bab ii . ungkapan ini mengandung · pdf filemenggunakan algoritma dalam kehidupan sehari-hari,...
Post on 02-Feb-2018
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
18
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Keterampilan Algoritmik
National Research Council (NRC, 2001) menyatakan bahwa
“Mathematics is a science of patterns and order”. Ungkapan ini mengandung
makna bahwa matematika adalah ilmu yang membahas pola atau keteraturan dan
tingkatan yang terstruktur. Di dalam struktur matematika yang lengkap terdapat
“konsep primitive atau undefined terms atau unsur-unsur yang tidak
didefinisikan”, unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma-aksioma atau postulat-
postulat dan teorema-teorema/dalil-dalil. Konsep-konsep matematika tersusun
secara hirarkis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang
paling kompleks. Mengingat bersifat hirarkis maka belajar matematika harus
tertib dan konsisten. Implikasinya belajar matematika harus memperhatikan urut-
urutan pengetahuan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks
sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai.
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-
konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang
dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika itu (Soedjadi, 2000). Dalam belajar matematika ada dua obyek yang
diperoleh siswa, obyek langsung dan obyek tak langsung. Objek langsung dalam
matematika adalah fakta, konsep, prinsip dan keterampilan. Sedangkan objek tak
19
langsungnya adalah kemampuan yang secara tak langsung akan dipelajari siswa
ketika mereka mempelajari objek langsung matematika seperti kemampuan
berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, sikap positif terhadap
matematika, ketekunan, ketelitian, dan lain-lain. Bell (dalam Purwanto, 2010)
juga membagi obyek matematika atas dua bagian, yaitu obyek langsung dan
obyek tidak langsung. Sedangkan Begle membagi obyek matematika menjadi 4
yaitu terdiri dari fakta, konsep, operasi dan prinsip. Secara umum pendapat
tersebut sama, perbedaannya menurut Bell bahwa keterampilan meliputi operasi
dan prosedur. Keterampilan matematika adalah semua operasi dan prosedur yang
diharapkan untuk dimiliki siswa dan matematikawan secara cepat dan tepat. Siswa
yang telah menguasai suatu keterampilan apabila dapat menunjukkan
keterampilan tersebut secara tepat dengan menyelesaikan berbagai jenis masalah
yang memerlukan keterampilan atau menerapkan keterampilan dalam berbagai
situasi.
Keterampilan (skills) merupakan bagian terpenting dalam aktivitas
matematika (doing mathematics). Untuk menyelesaikan permasalahan, misalnya,
siswa harus mampu melakukan keterampilan matematika dengan benar. Jika
konsep matematika merupakan kata benda dari matematika, maka keterampilan
adalah predikatnya. Predikat ini merupakan suatu prosedur yang memungkinkan
siswa untuk mampu melaksanakan tugas-tugas matematika, seperti
mengkalkulasi, mengestimasi, mengukur objek dengan alat ukur yang tepat, dan
membuat grafik. Untuk mengases keterampilan matematika, guru dapat meminta
siswa untuk: (1) melakukan suatu keterampilan secara akurat dan konsisten, (2)
20
menjelaskan mengapa dan bagaimana prosedur yang dilakukan, (3) menggunakan
keterampilan dalam berbagai situasi.
Pembelajaran matematika adalah memperoleh fakta-fakta, konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan keterampilan sebagai suatu interaksi sosial yang menekankan
kepada konteks yang relevan (dalam Dossey, 1992). Menurut Ebbutt dan Straker
(dalam Depdiknas, 2006), salah satu keterampilan yang menjadi fokus dalam
pembelajaran matematika pada setiap jenjang pendidikan adalah keterampilan
algoritmik (algorithmic skills). Keterampilan algoritmik meliputi: mengikuti
langkah yang dibuat orang lain, membuat langkah secara informal, menentukan
langkah, menggunakan langkah, menjelaskan langkah, mendefinisikan langkah
sehingga dapat dipahami orang lain, membandingkan berbagai langkah, dan
menyesuaikan langkah (Depdiknas, 2006). Menurut NCTM dalam Curriculum
and Evaluation Standars for School Mathematics, mengetahui (knowing)
matematika adalah “doing” matematika, yaitu seseorang memperoleh,
menemukan atau menciptakan pengetahuan melalui berbagai aktivitas yang
terarah. Proses aktivitas ini dibedakan dengan penguasaan konsep dan algoritma.
Jelaslah bahwa konsep-konsep dan algoritma-algoritma fundamental dari
beberapa cabang matematika harus diketahui oleh siswa (NCTM, 1989).
Algoritma adalah sejumlah aturan atau langkah-langkah logis untuk
menyelesaikan suatu tugas atau masalah. Sebuah algoritma tidak digunakan untuk
memecahkan masalah, tetapi merupakan petunjuk atau prosedur tentang
serangkaian langkah yang jika diikuti atau dijalankan dengan benar akan
memberikan penyelesaian dari tugas atau masalah. Langkah-langkah algoritma
21
bisa berupa runtunan, pemilihan, dan pengulangan. Sebuah runtunan terdiri dari
satu atau lebih instruksi. Tiap-tiap instruksi dilaksanakan secara berurutan sesuai
dengan urutan penulisannya sebuah instruksi baru bisa dilaksanakan setelah
instruksi sebelumnya selesai dilaksanakan. Urutan instruksi menentukan keadaan
akhir algoritma. Kalau urutannya diubah, kemungkinan besar hasil
akhirnya akan berubah. Kadangkala sebuah instruksi dikerjakan setelah 'kondisi'
tertentu terpenuhi. Kondisi adalah persyaratan yang dapat dinilai benar atau salah
sehingga akan memunculkan 'aksi' yang berbeda dengan 'kondisi' yang berbeda.
Keterampilan algoritmik adalah keterampilan yang berkaitan dengan
kemampuan untuk mengikuti langkah demi langkah secara terurut untuk menuju
suatu pemecahan masalah yang benar (Hatfield et.al., 2007). Kita sering
menggunakan algoritma dalam kehidupan sehari-hari, namun kita tidak
memikirkan secara eksplisit langkah-langkah dari algoritma yang digunakan.
Misalnya memakai sepatu, mengenakan pakaian, mematikan komputer, atau
mengikuti resep untuk memasak makanan. Semua contoh tersebut menggunakan
algoritma yaitu langkah-langkah terurut pada setiap tindakan tersebut.
Keterampilan algoritmik merupakan keterampilan dasar dalam matematika
yang sangat diperlukan untuk melakukan kerja atau manipulasi matematik.
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) melalui bukunya “The
Teaching and Learning of Algorithms in School Mathematics” telah menguraikan
tentang peran penting dari keterampilan algoritmik untuk matematika sekolah
(Hatfield et.al., 2007). Lebih lanjut penelitian yang telah dilakukan Fuson (2003),
Thompson dan Saldhanha (2003) dan Gravemeijer dan Galen (2003)
22
menyimpulkan bahwa ketika siswa tidak berhasil dalam penggunaan algoritma
maka ia akan mempunyai kemampuan yang kurang untuk merepresentasikan atau
memodelkan suatu masalah matematika (dalam Hatfield et.al., 2007). Oleh karena
itulah, Ebbutt dan Straker (dalam Depdiknas, 2006) menyatakan bahwa materi
pembelajaran matematika pada setiap jenjang pendidikan memuat keterampilan
algoritmik. Berikut diberikan contoh-contoh algoritma dalam menyelesaikan suatu
masalah matematika. Contoh-contoh algoritma tersebut disusun dari algoritma
yang rutin sampai yang tidak rutin dikerjakan. Algoritma yang tidak rutin
diharapkan dapat dikembangkan atau ditemukan oleh siswa.
Tabel 2.1 Contoh Algoritma Penjumlahan Bilangan Bulat
Alternatif Algoritma -dikembangkan siswa
Model Representasi(dapat berupa benda konkret atau gambar sebagai
ilustrasi)
Ratusan Puluhan Satuan258379 +2377260
-2300337 +40-40637
Ratusan Puluhan Satuan5 12 1736
2 5 83 7 9 +6 3 71 1
Ratusan Puluhan Satuan500 120 17
258379+50012017+637
23
Contoh algoritma perkalian dengan menggunakan metode Lattice
Hitunglah: 57 x 63 = ….
5 7 5 7 5 73
04
26
33
54
97
43 1
54 1
97
15
21
311
25
35
52
25
35
5
17 5 7 5
Jadi 57 x 75 = 4.275
Contoh algoritma menentukan rumus umum dari suatu barisan
Tentukanlah rumus umum suku ke-n barisan: 0, 2, 6, 12, 20, ....
(i) 0, 2, 6, 12, 20, ....
(ii) 2 4 6 8
(iii) 2 2 2
(iii) 2a = 2a = 1 (ii) 3a + b = 2
3.1 + b = 2b = -1 (i) a + b + c = 0
1 + (-1) + c = 0c = 0
Un = 1n2 + (-1)n + 5 = 1.n2 - 1.n + 0 = n2 – n
Jadi rumus umum suku ke-n barisan: 0, 2, 6, 12, 20, .... adalah Un = n2 – n
Keterampilan algoritmik berkaitan dengan salah satu kemahiran
matematika yang dikemukakan Killpatrick, et.al (2001), yaitu kelancaran
berprosedur (procedural fluency). Kelancaran berprosedur merujuk pada
keterampilan siswa dalam menjalankan prosedur atau algoritma dengan lancar.
Kemahiran ini dapat dicapai dalam pembelajaran dengan memperhatikan
indikator-indikator, yaitu (1) menggunakan langkah-langkah penyelesaian
masalah yang dibuat orang lain dengan benar, (2) melakukan perhitungan dengan
24
benar, (3) melakukan manipulasi aljabar dengan benar, (4) memodifikasi atau
memperhalus langkah-langkah, (5) menggunakan langkah-langkah alternatif lain
untuk menyelesaikan masalah (Killpatrick, et.al., 2001).
Dengan mengadopsi indikator kelancaran berprosedur yang dikembangkan
oleh Killpatrick et. al. (2001), maka dapat disusun indikator untuk mengetahui
keterampilan algoritmik seperti disajikan pada tebel 2.2.
Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Algoritmik
No Indikator
1. Menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah yangdibuat orang lain dengan benar
2. Melakukan perhitungan dengan benar
3. Melakukan manipulasi aljabar dengan benar
4. Memodifikasi atau memperhalus langkah-langkah
5. Menggunakan langkah-langkah alternatif lain untukmenyelesaikan masalah
2.1.2 Keterampilan Metakognitif
Dimensi pengetahuan dan keterampilan yang menarik untuk dikaji lebih
mendalam, khususnya dalam pembelajaran matematika adalah aspek metakognisi.
Metakognisi adalah kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya
sendiri. Konsep metakognisi pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell pada
tahun 1979 (Sudiarta, 2006). Metakognisi adalah second-order cognition yang
secara harfiah berarti “berpikir tentang berpikir”. Livingston (1997) menyatakan
bahwa:
25
“Metacognition refers to higher order thinking which involves active
control over the cognitive processes engaged in learning. Activities
such as planning how to approach a given learning task, monitoring
comprehension, and evaluating progress toward the completion of a
task are metacognitive in nature”.
O’Neil & Brown (Veenman, 2006) menyatakan bahwa metakognisi
sebagai proses dimana seseorang berpikir tentang berpikir dalam rangka
membangun strategi untuk memecahkan masalah. Sedang Anderson & Kathwohl
(2001) menyatakan bahwa pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang
kognisi, secara umum sama dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi-
diri seseorang. Karena itu dapat dikatakan bahwa metakognisi merupakan
kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Menurut
Digests (1990) metacognition is thinking about thinking, knowing "what we know"
and "what we don't know”. Sedang strategi metakognisi merujuk kepada cara
untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang
berlaku sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat mengawal
pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya.
Menurut Flavell (dalam Livingston, 1997) metakognisi terdiri dari dua
komponen yaitu pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) dan
pengalaman metakognitif (metacognitive experience or regulation). Pengetahuan
metakognitif merupakan pengetahuan yang digunakan untuk mengontrol proses-
proses kognitifnya sedangkan pengalaman metakognitif merupakan proses yang
berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif. Desoete
(2001) menyatakan bahwa metakognisi memiliki tiga komponen, yaitu: (1)
26
pengetahuan metakognitif, (2) keterampilan metakognitif, dan (3) kepercayaan
metakognitif. Pengertian metakognitif beserta komponennya yang dikemukakan
oleh para pakar sangat beragam, namun pada hakekatnya memberikan penekanan
pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri. Namun
belakangan ini, perbedaan paling umum dalam metakognisi adalah memisahkan
pengetahuan metakognitif dari keterampilan metakognitif. Dengan demikian
komponen metakognitif meliputi pengetahuan metakognitif dan keterampilan
metakognitif.
Flavell (Sudiarta, 2007) membagi pengetahuan metakognitif menjadi tiga
kategori: pengetahuan variabel-variabel personal, pengetahuan variabel-variabel
tugas dan pengetahuan variabel-variabel strategi. Pengetahuan variabel-variabel
personal berkaitan dengan pengetahuan tentang bagaimana siswa belajar dan
memproses informasi serta pengetahuan tentang proses-proses belajar yang
dimilikinya. Pengetahuan variabel-variabel tugas melibatkan tentang sifat tugas
dan jenis pemrosesan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas.
Pengetahuan variabel-variabel strategi melibatkan pengetahuan tentang strategi-
strategi kognitif dan metakognitif serta pengetahuan kondisional tentang kapan
dan dimana strategi-strategi itu digunakan. Jadi siswa yang memiliki pengetahuan
metakognitif mampu mengontrol proses-proses kognitifnya. Siswa mampu untuk
mengendalikan dirinya sendiri dalam melakukan sesuatu yang menguntungkan
atau tidak melakukan sesuatu yang merugikan dirinya. Pengetahuan metakognitif
mengacu kepada pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan
pengetahuan kondisional seseorang pada penyelesaian masalah (Veenman, 2006)
27
Keterampilan metakognitif terdiri dari tiga komponen yaitu perencanaan
diri (self-planning), pemantauan diri (self-monitoring), dan evaluasi diri (self-
evaluation). Siswa yang memiliki keterampilan metakognitif mampu
menggunakan strategi metakognitif dalam menyelesaikan suatu masalah. Strategi
metakognitif merupakan kegiatan merencanakan, mengontrol, dan mengevaluasi
secara sadar tentang proses kognitifnya sendiri (Flavell dalam Livingston, 1997).
Keterampilan metakognitif memerlukan operasi mental khusus yang dengannya
seseorang dapat memeriksa, merencanakan, mengatur, memantau, memprediksi,
dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri.
Menurut Sudiarta (2008), perencanaan diri mempunyai indikator-indikator
tentang tujuan belajar yang akan dicapai, waktu yang akan digunakan untuk
menyelesaikan tugas belajar, pengetahuan awal yang relevan, dan strategi-strategi
kognitif yang akan digunakan. Pemantauan diri mempunyai indikator-indikator
tentang pemantauan ketercapaian tujuan belajar, pemantauan waktu yang
digunakan, pemantauan relevansi materi pengetahuan awal dengan materi
pengetahuan baru, dan pemantauan strategi-strategi kognitif yang sedang
digunakan. Evaluasi diri mempunyai indikator-indikator tentang evaluasi
ketercapaian tujuan belajar, evaluasi waktu yang digunakan, evaluasi relevansi
pengetahuan awal dengan materi pelajaran baru, dan evaluasi strategi-strategi
kognitif yang telah digunakan.
Jadi strategi metakognitif adalah strategi untuk merencanakan,
memonitoring dan merefleksi seluruh aktivitas-aktivitas kognitif yang terjadi
dalam pembelajaran. Strategi ini mengacu pada cara untuk meningkatkan
28
kesadaran siswa mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang telah
dilakukannya. Sehingga siswa mengetahui apa yang diketahuinya dan apa yang
tidak diketahuinya. Selain itu siswa mampu untuk mengoreksi kesalahan sendiri,
menganalisis keefektifan strategi belajarnya, dan mengubah strategi atau cara
belajarnya agar dapat meminimalkan apa yang tidak diketahuinya. Dalam hal ini
terjadi proses berpikir tingkat tinggi dalam diri siswa sebab mereka mampu untuk
menilai aktivitas berpikirnya secara mandiri. Strategi ini menimbulkan
kebermaknaan pada siswa terhadap apa yang dipelajarinya yang akan berpengaruh
positif terhadap prestasi belajar siswa.
Sudiarta (2006) menyatakan kegiatan-kegiatan metakognitif berpotensi
untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi berpikir tingkat
tinggi. Ini disebabkan karena setiap kegiatan metakognitif selalu disertai dengan
kegiatan berpikir tingkat tinggi yaitu berpikir untuk merencanakan, memonitoring
dan merefleksi seluruh aktivitas kognitif yang terjadi sehingga apa yang dilakukan
dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan ini seseorang dimungkinkan
memiliki kemampuan tingkat tinggi dalam pemecahan masalah, karena setiap
langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan: “apa yang saya
kerjakan?”, “mengapa saya mengerjakan ini?’, “hal apa yang bisa membantu saya
mengerjakan hal ini?”. Siswa selalu berpikir ulang terhadap apa yang telah
dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu, kegiatan metakognitif siswa memiliki peranan penting
dalam pembelajaran matematika khususnya khususnya dalam mengatur dan
mengontrol aktivitas kognitif siswa dalam menyelesaikan masalah. Melalui
29
kegiatan ini, belajar dan berpikir yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan
masalah matematika menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu kegiatan
metakognitif menyebabkan siswa untuk berpikir bagaimana dan kapan
menyelesaikan suatu masalah, meyakinkan bahwa kegiatan yang telah dilakukan
dalam menyelesaikan masalah telah benar. Kegiatan metakognitif memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mencapai pemahaman yang mendalam terhadap
konsep-konsep yang dipelajari karena dalam kegiatan meliputi kegiatan
merencanakan, memonitoring, dan merefleksi bagaimana menyelesaikan suatu
masalah. Hal ini menyebabkan siswa memiliki kebermaknaan yang dalam
terhadap apa yang dipelajari. Kegiatan metakognitif dapat merangsang
intelegensi, sehingga memegang peranan penting terhadap kesuksesan siswa
dalam belajar.
2.1.3 Apresiasi Matematika
Salah satu tujuan pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan
adalah penekanan pada pembentukan sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah (Depdiknas, 2006). Sikap seperti tersebut pada hakekatnya akan
membentuk dan menumbuhkan apresiasi matematika. Jika dilihat dari asal
katanya, apresiasi berasal dari bahasa latin appretiatus yang lebih kurang
mempunyai arti mengerti serta menyadari sepenuhnya hingga mampu menilai
30
semestinya. Istilah dalam bahasa Inggris adalah appreciation yang artinya
penghargaan, penilaian dan pengertian (Zaidin, 2002).
Apresiasi matematika disebut juga sebagai disposisi matematika
(mathematical disposition) yaitu keinginan, kesadaran, kecenderungan dan
dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik
dengan cara yang positif. Apresiasi matematika berkaitan juga dengan sikap
produktif (productive disposition) yakni tumbuhnya sikap positif serta kebiasaan
untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang logis, berguna dan berfaedah
(Kilpatrick et.al., 2001). Apresiasi matematika adalah kecenderungan siswa
memandang, menilai dan mengartikan matematika sebagai sesuatu yang dapat
dikuasai, dan bermanfaat serta meyakini bila ditekuni secara sungguh-sungguh
akan menguntungkan dirinya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apresiasi matematika adalah
sikap siswa dalam memandang, menghargai dan meyakini matematika sebagai
sesuatu yang penting dan bermanfaat untuk dipelajari sehingga dapat
mengembangkan perilaku dan rasa ingin tahunya dalam mengevaluasi dan
meningkatkan pengetahuan matematika yang dimilikinya. Tumbuhnya apresiasi
matematika akan menimbulkan penghargaan dan pemahaman yang tepat terhadap
mata pelajaran matematika yang dapat menimbulkan kegairahan dalam belajar
matematika. Apresiasi matematika dapat dikembangkan dengan melatih perhatian
siswa secara penuh kepada matematika, melatih kemampuan penalaran, dan
melatih kegiatan refleksi siswa terhadap kerja matematika. Apresiasi matematika
sangat penting untuk dikembangkan pada siswa sejak dini yaitu sejak siswa
31
sekolah dasar. Dengan tumbuhnya apresiasi matematika akan menghilangkan
kesan buruk pelajaran matematika di mata siswa. Siswa akan mempelajari
matematika secara lebih mendalam dan penuh semangat karena dalam dirinya
telah tercipta keyakinan yang besar untuk mempelajari matematika.
Standard 10 (NCTM, 2000) mengemukakan bahwa apresiasi matematik
menunjukkan: (1) rasa percaya diri, (2) ekspektasi dan metakognisi, (3) gairah dan
perhatian serius dalam belajar matematika, (4) kegigihan dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah, (5) rasa ingin tahu yang tinggi, serta (6) kemampuan
berbagi pendapat dengan orang lain. Hal serupa dikemukakan oleh Polking (1998)
bahwa apresiasi matematika yaitu menunjukkan (1) rasa percaya diri dalam
menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan
mengkomunikasikan gagasan, (2) cenderung memonitor, merepleksikan
performance dan penalaran mereka sendiri, (3) fleksibilitas dalam menyelidiki
gagasan matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan
masalah, (4) tekun mengerjakan tugas matematik, (5) rasa ingin tahu (curiosity),
dan daya temu dalam melakukan tugas matematik, (6) menilai aplikasi
matematika ke situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari, (7)
menghargai peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat,
dan sebagai bahasa.
Oleh karena itu, apresiasi matematika mempunyai peran yang penting
dalam pembelajaran matematika sehingga perlu dirumuskan indikator untuk
mengetahui apresiasi matematika siswa. Berdasarkan deskripsi apresiasi
matematika yang dirumuskan oleh NCTM (2000) dan Polking (1998), dapat
32
dikembangkan beberapa indikator apresiasi matematika seperti ditunjukkan pada
tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indikator Apresiasi Matematika
No Indikator
1. Rasa ingin tahu dalam belajar matematika
2. Harapan dan metakognisi siswa dalam belajar matematika
3. Keuletan/kegigihan dalam belajar matematika
4. Kepercayaan diri dalam belajar matematika
5. Kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain
6. Menghargai peran dan fungsi matematika
2.1.4 Prestasi Belajar Matematika
2.1.4.1 Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan
oleh guru. Prestasi menunjukkan hasil optimal yang dapat dicapai oleh siswa
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Jika angka yang diberikan oleh guru
besar maka prestasi belajar seorang siswa dianggap tinggi. Jika angka yang
diberikan oleh guru kecil maka prestasi belajar seorang siswa dianggap rendah.
Hal senada diunggkapkan Woodworth dan Marquis (dalam Surata, 2003) yang
mengatakan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan aktual yang dapat diukur
secara langsung dengan menggunakan tes. Winkel (2009) mengatakan bahwa
33
prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang
siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.
Farid Nasution (2001: 439) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan
seseorang terhadap pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam suatu mata
pelajaran, yang lazim diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan guru. Bila
angka yang diberikan guru rendah, maka prestasi seseorang dianggap rendah. Bila
angka yang diberikan guru tinggi, maka prestasi seorang siswa dianggap tinggi,
sekaligus dianggap sebagai siswa yang sukses dalam belajar.
Prestasi belajar merupakan suatu hasil yang dicapai oleh siswa setelah
mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Lebih lanjut
Sumartono (dalam Puspaka, 2008) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah
suatu nilai yang menunjukkan hasil dalam belajar yang dicapai menurut
kemampuan anak dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu. Prestasi belajar
dapat dijadikan sebagai suatu ukuran untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat
menguasai materi pelajaran yang telah diajarkan atau dipelajari. Sehubungan
dengan hal itu, dikatakan bahwa kegunaan prestasi belajar adalah: (1) untuk
mengetahui efesiensi prestasi belajar yang dalam hal ini dapat mendorong siswa
untuk lebih giat belajar, (2) dengan hasil tes atau ujian yang diperolehnya, siswa
dapat melakukan refleksi terhadap tingkat kemampuannya, sehingga siswa
menyadari kelebihan dan kelemahannya, (3) untuk petunjuk usaha belajar siswa,
dan (4) untuk dijadikan sebagai dasar dalam memberikan umpan balik apakah
berupa penghargaan atau perbaikan.
34
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
matematika adalah suatu hasil yang menunjukkan tingkat penguasaan materi
pelajaran yang dicapai setelah mengikuti kegiatan pembelajaran matematika
dalam kurun waktu tertentu. Prestasi belajar yang dimaksud berupa skor yang
diperoleh siswa setelah mempelajari suatu materi dan mengerjakan tes prestasi
belajar. Tes prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengukur aspek-aspek
tertentu dari siswa misalnya pengetahuan, pemahaman, atau aplikasi suatu konsep.
2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal berkaitan dengan penyebab atau dorongan yang muncul dari dalam diri
siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Clark seperti dikutif Sudjana
(2000) mengatakan bahwa prestasi belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh
kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Di samping
kemampuan, terdapat faktor internal lainnya yang berkontribusi terhadap prestasi
belajar antara lain tingkat kecerdasan, motivasi belajar, minat, sikap, kebiasaan
belajar, ketekunan, kesehatan baik fisik maupun psikis. Berbagai penelitian pun
dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh atau kontribusi faktor-
faktor tersebut terhadap prestasi belajar siswa. Sedangkan faktor eksternal
berkaitan dengan faktor penyebab yang datang dari luar diri siswa antara lain:
kualitas pembelajaran, sarana-prasarana, kurikulum, lingkungan sosial budaya dan
keadaan ekonomi keluarga.
35
Kualitas pembelajaran merupakan faktor yang mempunyai peranan yang
penting untuk meningkatkan prestasi belajar matematika. Kualitas pembelajaran
adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses pembelajaran dalam
mencapai tujuan yang diharapkan (Sudjana, 2000). Efektif artinya sesuai
kemampuan siswa, sehingga dalam pembelajaran yang efektif siswa dapat
mengkonstruksi secara maksimal pengetahuan baru yang dikembangkan dalam
pembelajaran (Krismanto, 2001: 1). Pembelajaran efektif antara lain ditandai
dengan pemberdayaan siswa secara aktif. Pembelajaran efektif juga menekankan
pada bagaimana agar siswa mampu belajar, bagaimana cara belajar (learning to
learn). Kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh rencana pembelajaran guru.
Dalam merencanakan pembelajaran, guru harus mampu memilih model, strategi,
pendekatan, metode dan atau teknik pembelajaran yang sesuai dengan perspektif
baru pembelajaran matematika, yaitu pembelajaran matematika yang mampu
memberikan ruang seluas-luasnya bagi peserta didik dalam membangun
pengetahuan dan pengalaman mulai dari kompetensi dasar atau basic skills sampai
kompetensi matematis tingkat tinggi atau higher order competency (Sudiarta,
2008).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses menekankan bahwa untuk meningkatkan prestasi belajar, guru
diharapkan menerapkan inovasi baru dalam pembelajaran antara lain: (1)
mengubah cara pandang dari cara pengajaran ke cara pandang pembelajaran.
Ditekankan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (2) kegiatan inti dalam
36
pembelajaran merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar,
yang dilandasai oleh kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Kegiatan
pembelajaran seperti ini akan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
2.1.4.3 Faktor-faktor yang Menentukan Prestasi Belajar Matematika
Pembelajaran matematika harus mampu menjadikan siswa mempunyai
prestasi belajar matematika yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Siswa yang
telah mencapai tingkat prestasi sesuai dengan standar minimal kurikulum
selanjutnya dapat dikatakan kompeten atau cakap atau mahir matematika.
Kecakapan atau kemahiran matematika ini sangat besar peranannya bagi siswa
untuk bisa berpikir kritis, evaluatif, kreatif, dan inovatif yang merupakan beberapa
di antara hal yang dituntut untuk bisa hidup dengan baik di abad ke-21.
Pada tahun 2001, NRC (National Research Council) menugaskan
Killpatrick, Swafford, dan Findel mengadakan penelitian untuk menemukan
faktor-faktor yang menentukan kemahiran matematika seseorang. Setelah meneliti
hasil-hasil penelitian satu abad terakhir tentang ciri-ciri orang yang memiliki
kemampuan matematika yang baik, mereka menemukan kenyataan bahwa pada
diri orang yang hebat dalam matematika itu ternyata ada 5 hal yang saling jalin-
menjalin (saling menguatkan satu sama lain). Kelima hal tersebut adalah (1)
pemahaman konsep (conceptual understanding), (2) kelancaran berprosedur
(procedural fluency), (3) kompetensi strategis (strategic competence), (4)
37
penalaran adaptif (adaptive reasoning) dan (5) sikap produktif (productive
disposition) yang dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1 Helai Kemahiran Matematika oleh Killpatrick, Swafford, dan Findel
Berdasarkan temuan Killpatrick, Swafford, dan Findel (2001) tersebut, secara
khusus dapat diuraikan ada lima kemampuan yang mempengaruhi prestasi belajar
matematika yaitu sebagai berikut.
a. Pemahaman konsep
Pemahaman konsep berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
memahami konsep dengan baik, siswa mampu untuk menguasai konsep,
operasi, dan relasi matematis. Kemahiran ini merupakan faktor penting yang
sangat menentukan keberhasilan belajar matematika siswa. Seorang siswa
dapat dikatakan mempunyai pemahaman konsep apabila siswa dapat: (1)
menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari, (2) mengklasifikasikan objek-
objek berdasarkan dipenuhi tidaknya persyaratan membentuk konsep
tersebut, (3) menerapkan konsep secara algoritma, ( 4) memberikan contoh
atau contoh kontra dari konsep yang dipelajari, (5) menyajikan konsep dalam
38
berbagai macam bentuk representasi matematis, (6) mengaitkan berbagai
konsep (internal atau eksternal matematika), (7) mengembangkan syarat perlu
dan atau syarat cukup suatu konsep.
b. Kelancaran menggunakan prosedur
Kelancaran berprosedur merujuk pada keterampilan siswa dalam menjalankan
prosedur atau algoritma dengan lancar. Kemahiran ini dapat dicapai dalam
pembelajaran dengan memperhatikan indikator-indikator, yaitu (1) siswa
mampu menggunakan prosedur penyelesaian masalah, (2) siswa mampu
menggunakan prosedur perhitungan, (3) siswa mampu menggunakan
prosedur manipulasi aljabar, (4) siswa mampu memodifikasi atau
memperhalus prosedur dan (5) siswa mampu mengembangkan prosedur.
c. Kompetensi strategis
Kompetensi strategis merujuk kepada berbagai macam strategi yang telah
dimiliki siswa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Dengan
kemampuan ini siswa mampu merumuskan, menyajikan, dan menyelesaikan
masalah-masalah matematika. Indikator-indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan ini adalah: (1) siswa mampu memahami
masalah, (2) siswa mampu memilih informasi yang relevan, (3) siswa mampu
menyajikan suatu masalah secara matematik dalam berbagai bentuk, (4) siswa
mampu memilih pendekatan atau metode yang tepat untuk memecahkan
masalah, (5) siswa mampu menggunakan atau mengembangkan strategi
pemecahan masalah, (6) siswa mampu menafsirkan jawaban, (7) siswa
mampu menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
39
d. Penalaran adaptif
Penalaran adaptif merujuk kepada kemampuan seseorang untuk memahami
masalah yang dihadapi dengan seksama. Dengan kemampuan ini siswa
mampu berfikir logis, melakukan refleksi, serta memberikan penjelasan dan
pembenaran. Kemampuan ini dapat dicapai dengan memperhatikan indikator-
indikator: (1) siswa mampu mengajukan dugaan (conjecture), (2) siswa
mampu memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu pernyataan,
(3) siswa mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan, (4) siswa
mampu memeriksa kesahihan suatu argumen, (5) siswa mampu memberikan
alternatif bagi suatu argumen, (6) siswa mampu menemukan pola pada suatu
gejala matematis.
e. Sikap produktif
Sikap produktif merujuk kepada meningkatnya sikap positif yang dimiliki
seseorang terhadap matematika dan belajar matematika. Siswa memiliki sikap
memandang matematika sebagai sesuatu yang bermakna dan bermanfaat,
serta memiliki kepercayaan diri dalam belajar matematika. Kemampuan ini
dapat dicapai dengan memperhatikan indikator-indikator: (1) siswa antusias
dalam belajar matematika, (2) siswa penuh kegigihan dalam belajar
matematika, (3) siswa gigih dalam menghadapi permasalahan, (4) siswa
penuh percaya diri dalam belajar dan menyelesaikan masalah, (5) siswa
bersikap luwes dan terbuka, (6) siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,
(7) siswa mau berbagi dengan yang lain.
40
2.1.4.4 Upaya-upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
Telah diuraikan bahwa prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh
berbagai faktor dan merupakan interaksi dari faktor-faktor tersebut. Killpatrick,
et.al. (2001) menemukan bahwa ada lima faktor yang menentukan keberhasilan
belajar matematika yaitu pemahaman konsep, kelancaran berprosedur, kompetensi
strategis, penalaran adaptif dan sikap produktif. Oleh karena itu, pembelajaran
matematika diharapkan dapat menjadikan siswa mahir matematika, yaitu
mempunyai lima kemampuan matematika tersebut. Banyak upaya yang dilakukan
guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Suparlan (2004) mengutip
menjelaskan sepuluh kaidah yang harus diperhatikan oleh para guru untuk
meningkatkan prestasi siswa dalam matematika. Sepuluh kaidah tersebut adalah
sebagai berikut.
Pertama, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari
matematika secara langsung sesuai dengan tingkat kemampuannya. Berikanlah
tugas-tugas yang sesuai kemampuannya dan secara bertahap tingkat kesukarannya
disesuaikan. Semakin banyak kesempatan belajar yang diberikan kepada siswa,
semakin tinggi prestasi belajar siswa. Permasalahan yang dipelajari siswa
hendaknya tidak hanya sampai kepada pemahaman konsep matematika, tetapi
juga sampai dengan penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari, serta sampai
dengan nilai-nilai yang dapat diambil dari matematika seperti nilai kejujuran,
ketelitian, percaya diri, dan kerjasama antara teman.
Kedua, pembelajaran difokuskan kepada pembelajaran matematika yang
bermakna dalam kehidupan. Pembelajaran yang menggunakan masalah yang
41
kontekstual sebagai pangkal tolak pembelajaran. Untuk itu, pembelajarankan
matematika tidaklah hanya pembelajarankan konsep-konsep dalam matematika,
tetapi harus memberikannya secara bermakna bagi siswa. Jika para siswa sudah
mengalami bahwa matematika memang penting dalam kehidupannya, maka siswa
akan merasa perlu belajar matematika, dan selanjutnya mereka senang dalam
belajar, dan pada akhirnya prestasi belajarnya pun meningkat pula.
Ketiga, perbaiki kemampuan prasyaratnya terlebih dahulu, dan barulah
kemudian memberikan konsep dan keterampilan yang baru. Sebagai contoh, siswa
mempelajari tentang operasi perkalian setelah memahami dengan baik operasi
penjumlahan. Artinya, operasi penjumlahan merupakan prasyarat bagi siswa
untuk mempelajari operasi perkalian.
Keempat, Berilah kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri idea
atau konsep-konsep matematika. Kaidah ini sebenarnya sama dengan kaidah Cina
yang mengatakan bahwa saya “saya dengar dan saya lupa, saya lihat dan saya
ingat, dan saya lakukan dan saya paham”. Berikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan tugas, melakukan praktik dan menemukan sendiri, dengan
syarat: (1) pada tahap awal berikan tugas yang sesuai dengan kemampuannya,
pada tahap berikutnya dapat diberikan tugas yang lebih menantang, (2)
memberikan penghargaan dengan penguatan (reinforcement) yang sesuai, (3)
memberikan tantangan dengan memberikan model kompetisi di antara siswa.
Kelima, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba metode-
metode pemecahan masalah dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berinteraksi di antara mereka. Kecakapan berfikir (thinking skill) dan kecakapan
42
untuk berkomunikasi dengan sesama (communication skill) menjadi dua
kecakapan hidup (life skill) yang amat penting untuk dikembangkan. Dalam hal
ini, matematika merupakan ilmu dasar yang memberikan landasan kuat untuk
membentuk kemampuan berfikir logis bagi anak, dan membiasakan anak untuk
dapat bersosialisasi dan bekerjasama dengan sesama kawannya.
Keenam, menggunakan metode kelompok kecil dalam proses
pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan pilar pendidikan menurut
UNESCO adalah learning to live together atau belajar untuk hidup bersama orang
lain. Oleh karena itu, pembelajaran matematika pun memerlukan kerja sama
dengan orang lain. Metode kelompok kecil merupakan salah satu metode
pembelajaran matematika.
Ketujuh, menggunakan metode kelompok besar (kelas) dalam proses
pembelajaran sebagai tindak lanjut dari metode kelompok kecil. Kegiatan
pembelajaran dengan kelompok kecil dapat ditindaklanjuti dengan kelompok yang
lebih besar. Beberapa kelompok kecil yang ada dikelompokkan menjadi 2
kelompok yang lebih besar, misalnya kelompok A dan B. Masing-masing
kelompok diminta berunding untuk menyepakati hasil kerja kelompok kecil
sebagai kesepakatan yang lebih besar. Setelah itu, kedua kelompok tersebut (A
dan B) diminta untuk melaporkan hasil kerja kelompok di depan kelas.
Kedelapan, memulai proses pembelajaran matematika dengan proses
konstruksi yang benar dalam pikiran siswa tentang bilangan. Pengertian yang
benar tentang bilangan merupakan dasar yang kokoh untuk membangun
kemampuan lebih lanjut tentang besaran bilangan, komputasi, estimasi atau
43
perkiraan dan pokok-pokok bahasan lain dalam matematika. Matematika memiliki
sifat yang hierarkis, artinya penguasaan satu konsep tertentu dalam matematika
memerlukan pokok bahasan lain sebagai prasyarat (prerequisite).
Kesembilan, pengenalan konsep matematika hendaknya dimulai dengan
benda-benda konkret. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus menggunakan
alat peraga matematika. Pembentukan konsep akan dibangun atau dikonstruksi
dari benda-benda konkret menjadi abstrak dalam pikiran siswa.
Kesepuluh, menggunakan kalkulator secara bijaksana di dalam
pembelajaran matematika dapat memperbaiki prestasi belajar dan sikap siswa
terhadap matematika. Di Indonesia penggunaan kalkulator masih menjadi
penolakan dan setidaknya kesanksian karena adanya anggapan bahwa penggunaan
kalkulator dapat menyebabkan anak-anak menjadi malas berpikir. Terjadinya
pembatasan dalam penggunaan kalkulator menjadi tidak realistis, karena pada saat
terjun ke masyarakat, mereka akan dihadapkan pada kenyataan perlunya
menggunakan kalkulator di rumah atau di tempat kerja. Oleh karena itu, yang
paling bijaksana adalah dengan menggunakan kalkulator secara benar dan
rasional, dan bukan dengan cara melarangnya tanpa pertimbangan.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang mengkaji kontribusi aspek-aspek matematika seperti
keterampilan algoritmik, keterampilan metakognitif dan apresiasi matematika baik
secara simultan maupun parsial terhadap prestasi belajar matematika sampai saat
ini memang belum ada. Namun dari beberapa penelitian diperoleh temuan yang
44
menyatakan adanya hubungan atau kontribusi ketiga faktor tersebut terhadap
prestasi belajar matematika.
Aryasutha (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa siswa umumnya
mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika apabila dihadapkan
dengan permasalahan baru yang lebih rumit. Hal ini disebabkan karena kurangnya
keterampilan algoritmik siswa. Beberapa fakta yang menandakan rendahnya
keterampilan algoritmik siswa adalah belum mampunya siswa untuk memahami
dan mengikuti langkah penyelesaiaan masalah matematika yang telah dijelaskan,
siswa umumnya belum terampil merancang, membuat dan menggunakan langkah
penyelesaian matematika, siswa-siswa umumnya belum terampil menjelaskan
langkah-langkah yang dibuat, siswa juga belum terampil mengevaluasi langkah-
langkah yang digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan matematika.
Temuan ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan Fuson (2003),
Thompson dan Saldhanha (2003) dan Gravemeijer dan Galen (2003)
menyimpulkan bahwa ketika siswa tidak berhasil dalam penggunaan algoritma
maka ia akan mempunyai kemampuan yang kurang untuk merepresentasikan atau
memodelkan suatu masalah matematika. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap
sikap siswa dan prestasi belajar matematika (dalam Hatfield, 2007: 222). Hasil
temuan penelitian ini menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh keterampilan
algoritmik terhadap sikap dan prestasi belajar matematika siswa.
Beberapa studi mengindikasikan bahwa apa yang diketahui siswa dan
pandangannya sebagai pembelajar matematika berpengaruh besar tidak saja
terhadap prestasi belajar namun juga terhadap tingkah laku mereka dalam
45
mengerjakan matematika (Campione, Brown, & Connell dalam Suzana, 2004).
Hasil penelitian Sudiarta (2008), Aryasutha dan Artagama (2010) menemukan
bahwa siswa sering berhasil memecahkan masalah matematika tertentu, tetapi
gagal jika konteks masalah tersebut sedikit diubah. Munculnya permasalahan
seperti itu disebabkan karena siswa belum terbiasa berpikir tingkat metakognitif.
Lebih lanjut hasil penelitiannya menemukan bahwa siswa yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran metakognitif menunjukkan sikap yang positif dan
peningkatan prestasi belajar matematika. Keiichi (2000) dalam penelitiannya
tentang “Metakognisi Dalam Pendidikan Matematika” menghasilkan beberapa
temuan, yakni (1) metakognisi memainkan peranan penting dalam menyelesaikan
masalah, (b) siswa lebih terampil memecahkan masalah. Hasil temuan tersebut
menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh keterampilan metakognitif
terhadap apresiasi dan prestasi belajar matematika siswa.
Sikap siswa dalam menghadapi matematika dan keyakinannya mengenai
matematika seringkali mempengaruhi prestasi mereka dalam matematika (NCTM,
2000). Bahkan dalam standar evaluasi (NCTM, 1989) menyertakan sikap dan
keyakinan sebagai bagian dari lima tujuan pengajaran, yaitu belajar memaknai
nilai-nilai matematika dan memiliki percaya diri mengenai kemampuan diri
sendiri. Artagama (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa sebagian besar
siswa kelas V SD Banyuning tidak mempunyai apresiasi matematika yang tinggi,
yaitu 44% dari jumlah siswa memiliki apresiasi matematika yang rendah dan 47%
dari jumlah siswa memiliki apresiasi sedang. Lebih lanjut disebutkan bahwa
kondisi tersebut menyebabkan pembelajaran matematika kurang berhasil,
46
akibatnya prestasi belajar matematika yang dicapai siswa tergolong rendah. Lebih
lanjut hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
metakognitif dapat meningkatkan apresiasi matematika siswa. Hasil temuan
penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh apresiasi
matematika terhadap prestasi belajar matematika siswa.
Killpatrick, et.al (2001) menemukan ada lima kemampuan yang
menentukan keberhasilan belajar matematika, yaitu (1) pemahaman konsep
(conceptual understanding), (2) kelancaran berprosedur (procedural fluency), (3)
kompetensi strategis (strategic competence), (4) penalaran adaptif (adaptive
reasoning) dan (5) sikap produktif (productive disposition). Keterampilan
algoritmik mengacu pada kelancaran berprosedur, keterampilan metakognitif
menekankan pada kemampuan pemahaman konsep, kompetensi strategis dan
penalaran adaptif, sedangkan apresiasi matematika mengacu pada sikap produktif.
Hasil temuan tersebut memperkuat bahwa ada konstribusi keterampilan
algoritmik, keterampilan metakognitif dan apresiasi matematika terhadap prestasi
belajar matematika siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
2.3.1 Keterampilan Algoritmik Berkontribusi secara Langsung terhadap
Apresiasi Matematika
Keterampilan (skills) merupakan bagian terpenting dalam aktivitas
matematika (doing mathematics). Salah satu keterampilan dalam matematika
adalah keterampilan algoritmik, yaitu keterampilan untuk dapat melakukan
47
langkah demi langkah sesuai urutan prosedur yang telah dipahami atau diingat
untuk menyelesaikan masalah matematika. Keterampilan algoritmik juga
berkaitan dengan semua operasi dan prosedur yang diharapkan untuk dimiliki
siswa dan matematikawan secara cepat dan tepat. Walaupun suatu algoritma
merupakan rentetan langkah demi langkah namun dalam memahami dan
mengingat juga harus disertai dengan pemahaman atau pemaknaan sehingga siswa
dapat menyelesaikan suatu masalah matematika berdasarkan urutan-urutan yang
bermakna. Siswa telah menguasai keterampilan algoritmik apabila dapat
menunjukkan keterampilan tersebut secara tepat dengan menyelesaikan berbagai
jenis masalah sesuai dengan algoritma yang diberikan.
Apresiasi matematika adalah sikap siswa dalam memandang, menghargai
dan meyakini matematika sebagai sesuatu yang penting dan bermanfaat untuk
dipelajari sehingga dapat mengembangkan perilaku dan rasa ingin tahunya dalam
mengevaluasi dan meningkatkan pengetahuan matematika yang dimilikinya.
Tumbuhnya apresiasi matematika akan menimbulkan penghargaan dan
pemahaman yang tepat terhadap mata pelajaran matematika yang dapat
menimbulkan kegairahan dalam belajar matematika. Apresiasi matematika dapat
dikembangkan dengan melatih perhatian siswa secara penuh kepada matematika,
melatih kemampuan penalaran, dan melatih kegiatan refleksi siswa terhadap kerja
matematiknya.
Kenyataannya jika siswa tidak menguasai matematika dengan baik maka
apresiasinya kurang baik terhadap matematika, namun sebaliknya jika siswa
sudah dapat melakukan kegiatan matematik dengan baik akan memiliki apresiasi
48
yang baik terhadap matematika. Padahal diketahui bahwa untuk dapat melakukan
kegiatan matematik memerlukan pengusaan aturan atau prosedur matematis
(keterampilan algoritmik). Sehingga diduga keterampilan algoritmik berkontribusi
secara langsung terhadap apresiasi matematika.
2.3.2 Keterampilan Metakognitif Berkontribusi secara Langsung terhadap
Apresiasi Matematika
Keterampilan metakognitif adalah keterampilan yang berkaitan dengan
kemampuan untuk merencanakan, memantau/memonitoring dan mengevaluasi
seluruh aktivitas kognitif yang terjadi sehingga apa yang dilakukan dapat
terkontrol secara optimal. Kegiatan merencanakan mempunyai indikator-indikator
tentang tujuan belajar yang akan dicapai, waktu yang akan digunakan untuk
menyelesaikan tugas belajar, pengetahuan awal yang relevan, dan strategi-strategi
kognitif yang akan digunakan. Kegiatan memantau/memonitoring diri mempunyai
indikator-indikator tentang pemantauan ketercapaian tujuan belajar, pemantauan
waktu yang digunakan, pemantauan relevansi materi pengetahuan awal dengan
materi pengetahuan baru, dan pemantauan strategi-strategi kognitif yang sedang
digunakan. Keterampilan evaluasi mempunyai indikator-indikator tentang
evaluasi ketercapaian tujuan belajar, evaluasi waktu yang digunakan, evaluasi
relevansi pengetahuan awal dengan materi pelajaran baru, dan evaluasi strategi-
strategi kognitif yang telah digunakan.
Apresiasi matematika adalah sikap siswa dalam memandang, menghargai
dan meyakini matematika sebagai sesuatu yang penting dan bermanfaat untuk
49
dipelajari sehingga dapat mengembangkan perilaku dan rasa ingin tahunya dalam
mengevaluasi dan meningkatkan pengetahuan matematika yang dimilikinya.
Tumbuhnya apresiasi matematika akan menimbulkan penghargaan dan
pemahaman yang tepat terhadap mata pelajaran matematika yang dapat
menimbulkan kegairahan dalam belajar matematika. Apresiasi matematika dapat
dikembangkan dengan melatih perhatian siswa secara penuh kepada matematika,
melatih kemampuan penalaran, dan melatih kegiatan refleksi siswa terhadap kerja
matematiknya. Dalam artian siswa harus mempunyai kecenderungan belajar
matematika yang didasari dengan perencanaan, pemantauan dan evaluasi dengan
baik.
Berdasarkan uraian tersebut diduga keterampilan metakognitif
berkontribusi secara langsung yang signifikan terhadap apresiasi matematika.
Dengan kata lain apresiasi matematika siswa akan baik jika mempunyai
keterampilan metakognitif yang baik dan sebaliknya apresiasi matematika siswa
kurang baik jika mempunyai keterampilan metakognitif yang kurang.
2.3.3 Keterampilan Algoritmik dan Keterampilan Metakognitif
Berkontribusi secara Simultan terhadap Apresiasi Matematika
Keterampilan algoritmik adalah keterampilan untuk dapat melakukan
langkah demi langkah sesuai urutan prosedur yang telah dipahami atau diingat
untuk menyelesaikan masalah matematika. Keterampilan algoritmik juga
berkaitan dengan semua operasi dan prosedur yang diharapkan untuk dimiliki
siswa dan matematikawan secara cepat dan tepat. Keterampilan metakognitif
50
adalah keterampilan yang berkaitan dengan kemampuan untuk merencanakan,
memantau/memonitoring dan mengevaluasi seluruh aktivitas kognitif yang
digunakan dalam pembelajaran matematika. Keterampilan algoritmik lebih
menekankan pada pengetahuan prosedural, sedangkan keterampilan metakognitif
lebih menekankan kepada pengetahuan konseptual. Pengetahuan konseptual dan
prosedural tidak bisa dipisahkan dan berperan sangat penting dalam pembelajaran
matematika.
Apresiasi matematika adalah sikap siswa dalam memandang, menghargai
dan meyakini matematika sebagai sesuatu yang penting dan bermanfaat untuk
dipelajari sehingga dapat mengembangkan perilaku dan rasa ingin tahunya dalam
mengevaluasi dan meningkatkan pengetahuan matematika yang dimilikinya.
Tumbuhnya apresiasi matematika akan menimbulkan penghargaan dan
pemahaman yang tepat terhadap mata pelajaran matematika yang dapat
menimbulkan kegairahan dalam belajar matematika. Kecenderungan yang terjadi
adalah siswa mempunyai apresiasi matematika yang baik jika mampu menguasai
prosedur dan konsep matematika dengan baik. Sehingga diduga keterampilan
algoritmik dan keterampilan metakognitif berkontribusi secara simultan terhadap
apresiasi matematika.
2.3.4 Keterampilan Algoritmik Berkontribusi secara Langsung terhadap
Prestasi Belajar Matematika
Keterampilan algoritmik adalah keterampilan untuk dapat melakukan
langkah demi langkah sesuai urutan prosedur yang telah dipahami atau diingat
51
untuk menyelesaikan masalah matematika. Keterampilan algoritmik juga
berkaitan dengan semua operasi dan prosedur yang diharapkan untuk dimiliki
siswa dan matematikawan secara cepat dan tepat. Siswa telah menguasai
keterampilan algoritmik apabila dapat menunjukkan keterampilan tersebut secara
tepat dengan menyelesaikan berbagai jenis masalah sesuai dengan algoritma yang
diberikan.
Prestasi belajar matematika merupakan perubahan-perubahan tingkah laku,
yaitu perubahan ke arah pemahaman yang lebih dalam tentang materi dan esensi
pelajaran matematika. Perubahan ini berupa pemahaman terhadap konsep-konsep
matematika dan juga kemampuan menggeneralisasikan berbagai bentuk
pengetahuan setelah memperoleh pengalaman belajar matematika. Prestasi belajar
matematika yang baik tidak diperoleh begitu saja, semuanya membutuhkan
perjuangan baik fisik maupun non fisik dan modal baik berupa pengetahuan
maupun keterampilan. Faktanya, hanya mereka yang mampunyai keterampilan
yang baik akan memperoleh prestasi yang tinggi. Sehingga diduga ada kontribusi
secara langsung yang signifikan antara keterampilan algoritmik terhadap prestasi
belajar matematika.
2.3.5 Keterampilan Metakognitif Berkontribusi Langsung terhadap
Prestasi Belajar Matematika
Keterampilan metakognitif adalah keterampilan yang berkaitan dengan
kemampuan untuk merencanakan, memantau/memonitoring dan mengevaluasi
seluruh aktivitas kognitif yang terjadi sehingga apa yang dilakukan dapat
52
terkontrol secara optimal. Kegiatan merencanakan mempunyai indikator-indikator
tentang tujuan belajar yang akan dicapai, waktu yang akan digunakan untuk
menyelesaikan tugas belajar, pengetahuan awal yang relevan, dan strategi-strategi
kognitif yang akan digunakan. Kegiatan memantau/memonitoring diri mempunyai
indikator-indikator tentang pemantauan ketercapaian tujuan belajar, pemantauan
waktu yang digunakan, pemantauan relevansi materi pengetahuan awal dengan
materi pengetahuan baru, dan pemantauan strategi-strategi kognitif yang sedang
digunakan. Keterampilan evaluasi mempunyai indikator-indikator tentang
evaluasi ketercapaian tujuan belajar, evaluasi waktu yang digunakan, evaluasi
relevansi pengetahuan awal dengan materi pelajaran baru, dan evaluasi strategi-
strategi kognitif yang telah digunakan.
Prestasi belajar matematika merupakan perubahan-perubahan tingkah laku,
yaitu perubahan ke arah pemahaman yang lebih dalam tentang materi dan esensi
pelajaran matematika. Perubahan ini berupa pemahaman terhadap konsep-konsep
matematika dan juga kemampuan menggeneralisasikan berbagai bentuk
pengetahuan setelah memperoleh pengalaman belajar matematika. Prestasi belajar
matematika yang baik tidak diperoleh begitu saja, semuanya membutuhkan
perjuangan baik fisik maupun non fisik dan modal baik berupa pengetahuan
maupun keterampilan. Untuk mencapai prestasi yang tinggi memerlukan
perencanaan, pemantauan dan refleksi terhadap semua belajar yang dilakukan.
Sehingga diduga keterampilan metakognitif berkontribusi secara langsung yang
signifikan terhadap prestasi belajar matematika.
53
2.3.6 Apresiasi Matematika Berkontribusi Langsung terhadap Prestasi
Belajar Matematika
Apresiasi matematika adalah sikap siswa dalam memandang, menghargai
dan meyakini matematika sebagai sesuatu yang penting dan bermanfaat untuk
dipelajari sehingga dapat mengembangkan perilaku dan rasa ingin tahunya dalam
mengevaluasi dan meningkatkan pengetahuan matematika yang dimilikinya.
Tumbuhnya apresiasi matematika akan menimbulkan penghargaan dan
pemahaman yang tepat terhadap mata pelajaran matematika yang dapat
menimbulkan kegairahan dalam belajar matematika. Apresiasi matematika dapat
dikembangkan dengan melatih perhatian siswa secara penuh kepada matematika,
melatih kemampuan penalaran, dan melatih kegiatan refleksi siswa terhadap kerja
matematiknya.
Prestasi belajar matematika merupakan perubahan-perubahan tingkah laku,
yaitu perubahan ke arah pemahaman yang lebih dalam tentang materi dan esensi
pelajaran matematika. Perubahan ini berupa pemahaman terhadap konsep-konsep
matematika dan juga kemampuan menggeneralisasikan berbagai bentuk
pengetahuan setelah memperoleh pengalaman belajar matematika. Prestasi belajar
dapat dijadikan sebagai suatu ukuran untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat
menguasai materi pelajaran yang telah diajarkan atau dipelajari. Hasil belajar
matematika yang baik tidak diperoleh begitu saja, semuanya butuh perjuangan,
bukan hanya perjuangan fisik, tetapi juga psikologis dan sosial. Faktanya, hanya
mereka yang mampunyai sikap dan cara pandang yang baik, dalam arti memiliki
apresiasi yang tinggi, yang mampu memiliki prestasi belajar yang baik. Dalam hal
54
ini apresiasi terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar
matematika (Ruseffendi, 2001). Sehingga diduga apresiasi matematika
berkontribusi secara langsung yang signifikan terhadap prestasi belajar
matematika.
2.3.7 Keterampilan Algoritmik Berkontribusi Tidak Langsung terhadap
Prestasi Belajar Matematika Melalui Apresiasi Matematika
Keterampilan algoritmik adalah keterampilan untuk dapat melakukan
langkah demi langkah sesuai urutan prosedur yang telah dipahami atau diingat
untuk menyelesaikan masalah matematika. Keterampilan algoritmik juga
berkaitan dengan semua operasi dan prosedur yang diharapkan untuk dimiliki
siswa dan matematikawan secara cepat dan tepat. Siswa telah menguasai
keterampilan algoritmik apabila dapat menunjukkan keterampilan tersebut secara
tepat dengan menyelesaikan berbagai jenis masalah sesuai dengan algoritma yang
diberikan.
Apresiasi matematika adalah sikap siswa dalam memandang, menghargai
dan meyakini matematika sebagai sesuatu yang penting dan bermanfaat untuk
dipelajari sehingga dapat mengembangkan perilaku dan rasa ingin tahunya dalam
mengevaluasi dan meningkatkan pengetahuan matematika yang dimilikinya.
Hubungannya dengan keterampilan algoritmik, biasanya siswa yang dapat
melakukan keterampilan algoritmik akan mampu mengendalikan sikap atau
perilaku dan persepsi yang positif terhadap matematika.
55
Prestasi belajar matematika merupakan perubahan-perubahan tingkah laku,
yaitu perubahan ke arah pemahaman yang lebih dalam tentang materi dan esensi
pelajaran matematika. Perubahan ini berupa pemahaman terhadap konsep-konsep
matematika dan juga kemampuan menggeneralisasikan berbagai bentuk
pengetahuan setelah memperoleh pengalaman belajar matematika. Prestasi belajar
dapat dijadikan sebagai suatu ukuran untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat
menguasai materi pelajaran yang telah diajarkan atau dipelajari.
Siswa yang mempunyai keterampilan algoritmik yang baik akan
membangun apresiasi yang tinggi terhadap matematika sehingga prestasi
belajarnya tinggi. Sehingga diduga keterampilan algoritmik berkontribusi secara
tidak langsung yang signifikan terhadap prestasi belajar matematika melalui
apresiasi matematika.
2.3.8 Keterampilan Metakognitif Berkontribusi secara Tidak Langsung
terhadap Prestasi Belajar Matematika Melalui Apresiasi Matematika
Keterampilan metakognitif adalah keterampilan yang berkaitan dengan
kemampuan untuk merencanakan, memantau/memonitoring dan mengevaluasi
seluruh aktivitas kognitif yang terjadi sehingga apa yang dilakukan dapat
terkontrol secara optimal. Kegiatan merencanakan mempunyai indikator-indikator
tentang tujuan belajar yang akan dicapai, waktu yang akan digunakan untuk
menyelesaikan tugas belajar, pengetahuan awal yang relevan, dan strategi-strategi
kognitif yang akan digunakan. Kegiatan memantau/memonitoring diri mempunyai
indikator-indikator tentang pemantauan ketercapaian tujuan belajar, pemantauan
56
waktu yang digunakan, pemantauan relevansi materi pengetahuan awal dengan
materi pengetahuan baru, dan pemantauan strategi-strategi kognitif yang sedang
digunakan. Keterampilan evaluasi mempunyai indikator-indikator tentang
evaluasi ketercapaian tujuan belajar, evaluasi waktu yang digunakan, evaluasi
relevansi pengetahuan awal dengan materi pelajaran baru, dan evaluasi strategi-
strategi kognitif yang telah digunakan.
Apresiasi matematika adalah sikap siswa dalam memandang, menghargai
dan meyakini matematika sebagai sesuatu yang penting dan bermanfaat untuk
dipelajari sehingga dapat mengembangkan perilaku dan rasa ingin tahunya dalam
mengevaluasi dan meningkatkan pengetahuan matematika yang dimilikinya.
Hubungannya dengan keterampilan metakognitif, siswa yang dapat melakukan
keterampilan metakognitif akan mengembangkan sikap, perilaku dan rasa ingin
tahunya dalam mengevaluasi dan meningkatkan pengetahuan matematika yang
dimilikinya dengan kata lain mampu mengembangkan apresiasi yang positif untuk
mencapai prestasi belajar yang tinggi.
Prestasi belajar matematika merupakan perubahan-perubahan tingkah laku,
yaitu perubahan ke arah pemahaman yang lebih dalam tentang materi dan esensi
pelajaran matematika. Perubahan ini berupa pemahaman terhadap konsep-konsep
matematika dan juga kemampuan menggeneralisasikan berbagai bentuk
pengetahuan setelah memperoleh pengalaman belajar matematika. Prestasi belajar
dapat dijadikan sebagai suatu ukuran untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat
menguasai materi pelajaran yang telah diajarkan atau dipelajari.
57
Siswa yang mempunyai keterampilan metakognitif yang baik akan
mengembangkan apresiasi matematika yang tinggi untuk mencapai prestasi
belajar yang tinggi. Sehingga diduga keterampilan metakognitif berkontribusi
secara tidak langsung yang signifikan terhadap prestasi belajar matematika
melalui apresiasi matematika.
2.3.9 Keterampilan Algoritmik, Keterampilan Metakognitif dan Apresiasi
Matematika Berkontribusi secara Simultan terhadap Prestasi Belajar
Matematika
Keterampilan algoritmik adalah keterampilan untuk dapat melakukan
langkah demi langkah sesuai urutan prosedur yang telah dipahami atau diingat
untuk menyelesaikan masalah matematika. Keterampilan algoritmik juga
berkaitan dengan semua operasi dan prosedur yang diharapkan untuk dimiliki
siswa dan matematikawan secara cepat dan tepat. Siswa telah menguasai
keterampilan algoritmik apabila dapat menunjukkan keterampilan tersebut secara
tepat dengan menyelesaikan berbagai jenis masalah sesuai dengan algoritma yang
diberikan.
Keterampilan metakognitif adalah keterampilan yang berkaitan dengan
kemampuan untuk merencanakan, memantau/memonitoring dan mengevaluasi
seluruh aktivitas kognitif yang terjadi sehingga apa yang dilakukan dapat
terkontrol secara optimal. Kegiatan merencanakan mempunyai indikator-indikator
tentang tujuan belajar yang akan dicapai, waktu yang akan digunakan untuk
menyelesaikan tugas belajar, pengetahuan awal yang relevan, dan strategi-strategi
58
kognitif yang akan digunakan. Kegiatan memantau/memonitoring diri mempunyai
indikator-indikator tentang pemantauan ketercapaian tujuan belajar, pemantauan
waktu yang digunakan, pemantauan relevansi materi pengetahuan awal dengan
materi pengetahuan baru, dan pemantauan strategi-strategi kognitif yang sedang
digunakan. Keterampilan evaluasi mempunyai indikator-indikator tentang
evaluasi ketercapaian tujuan belajar, evaluasi waktu yang digunakan, evaluasi
relevansi pengetahuan awal dengan materi pelajaran baru, dan evaluasi strategi-
strategi kognitif yang telah digunakan.
Apresiasi matematika adalah sikap siswa dalam memandang, menghargai
dan meyakini matematika sebagai sesuatu yang penting dan bermanfaat untuk
dipelajari sehingga dapat mengembangkan perilaku dan rasa ingin tahunya dalam
mengevaluasi dan meningkatkan pengetahuan matematika yang dimilikinya.
Tumbuhnya apresiasi matematika akan menimbulkan penghargaan dan
pemahaman yang tepat terhadap mata pelajaran matematika yang dapat
menimbulkan kegairahan dalam belajar matematika. Apresiasi matematika dapat
dikembangkan dengan melatih perhatian siswa secara penuh kepada matematika,
melatih kemampuan penalaran, dan melatih kegiatan refleksi siswa terhadap kerja
matematiknya.
Prestasi belajar matematika merupakan perubahan-perubahan tingkah laku,
yaitu perubahan ke arah pemahaman yang lebih dalam tentang materi dan esensi
pelajaran matematika. Perubahan ini berupa pemahaman terhadap konsep-konsep
matematika dan juga kemampuan menggeneralisasikan berbagai bentuk
pengetahuan setelah memperoleh pengalaman belajar matematika. Prestasi belajar
59
dapat dijadikan sebagai suatu ukuran untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat
menguasai materi pelajaran yang telah diajarkan atau dipelajari.
Siswa yang mampu menguasai keterampilan algoritmik dan keterampilan
metakognif dengan baik akan mempunyai pengetahuan prosedural dan konseptual
yang saling melengkapi, apalagi didukung oleh tumbuhnya apresiasi matematika
yang positif akan menunjukkan prestasi belajar matematika yang sangat tinggi.
Sehingga diduga keterampilan algoritmik, keterampilan metakognitif dan
apresiasi matematika berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap
apresiasi matematika.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi pada landasan teori, maka dapat diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut.
2.4.1 Keterampilan algoritmik berkontribusi secara langsung dan
signifikan terhadap apresiasi matematika
2.4.2 Keterampilan metakognitif berkontribusi secara langsung dan
signifikan terhadap apresiasi matematika
2.4.3 Keterampilan algoritmik dan keterampilan metakognitif
berkontribusi secara simultan serta signifikan terhadap apresiasi
matematika
2.4.4 Keterampilan algoritmik berkontribusi secara langsung dan
signifikan terhadap prestasi belajar matematika
60
2.4.5 Keterampilan metakognitif berkontribusi secara langsung dan
signifikan terhadap prestasi belajar matematika
2.4.6 Apresiasi matematika berkontribusi secara langsung dan signifikan
terhadap prestasi belajar matematika
2.4.7 Keterampilan algoritmik berkontribusi secara tidak langsung dan
signifikan terhadap prestasi belajar matematika melalui apresiasi
matematika
2.4.8 Keterampilan metakognitif berkontribusi secara tidak langsung dan
signifikan terhadap prestasi belajar matematika melalui apresiasi
matematika
2.4.9 Keterampilan algoritmik, keterampilan metakognitif dan apresiasi
matematika berkontribusi secara simultan serta signifikan terhadap
prestasi belajar matematika
top related