bab ii sistem komunikasi satelit 2.1 sistem komunikasi …
Post on 15-Feb-2022
19 Views
Preview:
TRANSCRIPT
13101077 5
BAB II
SISTEM KOMUNIKASI SATELIT
2.1 SISTEM KOMUNIKASI SATELIT
Selaras dengan perkembangan teknologi di bidang telekomunikasi,
masyarakat pengguna jasa telekomunikasi menginginkan layanan yang
makin beragam, salah satunya adalah bagaimana dalam waktu yang cepat
dapat berkomunikasi dengan pengguna jasa lainnya dalam jarak yang cukup
jauh. Seperti yang sudah diketahui, sistem transmisi seperti fiber optic,
microwave, dan seluler, tidak memungkinkan untuk memenuhi tuntutan
tersebut.
Sistem komunikasi satelit berfungsi sebagai repeater atau pengulang
dengan komponen utama yaitu space segment atau ruas angkasa (yang terdiri
dari satelit) dan ground segment atau ruas bumi. Satelit komunikasi sendiri
merupakan sebuah pesawat ruang angkasa yang di tempatkan pada orbit bumi
dimana di dalamnya terdapat penerima dan pemancar gelombang mikro yang
mampu me-relay sinyal-sinyal dari satu titik ke titik lain di permukaan bumi
menggunakan frekuensi gelombang mikro.
Pada bagian space segment, terdapat satelit yang merupakan sebuah
benda luar angkasa yang berfungsi memancarkan kembali (relaying) sinyal-
sinyal yang diterima dari bumi. Sedangkan ground segment merupakan
sebuah jaringan lanjutan untuk menuju terminal pengguna seperti sentral
komputer, sentral telepon, maupun televisi.
Gambar 2.1 Arsitektur Sistem Komunikasi Satelit[2]
6 13101077
Oleh karena itu digunakanlah satelit untuk melayani tuntutan tersebut
dengan pertimbangan antara lain:
a. Jarak hubungan antara stasiun cukup jauh (tidak terjangkau oleh sistem
transmisi lainnya);
b. Medan geografis cukup sulit (tidak memungkinkan untuk dibangun
sistem transmisi lain);
c. Untuk keperluan back up;
d. Untuk keperluan HANKAM;
e. Efesiensi penggunaan kanal frekuensi.
Keunggulan sistem komunikasi satelit antara lain[2]:
a. Cakupannya luas: satu negara, region, hingga benua;
b. Bandwidth yang tersedia cukup lebar;
c. Instalasi jaringan segmen bumi yang cepat;
d. Biaya relatif rendah per site;
e. Layanannya seragam;
f. Layanan total hanya dar satu provider;
g. Layanan mobile atau wireless yang independen terhadap lokasi.
Namun, sistem komunikasi satelit memiliki kelemahan, antara lain[2]:
a. Up front cost tinggi;
b. Biaya komunikasi sama baik jarak dekat maupun jarak jauh;
c. Hanya ekonomis jika jumlah user besar dan kapasitas digunakan secara
intensif;
d. Delay propagasi besar;
e. Rentan terhadap pengaruh atmosfer dan lain-lain.
Pada umumnya, sistem komunikasi yang menggunakan satelit sebagai
media transmisinya, secara dasar terdiri atas beberapa perangkat[3] seperti
Gambar 2.2:
Gambar 2.2 Komponen Dasar Link Satelit[4]
13101077 7
Berikut adalah penjelasan mengenai komponen dasar link satelit dari
Gambar 2.2[3]:
a. Modem
Fungsi modem ialah merubah sinyal input (data, voice, video,
audio) dan ditumpangkan pada IF atau sebaliknya. Jenis modem terdiri
dari:
1. Modulator
Modulator berfungsi untuk mengatur sinyal input sistem
komunikasi menjadi sinyal IF. Parameter yang paling utama diatur
antara lain:
a) Frekuensi IF transmit dengan range operasional 50 MHz sampai
dengan 90 MHz;
b) Tipe modulasi yang dibutuhkan (berkaitan dengan bandwidth
transponder yang digunakan);
c) Parameter lainnya disesuaikan dengan kebutuhan, seperti coding;
2. Demodulator
Demodulator berfungsi merubah sinyal IF menjadi sinyal
sistem komunikasi yang dibutuhkan. Parameter utama yang diatur
antara lain:
a) Frekuensi IF receive dengan range operasional 50 hingga 90 MHz;
b) Tipe modulasi yang digunakan (berkaitan dengan bandwidth yang
digunakan pada transponder);
c) Parameter lainnya disesuaikan dengan parameter yang digunakan
pada modulator;
d) Dapat melihat kualitas operasional dengan melihat berapa nilai
Eb/No yang diterima sesuai spesifikasinya.
3. Encoder
Encoder berfungsi sebagai perubah sinyal suara dan sinyal
video menjadi sinyal IF. Umumnya perangkat ini dioperasikan untuk
sistem Audio Video (TV Broadcast). Parameter utama yang diatur
antara lain:
a) Frekuensi IF transmit dengan range operasional 50 MHz sampai
dengan 90 MHz;
b) Symbol rate (berkaitan dengan bandwidth yang diterima);
c) Mode video dan audio yang diterima.
4. Decoder
Decoder berfungsi merubah sinyal L-band dari stasiun
pemancar broadcast menjadi audio ataupun video, atau bisa juga
8 13101077
disebut sebagai penerima satelit. Parameter utama yang diatur antara
lain:
a) Frekuensi RF downlink dengan range operasional 3,7 sampai 4,2
GHz;
b) Symbol rate (berkaitan dengan bandwidth yang diterima);
c) Mode audio dan video yang diterima.
5. Up-converter
Up-converter berfungsi untuk mengubah sinyal IF (low
frequency) menjadi sinyal RF (high frequency). Selain itu berfungsi
pula sebagai penguat awal dengan sumber input-nya dari output
modem. Namun penguatan level output jangan sampai membuat
intermodulasi yang menyebabkan daya HPA tinggi karena bisa
mengakibatkan satelit mengalami saturasi.
6. Down-converter
Down-converter mengubah sinyal RF menjadi sinyal IF.
Fungsi lainnya adala sebagai penurun level sinyal setelah dikuatkan
oleh LNA karena pada dasarnya penguatan LNA tidak bisa diatur
level penguatannya. Output down-converter ialah IF.
7. HPA
Dalam konfigurasi ini, HPA berfungsi sebagai penguat akhir
mengingat jarak yang akan dilalui sangat jauh. Keluaran HPA
berbentuk frekuensi RF dengan power level yang sudah sangat tinggi.
Satuan power level HPA adalah Watt dengan level daya yang bisa
diatur dengan cara diputar pada pengaturan power level. Frekuensi
yang keluar pada range sekitar 6 MHz.
8. Antena
Mengirimkan pembawa modulasi RF dari SB menuju satelit
dalam frekuensi uplink (6 GHz) dan menerima carrier modulation RF
dari satelit dari frekuensi downlink (4 GHz). Disini antena bertugas
sebagai penguat akhir sinyal yang akan dikirim maupun yang diterima
oleh satelit.
Konfigurasi sistem komunikasi satelit terbagi atas dua bagian, yaitu
ground segment dan space segment. Stasiun bumi pengirim akan
mengirimkan suatu frekuensi tertentu ke arah satelit yang dinamakan dengan
frekuensi ke atas (uplink). Stasiun bumi penerima akan menangkap sinyal
terebut yang sudah dikuatkan kembali oleh satelit, sinyal frekuensi ini
dinamakan dengan frekuensi ke bawah (downlink). Ground segment berupa
13101077 9
satelit yang menerima frekuensi uplink dari stasiun bumi pengirim, kemudian
memperkuatnya dan mengirimkan kembali sinyal tersebut menjadi frekuensi
downlink ke stasiun bumi penerima.[12]
a. Satelit
Satelit berfungsi sebagai repeater untuk menguatkan sinyal dari
stasiun bumi dan memancarkannya kembali frekuensi yang berbeda ke
stasiun bumi penerima. Di dalam satelit terdapat transponder yang
berguna sebagai jalur pada setiap kanal dari antena penerima ke antena
pemancar. Transponder juga memiliki fungsi lain, yakni sebagai isolasi
terhadap kanal radio frequency lainnya. Transponder menggunakan suatu
sistem penguat seperti TWTA atau SSPA.
b. Stasiun Bumi
Gambar 2.3 Konfigurasi Sistem Stasiun Bumi[3]
Prinsip kerja dari stasiun bumi[3] yakni data telemetri yang
dipancarkan oleh satelit diterima oleh antena satelit bumi. Antena tersebut
merubah sinyal RF di ruang bebas menjadi sinyal RF terbimbing,
kemudian masuk ke perangkat LNA untuk dikuatkan dengan arus derau
yang rendah. Setelah melewati LNA, sinyal pun masuk ke D/C yang akan
mentranslasikan sinyal RF terbimbing untuk menjadi sinyal IF (70±18
MHz), kemudian masuk ke perangkat CRT/ITCU untuk diproses data
telemetrinya yang berisikan kedudukan, jarak satelit, dan kesehatan
kemudian disimpan database-nya di server. Data-data tersebut kemudian
dikirimkan sinyal perintah ke arah satelit setelah melalui FM/PM Mod,
U/C, HPA, serta antena stasiun bumi. Oleh satelit, sinyal itu ditanggapi
dengan melakukan manuver ataupun pengontrolan lain.
10 13101077
Stasiun bumi berfungsi sebagai terminal pada dua arah
komunikasi, yakni sebagai transmitter maupun receiver. Perangkat
ground segment pada stasiun bumi ini berdasarkan penempatannya,
dibedakan menjadi dua jenis, yakni unit outdoor dan indoor.
a) Indoor Unit
Perangkat dasarnya bersifat sensitif sehingga harus disimpan
di dalam ruangan. Contoh perangkat indoor adalah[3]:
a. Modem dan multiplexer
Multiplexer berfungsi melakukan penggabungan masukkan
berupa voice dan data agar dapat dikirimkan melalui kanal yang
sama.
b. Baseband Processor, alarm, dan control power supply
Power supply unit berfungsi merubah tegangan AC menjadi
DC untuk kemudian menyuplai tegangan DC tersebut pada
perangkat outdoor lainnya.
b) Outdoor Unit
Unit perangkat yang letak aau posisinya relatif penggunaannya
berada di luar ruangan. Contoh perangkat outdoor unit antara lain[3]:
a. Up/Down Converter
Up-converter berfungsi untuk mengkonversi sinyal IF
menjadi sinyal RF pada sisi uplink satelit dengan alokasi C-Band
frequency (5925-6425 GHz), sedangkan down-converter berfungsi
untuk mengkonversi sinyal RF Downlink satelit dengan alokasi C-
Band frequency (3700-4200 GHz).
b. SSPA atau HPA;
SSPA maupun HPA berfungsi sebagai penguat sinyal RF
pada sisi uplink transmitter agar sinyal dari stasiun bumi dapat
diterima satelit sesuai dengan daya yang dikehendaki.
c. PSU
Power supply unit berfungsi merubah tegangan AC menjadi
DC untuk kemudian menyuplai tegangan DC tersebut pada
perangkat outdoor lainnya.
d. Antena sub-sistem: Reflektor, feedhorn, LNA, grounding instrumen,
mounting instrumen, dan assembly instrumen.
Antena berguna untuk mengirim dan menerima sinyal dari atau
ke satelit agar pancaran gelombang tepat terarah kepada satelit tujuan.
Low Noise Amplifier merupakan perangkat pada sisi receiver
yang berguna untuk penguat sinyal yang diterima pada stasiun bumi
13101077 11
karena jarak stasiun bumi dan satelit yang cukup jauh sehingga daya
yang diterima sangat lemah.
Feedhorn berguna untuk sistem penghubung pancaran HPA ke
LNA pada sisi transmi yang dipasang di antena.
2.2 BANDWIDTH
Bandwidth sering disebut juga lebar pita atau kapasitas saluran
informasi. Semakin besar bandwidth pada jaringan, semakin cepat pula
kecepatan transfer data yang dapat dilakukan oleh client maupun server.
Fungsi bandwidth disini adalah untuk menghitung transaksi data. Selain itu,
bandwidth juga bisa diartikan sebagai perbedaan antara komponen sinyal
frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Biasanya, analog televisi broadcast
memiliki bandwidth sekitar 6 MHz.
Dalam pencarian bandwidth, secara umum dapat dituliskan seperti
persamaan 2.1 sebagai berikut[2]:
𝐵𝑊𝑂𝐶𝐶 (𝐻𝑧) = [(𝑅𝐼𝑁𝐹𝑂
𝑚𝐹𝐸𝐶) (1 + 𝛼)]............................................................(2.1)
untuk bandwidth yang dibutuhkan dapat dicari dengan rumus seperti
persamaan 2.2 sebagai berikut[2]:
𝐵𝑊𝐴𝐿𝐿(𝐻𝑧) = 𝐵𝑊𝑂𝐶𝐶(1 + 𝐺𝐵) ..............................................................(2.2)
Keterangan:
BWOCC = Bandwidth yang dibutuhkan
BWALL = Bandwidth yang dialokasikan
GB = Guard band = 20%
RINFO = Bitrate (bps)
m = Jumlah bit untuk 1 simbol
𝛼 = Roll of factor (0 ≤ 𝛼 ≤ 1)
Alokasi bandwidth berfungsi untuk memastikan jatah bandwidth pada
pemakai penerapan dalam suatu jaringan, termasuk juga di dalamnya
ditentukan prioritas pada bermacam-macam kategori aliran data berdasarkan
seberapa utama dan delay-sensitive aliran data tersebut. Aspek ini
mengijinkan pemakaian bandwidth yang sedia dengan cara efisien, dan jika
sewaktu-waktu jaringan jadi lambat, aliran data yang mempunyai prioritas
yang lebih rendah bakal dihentikan, maka penerapan yang utama bisa terus
berlangsung dengan lancar.
Bandwidth dapat berdampak kepada kecepatan transmisi. Data dalam
jumlah besar dapat menempuh saluran yang mempunyai bandwidth kecil
lebih lama dibandingkan melintasi saluran yang mempunyai bandwidth yang
besar. Kecepatan transmisi tersebut sangat dibutuhkan untuk penerapan
12 13101077
komputer yang memerlukan jaringan terutama penerapan real-time, seperti
video conferencing.
Pemakaian bandwidth untuk LAN bergantung pada type media atau
medium yang dipakai. Rata-rata, makin tinggi bandwidth yang ditawarkan
oleh suatu media atau medium, makin tinggi pula nilai jualnya. Sedangkan
pemakaian bandwidth untuk WAN bergantung dari kapasitas yang
ditawarkan dari pihak ISP. Perusahaan harus membeli bandwidth dari ISP.
Semakin tinggi bandwidth yang diharapkan, makin tinggi pula harganya.
Suatu teknologi jaringan baru dikembangkan dan infrastruktur jaringan yang
ada diperbaharui. Penerapan yang dapat dimanfaatkan sebagian besarnya pun
dapat mengalami peningkatan dalam aspek mengonsumsi bandwidth. Video
streaming dan VoIP adalah sample dari sekian banyak sample pemakaian
teknologi baru yang turut konsumsi bandwidth dalam jumlah yang besar.
2.3 DIGITAL VIDEO BROADCAST[5]
DVB adalah salah satu sistem yang digunakan untuk mentransmisikan
siaran TV atau video digital hingga sampai ke end user. DVB dikembangkan
berdasarkan latar belakang pentingnya sistem broadcasting yang bersifat
terbuka, yang ditunjang oleh kemampuan interoperabilitas, fleksibilitas serta
aspek komersial. Sebagai suatu sistem terbuka, maka standar DVB dapat
dimanfaatkan oleh para vendor untuk mengembangkan berbagai layanan
inovatif dan jasa nilai tambah yang saling kompatibel dengan perangkat DVB
dari vendor lainnya. Selain itu program digital yang dikirimkan berdasarkan
spesifikasi DVB dapat ditransfer dari satu media transmisi ke media transmisi
lain dengan murah dan mudah.
Dengan teknologi digital, DVB dapat memanfaatkan penggunaan
lebar kanal secara lebih efisien. Satu transponder satelit yang biasanya dapat
digunakan hanya untuk satu program TV analog. Dengan menggunakan
DVB, dapat digunakan untuk menyiarkan 8 kanal TV digital. Selain
penambahan kapasitas kanal TV, pada media transmisi terestrial dapat
diperoleh kualitas gambar yang lebih baik dan bahkan pada media kabel TV,
DVB-C menawarkan layanan interaksi two-way.
Standar umum DVB dalam hal penyiaran digital dituangkan dalam
dokumen ETSI: CookBook for DVB (www.dvb.org)). Dalam penyebarannya,
DVB dipakai oleh 118 negara terutama di negara-negara Uni Eropa,
Australia, India dan negera-negara Asia Tenggara termasuk diadopsi oleh
Indonesia. DVB sendiri secara umum terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu:
13101077 13
1. Content yaitu standard formating sebuah file dalam penyiaran DVB.
Dalam hal ini, DVB mengadopsi format MPEG (ISO-13818-1) untuk
standard formatting content. Standar ini berfungsi agar kalangan industri
dapat membuat IRD untuk mengenali service dan event yang dipancarkan
dalam bitstream pemancar. Service Information dalam DVB dituangkan
ke dalam PSI (ETSI EN 300 468 V1.9.1 (2009-03)).
2. Transmission yaitu mengenai bagaimana sebuah content dipancarkan.
Standard transmission sendiri dinyatakan dalam dokumen ETSI EN 300
744 V1.5.1 (2004-11). Transmisi atau media siaran DVB sendiri dapat
dikategorikan menjadi 4 (empat) sistem, yaitu:
a) DVB-T (Terestrial): digunakan untuk jaringan darat yang ditangkap
melalui antena.
b) DVB-S (Satellite): digunakan untuk media siaran menggunakan
satelit.
c) DVB-H (Handheld): digunakan untuk perangkat genggam.
d) DVB-C (Cable) : digunakan untuk siaran kabel.
Konten dalam standar DVB diadopsi dari format MPEG. MPEG
merupakan format ISO yang tertuang dalam dokumen ISO-13818-1. Secara
umum, MPEG dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan sifat data loss:
1. Program stream yaitu MPEG yang tidak memiliki data loss tolerance.
Misalnya MPEG yang digunakan dalam format DVD dan komputer;
2. Transport stream yaitu MPEG yang memiliki data loss tolerance.
Misalnya dalam konten over the network.
MPEG yang dipilih dalam standar siaran DVB ialah MPEG-Transport
Stream dikarenakan sifatnya yang data loss tolerance. Dalam
mentransmisikan konten, terdapat 4 (empat) tahapan atau layer yang dilalui
konten yaitu:
1. Dalam MPEG Compression Layer, dihasilkan Access Unit dari
Presentation Unit yang berupa video, audio, atau data kemudian di-
encode menjadi ES;
2. Elemtary Stream dipecah menjadi paket-paket kecil menjadi PES;
3. PES di muxing untuk menghasilkan Program Stream atau Transport
Stream (dalam DVB dipakai Transport Stream), kemudian ditambahkan
informasi tambahan berupa Program Specific Information serta
menambahkan system time agar lyphsinc antara audio, video dan data
sempurna. Tugas multiplex adalah untuk melakukan multiplexing paket-
paket MPEG menjadi Transport Stream;
14 13101077
4. Transport Stream ditransmisikan melalui modulator dengan spesifikasi
media tertentu (DVB-T, DVB-S, DVB-H atau DVB-C).
2.4 MOTION PICTURE EXPERT GROUP
Standar MPEG meliputi MPEG-1, MPEG-2, MPEG-3, MPEG-4,
MPEG-7, dan MPEG-21[6]. Berikut penjabarannya:
a. MPEG-1: Video awal dan standar kompresi audio. Kemudian digunakan
sebagai standar untuk Video CD, dan termasuk layer 3 (MP3) format
kompresi audio populer;
b. MPEG-2: Transportasi, video dan standar audio untuk televisi berkualitas
broadcast. Digunakan untuk over-the-air televisi digital ATSC, DVB dan
ISDB, TV satelit digital layanan seperti Dish Network, sinyal televisi
kabel digital, SVCD, dan dengan sedikit modifikasi, sebagai file yang
membawa gambar pada DVD yang VOB;
c. MPEG-3: Awalnya dirancang untuk HDTV, tetapi ditinggalkan ketika
menyadari bahwa MPEG-2 (dengan ekstensi) sudah cukup untuk HDTV.
(tidak harus bingung dengan MP3, yang MPEG-1 layer 3);
d. MPEG-4: Perluas MPEG-1 untuk mendukung video atau audio "benda",
konten 3D, rendah encoding bitrate dan dukungan untuk Digital rights
management. Beberapa tinggi baru standar efisiensi video (lebih baru dari
MPEG-2 Video) termasuk (alternatif ke MPEG-2 Video), terutama:
a. MPEG-4 Part 2 (atau Advanced Simple profile);
b. MPEG-4 Part 10 (atau Advanced Video Coding atau H.264) yang
dapat digunakan pada HD DVD dan Blu-ray disc, bersama dengan
VC-1 dan MPEG-2.
e. MPEG-7: Sebuah konten multimedia deskripsi standar;
f. MPEG-21: MPEG menggambarkan standar ini sebagai kerangka kerja
multimedia.
2.4.1 MPEG-2[6]
Dalam sebuah sistem MPEG-2, gerakan DCT dan prediksi
interframe kompensasi digabungkan, coder ini mengurangi gerakan-
prediksi kompensasi dari sumber gambar untuk membentuk gambar
'kesalahan prediksi'. Kesalahan prediksi ditransformasikan dengan DCT
tersebut, koefisien quantised dan nilai-nilai quantised dikodekan
menggunakan VLC. Pencahayaan kode dan kesalahan chrominance
prediksi adalah gabungan 'sisi informasi' dengan yang diperlukan oleh
13101077 15
decoder, seperti vektor gerakan dan informasi sinkronisasi, dan
dibentuk menjadi sebuah bitstream untuk transmisi.
Dalam decoder, koefisien DCT quantised direkonstruksi dan
terbalik ditransformasikan untuk menghasilkan kesalahan prediksi. Hal
ini ditambahkan ke prediksi gerakan kompensasi yang dihasilkan dari
gambar sebelumnya diterjemahkan untuk menghasilkan output decode.
Metode yang digunakan untuk memprediksi memblokir dapat berubah
dari satu blok ke yang berikutnya. Selain itu, dua bidang dalam blok
dapat diprediksi secara terpisah dengan vektor gerak mereka sendiri,
atau bersama-sama menggunakan vektor gerakan umum.
Tabel 2.1 Tingkatan pada MPEG-2[7]
Level
Aplikasi
Resolusi
Maks.
Maks
Frame
Rate
(fps)
Maks.
pixel/
sec
Maks.
Code
Data
rate
(Mbps)
Pengguna
Tape
Kecepatan
Rendah
352×288 30 3 M 4 Konsumen
Utama 720×576 30 10 M 15 TV Studio
Tinggi
1440
HDTV
1440×1152 30 47 M 60 Konsumen
Produksi
yang
Tinggi
1920×1152 30 63 M 80 Film
Gambar 2.4 Video Stream Data Hierarchy[7]
16 13101077
Penjelasan tentang Video Stream Data Hierarchy pada Gambar
2.4 adalah sebagai berikut[7]:
a. Video Sequence : Berawal dari sequence header yang
berisi satu group gambar atau lebih dan
diakhiri dengan kode end-of-sequence.
b. Group of
Pictures
: Sebuah header dan rangkaian satu
gambar atau lebih.
c. Picture : Primary Coding Unit dari Video
Sequence yang mempresentasikan nilai
luminance (Y) dan 2 chrominance (Cb
dan Cr).
d. Slice : Satu atau lebih macroblock dengan
urutan kiri-kanan dan atas-bawah.
Penting untuk error handling. Bila
terjadi error maka akan di-skip ke slice
berikutnya.
e. Macroblock : Basic coding unit pada algoritma MPEG.
16×16 pixel segment dalam sebuah
frame. Macroblock terdiri dari 4
luminance, 1 Cr, dan 1 Cb.
f. Block : Coding unit terkecil pada algoritma
MPEG. 8×8 pixel, dapat berupa salah
satu dari luminance rec chrominance,
atau blue chrominance.
2.4.2 MPEG-4[7]
Standar H.264 merupakan sebuah standar video coding yang
dibangun oleh VCEG dan ISO/IEC MPEG. Standar H.264 lebih dikenal
sebagai MPEG-4 part 10 atau AVC. Rentang kerja baik bitrate dan
bandwidth H.264 sama dengan standar sebelumnya, yaitu H.263.
Perbedaan yang ada hanyalah pada saat entropy coding mode diset pada
mode 1. Jika H.263 menggunakan pengkodean Huffman, maka H.264
menggunakan pengkodean CABAC. Pada standar video coding H.264
mempresentasikan codec (syntax) yang mendeskripsikan visual data ke
dalam keadaan kompresi dan metode decoding yang merekonstruksi
informasi visual. Standar video coding H.264 ini digunakan dalam
percakapan (video telephony) dan aplikasi bukan percakapan
13101077 17
(penyimpanan broadcast atau streaming). Penjelasan ukuran besar data
rate yang umum pada standar kompresi H.264 tertera pada Tabel 2.2 di
bawah ini:
Tabel 2.2 Ukuran Data Rate yang Umum pada Standar H.264[22]
Video Data Rate
Normal Operations
Latency: typical
Frame Rate: typical
Image Quality:
higher
Critical Mission
Latency: lower
Frame Rate: higher
Image quality:
lower
10 Mbps 1920 x 1080 x 60 1920 x 1080 x 60
6-8 Mbps 1920 x 1080 x 30 1280 x 720 x 60
4,5-6 Mbps 1280 x 720 x 60 960 x 720 x 60
3-4,5 Mbps 1280 x 720 x 30 960 x 540 x 60
2-3 Mbps 960 x 540 x 30 720 x 480 x 60
1,5-2 Mbps 720 x 540 x 30 640 x 360 x 60
1-1,5 Mbps 640 x 480 x 30 480 x 270 x 60
512 Kbps-1 Mbps 480 x 270 x 30 480 x 270 x 30
384-512 Kbps 352 x 288 x 30 352 x 288 x 30
256-384 Kbps 352 x 288 x 15 176 x 144 x 30
Tambahan lain dari standar H.264, yaitu terletak pada varian
macroblock yang dapat dipakai. Jika standar sebelumnya hanya
mengenal ukuran block 4x4, 8x8 dan 16x16, maka standar H.264
memiliki tujuh variasi ukuran block, 16x16, 16x8, 8x16, 8x8, 8x4, 4x8
dan 4x4.
Gambar 2.5 Partisi sebuah macroblock (atas) dan sub-macroblock (bawah) untuk motion
compensated prediction[7]
18 13101077
MPEG-4 digunakan untuk komunikasi dengan bitrate yang
sangat rendah, yakni 4,8 Kbps sampai 64 Kbps dimana video dengan
bitrate 5 Kbps hingga 10 Mbps dan audio dengan bitrate 2 Kbps hingga
64 Kbps. MPEG-4 sangat baik untuk audio atau video dalam jaringan
(streaming) serta mendukung digital rights management. Adapun
kategori MPEG-4, antara lain[7]:
a. MPEG-4 part 2 (simple profile);
b. MPEG-4 part 10/ H.264 (high quality, low data rates, small file size,
video conference with 3G, kualitas setara MPEG-2, data rate 1 2⁄
sampai 1 3⁄ MPEG-2, resolusi hingga 4 kali MPEG-4 part 2.
2.5 MODULASI
Melalui proses modulasi, suatu informasi bisa dimasukkan ke dalam
suatu gelombang pembawa (carrier), biasanya berupa gelombang sinus
berfrekuensi tinggi). Ada 3 (tiga) parameter kunci pada gelombang
sinusoidal, yaitu amplitude, phase, dan frekuensi. Ketiga parameter tersebut
dapat dimodifikasi sesuai dengan sinyal informasi (berfrekuensi rendah)
untuk membentuk sinyal yang termodulasi.
Peralatan untuk melaksanakan proses modulasi disebut modulator,
sedangkan peralatan untuk memperoleh informasi-informasi awal disebut
demodulator, serta alat yang melaksanakan proses-proses tersebut ialah
modem.
2.5.1 MODULASI ANALOG
Teknik yang digunakan pada modulasi analog ada 3 (tiga), antara
lain:
2.5.1.1 Phase Modulation
Modulasi fase menggunakan perbedaan sudut (phase)
dari sinyal analog untuk membedakan kedua keadaan sinyal
digital. Pada modulasi ini, amplitudo dan frekuensi dari sinyal
analog adalah tetap, yang berubah adalah fase sinyal
analognya. Modulasi fase merupakan bentuk modulasi yang
merepresentasikan informasi sebagai variasi fase dari sinyal
pembawa. Keuntungan PM adalah potensi gangguan derau dan
daya yang dibutuhkan lebih kecil[8].
13101077 19
Gambar 2.6 Phase Modulation [15]
2.5.1.2 Amplitude Modulation
Gelombang pembawa diubah amplitudonya sesuai
dengan signal informasi yang akan dikirimkan. Modulasi ini
disebut juga linear modulation, artinya bahwa pergeseran
frekuensinya bersifat linear mengikuti sinyal informasi yang
akan ditransmisikan mengikuti bentuk sinyal pemodulasi.[8]
Gambar 2.7 Amplitude Modulation[15]
20 13101077
2.5.1.3 Frequency Modulation
Karena noise pada umumnya terjadi dalam bentuk
perubahan amplitudo, FM lebih tahan terhadap noise
dibandingkan dengan AM.[8]
Gambar 2.8 Frequency Modulation [15]
2.5.2 MODULASI DIGITAL
Pada teknik ini, sinyal informasi digital yang akan dikirimkan
dipakai untuk mengubah frekuensi dari sinyal pembawa. Dalam
komunikasi digital, sinyal informasi dinyatakan dalam bentuk digital
berupa biner ”1” dan ”0”, sedangkan gelombang pembawa berbentuk
sinusoidal yang termodulasi disebut juga modulasi digital. Adapun yang
termasuk kedalam modulasi digital adalah sebagai berikut:
2.5.2.1 Amplitude Shift Keying
Sistem modulasi ini merupakan sistem modulasi yang
menyatakan sinyal digital 1 sebagai suatu nilai tegangan dan
sinyal digital 0 sebagai suatu nilai tegangan yang bernilai 0
volt. Sehingga dapat diketahui bahwa didalam sistem
modulasi ASK, kemunculan frekuensi gelombang pembawa
tergantung pada ada tidaknya sinyal informasi digital.
Adapun bentuk dari sinyal modulasi digital Amplitude
Shift Keying adalah sebagai berikut:
13101077 21
Gambar 2.9 Sinyal Modulasi Digital ASK[8]
2.5.2.2 Frequency Shift Keying
Modulasi digital dengan FSK juga menggeser frekuensi
pembawa menjadi beberapa frekuensi yang berbeda di dalam
band-nya sesuai dengan keadaan digit yang dilewatkannya.
Jenis modulasi ini tidak mengubah amplitudo dari sinyal
pembawa yang berubah hanya frekuensi.
Modulasi ini banyak digunakan untuk informasi
pengiriman jarak jauh atau teletype. Standar FSK untuk
teletype sudah dikembangkan selama bertahun-tahun, yaitu
untuk frekuensi 1270 Hz merepresentasikan mark atau 1, dan
1070 Hz merepresentasikan space atau 0. Adapun bentuk dari
sinyal modulasi digital Frequency Shift Keying adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.10 Sinyal Modulasi Digital FSK[8]
2.5.2.3 Phase Shift Keying
Biner 0 diwakilkan dengan mengirim suatu sinyal
dengan fasa yang sama terhadap sinyal yang dikirim
sebelumnya dan biner 1 diwakilkan dengan mengirim suatu
sinyal dengan fasa berlawanan dengan sinyal dengan sinyal
yang dikirim sebelumnya.
22 13101077
Dalam proses modulasi ini, fasa dari frekuensi
gelombang pembawa berubah-ubah sesuai dengan perubahan
status sinyal informasi digital. Adapun bentuk dari sinyal
modulasi digital PSK adalah sebagai berikut:
Gambar 2.11 Sinyal Modulasi Digital PSK[8]
2.6 LOW DENSITY PARITY CHECK CODES
Low Density Parity Check merupakan teknik pengkodean untuk
mengkoreksi bit yang telah terdistorsi noise. Pada sistem LDPC
menggunakan ukuran matrik yang bergantung pada nilai code rate, ada 11
nilai code rate pada LDPC yaitu, 1/4, 1/3, 2/5, 1/2, 3/5, 2/3, 3/4, 4/5, 5/6, 8/9,
9/10. Nilai code rate inilah yang akan mempengaruhi sedikit atau banyaknya
ukuran matrik pada LDPC. Semakin kecil ukuran matriks maka bit parity
semakin sedikit sehingga informasi mudah dikodekan dan dikoreksi.
Sebaliknya semakin besar ukuran matriks maka semakin panjang bit parity-
nya sehingga informasi akan semakin sulit dikodekan dan informasi yang
dikirim akan berukuran semakin besar, sehingga mempengaruhi proses
decoding-nya. Hasil ini menunjukkan bahwa penurunan nilai BER jika nilai
SNR semakin besar.[9]
2.7 TURBO CODES
Turbo Codes merupakan metode baru turunan dari sandi
convolusional dengan unjuk kerja perhitungan Bit Error Rate mendekati
Shanon limit, berupa penggabungan dari dua atau lebih Recursive Systematic
Convolutional dan decoder yang terkait, menggunakan aturan decoding
feedback loop. Turbo Codes banyak dikembangkan untuk NASA dan ESA
untuk komunikasi satelit. Turbo Codes telah dimasukkan ke dalam standar
komunikasi satelit dan digunakan untuk Digital Video Broadcasting via
Satellite Second Generation (DVB-S2). DVB-S2 digunakan dalam
13101077 23
komunikasi satelit untuk memberikan layanan siaran, contoh televisi
digital.[14]
2.8 PERHITUNGAN LINK BUDGET SATELIT
2.8.1 PERHITUNGAN LINTASAN KE ATAS (UPLINK)
2.8.1.1 Gu menyatakan besarnya suatu antena pemancar secara
maksimal, dapat dilihat pada persamaan 2.3[10] di bawah ini:
Gu = 20,4 + 10 log ƞ + 20 log fU + 20 log D..................(2.3)
Keterangan:
Gu = Gain relatif antena pemancar maksimum (dB)
η = Efesiensi antena pemancar
fu = Frekuensi uplink (GHz)
D = Diameter antena pemancar (m)
2.8.1.2 DU adalah slant range atau jarak uplink antara stasiun bumi
dengan satelit dan dapat dihitung dengan persamaan 2.4 di
bawah ini[10]:
𝐷𝑈2 = √h2 + 2RE(RE + h)(1 − cos φG. cos∆λ...............(2.4)
Keterangan:
DU = Jarak uplink antara stasiun bumi dengan satelit
(Km)
h = Orbit satelit Geostasioner (35786 Km)
RE = Jari-jari bumi (6378 Km)
cos φG = Selisih longitude satelit dengan stasiun bumi
cos ∆ = Nilai latitude dari stasiun bumi
2.8.1.3 Free Space Loss Uplink
Free Space Loss adalah loss (kerugian) yang terjadi
dalam sambungan komunikasi melalui gelombang radio dapat
dihitung dengan persamaan 2.5[17] sebagai berikut:
𝐹𝑆𝐿𝑈 = 20 𝑙𝑜𝑔 (4𝜋𝑅
𝜆)........................................................(2.5)
Dimana λ merupakan panjang gelombang yang dapat
dihitung dengan persamaan 2.6[17] sebagai berikut:
𝜆 =𝑐
𝑓...................................................................................(2.6)
Keterangan:
FSLU = Free Space Loss Uplink (dB)
f = Frekuensi (GHz)
R = Slant range (Km)
24 13101077
c = Kecepatan cahaya (2,997925×109 m/s)
𝜆 = Panjang gelombang
2.8.1.4 EIRPSB yaitu besaran yang menyatakan kekuatan daya pancar
stasiun bumi yang dapat dihitung dengan persamaan 2.7[10] di
bawah ini:
EIRP = Pout HPA (dBw) + GTx (dB)...................................(2.7)
Keterangan:
Pout HPA = Output HPA (dBW)
GTx = Gain antenna (dB)
2.8.1.5 Carrier to Noise Ratio Uplink (C/N)
Carrier to Noise Ratio uplink merupakan nilai
perbandingan antara carrier yang diterima dengan sinyal noise
yang dihasilkan dalam suatu link. Persamaan uplink untuk
transmisi ke satelit dapat ditulis secara langsung dengan
mensubstusi nilai-nilai parameter sistem komunikasi satelit ke
dalam persamaan 2.8[10]:
(C
N)
U = EIRP𝑈(dBW) – 20 log [
4π×fu× du
c] + ................(2.8)
– 10 log k – 10 log B – L – BOI dB
Keterangan:
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dB)
fu = Frekuensi uplink (GHz)
du = Slant Range Uplink (m)
c = Kecepatan cahaya (2,997925×108 m/s)
GU = Penguatan antena satelit (dBi)
TU = Noise Temperature (K)
k = Konstanta Boltzman (1,38×10-38 J/°K)
B = Noise bandwidth (Hz)
BOI = Back Off Input (dB)
L = Loss tracking + atsmosphere attenuation (1,2 –
1,5 dB
2.8.2 PERHITUNGAN LINTASAN KE BAWAH (DOWNLINK)
2.8.2.1 GD menyatakan besarnya penguatan antena penerima suatu
stasiun bumi dan dapat dihitung dengan persamaan 2.9[10] di
bawah ini:
GD = 20,4 + 10 log ƞ + 20 log fd + 20 log D..................(2.9)
Keterangan:
GD = Gain relatif antena penerima maksimum (dB)
13101077 25
η = Efesiensi antena pemancar
fd = Frekuensi Downlink (GHz)
D = Diameter antena penerima (m)
2.8.2.2 DD adalah slant range atau jarak downlink antara stasiun bumi
dengan satelit dan dapat dihitung dengan persamaan 2.10[10]
di bawah ini:
𝐷𝐷2 = √h2 + 2RE(RE + h)(1 − cos φG. cos∆λ.............(2.10)
Keterangan:
DD = Jarak Downlink antara stasiun bumi dengan satelit
(Km)
h = Orbit satelit Geostasioner (35786 Km)
RE = Jari-jari bumi (6378 Km)
cos φG = Selisih longitude satelit dengan stasiun bumi
cos ∆ = Nilai latitude dari stasiun bumi
2.8.2.3 Free Space Loss Downlink adalah rugi-rugi lintas ke bawah
dan dapat dihitung dengan persamaan 2.11[17] seperti di
bawah ini:
𝐹𝑆𝐿𝐷 = 20 𝑙𝑜𝑔 (4𝜋𝑅
𝜆) .....................................................(2.11)
Keterangan:
FSLD = Free Space Loss Downlink (dB)
dd = Slant range Downlink (Km)
fd = Frekuensi Downlink (GHz)
c = kecepatan cahaya (2,997925×108 m/s)
2.8.2.4 Carrier to Noise Ratio Downlink (C/ND)
Carrier to Noise Ratio Downlink merupakan nilai
perbandingan antara carrier yang diterima dengan sinyal noise
yang dihasilkan dalam suatu link. Persamaan downlink untuk
transmisi ke satelit dapat ditulis secara langsung dengan
mensubstusi nilai-nilai parameter sistem komunikasi satelit ke
dalam persamaan 2.12[10] dasar link:
(C
N)
𝐷 = EIRP𝑠𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 (dBW) – 20 log [
4π×fd× dd
c] +....(2.12)
(𝐺
𝑇) (dB/K) – 10 log k – 10 log B – L – BO𝑜 dB
Keterangan:
EIRPsat = Effective Isotropic Radiated Power (dBW) saturasi
fd = Frekuensi Downlink (GHz)
dd = Slant range Downlink (m)
26 13101077
c = Kecepatan cahaya (2,997925×108 m/s)
G = Penguatan antena satelit (dBi)
T = Noise Temperature (K)
k = Konstanta Boltzman (1,38×10-38 J/°K)
B = Noise bandwidth (Hz)
BOO = Back Off Output (dB)
L = Loss tracking + atsmosphere attenuation (1,2 –
1,5 dB)
2.8.3 CARRIER TO NOISE TOTAL (C/N)T
Nilai dari (C/N)T merupakan penjumlahan dari C/N uplink dan
C/N Downlink dengan menggunakan persamaan 2.13[10] sebagai
berikut:
(C
N)
T= ((C
N⁄U
)−1
+ (CN⁄
D)
−1
)−1
..............................................(2.13)
2.8.4 BANDWIDTH CALCULATION[10]
2.8.4.1 Transmission Rate
𝑇𝑅 =(𝐷𝑎𝑡𝑎 𝑅𝑎𝑡𝑒+𝑂𝑣𝑒𝑟ℎ𝑒𝑎𝑑 (%))
𝐹𝐸𝐶 𝐶𝑜𝑑𝑒 𝑅𝑎𝑡𝑒× 𝑅𝑆 𝐶𝑜𝑑𝑖𝑛𝑔...................(2.14)
2.8.4.2 Symbol Rate
𝑆𝑦𝑚𝑏𝑜𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑒 =𝑇𝑅
𝐵𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑆𝑦𝑚𝑏𝑜𝑙.........................................(2.15)
2.8.4.3 Bandwidth Occupied
𝐵𝑊𝑂𝐶𝐶 = 1.2 × 𝑆𝑦𝑚𝑏𝑜𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑒........................................(2.16)
2.8.4.4 Bandwidth Allocated
𝐵𝑊𝐴𝐿𝐿 = (1 + 𝐶𝑎𝑟𝑟𝑖𝑒𝑟 𝑆𝑝𝑎𝑐𝑖𝑛𝑔) × 𝑆𝑦𝑚𝑏𝑜𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑒.......(2.17)
top related