bab ii tinjauan pustaka dan landasan teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/bab ii.pdfdiagnosa...
Post on 13-Mar-2019
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Diagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case
Based Reasoning (CBR) Berbasis Web. Penelitian ini mengambil permasalahan
tentang penyakit mata katarak senilis dengan data rekam medis yang diambil
adalah data pertengahan tahun 2013, sedangkan untuk konsultasi dan wawancara
kepada pakar terkait yaitu dr. Marie Yuni Andari, Sp.M. Fokus penelitian ini
membahas aplikasi sistem pakar diagnosa mata katarak senilis dengan metode
CBR (Case Based Reasoning) merupakan sistem yang bertujuan untuk
menyelesaikan suatu kasus baru dengan cara mengadaptasi solusi-solusi yang
terdapat pada kasus sebelumnya yang mirip dengan kasus baru tersebut. Variabel
yang diukur yaitu berupa gejala penyakit berjumlah 12 gejala. pengujian sistem
CBR ini dilakukan terhadap pakar untuk 10 kasus yang diuji, sistem mampu
mendiagnosis dengan tepat sesuai dengan pendapat pakar dengan prosentase
kesesuaian sebesar 70%. (Martono & Yusuf, 2016).
Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Menggunakan Naivebayes Classifier.
Penelitian ini membahas tentang aplikasi sistem pakar diagnosa penyakit mata
secara umum dengan jumlah database 52 gejala dan 15 penyakit dengan metode
Naivebayes Classifier. Naïve Bayes Classifier merupakan pengklasifikasi
probabilitas sederhana berdasarkan pada teorema Bayes. Teorema Bayes
dikombinasikan dengan “Naïve” yang berarti setiap atribut/variabel bersifat bebas
(independent).Naïve Bayes Classifier dapat dilatih dengan efisien dalam
pembelajaran terawasi (supervised learning). Sedangkan pengujian validitas
sistem menghasilkan prosentase kesesuaian sebesar 83% dari 12 data pasien yang
diuji. (Setiawan & Ratnasari, 2014)
5
Implementasi dan Perancangan Sistem Pakar untuk Diagnosa Penyakit Mata
Pada Manusia Berbasis Pemrograman Clips. Penelitian ini membahas tentang
sistem pakar dalam mendiagnosa penyakit mata dengan pemrograman Clips. Clips
(C Language Integrated Production System) adalah program expert system yang
pertama kali di release tahun 1986 dan dikembangkan oleh Software Technology
Branch (STB), NASA/Lyndon B. Johnson Space Center. Variabel yang diukur
dalam penelitian ini yaitu mencakup 26 penyakit mata dan 53 gejala. Metode yang
digunakan yaitu forward chaining, dimana secara teknis dalam penggunaan
sistem, user hanya menjawab “Ya” dan “Tidak” dalam menjawab pertanyaan
perihal gejala. (Effendy, et al., 2008).
Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Status Gizi Balita
Menggunakan Metode Fuzzy Inferensi Sugeno. Penelitian ini mengkaji tentang
Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) merupakan suatu sistem
yang menyediakan fasilitas untuk melakukan suatu analisis sehingga setiap proses
pengambilan keputusan yang dilakukan akan lebih berkualitas. Penelitian ini
membahas tentang bagaimana menentukan status gizi pada balita dengan metode
fuzzy inference system sugeno yang sebelumnya sudah pernah dibahas dengan
metode Antropometri. variabel yang diukur yaitu berat badan, tinggi badan dan
usia. Dari total 25 data yang diuji, 4 diantaranya tidak sesuai, sedangkan 21 data
menyatakan sesuai dengan metode Antropometri. Maka prosentase kesesuaian
sistem penunjang keputusan dalam menentukan status gizi balita dengan metode
inferensi fuzzy sugeno sebesar 84%. (Romadhon & Purnomo, 2016).
Sistem Pakar untuk Menentukan Status Kesehatan Ibu Hamil dengan Metode
Inferensi Fuzzy Sugeno. Penelitian ini membahas tentang bagaimana menentukan
status kesehatan ibu hamil dengan metode inferensi fuzzy sugeno. Sama halnya
dengan penelitian sebelumnya fuzzy sugeno memiliki tiga proses utama
(fuzzifikasi, connjunction, disjunction, defuzzifikasi). Variabel yang diukur yaitu
umur, spasing dan gravida dengan masing – masing variabel memiliki 3
keanggotaan dengan total memiliki 27 rules. Validasi hasil dengan menunjukan
perbandingan penentuan status kesehatan data dari pakar kesehatan ibu hamil
dibandingkan dengan sistem menggunakan metode fuzzy sugeno. Pengujian
6
dilakukan dengan 23 data rekam medis dengan tingkat prosentase kesesuaian
sistem 82.60 % dimana dari total 23 data hanya 4 data yang tidak sesuai. (Putri &
Purnomo, 2017).
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Sistem Pakar
Sistem pakar adalah sistem perangkat lunak komputer yang menggunakan
ilmu, fakta, dan teknik berpikir dalam pengambilan keputusan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang biasanya hanya dapat diselesaikan oleh
tenaga ahli dalam bidang yang bersangkutan. Pembentukan sistem pakar
didasarkan pada suatu ide untuk mentransfer pengetahuan seorang pakar (atau
sumber kepakaran yang lain) ke dalam komputer. Pengetahuan yang tersimpan ini
selanjutnya digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang sesuai dengan
bidang kepakaran tertentu. Peran sistem pakar dewasa ini semakin dirasa penting
untuk menyelesaikan permasalahan diberbagai bidang, termasuk bidang
kesehatan. (Effendy, et al., 2008).
Sistem pakar terdiri dari dua bagian pokok, yaitu lingkungan
pengembangan (development environment) dan lingkungan konsultasi
(consultation enviromnet). Pembentukan basis aturan dan pembangunan
komponen dilakukan pada lingkungan pengembangan, sedangkan lingkungan
konsultasi digunakan sebagai sistem konsultasi oleh orang yang bukan ahli.
(Effendy, et al., 2008).
7
Gambar 2.1 Struktur sistem pakar
2.2.2. Logika Fuzzy
Konsep logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh professor Lotfi A.
Zadeh dari Universitas California, pada bulan Juni 1965. Logika fuzzy merupakan
generalisasi dari logika klasik yang hanya memiliki dua nilai keanggotaan yaitu 0
dan 1. Dalam logika fuzzy, nilai kebenaran suatu pernyataan berkisar dari
sepenuhnya benar sampai dengan sepenuhnya salah.
Dengan teori himpunan fuzzy, suatu objek dapat menjadi anggota dari
banyak himpunan dengan derajat keanggotaan yang berbeda dalam masing-
masing himpunan. Konsep ini berbeda dengan teori himpunan biner (crisp). Teori
himpunan biner tergantung pada logika dua nilai (two-valued logic) untuk
menentukan apakah sebuah objek merupakan suatu anggota himpunan atau bukan.
(Kaswidjanti, et al., 2014).
2.2.3. Himpunan Fuzzy
Himpunan Fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu (Kaswidjanti, et al., 2014) :
1. Linguistik, penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau
kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti : dingin, sejuk,
normal, hangat, panas.
2. Numeris, suatu nilai (angka) yang menunjukan ukuran dari suatu variabel,
seperti : 0, 1, 2, 3, 4, dst.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy,
yaitu : variabel fuzzy, himpunan fuzzy, semesta pembicaraan, dan domain.
8
2.2.4. Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang
menunjukkan pemetaan titik – titik input data ke dalam nilai keanggotaan yang
memiliki interval antara 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi.
(Kaswidjanti, et al., 2014).
a. Representasi Linear
Fungsi keanggotaan : ba
bxx
(2.1)
b. Representasi Kurva Segitiga
(2.2)
Fungsi keanggotaan :
0,,minmax
h
xhc
h
xchx (2.3)
0 b a
1
Gambar 2. 2 Representasi fungsi keanggotaan linear
Gambar 2. 3 Representasi fungsi keanggotaan segitiga
9
2.2.5. Fuzzy Inference System Sugeno
Model fuzzy Sugeno merupakan pendekatan sistematis pembangkitan
aturan fuzzy dari himpunan data masukan-masukan yang diberikan (Putri &
Purnomo, 2017). Aturan fuzzy nya berbentuk dapat dilihat pada persamaan 2.4.
IF x is A AND y is B THEN z = f(y,x) (2.4)
Dengan A dan B adalah himpunan fuzzy dalam antecedent dan z=f(x,y)
adalah fungsi tegas dalam konsekuen. Biasanya f(x,y) adalah polynomial dalam
variabel x dan y.
Penalaran dengan metode sugeno hampir sama dengan penalaran
mamdani, hanya saja output (konsekuen) sistem tidak berupa huimpunan fuzzy,
melainkan berupa konstanta atau persamaan linear. Metode ini diperkenalkan oleh
Takagi-Sugeno Kang pada tahun 1985, sehingga metode ini sering juga
dinamakan dengan metode TSK. Menurut Cox (1994), Metode TSK terdiri dari 2
jenis, yaitu :
1. Model Fuzzy Sugeno Orde-Nol
Secara umum bentuk model fuzzy sugeno orde-nol adalah :
IF(x1 is A1) o. (x2 is A2) o. (x3 is A3) o
. . .o(xn is An) THEN z=k (2.5)
dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai anteseden, dan k adalah
suatu konstanta (tegas) sebagai konsekuen.
2. Model Fuzzy Sugeno Orde-Satu
Secara umum bentuk model sugeno orde-satu adalah :
IF (x1 is A1) o...o(xN is AN)
THEN z=P1 * x1
+...+ PN * xN + q (2.6)
Dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai anteseden, dan p1 adalah
suatu konstanta (tegas) ke-i dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen.
10
Apalabila komposisi aturan menggunakan metode sugeno, makan
defuzzifikasi dilakukan dengan cara mencari nilai rataratanya. Berdasarkan model
fuzzy tersebut, ada tahapan-tahapan dalam metode sugeno yatu sebagai berikut
(Putri & Purnomo, 2017) :
1. Pembentukan Himpunan Fuzzy
Pada tahapan ini variabel input dari sistem fuzzy ditransfer ke dalam
himpunan fuzzy untuk dapat digunakan dalam perhitungan nilai kebenaran dari
premis pada setiap aturan dalam basis pengetahuan. Dengan demikian tahap ini
mengambil nilai – nilai tegas dan menentukan derajat di mana nilai tersebut
menjadi anggota dari setiap himpunan fuzzy yang sesuai
2. Aplikasi Fungsi Implikasi
Setiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan
dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam
fungsi implikasi, yaitu :
IF x is A THEN y is B .................. (2.7)
Dengan x dan y adalah skala, dan A dan B adalah himpunan fuzzy.
Proposis yang mengikuti IF disebut sebagai antesenden sedangkan yang
mengikuti THEN disebut konsekuen. Proposisi ini dapat diperluas dengan
menggunakan operator fuzzy, yaitu :
IF(x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3)
o...o (Xn is AN) THEN y is B................ (2.8)
Dengan o adalah operator (misal: OR atau AND). Secara umum fungsi
implikasi yang dapat digunakan yaitu:
Min (Minimum)
Fungsi ini akan memotong output himpunan fuzzy.
Dot (Product)
Fungsi ini akan menskala output himpunan fuzzy.
Pada Metode Sugeno, fungsi implikasi yang digunakan hanyalah fungsi min.
11
3. Defuzzifikasi (Defuzzification)
Input dari proses defuzzifikasi adalah himpunan fuzzy yang dihasilkan dari
proses komposisi dan output adalah sebuah nilai (crips). Untuk aturan if-then
fuzzy dalam persamaan ru(k) =if x1 is a1k and ... and Xn IS aNk then y is bk,
dimana a1k dan bk berturut-turut adalah himpunan fuzzy dalam ui r(u dan v
adalah domain fisik), i=1,2, ... , n dan x=(x1,x2,..., xn) u dan y v berturut-
berturut adalah variabel input dan output (crips) dari sistem fuzzy. Menurut
Wang, defuzzifikasi pada persamaan di atas didefinisikan sebagai suatu
pemetaan dari himpunan fuzzy bk dalam v r (yang merupakan output dari
inferensi fuzzy) ke titik crips y*v (Putri & Purnomo, 2017). Pada metode
sugeno defuzzifikasi dilakukan dengan perhitungan Weight Average (WA).
2.2.6. Mata Katarak
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.
(Ilyas & Yulianti, 2017).
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun
dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam – macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti
glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa bahan toksik khusus (kimia dan
fisik). Katarak dapat berhubungan proses penyakit intraokular lainnya.
12
Gambar 2.4 Mata Katarak
Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah
diabetes melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau
sistemik (katarak senil, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital mata. Terdapat
beberapa faktor yang dapat merupakan penyebab terentuknya katarak lebih cepat,
seperti :
Diabetes
Radang mata
Trauma mata
Riwayat keluarga dengan katarak
Pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya.
Merokok
Pembedahan mata lainnya
Terpajan banyak sinar ultra violet (matahari)
Pasien dengan katarak mengeluh, gangguan penglihatan dapat berupa :
Merasa silau
Berkabut, berasap
Sukar melihat dimalam hari atau penerangan redup
13
Melihat ganda
Melihat warna terganggu
Melihat halo sekitar sinar
Pengihatan menurun
2.2.7. Klasifikasi Katarak
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu (Ilyas &
Yulianti, 2017) :
2.2.7.1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital
merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital digolongkan menjadi 2, yaitu :
Kapsulolentikular merupakan katarak dimana pada golongan ini
termasuk katarak kapsular dan katarak polaris.
Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai
konteks atau nukleus lensa saja.
2.2.7.2. Katarak Juvenil
Katark juvenil merupakan katarak yang lembek dan terdapat pada orang
muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dab lebih dari 3
bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun
metabolik dan penyakit lainnya seperti :
Katarak metabolik
- Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
- Katarak hipokalsemik (tetanik)
- Katarak defisiensi gizi
- Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom lowe dan homosistinuria)
- Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain
Katarak traumatik
Katarak komplikata
14
2.2.7.3. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebab katarak ini sampai sekarang tidak
diketahui secara pasti.
Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur,
matur, hipermatur.
Tabel 2.1 Perbedaan stadium katarak senil
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah
(air masuk) Normal
Berkurang
(air + masa
lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata
depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik
mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
Berikut penjelasan masing – masing stadium katarak senil :
a. Insipien
Pada stadium ini akan terlihat kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeruji menuju konteks anterior dan posterior (katarak kortikal).
b. Imatur
Pada stadium ini, sebagian lensa keruh atau kataral. Katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume
lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
15
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terkjadi glaukoma sekunder.
c. Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak
imatur tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali
pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama
akan mengakibatkan klasifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayanagan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negatif.
d. Hipermatur
Pada stadium ini katarak mulai mengalami proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.
2.2.8. Tajam Penglihatan (Visus)
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.
Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab
kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan.
Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan
menggunakan kartu snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan
diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun
proyeksi sinar.
Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda
ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat
pada jarak tertentu.
Kemampuan mata melihat benda atau secara rinci sebuah objek secara
kuantitatif ditentukan dengan 2 cara :
16
1. Sebanding dengan sudut resolusi minimum (dalam busur menit). Ini
merupakan tajam penglihatan resolusi. Disebut juga resolusi minimum
tajam penglihatan.
2. Dengan fraksi snellen. Ini ditentukan dengan mempergunakan huruf atau
cincin Landolt atau objek ekuivalen lainnya.
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat
kemampuan mata membaca huruf – huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk
kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan
normal. Pada keadaan ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang
seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut.
(2.9)
Jika dihitung maka nilai tajam penglihatan (visus) pasien tersebut adalah
6/6 (meter) atau 20/20 (kaki) = 1 dimana nilai 1 termasuk dalam kategori normal.
Tajam penglihatan normal rata – rata bervariasi antara 6/4 (20/15) hingga
6/6 (20/20). Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea, sedangkan
beberapa faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji warna, waktu
papar, dan kelainan refraksi mata dapat merubah tajam penglihatan.
6 m atau 20 (kaki) Huruf yang dilihat oleh pasien pada jarak 20 atau 6 meter
6 m atau 20 (kaki) Huruf yang dapat dilihat oleh orang normal pada
jarak 20 kaki atau 6 meter
17
2.2.8.1. Pemeriksaan visus satu mata
Pemeriksaan tajam penglihatan (visus) dilakukan pada mata tanpa atau
dengan kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam
penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri.
Dengan gambar kartu snellen ditentukan tajam penglihatan dimana mata
hanya dapat membedakan 2 titik tersebut membentuk sudut 1 menit. Satu huruf
hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut 5 menit dan setiap bagian
dipisahkan dengan sudut 1 menit. Makin jauh huruf harus dilihat, maka makin
besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap 5 menit.
Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6
meter, karena pada jarak tersebut mata akan melihat benda dalam keadaan
beristirahat atau tanpa akomodasi. (Ilyas & Yulianti, 2017).
Gambar 2.5 Kartu Snellen
Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau
kemampuan penglihatan seseorang, seperti :
- Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti pasien dapat melihat huruf pada jarak 6
meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
18
- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukan angka 30,
berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukan angka 50,
maka tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
- Bila tajam penglihatan 6/60 berarti pasien hanya dapat melihat huruf pada jarak
6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60
meter.
- Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu snellen maka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada
jarak 60 meter.
- Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatan pasien
3/60.
- Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang
berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
- Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien
yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau
lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian
tangan pada jarak 1 meter, maka tajam penglihatan pasien adalah 1/300.
- Kadang – kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat
melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~.
Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak terhingga.
- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
tajam penglihatan adalah 0 (nol) atau buta total.
Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan pada orang yang telah
dewasa atau dapat berkomunikasi. Pada bayi adalah tidak mungkin melakukan
pemeriksaan tersebut. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti
orang dewasa secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan
berkembang normal adalah dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal akan
dapat berfiksasi pada usia 6 minggu, sedangkan kemampuan untuk dapat
19
mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga
dengan cara ini dapat diketahui keadaan fungsi penglihatan bayi pada masa
perkembangannya. Pada anak yang lebih besar dapat dipakai benda – benda yang
lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian penglihatannya.
Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata
akan dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup
akan menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak, yang berarti ia sedang
memakai mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding dengan mata
lainnya.
Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat
kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan
lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih datat dikoreksi dengan
kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan
mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang
mengakibatkan penglihatan menurun.
Pada seseorang yang terganggu akomodasinya atau adanya presbiopia,
maka apabila melihat benda yang sedikit didekatkan akan terlihat buram.
Sebaiknya diketahui bahwa :
a. Bila dipakai huruf tunggal pada uji tajam penglihatan maka penderita
ambliopia akan mempunyai tajam penglihatan huruf tunggal lebih baik
dibandingkan memakai huruf ganda.
b. Huruf pada satu baris tidak sama mudahnya terbaca karena bentuknya kadang
– kadang sulit dibaca seperti huruf T dan W.
c. Pemeriksaan tajam penglihatan mata anak jangan sampai terlalu melelahkan
anak.
d. Gangguan lapang pandang dapat memberikan gangguan pengihatan pada satu
sisi pembacaan uji coba.
e. Tajam penglihatan dengan kedua mata akan lebih baik dibandingkan dengan
membaca dengan satu mata.
f. Amati pasien selama pemeriksaan karena mungkin akan mengintip dengan
mata lainnya.
20
Tabel 2.2 Tingkatan Kategori Tajam Penglihatan (Visus)
Kategori Desimal Snellen Jarak
6 meter
Snellen jarak
20 kaki
Efisiensi
Penglihatan
Normal
2.0 6/3 20/10 100%
1.33 6/5 20/15 100%
1.0 6/6 20/20 100%
0.8 6/7.5 20/25 95%
Hampir Normal
0.7 6/9 20/30 90%
0.6 5/9 15/25 90%
0.5 6/12 20/40 85%
0.4 6/15 20/50 75%
0.33 6/18 20/60 73%
0.285 6/21 20/70 70%
Low Vision Sedang
0.25 6/24 20/80 60%
0.2 6/30 20/100 50%
0.15 6/38 20/125 40%
Low Vision Berat
0.1 6/60 20/200 20%
0.066 6/90 20/300 15%
0.05 6/120 20/400 10%
Low Vision Nyata 0.025 6/240 20/800 5%
Hampir Buta 0.016 6/360 20/1000 1%
Buta Total 0 0 0 0
Dari tabel di atas kita dapat melihat ketegori tingkatan nilai tajam
penglihatan dari 1 (normal) – 0 (buta). Berikut penjelasan dari masing – masing
kategori (Ilyas & Yulianti, 2017) :
Normal : Pada kategori normal penglihatan mata sangat normal dan sehat
dengan nilai tajam penglihatan 6/6 – 6/7.5.
Hampir Normal : Tidak menimbulkan masalah yang serius, akan tetapi perlu
diketahui penyebab mungkin suatu penyakit yang masih dapat diperbaiki.
Low Vision sedang : Penglihatan pada katori ini cukup mengganggu, dengan
kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.
Low Vision Berat : Pada kategori ini penglihatan manusia benar – benar sudah
menurun, masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat
21
kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca
diperlukan lensa pembesar kuat.
Low Vision Nyata : Penglihatan sudah termasuk buruk, diperlukan tongkat
putih untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin
membaca dengan kaca pembesar, umumnya memerlukan braile, radio,
pustaka.
top related