bab ii tinjauan pustaka 2.1 pewarna definisi dan macam …eprints.umm.ac.id/41260/3/bab ii.pdfbab ii...
Post on 10-Jun-2019
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pewarna
2.1.1 Definisi dan Macam Pewarna
Pewarna banyak dijumpai dan digunakan untuk berbagai jenis makanan,
terutama berbagai produk jajan pasar dan berbagai makanan olahan yang dibuat
oleh industri kecil, industri rumah tangga dan industri besar (Yuliarti, 2007).
Pewarna merupakan zat warna atau bahan lain yang dibuat dengan cara sintetis atau
cara kimiawi lain, atau bahan alami dari tanaman, hewan, mineral atau sumber
lainnya yang diekstrak, diisolasi atau terbuat dari ekstrak atau isolat dengan atau
tanpa perubahan identitas yang bila ditambahkan atau digunakan ke bahan
makanan, obat, kosmetik, atau ke bagian tubuh (bisa sendiri atau karena reaksi
dengan bahan lain) menjadi bagian dari warna dari bahan tersebut
(Tranggono,1990). Zat pewarna terbagi menjadi dua yaitu pewarna alami dan
pewarna buatan.
2.1.1.1 Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang bersumber dari tanaman dan hewan yang
digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami turut ikut
menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), bumbu
(kunyit dan paprika) dan pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya. Dewasa ini,
banyak konsumen yang menginginkan bahan alami masuk dalam daftar diet
mereka. Banyak pewarna olahan yang sebelumnya menggunakan pewarna sintetis
11
berpindah ke pewarna alami (Cahyadi, 2006). Contoh pewarna alami yang
umumnya digunakan untuk pewarna menurut Saparinto (2006) tersaji dalam tabel
berikut:
Tabel 2.1 Pewarna Alami
No. Nama Pewarna Warna yang dihasilkan Sumber Warna
1. Karoten Jingga-Merah Wortel, Pepaya dan
lain-lain
2. Biksin Kuning seperti mentega Biji pohon Bixa
orellana
3. Karamel Coklat gelap Hidrolisis (pemecahan)
karbohidrat, gula pasir,
laktosa, dan sirup malt
4. Klorofil Hijau Daun Suji, Daun
Pandan dan dedaunan
yang berwarna hijau
5. Antosianin Merah, Jingga, Ungu dan Biru Bunga dan buah-
buahan seperti Bunga
Mawar, Pacar Air,
Kembang Sepatu,
Bunga Tasbih atau
Kana, Krisan,
Pelargonium, Aster
Cina, dan Buah Apel,
Ceri, Anggur, Stroberi,
Buah Manggis, Bunga
Telang, Bunga
Belimbing, Sayur serta
Ubi Jalar
6. Kurkumin Kuning Kunyit
(Sumber: Saparinto, 2006)
2.1.1.2 Pewarna Buatan (Sintetis)
Pewarna buatan atau pewarna sintetis merupakan bahan kimia yang dengan
sengaja ditambahkan pada makanan untuk memberikan tambahan warna yang
diinginkan karena warna semula hilang selama proses pengolahan atau karena
seseorang menginginkan adanya warna tertentu. Warna dari suatu produk makanan
maupun minuman merupakan salah satu ciri yang penting. Warna juga turut
mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh sebab itu, warna menimbulkan banyak
pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman
12
(Susanti, 2016). Pengelompokan pewarna sintetis yang dilarang diatur dalam
Permenkes RI No. 239/Men.Kes/Per/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya dan pewarna sintetis yang diizinkan diatur dalam
Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan. Pewarna
tersebut disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Daftar Pewarna yang Dilarang di Indonesia
No. Bahan Pewarna No. Indeks Warna
1. Auramine (C.I Basic Yellow 2) 41000
2. Alkanet 75520
3. Butter Yellow (C.I. Solvent Yellow 2) 11020
4. Black 7984 (Food Brown 7) 27755
5. Burn Unber (Pigmen Brown 7) 77491
6. Chrysoidine (C.I. Basic Orange 2) 11270
7. Chrysoine S (C.I. Food Yellow 8) 14270
8. Citrus Red No. 2 12156
9. Chocolate Brown FB (Food Brown 2) -
10. Fast Red E (C.I. Food Red 4) 16045
11. Fast Yellow AB (C.I. Food Yellow 2) 13015
12. Guinea Green B (C.I. Acid Green No. 3) 42085
13. Indanthrene Blue RS (C.I. Food Blue) 69800
14. Magenta (C.I. Basic Violet 14) 42510
15. Methanil Yellow (Ext. D&C Yellow No.1) 13065
16. Oil Orange SS (C.I. Solvent Orange 2) 12100
17. Oil Orange XO (C.I. Solvent Orange 7) 12140
18. Oil Orange AB (C.I. Solvent Orange 5) 11380
19. Oil Orange OB (C.I. Solvent Orange 6) 11390
20. Orange G (C.I. Food Orange 4) 16230
21. Orange CGN (C.I. Food Orange 2) 15980
22. Orange RN (Food Orange 1) 15970
23. Orchid and Orchein -
24. Ponceau 3R (Acid Red 6) 16155
25. Ponceau SX (C.I. Food Red 1) 14700
26. Ponceau 6R (C.I. Food Red 8) 16290
27. Rhodamin B (C.I. Food Red 15) 45170
28. Sudan I (C.I. Solvent Yellow 14) 12055
29. Scarlet GN (Food Red 2) 14815
30. Violet 6B 42620
(Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/Men.Kes/Per/85)
Tabel 2.3 Daftar Pewarna yang Diizinkan di Indonesia
No. Bahan Pewarna No. Indeks Warna INS
1. Tatrazin 19140 102
2. Kuning Kuinolin 47005 104
3. Kuning FCF. 15985 110
4. Karmoisin 14720 122
5. Ponceau 16255 124
13
6. Eritrosin 45430 127
7. Merah allura 16035 129
8. Indigotin 73015 132
9. Biru Berlian 42090 133
10. Hijau FCF 42053 143
11. Coklat HT 20285 155
(Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012)
2.1.2 Fungsi Pewarna
Fungsi pewarna yaitu untuk mempertajam atau meyeragamkan warna bahan
makanan yang mengalami perubahan pada saat proses pengolahan. Pada buah,
pemberian pewarna memiliki tujuan untuk menyeragamkan penampilan
(Saparinto,2006). Syah dalam Batama (2015) menambahkan bahwa beberapa
tujuan utama penambahan zat pewarna dalam makanan yaitu:
1. Menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara dan temperatur yang
ekstrim akibat pengolahan dan penyimpanan;
2. Memperbaiki variasi alami warna;
3. Membuat identitas produk pangan;
4. Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menarik;
5. Untuk menjaga rasa dan vitamin produk simpan yang mungkin akan terpengaruh
sinar matahari.
2.1.3 Dampak Penggunaan Pewarna
Pemakaian zat pewarna sintetis dalam makanan dan minuman mempunyai
dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat makanan
menjadi lebih menarik, meratakan warna makanan dan mengembalikkan warna
bahan dasar yang telah hilang selama pengolahan. Disamping dampak positif
penggunaan zat pewarna sintetis, ternyata zat pewarna sintetis juga dapat
menimbulkan hal hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak
Tabel 2.3 Lanjutan
14
negatif bagi kesehatan konsumen. Menurut Cahyadi (2006), hal-hal yang mungkin
memberikan dampak negatif tersebut yaitu apabila:
1. Bahan pewarna sintetis yang digunakan adalah zat pewarna yang dilarang
penggunaanya dalam makanan;
2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jumlah kecil namun berulang;
3. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang cukup lama;
4. Kelompok masyarakat yang luas dengan daya tahan tubuh yang berbeda-beda
yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-
hari dan keadaan fisik;
5. Penggunaan bahan pewarna sintetis yang melebihi batas maksimal penggunaan;
6. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak
memenuhi persyaratan.
Banyak penelitian-penelitian terdahulu mendapatkan hasil bahwa pewarna
sintetis yang resmi dilarang penggunaannya oleh pemerintah bersifat karsinogenik
(pemicu kanker). Beberapa dampak negatif yang dapat disebabkan oleh
penggunaan zat pewarna terutama zat pewarna sintetis yang dilarang
penggunaannya di Indonesia menurut Rohmawati (2014) yaitu:
1. Rhodamin B dan Methanil Yellow dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pencernaan jika terhirup langsung. Apabila dikonsumsi akan menimbulkan
reaksi keracunan;
2. Ponceau 4R dapat menyebabkan hiperaktivitas terhadap anak;
3. Tatrazine (E102 atau Yellow 5) dapat menyebabkan efek hipersensitif seperti
kelelahan, pandangan kabur, peningkatan sekresi nasofaringal, perasaan sesak
15
nafas, jantung berdebar, gatal yang hebat, bengkak atau bilur dibawah kulit,
(ruam kulit), rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis
sistemik (shock);
4. Biru Berlian dapat menginhibisi pertumbuhan neurit dan bertindak secara
sinergis dengan asam L-glutamat, membuat potensial pada neurotoksisitas. Hal
ini tentu mengkhawatirkan untuk janin dan bayi dibawah enam bulan karena otak
belum sepenuhnya berkembang.
2.2 Methanil Yellow
2.2.1 Definisi Methanil Yellow
Methanil Yellow merupakan zat pewarna sintetis kuning yang digunakan
pada industri cat dan tekstil. Pewarna sintetis ini sangat berbahaya apabila terhirup,
terkena kulit dan mata maupun tertelan (Wijaya, 2011). Menurut Wirasto (2008)
dalam Pratiwi (2013), Methanil Yellow merupakan pewarna sintetis yang dibuat
dari asam metanilat dan fenilamin. Kedua bahan ini bersifat toksik. Methanil
Yellow merupakan pewarna tekstil yang cukup sering disalahgunakan sebagai
pewarna makanan, pewarna tersebut bersifat sangat stabil. Methanil Yellow biasa
digunakan untuk mewarnai wol, nilon, kulit, kertas, cat alumunium, detergen, kayu,
bulu dan kosmetik.
2.2.2 Penyalahgunaan Methanil Yellow
Methanil Yellow termasuk kedalam jenis pewarna sintetis berbahaya
menurut Permenkes RI No. 239/Men.Kes/Per/85 tentang zat warna tertentu yang
dinyatakan sebagai bahan berbahaya, sehingga kandungan pewarna Methanil
16
Yellow dalam makanan dan minuman harus negatif. Penyalahgunaan Methanil
Yellow sebagai zat pewarna dalam makanan disebabkan oleh ketidaktahuan
masyarakat mengenai zat pewarna untuk makanan dan minuman atau disebabkan
karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa
tersebut untuk bahan pangan dan harga zat pewarna untuk industri relatif jauh lebih
murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk makanan. Zat warna untuk
tekstil tersebut memiliki warna yang lebih cerah dan praktis digunakan serta
tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan masyarakat
tingkat bawah dapat membelinya. Zat warna Methanil Yellow memiliki beberapa
kelebihan diantaranya yaitu dapat menghasilkan warna yang lebih kuat, lebih
seragam dan lebih stabil. Warna yang dihasilkan dari pewarna ini akan tetap cerah
meskipun telah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Selain itu,
penggunaannya cukup efisien karena pemakaian dalam jumlah sedikit sudah
memberikan warna yang cukup signifikan. Akan tetapi apabila pewarna tersebut
terkontaminasi logam berat, makanan dan minuman akan menjadi sangat berbahaya
(Susilo, 2015).
2.2.3 Metabolisme Methanil Yellow didalam Tubuh Manusia
Methanil Yellow merupakan salah satu zat warna azo yang dilarang
digunakan dalam pangan. Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus
azo (-N=N) yang berikatan dengan gugus aromatik. Zat warna azo yang masuk ke
dalam sistem pencernaan akan diabsorpsi dan direduksi oleh mikroorganisme yang
berada di dalam saluran cerna pada kondisi anaerobik. Ikatan azo yang direduksi
ini menghasilkan produk antara (intermediat) yaitu turunan amino azo benzen yang
17
diduga bersifat karsinogen. Jadi efek toksik dari metanil yellow bukan disebabkan
oleh pewarna itu sendiri melainkan akibat adanya degradasi pewarna yang
bersangkutan. Dari saluran pencernaan, senyawa tersebut akan dibawa langsung ke
hati melalui vena porta atau melalui sistem limfatik ke vena kava superior. Saat di
hati, senyawa tersebut dimetabolisme dan atau dikonjugasi (Susilo, 2015). Didalam
hati terjadi proses detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Salah satu yang
menyebabkan kerusakan hati adalah masuknya suatu bahan kimia yang tidak dapat
dimetabolisme dan detoksifikasi oleh hati. Hati akan mengalami perubahan struktur
ketika bereaksi dengan bahan tersebut. Perubahan tersebut adalah proses
peradangan, fibrosis, dan degenerasi. Perubahan struktur dari hati akan
menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati (Yudha, 2014). Setelah dari hati,
senyawa-senyawa tersebut akan ditransportasikan ke ginjal untuk diekskresikan
bersama urin. Senyawa-senyawa tersebut dibawa dalam aliran darah sebagai
molekul yang tersebar dan larut dalam plasma, sebagai molekul yang terikat
reversibel dengan protein dan konstituen lain dalam serum, maupun sebagai
molekul bebas atau terikat yang tidak mengandung eritrosit dan unsur-unsur lain
dalam pembentukan darah. Zat warna yang dimetabolisme dan atau dikonjugasi
dihati, beberapa ada yang melanjut ke empedu memasuki jalur sirkulasi
enterohepatik. Zat warna azo yang larut dalam air akan diekskresi secara kuantitatif
melalui empedu, sedangkan yang larut dalam lemak akan diabsorpsi sempurna
dalam usus dan dimetabolisme dalam hati oleh enzim azo-reduktase membentuk
amin primer yang sesuai (Susilo, 2015).
18
Casarett (2003) memaparkan bahwa kanker pada umumnya banyak terjadi
akibat pajanan zat-zat kimia didalam tubuh yang melebihi ambang batas dan masuk
ke dalam tubuh manusia dalam jumlah yang besar atau dalam jumlah kecil secara
terus menerus. Tiap-tiap zat kimia tersebut memiliki target organnya masing-
masing yang menyebabkan kerusakan pada organ atau jaringan yang diserangnya.
Secara singkat kanker terjadi melalui tiga tahap yaitu tahap inisiasi, promosi, dan
progresi. Tiap-tiap tahap ini menentukan perkembangan kanker di dalam tubuh
manusia.
1. Inisiasi
Inisiasi adalah kondisi awal yang memungkinkan terjadinya perkembangan
kanker di dalam tubuh. Suatu sel dapat rentan menjadi kanker ketika dirangsang
oleh zat kimia karsinogen yang menempel pada reseptor sel. Zat kimia yang
menempel pada reseptor ini kemudian akan berinteraksi dengan DNA dan
mengakibatkan perubahan-perubahan struktur DNA atau mutasi. Zat kimia juga
mengakibatkan gangguan pada sel khusus yang berperan dalam menekan
pertumbuhan kanker dalam tubuh yaitu protooncogene dan tumor suppressor gene.
Protooncogene adalah bentuk tidak aktif dari oncogene yang berperan dalam
memicu perkembangan sel kanker, sedangkan tumor suppressor gene adalah gen
yang berperan dalam menekan perkembangan sel-sel tumor. Pada proses inisiasi,
pajanan zat kimia akan mengaktifkan protooncogene menjadi oncogene dan
menonaktifkan tumor suppressor gene. Sel-sel yang telah terinisiasi ini akan
menjadi sangat rentan dan berpotensi menjadi kanker. Namun, sel inisiasi tidak
akan berkembang tanpa adanya pemicu dari agen-agen promotor di dalam tubuh.
19
2. Promosi
Sel-sel terinisiasi di dalam tubuh merupakan sel yang sangat rentan terhadap
gangguan. Sel terinisiasi dapat menjadi kanker apabila berinteraksi dengan agen
promotor di dalam tubuh seperti hormon polypetida, hidrokarbon halogen,
tingginya konsumsi kalori, dan keberadaan xenobiotic didalam tubuh seperti
Sakarin, phorbol asetat, fenobarbital, butyl hidroksitoluen, estradiol, dan nafenopin.
Namun, perkembangan sel inisiasi menjadi kanker dapat menghilang dengan
sendirinya apabila diikuti dengan berkurangnya pajanan agen-agen promotor
tersebut di dalam tubuh melalui proses metabolisme. Sel inisiasi dapat menjadi
kanker apabila terjadi interaksi secara terus menerus oleh agen promotor. Jadi
proses promosi ini sangat tergantung kapada faktor fisiologis, seperti umur, pola
makan, dan faktor hormone di dalam tubuh (Individual Susceptibility). Agen
promotor tidak berikatan secara langsung dengan DNA pada sel inisiasi. Agen
promotor biasanya berikatan dengan reseptor permukaan sel. Pada ikatan ini akan
merangsang pengeluaran enzim kinase yang berperan dalam fosforilasi dan aktivasi
transkripsi tumor suppressor gene seperti CREB, Myc, dan E2F. Proses regulasi
transkripsi DNA sangat tergantung kepada reseptor sitoplasma bersama ligan. Pada
proses resptor sitoplasma biasanya meliputi interaksi protein, fosforilasi, dan proses
perubahan transkripsi DNA melalui interaksi transkripsi faktor. Pada kasus ini,
pada sel yang telah terinisiasi banyak agen promotor yang menyebabkan gangguan
pada proses sinyal-sinyal transkripsi DNA. Gangguan sinyal ini kemudian akan
menyebabkan gangguan transkripsi DNA dan pembelahan sel yang tidak terkontrol.
20
3. Progresi
Pada proses ini, terjadi perkembangan neoplasma yang ditandai dengan
pertumbuhan sel secara drastis, invasi sel-sel baru, metastatis, respon hormonal, dan
perubahan morfologi secara independen.
2.2.4 Bahaya Methanil Yellow bagi Tubuh Manusia
Pewarna Methanil Yellow merupakan tumor promoting agent, bersifat
karsinogenik dan dapat menyebabkan kerusakan hati. Pewarna kuning methanil
sangat berbahaya apabila terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan.
Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernapasan, iritasi pada kulit,
iritasi pada mata serta bahaya kanker pada kandung dan saluran kemih. Apabila
tertelan dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, mual, muntah, sakit
perut, diare, demam, lemah dan tekanan darah rendah (Susilo, 2015)
Penelitian mengenai paparan kronik Methanil Yellow terhadap tikus putih
yang diberikan melalui pakannya selama 30 hari, diperoleh hasil yaitu terdapat
perubahan histopatologi dan ultrastruktural pada lambung, usus, hati dan ginjal.
Penelitian lain yang menggunakan tikus galur wistar sebagai hewan ujinya
menunjukkan hasil yaitu konsumsi Methanil Yellow dalam jangka panjang dapat
mempengaruhi sistem saraf yang mengarahkan pada neurotoksisitas (Susilo, 2015).
2.3 Pemanis
2.3.1 Definisi dan Macam Pemanis
Pemanis merupakan zat yang memberikan rasa manis serta berfungsi untuk
meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet,
21
memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh,
mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol,
mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi
kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama (Eriawan, 2002).
Pemanis terbagi menjadi dua yaitu pemanis alami dan pemanis buatan.
2.3.1.1 Pemanis Alami
Cahyadi (2006) menuturkan bahwa pemanis alami biasanya berasal dari
tumbuhan, tumbuhan penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum
officanarum L) dan umbi bit (Beta vulgaris L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari
kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa. Beberapa pemanis
alam yang sering digunakan adalah :
1. Sukrosa;
2. D-Glukosa;
3. Laktosa;
4. D-Fruktosa;
5. Maltose;
6. Gliserol;
7. Galaktosa;
8. Glisin.
2.3.1.2 Pemanis Buatan (Sintetis)
Pemanis buatan (sintetis) merupakan bahan tambahan yang memberikan
rasa manis dalam makanan, namun tidak memiliki nilai gizi. Sekalipun
penggunaanya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia lain sesuai
peraturan penggunaannya harus dibatasi penggunaannya. Alasannya, meskipun
pemanis buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar yang kecil, tetap saja dalam
batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia maupun
hewan yang mengkonsumsinya. Pembatasan tersebut kita kenal dengan sebutan
22
ADI (Acceptable Daily Intake) atau asupan harian yang dapat diterima. ADI adalah
jumlah maksimal pemanis buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi
tiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan
(Yuliarti, 2007). Beberapa pemanis sintetis yang dikenal dan banyak digunakan
serta memiliki batas maksimum penggunaan jika ditambahkan dalam bahan
makanan serta minuman menurut Cahyadi (2006) adalah:
1. Sakarin;
2. Siklamat;
3. Aspartame;
4. Dulsin 5;
5. Sorbitol sintetis;
6. Nitro-propoksi-ani.
2.3.2 Fungsi Pemanis
Tujuan semula dari pemakaian pemanis yaitu untuk memperbaiki rasa dan
bau bahan makanan, sehingga rasa manis yang ditimbulkan dapat meningkatkan
kelezatan. Terkadang penambahan bahan pemanis juga dapat memperbaiki tekstur
bahan makanan misalnya kenaikan viskositas, menambah bobot rasa sehingga
meningkatkan mutu sifat kunyah (mouth fulness) bahan makanan (Sudarmadji,
1982). Cahyadi (2006) menyampaikan bahwa pemanis yang ditambahkan kedalam
bahan pangan mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagai pangan bagi penderita Diabetes mellitus karena tidak menimbulkan
kelebihan gula darah. Pada penderita Diabetes mellitus, disarankan untuk
menggunakan pemanis sintetis untuk menghindari bahaya gula;
2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah bagi penderita kegemukan. Kegemukan
adalah salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama
kematian. Bagi orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk
23
mengurangi masukan kalori perharinya. Pemanis sintetis adalah salah satu bahan
pangan untuk mengurangi masukan kalori;
3. Sebagai penyalut obat. Beberapa obat memiliki rasa yang tidak menyenangkan,
oleh karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari rasa tersebut biasanya
dibuat tablet yang bersalut. Pemanis sering digunakan untuk penyalut obat
karena umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal;
4. Menghindari kerusakan gigi. Pada pangan seperti permen, sering ditambahkan
pemanis sintetis karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih
tinggi dari gula, pemakaian dalam jumlah sedikit saja sudah menimbulkan rasa
manis yang diperlukan sehingga tidak merusak gigi;
5. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintetis
digunakan untuk menekan biaya produksi karena pemanis sintetis ini selain
mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya relatif murah
dibandingkan dengan gula yang diproduksi di alam.
2.3.3 Batas Maksimum Penggunaan Pemanis
Peraturan tentang penggunaan zat pemanis sintetis untuk bahan tambahan
makanan telah diatur dalam Peraturan Kepala BPOM RI No. 4 Tahun 2014 tentang
Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis yang disajikan
dalam tabel 2.1 berikut:
24
Tabel 2.4 Batas penggunaan maksimum pemanis
No.
Nama Bahan
Tambahan
Makanan
Tingkat
Kemanisan ADI Nilai Kalori
Batas
Penggunaan
Maksimum
1. Alitam 2000 kali dari
Sukrosa
0,34
mg/kgBB
1,4 kkal/g
atau setara
dengan 5,85
kJ/g
300 mg/kg
2. Asesulfam-k 200 kali dari
Sukrosa
15 mg/kgBB 0 kkal/g atau
setara dengan
0 kJ/g
2500 mg/kg
3. Aspartam 220 kali dari
Sukrosa
50 mg/kgBB 0,4 kkal/g
atau setara
dengan 1,67
kJ/g
3000 mg/kg
4. Isomalt 0,45-0,65 kali
dari Sukrosa
Tidak
dinyatakan
karena
termasuk
Generally
Recognized as
Safe (GRAS)
2 kkal/g
atau setara
dengan 8,36
kJ/g
CPBB
5. Laktitol 0,3-0,4 kali
dari Sukrosa
Tidak
dinyatakan
karena
termasuk
Generally
Recognized as
Safe (GRAS)
2 kkal/g atau
setara dengan
8,36 kJ/g
CPBB
6. Maltitol 0,9 kali dari
Sukrosa
Tidak
dinyatakan
karena
termasuk
Generally
Recognized as
Safe (GRAS)
2,1 kkal/g
atau setara
dengan 8,78
kJ/g
CPBB
7. Manitol 0,7 kali dari
Sukrosa
Tidak
dinyatakan
karena
termasuk
Generally
Recognized as
Safe (GRAS)
1,6 kkal/g
atau setara
dengan 6,69
kJ/g
CPBB
8. Neotam 7000 - 13000
kali dari
Sukrosa
0-2 mg/kgBB 0 kkal/g atau
setara dengan
0 kJ/g
250 mg/kg
9. Sakarin 300-500 kali
dari Sukrosa
5 mg/kgBB 0 kkal/g atau
setara dengan
0 kJ/g
300 mg/kg
10. Siklamat 30 kali dari
Sukrosa
0-11
mg/kgBB
0 kkal/g atau
setara dengan
0 kJ/g
3000 mg/kg
25
11. Silitol Kadar manis
sama dengan
Sukrosa
Tidak
dinyatakan
karena
termasuk
Generally
Recognized as
Safe (GRAS)
2,4 kkal/g
atau setara
dengan 10,03
kJ/g
CPBB
12. Sorbitol 0,5–0,7 kali
dari Sukrosa
Tidak
dinyatakan
karena
termasuk
Generally
Recognized as
Safe (GRAS)
2,6 kkal/g
atau setara
dengan 10,87
kJ/g
CPBB
13. Sukralosa 600 kali dari
Sukrosa
0-15
mg/kgBB
0 kkal/g atau
setara dengan
0 kJ/g
1500 mg/kg
(Sumber: Peraturan Kepala BPOM RI No. 4 Tahun 2014)
2.3.4 Dampak Penggunaan Pemanis
Pemakaian pemanis sintetis pada makanan dan minuman masih diragukan
keamanannya bagi kesehatan konsumen. Penggunaan pemanis buatan perlu
diwaspadai karena dalam takaran yang lebih dapat menimbulkan efek samping
yang merugikan kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
beberapa jenis pemanis buatan yang berpotensi menyebabkan tumor dan bersifat
karsinogenik (Yuliarti, 2007). Penggunaan pemanis buatan perlu diwaspadai karena
dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan efek samping yang merugikan
kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan
memiliki potensi menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu
World Health Organization (WHO) telah menetapkan Acceptable Daily Intake
(ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu 0-5 mg/kg BB/hari. Hasil penelitian
Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), menunjukkan bahwa sembilan dari 48 jenis
makanan khususnya makanan anak-anak, menggunakan pemanis buatan (aspartam,
sakarin, dan siklamat), yang efek negatifnya dapat mempengaruhi syaraf otak dan
Tabel 2.4 Lanjutan
26
menyebabkan kanker (Syah 2005). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsumsi secara berlebihan atau secara berkelanjutan beberapa jenis pemanis
buatan membawa efek samping yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh
sebab itu, selain ketentuan mengenai penggunaan pemanis buatan, juga harus
disertai dengan batas jumlah maksimum penggunannya (Ambarsari,2008).
2.4 Sakarin
2.4.1 Definisi Sakarin
Sakarin merupakan pemanis buatan yang pertama kali ditemukan pada
tahun 1879 oleh Ira Remsen dan Constantin Fahlberg dari Jhon Hopskin Univercity.
Secara kimiawi, Sakarin merupakan senyawa benzo sulmida atau 0–sulfobenzimida
atau senyawa 23-Dehidro-3 oxo benziso sulfanasol dan masih banyak nama sintetis
yang lainnya (Sudarmadji, 1982). Rumus molekul Sakarin adalah C7H5NO3S, dan
struktur kimiawinya adalah seperti terlihat pada gambar :
Gambar 2.1 Struktur kimia Sakarin
Sifat Sakarin yaitu berupa kristal putih, mempunyai titik lebur pada 226 –
2300C dan menyublim bila dipanaskan diatas titik lebur dan sangat mudah larut
dalam air. Natrium Sakarin yang terserap kedalam tubuh tidak dapat mengalami
metabolisme sehingga akan disekresi melalui urin tanpa perubahan kimiawi.
Penambahan Sakarin yang terlalu banyak dalam makanan atau minuman secara
27
organoleptik akan menimbulkan rasa yang tidak enak (pahit). Rasa pahit yang
menyertai Sakarin disebabkan karena ketidakmurnian bahan. Rasa pahit bisa
dikurangi dengan sintesa Sakarin asam antranilat atau benzothiophene
(Syafrie,1982).
2.4.2 Batas Penggunaan Sakarin
Penggunaan pemanis buatan dalam makanan dan minuman diatur dalam
Peraturan Kepala BPOM RI No. 4 Tahun 2014 yang disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.5 Batas Maksimum Penggunaan Pemanis Sakarin
No. Kategori Pangan Batas Maksimum (mg/kg)
1. Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau
difermentasi (contohnya susu cokelat, eggnog, minuman
yoghurt, minuman berbasis whey)
80
2. Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya
puding, yoghurt berperisa atau yoghurt dengan buah)
200 (dihitung terhadap
produk siap konsumsi)
3. Buah dalam kemasan (pasteurisasi / sterilisasi) 200
4. Jem, jeli dan marmalad 200
5. Makanan pencuci mulut (dessert) berbasis buah termasuk
makanan pencuci mulut berbasis air berflavor buah
100 (dihitung terhadap
produk siap konsumsi)
6. Sayur dan rumput laut yang dimasak 160
7. Produk kakao dan cokelat 100
8. Serealia untuk sarapan, termasuk rolled oats 100
9. Makanan pencuci mulut berbasis serealia dan pati
(misalnya puding nasi, puding tapioka)
100 (dihitung terhadap
produk siap konsumsi)
10. Keik, kukis dan pai (isi buah atau custard,vla) 170
11. Premiks untuk produk bakeri istimewa (misalnya keik,
panekuk)
170
12. Makanan pencuci mulut berbahan dasar telur (misalnya
custard)
100
13. Gula dan sirup lainnya (misal xilosa, sirup maple, gula
hias). Termasuk semua jenis sirup meja (misal sirup
maple), sirup untuk hiasan produk bakeri dan es (sirup
karamel, sirup beraroma) dan gula untuk hiasan kue
(contohnya kristal gula berwarna untuk kukis)
300
14. Sediaan pemanis, termasuk pemanis buatan (table top
sweeteners, termasuk yang mengandung pemanis dengan
intensitas tinggi)
CPBB
15. Sup dan kaldu 110
16. Saus dan Produk Sejenis 160
17. Saus Kedelai 160
18. Makanan diet khusus untuk keperluan kesehatan,
termasuk untuk bayi dan anak-anak
200 (kecuali produk bayi
dan dihitung terhadap
produk siap konsumsi)
19. Pangan diet untuk pelangsing dan penurun berat badan 150 (dihitung terhadap
produk siap konsumsi)
28
20. Konsentrat sari buah 300 (dihitung terhadap
produk siap konsumsi)
21. Minuman berbasis air berperisa yang berkarbonat 120 (dihitung terhadap
produk siap konsumsi)
22. Minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat,
termasuk punches dan ades
120 (dihitung terhadap
produk siap konsumsi)
23. Minuman konsentrat (cair atau padat) untuk minuman
berbasis air berperisa
300 (dihitung terhadap
produk siap konsumsi)
24. Kopi, kopi substitusi, teh, seduhan herbal, dan minuman
biji-bijian dan sereal panas, kecuali cokelat
100 (dihitung terhadap
produk siap konsumsi)
25. Bir dan minuman malt 80
26. Anggur 80
27. Minuman beralkohol yang diberi aroma (misalnya
minuman bir, anggur buah, minuman cooler-spirit,
penyegar rendah alkohol)
80
28. Makanan ringan siap santap 100
(Sumber: Peraturan Kepala BPOM RI No. 4 Tahun 2014)
2.4.3 Metabolisme Sakarin didalam Tubuh Manusia
Sakarin masuk kedalam tubuh melalui saluran ingesti (penelanan) yang
berasal dari makanan dan minuman yang dikonsumsi. Nilai Acceptable Daily Intake
(ADI), yaitu nilai asupan yang dapat diterima oleh tubuh perharinya, untuk Sakarin
adalah 0-5 mg/kg berat badan (Bararah, 2008). Sakarin diekskresikan melalui urine
tanpa perubahan kimia karena Sakarin didalam tubuh tidak dimetabolisme
sempurna. Sakarin mampu keluar melalui urine dalam bentuk yang utuh tetapi ada
juga yang tetap tertinggal didalam tubuh. Sakarin yang tertinggal dalam tubuh
secara terus-menerus dalam waktu yang lama akan terakumulasi di tubuh dan
menimbulkan masalah kesehatan. Sakarin dapat terakumulasi didalam hati karena
hati merupakan tempat metabolisme dari seluruh bahan makanan, sebagai perantara
sistem pencernaan dengan darah, dan tempat detoksifikasi dalam tubuh. Sakarin
pada plasma (serum) akan menyebabkan peningkatan radikal bebas (Sherwood,
2014). Efek samping penggunaan Sakarin dalam waktu lama dapat menimbulkan
gangguan kerusakan membran sel ditandai dengan peningkatan serum glutamic
pyruvic transaminase (SGPT) dan atau serum glutamic oxaloacetic transaminase
Tabel 2.5 Lanjutan
29
(SGOT) di darah (Ronald, 2004). Sakarin yang dikonsumsi akan menyebabkan
ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan dalam tubuh sehingga terjadi
peningkatan radikal bebas atau yang dikenal sebagai Reactive Oxygen Species
(ROS) (Winarsi, 2011).
2.4.4 Dampak Penggunaan Sakarin
Pemakaian pemanis sintetis masih diragukan keamanannya terhadap
kesehatan konsumen. Beberapa negara mengeluarkan peraturan ketat bahkan
melarang penggunaan pemanis sintetis (Saparinto, 2006). Penggunaan pemanis
buatan pada bahan makanan di Amerika Serikat sangat dibatasi. Pada pembungkus
produk bahan pemanis yang mengandung Sakarin, diharuskan mencantumkan
kalimat peringatan sebagai berikut: pemakaian produk ini mungkin berbahaya
terhadap kesehatan anda. Produk yang mengandung Sakarin terbukti dapat
menyebabkan kanker pada hewan percobaan di laboratorium (Tranggono, 1990).
Hidayati (2016) menuturkan bahwa penggunaan Sakarin yang berlebihan, dapat
menyebabkan bahaya bagi kesehatan manusia diantaranya yaitu migrain, sakit
kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi, asma, hipertensi, diare,
sakit perut, alergi, impotensi dan gangguan seksual, kebotakan, kanker otak serta
kanker kantung kemih.
Penggunaan 5% Sakarin pada ransum tikus dapat merangsang terjadinya
tumor kandung kemih (Winarno, 2002). Beberapa penelitian tentang dampak
konsumsi Sakarin terhadap tubuh manusia, menunjukkan hasil yang konvensional.
Hasil penelitian National Academy of Science tahun 1968 menunjukkan bahwa
konsumsi Sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak
30
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Tetapi pada penelitian lain yang
menyebutkan bahwa Sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada
hewan percobaan. Pada tahun 1977 Canada’s Health Protection Branch melaporkan
bahwa Sakarin bertanggung jawab terhadap kanker kantong kemih. Sejak saat itu
Sakarin dilarang digunakan di Canada, kecuali sebagai pemanis yang dijual di
apotek dengan mencantumkan label peringatan (Yuliarti,2007). Selain itu pada
penelitian yang dilakukan oleh Utomo (2012), menyimpulkan bahwa semakin
tinggi dosis penggunaan Sakarin, maka akan semakin tinggi pula derajat kerusakan
pada organ hati mencit.
2.5 Jamu
2.5.1 Definisi Jamu
Masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan ramuan jamu tradisional
sebelum obat modern menyentuh dan masuk kedalam masyarakat. Pengobatan serta
pendayagunaan jamu tradisional merupakan salah satu komponen pelayanan
kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dasar mayarakat dalam bidang kesehatan
(Sulistyomeisasi, 2003).
Jamu tradisional adalah ramuan tradisional yang berguna bagi kesehatan
yang terbuat dari tanaman berkhasiat obat, misalnya jahe, kunyit, kencur dan lain-
lain. Jamu tradisional umumnya berupa jamu gendong yang berbentuk cair dan
langsung dikonsumsi (Susilandari, 1999). Hal ini dibenarkan oleh Widiastuti dalam
Wulan (2003) yang menyatakan bahwa jamu tradisional merupakan ramuan
tradisional yang bermanfaat bagi kesehatan dan terbuat dari tanaman berkhasiat
31
obat, misalnya jahe, kunyit, kencur, temulawak dan lainnya. Sedangkan menurut
Hidayat (2012), jamu merupaan sebutan orang jawa terhadap obat hasil ramuan
tumbuh-tumbuhan asli dari alam yang tidak menggunakan bahan kimia sebagai zat
tambahan.
2.5.2 Khasiat Jamu
Pemanfaatan jamu dalam masyarakat tidak mengenal usia, jenis kelamin
serta kondisi kesehatan (Suharmiati, 2003). Konsumsi jamu pada masyarakat
bertujuan untuk menjaga kesehatan tubuh. Selain bertujuan menjaga kesehatan atau
bertujuan secara promotif atau preventif jamu yang dikonsumsi juga bertujuan
secara kuratif. Tujuan promotif atau preventif merupakan tujuan mengkonsumsi
jamu untuk kesehatan penggunaanya misalnya jamu beras kencur untuk menambah
nafsu makan. Sedangkan tujuan kuratif merupakan tujuan untuk menyembuhkan
penyakit atau menghilangkan gejala penyakit misalnya jamu kunci sirih untuk
menyembuhkan penyakit keputihan (Notoadmojo, 2011). Hal ini dibenarkan
dengan pernyataan Hidayat (2012) yang menyatakan bahwa jamu berkhasiat dalam
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, mengobati dan mempercantik tubuh.
2.5.3 Pengolahan Jamu
Mutu jamu ditentukan dari beberapa aspek yaitu komposisi yang benar
meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif. Baik secara kuantitatif maupun kualitatif,
jamu diolah dari simplisia berdasarkan jumlah yang tertera dalam formulir
pendaftaran serta aman dan tidak dicampur dengan zat berkhasiat lain seperti bahan
kimia obat. Jamu tidak boleh mengalami perubahan fisik dan kimia serta tidak boleh
tercemar bahan asing (Bambang, 1986).
32
2.5.4 Macam-macam Jamu
2.5.4.1 Jamu Kunyit Asam
Jamu kunyit asam merupakan ramuan tradisional yang terbuat dari bahan
utama buah Asam (Tamarindus indica) dan kunyit (Curcuma domestica) yang
diolah sehingga menghasilkan ramuan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Jamu kunyit asam merupakan suatu minuman yang diolah dengan menggunakan
bahan utama kunyit dan asam yang berkhasiat bagi tubuh misalnya sebagai
pengurang rasa nyeri pada dismenorea primer, memiliki efek samping minimal dan
tidak berbahaya jika dikonsumsi sebagai suatu kebiasaan (Limananti, 2003).
Menurut Melin (2016), kunyit asam adalah salah satu produk herbal atau jamu yang
sudah biasa dikonsumsi masyarakat untuk mengurangi keluhan nyeri saat haid.
Jamu kunyit asam terbukti mampu meringankan nyeri datang
bulan/dismenorea (Sari, 2012). Selain itu manfaat jamu kunyit asam yaitu sebagai
minuman kaya antioksidan, anti kanker, anti diabetes dan anti hiperlipidemik
(Mulyani, 2014). Melin (2016) menambahkan jamu kunyit asam juga memiliki
khasiat sebagai analgetika, antipiretika dan antiimflamasi.
2.5.4.2 Jamu Kunyit Luntas
Jamu kunyit luntas merupakan jamu yang diracik dengan menggunakan
bahan utama kunyit dan beluntas. Kedua racikan bahan ini, diketahui sebagai obat
tradisional yang bermanfaat bagi tubuh terutama dalam mengatasi bau badan.
Walaupun daun beluntas berbau menyengat dan rasanya getir, daun beluntas dapat
digunakan sebagai obat demam (diaforetikum), memperkuat urat syaraf dan sebagai
obat mandi (Sastroamidjojo, 1977). Sedangkan kunyit memiliki khasiat sebagai
33
antibiotik dan pencegah sariawan (Wulandari, 2014). Menurut Hartati (2014),
kunyit mengandung kurkumin dan minyak atsiri yang memiliki peran sebagai
antioksidan, anti mikroba, anti tumor, anti kanker, anti pikun dan anti racun. Secara
tradisional kunyit lazim digunakan oleh masyarakat diberbagai negara untuk
mengobati berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba parasit, gigitan
serangga, penyakit mata, cacar, sakit perut (diare, sembelit, kembung), gangguan
pencernaan, gangguan hati, asma, menghilangkan gatal-gatal dan penyakit kulit
lain, mengurangi rasa nyeri dan sakit pada penderita rematik arthritis.
2.5.4.3 Jamu Beras Kencur
Jamu beras kencur (Oryza sativa L.; Kaempferia galanga L.) merupakan
salah satu pengobatan tradisional yang memiliki kandungan senyawa fenolik
sebagai antioksidan yang berkontribusi terhadap Diabetes mellitus. Antioksidan
dan komponen senyawa polifenol memiliki kemampuan dalam mengurangi
keadaan sel yang rusak, karena dapat menangkap senyawa radikal bebas,
mengurangi stress oksidatif, dan menurunkan ekspresi TNF-α penyebab kerusakan
pada sel (Latifah, 2014). Syaputra (2014) menyatakan bahwa jamu beras kencur
berkhasiat untuk menghilangkan pegal-pegal pada tubuh dan sebagai tonikom atau
penyegar saat habis bekerja. Dengan membiasakan minum jamu beras kencur,
tubuh dapat terhindar dari pegal-pegal dan linu yang biasa timbul ketika lelah
bekerja. Hal ini selaras dengan Wulandari (2014) yang menyatakan bahwa jamu
Beras Kencur berkhasiat untuk menghilangkan rasa kelelahan, mencegah batuk,
menyaringkan suara, dan meningkatkan nafsu makan.
34
2.5.4.4 Jamu Sinom
Jamu sinom yaitu jamu sebangsa kunyit asam. Manfaat jamu sinom mirip
dengan jamu kunyit asam, yakni untuk melancarkan menstruasi dan menangkal
radikal bebas. Manfaat, bahan penyusun, serta cara pembuatan jamu sinom tidak
jauh berbeda dengan jamu kunyit asam. Perbedaan hanya terletak pada tambahan
bahan sinom (Syahputra, 2014). Selain itu, jamu sinom juga berkhasiat pada
pencegah sariawan dan peluntur lemak (Wulandari,2014).
2.6 Uji Kandungan Zat Aditif pada Makanan dan Minuman
Kandungan zat aditif (pewarna dan pemanis) pada makanan dan
minuman dapat dilakukan dengan pengujian sebagai berikut:
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang paling
sederhana. Kromatografi lapis tipis dapat dipakai dengan dua tujuan. (1) digunakan
untuk uji identifikasi senyawa baku. Untuk meyakinkan identifikasi dapat
dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis semprot. Teknik
spiking dengan menggunakan senyawa baku yang telah diketahui sanat dianjurkan
untuk lebih memantapkan pengambilan keputusan identifikasi senyawa; (2)
digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT, yang dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu: (1) bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran
luas atau densitometri; (2) adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar
senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis lain, misalnya
dengan metode spektrofotometri (Gandjar, 2011).
35
Penetapan metode KLT telah banyak dilakukan karena memiliki banyak
keuntungan dibandingkan metode lainnya antara lain:
1. Kromatografi lapis tipis (KLT) banyak digunakan untuk tujuan analisis;
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan warna, fluoresensi
atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet;
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending) dan menurun (descending) atau
dengan cara elusi 2 dimensi;
4. Ketetapan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Gandjar, 2011).
Metode KLT terbilang cukup praktis dan dapat memisahkan senyawa.
Langkah-langkah pengujian dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) yaitu:
1. Kesesuaian sistem KLT
Tabel 2.6 Kesesuaian sistem KLT
Parameter Kondisi Metode
Lempeng KLT Silika Gel
Fase Gerak Etil asetat−n-butanol − amoniak 25% (20:55:25,
v/v/v)
Pelarut Metanol
Nilai Rf 0,86
Batas deteksi 2 μg/Ml
(Sumber: Mukaromah, 2008)
2. Uji reliabilitas (Presisi)
Dilakukan pengujian nilai Rf dengan metode KLT, secara interday dan
intraday. Apabila nilai Rf tiap pengujian sama, maka metode KLT tersebut presisi
untuk digunakan dalam identifikasi zat warna sintetis. Dilihat dari hasil presisi
untuk inter- dan intra-day sesuai dengan syarat keterterimaan yaitu nilai koefisien
variasi (KV) < 2%, hal ini menandakan metode yang digunakan memenuhi syarat
presisi (Harmita, 2004).
36
2.6.1 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah salah satu alat ukur untuk menganalisa unsur-unsur
berkadar rendah secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penentuan secara
kualitatif berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan pada spektrum suatu unsur
tertentu pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan secara kuantitatif
berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari spektrum senyawa kompleks
unsur yang kemudian dianalisa dengan pengompleks yang sesuai (Noviarty, 2013).
Prinsip kerja spektrofometri berdasarkan atas interaksi yang terjadi antara
radiasi elektromagnetik dengan materi (atom, ion atau molekul). Interaksi tersebut
yang menyebabkan adanya perpindahan energi dari sinar radiasi ke materi disebut
absorbansi (Pecsok, 1976). Apabila cahaya jatuh pada senyawa, maka sebagian dari
cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul. Setiap
senyawa memiliki tingkatan energi yang spesifik (Mulja,1995).
2.7 Sumber Belajar
2.7.1 Definisi Sumber Belajar
Sumber belajar adalah semua sumber (data, manusia dan barang) yang
digunakan oleh pelajar sebagai suatu sumber tersendiri atau dalam kombinasi untuk
memperlancar belajar. Dalam hal ini sumber belajar meliputi pesan, orang,
material, alat, teknik, dan lingkungan. Sumber balajar dapat berubah menjadi
komponen sistem instruktusional, apabila sumber belajar itu diatur sebelumnya
kemudian didesain dan dipilih kemudian dikombinasikan menjadi suatu sistem
instruksional yang lengkap sehingga berdampak pada pembelajaran yang bertujuan
37
dan terkontrol. Setiap bentuk sumber belajar harus mampu berinteraksi dengan
siswa untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar yang optimal (Arsyad, 2010).
Sedangkan menurut Rohani (2004), Sumber belajar adalah pengalaman, seperti
pengalaman langsung dan bertujuan, pengalaman tiruan dan pengalaman dramatis
dan lain-lain.
2.7.2 Fungsi Sumber Belajar
Proses pembelajaran tidak terlepas dari penggunaan sumber belajar. Dengan
Ketersediaan dan dimanfaatkannya sumber belajar secara tepat dan kontekstual
akan dapat memperkaya proses belajar yang sedang berlangsung. Tersedianya
sumber belajar yang memadai dapat mengatasi hambatan ruang dan waktu yang
terkait dengan proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian, tersedianya sumber
belajar yang memadai dapat melengkapi (improvement), memelihara
(maintenance), maupun memperkaya (enrichment) proses pembelajaran (Arsyad,
2010).
2.7.3 Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar
Pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar dapat dikembangkan
dalam tiga bentuk. Bentuk pertama yaitu pemanfaatan proses dan produk sebagai
sumber belajar untuk pembelajaran pada kompetensi dasar tertentu, kelas tertentu,
dan jenjang sekolah tertentu. Bentuk kedua yaitu pemanfaatan produk penelitian
sebagai sumber belajar dalam wujud sebagai buku. Buku yang dimaksud yaitu buku
ajar bagi siswa. Sebagai buku ajar, peruntukannya dapat bersifat sebagai buku
pengayaan atau buku bacaan populer. Bentuk ketiga yaitu pemanfaatan produk
penelitian sebagai media pembelajaran yang diwujudkan dalam bentuk komik
38
(cergam), brosur, media pembelajaran interaktif, atau bentuk lainnya
(Rofieq,2016).
Tidak semua objek penelitian bisa digunakan sebagai sumber belajar,
sehingga perlu adanya pengkajian yang mendalam dan sistematik melalui
penelitian. Haqqi (2016) menjelaskan bahwa pemanfaatan objek sebagai sumber
belajar yang efektif perlu memperhatikan syarat-syarat berikut: (1) Kejelasan
potensinya; (2) Kejelasan sasarannya; (3) Kesesuaian dengan tujuan belajar; (4)
Kejelasan informasi yang dapat diungkap; (5) Kejelasan pedoman eksplorasinya;
dan (6) Kejelasan hasil yang diharapkan. Haqqi (2016) menyebutkan bahwa
pemilihan sumber belajar yang akan digunakan harus memperhatikan beberapa
kriteria, antara lain: (1) Ekonomis atau biaya, pemilihan sumber belajar tidak harus
mahal, tetapi sesuai dengan pembelajaran; (2) Teknisi (tenaga), yaitu guru atau
pihak lain yang dijadikan sumber belajar; (3) Bersifat praktis atau sederhana,
sumber belajar mudah dijangkau, mudah dilaksanakan, dan tidak sulit; (4) Bersifat
fleksibel, sumber belajar mudah dikembangkan dan dapat dimanfaatkan dalam
proses pembelajaran; (5) Relevan dengan tujuan dari pembelajaran dan komponen-
komponen pengajar lainnya; (6) Memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran; (7)
Memiliki nilai positif bagi proses atau aktivitas pengajaran khususnya dalam proses
pembelajaran; dan (8) Sesuai dengan strategi pembelajaran yang telah di rancang.
39
2.8 Kerangka Konsep
Penelitian ini secara garis besar dapat dituliskan secara konseptual seperti
berikut:
Jamu
Jamu Berlabel Jamu Tidak Berlabel
Pewarna Pemanis
Methanil Yellow Sakarin
1. Memiliki Label
dagang
2. Mencantumkan
komposisi bahan
3. Kemasan
menarik
4. Harga sedikit
lebih mahal dari
jamu tidak
berlabel
5. Dijual di toko
jamu,
supermarket dan
dijual secara
online
1. Tidak memiliki
Label dagang
2. Tidak
mencantumkan
komposisi bahan
3. Kemasan
plastik/botol
bekas
4. Harga murah
5. Dijual di pasar
tradisional
Permasalahan
Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan sintetis yang melebihi
batas standar maksimum yang
ditetapkan pemerintah
Mempunyai
Analisis
Mengetahui
Kesesuaian penggunaan
Bahan Tambahan Pangan
dengan standar yang
ditetapkan pemerintah
Sumber Belajar Biologi
Dijadikan
Uji Kromatografi
Lapis Tipis Uji
Spektrofotometri
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
top related