bab ii tinjauan pustaka a. jelly -...
Post on 06-Feb-2018
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jelly
1. Definisi Jelly
Jelly adalah produk minuman semi padat yang terbuat dari sari buah-buahan
yang dimasak dalam gula. Gula dalam pembuatan jelly berfungsi menurunkan
tekanan osmotik, sehingga bakteri tidak dapat tumbuh dan produk ini dapat
disimpan dalam waktu yang lebih lama, disamping itu juga berfungsi sebagai
pengendap pektin.
Penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan pektin dalam air yang
ada. Pektin akan menggumpal dan membentuk suatu serabut halus, struktur
serabut tersebut mampu menahan cairan. Makin tinggi kadar pektin, makin padat
stuktur serabut tersebut. Makin tinggi gula, makin berkurang air yang ditahan oleh
struktur.
Pektin adalah suatu struktur koloid yang reversibel dan dapat larut dalam
air, diendapkan, dipisahkan dan dikeringkan. Pektin berasal dari perubahan
protopektin selama proses pemasakan buah, kadar pektin kurang dari 1% cukup
untuk membentuk struktur yang memuaskan. Buah-buahan dapat memperoleh
karakteristik pembentuk jelly dari pektin tersebut.
Disamping gula dan pektin, asam juga mempengaruhi kepadatan struktur
jel. Kondisi pH optimum adalah 3,2. Tingkat keasaman yang terlalu rendah akan
mengakibatkan jelly lemah atau hancur karena terjadi hidrolisa pektin, tetapi bila
4
4
tingkat keasaman terlalu tinggi, jelly tidak terbentuk karena jelly mengalami
dehidrasi (Siti Aminah dan Nur Hidayah, 2004).
2. Proses Pembuatan Jelly
Proses pembuatan jelly ada dua cara :
a. Cara I :
1) Buah dibersihkan, dilakukan blanching, dihancurkan dengan blender
penambahan air 1-2 bagian berat buah.
2) Dilakukan pemasakan 1 jam, angkat dan diamkan 30 menit sampai pektin
yang terkandung didalam buah terekstraksi semua.
3) Dilakukan penyaringan, sampai diperoleh sari buah jernih.
4) Ditambahkan gula 65% dan asam sitrat atau sari jeruk nipis sampai pH
3,2.
5) Campuran tersebut dimasak sampai titik kekentalan jelly tercapai.
6) Tes dengan sendok atau garpu dan hand refraktometer, kadar gula 65-
68%.
7) Ditambahkan Na Benzoat 0,1%, kemudian ditambahkan zat pewarna
secukupnya.
8) Dilakukan pembotolan dalam keadaan panas.
9) Dipasteurisasikan selama 30 menit.
b. Cara II :
1) Buah dibersihkan, dilakukan blanching, Daging buah dipotong-potong
kemudian dihancurkan dengan blender, tambahkan air 1:1, saring.
5
2) Sari buah ditambahkan gula dengan perbandingan 45:55 (bagian berat),
tambahkan perasan air jeruk atau asam sitrat sampai mencapai pH 3,2.
3) Dipanaskan larutan hingga kadar gula 68%, untuk memperbaiki struktur
dapat ditambahkan albedo.
4) Ditambahkan Na Benzoat 0,1%, kemudian ditambahkan zat pewarna
secukupnya.
5) Dilakukan pembotolan.
6) Dipasteurisasikan selama 30 menit.
(Siti Aminah dan Nur Hidayah, 2004).
B. Bahan Tambahan Makanan
Menurut Permenkes RI No 722/MENKES/PER/IX/1988, yang disebut
bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai
atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan kedalam
makanan untuk membantu pengolahan makanan (termasuk organoleptik) baik
dalam proses pembuatan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu komponen
yang mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Macam- macam bahan tambahan makanan
1. Antioksidan
Bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat
oksidasi.
6
2. Antikempal
Bahan tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan
yang berupa serbuk.
3. Pengatur keasaman
Bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan
mempertahankan derajat keasaman makanan.
4. Pemanis Buatan
Bahan tambahan makanan tanpa nilai gizi yang dapat menyebabkan rasa
manis pada makanan.
5. Pemutih dan pematang tepung
Bahan tambahan makanan yang dapat mematangkan dan mempercepat
pemutihan tepung hingga dapat memperbaiki mutu.
6. Pengemulsi dan Pemantap
Bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau
memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
7. Pengawet
Bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh jasad renik.
8. Pewarna
Bahan tambahan makanan yang dapat memperkuat warna yang sudah ada,
memberi keseragaman warna, mempertahankan warna yang hilang dan
memberikan warna tertentu terhadap bahan pangan yang tidak berwarna.
7
9. Pengeras
Bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah
pelunakan makanan.
10. Sekuestran
Bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam
makanan sehingga dicegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan
perubahan warna dan aroma.
11. Enzim
Bahan tambahan makanan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad
renik yang dapat menguraikan makanan secara enzimatis.
12. Penambah gizi
Bahan tambahan makanan yang berupa asam amino, mineral atau vitamin
baik tunggal maupun campuran, yang dapat memperbaiki atau
memperkaya nilai gizi makanan (Arpah, 1996).
C. Zat Pewarna
Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan. Penambahan zat pewarna pada makanan
dimaksudkan untuk memperbaiki warna pada makanan yang berubah atau
menjadi pucat selama proses pengolahan , untuk memperbaiki warna pada
makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik ( F. G. Winarno,
1988).
8
Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan.
1. Macam-macam zat pewarna
a. Zat pewarna alami
Adalah zat pewarna yang diperoleh dari sumber alami. Misalnya,
Kurkumin (berasal dari kunyit), biksin (dari biji anato) dan
antosianin (dari buah-buahan berwarna merah).
b. Zat pewarna identik alami
Adalah zat pewarna yang dibuat dengan cara sintetis kimia sehingga
secara kimiawi indentik dengan zat pewarna yang ditemukan di
alam. Misalnya, Betakarotin (kuning orange), dan Canthaxanthin
(merah).
c. Zat pewarna sintetis
Adalah zat pewarna yang tidak ditemukan dialam dan dibuat melalui
sintesa kimia. Misalnya, Sunset Yellow (jingga kekuningan),
Tartrasin (kuning), Amarant (merah tua), Briliant Blue (biru). Zat
pewarna yang diijinkan penggunaannya dalam makanan dikenal
sebagai certified color (Muti Arintawati, 1996).
Ada dua macam yang tergolong certified color yaitu:
1). Dyes
Adalah zat pewarna bersifat larut dalam air tetapi tidak larut
dalam lemak. Dyes tidak dapat larut hampir dalam semua pelarut
organik. Jika yang akan dipakai mengandung air, zat pewarna ini
9
dapat dilarutkan dalam gliserin atau alkohol. Zat pewarna ini
stabil penggunaannya dalam makanan. Dyes diperjualbelikan
dalam bentuk serbuk, pasta butiran, maupun cairan yang
penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses
dan zat pewarna sendiri.
2). Lakes
Adalah zat pewarna yang dibuat melalui proses pengendapan
dan absorbsi dyes pada bahan dasar substrat yang tidak dapat
larut dalam air, alkohol dan tidak larut pada hampir semua
pelarut. Lakes diijinkan pemakaiannya sejak tahun 1959 dan
penggunaannya meluas dengan cepat. Lakes digunakan untuk
produk makanan yang kadar airnya rendah sehingga tidak cukup
untuk melarutkannya. Lakes mempunyai stabilitas yang tidak
baik dari pada dyes ( F. G. Winarno, 1991)
2. Peraturan penggunaan zat pewarna
Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang
diijinkan diatur dalam Permenkes RI No.722/MENKES/PER/IX/1988
mengenai bahan tambahan makanan dan zat pewarna sintetis yang dilarang
penggunaannya diatur dalam Permenkes RI No.
239/MENKES/PER/VI/1985 ( F. G. Winarno, 1994).
3. Hubungan antara kesehatan dengan penggunaan zat pewarna sintetis
Warna merupakan komponen yang sangat penting dari suatu bahan
pangan atau makanan. Penambahan zat pewarna sintetis dimaksudkan untuk
10
memperkuat warna yang ada, memberi keseragaman warna,
mempertahankan warna yang hilang akibat pengolahan, sehingga
memperoleh warna yang menarik dan seragam dari bahan aslinya serta
sebagai indikator visual untuk kualitas.
Warna disamping menguntungkan dalam suatu bahan pangan dapat juga
merugikan kesehatan konsumen, yaitu apabila penggunaanya melebihi
ketentuan yang diijinkan. Penambahan dalam bahan makanan yang melebihi
ketentuan dapat menyebabkan berbagai penyakit, diantaranya yaitu
perubahan gen dan penyakit syaraf kanker (Srie Woelans, 1982).
D. Pemeriksaan Zat Pewarna Dengan Metode Kromatografi
1. Definisi Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode fisika untuk pemisahan dimana komponen-
komponen yang akan dipisahkan didistribusikan antara dua fase, selah satu fase
merupakan lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, dan fase berupa zat alir
(fluid) yang mengalir lambat menembus atau sepanjang lapisan stasioner itu. Fase
stasioner dapat berupa zat padat atau cair dan fase geraknya dapat berupa cairan
atau gas.
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase
tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fase tetap berupa zat padat
maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan (absorbtion
chromatography), jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi (Partition
chromatography). Karena fase gerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua
11
ada empat macam sistem kromatografi. Keempat macam sistim kromatografi
tersebut adalah:
a. Kromatografi cairan-padat/ kromatografi serapan meliputi: kromatografi
lapisan tipis, kromatografi penukar ion.
b. Kromatografi cairan-cairan/ kromatografi partisi meliputi: kromatografi
kertas.
c. Kromatografi gas-padat meliputi: kromatografi gas padat.
d. Kromatografi gas-cairan meliputi: Kromatografi gas cair (Hardjono
Sastrohamidjojo, 1985).
2. Macam Kromatografi
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan teknik kromatografi. Kebanyakan
berdasarkan pada fase yang digunakan (fase gerak - fase diam). Cara
pengelompokan lainnya berdasarkan mekanisme yang membuat distribusi fase.
Dalam metode kromatografi sebagian dikelompokkan berdasarkan macam
fase yang digunakan dan sebagian lain berdasarkan pada mekanisme dan
distribusi fase, yaitu sebagai berikut:
a. Kromatografi cairan-padat atau kromatografi serapan
Ditemukan oleh Tswett dan dikenalkan kembali oleh Kuhn dan Lededer
pada tahun 1931. Kromatografi didasarkan pada retensi zat tertentu oleh
absorbsi permukaan. Teknik ini sangat luas untuk analisis organik dan
biokimia. Pada kromatografi ini suatu substrat padat bertindak sebagai fase
diam. Pada umumnya sebagai isi kolom adalah silica gel atau alumina, yang
12
mempunyai angka banding luas permukaan terhadap volume sangat besar
(Sudjadi, 1988)
b. Kromatografi cairan-cairan atau kromatografi partisi
Dikenalkan oleh Martin dan Synge pada tahun 1941, dalam kromatografi
ini suatu pemisahan dipengaruhi oleh distribusi sampel antara fase cair diam
dan fase cair bergerak dengan membatasi kemampuan pencampuran zat yang
dilarutkan akan terdistribusi dengan sendirinya diantara dua fase zat cair (tetap
dan bergerak) sesuai dengan koefisien partisinya (S. M. Khopkar, 1990).
c. Kromatografi gas-padat
Digunakan sebelum tahun 1800 untuk memurnikan gas. Dasar kerjanya
adalah absorbsi (serapan). Kromatografi ini sangat sukar digunakan secara
berulang dengan hasil yang sama. Hal ini disebabkan bahwa aktifitas dari
penyerapan bergantung pada cara pembuatannya. Tetapi dalam
perkembangannya kromatografi padatan gas lebih penting yaitu setelah
ditemukannya penyerap - penyerap yang lebih baik (S. M. Khopkar, 1990).
d. Kromatografi gas-cairan
Metode ini menjadi popular setelah tahun 1995. Dalam kromatografi gas,
fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan
tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa
cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat
padat penunjangnya. Alat kromatografi cairan gas sangat mudah dioperasikan,
interprestasi langsung dari data yang diperoleh dapat dikerjakan dan harga
dari alat tersebut relatif murah (S. M. Khopkar, 1990).
13
3. Kromatografi Kertas
Berbagai jenis pemisahan yang sederhana dengan kromatografi kertas telah
dikerjakan dimana proses dikenal sebagai “Analisa Kapiler’’. Metode-metode
seperti ini sangat bersesuaian dengan kromatografi serapan dan sekarang
kromatografi kertas dipandang sebagai perkembangan dari sistem partisi.
Mula-mula telah dilakukan pemisahan asam-asam amino dan peptida-peptida
yang merupakan hasil hidrolisa protein wool dengan suatu cara dimana kolom
yang berisi bubuk diganti dengan lembaran kertas dan kemudian diletakkan dalam
bejana tertutup yang berisi uap jenuh larutan.
Pada kromatografi kertas peralatan yang dipakai tidak perlu alat-alat yang
teliti atau mahal. Hasil-hasil yang baik dapat diperoleh dengan peralatan dan
materi-materi yang sangat sederhana. Senyawa-senyawa yang terpisahkan dapat
dideteksi pada kertas dan dapat segera diidentifikasikan.
a. Kertas untuk kromatografi
Pekerjaan dalam kromatografi kertas dilakukan dengan menggunakan
kertas saring Whatmann no.1. Kertas dalam pemisahan mempunyai pengaruh
pada kecepatan aliran pelarut. Efek-efek serapan disebabkan oleh sifat polar
dari gugus-gugus hidroksi dimana ini kemungkinan sangat penting dan
sejumlah kecil dari gugus karboksil dalam selulosa dapat menaikkan terhadap
efek-efek pertukaran ion.
Kecepatan aliran naik dengan penurunan kekentalan dari pelarut (dengan
kenaikan dalam suhu), tetapi aliran pelarut pada suhu tertentu ditentukan oleh
kerapatan dan tebal dari kertas. Kertas-kertas yang lebih tebal biasanya
14
digunakan untuk pemisahan pada jumlah yang lebih besar, karena mereka
dapat menampung lebih banyak cuplikan tanpa menaikkan area dari noda
mula-mula (Hardjono Sastrohamidjojo, 1985).
b. Identifikasi dari senyawa-senyawa
Dalam mengidentifikasi noda-noda dalam kertas sangat lazim
menggunakan harga Rf (Retordation Factor) yang didefinisikan sebagai:
Jarak yang digerakkan oleh senyawa
Jarak yang digerakkan oleh permukaan pelarut
c. Faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu:
1) Pelarut
Disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahan-perubahan
yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan
perubahan-perubahan harga Rf.
2) Suhu
Perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga kecepatan
aliran.
3) Ukuran dari bejana
Volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari atmosfir jadi
mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-komponen
pelarut dari kertas. Jika bejana besar digunakan, ada tendensi
perambatan lebih lama, seperti perubahan-perubahan komposisi
15
Rf =
pelarut sepanjang kertas, maka koefisien partisi akan berubah juga.
Dua faktor yaitu penguapan dan komposisi mempengaruhi harga Rf.
4) Kertas
Pengaruh utama kertas pada harga-harga Rf timbul dari perubahan ion
dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas-kertas
mempengaruhi kecepatan aliran, ia akan juga mempengaruhi pada
keseimbangan partisi.
5) Sifat dari campuran
Berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-volume yang
sama dari fase tetap dan bergerak. Mereka hampir selalu
mempengaruhi karakteristik dari kelarutan satu terhadap lainnya
hingga terhadap harga-harga Rf mereka (Hardjono
Sastrohamidjojo,1985).
16
top related