bab ii sh -...
Post on 04-Feb-2018
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler (Susilo, 2000).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Djoenaidi Widjaja et. al,
1994) yang dikutip oleh Muttaqin, 2008.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak dimana secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)
timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang
terganggu (Pertiwi, 2010).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat perdarahan
intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang
7
subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat
terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah
otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan
sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak (Pertiwi,
2010).
Beberapa uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke
hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya
pembuluh darah otak yang menyebabkan gangguan peredaran darah otak
sehingga menimbulkan gangguan fungsi saraf akut dimana secara
mendadak dan cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal otak yang terganggu.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Otak
Otak manusia berisi hampir 98% jaringan saraf tubuh atau sekitar
10 miliar neuron yang menjadi kompleks secara kesatuan fungsional.
Berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai volume sekitar 1200 cc (71
in.3). Otak laki-laki 10% lebih besar dari perempuan dan tidak ada
korelasi yang berarti antara besar otak dengan tingkat intelegensi.
Seseorang dengan ukuran otak kecil (750 cc) dan ukuran otak besar
(1200 cc) secara fungsional adalah sama menurut Simon & Scuster,
8
1998 (Muttaqin, 2008). Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari
berat badan orang dewasa. Otak menerima 15% dari curah jantung,
memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400
kilokalori energi tiap harinya.
Gambar 2.1 Anatomi Otak
(http://hil4ry.files.wordpress.com)
9
Gambar 2.2 Bagian-bagian Otak
(http://www.google.co.id/imgres?imgurl)
Bagian-bagian otak:
a. Hemisfer serebri
10
Bagian terbesar otak yang terdiri dari: korteks adalah lapisan
luar yang terdiri dari sel saraf tebal sekitar 2 mm mengandung 70%
dari neuron semua sistem saraf; serat saraf menghubungkan otak
dengan medula spinalis; talamus adalah massa sel saraf besar yang
berbentuk telur dalam substansia alba, ganglia basalis terdiri dari
nukleus lenticularis, nukleus caudatus, dan beberapa ganglion
yang lebih kecil; korpus kolosum adalah pita tebal serat yang
menghubungkan kedua hemisfer melalui struktur ini informasi
sensorik saling bertukar antara kedua hemisfer. Hemisfer serebri
terbagi menjadi 4 lobus yaitu:
1) Lobus frontalis
Gyrus precentralis (tepat di depan sulcus centralis)
merupakan area motorik otak, tempat terdapat banyak sel saraf
merangsang gerakan motorik. Terlihat dalam mental, emosi
dan fungsi fisik. Bagian anterior berperan dalam kontrol
tingkah laku tidak sadar seperti kepribadian, tingkah laku
sosial, pendapat dan aktifitas intelektual yang kompleks.
Bagian sentral dan posterior mengatur fungsi motorik.
2) Lobus parietalis
Gyrus postcentralis terletak dibelakang sulcus centralis,
merupakan area sensorik otak tempat apresiasi sensasi raba,
tekan dan perubahan suhu ringan, dan proprioception
11
(kesadaran dalam menempatkan posisi dan aktivitas alat).
Menerjemahkan input sensoris seperti stereognasis (merasakan
dan mengartikan obyek yang menghubungkan sensasi dengan
pengalaman dan pengetahuan). Kesadaran bagian-bagian tubuh
dan pengembangan gambaran diri.
3) Lobus occipitalis
Mengandung area visual otak, tempat tujuan sensasi yang
datang dari mata.
4) Lobus temporalis
Mengandung area auditorius, tempat tujuan sensasi yang
datang dari telinga.
Area bicara adalah bagian dari korteks yang berhubungan
dengan semua aspek bicara (mendengar, bicara, membaca,
menulis). Terletak pada hemisfer kiri pada semua orang yang
dominan tangan kanan dan sebagian besar orang dominan tangan
kiri. Area ini mencakup bagian bawah lobus frontalis dan bagian
atas lobus temporalis yang saling berdekatan.
b. Otak tengah (Mesensefalon)
Otak tengah adalah struktur kecil di antara hemisfer serebri di
bagian atas dan pons di bagian bawah. Berfungsi untuk memproses
12
data audio visual, generasi dari respons motor somatik,
pemeliharaan kesadaran.
c. Pons
Pons adalah massa tebal jaringan saraf yang bersambungan
dengan otak tengah di atas Medula Oblongata di bawah.
Mengulang informasi sensorik dan cerebellum dan talamus. Pusat
motorik viseral alam bawah sadar.
d. Medulla oblongata (MO)
Bagian sempit jaringan saraf yang mengandung sel pusat
jantung dan pernapasan yang merupakan pusat pengontrol jantung
dan paru. Batang otak adalah: otak tengah, pons, dan MO yang
dianggap sebagai unit fungsional. Mengulang informasi sensorik
ke Talamus menuju ke bagian lain dari batang otak. Pusat regulasi
otonom dari organ viseral kardiovaskuler, pernapasan, dan
aktivitas sistem pencernaan.
e. Cerebrum
Wilayah terbesar dari otak yang terdiri dari substansia grisea
(gray matter) ditemukan pada korteks serebri dan nukleus serebri.
Substansia alba ( white matter) terdapat pada korteks neural dan
sekitar nukleus. Berfungsi untuk: proses pikiran alam sadar, fungsi
13
intelektual; memproses dan menyimpan memori; regulasi alam
sadar dan bawah sadar dari kontraksi otot rangka.
f. Cerebellum
Terdiri dari lobus centralis kecil dan lobus kanan dan kiri yang
lebih besar. Fungsi utama adalah pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
g. Ventrikel
Serangkaian ruang yang saling berhubungan di dalam otak.
Memproduksi cairan cerebrospinal.
h. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) atau Liquor cerebrospinal (LCS)
mengisi ventrikel. CSS merupakan cairan jernih yang dibentuk dari
plasma darah di dalam plexus choroideus. Sekitar 500 ml disekresi
setiap hari. CSS berfungsi untuk mempertahankan volume di
dalam tengkorak tetap konstan dengan meningkatkan atau
menurunkan jumlah pada setiap penurunan atau peningkatan isi
kranial lain, bekerja sebagai bufer yang melindungi otak dari
semua gangguan, menerima produk sampah dari metabolisme otak
dan mentransfernya ke dalam darah.
14
Medula spinalis bersambungan dengan medula oblongata di
atas memiliki panjang 45 cm, menempati dua pertiga atas canalis
vertebralis dan berakhir pada tingkat vertebrae lumbalis I dan II
dan mengecil membentuk kerucut dihubungkan dengan coccygeus
oleh filum terminale, pita jaringan ikat yang ditutupi oleh
meningen.
Hipotalamus adalah daerah sentral sel saraf kecil tepat
dibawah talamus. Hipotalamus berhubungan dengan talamus
dengan ujung saraf autonom, dengan kelenjar hipofisis melalui
infundibulum. Hipofisis adalah pusat penting untuk integrasi fungsi
dasar seseorang. Hipofisis merupakan bagian dari sistem endokrin,
oleh karena itu berhubungan erat dengan kelenjar hipofisis,
mengirimkan faktor-faktor kimia melalui infundibulum ke dalam
kelenjar dan mengontrol aktivitas hormonalnya. Mengontrol jam
biologis, mengatur aktivitas 24 jam, tidur, suhu, sekresi hormon.
Mengontrol nafsu makan, mengontrol keseimbangan air,
mengintegrasikan reaksi emosional.
2. Sistem Persarafan
a. Nervus Olfaktorius (Nervus Cranialis I)
Nervus olfaktorius terdiri dari komponen saraf sensorik yang
berfungsi untuk penciuman.
b. Nervus Optikus (Nervus Cranialis II)
15
Nervus optikus terdiri dari komponen saraf sensorik untuk
penglihatan. Setiap nervus mengandung sekitar satu juta serat,
setiap serat berhubungan dengan batang kerucut retina. Impuls
visual ditransmisikan ke area visual otak di lobus occipitalis.
c. Nervus Okulomotorius (Nervus Cranialis III)
Nervus okulomotorius terdiri dari komponen saraf motorik
yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atas, kontriksi
pupil, sebagian besar gerakan ekstraokular.
d. Nervus Troklearis (Nervus Cranialis IV)
Nervus troklearis terdiri dari komponen saraf motorik untuk
gerakan mata ke bawah dan ke dalam.
e. Nervus Trigeminus (Nervus Cranialis V)
Nervus trigeminus terdiri dari komponen saraf sensorik dan
motorik. Komponen motorik berfungsi sebagai otot temporalis dan
maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke
lateral. Komponen sensorik berfungsi sebagai refleks kornea atau
refleks mengedip; komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V,
Respon motorik melalui saraf kranial VII. Mensarafi kulit wajah,
dua pertiga depan kulit kepala; mukosa mata; mukosa hidung dan
rongga mulut, lidah dan gigi.
f. Nervus Abdusens (Nervus Cranialis VI)
16
Nervus abdusens terdiri dari komponen saraf motorik yang
berfungsi sebagai deviasi mata ke lateral.
g. Nervus Fasialis (Nervus Kraialis VII)
Nervus fasialis terdiri dari komponen saraf motorik untuk otot-
otot ekspresi wajah termasuk otot dahi, sekeliling mata serta mulut,
lakrimasi dan salivasi. Komponen saraf sensorik untuk pengecapan
dua pertiga depan lidah (rasa manis, asam dan asin).
h. Nervus Auditorius (Nervus Cranialis VIII)
Nervus auditorius memiliki dua bagian yaitu: nervus koklearis
terdiri dari komponen saraf sensorik untuk pendengaran. Nervus
vestibularis atau vestibulokoklearis terdiri dari saraf sensorik untuk
keseimbangan dan posisi ruang.
i. Nervus Glosofaringeus (Nervus Cranialis IX)
Nervus glosofaringeus terdiri dari komponen saraf motorik
pada faring untuk menelan, refleks muntah dan pada parotis untuk
salivasi. Komponen saraf sensorik pada faring, lidah posterior,
termasuk rasa pahit.
j. Nervus Vagus (Nervus Cranialis X)
17
Nervus vagus terdiri dari komponen saraf motorik pada faring,
laring: untuk menelan, refleks muntah, fonasi; visera abdomen.
Komponen saraf sensorik pada faring, laring: refleks muntah;
visera leher, thoraks dan abdomen.
k. Nervus Asesorius (Nervus Cranialis XI)
Nervus asesorius terdiri dari komponen saraf motorik berfungsi
pada otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot
trapezius; untuk pergerakan kepala dan bahu.
l. Nervus Hipoglosus (Nervus Cranialis XII)
Nervus hipoglosus adalah saraf motorik untuk pergerakan
lidah.
3. Sirkulasi darah otak
18
Gambar 2.3 Anatomi pembuluh darah otak
(http://www.google.co.id/imgres?imgurl)
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 %
konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya.
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan
arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi
(Satyanegara, 1998) yang dikutip oleh Muttaqin, 2008.
19
a. Arteri carotis communis
Arteri ini mempunyai cabang yaitu arteri karotis interna dan
eksterna. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan
faring. Arteri karotis interna masuk dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum dan terbagi menjadi arteri
cerebralis anterior dan media.
b. Arteri vertebralis
Arteri vertebralis merupakan cabang dari arteri subclavia pada
pangkal leher, pada sambungan pons dan MO, kedua arteri vertebralis
bergabung membentuk arteri basilaris yang bercabang untuk
cerebellum, MO, dan pons, dan berakhir dengan terbagi menjadi arteri
cerebralis posterior dextra dan sinistra.
Circulus arteriosus (circulus Willisi) adalah cincin arteri pada
dasar otak yang dibentuk oleh:
1) Kedua arteri cerebri anterior dan arteri communican anterior.
2) Arteri cerebri media pada tiap sisi.
3) Arteri communicans posterior (menghubungkan arteri cerebri
media dan posterior pada tiap sisi).
4) Arteri cerebri posterior pada setiap sisi.
20
Normalnya hubungan arteri-arteri ini sangat baik sehingga
sumbatan pada salah satunya tidak mengganggu suplai darah ke otak.
c. Arteri cerebri anterior
Arteri cerebri anterior memperdarahi lobus frontalis dan
parietalis, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.
Sumbatan pada cabang utama Arteri cerebri anterior akan
menimbulkan hemiplegia kontralateral yang lebih berat di bagian kaki
dibandingkan bagian tangan serta bisa terjadi paralisis bilateral dan
gangguan sensorik.
d. Arteri cerebri media
Arteri ini memperdarahi sebagian lobus frontalis, parietalis,
temporalis, dan occipitalis. Sumbatan di dekat percabangan kortikal
utamanya dapat menimbulkan afasia berat (hemisfer serebri dominan
bahasa). Selain itu juga mengakibatkan kehilangan posisi dan
diskriminasi taktil dua titik kontralateral serta hemiplegia kontralateral
yang berat, terutama ekstremitas atas dan wajah.
e. Arteri cerebri porterior
21
Arteri ini memperdarahi lobus occipitalis dan sebagian lobus
parietalis. Arteri ini untuk area visual otak (Gibson, 2003 dan
Muttaqin, 2008).
C. Etiologi
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi adalah:
1. Aneurisma berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari arteriosklerosis.
3. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
4. Malformasi arteriovena (AVM), terjadi hubungan
persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri
langsung masuk vena.
5. Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah (Muttaqin, 2008).
22
Faktor resiko pada stroke adalah:
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif.
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol (Smeltzer & Bare,
2002).
D. Patofisiologi
Ada dua bentuk Cerebrovasculer accident (CVA) bleeding
23
Gambar 2.4 Stroke Hemoragik
(http://cariobat.files.wordpress.com)
1. Pendarahan Intra Serebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum (Muttaqin, 2008).
2. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry (AVM).
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak
(Juwono, 1993). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
24
nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat
disfungsi otak global (nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemipharese, gangguan hemisensorik, afasia dan yang
lainnnya). Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak
juga mengakibatkan perdarahan subhiolid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebri. Vasospasme sering terjadi 3-5 hari setelah
terjadinya perdarahan, mencapai puncaknya pada hari ke- 5 atau hari
ke- 9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan
minggu ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara
bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan
serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasospasme mengakibatkan disfungsi otak global mupun fokal.
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak memiliki cadangan O2
sehingga jika terjadi kerusakan atau kekurangan aliran darah otak
walau sebentar akan mengakbatkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak,
tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan
25
terjadi gejala disfungsi serebri. Otak mengalami hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak (Muttaqin, 2008).
E. Manifestasi Klinis
Kemungkinan kecacatan yang ditimbulkan stroke menurut Purwadianto &
Sampurna, 2000 adalah:
1. Daerah arteri Serebri media
a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b. Hemianopsi homonim kontralateral
c. Afasia bila mengenai hemisfer dominan
d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2. Daerah arteri Karotis interna
a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b. Hemianopsi homonim kontralateral
c. Afasia bila mengenai hemisfer dominan
d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
3. Daerah arteri Serebri anterior
a. Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
b. Incontinentia urine
c. Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah arteri Posterior
26
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh arteri
Serebri media
b. Nyeri talamik spontan
c. Hemibalisme
d. Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
5. Daerah vertebrobasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut menurut Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) 2007 meliputi:
1. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
a. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi
dan diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik
meliputi:
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.
27
4) Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa
kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG,
penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan
saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
1) Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
2) Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
1) Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik)
2) Optimalisasi tekanan darah
3) Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah
mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor.
4) Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
5) Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
1) Tekanan darah
2) Pemeriksaan jantung
3) Pemeriksaan neurologi umum awal
a) Derajat kesadaran
b) Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
28
c) Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
1) Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan
tanda neurologik pada hari pertama stroke
2) Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9
dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran
3) Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
4) Elevasi kepala 20-30º.
5) Hindari penekanan vena jugulare
6) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
7) Hindari hipertermia
8) Jaga normovolemia
9) Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB,
selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu
diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
10) Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
11) Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut
akibat stroke iskemik serebelar
e. Pengendalian Kejang
1) Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg
dan diikuti phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus
dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
29
2) Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat
antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian
diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
1) Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati
dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya.
2) Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
1) EKG
2) Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan
faal hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.
3) Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
4) Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada
3. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap
a. Cairan
1) Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP
pertahankan antara 5-12 mmHg.
2) Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
3) Balance cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi
urin sehari ditambah pengeluaran cairan yang tidak
dirasakan.
4) Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus
30
selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi kekuranngan.
5) Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil
GDA.
6) Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
b. Nutrisi
1) Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.
2) Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan
menelan atau kesadaran menurun.
3) Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.
c. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
1) Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi
subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli
paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan fraktur)
2) Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur
dan sensitivitas kuman.
3) Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
d. Penatalaksanaan medik yang lain
1) Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga
normoglikemia.
2) Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti
cemas lainnya.
3) Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
31
4) Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.
5) Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan
stabil.
6) Rehabilitasi
7) Edukasi keluarga.
8) Discharge planning (Taufik, 2010)
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi setelah serangan stroke adalah:
1. Kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %.
2. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Emboli Pulmonum
sekitar 3-10 %.
3. Perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %.
4. Dekubitus.
5. Pneumonia.
6. Stress.
7. Bekuan darah.
8. Nyeri pundak dan subluxation. (Badali, 2010)
33
H. Pathways Keperawatan
Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan serebral, DM, usia lanjut, rokok, alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas
Thrombus, Emboli, Perdarahan serebral
Defisit Neurologi pada Korteks Serebri
Pecahnya pembuluh darah otak Defisit Neurologi kortek Frontalis Defisit neurologis Defisit neurologis Defisit neurologis
Perdarahan Intra Kranial gerak motorik primer Gg area bicara motorik Broca kortek parietalis kortek temporalis kortek oksipitalis
Darah merembes ke dalam Hemiplegi kontralateral Afasia global
parenkim otak Kegiatan pemrosesan dan integrasi fungsi penglihatan primer
Penekanan pada jaringan otak Informasi sensorik primer gg lapang pandang
Peningkatan TIK Gg sensorik kontralateral
(kesadaran, sensasi nyeri, sensasi suhu
pasien bed rest Sensasi raba, sensasi tekan)
Penekanan lama kelemahan pada nervus
ADL dibantu daerah punggung dan bokong Cranialis gg fungsi sensorik reseptif
Suplai nutrisi dan O2 menurunnya reflek batuk dan menelan
ke daerah tertekan berkurang Sensorik pendengaran
melemahnya reflek mengunyah dan menelan
akumulasi sekret afasia sensorik (wernieck)
(Dari berbagai sumber)
Gg mobilitas
fisik
Bersihan jalan
napas tidak efektif
Resiko gg nutrisi
kurang dari kebutuhan
Gg mobilitas fisikGg perfusi
jaringan otak
Resiko gg integritas
30
Kerusakan
komunikasi verbal
Kerusakan
komunikasi verbal
31
I. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, 2000, data-data yang perlu dikaji antara lain
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain
(Rochani, 2000).
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
32
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus (Susilo, 2000).
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran klien dan keluarga
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat: Biasanya ada riwayat
perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme: Adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c. Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.
d. Pola aktivitas dan latihan: Adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah
e. Pola tidur dan istirahat: Biasanya klien mengalami kesukaran
untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
33
f. Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak
ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami
gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan
menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang,
anti hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan
kesulitan berkomunikasi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan
ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran
34
2) Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
3) Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
b. Pemeriksaan integumen
1) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu
2) Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3) Rambut: umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala: bentuk normocephalik
2) Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke
salah satu sisi
3) Leher: kaku kuduk jarang terjadi
d. Pemeriksaan dada
35
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII
dan XII central.
2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.
3) Pemeriksaan sensorik
36
Dapat terjadi hemihipestesi.
4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahului dengan refleks
patologis.
9. Pemeriksaan penunjang
a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler
d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke
e. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal
37
f. Elektro encephalografi / EEG: mengidentifikasi masalah
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah
terdapat disritmia, yang dapat menyebabkan stroke.
Perubahan EKG lainnya yang dapat ditemukan adalah
inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta
perpanjangan QT.
h. Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit
arteriovena
i. Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang menjamin kepastian dalam
menegakkan diagnosa stroke; bagaimanapun pemeriksaan
darah termasuk hematokrit dan hemoglobin yang bila
mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi yang
lebih parah; masa protrombin dan masa protrombin parsial,
yang memberikan dasar dimulainya terapi antikoagulasi;
dan hitung sel darah putih, yang dapat menandakan infeksi
38
seperti endokarditis bacterial sub akut. Pada keadaan tidak
terjadinya peningkatan TIK, mungkin dilakukan pungsi
lumbal. Jika ternyata terdapat darah dalam cairan
serebrospinal yang dikeluarkan, biasanya diduga terjadi
hemorrhage subarakhnoid.
J. Diagnosa
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
3. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan
kerusakan sirkulasi serebral.
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
5. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring
lama.
6. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
menurunnya reflek batuk dan menelan.
39
K. Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intra cerebral
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
a. Klien tidak gelisah
b. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
c. GCS Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
d. Pupil isokor, reflek cahaya (+)
e. Tanda-tanda vital normal (N: 60-100x/mnt, S: 36-36,7oC, RR: 16-
20x/menit
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi dan catat tanda-tandavital dan kelainan tekananintrakranial tiap dua jam
2. Berikan posisi kepala lebih tinggi15-30 dengan letak jantung (beribantal tipis)
3. Anjurkan kepada klien untuk bedrest total dan anjurkan klien untukmenghindari batuk dan mengejanberlebihan
4. Kolaborasi dengan tim dokterdalam pemberian obat neuroprotektor
Mengetahui setiap perubahan yangterjadi pada klien secara dini danuntuk penetapan tindakan yangtepat
Mengurangi tekanan arteri denganmeningkatkan drainage vena danmemperbaiki sirkulasi serebral
Batuk dan mengejan dapatmeningkatkan tekanan intra kranialdan potensial terjadi perdarahanulang
Memperbaiki sel yang masihavailabel
40
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
Tujuan: Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil:
a. Tidak terjadi kontraktur sendi
b. Bertambahnya kekuatan otot
c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan secarafungsional/luasnya kerusakanawal dengan cara teratur
2. Lakukan gerak pasif padaekstrimitas yang sakit
3. Ajarkan klien untuk melakukanlatihan gerak aktif padaekstrimitas yang tidak sakit
4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapiuntuk latihan fisik klien
Mengidentifikasikekuatan/kelemahan dan dapatmemberikan informasi mengenaipemulihan
Otot volunter akan kehilangantonus dan kekuatannya bila tidakdilatih untuk digerakkan
Gerakan aktif memberikan massa,tonus dan kekuatan otot sertamemperbaiki fungsi jantung danpernapasan
Mempertahankan kekuatan tonusotot
41
3. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan
kerusakan sirkulasi serebral.
Tujuan: Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
Kriteria hasil:
a. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan
b. Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
INTERVENSI RASIONAL1. Kaji tipe atau derajat disfungsi
2. Mintalah pasien untukmengikuti perintah sederhana
3. Tunjukkan objek dan mintapasien menyebutkan namabenda tersebut
4. Anjurkan pengunjung/orangterdekat mempertahankanusahanya untuk berkomunikasidengan pasien
5. Konsultasikan dengan/rujukkepada ahli terapi wicara
Membantu menentukan daerah danderajat kerusakan serebral yangterjadi dan kesulitan pasien dalambeberapa atau seluruh tahap proseskomunikasi
Melakukan penilaian terhadapadanya kerusakan sensorik (afasiasensorik)
Melakukan penilaian terhadapadanya kerusakan motorik (afasiamotorik)
Mengurangi isolasi sosial pasiendan meningkatkan penciptaankomunikasi yang efektif
Pengkajian secara individualkemampuan bicara dan sensori,motorik dan kognitif berfungsiuntuk mengidentifikasikekurangan/kebutuhan terapi
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi
42
Kriteria hasil:
a. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
b. Hb dan albumin dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kemampuan kliendalam mengunyah, menelan danreflek batuk
2. Stimulasi bibir untuk menutupdan membuka mulut secaramanual dengan menekan ringandiatas bibir/dibawah dagu jikadibutuhkan
3. Anjurkan klien menggunakansedotan meminum cairan
4. Kolaborasi dengan tim dokteruntuk memberikan cairan melaluiiv atau makanan melalui selang
Untuk menetapkan jenis makananyang akan diberikan pada klien
Membantu dalam melatih kembalisensori dan meningkatkan kontrolmuskuler
Menguatkan otot fasial dan danotot menelan dan menurunkanresiko terjadinya tersedak
Mungkin diperlukan untukmemberikan cairan pengganti danjuga makanan jika klien tidakmampu untuk memasukkan segalasesuatu melalui mulut
5. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring
lama.
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil:
a. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
b. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
c. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
43
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi terhadap eritema dankepucatan dan palpasi area sekitarterhadap kehangatan danpelunakan jaringan tiap merubahposisi
2. Ubah posisi tiap 2 jam. Gunakanbantal air atau pengganjal yanglunak di bawah daerah-daerahyang menonjol
3. Lakukan massage pada daerahyang menonjol yang barumengalami tekanan pada waktuberubah posisi. Jaga kebersihankulit
4. Anjurkan untuk melakukanlatihan ROM (range of motion)dan mobilisasi jika mungkin
Hangat dan pelunakan adalah tandakerusakan jaringan
Menghindari tekanan danmeningkatkan aliran darah
Menghindari kerusakan-kerusakankapiler-kapiler
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
6. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
menurunnya reflek batuk dan menelan.
Tujuan : Jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
a. Klien tidak sesak nafas
b. Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
c. Tidak ada retraksi otot bantu pernafasan
d. Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
INTERVENSI RASIONAL
44
1. Observasi pola dan frekuensinafas. Auskultasi suara nafas
2. Ubah posisi tiap 2 jam sekali
3. Lakukan fisioterapi dada sesuaidengan keadaan umum klien
4. Kolaborasi dengan tim medisuntuk pemberian O2 adekuat
Untuk mengetahui ada tidaknyaketidakefektifan jalan nafas
Perubahan posisi dapat melepaskansekret dari saluran pernafasan
Agar dapat melepaskan sekret danmengembangkan paru-paru
Memenuhi intake O2 adekuat padatubuh
top related