bab ii. tinjauan pustaka 2.1 tumbuhan kacang panjang ...eprints.umm.ac.id/56182/3/bab ii.pdf ·...
Post on 05-Nov-2020
18 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Kacang Panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp)
Kacang panjang merupakan salah satu tanaman semusim yang berbentuk
perdu. Tanaman kacang panjang ini bersifat menjalar dengan membelit. Daunya
bersusun tiga-tiga helai. Batangnya panjang, liat, dan sedikit berbulu. Bunga
kacang panjang seperti kupu-kupu, sementara itu buahnya bulat panjang dan
ramping. Panjangnya berkisar antara 10-80 cm yang disebut polong. Kacang
panjang muda buahnya berwarna hijau keputih-putihan, namun setelah tua
berwarna putih kekuning-kuningan dan kering. Buah yang masih muda mudah
dipatahkan akan tetapi setelah tua menjadi liat karena banyak seratnya dan
menjadi lemas kering (Sunarjono,2016).
Dalam sistematis (taksonomi) tumbuhan, tanaman kacang panjang di
klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Fabales
Famili : Papilionaceae
Genus : Vigna
Spesies : Vigna unguiculata (L.) Walp.
(Herbarium Medanense,2017).
Gambar 1. Kacang Panjang (dokumentasi pribadi).
5
2.1.1 Nilai Kandungan Gizi Kacang Panjang
Menurut Haryanto (1995), kacang panjang penting sebagai sumber vitamin
dan mineral. Sayuran ini banyak mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin
C terutama pada polong muda. Bijinya banyak mengandung protein, lemak dan
karbohidrat. Dengan demikian kacang panjang merupakan salah satu sumber
protein nabati yang cukup potensial. Pada tabel berikut di uraikan kandungan gizi
pada polong, biji, dan daun kacang panjang.
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Kacang Panjang Per 100 gr Bahan.
Jenis Zat Gizi Polong
Kalori 44,00
Karbohidrat (g) 7,80
Lemak (g) 0,30
Protein (g) 2,70
Kalsium (mg) 49,00
Fosfor (mg) 347,00
Besi (mg) 0,70
Vitamin A 335,00
Vitamin B 0,13
Vitamin C 21,00
Air (g) 88,50
Sumber : Daftar komposisi bahan makanan (Haryanto dkk., 1995).
Tabel 2. Senyawa Bioaktif Kacang Panjang Per 100 gr Bahan.
Senyawa Bioaktif Basis Kering Basis Basah
Antioksidan (mg) 25,11 2,31
Total fenol mg TAE/100 g 204,10 ± 0,02 18,78 ± 0,02
Sumber : Mandarini (2014)
2.2 Pengolahan Kacang Panjang
2.2.1 Blansing
Blansing merupakan suatu proses pemanasan pendahuluan atau proses
pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dari 100°C selama
beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Proses blansing
termasuk ke dalam porses termal yang umumnya membutuhkan suhu berkisar 75 -
95°C selama 10 menit. Tujuan utama dari proses blansing adalah menginaktifan
6
enzim diantaranya yaitu enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari
mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini yang
paling tahan terhadap suhu tinggi atau panas. Blansing biasanya diteraokan pada
sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di
dalam pengalengan sayur-sayuran dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan
enzim, tujuan blansing yaitu :
1. Membersihkan bahan-bahan dari kotoran serta mengurangi jumlah mikroba
pada bahan.
2. Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman,
sehingga mengurangi resiko terjadinya pengkaratan kaleng serta memperoleh
keadaan vakum yang baik dalam “headspace” kaleng.
3. Melayukan atau melunakkan jaringan pada tanaman atau bahan, agar
mempermudah proses pengisian bahan kedalam wadah.
4. Menghilangkan bau serta flavor yang tidak dikehendaki.
5. Menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran.
6. Memperbaiki warna produk serta memantapkan warna hijau sayur-sayuran.
Cara melakukan proses blansing adalah dengan merendam bahan dalam air
panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam
blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air
mendidih. Sayur-sayuran atau buah-buahan yang akan diblansing dimasukkan
terlebih dahulu kedalam keranjang kawat, lalu dimasukkan ke dalam panci dengan
suhu berkisar antara 82 – 83°C dengan waktu antara 3 – 5 menit. Setelah dirasa
proses blansing sudah cukup waktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari
dalam panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air. Proses pengukusan tidak
7
dianjurkan untuk digunakan pada sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan
menjadi kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang
kawat, kemudian dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air mendidih.
Dandang ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara perebusan.
Secara garis besar metode blansing yang sering sekali diterapkan ada 2 (dua),
yaitu blansing dengan air panas (rebus), dan blansing dengan uap panas (kukus).
1. Blansing dengan air panas (Hot Water Blanching)
Metode blansing dengan menggunakan air panas ini hampir sama dengan proses
perebusan. Metode ini cukup efisien, namun memiliki kekurangan yaitu
diantaranya adalah kehilangan komponen bahan pangan yang mudah larut dalam
air serta bahan yang tidak tahan panas.
2. Blansing dengan uap air panas (Steam Blanching)
Blansing dengan menggunakan metode ini paling sering diterapkan. Metode ini
mengurangi kehilangan komponen bahan pangan yang tidak tahan panas.
2.2.2 Pengeringan
Metode pengeringan mempunyai pengertian yaitu aplikasi proses
pemanasan melalui kondisi yang teratur, sehingga dapat menghilangkan sebagian
besar jumlah kandungan air dalam suatu bahan dengan cara diuapkan.
Penghilangan jumlah kandungan air dalam suatu bahan dengan cara pengeringan
mempunyai satuan operasi yang berbeda dengan dehidrasi. Dehidrasi akan
menurunkan aktivitas air (Aw) yang terkandung dalam bahan pangan dengan cara
mengeluarkan atau menghilangkan jumlah kandungan air dalam jumlah lebih
banyak, sehingga umur simpan dari bahan pangan menjadi lebih panjang atau
lebih lama (Muarif, 2013).
8
Pengeringan didefinisikan sebagai suatu metode untuk menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan hingga tingkat kadar air yang setara dengan nilai
aktivitas air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologi. (Herudiyanto,2008).
Pada pengeringan terdapat 2 (dua) proses, yaitu:
1. Proses pemindahan panas untuk menguapkan cairan pada bahan pangan
dengan bantuan udara pengering.
2. Proses pemindahan massa, dimana air atau uap air bahan pangan, berpindah
dari dalam bahan ke permukaan, selanjutnya dari permukaan dialirkan ke udara
pengering.
Menurut (Rosyid, 2013) terdapat beberapa metode pengeringan yaitu:
A. Pengeringan secara langsung di bawah sinar matahari (Sun Drying)
Pengeringan dengan menggunakan metode ini dilakukan pada tanaman yang tidak
sensitive terhadap cahaya matahari. Pengeringan terhadap sinar matahari biasanya
digunakan pada bagian tumbuhan yang tidak terlalu banyak memiliki kandungan
air seperti daun, korteks, biji, serta akar. Bagian tanaman yang mengandung
flavonoid, kuinon, kurkuminoid, karotenoid, serta beberapa alkaloid yang cukup
mudah terpengaruh cahaya pada umumnya tidak boleh dijemur di bawah sinar
matahari atau terkena cahaya matahari secara langsung. Produk simplisia dijemur
terlebih dahulu untuk mengurangi sebagian besar jumlah kandungan air pada
bahan, kemudian simplisia dikeringkan dengan menggunakan panas atau di
gantung di dalam ruangan. Pengeringan dengan menggunakan bantuan sinar
matahari secara langsung memiliki keuntungan yaitu ekonomis. Namun lama
pengeringan sangat bergantung pada kondisi cuaca dan cahaya matahari.
Pengeringan menggunakan matahari secara langsung membutuhkan waktu selama
9
3 sampai 4 hari dengan suhu 100°F untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal
panaskan kembali menggunakan oven dengan suhu 175°F selama 10-15 menit.
Hasil penelitian dari Wahyuni (2014) mengenai metode pengering sinar
matahari secara langsung dan pengeringan menggunakan sirkulasi udara pada
simplisia herba sambiloto yaitu pengeringan dengan menggunakan oven
menghasilkan karakteristik mutu simplisia yang lebih baik yaitu dengan nilai susut
pengeringan 9,1147%, kadar abu total 9,3339%, kadar abu tidak larut asam 0,7768%,
kadar sari larut air 19,3226% dan kadar sari larut etanol 17,5160%.
B. Pengeringan Cabinet Drying
Pengering cabinet dryer merupakan alat pengering yang menggunakan
udara panas didalam ruang tertutup (chamber). Alat ini mempunyai dua tipe
yaitu tray dryer dan vacuum dryer. Vacuum dryer menggunakan pompa dalam
penghembusan udara, sedangkan pada tray dryer tidak menggunakan pompa
disebut juga pengering rak atau pengering cabinet yang dapat digunakan untuk
mengeringkan padatan bergumpal atau pasta, yang diletakkan pada baki logam.
Cara pengeringan jenis baki atau menggunakan wadah adalah dengan meletakkan
material atau bahan yang akan dikeringkan pada baki yang akan langsung
terhubung dengan media pengering. Pengeringan menggunakan cabinet dryer
membutuhkan waktu 24 jam dengan suhu berkisar antara 45-60°C
Alat tipe ini sistem pengeringannya dengan menggunakan uap air panas atau
udara panas yang dialirkan pada bahan. Uap air panas memiliki sifat pindah panas
yang lebih unggul dibandingkan pada udara dengan suhu yang sama. Karena tidak
adanya tahanan terhadap difusi uap air dalam uap itu sendiri, laju pengeringan
pada periode laju konstan hanya tergantung pada laju pindah panas. Pada
10
prinsipnya, setiap proses pengeringan langsung atau tak langsung (kombinasi
konduksi dan konveksi) dapat dioperasikan sebagai pengering uap air panas.
Prinsip kerja alat ini yaitu pemanasan secara konduksi (penghantaran panas) atau
konveksi (pengaliran panas) yang bertujuan mengurangi kandungan air pada
bahan pangan dan berbentuk solid. Salah satunya adalah cabinet dryer.
Pada cabinet dryer, pemanasan dilakukan secara konveksi dan konduksi. Secara
konveksi, digunakan aliran udara kering yang akan mengalir secara alami. Secara
konduksi, digunakan sejumlah tray (wadah penapung bahan) secara bertingkat.
Sistem pengering ini dengan menggunakan udara pengering sebagai medium
pemanasan bahan. Bahan bakar yang digunakan yaitu minyak tanah (kerosin) dan
kayu bakar. Komponen-komponen yang akan menyusun cabinet dryer tersebut,
akan disesuaikan dengan kapasitas bahan yang masuk dan juga diperhitungkan
efisiensi dari system pengering tersebut.
C. Pengeringan Microwave
Pada alat microwave dan pemanas frekuensi radio, gelombang
elektromagnetik yang digunakan sebagai media pemanasan produk pangan.
Frekuensi itu terbagi 2, yaitu 915 dan 2,450 MHz untuk frekuensi pada
microwave, sedangkan 13.56, 27.12, dan 40.68 MHz untuk frekuensi radio.
Secara singkat, mekanismenya yaitu panas yang dihasilkan dari dielektrik dan
ionik. Pemanas dielektrik akan menggerakkan molekul air dalam bahan pangan
yang kemudian akan memicu pergerakan dari ion-ion dalam bahan pangan
sehingga akan menghasilkan panas. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh
pergerakan medan elektrik dari alat tersebut. Kelebihan yang sangat nyata dari
microwave ini dibanding dengan metode konvensional yaitu memiliki keefisienan
11
waktu (lebih cepat), mudah dikontrol, serta hemat energy. Gelombang mikro
merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki frekuensi super tinggi
(Super High Frequency, SHF), yaitu di atas 3 GHz (3×109 Hz). Pengeringan
menggunakan microwave dengan tegangan 80 Watt dilakukan antara 60 menit
sampai 90 menit.
Banyak kelebihan atau keuntungan yang dimiliki microwave dalam
pengeringan, metode pengeringan konvensional, panas harus dikontrol dan
dikondisikan sesuai dengan jenis bahan pangan. Panas tersebut menguapkan
kandungan air bagian dalam bahan dan kemudian air akan menguap kepermukaan
dan kemudian air akan menguap keluar hal ini membutuhkan waktu yang sangat
lama. Dengan menggunakan pemanas microwave, frekuensi dari alat pemanas ini
langsung menuju ke polar system, yaitu air. Sehingga mampu dengan cepat
menggerakkan kandungan air menuju ke permukaan dengan panas yang
dihasilkan. Selain itu, metode pemanas microwave ini juga melindungi dari proses
pengerasan pada bahan pangan serta reaksi browning.
2.3 Senyawa Bioaktif
2.3.1 Flavonoid Kacang Panjang
Flavonoid merupakan suatu golongan dari metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tanaman yang termasuk dalam kelompok besar polifenol.
Senyawa ini terdapat pada semua bagian tanaman termasuk daun, akar, kayu,
kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji. Flavonoid memiliki peran penting
dalam penentuan dari warna rasa, bau, dan kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan
umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu (Ritonga dkk, 2013).
Flavonoid adalah senyawa polifenol yang bersifat kimia senyawa fenol yaitu agak
asam dan larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi (gugus
12
hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut pada pelarut polar seperti
metanol, etanol, aseton air, butanol, dimetil sulfoksida, dan dimetil formamida.
Disamping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat dalam gugus flavonoid
sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air (Fauziah,
2008).
Flavonoid mempunyai kemampuan Senyawa flavonoid pada tanaman
mempunyai beraneka macam fungsi seperti menarik serangga yang akan
membantu proses penyerbukan, membantu proses fotosintesis, melindungi
struktur sel, dan meningkatkan efektivitas vitamin c (Indriani dkk, 2006).
Flavonoid mempinyai kemampuan sebagai antioksidan yang mampu mentransfer
sebuah elektron atau sebuah hidrogen ke senyawa radikal bebas dengan
menghentikan tahap awal reaksi. Oleh karena itu, flavonoid dapat menghambat
peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dengan
menghambat beberapa enzim (Latifah, 2015). Kemampuan antioksidan flavonoid
dapat dipengaruhi dari beberapa faktor salah satunya yaitu gugus fungsional yang
berikatan pada strukturutamanya. Suatu hasil penelitian yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa aktivitas penangkapan radikal yang diuji pada pada
flavonoid berhubungan dengan jumlah dan posisi ikatan gugus hidroksil dalam
molekul (Ammar et al., 2009). Berdasarkan hasil penelitian Anwar (2016) pada
sampel buah mengkudu menunjukkan bahwa kadar total flavonoid ekstrak etanol
buah mengkudu sebesar 5,69+0,21 mg ekivalen rutin (RE)/g ekstrak, dan IC50
ekstrak etanol buah mengkudu sebesar 104,73+4,56 μg/mL.
Menurut Ritonga dkk (2013), Flavonoid memiliki kelarutan antara lain:
13
1. Flavonoid polimetil atau polimetoksi larut dalam heksan, petroleum eter (PE),
kloroform, eter, etil asetat, dan etanol. Contoh: sinersetin (non polar).
2. Aglikon flavonoid polihidroksi tidak larut dalam heksan, PE dan kloroform;
larut dalam eter, etil asetat dan etanol, dan sedikit larut dalam air. Contoh:
kuersetin (semipolar).
3. Glikosida flavonoid tidak larut dalam heksan, PE, kloroform, eter, sedikit larut
dalam etil asetat dan etanol, serta sangat larut dalam air.
Gambar 2 Struktur Flavonoid
2.3.2 Fenol Kacang Panjang
Senyawa fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan yang
memiliki ciri yang sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua
gugus hidroksil. Senyawa fenol yang sering ditemukan yaitu senyawa flavonoid
dan glikosidanya (katekin, proantosianin, antioksidan, dan flavonol) dan tanin
yang merupakan senyawa fenol yang kompleks dengan berat molekul yang tinggi
(Johnson, 2001). Menurut Mandarini (2014), yang menyatakan bahwa setiap 100
g kacang panjang mengandung total fenol sebesar 204.10±0.02 mg (basis kering)
atau 18.78±0.02 mg (basis basah).
Fenolik (C6H6OH) adalah senyawa organik yang memiliki satu atau lebih
gugus hidroksil yang terikat pada cincin benzena. Senyawa fenol mempunyai
beberapa nama lain seperti asam karbolik, fenat monohidroksi benzena, asam
14
fenat, asam fenilat, fenil hidroksida, oksibenzena, benzenol, monofenol, fenil
hidrat, fenilat alkohol, dan fenol alkohol (Nair et al, 2008). Sementara, polifenol
merupakan bagian dari senyawa fenolik yang memiliki lebih dari satu senyawa
gugus fenol. Banyaknya variasi dari gugus yang tersubtitusi pada kerangka utama
fenol menjadikan kelompok fenol mempunyai lebih dari 8000 jenis senyawa
(Marinova et al 2005). Hasil penelitian dari Adawiah (2015) pada sampel sari
buah namnam dan sari buah namnam-jahe menyatakan bahwa sari buah namnam-
jahe memiliki potensi sebagai minuman fungsional, karena pada sari buah
namnam-jahe memiliki kandungan senyawa fenolik dan flavonoid yang tinggi
karena adanya penamban ekstrak jahe yang kaya akan antioksidan akan tetapi
kandungan vitamin C pada sari buah namnam lebih tinggi dibandingkan dengan
sari buah namnam-jahe karena sudah melewati proses pasteurisasi yang
menyebabkan kerusakan kandungan vitamin C.
Fenolik atau polifenolik merupakan kelompok metabolit sekunder pada
tanaman yang memiliki potensi sebagai antioksidan, bakterisidal, antiseptik dan
lain-lain (Ramle dkk, 2008). Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari
ikatan gugus hidrogen pada cincin aromatik, posisi ikatan pada suatu struktur
senyawa fenol, serta kemampuannya dalam memberikan donor hidrogen atau
elektron pada radikal bebas dan mampu mengkelat ion besi (Puspitasari, 2016).
Beberapa senyawa fenolik yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah
kumarin, saponin, dan flavonoid. (Rizki dkk, 2015). Fenol bersifat lebih asam bila
dibandingkan dengan alkohol, tetapi lebih basa daripada asam karbonat karena
fenol dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Lepasnya ion H+
menjadikan anion fenoksida C6H5O-
dapat melarut dalam air. Fenol mempunyai
15
titik leleh 41°C dan titik didih 181°C. Fenol memiliki kelarutan yang terbatas
dalam air yaitu 8,3 gram/100 mL (Fessenden, 1992).
Gambar 3 Struktur Fenol
2.4 Stabilitas Antioksidan Kacang Panjang
Antioksidan merupakan suatu substansi yang pada konsentrasi kecil
secarasignifikan mampu menghambat atau mencegah oksidasi pada substrat yang
disebabkan oleh radikal bebas (Isnindar dkk, 2011). Antioksidan dibutuhkan
untuk menunda atau menghambat reaksi oksidasi radikal bebas atau menetralkan
dan menghancurkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan
biomolekul seperti DNA, protein, dan lipoprotein di dalam tubuh yang akhirnya
dapat memicu terjadinya penyakit dan penyakit degeneratif (Alfira, 2014).
Senyawa fitokimia merupakan zat alami yang terdapat dalam tanaman yang
memberikan cita rasa, aroma, dan warna yang khas pada tanaman tersebut.
Beberapa khasiat senyawa fitokimia tersebut berfungsi sebagai antioksidan,
meningkatkan system kekebalan, mengatur tekanan darah, menurunkan kolesterol,
serta mengatur kadar gula darah (Kesuma, 2015). Secara kimia senyawa
antioksidan adalah senyawa pemberi electron (electron donor). Secara biologis,
pengertian antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau meredam
dampak negative oksidan.
16
Antioksidan bekerja dengan caramen donorkan satu elektronnya kepada
senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat
di hambat (Winarti, 2010). Penelitian dari Tristantini (2016) yang meneliti tentang
aktivitas antioksidan dari ekstrak daun Mimusops elengi Lyang memiliki aktivitas
antioksidan tertinggi atau bernilai IC50 terendah adalah daun Mimusops elengi L
yang di ekstraksi dengan variasi waktu 45 menit yaitu sebesar 10,6. Menurut
Mandarini (2014) yang menyatakan bahwa yaitu setiap 100 g kacang panjang
mampu meredam radikal bebas DPPH setara dengan kemampuan vitamin C
sebanyak 25.11 mg (basis kering) atau 2.31 mg (basis basah). Kacang panjang
memiliki kekuatan meredam radikal bebas terbesar, yaitu setiap 100 g kacang
panjang mampu meredam radikal bebas DPPH sebanyak 1816.48 mg (basis
kering) atau 167.17 mg (basis basah).
Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan
reaksi berantai radikal bebas dari lemak yang teroksidasi terdiri atas empat tahap
(Rita et al, 2009), yaitu:
1. Pelepasan hidrogen dari antioksidan
2. Pelepasan elektron dari antioksidan
3. Adisi lemak (molekul teroksidasi) ke dalam cincin aromatik antioksidan
4. Pembentukan senyawa kompleks antara lemak (molekul teroksidasi) dan
cincin aromatik antioksida.
2.4.1 Stabilitas Terhadap Pengolahan
Pemasakan dengan melibatkan panas merupakan salah satu proses
pengolahan pangan yang banyak dilakukan baik pada skala rumah tangga atau
skala industri. Beberapa cara pemasakan yang umum dilakukan adalah
perebusan, pengukusan dan penumisan. Perebusan adalah proses pemasakan
17
dalam air mendidih sekitar 100⁰C, dimana air sebagai media penghantar panas.
Pengukusan merupakan proses pemasakan dengan medium uap air panas yang
dihasilkan oleh air mendidih, sedangkan penumisan merupakan proses pemasakan
dengan menggunakan sedikit minyak dan air (Williams, 1979). Menurut Mulyati
(1994), walaupun antioksidan terdapat pada bahan pangan secara alami, tetapi jika
bahan tersebut dimasak, maka kandungannya akan berkurang akibat terjadinya
degradasi kimia dan fisik. Antioksidan alami mempunyai struktur kimia dan
stabilitas berbedabeda misalnya, α-tokoferol cukup tahan terhadap panas,
kehilangan selama proses pengolahan sebagian besar disebabkan oleh proses
oksidasi.
top related