bab ii tinjauan pustaka dan landasan teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/bab ii.pdfdiagnosa...

18
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Diagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning (CBR) Berbasis Web. Penelitian ini mengambil permasalahan tentang penyakit mata katarak senilis dengan data rekam medis yang diambil adalah data pertengahan tahun 2013, sedangkan untuk konsultasi dan wawancara kepada pakar terkait yaitu dr. Marie Yuni Andari, Sp.M. Fokus penelitian ini membahas aplikasi sistem pakar diagnosa mata katarak senilis dengan metode CBR (Case Based Reasoning) merupakan sistem yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu kasus baru dengan cara mengadaptasi solusi-solusi yang terdapat pada kasus sebelumnya yang mirip dengan kasus baru tersebut. Variabel yang diukur yaitu berupa gejala penyakit berjumlah 12 gejala. pengujian sistem CBR ini dilakukan terhadap pakar untuk 10 kasus yang diuji, sistem mampu mendiagnosis dengan tepat sesuai dengan pendapat pakar dengan prosentase kesesuaian sebesar 70%. (Martono & Yusuf, 2016). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Menggunakan Naivebayes Classifier. Penelitian ini membahas tentang aplikasi sistem pakar diagnosa penyakit mata secara umum dengan jumlah database 52 gejala dan 15 penyakit dengan metode Naivebayes Classifier. Naïve Bayes Classifier merupakan pengklasifikasi probabilitas sederhana berdasarkan pada teorema Bayes. Teorema Bayes dikombinasikan dengan “Naïve” yang berarti setiap atribut/variabel bersifat bebas (independent).Naïve Bayes Classifier dapat dilatih dengan efisien dalam pembelajaran terawasi (supervised learning). Sedangkan pengujian validitas sistem menghasilkan prosentase kesesuaian sebesar 83% dari 12 data pasien yang diuji. (Setiawan & Ratnasari, 2014)

Upload: trankhue

Post on 13-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Diagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case

Based Reasoning (CBR) Berbasis Web. Penelitian ini mengambil permasalahan

tentang penyakit mata katarak senilis dengan data rekam medis yang diambil

adalah data pertengahan tahun 2013, sedangkan untuk konsultasi dan wawancara

kepada pakar terkait yaitu dr. Marie Yuni Andari, Sp.M. Fokus penelitian ini

membahas aplikasi sistem pakar diagnosa mata katarak senilis dengan metode

CBR (Case Based Reasoning) merupakan sistem yang bertujuan untuk

menyelesaikan suatu kasus baru dengan cara mengadaptasi solusi-solusi yang

terdapat pada kasus sebelumnya yang mirip dengan kasus baru tersebut. Variabel

yang diukur yaitu berupa gejala penyakit berjumlah 12 gejala. pengujian sistem

CBR ini dilakukan terhadap pakar untuk 10 kasus yang diuji, sistem mampu

mendiagnosis dengan tepat sesuai dengan pendapat pakar dengan prosentase

kesesuaian sebesar 70%. (Martono & Yusuf, 2016).

Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Menggunakan Naivebayes Classifier.

Penelitian ini membahas tentang aplikasi sistem pakar diagnosa penyakit mata

secara umum dengan jumlah database 52 gejala dan 15 penyakit dengan metode

Naivebayes Classifier. Naïve Bayes Classifier merupakan pengklasifikasi

probabilitas sederhana berdasarkan pada teorema Bayes. Teorema Bayes

dikombinasikan dengan “Naïve” yang berarti setiap atribut/variabel bersifat bebas

(independent).Naïve Bayes Classifier dapat dilatih dengan efisien dalam

pembelajaran terawasi (supervised learning). Sedangkan pengujian validitas

sistem menghasilkan prosentase kesesuaian sebesar 83% dari 12 data pasien yang

diuji. (Setiawan & Ratnasari, 2014)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

5

Implementasi dan Perancangan Sistem Pakar untuk Diagnosa Penyakit Mata

Pada Manusia Berbasis Pemrograman Clips. Penelitian ini membahas tentang

sistem pakar dalam mendiagnosa penyakit mata dengan pemrograman Clips. Clips

(C Language Integrated Production System) adalah program expert system yang

pertama kali di release tahun 1986 dan dikembangkan oleh Software Technology

Branch (STB), NASA/Lyndon B. Johnson Space Center. Variabel yang diukur

dalam penelitian ini yaitu mencakup 26 penyakit mata dan 53 gejala. Metode yang

digunakan yaitu forward chaining, dimana secara teknis dalam penggunaan

sistem, user hanya menjawab “Ya” dan “Tidak” dalam menjawab pertanyaan

perihal gejala. (Effendy, et al., 2008).

Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Status Gizi Balita

Menggunakan Metode Fuzzy Inferensi Sugeno. Penelitian ini mengkaji tentang

Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) merupakan suatu sistem

yang menyediakan fasilitas untuk melakukan suatu analisis sehingga setiap proses

pengambilan keputusan yang dilakukan akan lebih berkualitas. Penelitian ini

membahas tentang bagaimana menentukan status gizi pada balita dengan metode

fuzzy inference system sugeno yang sebelumnya sudah pernah dibahas dengan

metode Antropometri. variabel yang diukur yaitu berat badan, tinggi badan dan

usia. Dari total 25 data yang diuji, 4 diantaranya tidak sesuai, sedangkan 21 data

menyatakan sesuai dengan metode Antropometri. Maka prosentase kesesuaian

sistem penunjang keputusan dalam menentukan status gizi balita dengan metode

inferensi fuzzy sugeno sebesar 84%. (Romadhon & Purnomo, 2016).

Sistem Pakar untuk Menentukan Status Kesehatan Ibu Hamil dengan Metode

Inferensi Fuzzy Sugeno. Penelitian ini membahas tentang bagaimana menentukan

status kesehatan ibu hamil dengan metode inferensi fuzzy sugeno. Sama halnya

dengan penelitian sebelumnya fuzzy sugeno memiliki tiga proses utama

(fuzzifikasi, connjunction, disjunction, defuzzifikasi). Variabel yang diukur yaitu

umur, spasing dan gravida dengan masing – masing variabel memiliki 3

keanggotaan dengan total memiliki 27 rules. Validasi hasil dengan menunjukan

perbandingan penentuan status kesehatan data dari pakar kesehatan ibu hamil

dibandingkan dengan sistem menggunakan metode fuzzy sugeno. Pengujian

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

6

dilakukan dengan 23 data rekam medis dengan tingkat prosentase kesesuaian

sistem 82.60 % dimana dari total 23 data hanya 4 data yang tidak sesuai. (Putri &

Purnomo, 2017).

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Sistem Pakar

Sistem pakar adalah sistem perangkat lunak komputer yang menggunakan

ilmu, fakta, dan teknik berpikir dalam pengambilan keputusan untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang biasanya hanya dapat diselesaikan oleh

tenaga ahli dalam bidang yang bersangkutan. Pembentukan sistem pakar

didasarkan pada suatu ide untuk mentransfer pengetahuan seorang pakar (atau

sumber kepakaran yang lain) ke dalam komputer. Pengetahuan yang tersimpan ini

selanjutnya digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang sesuai dengan

bidang kepakaran tertentu. Peran sistem pakar dewasa ini semakin dirasa penting

untuk menyelesaikan permasalahan diberbagai bidang, termasuk bidang

kesehatan. (Effendy, et al., 2008).

Sistem pakar terdiri dari dua bagian pokok, yaitu lingkungan

pengembangan (development environment) dan lingkungan konsultasi

(consultation enviromnet). Pembentukan basis aturan dan pembangunan

komponen dilakukan pada lingkungan pengembangan, sedangkan lingkungan

konsultasi digunakan sebagai sistem konsultasi oleh orang yang bukan ahli.

(Effendy, et al., 2008).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

7

Gambar 2.1 Struktur sistem pakar

2.2.2. Logika Fuzzy

Konsep logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh professor Lotfi A.

Zadeh dari Universitas California, pada bulan Juni 1965. Logika fuzzy merupakan

generalisasi dari logika klasik yang hanya memiliki dua nilai keanggotaan yaitu 0

dan 1. Dalam logika fuzzy, nilai kebenaran suatu pernyataan berkisar dari

sepenuhnya benar sampai dengan sepenuhnya salah.

Dengan teori himpunan fuzzy, suatu objek dapat menjadi anggota dari

banyak himpunan dengan derajat keanggotaan yang berbeda dalam masing-

masing himpunan. Konsep ini berbeda dengan teori himpunan biner (crisp). Teori

himpunan biner tergantung pada logika dua nilai (two-valued logic) untuk

menentukan apakah sebuah objek merupakan suatu anggota himpunan atau bukan.

(Kaswidjanti, et al., 2014).

2.2.3. Himpunan Fuzzy

Himpunan Fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu (Kaswidjanti, et al., 2014) :

1. Linguistik, penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau

kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti : dingin, sejuk,

normal, hangat, panas.

2. Numeris, suatu nilai (angka) yang menunjukan ukuran dari suatu variabel,

seperti : 0, 1, 2, 3, 4, dst.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy,

yaitu : variabel fuzzy, himpunan fuzzy, semesta pembicaraan, dan domain.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

8

2.2.4. Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang

menunjukkan pemetaan titik – titik input data ke dalam nilai keanggotaan yang

memiliki interval antara 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk

mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi.

(Kaswidjanti, et al., 2014).

a. Representasi Linear

Fungsi keanggotaan : ba

bxx

(2.1)

b. Representasi Kurva Segitiga

(2.2)

Fungsi keanggotaan :

0,,minmax

h

xhc

h

xchx (2.3)

0 b a

1

Gambar 2. 2 Representasi fungsi keanggotaan linear

Gambar 2. 3 Representasi fungsi keanggotaan segitiga

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

9

2.2.5. Fuzzy Inference System Sugeno

Model fuzzy Sugeno merupakan pendekatan sistematis pembangkitan

aturan fuzzy dari himpunan data masukan-masukan yang diberikan (Putri &

Purnomo, 2017). Aturan fuzzy nya berbentuk dapat dilihat pada persamaan 2.4.

IF x is A AND y is B THEN z = f(y,x) (2.4)

Dengan A dan B adalah himpunan fuzzy dalam antecedent dan z=f(x,y)

adalah fungsi tegas dalam konsekuen. Biasanya f(x,y) adalah polynomial dalam

variabel x dan y.

Penalaran dengan metode sugeno hampir sama dengan penalaran

mamdani, hanya saja output (konsekuen) sistem tidak berupa huimpunan fuzzy,

melainkan berupa konstanta atau persamaan linear. Metode ini diperkenalkan oleh

Takagi-Sugeno Kang pada tahun 1985, sehingga metode ini sering juga

dinamakan dengan metode TSK. Menurut Cox (1994), Metode TSK terdiri dari 2

jenis, yaitu :

1. Model Fuzzy Sugeno Orde-Nol

Secara umum bentuk model fuzzy sugeno orde-nol adalah :

IF(x1 is A1) o. (x2 is A2) o. (x3 is A3) o

. . .o(xn is An) THEN z=k (2.5)

dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai anteseden, dan k adalah

suatu konstanta (tegas) sebagai konsekuen.

2. Model Fuzzy Sugeno Orde-Satu

Secara umum bentuk model sugeno orde-satu adalah :

IF (x1 is A1) o...o(xN is AN)

THEN z=P1 * x1

+...+ PN * xN + q (2.6)

Dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai anteseden, dan p1 adalah

suatu konstanta (tegas) ke-i dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

10

Apalabila komposisi aturan menggunakan metode sugeno, makan

defuzzifikasi dilakukan dengan cara mencari nilai rataratanya. Berdasarkan model

fuzzy tersebut, ada tahapan-tahapan dalam metode sugeno yatu sebagai berikut

(Putri & Purnomo, 2017) :

1. Pembentukan Himpunan Fuzzy

Pada tahapan ini variabel input dari sistem fuzzy ditransfer ke dalam

himpunan fuzzy untuk dapat digunakan dalam perhitungan nilai kebenaran dari

premis pada setiap aturan dalam basis pengetahuan. Dengan demikian tahap ini

mengambil nilai – nilai tegas dan menentukan derajat di mana nilai tersebut

menjadi anggota dari setiap himpunan fuzzy yang sesuai

2. Aplikasi Fungsi Implikasi

Setiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan

dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam

fungsi implikasi, yaitu :

IF x is A THEN y is B .................. (2.7)

Dengan x dan y adalah skala, dan A dan B adalah himpunan fuzzy.

Proposis yang mengikuti IF disebut sebagai antesenden sedangkan yang

mengikuti THEN disebut konsekuen. Proposisi ini dapat diperluas dengan

menggunakan operator fuzzy, yaitu :

IF(x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3)

o...o (Xn is AN) THEN y is B................ (2.8)

Dengan o adalah operator (misal: OR atau AND). Secara umum fungsi

implikasi yang dapat digunakan yaitu:

Min (Minimum)

Fungsi ini akan memotong output himpunan fuzzy.

Dot (Product)

Fungsi ini akan menskala output himpunan fuzzy.

Pada Metode Sugeno, fungsi implikasi yang digunakan hanyalah fungsi min.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

11

3. Defuzzifikasi (Defuzzification)

Input dari proses defuzzifikasi adalah himpunan fuzzy yang dihasilkan dari

proses komposisi dan output adalah sebuah nilai (crips). Untuk aturan if-then

fuzzy dalam persamaan ru(k) =if x1 is a1k and ... and Xn IS aNk then y is bk,

dimana a1k dan bk berturut-turut adalah himpunan fuzzy dalam ui r(u dan v

adalah domain fisik), i=1,2, ... , n dan x=(x1,x2,..., xn) u dan y v berturut-

berturut adalah variabel input dan output (crips) dari sistem fuzzy. Menurut

Wang, defuzzifikasi pada persamaan di atas didefinisikan sebagai suatu

pemetaan dari himpunan fuzzy bk dalam v r (yang merupakan output dari

inferensi fuzzy) ke titik crips y*v (Putri & Purnomo, 2017). Pada metode

sugeno defuzzifikasi dilakukan dengan perhitungan Weight Average (WA).

2.2.6. Mata Katarak

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin

Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana

penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah

setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi

(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.

(Ilyas & Yulianti, 2017).

Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun

dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat

juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.

Bermacam – macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti

glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa bahan toksik khusus (kimia dan

fisik). Katarak dapat berhubungan proses penyakit intraokular lainnya.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

12

Gambar 2.4 Mata Katarak

Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah

diabetes melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.

Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau

sistemik (katarak senil, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital mata. Terdapat

beberapa faktor yang dapat merupakan penyebab terentuknya katarak lebih cepat,

seperti :

Diabetes

Radang mata

Trauma mata

Riwayat keluarga dengan katarak

Pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya.

Merokok

Pembedahan mata lainnya

Terpajan banyak sinar ultra violet (matahari)

Pasien dengan katarak mengeluh, gangguan penglihatan dapat berupa :

Merasa silau

Berkabut, berasap

Sukar melihat dimalam hari atau penerangan redup

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

13

Melihat ganda

Melihat warna terganggu

Melihat halo sekitar sinar

Pengihatan menurun

2.2.7. Klasifikasi Katarak

Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu (Ilyas &

Yulianti, 2017) :

2.2.7.1. Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera

setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital

merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat

penanganannya yang kurang tepat.

Katarak kongenital digolongkan menjadi 2, yaitu :

Kapsulolentikular merupakan katarak dimana pada golongan ini

termasuk katarak kapsular dan katarak polaris.

Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai

konteks atau nukleus lensa saja.

2.2.7.2. Katarak Juvenil

Katark juvenil merupakan katarak yang lembek dan terdapat pada orang

muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dab lebih dari 3

bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun

metabolik dan penyakit lainnya seperti :

Katarak metabolik

- Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)

- Katarak hipokalsemik (tetanik)

- Katarak defisiensi gizi

- Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom lowe dan homosistinuria)

- Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain

Katarak traumatik

Katarak komplikata

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

14

2.2.7.3. Katarak Senilis

Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia

lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebab katarak ini sampai sekarang tidak

diketahui secara pasti.

Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur,

matur, hipermatur.

Tabel 2.1 Perbedaan stadium katarak senil

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normal Bertambah

(air masuk) Normal

Berkurang

(air + masa

lensa keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata

depan Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik

mata Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos

Penyulit - Glaukoma - Uveitis +

Glaukoma

Berikut penjelasan masing – masing stadium katarak senil :

a. Insipien

Pada stadium ini akan terlihat kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk

jeruji menuju konteks anterior dan posterior (katarak kortikal).

b. Imatur

Pada stadium ini, sebagian lensa keruh atau kataral. Katarak yang belum

mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume

lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

15

keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga

terkjadi glaukoma sekunder.

c. Matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.

Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak

imatur tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali

pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama

akan mengakibatkan klasifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran

kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayanagan iris pada lensa yang keruh,

sehingga uji bayangan iris negatif.

d. Hipermatur

Pada stadium ini katarak mulai mengalami proses degenerasi lanjut, dapat

menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar

dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.

2.2.8. Tajam Penglihatan (Visus)

Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.

Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab

kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan.

Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan

menggunakan kartu snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan

diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun

proyeksi sinar.

Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda

ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat

pada jarak tertentu.

Kemampuan mata melihat benda atau secara rinci sebuah objek secara

kuantitatif ditentukan dengan 2 cara :

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

16

1. Sebanding dengan sudut resolusi minimum (dalam busur menit). Ini

merupakan tajam penglihatan resolusi. Disebut juga resolusi minimum

tajam penglihatan.

2. Dengan fraksi snellen. Ini ditentukan dengan mempergunakan huruf atau

cincin Landolt atau objek ekuivalen lainnya.

Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat

kemampuan mata membaca huruf – huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk

kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan

normal. Pada keadaan ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang

seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut.

(2.9)

Jika dihitung maka nilai tajam penglihatan (visus) pasien tersebut adalah

6/6 (meter) atau 20/20 (kaki) = 1 dimana nilai 1 termasuk dalam kategori normal.

Tajam penglihatan normal rata – rata bervariasi antara 6/4 (20/15) hingga

6/6 (20/20). Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea, sedangkan

beberapa faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji warna, waktu

papar, dan kelainan refraksi mata dapat merubah tajam penglihatan.

6 m atau 20 (kaki) Huruf yang dilihat oleh pasien pada jarak 20 atau 6 meter

6 m atau 20 (kaki) Huruf yang dapat dilihat oleh orang normal pada

jarak 20 kaki atau 6 meter

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

17

2.2.8.1. Pemeriksaan visus satu mata

Pemeriksaan tajam penglihatan (visus) dilakukan pada mata tanpa atau

dengan kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam

penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri.

Dengan gambar kartu snellen ditentukan tajam penglihatan dimana mata

hanya dapat membedakan 2 titik tersebut membentuk sudut 1 menit. Satu huruf

hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut 5 menit dan setiap bagian

dipisahkan dengan sudut 1 menit. Makin jauh huruf harus dilihat, maka makin

besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap 5 menit.

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6

meter, karena pada jarak tersebut mata akan melihat benda dalam keadaan

beristirahat atau tanpa akomodasi. (Ilyas & Yulianti, 2017).

Gambar 2.5 Kartu Snellen

Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau

kemampuan penglihatan seseorang, seperti :

- Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti pasien dapat melihat huruf pada jarak 6

meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

18

- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukan angka 30,

berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukan angka 50,

maka tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

- Bila tajam penglihatan 6/60 berarti pasien hanya dapat melihat huruf pada jarak

6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60

meter.

- Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu snellen maka

dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada

jarak 60 meter.

- Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang

diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatan pasien

3/60.

- Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang

berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

- Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien

yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau

lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian

tangan pada jarak 1 meter, maka tajam penglihatan pasien adalah 1/300.

- Kadang – kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat

melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~.

Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak terhingga.

- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan

tajam penglihatan adalah 0 (nol) atau buta total.

Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan pada orang yang telah

dewasa atau dapat berkomunikasi. Pada bayi adalah tidak mungkin melakukan

pemeriksaan tersebut. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti

orang dewasa secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan

berkembang normal adalah dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal akan

dapat berfiksasi pada usia 6 minggu, sedangkan kemampuan untuk dapat

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

19

mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga

dengan cara ini dapat diketahui keadaan fungsi penglihatan bayi pada masa

perkembangannya. Pada anak yang lebih besar dapat dipakai benda – benda yang

lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian penglihatannya.

Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata

akan dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup

akan menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak, yang berarti ia sedang

memakai mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding dengan mata

lainnya.

Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat

kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan

lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih datat dikoreksi dengan

kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan

mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang

mengakibatkan penglihatan menurun.

Pada seseorang yang terganggu akomodasinya atau adanya presbiopia,

maka apabila melihat benda yang sedikit didekatkan akan terlihat buram.

Sebaiknya diketahui bahwa :

a. Bila dipakai huruf tunggal pada uji tajam penglihatan maka penderita

ambliopia akan mempunyai tajam penglihatan huruf tunggal lebih baik

dibandingkan memakai huruf ganda.

b. Huruf pada satu baris tidak sama mudahnya terbaca karena bentuknya kadang

– kadang sulit dibaca seperti huruf T dan W.

c. Pemeriksaan tajam penglihatan mata anak jangan sampai terlalu melelahkan

anak.

d. Gangguan lapang pandang dapat memberikan gangguan pengihatan pada satu

sisi pembacaan uji coba.

e. Tajam penglihatan dengan kedua mata akan lebih baik dibandingkan dengan

membaca dengan satu mata.

f. Amati pasien selama pemeriksaan karena mungkin akan mengintip dengan

mata lainnya.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

20

Tabel 2.2 Tingkatan Kategori Tajam Penglihatan (Visus)

Kategori Desimal Snellen Jarak

6 meter

Snellen jarak

20 kaki

Efisiensi

Penglihatan

Normal

2.0 6/3 20/10 100%

1.33 6/5 20/15 100%

1.0 6/6 20/20 100%

0.8 6/7.5 20/25 95%

Hampir Normal

0.7 6/9 20/30 90%

0.6 5/9 15/25 90%

0.5 6/12 20/40 85%

0.4 6/15 20/50 75%

0.33 6/18 20/60 73%

0.285 6/21 20/70 70%

Low Vision Sedang

0.25 6/24 20/80 60%

0.2 6/30 20/100 50%

0.15 6/38 20/125 40%

Low Vision Berat

0.1 6/60 20/200 20%

0.066 6/90 20/300 15%

0.05 6/120 20/400 10%

Low Vision Nyata 0.025 6/240 20/800 5%

Hampir Buta 0.016 6/360 20/1000 1%

Buta Total 0 0 0 0

Dari tabel di atas kita dapat melihat ketegori tingkatan nilai tajam

penglihatan dari 1 (normal) – 0 (buta). Berikut penjelasan dari masing – masing

kategori (Ilyas & Yulianti, 2017) :

Normal : Pada kategori normal penglihatan mata sangat normal dan sehat

dengan nilai tajam penglihatan 6/6 – 6/7.5.

Hampir Normal : Tidak menimbulkan masalah yang serius, akan tetapi perlu

diketahui penyebab mungkin suatu penyakit yang masih dapat diperbaiki.

Low Vision sedang : Penglihatan pada katori ini cukup mengganggu, dengan

kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.

Low Vision Berat : Pada kategori ini penglihatan manusia benar – benar sudah

menurun, masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2920/3/BAB II.pdfDiagnosa Penyakit Katarak Senilis Dengan Menggunakan Metode Case Based Reasoning ... selanjutnya

21

kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca

diperlukan lensa pembesar kuat.

Low Vision Nyata : Penglihatan sudah termasuk buruk, diperlukan tongkat

putih untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin

membaca dengan kaca pembesar, umumnya memerlukan braile, radio,

pustaka.