bab ii tunjauan pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/41984/3/bab ii.pdf · masyarakat...
Post on 19-Oct-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
11
11
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai dasar dan pembanding bagi
peneliti dalam penyusunan skripsi ini. Terdapat beberapa persamaan dan
perbedaan dalam penelitian terdahulu. Hal tersebut dapat dijadikan acuan
agar penelitian yang diambil memiliki pembahasan baru, atau melanjutkan
penelitian yang pernah dilakukan. Berikut ini akan disajikan beberapa
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan
dilaksanakan.
Penelitian oleh Irsyad Andriyanto dengan judul “Strategi Pengelolaan
Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan” pada tahun 2011 menyimpulkan
bahwa pendistribusian ZIS yang amanah, transparan dan profesional
berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap Rumah Zakat Indonesia
(RZI). Melalui program Integrated Community Development (ICD) RZI
dapat memberdayakan masyarakat miskin. RZI menerapkan SOP dalam
mengontrol program-program pemberdayaan zakat yang transparan dan
akuntabel.16
Persamaan penelitian di atas dengan judul yang akan diteliti
adalah sama-sama menggali bagaimana lembaga pengelola zakat dalam
menangani masalah ekonomi. Dalam penelitian diatas dapat ditunjukkan pada
kata “Pengentasan Kemiskinan”, sedangkan didalam judul yang akan diangkat
terdapat pada kata “Pemberdayaan Ekonomi Umat”. Perbedaannya dalam
16
Irsyad Andriyanto, “Strategi Pengelolaan Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan,” Jurnal
Walisongo, Vol. 19 No. 1 (Mei, 2011)
-
12
12
penelitian ini adalah bukan hanya strateginya, tetapi akan menggali lebih
dalam faktor apa saja yang menjadikan pendayagunaan zakat produktif lebih
minim.
Muhammad Haris Riyaldi meneliti “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan Penerima Zakat Baitul Mal Aceh: Satu Analisis” pada tahun
2015. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Faktor eksternal yang
mempengaruhi keberhasilan penerima zakat produktif yaitu bantuan modal
dan bimbingan petugas BMA. Sedangkan faktor internalnya yaitu spiritual dan
sumberdaya manusia penerima zakat.17
Persamaannya yaitu meneliti topik
tentang pendayagunaan atau penyaluran zakat produktif. Perbedaannya yaitu
penelitian diatas mencari faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
penerima zakat produktif, sedangkan dalam penelitian ini mencari faktor-
faktor yang mempengaruhi minimnya pendayagunaan zakat produktif.
Penelitian oleh Rosi Rosmawati pada tahun 2014 mengangkat judul
“Pengembangan Potensi Dana Zakat Produktif Melalui Lembaga Amil Zakat
(LAZ) untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat.” Hasil penelitian
tersebut mengungkapkan bahwa pengembangan potensi dana zakat produktif
dengan bimbingan dan penyuluhan yang intensif, diharapkan meningkatkan
kualitas daya saing mitra pembiayaan modal. Kekurangan dana operasional
dapat diatasi dengan mengoptimalkan fungsi lembaga bisnis yang ada, dan
17
Muhammad Haris Riyaldi, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerima Zakat
Baitul Mal Aceh: Satu Analisis”Jurnal Perspektif Darussalam, Vol.1 No.2 (September, 2015)
-
13
segera diterbitkan peraturan pemerintah yang mengatur masalah tersebut.18
Persamaanya yaitu mengangkat topik zakat produktif untuk meningkatkan
ekonomi. Perbedaanya yaitu penelitian tersebut mengangkat pengembangan
potensi zakat produktif, sedangkan dalam penelitian ini mengungkap faktor yang
mempengaruhi minimnya pendayagunaan zakat produktif.
Penelitian oleh Asma Karimah pada tahun 2017 berjudul “Efektivitas
Pendayagunaan Zakat Produktif Pada Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat (Studi Kasus Sejuta Berdaya LAZ Al-Azhar Peduli Ummat di
Kelurahan Pengasinan, Depok, Jawa Barat).” Hasil penelitian tersebut
mengemukakan bahwa lembaga amil zakat tersebut menciptakan program
Sejuta Berdaya, dilaksanakan dengan membentuk Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM). Program tersebut menggunakan akad tijarah dan akad
qardhul hasan, serta diiringi pembekalan ketrampilan dan pemberian
informasi akses pasar. Program tersebut telah berjalan efektif, dibuktikan
dengan meningkatnya pendapatan dan ekspansi usaha mustahiq.19
Persamaan
penelitian tersebut yaitu sama-sama mengangkat topik pendayagunaan zakat
produktif pada program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Perbedaanya
yaitu pada judul tersebut meneliti keefektifan zakat produktif, sedangkan
dalam penelitian ini mengungkap faktor yang mempengaruhi minimnya
pendayagunaan zakat produktif.
18
Rosi Rosmawati, “Pengembangan Potensi Dana Zakat Produktif Melalui Lembaga Amil Zakat
(LAZ) untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat.”Jurnal Ilmu Hukum Padjadjaran, Vol. 1
No.1 (2004) 19
Asma Karimah, “Efektivitas Pendayagunaan Zakat Produktif Pada Program Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus Sejuta Berdaya LAZ Al-Azhar Peduli Ummat di Kelurahan
Pengasinan, Depok, Jawa Barat)” (Skripsi S1 Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2017)
-
14
Penelitian oleh Zaenal Abidin pada tahun 2012 dengan judul
“Manifestasi dan Latensi Lembaga Filantropi Islam dalam Praktik
Pemberdayaan Masyarakat: Suatu Studi di Rumah Zakat Kota Malang.”
Kesimpulan yang didapat adalah fungsi laten pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan oleh Rumah zakat akan mengakibatkan ketergantungan mustahiq
apabila intervensi lembaga sangat tinggi. Kemudian pencitraan Rumah zakat
merupakan sebagian metode untuk menarik masyarakat dan pemerintah agar
Rumah Zakat layak dan profesional sebagai lembaga zakat nasional.20
Persamaan penelitian di atas dengan judul yang akan diteliti adalah sama-sama
menggali bagaimana lembaga pengelola zakat dalam memberdayakan
ekonomi masyarakat. Perbedaanya yaitu pada judul tersebut meneliti
manifestasi dan latensi lembaga filantropi islam, sedangkan dalam penelitian
ini mengungkap faktor yang mempengaruhi minimnya pendayagunaan zakat
produktif.
B. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Zakat
a. Definisi Zakat
Zakat merupakan ibadah harta benda yang disepakati (mâliyyah
ijtima’iyah) yang memiliki posisi strategis dan mementukan, bukan hanya
dari sisi keislaman, namun juga dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.
Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam.Zakat dari segi bahasa
20
Zaenal Abidin, “Manifestasi dan Latensi Lembaga Filantropi Islam dalam Praktik Pemberdayaan
Masyarakat: Suatu Studi di Rumah Zakat Kota Malang” Jurnal Salam, Vol. 15 No. 2 (Desember,
2012)
-
15
memiliki beberapa arti yaitu keberkahan, pertumbuhan dan(لغت)
perkembangan, kesucian, dan keberesan. Sedangkan arti zakat menurut istilah
yaitu harta yang didalamnya terdapat bagian dengan persyaratan )شسعيت(
tertentu, yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.21
Menurut Undang-Undang
RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud zakat
adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat
Islam.
b. Dasar Hukum Zakat
Dalil yang menunjukkan kewajiban zakat yaitu22
:
ْيِهْم بَِها ) التىبت : ٲُحْر ِمهْ ُسُهْم َوتَُسّكِ ْمَىاِلِهْم َصدَقَتً تَُطّهِ ََٔٓ۱ )
“Ambillah wahai Muhammad dari harta mereka shadaqah yang akan
membersihkan dan mensucikan mereka.”(Q.S. at-Taubah ayat 103)
َكاةَ )البقزة: ََلةََواَتُْىالزَّ (۳۱َواَقِْيُم الصَّ
“Dan dirikanlah shalat dan laksanakan zakat..” (Q.S. al-Baqarah ayat
43)
ااَْزَسَل ُمعَاذًاِلَىاْليََمِه: اَْن هللا قَِدالْفتََسَض َعلَْيِهْم ِفى اَْمَىاِلِهْم لَ مَّ
تُْؤُخرُِمْه اَْغنِيَاِءِهمْ َصدَقَتً
)متفق عليه(
“Rasulullah saw bersabda kepada sahabat Mu’adz tatkala beliau
mengutusnya ke Yaman, “Beritahu mereka bahwa Allah SWT telah
mewajibkan zakat kepada mereka didalam harta yang diambil dari
orang kaya mereka.” (H.R. Mutafaqqun „Alaih)
21
Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi (Surabaya: ITS Press, 2010),
1. 22
Segaf Hasan Baharun, Bagaimanakah Anda Meunaikan Zakat dengan Benar? (Pasuruan:
Yayasan Ponpes Darullughah Wadda‟wah, 2001), 1-2.
-
16
Zakat juga diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat. Dalam undang-undang tersebut, menyatakan
bahwa zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai
dengan syariat Islam.23
c. Jenis-jenis Zakat
Zakat secara garis besar memiliki dua jenis:
1) Zakat Mâl (harta). Pada kitab-kitab hukum (fikih) Islam pada
umumnya, harta kekayaan yang wajib dizakati yaitu emas, perak,
uang, barang dagangan, hasil peternakan, hasil bumi, hasil tambang
dan barang temuan.24
Masing-masing harta tersebut memiliki kadar
zakat dan nisab haul yang berbeda. Disamping zakat yang telah
disebutkan di atas, seiring dengan semakin beragamnya sumber harta
saat ini, terdapat beberapa jenis zakat mâl kontemporer yang muncul,
diantaranya:
a) Zakat surat berharga (saham/investasi/obligasi)
b) Zakat profesi/penghasilan
c) Zakat tabungan
d) Zakat hadiah, dan
e) Zakat perusahaan.25
2) Zakat Nafs. Zakat nafs disebut juga zakat jiwa atau zakarotul fitrah,
yaitu zakat yang diberikan berkenaan dengan selesainya mengerjakan
23
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat 24
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf(Jakarta: UI-Press, 1988), 44. 25
Tim Emir, Panduan Zakat Terlengkap (Jakarta: Erlangga, 2016), 46-95.
-
17
puasa fardhu..26
Zakat fitrah dibayarkan sesuai dengan harga
kebutuhan pokok pada suatu mayarakat, dengan ukuran atau
timbangan yang berlaku, atau bisa diukur dengan satuan uang. Di
Indonesia ukuran zakat fitrah disesuaikan dengan timbangan beras
sebanyak 2,5 kilogram.27
d. Persyaratan dan Rukun Zakat
Persyaratan zakat meliputi dua aspek, yaitu syarat wajib dan syarat
sah. Syarat wajib berkaitan dengan pemilik harta yang dizakati hartanya
(muzakki) dan harta yang dizakati. Syarat syarat bagi muzakki adalah
sebagai berikut:
1) Islam. Para ulama bersepakat bahwa tidak ada kewajiban bagi orang
kafir untuk berzakat, karena zakat merupakan ibadah yang suci,
dimana orang kafir bukan termasuk kategori suci selama ia masih
dalam kekufurannya.
2) Merdeka. Seorang budak tidak wajib berzakat, karena hakikatnya ia
tidak memiliki, tuannya yang memiliki apa yang ditangannya.
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang menjual seorang hamba yang memiliki
harta, maka harta tersebut milik orang yang menjualnya,
kecuali jika pembeli mensyaratkannya”. (Shahih Bukhari: 2379)
3) Harta yang dikeluarkan merupakan harta yang wajib dizakati.
Terdapat lima kriteria harta yang wajib dizakati, yaitu:
(a) Emas, perak dan uang baik yang logam, atau uang kertas,
26
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf(Jakarta: UI-Press, 1988), 44. 27
Mursyidi,Akuntansi Zakat Kontemporer (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 78.
-
18
(b) Barang tambang atau barang temuan,
(c) Binatang ternak,
(d) Barang dagangan,
(e) Hasil tanaman dan buah-buahan.
4) Harta yang dizakati telah mencapai nisab atau senilai dengannya.
5) Harta yang dizakati miliknya penuh, bukan hasil berhutang.
6) Harta yang dizakati sudah berualang atau sudah satu tahun.
7) Harta yang dizakati melebihi kebutuhan pokok.
Sedangkan syarat wajib zakat yang berkaitan dengan harta adalah
sebagai berikut:
1) Harta tersebut termasuk kriteria harta yang wajib dizakati.
2) Harta tersebut telah mencapai nisabnya. Nisab merupakan ukuran
tertentu yang telah ditetapkan syariat. Maka apabila harta telah
mencapai nisab, maka wajib bagi pemilik harta untuk
menzakatinya. Sebaliknya, tidak ada kewajiban zakat bagi pemilik
harta yang belum mencapai nisab.
3) Harta dimiliki secara sempurna.
Syarat sah zakat menurut ijma’ adalah niat. Para fuqaha bersepakat
bahwa niat merupakan syarat sah zakat, berdasarkan sabda Nabi saw:
“Pada dasarnya amal-amal itu dikerjakan dengan niat”
Imam Maliki menambahkan lagi tiga syarat yaitu:
1) Zakat diwajibkan atas harta yang telah haul, atau harta tersebut
merupakan harta yang baik atau telah ada ditanganya.
-
19
2) Menyerahkan harta kepada yang berhak (mustahiq)
3) Harta yang dikeluarkan merupakan harta yang wajib dizakati.
Rukun zakat yaitu mengeluarkan sebagian harta (nishab) kepada
orang fakir dengan menyerahkan kepadanya atau menyerahkan kepada
wakilnya yaitu imam atau petugas pemungut zakat (amil).28
e. Penggolongan Mustahiq Zakat
Al-Qur‟an menetapkan delapan golongan penerima zakat. Hal ini
realistis, karena kedelapan golongan tersebut terdapat dimanapun dan ada
sepanjang masa. Latar belakang syariat menetapan delapan golongan
tersebut yaitu, jatuhnya mereka menjadi fakir miskin bukan sepenuhnya
karena faktor internal atau kesalahan mereka sendiri, namun dominan
karena tidak berjalannya sistem dan norma keadilan. Hal tersebut
disebabkan karena tertahannya hak orang miskin dalam harta orang kaya
untuk pemenuhan fungsi harta dan pemilikan melalui lembaga ekonomi
Islam seperti zakat.29
Oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Agama, delapan
golongan tersebut diuraikan kembali sesuai dengan keadaan masyarakat
di Indonesia, sebagai berikut:
1) Fakir; yang disebut fakir adalah orang yang tidak memiliki
barang berharga, kekayaan serta pekerjaan sehingga ia sangat
perlu untuk ditolong.
28
Ibid,Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi .., 3-8. 29
Ibid, Abdurrachman Qadir, Zakat dalam dimensi Mahdah dan Sosial.., 211.
-
20
2) Miskin; yang dimaksud miskin ialah orang yang memiliki
barang berharga, kekayaan dan pekerjaan, namun tidak bisa
memenuhi hajat hidupnya secara penuh. Misalnya, ia
membutuhkan sepuluh dirham, tetapi ia hanya memiliki tujuh
dirham.
3) Amil; yang dimaksud Amil ialah orang yang bertugas
mengumpulkan, menyimpan, menyalurkan zakat kepada yang
berhak, dan menulis pembukuannya.
4) Muallaf, terdapat empat macam muallaf yang dogolongkan
sebagai berikut:
a) Orang yang masuk islam tetapi niat atau imannya masih
lemah.
b) Orang yang masuk islam dengan niat yang kuat dan
termasuk orang yang terkemukan dikalangannya, tujuan
diberikannya zakat adalah diharapan dapat menarik kawan-
kawannya agar masuk islam.
c) Muallaf yang dapat membendung kejahatan kaum kafir.
d) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang yang
enggan membayar zakat.
Golongan ketiga dan keempat akan diberikan zakat
sekiranya membutuhkan, namun untuk golongan pertama dan
kedua akan diberikan zakat tanpa syarat.
-
21
5) Riqab; yaitu budak belian yang diberikan kekuasaan untuk
mengumpulkan harta sehingga ia dapat menebus dirinya
sendiri. Untuk asnaf ini belum ada penjelasan daru ulama
indonesia bahwa bagian ini dapat dialokasikan ke asnaf
lainnya.
6) Gharim; yang dimaksud gharim disini ada tiga macam;
a) Orang yang berhutang untuk menghindari fitnah atau
mendamaikan permusuhan.
b) Orang yang berhutang untuk memenuhi hajatnya sendiri
maupun keluarganya untuk keperluan yang mubah
c) Orang yang meminjam karena memiliki tanggungan untuk
mengurus keperluan umum seperti madrasah, masjid,
pesantren, atau yang lain.
7) Sabilillah; yang dimaksud sabilillah yaitu jalan yang dapat
menyampaikan kepada ridha Allah. Bisa diartikan untuk
membiayai syiar Islam ke lokasi-lokasi non muslim atau
minoritas muslim, juga diartikan untuk menafkahi guru-guru
yang mengajakkan ilmu syari‟at maupun ilmu lainnya yang
bermanfaat bagi masyarakat umum.
-
22
8) Ibnu Sabil; yaitu orang yang sedang dalam perjalanan yang
dibolehkan syariat, kemudian melewati daerah dimana daerah
tersebut dikeluarkan zakat.30
2. Pendayagunaan Dana Zakat
Menurut KBBI, pendayagunaan berasal dari kata dasar dayaguna, yang
berarti kemampuan mendatangkan hasil dan manfaat yang tepat guna atau
efisien. Dari kata dasar tersebut, pendayagunaan dapat diartikan suatu usaha
untuk mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar, lebih baik dan tepat
guna dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki.
Pendayagunaan dana zakat berarti suatu usaha untuk mendatangkan hasil dan
manfaat yang lebih besar, lebih baik dan tepat guna dengan memanfaatkan
sumberdaya dan potensi dana zakat yang dimiliki.
a. Arah Kebijaksanaan Pendayagunaan Dana Zakat
Arah kebijakan pendayagunaan dana zakat dimaksudkan agar
pemanfaatan dana zakat dapat mencakup sasaran yang lebih luas dengan
cita rasa syariat. Dana zakat dimanfaatkan dengan sistem distribusi yang
efektif, seba guna dan produktif, sesuai dengan pesan kesan syariat serta
tujuan sosial ekonomis dari zakat. Dari pemaparan diatas, perludipaham
sebagai berikut:
1) Allah tidak menetapkan perbandingan yang tetap dalam
pembagian dana zakat kepada masing-masing asnaf
30
Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat
(Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 41-42.
-
23
2) Allah tidak menetapkan delapan asnaf harus diberi semua,
namun dalam membagi dana zakat tidak boleh keluar dari
ketentuan delapan asnaf tersebut
3) Allah tidak menetapkan bahwa dana zakat harus segera
dibagikan setelah masa pungutan zakat. Juga tidak ada
ketentuan bahwa dana zakat harus dibagikan semua baik sedikit
maupun banyak
4) Allah tidak menetapkan bahwa yang diserahterimakan itu haus
in cash (tunai) atau in kind (barang).31
b. Pendayagunaan Dana Zakat
Menurut Ghozali, dkk., secara umum terdapat empat bentuk
pemanfaatan dana zakat, seperti berikut:
1) Konsumtif Tradisional
Zakat ini diberikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan secara
langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan langsung kepada fakir
miskin untuk kebutuhan sahari-hari, atau zakat mal yang diberikan
kepada korban bencana.
2) Konsumtif Kreatif
Bentuk zakat yang diwujudkan dalam bentuk yang lain dari
barang semula, seperti alat-alat sekolah, beasiswa, dan lain
sebagainya.
31
Sjechul Hadi Permono, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan Nasional:
Persamaan dan Perbedaanya Dengan Pajak, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992), 41.
-
24
3) Produktif Tradisional
Zakat diberikan dalam bentuk barang yang bisa digunakan
mustahiq untuk membuka lapangan kerja baru, seperti hewan ternak,
mesin jahit, alat cukur, alat pertukangan, dan lain-lain.
4) Produktif Kreatif
Pemanfaatan dana zakat berupa modal yang digunakan untuk
membangun proyek sosial atau penambahan modal bagi pedagang
atau pelaku usaha kecil.
Dari empat bentuk tersebut, bentuk ketiga dan keempat mendekati makna
pendayagunaan zakat yang harus dikembangkan, sehingga dapat tercapai
makna syariat baik dari sisi ibadah maupun sisi sosialnya.32
c. Model Pemerataan Pertumbuhan Delapan Jalur Asnaf
Secara rinci, bentuk penggunaan dana zakat sebagai berikut:
1) Program Penanggulangan Kefakiran.
Program ini sangat serius dan harus diutamakan mengingat
pernyataan Nabi SAW: “Kefakiran mendekatkan diri kepada
kekafiran”. Program ini antara lain mencakup:
a) Pemenuhan kebutuhan pokok: makan, pakaian, perumahan,
kesehatan, dan pendidikan.
b) Penciptaan lapangan kerja
c) Pemilikan saham pada Unit Usaha secara bersama berbagai
bentuk dan jenis usaha professional.
32
Syukri Ghozali, dkk., Pedoman Zakat : 9 Seri(Jakarta: Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf,
1986), 319-320.
-
25
2) Program Penanggulangan Kemiskinan.
Program ini menduduki raking kedua setelah fakir. Pandangan
ulama tentang bantuan modal bagi orang miskin dapat berbentuk
bantuan kerja dan alat produksi yang memungkinkan penduduk
miskin semakin bekerja keras memenuhi kebutuhan hidupnya dari
hasil kerjanya, yang semula mustahiq, kemudian menjadi muzakki
yang antara lain bentuk pelayanan tersebut mencakup:
a) Penyaluran kredit bebas bunga (qardhul hasan)dari Bank
Zakat / Bank Syariah.
b) Pengembangan usaha dengan partisipasi modal (ventura) dari
Bank Zakat dan Infaq.
c) Pengembangan subsidi modal bagi warga miskin yang
memiliki keterampilan dan alat produksi.
3) Anggaran Rutin Organisasi Amil.
Amil merupakan SDM professinoal yang bekerja untuk LAZ
maupun BAZIS. Amil sebagai “karyawan” LAZ hendaknya
mendapat anggaran sesuai dengan ketentuan upah yang layak bagi
seorang karyawan atau pegawai. Beberapa ulama seperti Imam
Syafi‟i mengungkapkan, apabila dana bagian zakat tidak mencukupi
untuk membayar gaji karyawan, maka harus diambilkan dari sumber
dana lain, agar mereka dapat hidup layak walapun tidak berlebihan.
Sehingga mereka betul-betul bekerja untuk menanggulangi
kemiskinan dan permasalahan yang dialami mustahiq.
-
26
4) Anggaran Dakwah bagi Muallaf.
Beberapa ulama berpendapat bahwa muallaf tidak perlu disantuni
karena Islam sudah kuat. Pendapat ini ditolak oleh sebagian ulama,
dengan argumen bahwa perluasan dan peningkatan iman tidak
pernah berhenti. Bahkan sebagian ulama yang lain berpendapat dana
zakat bagian muallaf dapat disalurkan kepada orang kafir agar
tertarik masuk Islam.
5) Anggaran Memerdekakan Budak.
Anggaran ini jangkauanya sangat luas. Beberapa ulama
memasukkan penghapusan penjajahan sebagai bagian dari
penggunaan dana zakat untuk memerdekakan budak. Jika hal ini
termasuk, maka dapat disalurkan bagi warga muslim yang diusir dari
negaranya.
6) Anggaran Pembebasan Hutang.
Bagi seorang muslim, hutang merupakan persoalan yang harus
dipertanggungjawabkan sampai di akhirat. Oleh karena itu, agama
memastikan adanya dana yang dapat digunakan bagi umatnya untuk
membebaskan hutang. Perlu kita sadari, hutang tidak jarang menjadi
alat eksploitasi bagi suatu negara karena adanya ikatan ekonomi.
Anggaran pembebasan hutang digunakan untuk melepas warga atau
negara miskin dari jeratan ekonomi yang melanda.
-
27
7) Anggaran Pembelaan terhadap Agama dan Negara (Sabilillah)
Islam secara eksplisit mewajibkan umatnya untuk membela agama,
sekalipun dengan jalan perang. Pengertian anggaran sabilillah
dalam arti sempit yaitu dimaksudkan untuk membiayai para pejuang
agama dalam berjihad untuk melindungi agama. Dalam arti luas,
berjuang di jalan Allah dimaksudkan semua hal yang mencakup
kemaslahatan umum, seperti dinyatakan oleh Rasyid Ridha,
membangun jalan dan jembatan, tentunya apabila tidak ada sumber
dana lain.
8) Anggaran bagi Ibnu Sabil.
Tofler mengingatkan bahwa dunia modern ini disebut dengan
istilah “new nomad” atau masyarakat nomaden baru. Julukan ini
bukan hanya bagi yang mampu, tetapi masyarakat miskin, tuna
wisma, anak jalanan dananak buangan. Dana zakat juga disalurkan
untuk memecahkan permasalahan new nomad ini.33
d. Langkah Pelayanan Mustahiq
Pendayagunaan zakat dalam hal ini pelayanan mustahiq
memerlukan perhatian pada beberapa hal yaitu:
1) Analis mustahiq. Analis mustahiq berkaitan dengan survei mustahiq,
informasi mustahiq, posisi pelayanan, profil mustahiq, segmentasi
mustahiq, horizontal maupun vertikal.
33
Sahri Muhammad, Mekanisme Zakat dan Permodalan Masyarakat Miskin: Pengantar untuk
Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi , 179-181.
-
28
2) Persediaan dana zakat. Persediaan dana zakat berkaitan dengan
evaluasi muzakki, jaringan dana zakat, muzakki terbaik, persyaratan
penyaluran zakat dengan muzakki, dan mendapatkan persediaan
zakat lebih besar.
3) Menjual dan merencanakan produk. Menjual berbagai produk yang
akan ditawarkan kepada muzakki maupun mustahiq berkaitan dengan
pilihan produk, iklan, promosi, publisitas, pengumpulan dan
penyaluran, tatap muka, tenaga penerangan dan pemungut zakat,
hubungan dengan pelanggan dan hubungan dengan agen pengumpul
dan penyaluran zakat. Beberapa LAGZIS di Malang menetapkan inti
kegiatan Amil untuk meningkatkan mutu SDM, sedangkan sebagian
yang lain menetapkan inti kegiatan amil untuk meningkatkan
permodalan usaha kecil. Ada baiknya jika masing-masing amil zakat
menyediakan produk yang difokuskan pada jasa tertentu yang
dikelola secara profesional.
4) Distribusi. Distribusi zakat berkaitan dengan persediaan, saluran
distribusi, cakupan distribusi, lokasi mustahiq, wilayah penyaluran,
tingkat persediaan dana zakat dan lokasi amil, pengiriman, dan
keagenan.
-
29
5) Riset pengumpulan dan penyaluran zakat. Berkaitan dengan
pengumpula data, mencatat kejadian kritis, peta kemiskinan dan
analisi secara sistematis, siap belajar dari lapangan.34
e. Strategi Penghimpunan Dana Zakat oleh LAZ
Ibadah zakat merupakan ibadah yang kompleks. Memerlukan beberapa
rangkaian kegiatan bagi lembaga pengelola zakat untuk menangannya. Tahap
awal yaitu penghimpunan dana zakat. Setidaknya ada tiga strategi
penghimpunan dana zakat yang bisa diterapkan oleh lembaga pengelola
zakat, diantaranya:
1) Pembentukan unit pengumpulan zakat. Badan amil zakat dapat
membuka unit pengumpul zakat (UPZ) di berbagai tingkatan daerah
baik nasional, provinsi, dan seterusnya.
2) Pembukaan counter penerimaan zakat. Counter atau loket penerimaan
zakat harus dibuat representative layaknya counter lembaga keuangan
profesional, dengan pelayanan dan fasilitas yang baik seperti ruang
tunggu, alat tulis, alat penghitung, brankas, dan tenaga profesional
yang menerapkan pelayanan prima.
3) Pembukaan rekening bank. Pemisahan rekening bank antara rekening
zakat, infaq, shadaqah dan wakaf sebaiknya dilakukan. Hal ini
memudahkan muzakki agar tahu kemana dana akan disetor, dan
memudahkan pengelola untuk mendistribusikannya.35
34
Ibid,Sahri Muhammad, Mekanisme Zakat dan Permodalan Masyarakat Miskin: Pengantar untuk
Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi (Malang: Bahtera Press, 2006), 176. 35
Ibid,Moh. Toriquddin, Pengelolaan Zakat Produktif Perspektif Maqasid Al-Syariah IbnuAsyur
.., 33-34.
-
30
4) Kunjungan dari rumah ke rumah
5) Iklan media massa
6) Mengembangkan program kemitraan (channeling)36
f. Pendayagunaan oleh Lembaga Amil Zakat
Pendayagunaan zakat produktif merupakan sebuah program yang
pelaksanaanya diawasi oleh sebuah manajemen. Dalam menjalankan
sebuah program tersebut, manajemen suatu lembaga perlu menerapkan
fungsi manajemen sebagai panduan. Menurut George R Terry fungsi
manajemen terdiri dari beberapa langkah yang harus dilakukan, antara lain
perencanaan, pengorganisasian, kepegawaian, pemotivasian dan
pengawasan.
1) Perencanaan.
Perencanaan merupakan kegiatan menentukan tujuan-tujuan yang
hendak dicapai dalam suatu program yang akan dibuat dan apa yang
harus dilakukan agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu. Kegiatan
perncanaan meliputi:
a) Self audit atau menentukan keadaan program sekarang
b) Survei lingkungan
c) Menentukan tujuan
d) Meramal keadaan-keadaan yang akan datang
e) Melakukan tindakan dan sumber pengerahan
f) Mempertimbangkan tindakan-tindakan yang diusulkan
36
Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat
(Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 200-201.
-
31
g) Mengubah dan menyesuaikan rencana-rencana sehubungan dengan
hasil pengawasan dan keadaan yang berubah-ubah.
2) Pengorganisasian.
Pengorganisasian merupakan kegiatan mengelompokkan dan
menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu. Hal-hal yang dikerjakan
dalam pengorganisasian antara lain:
a) Menetapkan dengan teliti dan menentukan pekerjaan yang akan
dilaksanakan
b) Break work down, atau membagi pekerjaan atau tugas kepada
setiap orang
c) Tugas-tugas kelompok menjadi posisi-posisi
d) Tentukan persyaratan-persyaratan setiap posisi
e) Kelompok-kelompok posisi menjadi satuan-satuan yang dapat
dipimpin dan saling berhubungan dengan baik
f) Bagi-bagikan pekerjaan, pertanggungjawaban dan luas kekuasaan
yang akan dilaksanakan
g) Ubah dan sesuaikan program sesuai dengan hasil pengawasan dan
kondisi yang berubah –ubah
h) Berhubungan selalu selama proses menjalankan program.
-
32
3) Kepegawaian.
Kegiatan kepegawaian yaitu menentukan keperluan-keperluan
sumberdaya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan
pengembangan tenaga kerja. Rincian pelaksanaannya sebagai berikut:
a) Tentukan keperluan-keperluan sumberdaya manusia
b) Kerahkan pegawai-pegawai sedapat mungkin
c) Menyaring siapa yang mampu untuk diberikan suatu posisi
d) Latih dan kembangkan sumber-sumberdaya manusia
e) Ubah dan sesuaikan kuantitas dan kualitas sumber-sumber daya
manusia sehubungan dengan hasil pengawasan dan perubahan
kondisi
f) Berhubungan setelah dan selama proses berjalannya program
4) Pemotivasian
Pemotivasian yaitu mengarahkan atau menyalurkan perilaku
manusia ke arah tujuan-tujuan. Pelaksanaannya sebagai berikut:
a) Berhubungan dengan staf dan menjelaskan tujuan-tujuan dengan
bawahan
b) Mengkomunikasikan ukuran-ukuran pelaksanaan atau performance
standard
c) Memberi bawahan penghargaan atas apa yang ia capai
d) Puji dan tegur dengan jujur
e) Mengadakan lingkungan yang memberikan dorongan dengan
meneruskan keadaan yang berubah-ubah serta tuntutannya.
-
33
f) Ubah dan sesuaikan cara-cara memotivasikan sehubungan dengan
hasil pengawasan dan kondisi yang berubah
g) Berhubungan selalu dengan proses pemotivasian
5) Pengawasan
Pengawasan yaitu mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan,
menentukan sebab-sebab penyimpangan, dan mengambil tindakan
korektif dimana perlu. Kegiatan pengawasan meliputi:
a) Menetapkan ukuran-ukuran
b) Monitor hasil dan bandingkan dengan ukuran
c) Memperbaiki penyimpangan-penyimpangan
d) Ubah dan sesuaikan cara-cara pengawasan sehubungan dengan hasil
pengawasan dan perubahan kondisi
e) Berhubungan selalu selama proses pengawasan37
3. Zakat Produktif
Yusuf al-Qardhawi mengemukakan definisi zakat sebagai sejumlah harta
yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
Menurutnya, zakat juga diartikan mengeluarkan jumlah harta tertentu itu
sendiri.
Kata produktif berasal dari bahasa Inggris productive yang berarti banyak
menghasilkan; banyak menghasilkan barang-barang berharga; memberikan
37
George R. Terry, Dasar-dasar Manajemen (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), 9-12.
-
34
banyak hasil; yang mempunyai hasil yang baik. Secara umum kata productive
memiliki makna banyak menghasilkan karya atau barang.
Dari definisi di atas, zakat produktif dapat diartikan sebagai model
pendistribusian zakat yang membuat para mustahiq menghasilkan sesuatu
secara berkelanjutan melalui zakat yang diterimanya. Zakat produktif
merupakan zakat yang diberikan kepada mustahiq tidak untuk dihabiskan,
melainkan untuk dikembangkan dan untuk membantu usaha mereka agar
dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus-menerus, bahkan diharapkan
dapat merubah status mereka dari mustahiq menjadi muzakki. Zakat produktif
juga diartikan sebagai harta yang dikeluarkan dari harta atau jiwa dengan cara
tepat guna, efektif manfaatnya dengan sistem yang serba guna dan produktif,
sesuai dengan pesan syari‟at, dan peran serta fungsi sosial ekonomi zakat.
Dari definisi diatas, yang bisa diproduktifkan bukan hanya dari zakat mâl,
tetapi juga zakat fitrah.38
Dari beberapa lembaga zakat di Indonesia, dapat disimpulkan yang
merupakan bagian dari zakat produktif antara lain:
a. Pembinaan kewirausahaan
b. Bantuan modal dan peralatan kerja
c. Bantuan modal usaha produktif
d. Pengembangan ekonomi melalui qardhul hasan
e. Penanggulangan hutang usaha
38
Moh. Toriquddin, Pengelolaan Zakat Produktif Perspektif Maqasid Al-Syariah IbnuAsyur
(Malang: UIN-Maliki Press, 2015), 29-31.
-
35
f. Pembinaan usaha peternakan, pertanian, dan perdagangan.39
4. Pemberdayaan Ekonomi Umat
a. Zakat dan Pertumbuhan Ekonomi
Zakat berfungsi untuk mendorong investasi, mencegah
penimbunan harta dan mendorong naiknya pembelanjaan untuk barang
konsumsi dari sisi pemberi maupun penerima zakat. Sehingga, arus modal
dari dua saluran tersebut, yaitu investasi dan konsumsi akan menciptakan
lapangan kerja bagi jutaan orang. Bersamaan dengan hal tersebut, akan
mempercepat pertumbuhan pendapatan nasional suatu negara. Dorongan
investasi dan konsumsi yang ditimbulkan zakat akan berdampak besar
bagi pertumbuhan ekonomi. Tersedianya dana untuk investasi akan
mendorong perkembangan industri dan mempercepat pertumbuhan
ekonomi. Konsumsi yang bertambah besar juga menciptakan permintaan
yang lebih besar bagi industri di negara yang bersangkutan. Selajutnya
dapat dikatakan bahwa penggunaan dana zakat secara bijaksana dapat
menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi tanpa harus mengkhawatirkan
kekurangan permintaan dan menurunnya permintaan kerja.40
b. Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Menurut Amir Fanzuri, “Bertolak dari perspektif mereka sendiri,
mereka (rakyat) didorong untuk mendayagunakan sumber dayanya bagi
pengembangan dirinya menuju pada proses penemuan diri dari berbagai
39
Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi
Umat (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 200-201. 40
FORDEBI dan ADESy, Ekonomi dan Bisnis Islam: Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2016), 397-398
-
36
ketergantungan dan situasi yang menghalangi perkembangan dirinya
sebagai manusia yang berakal budi dan bermartabat”. Selanjutnya,
diungkapkan bahwa tugas keamilan dan pemberdayaan adalah memberi
pemahaman terhadap muzakki, bahwa pengentasan kemiskinan,
kebodohan dan keterbelakangan harus dilihat dalam perspektif yang lebih
luas, keterlibatan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan (sustainable).
Harta zakat (khususnya zakat mâl) harus dipahami sebagai modal
dana yang harus diputar (revolving fund) yang pemanfaatanya harus
diarahkan kepada sektor produktif, sehingga kesinambungan usaha yang
dijalankan rakyat dapat terjamin. Dana zakat akan efektif apabila
digunakan untuk mengentaskan kemiskinan, karena masalah tersebut
sangat mencekik leher mayoritas umat islam. Hal ini merupakan sasaran
utama zakat, seperti yang dikemukakan oleh al-Bakri bahwa untuk
membentu permodalan fakir miskin, islam telah mewajibkan zakat kepada
para pemilik kekayaan dan menjadikannya sebagai salah satu rukun Islam
yang lima.pendistribusian dan manajemennya harus dilakukan secara
profesional, pemikiran yang matang dan secara administratif agar dapat
memenuhi fungsi dan kegunaan zakat yang sebenarnya. Dikatakan pula
bahwa dana zakat tidak harus diberikan begitu saja kepada fakir miskin,
namun juga harus dimanfaatkan untuk pengembangan usaha sebagai
bekal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, atau
dimanfaatkan untuk pelatihan di berbagai bidang seperti pertanian,
pertukangan, manajemen, bisnis, biro jasa dan lain-lain. Hal tersebut perlu
-
37
dukungan dari berbagai pihak terutama para pembesar yang memiliki
kepedulian terhadap nasib rakyatnya yang dililit kemiskinan.
Ada tiga aspek utama yang perlu diperhatikan ketika menentukan
industri kecil atau unit usaha rakyat sebagai dasar pemberian modal dari
dana zakat:
1) Merupakan subsektor usaha yang menampung kehidupan dan
tradisi budaya dari sebagian besar anggota masyarakat,
2) Merupakan sebagian dari sarana penciptaan lapangan kerja dan
pengembangan kreatifitas angkatan kerja yang umumnya tidak
memiliki pendidikan formal yang memadai untuk masuk ke
sektor formal,
3) Sarana distribusi kesempatan berusaha dan berpendapatan.41
c. Kesepadanan Zakat dalam Perekonomian
Zakat merupakan kewajiban umat muslim untuk mengeluarkan
sebagian dari hartanya untuk di berikan kepada yang berhak, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Menurut pandangan ekonomi, zakat
memiliki kesepadanan dengan variabel-variabel ekonomi antara lain
pajak, retribusi, konsumsi, tabungan dan investasi.
1) Pemahaman Pajak, Retribusi, Dan Zakat.
Pajak (tax) merupakan iuran rakyat utuk negara atau lembaga yang
manfaatnya bisa dirasakan secara tidak langsung.Sedangkan retribusi
merupaka iuran rakyat untuk negara dimana manfaatnya
41
Ibid, FORDEBI dan ADESy, Ekonomi dan Bisnis Islam:Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam, 400-401
-
38
dapat dirasakan secara langsung. Kemudian zakat dapat
didefinisikan sebagai iuran umat islam yang diberikan kepada yang
berhak menerimanya. Dari pandangan di atas, dapat dipahami
ketiganya memiliki kesamaan dalam hal iuran. Namun terdapat
perbedaan dari beberapa aspek, yakni pengeluaran pajak dan
retribusi diperuntukkan bagi kepentingan negara, sedangkan zakat
diperuntukkan bagi kepentingan umat Islam.
2) Pemahaman Konsumsi, Produksi, dan Zakat.
Pemahaman ekonomi umum tentang konsumsi adalah pemakaian
suatu barang untuk kebutuhan makhluk. Sedangkan produksi adalah
hasil yang diperoleh dari proses produksi. Secara matematis fungsi
konsumsi dapat diformulasikan sebagai berikut:
C = Co + CY
dimana :
C = Konsumsi
Co = Konsumsi Otonom
CY= Konsumsi yang diperoleh dari pendapatan
Kaitan konsumsi dan zakat apabila telah diadakan pemakaian
(konsumsi), seperti makan, minum, dan sebagainya, maka dapat
menyebabkan pertumbuhan maupun perkembangan tubuh manusia.
Namun disadari atau tidak, makanan/minuman atau konsumsi lainya
yang telah digunakan tersebut ada yang dimanfaatkan secara utuh
dana ada juga yang hanya sebagian. Jika terdapat sisa, maka hal
-
39
tersebut akan dibuang. Dalam pandangan Islam, bagian makanan
maupun minuman tersebut terdapat hal-hal yang perolehan atau
peruntukannya tidak sesuai dengan kaidah agama. Hal-hal yang
haram tersebut dapat disucikan melalui zakat fitrah. Demikian
halnya pada pemakaian barang-barang ataupun harta. Pada sebagian
harta tersebut disamping dimanfaatkan untuk kepentingan
perputaran modal (arus produksi) ataupun pembangunan, akan tetapi
pada harta tersebut walaupun perolehanya halal, terdapat bagian yag
harus disucikan. Penyucian tersebut melalui zakat harta. Secara
ekonomi Islam, fungsi konsumsi di atas dapat domidifikasi sebagai
berikut:
C = Co + CY + (Z+In+S)
dimana :
C = Konsumsi
Co = Konsumsi Otonom
CY= Konsumsi yang diperoleh dari pendapatan
Z = Zakat
In = Infaq
S = Sedekah
Berdasarkan pandangan di atas, tampak bahwa secara ekonomi
Islam, baik konsumsi, produksi, maupun zakat terdapat kesepadanan
yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, antara konsumsi,
-
40
produksi, dan zakat sangat erat kaitanya, baik dalam pandangan
ekonomi maupun secara Islami.
3) Pemahaman Tabungan, Investasi, dan Zakat.
Secara makro ekonomi, tabungan (saving) merupakan sisa dari
pendapatan yang tidak dihabiskan dalam pemakaian (konsumsi).
Secara matematika dapat diformulasikan sebagai berikut:
Y= C+S
Dimana:
Y= Pendapatan
C= Konsumsi
S=Tabungan
Dalam analisis ekonomi makro, jika tabungan yang disimpan
tersebut sudah cukup banyak, maka tabungan tersebut bisa dijadikan
sebagai modal usaha atau disebut investasi. Apabila terjadi
demikian, maka formulasi di atas berubah menjadi:
Y= C+I
Dimana:
Y= Pendapatan
C= Konsumsi
I=Investasi
Lebih lanjut dalam analisis ekonomi makro yang dikaitkan dengan
unsur zakat sebagai implementasi dalam ekonomi Islam, maka
formulasi di atas dapat disempurnakan sebagai berikut:
-
41
Y= C+I (Z+In+S)
Dimana:
Y= Pendapatan
C= Konsumsi
I=Investasi
Z = Zakat
In = Infaq
S = Sedekah42
42
Sahri Muhammad, Mekanisme Zakat dan Permodalan Masyarakat Miskin: Pengantar untuk
Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi , 207-208.
top related