bab ii tinjauan pustaka a. nutrisi bakteridigilib.unimus.ac.id/files//disk1/140/jtptunimus-gdl...3-)...
Post on 03-Nov-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nutrisi bakteri
Seperti halnya jasad hidup pada umumnya, bakteri memerlukan energi
dan bahan – bahan untuk membangun selnya (untuk sintesis protoplasmanya
dan bagian – bagian sel lainnya). Bahan – bahan tersebut dinamakan nutrient.
Untuk dapat menggunakan energi dari bahan – bahan tadi, sel
melakukan kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan
kimia di dalam sel. Semua reaksi terarah yang berlangsung di dalam sel itu
disebut metabolisme.
Jasad hidup atau organisme sangat bergantung pada suplay zat – zat
ekogen (yang berasal dari luar tubuhnya) untuk tumbuh, berkembang dan
mempertahankan hidup, maka nutrien harus mengandung unsur sumber
energi, karbon, nitrogen dan unsur anorganik lainnya, molekul organik,
kompleks, asam – asam lemak, asam – asam amino, dan vitamin – vitamin.
Makanan (nutrien) yang diperlukan oleh jasad dapat berfungsi sebagai
sumber energi, bahan pembangun sel, juga sebagai aseptor dan donor elektron.
Jasad dalam menggunakan nutrisi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
Ingesti: proses pemasukam makanan ke dalam tubuh jasad
lewat saluran pencernaan makanan.
Digesti: proses pencernaan makanan dari molekul –molekul
5
besar menjadi molekul – molekul yang lebih kecil
agar dapat diserap oleh sel.
Absorbsi: proses penyerapan molekul – molekul nutrien oleh
sel lewat protein celah pada selaput sel, transport
aktif yang memerlukam tenaga (ATP) ataupun
secara pinositosis.
Nutrien atau makanan harus menyediakan cukup energi untuk
mempertahankan fungsi tubuh, aktivitas dan pertumbuhan bagi jasad hidup.
(Haribi, Ratih, 2008)
1. Nutrisi yang diperlukan oleh mikroorganisme dan Fungsinya
a. Air
Semua jasad khemosintetik memerlukan suatu sumber energi
dalam bentuk donor H yaitu berupa substrat yang dapat dioksidasi. Air
merupakan komponen utama di dalam sel mikrobia dan medium. Fungsi
air sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi. Selain
itu air berfungsi sebagai pelarut dan alat pengangkut dalam metabolisme.
(Moat, dkk, 2002)
b. Sumber energi
Ada beberapa macam sumber energi untuk mikrobia, yaitu
senyawa – senyawa organik dan atau senyawa – senyawa anorganik yang
dapat dioksidasi serta cahaya matahari. (Sumarsih, 2003)
6
c. Sumber karbon
Organisme yang berfotosintesis dan bakteri yang memperoleh
energi dari oksidasi senyawa organik menggunakan secara khas bentuk
karbon yang paling teroksidasi, CO2, sebagai satu-satunya sumber utama
karbon selular. Perubahan CO2, menjadi unsur pokok sel organik adalah
proses reduktif yang memerlukan pemasukan bersih energi.
(Sumarsih, 2003)
d. Sumber nitrogen
Nitrogen adalah salah satu unsur yang diperlukan oleh semua jasad
hidup untuk sintesis protein asam nukleat dan senyawa–senayawa lain
yang mengandung nitrogen. Atmosfer bumi mengandung hampir 80% N2
Atmosfer diatas setiap hektar tanah–tanah subur diperkirakan mengandung
lebih dari 30000-ton nitrogen. Selama adanya pertumbuhan,
mikroorganisme membebaskan enzim–enzim proteolitik–proteolitik yang
dapat merombak senyawa–senyawa protein menjadi asam amino.
Sejumlah nitrogen sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan, karena nitrogen
tersebut terkandung di dalam protein dan asam nukleat. Dalam hal
memperoleh nitrogen setiap organisme berbeda-beda, ada yang dengan
cara menggunakan gas nitrogen dari udara dan ada juga yang
menggunakan sumber nitrogen anorganik, seperti garam-garam
ammonium. Tapi ada juga yang menggunakan sumber nitrogen organik,
seperti glutamik dan asparagin. (Linda, 2008)
7
e. Sumber Belerang
Belerang adalah komponen dari banyak substansi organik sel.
Belerang membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan
dalam rantai samping cisteinil dan merionil protein. Belerang dalam
bentuk asalnya tidak dapat digunakan oleh tumbuhan atau hewan. (Jawetz,
Melnick, Adelberg, 2005)
f. Sumber phospor
Fosfat (PO43-
) dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat
dan sejumlah koenzim seperti NAD, NADP dan flavin. Selain itu, banyak
metabolit, lipid (fosfolipid, lipid A), komponen dinding sel (teichoic acid),
beberapa polisakarida kapsul dan beberapa protein adalah bergugus fosfat.
Fosfat selalu diasimilasi sebagai fosfat anorganik bebas (Pi). (Jawetz,
Melnick, Adelberg, 2005)
g. Sumber oksigen
Untuk sel, oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen
juga terdapat dalam CO2 dan dalam bentuk senyawa organik. Selain itu
masih banyak organisme yang tergantung dari oksigen molekul (O2 atau
dioksigen). Oksigen yang berasal dari molekul oksigen hanya akan
diinkorporasi ke dalam substansi sel kalau sebagai sumber karbon
digunakan metana atau hidrokarbon aromatik yang berantai panjang.
(Sumarsih, 2003)
8
h. Sumber aseptor elektron
Proses oksidasi biologi merupakan proses pengambilan dan
pemindahan elektron dari substrat. Oleh karena elektron di dalam sel tidak
dapat berada dalam bentuk bebas, maka harus ada sesuatu yang dapat
segera menangkap elektron tersebut. Penangkap elektron ini disebut
aseptor elektron.
Aseptor elektron adalah suatu agensia pengoksidasi, pada mikrobia
yang dapat berfungsi sebagai aseptor elektron adalah O2, senyawa –
senyawa organik, NO3-, NO2
--, N2O, SO4
-, CO2
--, dan Fe
+++ . (Haribi, Ratih,
2008)
i. Sumber mineral penting
Mineral merupakan bagian dari sel, unsur penyusun utama sel
adalah karbon, oksigen, nitrogen, hidrogen, fosfor, dan unsur mineral
lainnya yang diperlukan oleh mikrobia adalah K, Ca, Mg, Na, S, Cl.
Sedangkan yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit adalah Fe,
Mn, Co, Cu, Bo, Zn, Mo dan Al.
Selain berfungsi sebagai penyusun sel, unsur mineral juga
berfungsi sebagai pengatur tekanan osmose, kadar ion hidrogen,
permeabilitas, potensial oksidasi reduksi suatu medium.(Sumarsih, 2003)
j. Faktor pertumbuhan ( growth factor)
Faktor tumbuh ialah senyawa organik yang sangat diperlukan
untuk pertumbuhan (sebagai prekursor, atau penyusun bahan sel) dan
senyawa ini tidak dapat disintesis dari sumber karbon yang sederhana.
9
Faktor tumbuh sering juga disebut zat tumbuh dan hanya diperlukan dalam
jumlah sangat sedikit.
Berdasarkan struktur dan fungsinya dalam metabolisme, faktor
tumbuh digolongkan menjadi asam amino, sebagai penyusun protein; basa
purin dan pirimidin, sebagai penyusun asam nukleat; dan vitamin sebagai
gugus prostetis atau bagian aktif dari enzim. (Jawetz, Melnick, Adelberg,
2005)
2. Karbon dan Sumber Energi untuk Pertumbuhan Bakteri
Proses nutrisi donor hidrogen dan sumber karbon dibagi menjadi dua
jenis metabolisme, yaitu:
a. Mikroorganisme autotrof
Suatu mikroorganisme dikatakan autotrof apabila mikroorganisme
tersebut mampu memperoleh sebagian besar dari jumlah karbon sel
dengan cara fiksasi CO2. Jasad autotrof dapat mensintesis sendiri
kebutuhan hidup dari senyawa-senyawa anorganik dan ini merupakan
karakteristik bagi tumbuhan yang mempunyai klorofil. (Moat, dkk, 2002)
b. Mikroorganisme heterotrof
Suatu mikroorganisme dikatakan heterotrof apabila
mikroorganisme tersebut mampu memperoleh sebagian besar dari jumlah
karbon selnya dari senyawa - senyawa organik. Jasad yang heterotrof
tidak mampu mensintesis makanannya sendiri sehingga hidupnya dapat
sebagai saprofit atau parasit. Berdasarkan penggolongan pola tersebut di
atas mikroorganisme sebagian besar termasuk dalam heterotrof dan yang
10
lainnya termasuk autotrof. Perbedaan kedua golongan tersebut di atas
menjadi kabur setelah diketahui bahwa growth faktor yang khas
diperlukan pula oleh jasad - jasad yang menggunakan bahan-bahan
organik sebagai makanan pokoknya jika kebutuhan faktor penumbuh kita
pertimbangkan maka jasad-jasad hidup dapat digolongkan berdasarkan
sumber energi yang digunakan jasad tersebut menjadi jasad yang
fotoautotrof dan kemoautotrof. (Dwidoseputro, 2007)
Jasad fotoautotrof menggunakan sinar matahari sebagai sumber
energi untuk pertumbuhannya, sedangkan jasad kemototrof memperoleh
energi dari hasil oksidasi reduksi tanpa adanya sinar matahari sebagai
contoh dapat dikemukakan disini adalah proses nitrifikasi pada amoniak
atau garamnya yang terjadi di dalam tanah sehingga terbentuklah senyawa
nitrit yang dilakukan oleh bakteri nitrit. (Dwidoseputro, 2007))
Jadi, atas dasar dan energi sumber karbon untuk pertumbuhan
empat jenis nutrisi utama mikroorganisme dapat didefinisikan (Tabel 1).
Tabel 1. Nutrisi utama mikroorganisme
Jenis Gizi
Sumber
Energi
Sumber
Karbon
Contoh Bakteri
Fotoaoutotrof
Cahaya
CO 2
Chromatium
Fotoheterotrof
Cahaya
Senyawa
organik
Rhodopseumdomonas
Kemoautotrof
atau Litotrof
(Litoautotrof)
Senyawa
anorganik
CO 2
Thiobacillus
Kemoheterotrof
atau heterotrof
Senyawa
organik
Senyawa
organik
Esherichia
11
3. Penggolongan jasad berdasarkan kebutuhan oksigen
Kebutuhan oksigen untuk oksidasi biologis yang terjadi dalam sel
mikroorganisme dapat menggunakan senyawa–senyawa lain yang tergantung
kepada jenis mikroorganismenya. Oksigen yang terdapat dalam senyawa–
senyawa penyusun protoplasma, tidak berasal dari O2 udara, akan tetapi
berasal dari senyaw–senyawa organik yang mengandung atom – atom oksigen
dari air. Unsur oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen juga
terdapat dalam CO2 dan dalam banyak senyawa organik. (Moat, 2007)
Fungsi utama oksigen adalah sebagai akselator elektron terminal pada
respirasi aerob, pada peristiwa ini oksigen direduksi menjadi air. Oksigen
yang berasal dari molekul oksigen hanya akan diinkorporasi kedalam
substansi sel. Sedangkan sebagai sumber karbon menggunakan metana atau
hirokarbon aromatik. Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, mikroorganisme
dapat dikelompokkan dalam 4 golongan, yaitu:
a. Mikroorganisme Aerob
Mikroorganisme yang aerob ini membutuhkan adanya oksigen
untuk metabolismenya. Pada mekanisme respirasi, mikroorganisme dapat
menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron atau akseptor hydrogen.
Mikroorganisme yang termasuk dalam golongan ini hanya dapat hidup
apabila ada oksigen untuk melangsungkan oksidasi biologis. Hal ini
merupakan keuntungan luar biasa bagi organisme itu karena banyaknya
energi yang tersedia dari oksidasi sempurna molekul glukosa lebih besar
dari pada energi yang diperoleh dari fermentasi glukosa. (Sumarsih, 2003)
12
b. Mikroorganisme Anaerob
Mikroorganisme yang termasuk dalam golongan anaerob tidak
dapat menggunakan O2 bebas sebagai akseptor hydrogen, bahkan adanya
oksigen dapat menghambat pertumbuhannya karena oksigen dapat bersifat
sebagai racun. Jasad-jasad hidup ini dapat hidup dengan melakukan
fermentasi atau respirasi anaerob, dimana ion-ion anorganik seperti NO3
dan SO4 yang berperan sebagai akseptor hydrogen atau akseptor elektron.
Mikroorganisme yang anaerob ini dapat diracuni oleh adanya oksigen,
karena jasad ini tidak mempunyai enzim katalase dan super-super
dismutase yang diperlukan untuk menguraikan senyawa hydrogen
peroksida yang bersifat racun dan ion-ion superioksida (O2), O2 dan CO2
merupakan bentuk racun bagi mikroorganisme tertentu. Ada kelompok
organisme terakhir yang terpisah karena organisme ini bukan aerob dan
bukan pula fermentatif. Bakteri ini adalah anaerob obligat tetapi bukannya
menggunakan hasil antara metabolisme tersebut menggunakan ion–ion
anorganik sebagai penerima elektron terakhir. (Linda 2008). Organisme ini
dapat dibagi lagi menjadi tiga tipe:
1) Pereduksi sulfat
Pereduksi sulfat menyusun organisme yang menggunakan
sulfat sebagai penerima elektron terakhir dengan mereduksinya
sampai ketahap sulfida. Organisme ini memerlukan bahan organik
karbon dan olehkarena itu bersifat heterotrof. (Mokosuli, 2009)
13
2) Pereduksi nitrit
Pereduksi nitrit kebanyakan organisme yang menggunakan
nitrit sebagai penerima elektron terakhir dapat dipandang sebagai
anaerob fakultatif. Jadi organisme ini dapat menggunakan nitrat
jika bahan itu tersedia, jika tidak organisme ini Akan melakukan
metabolisme aerob atau metabolisme fermentasi. (Sumarsih, 2003)
3) Bakteri metan
Ada beberapa bakteri yang dapat menggunakan
karbondioksida sebagai penerima elektron dan dengan itu dapat
mereduksinya menjadi metan. (Sumarsih, 2003)
c. Mikroorganisme Fakultatif Anaerob
Mikroorganisme yang yang termasuk dalam golongan fakultatif
anaerob, dapat menyesuaikan hidupnya pada lingkungan yang tidak
mengandung oksigen. Apabila oksigen terdapat dalam lingkungan
hidupnya, maka jasad ini dapat tumbuh dengan memanfaatkan oksigen
tersebut sebagai akseptor elektron akhir. Akan tetapi kalau tidak ada
oksigen, jasad ini dapat melangsungkan fermentasi atau respirasi anaerob
(Minasari, Lisna, 2009).
d. Mikroorganisme yang Mikroaerofil
Mikroorganisme yang termasuk golongan mikroaerofil, tidak dapat
hidup dalam suasana yang aerob ataupun anaerob dengan sempurna,
karena oksigen bebas hanya diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit
sekali atau hanya kira-kira 20% dalam atmosfer atau kurang dari
14
persentasi oksigen dalam atmosfer. Pada media makanan padat didalam
tabung reaksi, mikroorganisme ini dapat tumbuh pada suatu kedalaman
dimana oksigen dapat masuk secara difusi kedalam medium. (Lud, 2006)
4. Interaksi antara jasad dalam penggunaan nutrien
Jika dua atau lebih jasad yang berbeda ditumbuhkan bersama – sama
dalam satu medium, maka aktivitas metabolismenya secara kualitatif maupun
kuantitatif akan berbeda jika dibandingkan dengan jumlah aktivitas
metabolisme masing – masing jasad yang ditumbuhkan dalam medium sama,
tetapi terpisah – pisah.
Fenomena tersebut merupakan hasil interaksi metabolisme atau
interaksi dalam penggunaan nutrisi yang dikenal dengan nama sintropik atau
sinergistik, sebagai contoh adalah bakteri penghasil metan yang obligat
anaerob tidak dapat menggunakan glukosa sebagai substrat, tetapi bakteri
tersebut akan segera tumbuh dengan adanya hasil metabolisme bakteri lain
yang anaerob atau fakulatif anaerob yang dapat memfermentasi glukosa.
Contoh lain adalah biakan campuran mikrobia yang terdiri dari satu
atau lebih. Biakan sering tidak memerlukan faktor tumbuh untuk
perkembangannya. Mikrobia dapat mensintesis bahan selnya dari bahan
organik sederhana atau dari medium akan mengeksresikan sejumlah kecil
vitamin – vitamin atau asam – asam amino penting (esensial) untuk mikrobia
yang lain. Adanya kenyataan ini akan menimbulkan koloni satelit (satelite
colony) yang dapat dilihat pada medium padat. Kolon satelit ini hanya dapat
15
tumbuh kalau ada eksresi dari mikroba lain yang merupakan faktor tumbuh
esensia dari mikrobia tersebut.
Disamping sintropisme dikenal juga interaksi mikrobia yang disebut
“cross feeding” yang merupakan bentuk sederhana dari simbiose mutualisme.
Dalam cross feeding, pertumbuhan jasad yang satu tergantung pada
pertumbuhan jasad yang lain karena kedua jasad tersebut saling memerlukan
faktor tumbuh esensial yang dieksresikan masing – masing jasad. (Haribi,
Ratih, 2008)
B. Faktor – Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Suatu perbenihan untuk pertumbuhan kuman yang sesuai harus
mengandung semua zat makanan yang diperlukan organisme tersebut agar
dapat dibiak, dan faktor-faktor sepeti pH, suhu, dan penganginan harus
dikuasai dengan baik. Suatu perbenihan cair biasa dipakai, perbenihan tersebut
dapat diperkeras untuk tujuan-tujuan khusus dengan menambahkan agar-agar
atau silika-gel. Agar-agar, suatu ekstrak polisakarida dari suatu alga
(ganggang) laut, sangat cocok untuk pembiakan kuman karena resisten
terhadap aksi kuman dan karena dapat larut pada 1000 C dan tidak menjadi
padat sebelum suhu turun dibawah 450 C, sel-sel dapat disuspensi dalam
perbenihan pada 450
C kemudian perbenihan didinginkan dengan cepat
sehingga menjadi padat tanpa merusak sel-sel tersebut.(Haribi, 2008)
1. Konsentrasi Ion Hidrogen (pH)
Sebagian besar organisme memiliki jarak pH optimal yang cukup
sempit. Penentuan pH optimal untuk tiap spesies harus ditentukan secara
16
empirik. Sebagian besar organisme (neutrofil) tumbuh baik pada pH 6,0-
8,0, meskipun ada pula (asidofil) yang memiliki pH optimal 3,0 dan yang
lain (alkalofil) memiliki pH optimal 10,5.
Jasad-jasad renik mengatur pH internalnya melalui suatu deretan
nilai pH eksternal yang cukup luas. Organisme asidofil mempertahankan
pH internal kira-kira 6,5, dengan pH eksternalnya berkisar antara 1,0 - 5,0
organisme neutrofil mempertahankan pH internal kira-kira 7,5, dengan pH
eksternalnya sekitar 5,5 - 8,5 dan organisme alkalofil mempertahankan pH
internal kira-kira 9,5 dengan pH eksternal yang berkisar 9,0 - 11,0. pH
internal diatur oleh suatu set system pengangkutan proton dalam selaput
sitoplasma , meliputi suatu pompa ATF-penggerak proton yang primer dan
pertukaran Na+/H
+. (Sumarsih, 2003)
2. Suhu atau Temperatur
Spesies jasad renik yang berbeda sangat bervariasi suhu
optimalnya untuk pertumbuhan: bentuk psikhofilik tumbuh paling baik
pada suhu rendah (15º C - 20º C). bentuk mesofilik tumbuh baik pada 30
0 -
370C; dan bentuk termofilik tumbuh paling baik pada 50º C
- 60º C.
Sebagia besar organism bersifat mesofilik. 30º C adalah suhu optimal
untuk banyak bentuk yang hidup bebas dan suhu tubuh tuan rumah adalah
optimal untuk bentuk yang bersimbiosa dengan binatang berdarah panas.
Hubungan antara suhu dan laju pertumbuhan untuk setiap jasad
renik terlihat sebagai bagian Arrhenius yang khas. Arrhenius
memperhatikan bahwa logaritma kecepatan suatu reaksi kimia adalah
17
fungsi linier yang berbanding terbalik dengan suhu; karena pertumbuhan
sel merupakan akibat suatu reaksi kimia, maka juga akan memperlihatkan
hubungan tersebut. memperlihatkan kasus suatu spesies dengan hubungan
pertumbuhan dan suhu: log K menurun sebanding dengan 1/T. Namun di
atas dan di bawah batas normal, log K turun dengan cepat, sehingga suhu
maksimum dan minimum dapat ditetapkan.
Disamping pengaruhnya pada laju pertumbuhan, suhu yang
ekstrem akan membunuh jasad renik. Panas yang ekstrem digunakan untuk
mensterilkan preparat. Dingin yang ekstrem juga membunuh sel-sel
kuman, meskipun suhu yang dingin tidak dapat digunakan secara aman
untuk sterilisasi. (Endang, dkk, 2008)
3. Oksigen
Peranan oksigen sebagai penerima hidrogen, banyak jasad renik
bersifat aerobobligat, memerlukan secara khusus oksigen sebagai penerima
hydrogen. Beberapa bersifat fakultatif, sanggup hidup secara aerob, atau
anaerob dan yang lain lagi bersifat anaerob obligat yang memerlukan suatu
zat yang lain dari oksigen sebagai penerima hydrogen dan sangat peka
terhadap hambatan oleh oksigen.
Toksisitas O2 adalah toksisitas yang terjadi akibat reduksi oleh
enzim dalam sel (seperti misalnya flavoprotein) menjadi hidrogen
peroksida (H2O2) dan radikal bebas yang lebih beracun lagi, superoksida
(O2-). Kuman-kuman aerob dan anerob aerotoleran terlindung dari zat-zat
18
ini karena adanya superoksidasa dismutase, suatu enzim yang
mengkatalisa reaksi:
2O2-
+ 2H+ O2 + H2O2
Dan adanya katalase, suatu enzim yang mengkatalisa reaksi:
2H2O2 \
2H2O + O2
Satu kekecualian yang tersebut diatas ialah kuman asam laktat,
kuman anerob yang aerotoleran dan tidak mengandung katalase.
Kelompok ini malah mengandalkan peroksidase yang mereduksi H2O
menjadi 2H2O dengan mengorbankan zat-zat organik yang dapat
dioksidasi. Semua kuman yang anerob obligat tidak memiliki
superoksidase dismutase dan katalase; enzim yang pertama perlu untuk
dapat bertahan dalam suasana ada O2. (Minasari, Lisma, 2009)
4. Tekanan osmotik
Faktor – faktor seperti tekanan osmotik dan kosentrasi garam harus
dapat dikendalikan. Untuk sebagian besar dari sifat – sifat organisme
dalam pembiakan sudah memuaskan. Akan tetapi, untuk kuman – kuman
dari laut dan organisme yang sudah beradaptasi dan hidup didalam larutan
gula yang pekat misalanya, faktor – faktor ini sangatlah perlu diperhatikan.
Organisme yang membutuhkan kosentrasi garam tinggi yaitu halofilik dan
organisme yang membutuhkan tekanan osmotik yang tinggi yaitu
osmofilik.
19
Sebagian besar kuman sanggup menahan tekanan osmotik luar dan
kekuatan ion yang bervariasi karena kesanggupannya untuk mengatur
osmolalitas dalam dan kosentrasi ion. (Jawetsz, Melnick, Adelberg, 2005 )
5. Salinitas
Salinitas berdasarkan kebutuhan garam (NaCl) mikroorganisme
dapat dikelompokkan menjadi (Sumarsih, 2003) :
a. Non halofil
b. Halotoleran
c. Halofil (NaCl 10-15%)
d. Halofil ekstrim
C. Pertumbuhan Bakteri
1. Kurva Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah atau
volume serta ukuran sel. Pada organisme prokariot seperti bakteri,
pertumbuhan merupakan pertambahan volume dan ukuran sel dan juga
sebagai pertambahan jumlah sel. Pertumbuhan sel bakteri biasanya
mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva pertumbuhan
sigmoid. (Sumarsih, 2003)
Perubahan kemiringan pada kurva tersebut menunjukkan transisi
dari satu fase perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel
biasanya lebih sering dipetakan daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan
dasar 2 sering digunakan, karena setiap unit pada ordinat menampilkan
20
suatu kelipatan-dua dari populasi. Kurva pertumbuhan bakteri dapat
dipisahkan menjadi tujuh fase (Purnomo, 2004) :
a) Fase Lag
Fase lag disebut juga fase persiapan, fase permulaan, fase
adaptasi atau fase penyesuaian yang merupakan fase pengaturan
suatu aktivitas dalam lingkungan baru. Oleh karena itu selama fase
ini pertambahan massa atau pertambahan jumlah sel belum begitu
terjadi, sehingga kurve fase ini umumnya mendatar. Selang waktu
fase lag tergantung kepada kesesuaian pengaturan aktivitas dan
lingkungannya. Semakin sesuai maka selang waktu yang dibutuhkan
semakin cepat.(Sumarsih, 2003)
b) Fase Akselerasi
Fase Akselerasi merupakan fase setelah adaptasi, sehingga
sudah mulai aktivitas perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah
dengan kecepatan yang masih rendah.(Purnomo, 2004)
c) Fase Eksponensial
Fase Eksponensial atau logaritmik merupakan fase peningkatan
aktivitas perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah mencapai
kecepatan maksimum sehingga kurvenya dalam bentuk eksponensial.
Peningkatan aktivitas ini harus diimbangi oleh banyak faktor, antara
lain : faktor biologis, misalnya : bentuk dan sifat mikroorganisme
terhadap lingkungan yang ada, asosiasi kehidupan diantara
organisme yang bersangkutan dan faktor non-biologis, misalnya :
21
kandungan hara di dalam medium kultur, suhu, kadar oksigen,
cahaya, bahan kimia dan lain-lain. Jika faktor-faktor di atas optimal,
maka peningkatan kurve akan tampak tajam atau semakin
membentuk sudut tumpul terhadap garis horizontal
(waktu).(Sumarsih, 2003)
d) Fase Retardasi
Fase Retardasi atau pengurangan merupakan fase dimana
penambahan aktivitas sudah mulai berkurang atau menurun yang
diakibatkan karena beberapa faktor, misalnya : berkurangnya sumber
hara, terbentuknya senyawa penghambat, dan lain
sebagainya.(Purnomo, 2004)
e) Fase Stasioner
Fase Stasioner merupakan fase terjadinya keseimbangan
penambahan aktivitas dan penurunan aktivitas atau dalam
pertumbuhan koloni terjadi keseimbangan antara yang mati dengan
penambahan individu. Oleh karena itu fase ini membentuk kurve
datar. Fase ini juga diakibatkan karena sumber hara yang semakin
berkurang, terbentuknya senyawa penghambat, dan faktor
lingkungan yang mulai tidak menguntungkan.(Sumarsih, 2003)
f) Fase Kematian
Fase Kematian merupakan fase mulai terhentinya aktivitas atau
dalam pertumbuhan koloni terjadi kematian yang mulai melebihi
bertambahnya individu.(Lud, 2006)
22
g) Fase kematian logaritmik
Fase kematian logaritmik merupakan fase peningkatan
kematian yang semakin meningkat sehingga kurve menunjukan garis
menurun. (Purnomo, 2004)
Pada kenyataannya bahwa gambaran kurve pertumbuhan
mikroorganisme tidak linear seperti yang dijelaskan di atas jika faktor-
faktor lingkungan yang menyertainya tidak memenuhi persyaratan.
Beberapa penyimpangan yang sering terjadi, misalnya : fase lag yang
terlalu lama karena faktor lingkungan kurang mendukung, tanpa fase lag
karena pemindahan ke lingkungan yang identik, fase eksponensial
berulang-ulang karena medium kultur kontinyu, dan lain sebagainya.
Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh banyak faktor,
baik faktor biotik maupun faktor abiotik. Faktor biotik ada yang dari
dalam dan ada faktor biotik dari lingkungan. Faktor biotik dari dalam
menyangkut : bentuk mikroorganisme, sifat mikroorganisme terutama di
dalam kehidupannya apakah mempunyai respon yang tinggi atau rendah
terhadap perubahan lingkungan, kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi).
Faktor lingkungan biotik berhubungan dengan keberadaan organisme lain
didalam lingkungan hidup mikroorganisme yang bersangkutan. Faktor
abiotik meliputi susunan dan jumlah senyawa yang dibutuhkan di dalam
medium kultur, lingkungan fisik (suhu, kelembaban, cahaya), keberadaan
senyawa-senyawa lain yang dapat bersifat toksik, penghambat, atau
23
pemacu, baik yang berasal dari lingkungaan maupun yang dihasilkan
sendiri.(Purnomo, 2004)
D. Media kultur
Untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme
(bakteri) diperlukan suatu substrat yang disebut media. Dikarenakan dengan
media yang cocok, maka pertumbuhan mikroorganisme akan maksimal, subur
dan cepat. Media biak (larutan biak) dapat di buat dari senyawa-senyawa
tertentu. (Utami, 2004)
Media kultur adalah suatu medium yang terdiri atas campuran nutrisi
atau zat = zat hara (nutrien) yang digunakan untuk menumbuhkan
mikroorganisme diatas maupun didalamnya. Selain itu, media daapat
digunakan untuk isolasi, perbanyakan, pengujian sifat – sifat fisiologis, dan
perhitungan jumlah mikroorganisme. Hal ini erat kaitannya dengan postulat
koch. Untuk menetapkan suatu jenis mikroba sebagai penyebab penyakit harus
terlebih dahulu mendapatkan mikroba dalam keadaan murni untuk diselidiki
sifat – sifatnya. Untuk tujuan tersebut sangat diperlukan suatu media sebagai
tempat tumbuh dan isolasi mikroorganisme. (Lud, 2008)
1. Persyaratan media
Pembiakan didalam laboratorium memerlukan media yang berisi
zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan
mikroorganisme. Zat hara yang digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhan, sistesis sel, keperluan energi dalam metabolisme, dan
pergerakan lazimnya, media biakan berisi air, sumber energi, zat hara
24
sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen, hidorgen dan
trace element. Dalam bahan dasar media dapat pula ditambahakan faktor
pertumbuhan berupa asam amino, vitamin atau nukleotida. (Sumarsih,
2003)
Media biakan yang digunakan untuk menumbuhkan
mikroorganisme dalam bentuk padat, semi padat dan cair. Pertumbuhan
mikroorganisme dalam media dapat tumbuh jika memenuhi persyaratan ,
anatara lain:
a. Media harus memenuhi semua nutrien yang mudah digunakan
oleh mikroorganisme
b. Media harus mempunyai tekanan osmosis, pH, dan tegangan
permukaan yang sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme
c. Media tidak mengandung zat – zat yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme
d. Media harus steril sebelum digunakan agar mikroorganisme dapat
tumbuh dengan baik. (Utami, 2004)
2. Penggolongan Media Biakan
Perbedaan sifat – sifat mikroba terhadap hospesnya akan
berpengaruh pada media apa yang akan dipakai. Sifat mikroorganisme
terhadap hospesnya dapat sebagai parasit obligat, parasit fakultatif,
komensalis, saprofitis, dan lain sebagainya. (Utami, 2004)
Berdasarkan sumber karbon yang digunakan, mikroba terbagi
menjadi 2 kelompok. Mikroba yang mensintesa semua komponen dari sel
25
karbon dioksida dinamakan ototrof. Sedangkan mikroba yang memerlukan
satu atau lebih senyawa organik sebagai sumber karbon disebut heterotrof.
Namun disamping sumber karbon organik, heterotrof juga memerlukan
sumber karbon dioksida. (Sumarsih, 2003)
Berdasrkan sifat keheterotrofannya, mikroba dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok besar medium, yaitu :
a. Media hidup
Media hidup umumnya dipakai dalam laboratorium virologi
untuk pembiakan berbagai virus, sedangkan pada laboratorium
bakteriologi hanya beberapa kuman tertentu dan terutama pada
hewan percobaan.
b. Media mati
Pada media mati dikenal adanya media sintetis. Media
sintetis merupakan media yang mempunyai kandungan dan isi
bahan yang telah diketahui secara terperinci. Media ini sering
digunakan untuk mempelajari sifat dan genetika
mikroorganisme.senyawa – senyawa anorganik dan organik yang
ditambah dalam media ini harus murni. Contoh media sintetik
yaitu: cairan hanks, locke, thyrode, eagle. (Mokosuli, 2009)
1) Penggolongan media mati berdasarkan konsistensinya
Media mati berdasarkan konsistensinnya terbagi atas beberapa
macam, yakni:
26
a) Media padat
Media padat merupakan media yang diperoleh dengan
menambahkan agar – agar sebagai bahan pemadat. Media agar
terbagi menjadi media agar miring dan media deep. Selain agar –
agar, media padat juga dapat dibuat dengan menggunakan bahan
organik alamiah dan anorganik. Media padat biasa digunakan
untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni dan sebagai
media untuk mengisolasi mikroorganisme tertentu. (Jawetz,
Melnick, Adelberg, 2005)
b) Media setengah padat (semi solid medium)
Media setengah padat atau meia semi solid dibuat dengan
bahan yang sama dengan media padat, akan tetapi yang berbeda
adalah komposisinya bahan pemadatnya. Media ini biasa
digunakan untuk melihat pergerakan kuman secara mikroskopik
dan kemampuan fermentasinya. Media ini dalam keadaan dipanasi
akan berbentuk cair dan padat dalam keadaan dingin. Berdasarkan
keperluannya, media ini dapat dibuat tegak ataupun miring.
(Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005)
c) Media cair
Secara umum media cair adalah media yang berbentuk cair.
Media cair digunkan untuk bebagai tujuan seperti pembiakan
mikroba dalam jumlah besar, penelahan fermentasi, dan berbagai
macam uji. (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005)
27
2) Penggolongan media mati berdasarkan fungsinya
Media mati berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu:
a) Media selektif elektif
Media ini dibuat dengan menambahkan zat kimia tertentu
yang bersifat selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba
lainnya. Contohnya yaitu pemeberian zat kimia kristal violet pada
kosentrasi tertentu dapat mencegah pertumbuhan bakteri gram
positif tanpa mempengaruhi pertumbuhan bakteri gram negatif.
Contoh lain yaitu media endo agar yang menyababkan bakteri E.
coli akan berwarna merah sedangkan koloni salmonella tidak
berwarna.(Lud, 2008)
b) Media differensial
Media ini mengadung zat – zat kimia yang memungkinkan
membedakan berbagai macam tipe mikroba. Media ini ditambah
reagensia atau zat kimia tertentu yang menyebabkan suatu mikroba
membentuk pertumbuhan atau mengadakan perubahan tertentu
sehingga dapat untuk membedakan tipe – tipenya. Contohnya yaitu
media agar darah (Blood Agar Plate) yang dapat membedakan
bakteri hemolitik dengan bakteri non hemolitik.(Lud, 2008)
c) Media eksklusif
Media eksklusif yaitu media yang hanya memungkinkan
tumbuhnya satu jenis mikroba tertentu sedangkan mikroba lainnya
28
dihambat atau dimatikan. Contohnya yaitu media air pepton alkali
yang dapat mematikan kuman lainnya, kecuali bakteri Vibrio sp.
Hal ini karena media tersebut memiliki pH yang sangat tinggi.
(Sumarsih, 2003)
d) Media diperkaya (enriched medium)
Media ini merupakan media yang ditambah zat – zat
tertentu untuk menumbuhkan mikroorganisme heterotrof tertentu.
Zat – zat yang ditambahkan misalnya serum, darah, esktrak
tumbuh – tumbuhan dan lain sebagainya.
e) Media khusus
Media ini merupakan media untuk menentukan tipe
pertumbuhan mikroorganisme dan kemampuannya untuk
mengadakan perubahan – perubahan kimia tertentu.
f) Media persemaian (nutrient medium)
Media ini merupakan media yang sangat kaya akan zat
makanan dan mempunyai susunan bahan sedemikian rupa sehingga
hanya menyuburkan satu jenis mikroba yang dicari saja. Misalnya,
media kauffmann untuk kuman Salmonella thypi.
g) Media universal
Media ini merupakan media yang paling umum digunakan
dalam laboratorium mikrobiologi. Media ini dapat munumbuhkan
pertumbuhan sebagian besar mikroba. Contohnya yaitu media
kaldu nutrien.
29
E. Pati Sagu
Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp)
yang sudah tua (berumur 8-16) tahun. Komponen terbesar yang terkandung dalam
sagu adalah pati. Pati sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang
merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. (McClatchey
dkk, 2006) Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam 100 gram pati sagu yaitu :
Tabel 2. Komponen dari pati sagu
Komponen Pati Sagu
Kalori (kal) 353
Protein ( g ) 0,7
Lemak ( g ) 0,2
Karbohihrat ( g ) 84,7
Air ( g ) 14,0
Fosfor (mg ) 13
Kalsium (mg ) 11
Besi (mg ) 1,5
(Sumber : Haryanto, 2004)
Karbohidrat merupakan polimer alami yang dihasilkan oleh tumbuhan
dan sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan. Karbohidrat dikenal juga
dengan nama sakarida, yang berarti gula.Karbohitrat dapat digolongkan
berdasarkan jumlah sakarida yang dikandungnya, yaitu monosakarida,
oligosakarida, dan polisakarida.
Polisakarida adalah karbohidrat yang terdiri atas banyak
monosakarida. Polisakarida merupakan senyawa polimer alam dengan
monosakarida sebagai monomernya. (Haryanto, 2004)
30
Pati merupakan butiran atau ganula berwarna putih mengkilat, tidak
berbau dan tidak mempunyai rasa. Ganula pati mempunyai bentuk dan ukuran
yang beranekaragam, tetapi pada umumya berbentuk elips atau bola. Pati sagu
berbentuk elips (prolate ellipsoidal), mirip pati kentang dengan ukuran 5 – 80
mm dan relatif lebih besar dari pati serealia. Pada dasarnya pati merupakan
polimer glukosa dengan ikatan 1,4 glukosa. Berbagai macam pati tidak sama
sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya. Pati terdapat dalam dua fraksi
yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang larut dalam air disebut
amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Struktur dari amilosa
dan amilopektin adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Amilosa (atas), amilopektin (bawah)
Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin ber beda- beda
dalam setiap jenis pati. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan
sekitar 73% amilopektin rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi
sifat-sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat
kering, kurang lekat dan cenderung meresap air lebih banyak.(Suryana, 2004)
31
Hidrolisis amilum (Pati) dapat menghasilkan oligosakarida yang
dinamakan dekstri. Jika Dekstrin ini dihidrolisis, akan memperoleh maltosa
(disakarida). Hidrolisis lebih lanjut disakarida ini akan menghasilkan D –
glukosa (monosakarida)
Amilum H
2O Dekstrin
H2
O Maltosa
H2
O Glukosa
(Polisakarida) (Oligosakarida) (Disakarida) (Monosakarida)
Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati
dipanaskan akan terjadi gelatinasi setelah mencapai suhu tertentu (suhu
gelatinasi). Hal ini disebabkan oleh pemanasan energi kinetik molekul-
molekul air yang menjadi lebih kuat dari pada daya tarik- menarik antara
molekul pati dalam ganula, sehingga air dapat masuk kedalam pati
tersebut dan pati akan membengkak (mengembang). Ganula pati dapat
membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi
semula. Perubahan sifat inilah yang disebut Gelatinasi. Suhu pada saat butir
pati pecah disebut suhu gelatinitasi.
Peningkatan suhu menyebabkan pemutusan ikatan lemah
antar rantai polisakarida, termasuk ikatan glikosida dalam polisakarida
serat pangan pun akan rusak. Oleh sebab itu terjadinya peningkatan
viskositas selama gelatinitas disebabkan oleh yang sebelumnya berada
diluar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini
sebagian sudah berada dalam butir -butir pati dan tidak bergerak bebas
lagi karena terikat gugus hidroksil dalam molekul pati. Apabila suhu
dinaikkan, maka viskositas pasta/gel berkurang. suhu gelatinasi pati sagu
32
sekitar 60 - 72º C tetapi menurut tetapi menurut sumber yang lain mengatakan,
suhu gelatinasi pati sagu sekitar 72- 90º C. (Suryana, 2004)
Sifat pati sagu tersebut ditunjukkan pada Tabel 3. Sifat amilografi pati
sagu dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan komposisi kimia pati sagu
ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 3. Sifat Pati Sagu
Jenis Pati
Bentuk
Granula
Ukuran
Granula
(µm)
Kandungan
Amilosa/
Amilopektin
Range
Suhu
Gelatinisasi
( C)
Sagu
Elips
20 – 60
27/73
60 – 72
(Sumber : Suryana, 2004)
Tabel 4. Sifat Amilografi Pati Sagu
Gelatinisasi Granula Pecah Viskositas (BU)
Suhu
(0C)
Waktu
(menit)
Suhu
(0C)
Waktu
(menit)
Puncak 50º C Balik
67,50 25,00 73,50 29,00 520 480 -40
(Sumber : Suryana, 2004)
33
Tabel 5. Komposisi Kimia Pati Sagu
Komponen Jumlah (%)
Protein
Abu
Serat
Pati
Amilosa
Amilopektin
0,62
0,32
0,15
75,88
23,94
76,06
(Sumber : Suryana, 2004)
F. Kerangka Teori
Syarat media
pertumbuhan
Nutrisi (protein)
pH
Temperatur
Steril
Tekanan
osmolaritas
Tepung
Sagu
Media
Kultur
Pertumbuhan
Bakteri
top related