bab ii tinjauan pustaka 2.1 klasifikasi dan fungsi jalan ... ii.pdf · 2.1.1 klasifikasi jalan...
Post on 12-Mar-2019
238 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan
Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan
Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan
atas jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder.
2.1.1 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kelas Jalan
Menurut UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
klasifikasi jalan berdasarkan kelas jalan adalah sebagai berikut:
a. Kelas Jalan I
Jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan adalah 10 ton.
b. Kelas Jalan II
Jalan arteri, kolektor, local, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, ukuran tinggi 4.200 milimeter,
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan adalah 8 ton.
c. Kelas Jalan III
Jalan arteri, kolektor, local, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, ukuran paling tinggi 3.500
milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan adalah 8 ton.
d. Kelas Jalan Khusus
Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar
melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 milimeter,
ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih
dari 10 ton.
6
2.1.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsinya.
Menurut PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan, klasifikasi jalan berdasarkan
fungsinya adalah sebagai berikut:
1. Jalan arteri primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu
dengan kota jenjang kedua. Untuk jalan arteri primer wilayah perkotaan,
mengikuti kriteria sebagai berikut:
- Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan arteri primer luar
kata.
- Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.
- Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 60 km/jam.
- Lebar badan jalan tldak kurang dari 11 meter.
- Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas
regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu
lintas ulang alik dan lalu lintas lokal, dan kegiatan 1okal.
- Kendaraan angkutan berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan
menggunakan jalan ini.
- Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antara jalan
masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter.
- Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu, sesuai dengan
volume lalu lintasnya.
- Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas harian
rata-rata.
- Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari
fungsi jalan yang lain.
- Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan ini tidak diijinkan.
2. Jalan kolektor primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang ketiga. Untuk wilayah perkotaan kriterianya:
- Jalan kolektor primer kota merupakan terusan jalan kolektor primer
luar kota.
- Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer,
7
- Dirancang untuk kecepatan rencana 40 km/jam
- Lebar badan jalan tidak kurang dari 9 meter.
- Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien dan jarak antaranya lebih
dari 400 meter.
- Kendaraan angkutan berat dan bus dapat diijinkan melalui jalan ini.
- Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume
lalu lintasnya.
- Kapasitasnya sama atau lebih besar dari volume lalu lintas harian rata-
rata.
- Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi dan tidak diijinkan pada jam
sibuk.
- Besarnya LHR umumnya lebih rendah daripada jalan arteri primer.
3. Jalan lokal primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan persiil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persiil
atau jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan
kota dibawahnya, atau jenjang ketiga dengan persiil atau kota dibawah
jenjang ketiga sampai persiil.
Kriteria untuk jalan lokal primer:
- Merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.
- Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
- Dirancang untuk kecepatan rencana 20 km/jam.
- Kendaraan angkutan barang dan bus diijinkan melalui jalan ini.
- Lebar jalan tidak kurang dari 7,5 meter.
- Besarya LHR pada umumnya paling rendah pada sistem primer,
Kawasan primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer.
Fungsi primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan
kota sebagai pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah
pengembangannya.
4. Jalan arteri sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer
dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Kriteria untuk jalan perkotaan:
8
- Dirancang berdasarkan kecepatan rancang paling rendah 30 km/jam
- Lebar jalan tidak kurang dari 11 meter.
- Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan
ini di daerah pemukiman.
- Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi.
- Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
- Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari sistem primer.
5. Jalan kolektor sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang ketiga. Untuk wilayah perkotaan kriterianya:
- Dirancang untuk kecepatan rencana 20 km/jam.
- Lebar badan jalan tidak kurang dari 9 meter.
- Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui jalan ini di
daerah pemukiman.
- Kapasitasnya sama/lebih besar dari volume lalu lintas harian rata-rata.
- Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi.
- Besarnya LHR umumnya lebih rendah daripada jalan sistem primer.
6. Jalan lokal sekunder, menghubungkan antar kawasan sekunder ketiga atau
dibawahnya dan kawasan sekunder dengan perumahan. Kriteria untuk
daerah perkotaan adalah:
- Dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling renda 10 km/jam.
- Lebar badan jalan tidak kurang dari 7,5 meter.
- Kendaraan angkutan barang dan bus tidak diijinkan melalui jalan ini di
daerah pemukiman.
- Besarnya LHR umumnya paling rendah dibanding fungsi jalan yang
lain.
7. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan. Kriteria untuk daerah perkotaan adalah:
- Kecepatan rata-rata rendah 10-15 km/jam
- Lebar jalan kurang dari 6,5 meter.
- Perjalanan jarak dekat.
9
2.1.3 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Wewenang Pembinaan
Menurut PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan dan UU No. 22 tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, berdasarkan wewenang pembinaan, jalan
dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Jalan Nasional, yang termasuk kelompok ini adalah jalan arteri primer,
jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi dan
jalan lain yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional.
Penerapan status suatu jalan sebagai jalan nasional dilakukan dengan
keputusan Menteri.
2. Jalan Propinsi, yang termasuk kelompok jalan propinsi adalah jalan
kolektor primer yang menghubungkan Ibukota Propinsi dengan Ibukota
Kabupaten/Kotamadya atau antar Ibukota Kabupaten/ Kotamadya.
Penetapan suatu jalan sebagai jalan propinsi dilakukan dengan keputusan
Menteri Dalam Negeri atas usulan Pemda Tingkat I yang bersangkutan,
dengan memperhatikan pendapat Menteri.
3. Jalan Kabupaten, yang termasuk kelompok jalan Kabupaten adalah jalan
kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi,
jalan lokasi primer, jalan sekunder dan jalan lain yang tidak termasuk
dalam kelompok jalan nasional atau jalan propinsi serta jalan kotamadya.
Penetapan status suatu jalan sebagai jalan kabupaten dilakukan dengan
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas usul Pemda Tingkat II
yang bersangkutan.
4. Jalan Kotamadya, yang termasuk kelompok jalan Kotamadya adalah jalan
sekunder di dalam kotamadya. Penetapan status suatu ruas jalan arteri
sekunder dan atau ruas jalan kolektor sekunder sebagai jalan Kotamadya
dilakukan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas
usulan Pemda Kotamadya yang bersangkutan.
5. Jalan Tol, adalah jalan yang dibangun dimana kepemilikan dan
penyelenggaraannya ada pada pemerintah atas usul Menteri, Presiden
menetapkan suatu ruas jalan tol dan haruslah merupakan alternatif lintas
jalan yang ada. Jalan tol harus mempunyai spesifikasi yang lebih tinggi
daripada lintas jalan umum yang ada. Persyaratan lainnya, jalan tol harus
10
memberikan keandalan yang lebih tinggi kepada para pemakaiannya
daripada jalan umum yang ada, yang pelaksanaannya diatur dengan
peraturan pemerintah.
2.2 Kondisi Geometrik dan Kondisi Lingkungan
Dalam menghitung kapasitas dan ukuran kinerja segmen jalan, data
kondisi geometrik dan lingkungan yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:
2.2.1 Kondisi Geometrik
Yang dimaksud data kondisi geometrik antara lain:
a. Jalur gerak yaitu badan jalan yang direncanakan khusus untuk
kendaraan bermotor lewat, berhenti dan parkir (termasuk bahu).
b. Jalur jalan yaitu seluruh bagian dari jalur gerak, median dan pemisah
luar.
c. Median yaitu daerah yang memisahkan arah lalu lintas pada suatu
segmen jalan.
d. Lebar jalur yaitu lebar jalur jalan yang dilewati lalu lintas, tidak
termasuk bahu.
e. Lebar jalur efektif yaitu lebar rata-rata yang tersedia bagi gerak lalu
lintas setelah dikurangi unruk parkir tepi jalan, atau halangan lain
sementara yang menutup jalan.
f. Kerb yaitu batas yang ditinggikan dari bagian bahu antara pinggir jalur
lalu lintas dengan trotoar.
g. Trotoar yaitu bagian dari jalan yang disediakan bagi pejalan kaki yang
dipisahkan dari jalur jalan oleh kerb.
h. Jarak penghalang kerb yaitu jarak dari kerb ke penghalang di trotoar
(misalnya pohon, tiang 1ampu).
i. Lebar bahu yaitu lahan di sisi jalur jalan yang disediakan untuk
kendaraan berhenti, kadang-kadang pejalan kaki dan kendaraan tak
bermotor.
j. Lebar bahu efektif yaitu lebar bahu yang benar-benar tersedia untuk
digunakan, setelah pengurangan akibat penghalang seperti pohon, dsb.
11
k. Panjang jalan yaitu panjang segmen jalan yang dipelajari (termasuk
persimpangan kecil).
l. Tipe jalan
Tipe jalan menentukan jumlah lajur dan arah dalam suatu segmen
jalan:
- 2 lajur 1 arah (2/1)
- 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2 UD)
- 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2 UD)
- 4 lajur 2 arah terbagi (4/2 D)
- 6 lajur 2 arah terbagi (6/2 D)
m. Jumlah lajur
Jumlah lajur ditentukan dari marka jalan atau dari lebar efektif jalur
untuk segmen jalan:
- Lebar jalur efektif 5 s/d 10,5 meter untuk jalan dengan jumlah lajur
2.
- Lebar jalur efektif 10,5 s/d 16 meter untuk jalan dengan jumlah
lajur 4.
Data kondisi-kondisi geometrik jalan dijabarkan pada Gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Kondisi-kondisi geometrik jalan
Sumber: Departemen PU (1997)
12
Mengenai tata ruang jalan dan bagian-bagian jalan yang mengacu pada
penjelasan pada PP No. 34/2006 tentang jalan, dijelaskan lebih lanjut pada
Gambar 2.2 dan Tabel 2.1 berikut:
Gambar 2.2 Ruang Jalan
Sumber: Departemen PU (1997)
Tabel 2.1 Ruang Jalan dan Bagian-Bagiannya
Sumber: Departemen PU (1997)
13
2.2.2 Kondisi Lingkungan
a. Ukuran kota adalah jumlah penduduk di dalam kota (juta). Ukuran kota
ditentukan dengan Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kelas Ukuran Kota
Ukuran Kota
(Juta Penduduk)
Kelas Ukuran Kota
(CS)
< 0,1 Sangat Kecil
0,1 – 0,5 Kecil
0,5 – 1,0 Sedang
1,0 – 3,0 Besar
> 3,0 Sangat Besar
Sumber: Departemen PU (1997)
b. Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari
aktifitas samping segmen jalan, seperti pejalan kaki (bobot = 0,5),
kendaraan umum atau kendaraan lain berhenti (bobot = 1,0), kendaraan
masuk atau keluar sisi jalan (bobot = 0,7) dan kendaraan tak bermotor
(bobot = 0,4). Frekuensi tiap kejadian hambatan samping dicacah dalam
rentang 200 meter ke kiri dan kanan potongan melintang yang diamati
kapasitasnya lalu dikalikan dengan bobotnya masing-masing. Frekuensi
kejadian terbobot menentukan kelas hambatan samping. Kelas hambatan
samping untuk jalan perkotaan ditentukan dengan Tabel 2.3.
14
Tabel 2.3 Kelas Hambatan Samping untuk Jalan Perkotaan
Frekuensi perbobot
kejadian per 200 m
per jam
Kondisi KhususKelas hambatan
samping
< 100 Pemukiman, hampir
tidak ada kegiatan
Sangat
rendah
VL
100 – 299 Pemukiman, beberapa
angkutan umum, dll
Rendah L
300 – 499 Daerah industri dengan
toko-toko di sisi jalan
Sedang M
500 – 899 Daerah niaga dengan
aktifitas sisi jalan yang
tinggi
Tinggi H
> 900 Daerah niaga dengan
aktifitas sisi jalan yang
sangat tinggi
Sangat
tinggi
VH
Sumber: Departemen PU (1997)
c. Batasan ruas
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) mendefinisikan suatu
ruas jalan sebagai berikut:
a. Suatu ruas jalan terletak di antara dan tidak dipengaruhi oleh simpang
bersinyal atau simpang tak bersinyal utama (diasumsikan minimal
hingga 75 meter dari simpang bersinyal atau simpang tak bersinyal
utama tidak diambil sebagai ruas jalan).
b. Mempunyai karakteristik yang hampir sama sepanjang jalan dengan
mengambil jarak 200 meter per segmen.
2.3 Arus dan Komposisi Lalu Lintas
Dalam MKJI, nilai arus lalu lintas (Q) dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi
satuan mobil penumpang dengan mengalikan jumlah kendaraan dengan ekivalensi
15
mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris berdasarkan tipe
kendaraan berikut:
a. Kendaraan ringan/light vehicle (LV) termasuk mobil penumpang, mini
bus, truk pick-up, dan jeep.
b. Kendaraan berat/heavy Vehicle (HV) termasuk truk dan bus.
c. Sepeda motor/motorcycle (MC).
d. Kendaraan tidak bermotor/unmotorized (UM)
Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan
tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam
kendaraan/jam seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5.
Tabel 2.4 Emp untuk jalan perkotaan tak terbagi
Tipe Jalan : Jalan
Tak Terbagi
Arus Lalu Lintas
Total dua arah
(kendaraan/jam)
Emp
HV
MC
Lebar Jalur Lalu
Lintas C (m)
≤ 6 > 6
Dua lajur tak terbagi
(2/2 UD)
0
≥1800
1,3
1,2
0,5
0,35
0,40
0,25
Empat lajur tak
terbagi (4/2 UD)
0
≥3700
1,3
1,2
0,40
0,25
Sumber : Departemen PU (1997)
Tabel 2.5 Emp untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah
Tipe jalan : jalan satu arah dan
jalan terbagi
Arah lalu lintas per
jalur (kend/jam)
Emp
HV MC
Tiga lajur satu arah (2/1) dan
Empat lajur terbagi (4/2 D)
0
1050
1,3
1,2
0,40
0,25
Tiga lajur satu arah (3/1) dan
Enam lajur terbagi (6/2 D)
0
1100
1,3
1,2
0,40
0,25
Sumber : Departemen PU (1997)
16
Khusus untuk kendaraan ringan (LV) nilai ekivalensi mobil
penumpangnya (emp) adalah 1,0. Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan
sebagai kejadian terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping.
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997), definisi
arus/volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada
potongan melintang jalan dalam satuan waktu tertentu.
Volume hasil penelitian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Q =T
n (2.1)
Dimana:
Q = Volume lalu lintas yang melalui suatu titik (kend/jam).
n = Jumlah kendaraan yang melalui titik dalam interval waktu T (kend).
T = Interval waktu pengamatan (jam).
2.4 Kapasitas Jalan
Kapasitas (C) didefinisikan sebagai arus lalu lintas maksimum yang yang
dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya:
rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu lintas). Untuk jalan dua lajur dua
arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), sedangkan
untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas
ditentukan per lajur. Kapasitas (C) dinyatakan dalam satuan mobil penumpang
(smp)
Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut
(Departemen PU, 1997):
C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS (2.2)
Dimana:
C = kapasitas (smp/jam).
Co = kapasitas dasar untuk kondisi tertentu ideal (smp/jam).
FCW = faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalan
FCSP = faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah.
FCSF = faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping.
FCCS = faktor penyesuaian kapasitas akibat ukuran kota (jumlah
penduduk).
17
2.4.1 Kapasitas Dasar
Kapasitas dasar merupakan kapasitas segmen jalan pada kondisi
geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan yang ditentukan
sebelumnya (ideal). Kapasitas dasar untuk jalan perkotaan dapat dilihat pada
Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kapasitas dasar (Co) untuk jalan perkotaan
Tipe Jalan Kapasitas dasar Keterangan
Empat lajur terbagi atau jalan
satu arah (4/2 D)
1650 Per lajur
Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) 1500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi (2/2 UD) 2900 Total dua arah
Sumber : Departemen PU (1997)
2.4.2 Faktor Penyesuaian Untuk Kapasitas
Faktor penyesuaian kapasitas terdiri dari faktor penyesuaian lebar jalan,
faktor penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian hambatan samping, dan
faktor penyesuaian kota.
1. Faktor Penyesuaian Lebar Jalan (FCW)
Faktor penyesuaian lebar jalan adalah faktor penyesuaian untuk kapasitas
dasar akibat lebar jalur lalu lintas. Faktor penyesuaian lebar jalan ditentukan
berdasarkan jenis jalan dan lebar efektif jalur lalu lintas (Wc). Untuk mencari
besarnya faktor penyesuaian lebar jalan yaitu dengan memasukkan nilai lebar
jalur lalu lintas efektif ke Tabel 2.7.
18
Tabel 2.7 Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur (FCW)
Tipe JalanLebar Jalan
efektif (m)FCW
Empat lajur terbagi atau jalan
satu arah
Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,92
0,96
1,00
1,04
1,08
Empat lajur tak terbagi Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,91
0,95
1,00
1,05
1,09
Dua lajur tak terbagi Per lajur
5
6
7
8
9
10
11
0,56
0,87
1,00
1,14
1,25
1,29
1,34
Sumber : Departemen PU (1997)
Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan yang mempunyai lebih dari
empat lajur dapat diperkirakan dengan menggunakan faktor penyesuaian kapasitas
untuk kelompok jalan empat lajur.
2. Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCSP)
Faktor penyesuaian pemisah arah adalah faktor penyesuaian untuk
kapasitas dasar akibat pemisahan arah lalu lintas. Pada jalan empat lajur reduksi
19
kapasitas lebih kecil daripada jalan dua arah untuk pemisah arah yang sama.
Sedangkan untuk jalan terbagi dan satu arah faktor penyesuaian kapasitas pemisah
arah bernilai 1,0.
Tabel 2.8 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCSP)
Pemisah arah
(%-%)
50-50 60-40 70-30 80-20 90-10 100-1
FCSP 2/2 UD 1,00 0,94 0,88 0,82 0,75 0,70
4/2 UD 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 0,85
Sumber : Departemen PU (1997)
3. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FCSF)
Faktor penyesuaian hambatan samping adalah faktor penyesuaian untuk
kapasitas dasar akibat hambatan samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak
kerb ke penghalang. Faktor penyesuaian hambatan samping ditentukan
berdasarkan jenis jalan, kelas hambatan samping, lebar bahu (atau jarak kerb ke
penghalang) efektif, serta dibedakan berdasarkan jalan dengan bahu dan jalan
dengan kerb.
20
Tabel 2.9 Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) pada
jalan yang mempunyai bahu jalan
Tipe jalan
Kelas
hambatan
samping
Faktor koreksi akibat hambatan
samping dan lebar bahu (FCSF)
Lebar bahu efektif
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Empat lajur
terbagi (4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0,96
0,94
0,92
0,88
0,84
0,98
0,97
0,95
0,92
0,88
1,01
1,00
0,98
0,95
0,92
1,03
1,02
1,00
0,98
0,96
Empat lajur tak
terbagi (4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0,96
0,94
0,92
0,87
0,80
0,99
0,97
0,95
0,91
0,86
1,00
1,00
0,98
0,94
0,90
1,03
1,02
1,00
0,98
0,95
Dua lajur tak
terbagi atau jalan
satu arah
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0,94
0,92
0,89
0,82
0,73
0,96
0,94
0,92
0,86
0,79
0,99
0,97
0,95
0,90
0,85
1,01
1,00
0,98
0,95
0,91
Sumber : Departemen PU (1997)
21
Tabel 2.10 Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) pada
jalan yang mempunyai kerb
Tipe jalan
Kelas
hambatan
samping
Faktor koreksi akibat hambatan
samping dan lebar bahu (FCSF)
Lebar bahu efektif
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Empat lajur
terbagi (4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0,95
0,94
0,91
0,86
0,81
0,97
0,96
0,93
0,89
0,85
0,99
0,98
0,95
0,92
0,88
1,01
1,00
0,98
0,95
0,92
Empat lajur tak
terbagi (4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0,95
0,93
0,90
0,84
0,77
0,97
0,95
0,92
0,87
0,81
0,99
0,97
0,95
0,90
0,85
1,01
1,00
0,97
0,93
0,90
Dua lajur tak
terbagi atau jalan
satu arah
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0,93
0,90
0,86
0,78
0,68
0,95
0,92
0,88
0,81
0,72
0,97
0,95
0,91
0,84
0,77
0,99
0,97
0,94
0,88
0,82
Sumber : Departemen PU (1997)
4. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCCS)
Faktor penyesuaian ukuran kota adalah faktor penyesuaian untuk kapasitas
dasar akibat ukuran kota. Faktor ukuran kota ditentukan berdasarkan jumlah
penduduk di kota ruas jalan yang bersangkutan berada. Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI) 1997 menyarankan reduksi terhadap kapasitas dasar bagi kota
berpenduduk kurang dari 1 juta jiwa dan kenaikan terhadap kapasitas dasar bagi
kota berpenduduk lebih dari 3 juta jiwa.
22
Tabel 2.11 Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kata (FCCS)
Ukuran kota Faktor koreksi untuk ukuran kota
(FCCS)
< 0,1 0,86
0,1 – 0,5 0,90
0,5 – 1,0 0,94
1,0 – 1,3 1,00
> 1,3 1,03
Sumber : Departemen PU (1997)
2.5 Kinerja Ruas Jalan
Kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional
dari fasilitas lalu lintas seperti yang dinilai oleh Bina Marga Departemen PU
tahun 1997. Parameter – parameter yang digunakan untuk menentukan kinerja
ruas jalan adalah sebagai berikut:
2.5.1 Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus (Q) terhadap
kapasitas (C), digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja
simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut
mempuuyai masalah kapasitas atau tidak, perumusannya adalah sebagai berikut
(MKJI, 1997):
DS =C
Q (2.3)
Dimana:
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus lalu lintas (smp/jam),
C = Kapasitas (smp/jam)
Derajat kejenuhan (DS) dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas,
DS digunakan untuk analisa tingkat kinerja ruas jalan yang berkaitan dengan
kecepatan.
23
2.5.2 Kecepatan
Kecepatan adalah jarak yang dapat ditempuh dalam satu satuan waktu,
atau nilai perubahan jarak terhadap waktu tertentu (Tamin, 2003). Secara garis
besar kecepatan di bedakan atas 2 macam, yaitu:
1. Kecepatan rata-rata waktu (time mean speed) adalah kecepatan rata-
rata hitung (aritmatik) dari kendaraan yang melintas pada suatu titik
pengamatan selama periode waktu tertentu.
2. Kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) adalah kecepatan rata-
rata dari semua kendaraan yang menempati semua potongan jalan
selama periode waktu tertentu.
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 menggunakan kecepatan
tempuh perjalanan sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena mudah
dimengerti dan diukur. Kecepatan tempuh didefinisikan dalam manual ini sebagai
kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen jalan:
V =TT
L (2.4)
Dimana:
V = kecepatan rata-rata ruang kendaraan ringan (km/jam)
L = panjang segmen (km)
TT = waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan sepanjang segmen (jam)
Waktu tempuh perjalanan merupakan waktu yang dipergunakan oleh
sebuah kendaraan untuk melewati suatu ruas jalan. Untuk menghitung waktu
perjalanan rata-rata digunakan rumus sebagai berikut:
T = TW -q
y (2.5)
Dengan:
q =TWTA
yx
(2.6)
Dimana:
T = Waktu tempuh perjalanan
x = Banyaknya kendaraan yang berpapasan dengan kendaraan peneliti
TA = Waktu perjalanan saat berjalan melawan arus (jam)
TW = Waktu perjalanan saat berjalan bersama arus (jam)
24
y = Banyaknya kendaraan yang menyiap dikurangi dengan kendaraan
yang disiap oleh kendaraan peneliti
q = Volume lalu lintas saat dilakukan penelitian
Gambar 2.3 Grafik Kecepatan sebagai fungsi dari Q/C untuk jalan 2/2 UD
Sumber : Departemen PU (1997)
Gambar 2.4 Grafik Kecepatan sebagai fungsi dari Q/C untuk jalan empat lajur
atau satu arah
Sumber : Departemen PU (1997)
25
2.5.3 Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat
arus nol, yaitu kecepacan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai
kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan
(MKJI, 1997).
Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan,
dimana hubungan antar kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan
lingkungan ditentukan dengan metode regresi. Kecepatan arus bebas untuk
kendaraan ringan telah dipilih sebagai dasar untuk kriteria dasar untuk kinerja
segmen jalan pada arus = 0. Kecepatan arus bebas umuk kendaraan berat dan
sepeda motor juga diberikan sebagai rujukan. Kecepatan arus bebas mobil
penumpang biasanya 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain.
Persamaan untuk kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum sebagai
berikut:
FV= (FVo + FVw) x FFVSF x FFVCS (2.7)
Dimana:
FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan
(km/jam).
FVO = kecepatan arus bebas dasar untuk kendaraan ringan pada jalan yang
diamati untuk kondisi ideal (km/jam).
FVW = penyesuaian kecepatan untuk lebar jalur lalu lintas (km/jam).
FFVSF = faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu atau
jarak kereb penghalang.
FFVCS = faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota.
Kecepatan arus bebas dasar untuk kendaraan ringan pada jalan yang
diamati untuk kondisi ideal, dijabarkan lebih lanjut pada Tabel 2.12.
26
Tabel 2.12 Kecepatan arus bebas dasar (FVO) uutuk jalan perkotaan
Tipe Jalan
Kecepatan arus bebas dasar FVo (km/jam)
Kendaraa
n ringan
(LV)
Kendaraan
Berat
(HV)
Sepeda
motor
(MC)
Semua
Kendaraan
(rata-rata)
Enam lajur terbagi (6/2 D)
Atau
Tiga lajur satu arah (3/1)
61 52 48 57
Empat lajur terbagi (4/2 D)
Atau
Dua lajur satu arah (2/1)
57 58 47 55
Empat lajur tak terbagi
(4/2 UD)53 46 43 51
Dua lajur tak terbagi
(2/2 UD)44 40 40 42
Sumber : Departemen PU (1997)
1. Faktor Penyesuaian Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw)
Penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas ditentukan berdasarkan jenis
jalan dan lebar jalur lalu lintas efektif (We). Faktor penyesuaian kecepatan arus
bebas kendaraan ringan untuk lebar jalur lalu lintas dapat dilihat pada Tabel 2.13.
27
Tabel 2.13 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu
lintas (FVw)
Tipe JalanLebar Jalur Efektif (W)
(m)FVw
Empat lajur terbagi atau jalan
satu arah
Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
-4
-2
0
2
4
Empat lajur tak terbagi Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
-4
-2
0
2
4
Dua lajur tak terbagi Total dua arah
5
6
7
8
9
10
11
-9,5
-3
0
3
4
6
7
Sumber : Departemen PU (1997)
2. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FFVSF)
Faktor penyesuaian hambatan samping ditentukan berdasarkan jenis jalan,
kelas hambatan samping, lebar bahu (jarak kereb ke penghalang) efektif.
Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dengan bahu
(FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan
dengan bahu dapat dilihat pada Tabel 2.14.
28
Tabe1 2.14 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping
(FFVSF) pada jalan dengan bahu jalan
Tipe jalan
Kelas
hambatan
samping
Faktor koreksi akibat hambatan
samping dan lebar bahu jalan
efektif (FFVSF)
Lebar bahu efektif rata-rata (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Empat lajur
terbagi (4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
1,02
0,98
0,94
0,89
0,84
1,03
1,00
0,97
0,93
0,88
1,03
1,02
1,00
0,96
0,92
1,04
1,03
1,02
0,99
0,96
Empat lajur tak
terbagi (4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
1,02
0,98
0,93
0,87
0,80
1,03
1,00
0,96
0,91
0,86
1,03
1,02
0,99
0,94
0,90
1,04
1,03
1,02
0,98
0,95
Dua lajur tak
terbagi (2/2 UD)
atau jalan satu
arah
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
1,00
0,96
0,91
0,82
0,73
1,01
0,98
0,93
0,86
0,79
1,01
0,99
0,96
0,90
0,85
1,01
1,00
0,99
0,95
0,91
Sumber : Departemen PU (1997)
Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping (FFVSF) pada
kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan dengan kerb dapat
dilihat pada Tabel 2.15.
29
Tabel 2.15 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping
(FFVSF) pada jalan dengan kerb
Tipe jalan
Kelas
hambatan
samping
Faktor koreksi akibat hambatan
samping dan jarak kerb
penghalang (FFVSF)
Jarak kerb penghalang (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Empat lajur
terbagi (4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
1,00
0,97
0,93
0,87
0,81
1,01
0,98
0,95
0,90
0,85
1,01
0,99
0,97
0,93
0,88
1,02
1,00
0,99
0,96
0,92
Empat lajur tak
terbagi (4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
1,00
0,96
0,91
0,84
0,77
1,01
0,98
0,93
0,87
0,81
1,01
0,99
0,96
0,90
0,85
1,02
1,00
0,98
0,94
0,90
Dua lajur tak
terbagi atau jalan
satu arah
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0,98
0,93
0,87
0,78
0,68
0,99
0,95
0,89
0,81
0,72
0,99
0,96
0,92
0,84
0,77
1,00
0,98
0,95
0,88
0,82
Sumber : Departemen PU (1997)
3. Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran Kota (FFVCS)
Faktor penyesuaian ukuran kota (FFVcs) ditentukan berdasarkan jumlah
penduduk di kota tempat ruas jalan yang bersangkutan berada. Faktor penyesuaian
kecepatan arus bebas untuk ukuran kota dapat dilihat pada tabel 2.16.
30
Tabel 2.16 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota
(FFVCS)
Ukuran kota
(juta penduduk)Faktor koreksi untuk ukuran kota
< 0,1 0,90
0,1 – 0,5 0,93
0,5 – 1,0 0,95
1,0 – 1,3 1,00
> 1,3 1,03
Sumber : Departemen PU (1997)
2.6 Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat pelayanan merupakan ukuran kualitatif yang mencerminkan
persepsi pengemudi tentang kualitas mengendarai kendaraan. Dalam Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, kecepatan dan derajat kejenuhan
digunakan sebagai indikator untuk tingkat pelayanan.
Tingkat pelayanan jalan diklasifikasikan menjadi enam yaitu dari tingkat
pelayanan A sampai F (Sutiawan, 2011) yaitu:
1. Tingkat pelayanan A : keadaan arus bebas, volume rendah, kecepatan
tinggi, kepadatan rendah, kecepatan ditentukan oleh kemauan
pengemudi, pembatasan kecepatan dan kondisi fisik jalan (DS = 0.00 -
0.20).
2. Tingkat pelayanan B : keadaan arus stabil, kecepatan perjalanan mulai
dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas, dalam batas dimana pengemudi
masih mendapatkan kebebasan yang cukup dalam memilih
kecepatannya. Batas terbawah dari tingkat pelayanan ini (kecepatan
terendah dengan volume normal) digunakan untuk ketentuan-ketentuan
perencanaan jalan-jalan di luar kota (DS = 0.21 - 0.44).
3. Tingkat pelayanan C : keadaan arus masih stabil, kecepatan dan
pergerakan lebih ditentukan oleh volume yang tinggi sehingga
pemilihan kecepatan sudah terbatas dalam betas-batas kecepatan jalan
yang masih cukup memuaskan. Biasanya ini digunakan untuk
31
ketentuan-ketentuan perencaanan jalan-jalan dalam kota (DS = 0.45 -
0.74).
4. Tingkat pelayanau D : keadaan arus mendekati tidak stabil, dimana
kecepatan yang dikehendaki secara terbatas masih bisa dipertahankan,
meskipun sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam
keadaan perjalanan yang sangat menurunkan kecepatan yang cukup
besar (DS = 0.75 - 0.84).
5. Tingkat pelayanan E : keadaan arus tidak stabil, tidak dapat ditentukan
hanya dari kecepatan saja, sering terjadi kemacetan (berhenti) untuk
beberapa saat, volume hampir sama dengan kapasitas jalan sedang (DS
= 0.85 – 1.0).
6. Tingkat pelayanan F : keadaan arus yang bertahan atau arus terpaksa
(force down), kecepatan rendah sedang volume ada di bawah kapasitas
dan membentuk rentetan kendaraan, sering terjadi kemacetan dalam
waktu yang cukup lama. Dalam keadaan ekstrem, kecepatan dan
volume dapat turun mencapai nol.
Gambar 2.5 Hubungan antara kecepatan, tingkat pelayanan dan rasio volume
terhadap kapasitas jalan
Sumber: Tamin (2000)
top related