bab ii tinjauan pustaka 2.1 pasar modal 2.1.1 definisi pasar
Post on 14-Jan-2017
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pasar Modal
2.1.1 Definisi Pasar Modal
Menurut Suad Husnan (2001: 3) Pasar Modal adalah:
“Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta”.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1995 tentang pasar
modal menyatakan bahwa:
“Pasar modal adalah suatu kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, perusahaan Publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga-lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Sedangkan, Sunariyah (2000: 4-5) mendefinisikan pasar modal sebagai
berikut:
• Pasar modal secara umum yaitu suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar.
• Pasar modal secara sempit, yaitu suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi dan jenis-jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa perantara pedagang efek.
2.1.2 Fungsi Pasar Modal
Menurut Marzuki Usman (1990:129), pasar modal memiliki fungsi
berikut:
1. Memberikan likuiditas pada efek yang menjadi instrumen perdagangan.
2. Memungkinkan pembentukan harga yang wajar. 3. Memungkinkan investor melakukan diversifikasi investasi dengan
jumlah dana yang terbatas. 4. Secara makro dapat mengurangi “Country risk” dari penanaman
modal asing yang bersifat langsung. 5. Secara makro pula dapat dijadikan salah satu leading indicator dalam
memahami arah perkembangan perekonomian.
2.1.3 Manfaat dan Peran Pasar Modal
Manfaat pasar modal menurut Fakhruddin dan Sopian Hadianto (2001)
dalam Luana Nogita (2007) adalah:
1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.
3. Menyediakan leading indicator bagi trend ekonomi negara. 4. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat
menengah. 5. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme,
menciptakan iklim berusaha yang sehat. 6. Menciptakan lapangan kerja atau profesi yang menarik. 7. Memberi kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan
mempunyai prospek.
Sunariyah (2000:7) menyatakan bahwa terdapat beberapa peranan pasar
modal secara mikro, sebagai berikut:
1) Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual untuk menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan.
2) Pasar modal memberi kesempatan kepada para investor untuk memperoleh hasil (return) yang diharapkan.
3) Pasar modal memberi kesempatan kepada para investor untuk menjual kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya.
4) Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian.
5) Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga
2.2 Sekuritas
2.2.1 Pengertian Sekuritas
Dalam Keputusan Presiden RI No. 152 tahun 1976, pasal 1 ayat 3, sekuritas atau efek didefinisikan sebagai berikut:
“Efek adalah setiap saham, obligasi atau bukti lainnya termasuk sertifikat atau surat pengganti serta surat bukti sementara dari surat jaminan, opsi atau hak lainnya untuk memesan atau membeli saham, obligasi atau bukti penyerahan dalam modal atau pinjaman lainnya”.
Sementara itu, efek yang dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal adalah surat berharga, yaitu surat hutang,
surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyetoran
kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivate dari
efek.
Menurut Suad Husnan (2001), sekuritas merupakan secarik kertas yang
menunjukan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk
memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan
sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut
menjalankan haknya. Pemodal memiliki hak untuk menerima laba setiap
tahunnya dan sekaligus hak kepemilikan atas organisasi yang menerbitkan saham
tersebut.
2.3 Saham
2.3.1 Pengertian Saham
Saham merupakan tanda bukti keikutsertaan atau partisipasi dalam
permodalan suatu perusahaan serta menunjukkan hak untuk memperoleh sebagian
dari kekayaan perusahaan yang menerbitkan saham-saham tersebut, sedangkan
besar kepemilikannya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Uraian
yang dikatakan oleh Known & Cheung (2005: 261) mengenai saham yaitu,
“Common stock represents ownership in the corporation, common stock
doesn’t have a maturity date, but exists as long as the firm does”.
Karakteristik Saham
Brealy & Myers (1991:332) menjelaskan bahwa terdapat beberapa karakteristik dari saham yang dapat kita ketahui diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Saham termasuk financial asset. Investor membeli saham karena mengharapkan akan diperolehnya pendapatan atau keuntungan, baik berupa deviden maupun capital gain.
2) Saham mengandung risiko. Risiko yang melekat pada saham pada umumnya dapat dibagi atas risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis adalah risiko yang akan dialami oleh semua saham dan tidak dapat dihindari, sedangkan risiko tidak sistematis adalah risiko yang dapat dihindari dan tidak semua perusahaan mengalaminya, risiko ini tidak sama besarnya antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
3) Saham mengandung unsur ketidakpastian. Harga saham terkadang naik, terkadang turun. Tingkat keuntungan yang berbentuk deviden juga tidak tetap dan selalu berfluktuasi bahkan bisa saja terjadi perusahaan tidak membagikan devidennya.
4) Meskipun terlihat sama, pada kenyataannya, saham antara satu perusahaan dengan yang lain berbeda, baik dari segi harga maupun kualitasnya.
5) Transaksi penjualan dan pembelian saham hanya dapat dilakukan di tempat tertentu, melalui pialang dan lantai bursa.
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Harga saham di bursa dipengaruhi oleh banyak faktor, yang bersifat
kualitatif maupun kuantitatif. Fanny Medina (1999) dalam Marchia Penny Tarina
(2003) membuat ringkasan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham, yang
secara garis besar dapat dikelompokan menjadi tiga golongan, yaitu:
A. Pengaruh dari luar
B. Perilaku Investor
C. Kinerja Keuangan Emiten
Faktor pengaruh dari luar memiliki peranan yang cukup mendasar di dalam mempengaruhi harga saham. Fanny medina (1999) menjabarkan variabel-variabel yang termasuk ke dalam faktor pengaruh dari luar, antara lain :
1. Penawaran dan permintaan 2. Tingkat Efisiensi Pasar Modal 3. Tingkat Risiko 4. Tingkat inflasi suatu negara 5. Tingkat Pajak
Menurut Medina (1999) harga pasar saham akan terbentuk melalui jumlah
penawaran dan permintaan terhadap suatu saham. Jumlah penawaran dan permintaan akan mencerminkan kekuatan pasar. Jika jumlah penawaran lebih besar daripada permintaan, maka pada umumnya harga saham akan turun. Begitu juga sebaliknya, jika jumlah penawaran lebih kecil dari jumlah permintaan maka harga saham akan cenderung naik. begitupun tingkat efisiensi pasar modal merupakan faktor pengaruh dari luar (external) yang mempengaruhi harga suatu saham.
Brealy & Myers, (1991:357) menjelaskan bahwa Pasar modal dikatakan efisien jika informasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh para pemodal, sehingga semua informasi yang relevan dan terpercaya telah tercermin dalam harga-harga saham. Jadi, pasar modal yang efisien adalah bahwa harga saham secara lengkap menggambarkan semua informasi yang tersedia. Investor akan menginterpretasikan dengan benar informasi yang tersedia dan pialang tidak dapat beroperasi pada skala yang cukup untuk mempengaruhi harga.
Suad Husnan (2001:269) menjelaskan tentang Pasar modal yang efisien sebagai pasar modal yang harga sekuritas-sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang relevan. Tetapi apa yang dimaksud dengan informasi yang relevan? Fama (1970) mengklasifikasikan informasi menjadi tiga tipe, yaitu:
• Informasi mengenai perubahan harga di waktu yang lalu (past price
changes).
• Informasi yang tersedia kepada publik (Public information).
• Informasi yang tersedia baik kepada publik maupun tidak (public and
private information).
Suad Husnan (2001: 270) menjelaskan terdapat tiga bentuk di dalam menyatakan tingkat efisiensi pasar modal, yaitu:
a. Weak form efficiency
b. Semi-strong efficiency
c. Strong form efficiency
Ketiga bentuk efisiensi pasar modal tersebut menjelaskan tentang suatu
form harga yang mencerminkan suatu kondisi perusahaan berdasarkan tingkatan
informasi yang diberikan kepada pemodal. Weak form efficiency merupakan
suatu keadaan dimana harga-harga mencerminkan informasi harga di waktu yang
lalu. Semi strong efficiency adalah keadaan dimana harga-harga bukan hanya
mencerminkan harga-harga di waktu yang lalu, tetapi semua informasi yang
dipublikasikan. Dengan kata lain, para pemodal tidak bisa memperoleh tingkat
keuntungan di atas normal dengan memanfaatkan public information. Sedangkan
Strong form efficiency merupakan suatu keadaan dimana harga tidak hanya
mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan, tetapi juga informasi
relevan yang bisa diperoleh dari analisa fundamental tentang perusahaan dan
perekonomian. Dalam keadaan semacam ini pasar modal akan seperti rumah
lelang yang ideal; harga selalu wajar dan tidak ada investor yang mampu
memperoleh perkiraan yang lebih baik tentang harga saham.
Tingkat resiko, inflasi dan pajak suatu negara merupakan faktor luar
(external) yang ikut mempengaruhi terhadap harga saham. Semakin besar pajak,
tingkat inflasi dan resiko suatu negara akan memperkecil harga suatu saham,
begitupun sebaliknya semakin kecil tingkat pajak, resiko dan inflasi suatu negara
akan mempengaruhi harga saham menjadi tinggi.
Perilaku investor merupakan variabel kedua yang berperan besar di dalam
mempengaruhi terhadap harga suatu saham. Para investor yang masuk ke pasar
modal berasal dari bermacam-macam kalangan masyarakat dan dengan berbagai
tujuan. Jika ditinjau dari segi tujuannya, Marzuki Usman (1990:320)
mengklasifikasikan investor ke dalam empat kelompok, yaitu:
1. Investor yang bertujuan memperoleh deviden 2. Investor yang bertujuan berdagang 3. Kelompok yang berkepentingan dalam pemilikan saham perusahaan 4. Kelompok spekulator.
Investor yang bertujuan memperoleh deviden merupakan sekelompok
investor yang berjuang dan mengincar perusahaan-perusahaan yang sudah stabil.
Harapan utama kelompok ini adalah untuk memperoleh deviden yang cukup dan
terjamin setiap tahun. Pembagian deviden lebih penting daripada keuntungan
untuk memperoleh capital gain. Sedangkan investor yang bertujuan untuk
berdagang membeli saham dengan tujuan utama memperoleh keuntungan dari
selisih positif harga beli dan harga jual. Pendapatan mereka bersumber dari jual
beli saham tersebut. Kelompok yang berkepentingan dalam pemilikan saham
memiliki karakteristik berusaha untuk mencari perusahaan-perusahaan yang sudah
baik dan merupakan salah satu investor yang tidak terlalu aktif. Sedangkan
kelompok terakhir yaitu kelompok spekulator merupakan kelompok yang lebih
menyukai saham-saham perusahaan yang belum berkembang dengan baik. Pada
umumnya pada setiap kegiatan pasar modal, spekulator mempunyai peranan untuk
menentukan aktivitas pasar modal sekaligus meningkatkan likuiditas saham
Sedangkan perilaku investor berdasarkan tingkat kecanggihannya dalam
menerima dan memanfaatkan informasi yang tersedia, Marzuki Usman (1990: 321
mengklasifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu:
1. Naive investor
Yaitu kelompok investor yang lugu dan buta informasi. Kelompok ini
tidak mampu menafsirkan dan memanfaatkan informasi yang tersedia
untuk membantu dalam pengambilan keputusan invetasinya.
2. Sophisticated Investor
Yaitu kelompok investor yang telah canggih dalam memanfaatkan
informasi yang tersedia. Kelompok ini telah mengetahui berbagai jenis
informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan investasinya.
Kinerja keuangan emiten selama ini dianggap sebagai faktor terpenting
dalam penentuan harga saham perusahaan. Hal ini disebabkan karena kinerja
keuangan emiten merupakan faktor yang paling objektif dan cukup representatif
untuk menggambarkan harga saham (Medinna: 1999).
Kinerja keuangan emiten sering diukur dengan menggunakan informasi
keuangan yang dihasilkan selama suatu periode tertentu yang tercermin pada
laporan keuangannya. Informasi keuangan inilah yang sering digunakan investor
untuk menilai harga saham dan membantu di dalam pengambilan keputusan
investasi
2.4 Pasar Perdana
2.4.1 Pengertian Pasar Perdana
Menurut Kane (1995:54), pasar perdana didefinisikan sebagai berikut:
“Market for new issues of securities”. Sedangkan Fischer & Jordan (1996:19)
menyatakan bahwa “securities available for the first time are offered through the
primary security market”.
Scott (1999:862) mendefinisikan pasar perdana sebagai berikut:
“Transaction in securities offered for the first time to potential
investor”.
Pasar perdana terjadi pada saat perusahaan menjual sekuritasnya kepada investor
untuk pertama kalinya. Dalam menjual sekuritasnya, umumnya perusahaan
menggunakan jasa profesional dan lembaga pendukung pasar modal, untuk
membantu menyiapkan berbagai dokumen serta persyaratan yang diperlukan
untuk go public. Penjamin emisi (underwriter) yang ditunjuk oleh perusahaan
akan membantu dalam penentuan harga perdana saham serta membantu
memasarkan sekuritas tersebut kepada calon investor.
2.5 Pasar Sekunder
2.5.1 Pengertian Pasar Sekunder
Setelah sekuritas emiten dijual di pasar perdana, selanjutnya sekuritas
tersebut kemudian bisa diperjualbelikan oleh dan antar investor di pasar sekunder.
Dengan adanya pasar sekunder, investor dapat melakukan perdagangan sekuritas
untuk mendapatkan keuntungan.
Menurut Fischer & Jordan (1996:19) :
“in the secondary market existing securities are simply being transferred
between parties and the issuer is not receiving new funds”.
Menurut Tandelilin (2000) dalam Marchia Penny Tarina (2003), perdagangan di
pasar sekunder dapat dilakukan di dalam dua jenis pasar:
1. Pasar lelang (auction market)
Pasar lelang adalah pasar sekuritas yang melibatkan proses pelelangan
(penawaran) pada sebuah lokasi fisik. Investor tidak dapat secara
langsung melakukan transaksi melainkan melalui perantaraan broker.
2. Pasar negosiasi
Pasar negosiasi terdiri dari jaringan berbagai dealer yang menciptakan
berbagai pasar tersendiri di luar lantai bursa bagi sekuritas, dengan cara
membeli dari dan menjual kepada investor. Pasar negosiasi juga sering
disebut dengan istilah over the counter market (otc) atau di Indonesia
dikenal dengan bursa paralel.
Di pasar sekunder yang melakukan perdagangan saham adalah para
pemegang saham serta investor lainnya sebagai calon pemegang saham yang baru.
Pada pasar sekunder, saham mulai dicatat dan diperdagangkan di bursa. Jumlah
uang yang berputar dalam pasar sekunder tidak lagi mengalir ke dalam perusahaan
yang menerbitkan saham tersebut, akan tetapi berpindah dari pemegang saham
yang satu ke pemegang saham yang lain. Pada saat itulah harga dari saham-saham
atau sekuritas tersebut mengalami perubahan atau fluktuasi sesuai dengan
permintaan dan penawaran saham atau sekuritas tersebut.
2.6 Initial Public Offering
Menurut Jeff Madura (2001:234) Initial Public Offering didefinisikan
sebagai berikut:“First time offering of shares by a specific firm to the public”.
Jika perusahaan ingin menambah jumlah kepemilikan saham dengan penerbitan
saham baru, maka salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan
menawarkan saham tersebut kepada publik (go-public).
Pada saat perusahaan melakukan penawaran perdana maka proses tersebut
dinamakan Initial Public Offering. Perusahaan yang belum go-public, awalnya
saham-sahamnya dimiliki oleh para manajer, pegawai kunci dan sejumlah kecil
investor. Dalam usaha mendapat modal, perusahaan menjual sahamnya kepada
publik. Pada saat perusahaan melakukan IPO, tidak ada harga pasar saham sampai
dimulainya penjualan di pasar sekunder. Pada saat tersebut umumnya investor
memiliki informasi terbatas seperti yang diungkapkan dalam prospektus.
Biasanya perusahaan yang merencanakan IPO akan menggunakan jasa
perusahaan sekuritas untuk memberikan rekomendasi menangani jumlah saham
yang diterbitkan dan harga saham. Penjamin emisi (underwriter) berperan sangat
penting dalam proses penawaran umum saham. Dalam menghadapi IPO, publik
selalu mengetahui terlebih dahulu pihak yang menjadi underwriter.
Menurut Asril Sitompul (2000) perjanjian emisi efek antara emiten dengan
underwriter terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1. Full commitment
Yaitu, underwriter berjanji untuk membeli semua saham yang
dikeluarkan dalam penawaran umum perdana dan menjualnya kembali
kepada investor.
2. Best effort
Yaitu, underwriter menggunakan kemampuan terbaiknya dalam menjual
saham tanpa adanya kewajiban untuk membeli saham yang tidak terjual.
Ada beberapa faktor yang termasuk keuntungan dan kerugian dalam
melaksanakan go public yang perlu dipertimbangkan. Keuntungan dari go public
menurut Jogiyanto Hartono (2000) antara lain:
a. Kemudahan mendapatkan modal di masa mendatang.
b. Meningkatkan likuiditas pemegang saham.
c. Nilai pasar perusahaan dapat diketahui.
Sedangkan kerugian yang patut dipertimbangkan adalah:
a. Meningkatnya biaya pelaporan
b. Pengungkapan (disclosure)
c. Ketakutan untuk diambil alih.
Dengan go public, maka perusahaan dapat menghimpun dana dari
masyarakat yang relatif besar. Dana yang diperoleh tersebut diharapkan dapat
digunakan untuk keperluan pendanaan, membiayai kegiatan operasi perusahaan,
ekspansi serta memperbaiki stuktur modal perusahaan.
Perusahaan yang akan melakukan go public harus melakukan persiapan
yang matang agar penawaran umum yang dilakukannya dapat berjalan dengan
baik. Persiapan meliputi penunjukkan underwriter, profesi dan lembaga
penunjang, persiapan dokumen-dokumen yang diperlukan, melakukan kontrak
pendahuluan dengan BEI serta public expose (Anindita Poetri, 2004).
Gambar 2.1
Tahapan dalam rangka Penawaran Umum
2.6.1 Prospektus
Intern perusahaan
BAPEPAM
Emisi
Pasar primer
Pasar sekunder
pelaporan
sesudah emisi
1. Rencana Go Public
2. RUPS
3. Penunjukan underwriter
4. profesi penunjang
5. lembaga penunjang
6. Mempersiapkan dokumen
7. Konfirmasi sebagai agen
penjual oleh penjamin emisi
8. Kontrak pendahuluan
9. Penandatanganan perjanjian
10. Public expose
1. Emiten menyampaikan pernyataan pendaftaran
2. Ekspor terbatas di BAPEPAM
3. Tanggapan atas:
• kelengkapan dokumen,
• kecukupan & kejelasan informasi
• keterbukaan (aspek hukum, akuntansi, keuangan
& manajemen)
4. Komentar tertulis dalam waktu 45 hari
5. Pernyataan pendaftaran dinyatakan efektif
1. Penawaran oleh sindikasi
penjamin emisi dan agen
penjualan
2. Penjatahan kepada
pemodal oleh penjamin
emisi dan agen penjualan.
3. Penyerahan efek kepada
pemodal secara elektronik
1. Emiten mencatatkan efeknya di bursa.
2. Perdagangan efek di bursa
• Laporan berkala, misal:
Laporan tahunan & tengah
tahunan
• Laporan kejadian penting &
relevan, misalnya akuisisi dan
pergantian direksi, dll.
Sumber:
Klinik Go Public & Investasi
Divisi Komunikasi BEJ
Sebelum emisi
Ketika perusahaan yang memutuskan akan melakukan IPO tidak terlalu
dikenal oleh investor, mereka harus menyediakan informasi yang detail mengenai
kondisi operasi dan finansial mereka. Prospektus mengandung laporan keuangan
yang detail dan penjelasan mengenai resiko yang terkandung di dalamnya.
Prospektus disediakan untuk investor potensial yang berkeinginan untuk
berinvestasi pada IPO. Setelah perusahaan memperoleh izin dari BAPEPAM,
maka perusahaan akan mengumumkan prospektusnya.
“Prospektus adalah suatu dokumen yang berisikan keterangan yang
dianggap penting dari suatu penawaran efek yang pasti akan terjadi”.
(M. Fakhruddin, 2001: 328). Dokumen tersebut digunakan oleh emiten dan para
penjamin emisi untuk menarik minat pemodal terhadap penawaran efek.
M. Fakhruddin (2001: 329) menjabarkan hal-hal yang perlu dicantumkan dalam
prospektus sebagai berikut:
a. Berapa banyak jumlah lembar saham yang ditawarkan, dan pada harga berapa penawaran perdana tersebut.
b. Jadwal kegiatan IPO tersebut c. Tujuan IPO d. Penggunaan dana hasil IPO e. Pernyataan hutang dan kewajiban f. Analisis dan pembahasan oleh manajemen g. Risiko usaha h. Kejadian penting setelah tanggal laporan keuangan i. Keterangan tentang perseroan j. Kegiatan dan prospek usaha. k. Ikhtisar data keuangan penting l. Modal sendiri m. Kebijakan deviden n. Perpajakan o. Penjaminan emisi efek p. Profesi penunjang pasar modal q. Persyaratan pemesanan pembelian saham r. Penyebarluasan prospektus
Informasi yang diungkapkan dalam prospektus akan membantu investor
untuk membuat keputusan yang rasional mengenai risiko dan nilai saham yang
sesungguhnya ditawarkan emiten.
2.7 Analisis Laporan Keuangan
Para pengguna laporan keuangan akan mendapatkan manfaat dari
informasi yang terkandung dalam laporan keuangan apabila mereka selain
memahami laporan keuangan tersebut, juga mampu mengolah dan menganalisis
semua informasi yang ada agar keputusan yang diambil merupakan keputusan
yang efektif. Kieso (2002: 12) menjelaskan mengenai perlunya
analisis laporan keuangan.
“Communication in accounting means more than just preparing the
reports; communication also presumes understanding. To promote
understanding, accountants, as well as other interested parties, analyze
and interpret financial statement.”
Laporan keuangan membantu pengguna mendapatkan informasi di dalam
pengambilan keputusan ekonomi yang lebih baik. .
2.7.1 Definisi Analisis Laporan Keuangan
Menurut Dorms (1990: 81), analisis laporan keuangan dapat diartikan
suatu seni dalam menganalisis dan menginterpretasikan laporan keuangan.
“The general terms financial statement analysis reflects to the art of analyzing and interpreting financial statement. Effective application of this art requires the establishment of a systematic and logical procedure that may be used as a basis for informed decision making. In the final analysis, informed decision making is the overriding goal of financial statement analysis.”
Analisis laporan keuangan menurut Bowlin (1990: 13) dalam Luana
(2007) adalah:
“In general, financial analysis provides a method for assessing the
financial strengths and weaknesses of the firm using information found in
its financial statements.”
Menurut Bernstein dalam Usman Sastradipraja (2007) mengenai definisi
Analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut :
“Financial statement analysis is the judgemental process that aims to evaluate the current and past financial positions and results of operation of an enterprise with primary objective of determining the best possible estimates and predictions about future conditions and performance”.
Sedangkan Usman Sastradipradja (2007) menjabarkan Analisis laporan keuangan
sebagai suatu proses penguraian laporan keuangan ke dalam komponen laporan
keuangan dan penelaahan masing-masing komponen laporan keuangan tersebut
serta hubungan antar komponen, dengan menggunakan teknik-teknik analisis
yang ada agar diperoleh pengertian yang tepat dan gambaran yang komprehensif
tentang laporan keuangan tersebut.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa analisis
keuangan digunakan sebagai alat untuk membantu pengambilan keputusan dan
analisis ini memakai laporan keuangan sebagai sumber informasi. Analisis
laporan keuangan ini membantu mendapatkan pengertian yang lebih baik tentang
keadaan keuangan perusahaan. Para pengambil keputusan membutuhkan
informasi-informasi yang tepat dan relevan sebelum suatu keputusan diambil,
maka hasil analisis laporan harus disajikan dengan jelas dan dapat dimengerti.
2.7.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Dorms (1990: 81) menjelaskan tujuan analisis laporan keuangan sebagai
berikut:
“Two intermediate goals or objectives of financial statements analysis are
also of interest to intelligent analyst:
1) to understand the numbers or get behind the figures,
2) to develop reasonable basis for forecasting the future.”
Tujuan dari analisis laporan keuangan juga diungkapkan oleh Gibson
(1992: 120) sebagai berikut:
“The judgment process, one of the primary objectives is identification of
major change (turning points) in trends, a relationship and investigation
of the reason underlying those change.”
Dari beberapa pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan analisis
laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1) Untuk memahami arti dari angka-angka yang tercantum dalam laporan
keuangan.
2) Menginterpretasikan angka-angka ke dalam rasio yang dapat
menunjukkan prestasi perusahaan.
3) Sebagai dasar dalam melakukan peramalan mengenai keadaan
perusahaan di masa depan.
4) Untuk membantu manajemen dalam mengidentifikasikan perubahan-
perubahan pada perusahaan baik dalam jumlah, tren dan hubungan
diantaranya, serta untuk menganalisis alasan yang mendasarinya.
2.8 Analisis Rasio Keuangan
2.8.1 Definisi Analisis Rasio Keuangan
Salah satu cara analisis laporan keuangan yang umum digunakan oleh para
analis adalah analisis rasio keuangan. Munawir (1993: 37) memberikan penjelasan
analisis rasio keuangan:
“Analisis rasio keuangan merupakan suatu metode analisis untuk
mengetahui hubungan dan pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba
rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.” \
Sedangkan Dorms (1990: 82) dalam Luana (2007) mengungkapkan penjelasan
mengenai analisis rasio keuangan:
“Ratio analysis is one common used tool of financial statement analysis.
In general terms these uses of ratio allows the analyst to develop a set of
statistics that reveal key financial characteristics of the organization under
scrutiny.”
Van Horne (1992: 140) menjelaskan mengenai pengertian analisis rasio
keuangan. Analisis rasio keuangan melibatkan dua jenis perbandingan, yakni
pertama analisis tersebut dapat membandingkan rasio saat ini dengan rasio masa
lalu dalam perusahaan yang sama. Kedua, analisis rasio ini dapat menghubungkan
satu pos dengan pos lainnya dalam laporan keuangan dan memberikan gambaran
yang jelas tentang hubungan antar pos-pos tersebut. Rasio keuangan juga dapat
dihitung untuk laporan proyeksi dibandingkan dengan rasio sekarang dan masa
lalu.
2.8.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan
Jenis-jenis rasio keuangan menurut Sartono (1994: 113) adalah sebagai
berikut:
1. rasio likuiditas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya
2. rasio aktivitas, menunjukkan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset untuk memperoleh penjualan
3. financial leverage ratio, menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang
4. rasio profitabilitas, dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, asset, maupun bagi modal sendiri.
Sedangkan Horne (1992: 162) mengelompokkan rasio keuangan menjadi
dua jenis, yaitu:
1. Rasio Neraca karena pembilang dan penyebut dari masing-masing rasio
berasal dari neraca. Rasio ini meliputi 2 sub divisi rasio, yaitu:
1) Rasio Likuiditas, yaitu rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.
2) Rasio Hutang, yaitu rasio yang menunjukkan batasan dimana
perusahaan didanai oleh hutangnya.
2. Rasio Laporan Laba Rugi yang membandingkan satu perkiraan dengan
perkiraan lain pada laporan laba rugi. Rasio ini meliputi 3 sub divisi
rasio, yaitu:
1) Rasio pencakupan (Coverage Ratio) yaitu rasio yang
menghubungkan biaya keuangan perusahaan dengan
kemampuan untuk membayar biaya tersebut.
2) Rasio Aktivitas, yaitu rasio yang mengukur keefektifan perusahaan
dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya.
3) Rasio laba yaitu rasio yang menghubungkan laba dengan penjualan
dan investasi.
2.8.3 Metode Pembandingan Rasio Keuangan
Menurut Syamsudin (2004), pada pokoknya ada 2 cara yang dapat
dilakukan didalam membandingkan rasio finansial perusahaan, yaitu:
1. Cross sectional approach adalah suatu cara mengevaluasi dengan
jalan membandingkan rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan
perusahaan lainnya yang sejenis pada saat yang bersamaan. Jadi
dengan pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa baik
atau buruk suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis
lainnya. Pembandingan dengan cara ini juga dapat dilakukan dengan
jalan membandingkan rasio rata-rata industri (the firm’s ratio to
industry average).
2. Time series analysis dilakukan dengan cara membandingkan rasio-
rasio finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya.
Pembandingan antara rasio yang dicapai saat ini dengan rasio-rasio
pada masa lalu akan memperlihatkan apakah perusahaan mengalami
kemajuan atau kemunduran. Perkembangan perusahaan akan dapat
dilihat pada trend dari tahun ke tahun, sehingga dengan melihat
perkembangan ini perusahaan dapat membuat rencana-rencana untuk
masa depannya. Tersirat dalam pengertian ini bahwa perkembangan
suatu perusahaan haruslah dibandingkan dengan masa lalunya. Setiap
perkembangan-perkembangan yang tidak diingini haruslah segera
diperbaiki dan diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan semula.
Time series analysis juga sangat membantu dalam menilai kewajaran
(reasonableness) dari laporan-laporan keuangan yang diproyeksikan.
2.8.4 Kelebihan dan Kekurangan Analisis Rasio
Analisis rasio mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan jenis-
jenis analisa laporan keuangan lainnya. Kelebihan-kelebihan tersebut menurut
Sofyan (2001: 298) antara lain:
1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.
2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain. 4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi. 5. Menstandarisir ukuran perusahaan. 6. Lebih mudah membandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau
melihat perkembangan perusahaan secara periodik/ time series. 7. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa
yang akan datang.
Di samping kelebihan yang telah disebutkan, analisa jenis rasio pun tetap
memiliki beberapa kekurangan yang harus diperhatikan ketika memutuskan untuk
menggunakannya sebagai alat pengukuran dalam laporan keuangan. Kekurangan-
kekurangan tersebut menurut Sofyan (2001: 298) antara lain:
1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya.
2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi kekurangan teknik ini seperti:
3. jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio.
4. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron. 5. Jika dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar
akuntansi yang dipakai tidak sama, sehingga jika dilakukan perbandingan dapat menimbulkan kesalahan.
Menurut Bowlin & carter (1990: 39) terdapat keterbatasan pada analisis
rasio, yaitu:
Limitation on Ratio Analysis:
1. firms frequently engage in multiple line of business, 2. industry norms or average ratios reflect a conglomeration of varied
accounting, 3. published industry norms are not representative samples, 4. is the average industry ratio a desirable target? 5. reasonability can influence a firm’s computed ratio.
2.9 Return on Assets (ROA)
Analisis Return on Assets (ROA) dalam analisis keuangan mempunyai arti
yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat
menyeluruh (komprehensif). Analisa Return on Assets (ROA) ini sudah
merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan dan
juga investor untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan
(Marchia Penny, 2003).
Pengertian ROA menurut Munawir (1993: 91) adalah sebagai berikut:
“ROA itu sendiri adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.”
Return on Assets (ROA) dihitung dengan menggunakan rumus:
Rasio ini menghubungkan laba bersih yang diperoleh dari operasi
perusahaan (net income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan
untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut (munawir, 1993:91).
ROA Net Income Total assets
=
Gitman (2000: 321) dalam bukunya principles of Managerial Finance,
menyatakan:
Return on Assets, measures the overall effectiveness of management in generation profits with its available assets; also called the return on investment.”
Kegunaan ROA menurut Munawir (1993: 91) adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu kegunaannya yang paling prinsipal ialah sifatnya
yang menyeluruh. Apabila perusahaan sudah menjalankan praktek
akuntansi yang baik, maka manajemen dengan menggunakan teknik
analisa Return on Assets (ROA) dapat mengukur efisiensi penggunaan
modal yang bekerja, efisiensi produksi, dan efisiensi bagian penjualan.
2. Apabila perusahaan dapat mempunyai data industri sehingga dapat
diperoleh rasio industri, maka dengan analisa Return on Assets (ROA)
ini dapat dibandingkan efisiensi penggunaan modal pada
perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat
diketahui apakah perusahaannya berada di bawah, sama atau diatas
rata-ratanya. Dengan demikian dapat diketahui kelemahannya dan apa
yang sudah kuat dalam perusahaan tersebut dibandingkan dengan
perusahaan lain yang sejenis.
3. Analisis ROA dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh divisi/ bagian yaitu dengan
mengalokasikan biaya dan modal kedalam bagian yang bersangkutan.
Arti pentingnya adalah membandingkan efisiensi suatu bagian dengan
bagian lain di dalam perusahaan yang bersangkutan.
4. Analisa ROA dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari
masing-masing produk yang dihasilkan perusahaan.
5. ROA selain berguna untuk keperluan kontrol, juga berguna untuk
keperluan perencanaan. Misalnya ROA dapat digunakan sebagai dasar
untuk pengambilan keputusan apabila perusahaan akan melakukan
ekspansi.
Penelitian yang dilakukan oleh Imam Ghozali (2002) dengan periode
penelitian 1997-2000 menemukan bahwa Return on Assets (ROA) mempunyai
pengaruh yang signifikan negatif terhadap tingkat underpricing. Semakin tinggi
ROA maka mengakibatkan semakin rendah tingkat underpricing nya begitu juga
sebaliknya. Sehingga investor dalam menanamkan modalnya di BEI khususnya
dalam membeli saham di pasar perdana dapat mempertimbangkan faktor Return
on Assets (ROA). ROA yang tinggi juga bisa berarti terjaminnya kebutuhan dana
bagi perusahaan dalam beroperasi di masa yang akan datang.
2.10 Leverage dan Financial Leverage
2.10.1 Leverage
Menurut Lawrence J. Gitman leverage is results from the use of fixed-cost
assets of funds to magnify returns to the firm’s owners (2000: 488). Dari
pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa leverage digunakan oleh
suatu perusahaan bukan hanya untuk membiayai aktiva serta menanggung
biaya tetap, melainkan juga untuk memperbesar penghasilan seperti yang
diungkapkan oleh James C. Van Horne dan John M. Wachowicz, Jr.
(1998: 425) dalam Helmi (2004): “Leverage is the used of fixed cost in
any attempt to increase (lever up) profitability.
2.10.2 Financial Leverage
Menurut Lawrence J. Gitman (2000: 489):
“Financial leverage is concerned with the relationship between the firms
EBIT and its common stock Earnings Per Share (EPS).”
Financial leverage merupakan penggunaan dana permanen atau jangka
panjang yang disertai dengan beban tetap, dengan harapan agar penghasilan serta
nilai saham perusahaan dapat ditingkatkan. Dengan menerapkan kebijakan
financial leverage, perusahaan memutuskan untuk mengikutsertakan modal
pinjaman dengan disertai kewajiban membayar beban yang bersifat tetap di dalam
struktur modal perusahaan, disebut juga trading on equity, sebagai jaminan
penarikan pinjaman dari kreditur, karena tidak satu pun dari pihak kreditur yang
bersedia memberikan pinjaman tanpa adanya jaminan keamanan dan pembayaran
kembali dari dana yang berasal dari para pemegang saham.
Rasio financial leverage dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Helmi (2004) menyatakan bahwa penerapan kebijakan financial leverage
memiliki dampak positif dan negatif sebagai berikut:
Dampak positif:
1. Meningkatkan volume produksi.
2. Mengikatkan pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT).
3. Meningkatkan Return on Equity
Dampak negatif:
1. Meningkatkan biaya penggunaan modal (cost of capital).
Fin Lev = Total debt Total assets
2. Meningkatkan resiko keuangan (financial risk).
Setiap perusahaan yang menerapkan kebijakan financial leverage harus
benar-benar memperhatikan imbangan resiko dan hasil (risk-return trade off) dari
kebijakan tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya efek negatif dari penggunaan
financial leverage. Oleh karena itu, proporsi antara modal pinjaman dan modal
sendiri merupakan yang paling penting dalam menentukan profitabilitas dari
penggunaan financial leverage tersebut, seperti yang diungkapkan oleh J. F.
Weston & Eugene F. Brigham (terjemahan, 1990: 301) dalam Helmi (2004):
“Rasio total utang terhadap total aktiva, yang umumnya disebut rasio
utang, menghitung persentase total dana yang disediakan oleh para kreditor.
Perbandingan antara modal pinjaman dan modal sendiri diukur dengan leverage
factor, yaitu rasio perbandingan antara total utang (modal pinjaman) dan total
aktiva.”
Diterapkannya kebijakan financial leverage akan menghadapkan
perusahaan pada resiko keuangan. Adanya pembesaran dari efek EBIT-EPS
perusahaan akan meningkatkan nilai EPS (jika EBIT naik), tetapi jika EBIT turun,
maka perusahaan akan mengalami penurunan nilai EPS yang drastis. Dengan
demikian, penerapan kebijakan financial leverage bukan saja akan meningkatkan
kemungkinan perusahaan mengalami kerugian, tetapi juga akan meningkatkan
nilai kerugian.
2.11 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan,
yang dapat ditunjukkan melalui total aktiva, jumlah karyawan, jumlah penjualan,
rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total aktiva (Ferri & Jones, 1979 dalam
Tantri, 2007). Menurut Ronal Clapham (1996) dalam Tantri (2007), ukuran
perusahaan yang biasa dipakai untuk menentukan tingkatan perusahaan adalah:
1. Tenaga kerja, merupakan jumlah pegawai tetap dan honorer yang terdaftar atau bekerja di perusahaan pada suatu saat tertentu.
2. Tingkat penjualan, merupakan volume penjualan suatu perusahaan pada suatu periode tertentu misalnya satu tahun.
3. Total hutang ditambah dengan nilai pasar saham biasa perusahaan yang merupakan jumlah hutang dan nilai pasar saham biasa perusahaan pada saat atau suatu tanggal tertentu.
4. Total aktiva (assets), yang merupakan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan pada suatu saat tertentu.
Ukuran untuk size perusahaan dalam penelitian ini akan menggunakan
total aktiva. Indikator ukuran perusahaan adalah total aktiva karena menurut
penelitian yang dilakukan oleh Bambang Suripto dalam Tantri (2007), total aktiva
merupakan salah satu komponen dalam pengukuran size yang paling berpengaruh
terhadap hasil penelitian. Total aktiva terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tidak
lancar setelah dikurangi depresiasi.
Ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor. Total
aktiva perusahaan merupakan tolak ukur besaran atau ukuran perusahaan.
Biasanya perusahaan besar mempunyai total aktiva yang besar pula nilainya.
Semakin besar perusahaan, semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin
mudah untuk mendapatkan informasi akan meningkatkan kepercayaan investor
dan mengurangi faktor ketidakpastian yang berarti risiko underpricing menjadi
lebih kecil (Chastina Yolana & Dwi Martani, 2005).
Ritter (1987) & Hanley (1993) seperti yang dikutip oleh Tantri (2007)
membuktikan bahwa perusahaan berukuran kecil cenderung mengalami
underpricing dibandingkan dengan perusahaan besar. Penemuan tersebut semakin
dikuatkan dengan hasil penelitian Kooli & Suret (2001) yang menegaskan bahwa
IPO yang dilakukan oleh perusahaan kecil lebih beresiko dibandingkan dengan
perusahaan besar sehingga perusahaan kecil sering mengalami underpricing
dibandingkan dengan perusahaan besar.
2.12 Underpricing
Fenomena underpricing yang terjadi pada saat perusahaan (emiten)
melakukan IPO atau penawaran umum dikarenakan adanya mispriced di pasar
perdana sebagai akibat adanya ketidakseimbangan informasi antara pihak
penjamin emisi dengan emiten. Dalam literatur keuangan masalah tersebut disebut
adanya asymetry information. Di Indonesia, fungsi penjaminan hanya ada satu
tipe yaitu tipe full commitment, sehingga pihak penjamin emisi berusaha untuk
mengurangi risiko dengan jalan menekan harga di pasar perdana agar terhindar
dari kerugian.
Underpricing pada harga perdana akan diikuti oleh kenaikan harga pada
hari-hari perdagangan berikutnya. Menurut Wiley & Sons (1999) underpriced
bermula dari harga perdana yang menarik atau undervalued bagi investor yang
menyebabkan terjadinya.
Menurut Ainina & Mohan (1991) dalam Tantri (2007), definisi tentang
tingkat underpricing adalah:
“Underpriced level was calculated as the present change in the offering
price to the first day ending bid or closing price depending on trading
location.”
Bahwa tingkat underpricing merupakan persentase perubahan harga
saham yang ditawarkan pada penawaran umum perdana atau pasar primer dengan
harga penutupan hari pertama di pasar sekunder. Sedangkan menurut Carter &
Manaster (1990) dalam Yuwendhy (2004), definisi underpriced adalah hasil dari
ketidakpastian harga saham pada pasar sekunder.
Manaster (1990) dalam Ghozali (2002), mendefinisikan underpriced
sebagai hasil dari ketidakpastian harga saham pada pasar sekunder. Beatty &
Ritter (1996) dalam Yuwendhy (2004) menemukan bahwa semakin besar tingkat
ketidakpastian mengenai nilai yang sesungguhnya dari harga saham, maka
semakin tinggi pula tingkat underpricing, dengan kata lain berkorelasi positif
dengan tingkat underpricing pasar perdana.
Menurut Wiley & Sons (1999) dalam Tantri (2007), tingkat underpricing
bermula dari harga perdana yang menarik atau undervalued bagi investor yang
menyebabkan oversubscribed saham, yaitu jumlah yang memesan lebih banyak
daripada yang ditawarkan. Oversubscription berarti ketika saham pertama kali
diperdagangkan di pasar sekunder, harga pembukaan atau harga pasar akan
bergerak meninggi daripada harga yang diterbitkan atau harga perdana
(Ghozali: 2002).
top related