

generasi yang akan datang. Konsekuensinya, jaminan mutu (Quality Assurance-

QA) pendidikan hampir dipastikan tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Agar jaminan mutu dapat terpenuhi maka selayaknya peranan supervisi

pendidikan dan supervisor yang profesional diangkat menjadi kebutuhan utama.

Pengangkatan profesionalisme supervisor yang dibutuhkan seharusnya minimal

setingkat lebih tinggi dibandingkan dengan profesionalisme guru yang menjadi

tanggung jawabnya. Begitu pula kompetensi supervisor tentu tidak hanya

sebatas kompetensi standar. Dalam mewujudkan jaminan mutu dibutuhkan

Page 3: BAB II.doc

acuan standar mutu layanan dan produk. Standar layanan dan produk

pembelajaran seharusnya mengacu pada kesesuaian layanan dan produk

terhadap spesifikasi, tujuan dan kegunaan, kesalahan yang minimal (zero

deffect), dan right first time and every time sehingga komitmen jaminan mutu

merupakan kenyataan.

TQM tidak hanya cukup diterapkan dengan menggunakan jaminan mutu

tetapi harus pula memuaskan kastemer dengan standar mutu dari pihak

konsumen yang mengacu pada kepuasan konsumen, mengikuti harapan

(expections) konsumen, dan mengutamakan (delighting) konsumen (Sallis,

1993:25). Jadi, koordinasi manajemen sekolah sangat mempengaruhi

optimalisasi fungsi supervisi dalam mewujudkan layanan pengajaran.

2.2. Supervisi melalui Kolaborasi

Bentuk kolaborasi yang dilakukan antara Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan (LPTK) dengan sekolah dapat dipandang sebagai bentuk supervisi

khususnya dalam bidang-bidang tertentu. Pada bidang MIPA, Universitas

Pendidikan Indonesia telah melakukan bentuk kolaborasi antara dosen dan guru

SMA di Kabupaten Bandung melalui Kegiatan Piloting dalam rangka kerjasama

dengan JICA Technical Cooperation Project for Development of Science and

Mathematics Teaching for Primary and Secondary Education in Indonesia.

Dalam kegiatan piloting, dosen dan guru berkolaborasi mengembangkan model

pembelajaran dalam suatu workshop. Model inilah yang nantinya akan

diimplementasikan dalam pembelajaran sesuai jadwal kegiatan pembelajaran di

sekolah. Dalam mengimplementasikan model pembelajarannya, materi subjek

dikendalikan oleh guru piloting dan dosen sebagai co-pilot selalu siap

mendampingi keberadaannya. Sementara itu model pembelajaran dievaluasi,

diseminarkan, diseleksi terpakai atau tidak. Semua itu suatu tahapan yang

secara sadar telah membentuk supervisi akademik antara dosen dan guru.

Proyek Peningkatan Guru Sekolah Menengah (PGSM) juga membentuk

kolaborasi antara dosen dengan guru melalui Academic Staff Development

(ASD). Dosen pada beberapa LPTK ditugaskan membentuk tim dengan guru

untuk mengajar selama satu tahun di SMP atau SMA. Kegiatan ASD meliputi

pembelajaran dan penelitian tindakan kelas (PTK). Dengan adanya kegiatan ini

Page 4: BAB II.doc

sebenarnya memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Dosen

memperoleh pengalaman keadaan yang sesungguhnya di lapangan sebagai

masukan yang sangat berguna kelak dalam mengelola pembelajaran di LPTK. Di

lain pihak, guru dapat menimba pengalaman dari dosen khususnya dalam

pelaksanaan PTK. Keadaan ini dinyatakan sebagai efektif memaksa guru

bersama dosen belajar melakukan penelitian tindakan kelas. Proyek PGSM kini

telah selesai. Aktifitas kolaborasi yang pernah terjadi itu patut dipertanyakan

lagi. Masalahnya, aktifitas pembelajaran itu kembali seperti keadaan

sebelumnya.

2.3. Supervisi di Indonesia

Keputusan Menpan No. 118 tahun 1996 menyatakan bahwa pengawas

sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis

untuk melakukan kepengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah

tertentu yang telah ditunjuk/ditetapkan.

Ada empat jenis Pengawas Pendidikan di sekolah dalam keputusan

tersebut yaitu :

1) Pengawas Sekolah TK/SD bertugas melakukan pengawasan TK dan SD

2) Pengawas Pendidikan luar biasa bertugas melakukan pengawasan SDLB,

SLTPLB, dan SMLB

3) Pengawasan BP bertugas melakukan pengawasan BP di SLTP, SMU, dan SMK

4) Pengawas Mata Pelajaran/Rumpun Mata Pelajaran bertugas melakukan

pengawasan mata pelajaran/rumpun mata pelajaran di SLTP, SMU, dan SMK.

Dalam Keputusan Menpan tersebut juga menjelaskan tugas pokok

pengawas. Pengawas sekolah mempunyai tugas pokok menilai dan membina

penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu, baik negeri

maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya (Bab II, pasal 3 ayat 1).

Tanggung jawab pengawas sekolah adalah meningkatkan kualitas proses

belajar-mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam

rangka pencapaian tujuan pendidikan (Bab III, pasal 4 ayat 1b). unsur-unsur

kegiatan Pengawas Sekolah dijelaskan pada Bab IV, pasal 5 ayat 2 yang

meliputi :

Page 5: BAB II.doc

Menyusun program pengawasan sekolah

Menilai hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru

Mengumpulkan dan mengelola data sumber daya pendidikan, proses

belajar-mengajar/bimbingan, dan lingkungan sekolah

Menganalisis hasil belajar/bimbingan siswa, guru, dan sumber daya

pendidikan

Melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainnya di sekolah

(kurang jelas bagi pengawas mata pelajaran)

Menyusun laporan dan evaluasi hasil pengawasan

Melaksanakan pembinaan lainnya di sekolah selain proses belajar-

mengajar/bimbingan siswa dan

Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan dari seluruh sekolah yang ada

di lingkungan kabupaten/kotamadya.

Pengawas sekolah dibentuk di tingkat kabupaten atau kotamadya di

bawah Inspektorat Jendral Pendidikan. Inspektorat Jendral Pendidikan

menyelenggarakan fungsi pengawasan fungsional di lingkungan Departemen

Pendidikan Nasional (Keppres No. 165 tahun 2000) dengan perhatian utama

pada pengawasan prestasi kerja serta pencapaian sasaran yang merupakan

kinerja pelaksanaan pemerintah.

Banyaknya daerah yang menjadi tanggung jawab Pengawas Sekolah

memungkinkan seorang Pengawas Sekolah kurang mengetahui secara nyata

situasi pembelajaran di kelas. Lebih parah lagi Pengawas BP dan Pengawas

Mata Pelajaran/Rumpun Mata Pelajaran belum dapat dilaksanakan secara

merata pada hampir setiap sekolah.

Dalam melakukan supervisi terhadap pekerjaan guru, yang menjadi

sasaran biasanya berupa catatan guru sebagai bukti fisik. Hal-hal yang perlu

menjadi perhatian adalah pertimbangan lain untuk lebih menekankan bahwa

supervisi pengajaran sebagai bantuan untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran nyata di dalam kelas, Tim IKIP Bandung memilih menggunakan

supervisi akademik untuk supervisi pengajaran (Tim IKIP Bandung, 1999:3).

Forum pelaksanaan supervisi seperti forum Pemantapan Kerja Guru

(PKG),Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Kelompok

Page 6: BAB II.doc

Kerja/Musyawarah Kepala Sekolah (KKKS/MKS) belum secara optimal melakukan

pengawasan pada implementasi pembelajaran disebabkan dukungan fasilitas

sekolah yang kurang memadai, jadwal pelajaran yang baku, tidak adanya

petugas lab, keseriusan hanya sebatas formalitas, dan alasan lainnya.

Ditinjau dari pengembangan supervisi pendidikan IPA, makna supervisi

merupakan upaya membantu guru untuk meningkatkan kualitas

penyelenggaraan pembelajaran secara efektif. Lebih jauh dari itu, diharapkan

membantu guru agar mampu mengembangkan dan mengimplementasikan

pembelajaran secara profesional. Dengan kata lain, melalui supervisi guru dapat

mengembangkan kemampuan profesional secara terus-menerus.

Dalam pandangan supervisi, pendidikan pada dasarnya merupakan suatu

perusahaan (entreprise) dengan arah mengacu pada jaminan mutu (QA),

memuaskan kastemer. Usaha pendidikan seharusnya ditujukan pada efektifitas

belajar sebagai outcomes pembelajaran. Agar efektifitas belajar dalam

pendidikan IPA tercapai, perlu adanya standar performan baik untuk proses

maupun produk sebagai acuan mutu. Dalam standar pendidikan IPA harus

dinyatakan kebutuhan esensial minimal konsep dan keterampilan proses IPA

yang diperlukan untuk melek IPA. Melek IPA (scientific literacy) pada

masyarakat Amerika didefinisikan sebagai pengetahuan dan pemahaman

terhadap konsep dan proses ilmiah yang diperlukan untuk pembuatan

keputusan personal, partisipasi dalam bidang hukum dan budaya, dan

produktivitas ekonomi (National Academy of Sciences, 1996 : 22). NAS

mencanangkan standar pendidikan sains nasional yang diorganisasikan dalam

enam kelompok yaitu : 1) standar pengajaran sains; 2) standar pengembangan

profesional guru-guru sains; 3) standar assesmen dalam pendidikan sains; 4)

standar isi sains; 5) standar program-program pendidikan sains; dan 6) standar

sistem pendidikan sains.

Standar NSTA untuk persiapan guru sains setingkat SLTP (middle level)

bertujuan agar guru mampu: menyiapkan semua siswa dengan pemahaman

sains antar disiplin dan menyeluruh; mengerti tanggung jawab legal dan

profesional dalam pengajaran sains; bekerja dengan siswa yang berbeda etnik

dan kelompok budaya; menyediakan pengalaman yang akan mempromosikan

kegunaan proses sains dan kemampuan menyelesaikan masalah;

Page 7: BAB II.doc

merencanakan pengajaran didasarkan pada pengetahuan awal siswa peralatan

dalam lingkungan belajar aktif; menggunakan teknik assesmen outcomes siswa

SLTP; menerapkan temuan penelitian terbaru pada pengajaran sains pada

pembelajaran dewasa awal; menggunakan teknik mengelola kelas untuk

membuat lingkungan kondusif untuk belajar sains; mengidentifikasi; membuat

dan menjaga keamanan dalam semua bidang terkait dengan pengajaran sains;

menggunakan teknologi pendidikan elektronik (komputer, video interaktif,

teknologi komunikasi, dan sebagainya); mengintegrasikan sains dengan mata

pelajaran lain untuk SLTP (Science Teacher Preparation, 30-8-2000 : 5).

Berdasarkan TQM, tujuan pendidikan seharusnya mengacu pada outcome

yang diharapkan. Agar dapat terlaksana layanan pembelajaran yang optimal,

guru memerlukan standar kemampuan yang diharapkan siswa dalam konteks

jaminan mutu dan kepuasan kastemer. Di samping itu, kriteria tujuan

pembelajaran seharusnya disepakati oleh pihak sekolah, komite sekolah, dan

organisasi profesi. Contoh konkret, pendidikan sains di Amerika Serikat telah

memilih Science For All sebagai kerangka konseptual dalam menetapkan melek

IPA sebagai tujuan serta berhasil merumuskan standar pendidikan sains

nasionalnya. Diketahui, melek IPA memiliki karakteristik yang sama, hanya

penerapannya yang mungkin sedikit berbeda sesuai dengan budaya setempat.

Jadi, tujuan pembelajaran IPA seharusnya tidak jauh berbeda karena konsep

melek IPA dan informasi teknologi sudah begitu meluas. Dalam konteks melek

IPA, pembelajaran menekankan pada kemampuan pengetahuan ilmiah,

melakukan observasi, melakukan eksperimen, dan melakukan validasi. Dengan

demikian dapat dipahami tujuan pembelajaran IPA berupa konsep ilmiah dan

proses ilmiah.

Untuk melakukan supervisi pembelajaran di sekolah biasanya dilakukan

oleh kepala sekolah, namun pekerjaan tersebut hanya sebatas yang berkaitan

dengan pelaksanaan pendidikan secara umum. Bilamana layanan yang

ditujukan kepada guru berkaitan dengan spesifikasi pembelajaran IPA,

seharusnya supervisi dilakukan oleh supervisor atau personal IPA atau pakar

dalam bidang tersebut yang ditunjuk oleh kepala sekolah atau Dinas

Pendidikan. Kalau pun di sekolah tidak ada pakar dalam bidang pendidikannya,

Page 8: BAB II.doc

ada baiknya menggunakan konsultan pendidikan sejenis dari lembaga swadaya

masyarakat yang dapat dipertanggungjawabkan.

Gambar 2.1 Keterkaitan komponen supervisi

Pendekatan yang disarankan dalam pembelajaran disesuaikan dengan

fase perkembangan untuk anak. Seperti diketahui, anak (bayi sampai dengan

beberapa bulan) mempelajari alam mulai dari meraba (sensori motorik),

kemudian mengamati objek yang konkret (praopersional), dan mempelajari

hubungan/abstraksi (operasi formal). Biasanya anak belajar dari hal-hal yang

konkret kemudian mengarah pada pemahaman konsep (abstraksi). Jadi,

selayaknya pengetahuan konkret untuk SD, peralihan dari konkret ke abstrak

Standar mutu layanan Pengetahuan IPABerpikirObservasiEksperimenValidasi

Kepala Sekolah Supervisor

Guru Konsultan

IPA TerpaduFisika, Kimia, dan

Biologi

Siswa

Page 9: BAB II.doc

untuk SMP, dan saat belajar abstrak untuk SMA. Begitu pula standar layanan

yang layak untuk bisa diimplementasikan oleh guru SD pasti berbeda dengan

SMP maupun SMA.

Dalam pandangan belajar konstruktivitas peranan pengetahuan awal

siswa menjadi titik acuan. Kurang efektifnya pembelajaran IPA di SD, SMP, dan

SMA mempunyai dampak yang serius terhadap pembelajaran IPA bahkan

resisten sampai ke perguruan tinggi. Guru yang mengajar IPA pada tingkat SD

dan SMP harus memahami konsep secara spesifik maupun secara keseluruhan

walaupun hanya sebatas permukaan. Keadaan ini sangat diperlukan dalam

mengarahkan anak untuk memahami fenomena alam secara makroskopis atau

konkret. Tidak benar jika guru yang mengajar IPA pada tingkat SD maupun SMP

cukup berbekal dengan pengetahuan yang terbatas, lalu bila terjadi kesalahan,

kemungkinan siswa tidak tahu. Melakukan supervisi pada tingkat pendidikan

dasar haruslah diberikan oleh supervisor yang mempunyai kepakaran dalam

pembelajaran SD dan SMP. Pada tingkat SMA, pembelajaran IPA diperkenalkan

melalui fisika, kimia, dan biologi. Seperti biasa supervisi masih bersifat umum

dan seperti biasa dilakukan oleh kepala sekolah, sedangkan supervisi akademik

dilakukan per bidang IPA melalui guru inti dari PKG, MGMP, atau bentuk

kegiatan lain. Dalam kenyataannya pelaksanaan kegiatan itu pun belum

memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Harapan itu bisa saja

semakin jauh, karena PKG sudah mati, MGMP hampir mati tetapi hidup pun tak

mau. Bentuk kegiatan lain ada jika hidup, dan jika tidak ada maka dapat diduga

mati.

Upaya peningkatan profesionalisme guru melalui program pengembangan

supervisi selama ini belum memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Kesadaran akan pengembangan profesionailsme oleh guru sendiri rendah dan

sistem pendidikan yang kurang kondusif berdampak guru tidak dapat

mengembangkan profesinya secara optimal. Namun demikian masih terdapat

keberhasilan dalam bentuk pengembangan supervisi yang patut dibanggakan.

Keberhasilan dalam bentuk pengembangan supervisi dapat ditunjukkan dengan

adanya dukungan berikut ini. a). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

melakukan program perbaikan dari sebelumnya, dan selanjutnya hingga

Page 10: BAB II.doc

memperoleh bentuk yang ideal. b). Kolaborasi LPTK dengan sekolah merupakan

cara kerja yang produktif dan profesional.

Bagi pengembangan program supervisi pendidikan IPA, seharusnya dapat

dilakukan supervisi yang berlandaskan kompetensi berikut. a). penguasaan

materi subjek (subject knowledge) sesuai dengan hakikat IPA b). penerapan IPA

(subject application) dalam pembelajaran di kelas c). pengelolaan kelas (class

management) dan d). penilaian hasil pembelajaran (assesment).

2.4. Inovasi Pendidikan IPA

Innovatio sebagai asal kata inovasi memiliki arti etimologi pembaruan dan

perubahan. Secara umum inovasi diartikan sebagai perubahan yang baru yang

menuju kearah perbaikan, berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan

dengan sengaja dan berencana. Pembaruan menyiratkan unsur kesengajaan

dan unsur inilah yang membedakannya dari kata perubahan, walaupun

keduanya memiliki unsur baru atau lain dari sebelumnya. Kata baru dapat juga� �

diartikan apa saja yang baru dipahami, diterima, atau dilaksanakan oleh si

penerima inovasi, meskipun bukan baru lagi bagi orang lain.

Dalam bidang pendidikan inovasi diartikan sebagai suatu ide, barang,

metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang

atau sekelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil inversi (penemuan

baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai

tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan (Idris, Z &

Jamal, L. 1992:70). Sesuatu yang baru itu mungkin sudah lama dikenal pada

konteks sosial lain atau sesuatu itu sudah lama dikenal tetapi belum dilakukan

perubahan.

Sejalan dengan tujuan umum inovasi yakni meningkatkan sumber-sumber

tenaga, uang, dan sarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi, tujuan

inovasi pendidikan adalah meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas, dan

efektivitas; sarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyaknya, dengan

hasil pendidikan sebesar-besarnya (menurut kriteria kebutuhan peserta didik,

masyarakat, pembangunan), dengan menggunakan sumber, tenaga, uang, alat,

dan waktu dalam jumlah sekecil-kecilnya. Inovasi pendidikan diarahkan untuk

mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan kemajuan ilmu dan teknologi

Page 11: BAB II.doc

dan untuk tercapainya pemerataan pendidikan. Kemajuan ilmu dan teknologi

dan pemerataan pendidikan merupakan masalah-masalah yang menuntut

diadakannya inovasi pendidikan.

Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang

mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan.

Keadaan ini belum dapat terkendali karena dunia pendidikan belum dapat

menghasilkan tenaga-tenaga yang terampil, kreatif, dan aktif sesuai dengan

tuntutan dan keinginan masyarakat. Mutu pendidikan disinyalir tetap tidak

memadai untuk penanganan perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat

pesat tanpa terobosan-terobosan melalui inovasi di bidang pendidikan.

Berkenaan dengan peningkatan mutu pendidikan, banyak upaya yang

telah dilakukan dan dalam perkembangannya telah banyak dipengaruhi oleh

ilmu manajemen. Sukses dari Total Quality Management (TQM) dan Strategic

Planning dalam bidang industri memberikan pengaruh positif terhadap

peningkatan mutu pendidikan. Strategic Planning dalam implementasi suatu

inovasi pendidikan IPA dicontohkan oleh SiS Research Project dengan program

Science in School (SiS). SiS sangat peduli dengan pengajaran IPA yang efektif.

Sesuai dengan kegiatan manajemen yakni planning, organizing, actuating

dan controlling, SiS research project memberikan suatu alur reviewing,

planning, and acting strategically untuk penyusunan action plan (rencana kerja)

implementasi inovasi pendidikan IPA.

1. Planning (perencanaan)

Dalam alur penyusunan rencana kerja terdapat beberapa komponen

atau kegiatan utama yaitu Collecting Data (pengumpulan data),

Reviewing and Prioritising (peninjauan dan penetapan prioritas),

Developing an Action Plan (pengembangan dalam rencana kegiatan), dan

Acting Strategically (kegiatan strategis).

a. Pengumpulan Data

- Koordinator kegiatan melakukan interview pada staff. Interniew

dilakukan melalui penyebaran kuesioner untuk staff. Kegiatan ini

dimaksudkan untuk memetakan komponen staff.

- Pengkajian terhadap kesukaan peserta didik. Pengkajian dilakukan

terhadap hasil survey kesukaan siswa.

Page 12: BAB II.doc

- Pengkajian terhadap kurikulum IPA.

- Pengkajian terhadap sumber daya.

- Pengkajian kebijakan sekolah.

b. Peninjauan dan penetapan prioritas

- Diskusi staff tentang inovasi atau issue yang akan diterapkan.

Diskusi dilakukan dengan menggunakan input berupa pertanyaan

atau masalah yang terfokus. Diskusi mempermasalahkan hubungan

issue dengan minat peserta didik, komponen IPA disekolah,

peninjauan luas terhadap kurikulum IPA dan sumber daya. Diskusi

diharapkan menghasilkan daftar issue yang sedang berjalan dalam

IPA. Daftar issue ini memberikan kontribusi dalam memilih

kemungkinan penerapan inovasi yang akan dilakukan.

- Brainstorm kemungkinan issue dan gagasan yang dapat

dikembangkan ke dalam penerapan inovasi IPA di sekolah.

Brainstorming dilakukan dengan pertanyaan yang terfokus. Dari

kegiatan brainstorm diharapkan tersusun daftar kemungkinan

penerapan inovasi yang akan dilakukan.

- Pertemuan staff untuk menentukan prioritas penerapan inovasi dan

tujuan penerapan. Pertemuan dilakukan dengan

mempertimbangkan visi IPA di sekolah dan contoh-contoh tujuan

IPA di sekolah sebagai brench marking. Prioritas penerapan inovasi

dan tujuannya akan mempengaruhi rencana kegiatan.

c. Perkembangan pada rencana kegiatan

- Sebuah tim kecil bekerja mengumpulkan kertas-kertas kerja

rencana kegiatan dan performa rencana kegiatan. Hasil pekerjaan

tim kecil dibahas dalam pertemuan seluruh staff.

d. Kegiatan strategi dalam penyusunan rencana kerja

- Selama berlangsungnya diskusi untuk memutuskan kegiatan

strategis dalam sekolah, harus dipertimbangkan kerjasama,

pengaturan dukungan, pengawasan, pengembangan profesi, dan

laporan kemajuan.

Page 13: BAB II.doc

Semua langkah kegiatan dalam penyusunan rencana kerja di atas

dimaksudkan untuk mendapatkan program yang bermutu dan sebagai

Quality Assurance pada proses penyusunan program kerja. Fullan, M.G.

menyebut proses ini sebagai bagian dari innitiation. Setelah langkah ini

ditempuh, salah satu syarat tercapainya peningkatan mutu pembelajaran

IPA melalui penerapan inovasi pendidikan IPA telah terpenuhi.

2. Organizing (Pengorganisasian)

Dalam mengorganisasikan implementasi inovasi pendidikan

terdapat beberapa komponen pengaturan yakni pengturan dukungan

organisasi, pengembangan profesional, kerjasama, monitoring dan

evaluasi, dan pelaporan.

a. Pengaturan dukungan organisasi berupa :

- Koordinasi dan dukungan kepala sekolah atau tim penentu

kebijakan.

- Penjadwalan alokasi ruang dan organisasi kelas.

- Membangun kerjasama komunitas dan sekolah.

- Pengembangan kebijakan dan rencana kerja.

- Penyediaan ruang dan sumber.

Page 14: BAB II.doc

b. Pengembangan profesional dilakukan agar staff dapat :

- Memimpin workshop.

- Mampu melakukan mentoring/dukungan individu.

- Mengamati praktek.

- Menyediakan umpan balik pelaksanaan.

- Melakukan pemodelan dan demonstrasi.

- Membangun sikap dan nilai IPA.

- Menjelaskan pandangan dan pengertian.

- Mengembangkan strategi pengembangan kelas yang baru.

c. Kerjasama dirancang untuk :

- Penyediaan dukungan intervensi ke arah perubahan.

- Membentuk tim belajar profesional.

- Mendorong/memberi harapan secara orang perorang.

- Memecahkan masalah dalam kelompok.

- Mendorong terbentuknya kelompok kerja dan kerjasama.

d. Monitoring dan evaluasi diarahkan pada :

- Monitoring sikap siswa dan prestasinya dalam IPA.

- Pengaturan dan assesmen prestasi terhadap standar dan sasaran.

- Monitoring pengembangan kemampuan guru, sikap, dan perasaan.

- Mendiskusikan kemajuan.

e. Pelaporan kepada umum dengan :

- Menyampaikan laporan pada konferensi.

- Menganjurkan kepada yang lain untuk menerapkan inovasi yang

sejenis.

- Mencari tambahan biaya dan atau dukungan.

- Menyediakan workshop untuk penyampaian gagasan.

3. Actuating (Implementasi)

Tipe implementasi perubahan pendidikan (Fullan, M.G. 1998) :

(1) Implementasi aktual dari program yang berkualitas yang didukung

dengan nilai dan kualitas teknik perubahan;

Page 15: BAB II.doc

(2) Masalah perencanaan dalam nilai dan teknik yang baik tidak di

implementasikan pada keadaan yang nyata;

(3) Teknik perubahan yang kurang baik dikembangkan atau kurang

bernilai digunakan dalam praktek;

(4) Bentuk keberhasilan dalam kemiskinan nilai dan pengembangan dan

tidak digunakan dalam praktek.

Dari tipe implementasi perubahan pendidikan di atas disadari bahwa

banyak inovasi pendidikan yang tak pernah diterapkan. Hal ini

dimungkinkan karena kekuatan sosial, politik, dan ekonomi yang

memasuki dunia pendidikan.

Implementasi inovasi pendidikan IPA berupa proses dimana

perubahannya meliputi aspek pelaksanaan dan fungsionalisasi belajar

mengajar; kepemimpinan dan budaya; manajemen dan pengembangan

sekolah.

Lingkungan belajar, pembelajaran siswa, dan pembelajaran guru

termasuk pada aspek belajar, sedangkan perencanaan dan pelaksanaan;

penilaian dan pelaporan; dan refleksi dan perbaikan termasuk pada aspek

mengajar.

Kepemimpinan kontekstual; kepemimpinan untuk perubahan; misi

sekolah; dan kepemimpinan untuk belajar termasuk pada aspek

kepemimpinan, sedangkan konteks budaya, rasa memiliki, budaya

belajar, dan budaya perbaikan termasuk pada aspek budaya.

Manajemen perbaikan, inkremental, manajemen perubahan, dan

fundamental termasuk pada aspek manajemen sedangkan tujuan sekolah,

penentuan prioritas, dan perencanaan termasuk pada aspek

pengembangan sekolah.

4. Controlling (Pengawasan)

Pelaksanaan pengawasan implementasi inovasi pendidikan IPA

berpegang pada jiwa manajemen peningkatan mutu yakni quality

assurance (QA) dan quality control (QC). QA menekankan orientasi pada

proses pelaksanaan implementasi atau QA bersifat proses oriented.

Page 16: BAB II.doc

Artinya, konsep ini mengandung suatu jaminan bahwa proses yang

berlangsung telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah

ditentukan. Dengan proses yang telah dilaksanakan sesuai dengan

prosedur standar, maka diharapkan akan menghasilkan outcomes yang

memenuhi standar pula.

Penciptaan mekanisme cheking untuk terbentuknya subsistem yang

berperan untuk mengontrol agar semua kegiatan implementasi inovasi

pendidikan IPA terkondisi dalam standar proses sangat diperlukan untuk

adanya QA. Dengan QA, ekspeksi akan mutu pendidikan IPA dapat

dipenuhi.

Pengawasan terhadap hasil (Quality Control) merupakan sistem

pengawasan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas hasil

yang tidak sesuai dengan standar atau ekspektasi. Quality Control

memerlukan indikator kualitas yang jelas dan pasti, sehingga dapat

ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi. Untuk implementasi

inovasi pendidikan IPA, standar kualitas bersifat relatif fan dapat

ditentukan oleh penyelenggara masing-masing.

Ruang lingkup standar kualitas pada implementasi pendidikan IPA

meliputi peningkatan pengetahuan dan kemampuan peserta didik dan

perubahan dalam sikap terhadap IPA dan pembelajaran IPA.

Manajemen implementasi inovasi pendidikan IPA harus tetap berorientasi

pada hakekat inovasi sendiri yakni terjadinya perubahan kearah yang lebih baik

(terjadi peningkatan mutu). Oleh karena itu, prinsip-prinsip manajemen

peningkatan mutu harus tetap diterapkan pada implementasi inovasi

pendidikan IPA yaitu adanya QA, QC, dan Benchmarking.

Empat langkah sistematis dan terukur dalam perencanaan; lima kegiatan

pengorganisasian yang jelas dan terarah; dan implementasi yang jelas sesuai

dengan ruang lingkupnya merupakan penjaminan mutu (QA) dan indikator

outcomes dari inovasi menjadi tolok ukur QC.

Page 17: BAB II.doc

Daftar Pustaka

_________, (2000). The SiS Components, SiS Research Project, Victoria.

Baez, A.V. (1976). Innovation in Science Education-World Wide, Paris, The Unesco Press.

Kuntadi, D. (2004). Supervisi Pendidikan IPA. Makalah Program Doktor Pendidikan IPA PPs UPI Bandung

Fullan, M.G. (1991). The New Meaning of Educational Change. New York, Teacher College Press.

Harris, B.M. (1985). Supervisory Behavior in Education. New Jersy : Prentice Hall Inc.

National Academy of Science. (1996). Nasional Science Education Standars. Washington DC. : National Academy Press.

Poster, Cyril. (2000). Menciptakan Sekolah Unggul, Jakarta, Lembaga Indonesia Adidaya.

Sallis, E. (1993). Total Quality Management in Education, London, British Library.

Sallis, E. (1993). Total Quality Management in Education. London : Kogan Page Ltd.

Satori, D. (2001). Pengawasan Pendidikan di Sekolah. Disampaikan pada Rapat Konsultasi Pengawas pendidikan Inspektorat Jendral dengan Badan Pengawasan daerah Regional Tengah di Quality Hotel Solo 24 s.d 27 September 2001.

Science Teacher Preparation.htm. An NSTA Position Statement : NSTA Standards for Science teacher Preparation.

Tim IKIP Bandung. (1999). Supervisi Akademik. Bahan Sajian untuk Pelatihan Pengawas SLTP dan SMU.