bab ii landasan teori 2 news.pdf · 8 bab ii landasan teori . a. landasan teori . terdapat 3 teori...
Post on 28-Nov-2020
17 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
Terdapat 3 teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Teori Atribusi,
Teori Pembelajaran Sosial dan Teori Motivasi.
1. Teori Atribusi (Artibution Theory)
Atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan. Atribusi
mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau
dirinya sendiri. Atribusi adalah proses di mana orang menarik kesimpulan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku orang lain.
Teori Atribusi memandang individu sebagai psikologi amatir yang
mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang
dihadapinya. Teori atribusi mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa,
atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan pada
suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu (Harold
Kelley, 1972-1973 dalam Bana, 2010).
Pada dasarnya, teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu
mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah itu
ditimbulkan secara internal atau eksternal (Robbins, 1996). Perilaku yang
disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali
pribadi individu itu sendiri atau berasal dari faktor internal seperti cirri
kepribadian, kesadaran, dan kemampuan. Hal ini merupakan atribusi internal.
Sedangkan, perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang
9
dipengaruhi dari luar atau dari faktor eksternal seperti peralatan atau pengaruh
sosial dari orang lain, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi, ini
merupakan atribusi eksternal. Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins
(1996), tergantung pada tiga faktor, yaitu pertama kekhususan, artinya seseorang
akan mempersepsikan perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi yang
berlainan.
Apabila perilaku seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, maka
individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi
eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal itu dianggap hal yang
biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi internal. Kedua, konsensus artinya jika
semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon perilaku
seseorang dalam situasi yang sama. Apabila konsensusnya tinggi, maka termasuk
atribusi internal. Sebaliknya jika konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi
eksternal. Faktor terakhir adalah konsistensi, yaitu jika seorang menilai
perilakuperilaku orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin
konsisten perilaku itu, orang akan menghubungkan hal tersebut dengan sebab-
sebab internal.
Alasan pemilihan teori ini adalah kemauan wajib pajak untuk membayar
pajak terkait dengan persepsi wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap
pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai sesuatu
sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal dari orang tersebut.Jadi
teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut.
10
2. Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial)
Teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa seseorang dapat belajar lewat
pengamatan dan pengalaman langsung (Jatmiko, 2006). Menurut Bandura (1977)
dalam Jatmiko (2006), proses dalam pembelajaran sosial meliputi:
a. Proses perhatian (attentional)
b. Proses penahanan (retention)
c. Proses reproduksi motorik
d. Proses penguatan (reinforcement)
Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang atau model,
jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model
tersebut. Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah
model tidak lagi mudah tersedia. Proses reproduksi motorik adalah proses
mengubah pengamatan menjadi perbuatan. Sedangkan proses penguatan adalah
proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran
supaya berperilaku sesuai dengan model (Bandura, 1977 dalam Jatmiko, 2006).
Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa teori pembelajaran sosial ini relevan
untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya
membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika
lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah
memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Seseorang juga
akan taat pajak apabila telah menaruh perhatian terhadap pelayanan pajak, baik
fiskus maupun sistem pelayanan pajaknya.
11
3. Teori Motivasi
Ada benturan kepentingan antara wajib pajak dengan fiskus mengenai
besarnya pajak. Wajib pajak berkepentingan terhadap besarnya pajak yang pantas.
Fiskus berkepentingan terhadap terhimpunnya dana dari sektor perpajakan sebesar
mungkin. Pajak yang pantas adalah besarnya pajak yang secara yuridis tidak
melanggar undang-undang perpajakan yang berlaku dan secara ekonomis tidak
memberatkan keuangan perusahaan. Upaya yang dilakukan oleh wajib pajak
untuk mendapatkan besarnya pajak yang pantas adalah dengan melakukan
perencanaan perpajakan.
Perencanaan perpajakan dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah
dalam peraturan perpajakan yang dapat menghidarkan atau setidaknya menunda
pembayaran pajak (Davidson, 1983:206). Filosofi perencanaan pajak yang
populer adalah the last and the least (Sophar Lumbantoruan, 1990:219).
Kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak yang patuh sangat erat terkait
dengan persepsi masyarakat tentang pajak. Persepsi sangat berpengaruh terhadap
motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Motivasi pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Perilaku patuh wajib pajak sangat dipengaruhi oleh variabel
perilaku individu dan lingkungan (James L. Gibson, 1991) dalam Triyani (2009).
Banyak warga masyarakat yang masih beranggapan bahwa pajak
merupakan pungutan bersifat paksaan yang merupakan hak istimewa pemerintah
dengan tidak memberikan kontraprestasi langsung kepada pembayar pajak
(Rimsky K. Judissono, 1997) dalam Triyani (2009). Persepsi keliru tentang
12
perpajakan diperkuat dengan dianutnya sistem pemungutan pajak secara official
assessment. Dengan sistem ini, wajib pajak ditempatkan sebagai subyek pasif
perpajakan. Kondisi ini tidak mendukung upaya menumbuhkembangkan
kesadaran masyarakat untuk menjadi wajib pajak yang patuh membayar pajak,
bahkan ada kecenderungan untuk berusaha menghindari dari kewajiban pajak.
Terdapat beberapa teori yang membahas tentang Motivasi diantaranya
adalah:
a. Teori pengharapan (expectancy theory) – vroom
Vroom menyatakan bahwa dorongan atau kekuatan saja tidaklah cukup
untuk mendorong seseorang melakukan suatu tindakan. Keyakinan bahwa
usaha yang dilakukan seseorang akan menghasilkan prestasi yang diharapkan,
justru merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang.
Semakin besar sebuah prestasi memberikan hasil yang diharapkan, semakin
besar pula kemungkinan seseorang mencoba berperilaku untuk mencapai
prestasi yang lebih tinggi. Ada dua jenis penghargaan dalam teori ini, yakni
effort performance expectancy dan performance outcome expectation. Effort
performance expectancy adalah persepsi seseorang terhadap usaha untuk
mencapai prestasi tertentu berikut kemungkinan konsekuensinya.
Performance outcome expectation adalah persepsi seseorang bahwa setiap
prestasi akan dihubungkan dengan konsekuensi tertentu baik positif maupun
negatif (imbalan dan hukuman).
13
b. Teori Keadilan (Equity Theory) – Adams
Adams, yang bekerja sebagai peneliti di bidang psikologi bekerjasama
dengan General electric Co di Continville, New York mengembangkan dan
melakukan pengujian terhadap equity theory. Equity theory menyatakan
bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan perhitungan upaya dan
penghargaan (effort and reward) yang diperoleh, selanjutnya pada saat yang
sama membandingkannya dengan apa yang terjadi pada orang lain. Teori ini
menganggap bahwa motivasi seseorang dalam melakukan aktivitas didorong
oleh perlakuan yang adil dibandingkan dengan yang diperoleh orang lain.
c. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting) – E. A Locke
A Locke mengatakan bahwa perilaku seseorang sangat ditentukan oleh
tujuan yang dikehendaki (concious goal) dan keinginan-keinginan (interions).
Pemahaman seseorang terhadap tujuan yang dikehendaki sangat penting pada
goal setting theory. Tujuan yang dikehendaki (concious goals) disimbolkan
dalam beberapa atribut antara lain: goal specifity, goal difficulty, dan goal
intensity. Goal specifity adalah ukuran kuantitatif tujuan, goal difficulty adalah
tingkat kesulitan pencapaian tujuan, sedang goal intensity adalah proses
penetapan tujuan.
B. Pengertian Persepsi
Pengertian persepsi merupakan proses untuk memahami lingkungannya
meliputi objek, orang, dan simbol atau tanda yang melibatkan proses kognitif
(pengenalan). Proses kognitif adalah proses dimana individu memberikan arti
melalui penafsirannya terhadap rangsangan (stimulus) yang muncul dari objek,
14
orang, dan simbol tertentu. Menurut Walgito (1997) agar individu dapat
menyadari dan dapat membuat persepsi, maka ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, yaitu berikut ini:
a. Adanya objek yang dipersepsikan (fisik).
b. Adanya alat indera/reseptor untuk menerima stimulus (fisiologis).
c. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan
persepsi (psikologis).
Dari definisi di atas maka pengertian persepsi dalam penelitian ini adalah
merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dalam
perkataan lain, persepsi adalah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory
stimuly) (Rakhmat, 1993: 51).
Jika tingkat pengetahuan manusia tersebut dikaitkan dengan konsep moral
maka kemampuan kognitif setingkat dengan moral perception, kemampuan
afektif setingkat dengan moral judgement dan kemampuan konatif setingkat
dengan moral intention. Kemampuan kognitif dan afektif dapat diasah melalui
proses pembelajaran, sedangkan kemampuan konatif tumbuh dari dirinya sendiri
sesuai dengan tingkat kesadaran dan kemauannya.
C. Wajib Pajak
Pepajakan mengenal istilah wajib pajak. Pengertian Wajib pajak sendiri
menurut Ketentuan Umum Perpajakan pasal 1 adalah Orang Pribadi atau Badan
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan
15
untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu.
Wajib pajak sendiri memiliki beberapa hak dan kewajiban yang harus
dipatuhi, di bawah ini adalah beberapa kewajiban wajib pajak diantaranya:
a. Kewajiban Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai
kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan
pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya.
1) Pendaftaran
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Wajib Pajak Orang
Pribadi yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah :
a) Orang Pribadi yang menjalakan usaha atau pekerjaan bebas;
b) Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir
bulan berikutnya;
c) Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup
terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara
tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta;
d) Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai
tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib
mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
16
tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri
pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi kedudukan wajib
pajak dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan
administrasi.
Selain mendatangi Kantor Pelayanan Pajak, Wajib Pajak Orang
Pribadi dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui e-registration
di website Direktorat Jenderal Pajak www.pajak.go.id.
Selain mendapatkan NPWP, Wajib Pajak dapat dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan kepadanya akan diberikan
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
2) Pembayaran dan Pelaporan
Setelah melakukan pendaftaran dan mendapatkan NPWP, Wajib
Pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar pajak,
yang selanjutnya melaporkan pajak terutangnya dalam bentuk Surat
Pemberitahuan (SPT).
17
Tabel 2. 1 Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT masa dan SPT
tahunan
Sumber: Perpajakan teori dan kasus
Apabila dalam menghitung dan membayar pajak tersebut ditemukan
ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal
berdasarkan hasil pemeriksaan yang tidak dilaporkan oleh WP, Direktorat
Jenderal Pajak akan menebitkan Surat Ketetapan Pajak (skp) kepada WP
tersebut.
b. Hak Wajib Pajak
Wajib pajak selain mempunyai kewajiban juga mempunyai hak untuk
mendapatkan kerahasiaan atas seluruh informasi yang telah disampaikan pada
Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan.
Berkaitan dengan pembayaran pajak terutang, Wajib Pajak berhak
memperoleh :
1) Pengangsuran pembayaran, apabila wajib pajak mengalami kesulitan
keuangan sehingga tidak mampu untuk membayar pajak sekaligus.
NO. JENIS SPT BATAS WAKTU
PEMBAYARAN
BATAS WAKTU
PELAPORAN MASA
1 PPh pasal 21/26 Tgl 10 bulan berikut setelah
masa pajak berakhir
20 hari setelah masa
pajak berakhir
2 PPh pasal 25 Tgl 15 bulan berikut setelah
masa pajak berakhir
20 setelah masa pajak
berakhir tahunan
3 PPh OP Tgl 25 bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun
Atau bagian tahun pajak
Akhir bulan ketiga
setelah berakhirnya tahun
atau bagian tahun pajak
4 PBB 6 (enam) bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT
5 BPHTB Dilunasi pada saat
terjadinya perolehan hak
atas tanah dan atau
bangunan
18
2) Pengurangan PPh Pasal 25, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan
keuangan dikarenakan usahanya mengalami kesulitan sehingga tidak
mampu membayar angsuran yang sudah ditetapkan sebelumnya.
3) Pengurangan PBB, pemberian keringanan pajak yang terutang atas
Objek Pajak.
4) Pembebasan Pajak, apabila wajib pajak mengalami musibah
dikarenakan force mayeur seperti bencana alam. Dalam hal ini DJP
akan mengeluarkan suatu kebijakan.
5) Pajak ditanggung pemerintah Dalam rangka pelaksanaan proyek
pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri
PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor,
konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
6) Insentif Perpajakan, untuk merangsang investasi.
7) Penundaan pelaporan SPT Tahunan, apabila Wajib Pajak tidak dapat
menyelesaikan/menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk
memenuhi batas waktu penyelesaian, Wajib Pajak berhak mengajukan
permohonan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan paling lama 6 (enam) bulan.
8) Restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak), apabila wajib
pajak merasa bahwa jumlah pajak atau kredit pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan
Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.
19
9) Keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan ke DJP. Apabila
dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan
perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa
kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan
kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga,
10) Banding, Apabila hasil proses keberatan dirasa masih belum
memuaskan Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan
Pajak.
11) Peninjauan Kembali, Apabila Wajib Pajak tidak/belum puas dengan
putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat
mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui
Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak,
apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak dibayar oleh
Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian
tindakan ang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang
perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
20
D. Pengertian Pajak
Pajak merupakan iuran rakyat kepada Negara yang dapat dipaksakan yang
terhutang oleh Wajib Pajak menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Undang-Undang KUP No. 28 tahun 2007, pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Ada bermacam-macam definisi tentang pajak. Berikut adalah definisi yang
dikemukakan oleh P.J.A Adriani, dalam Ariestini (2012) menyatakan :
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung
dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan menurut Rochmat Soemitro, dalam Ariestiani (2012) :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut:
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas
Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
21
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai
public investment.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro
merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang
menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah
penghasilan tertentu kepaa negara, dan negara mempunyai kekuatan untuk
memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan
pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang
dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian
hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai
pembayar pajak.
E. Pajak Penghasilan
Kata pajak penghasilan mengandung dua pengertian yang disatukan satu
sama lain. Pengertian pertama arti ”pajak” itu sendiri dan pengertian kedua
mengenai arti ”penghasilan”. Pengertian pajak secara bebas dapat dikatakan
sebagai suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran aktif warga
negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan
Negara berupa Pembangunan Nasional yang pelaksanaannya diatur dalam
Undang-undang dan Peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan
negara. Dengan kata lain, pengertian pajak dapat dikatakan sebagai balas jas yang
diberikan oleh masyarakat kepada Pemerintah atas fasilitas-fasilitas yang dapat
kita nikmati untuk dapat hidup layak di dalam suatu negara. Sedangkan
penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan
22
perorangan, badan, dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk
aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsikan dan atau menimbun serta menambah
kekayaan.
Jadi pengertian pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang
ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan
masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sabagai suatu kewajiban yang
harus dilaksanakannya. Pajak penghasilan ini diatur dalam Undang- Undang
Nomor 36 tahun 2008.
F. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) hanya diberikan pada orang pribadi
yang membutuhkan biaya hidup sehari-hari, maka PTKP dapat diartikan sebagai
biaya hidup minimal yang dibutuhkan orang pribadi atau perseorangan yang
ditentukan UU PPh. Namun, menurut Darmin Nasution, PTKP tidak harus setara
dengan beban kebutuhan dasar orang pribadi.
Ketentuan mengenai PTKP diatur dalam pasal 7 UU PPh, yang salah
satunya memberikan kewenangan untuk menetapkan besarnya PTKP dengan
mempertimbangkan perkembangan ekonomi, moneter, dan kebutuhan pokok
setiap tahunnya. Dalam hal ini, Menteri Keuangan telah beberapa kali mengubah
besarnya PTKP dan terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 yang mulai berlaku 1 januari 2013.
23
Untuk menghitung penghasilan kena pajak dari wajib pajak orang pribadi
dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak
Kena Pajak. (PTKP).
a. Sebelum Perubahan
Besarnya penghasilan tidak kena pajak yang berlaku sesuai pasal 7
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 adalah sebagai
berikut:
1) Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu
rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
2) Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan
untuk Wajib Pajak yang kawin;
3) Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu
rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1); dan
4) Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam
garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
b. Setelah Perubahan
Besarnya penghasilan tidak kena pajak berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2012 Tanggal 22 Oktober 2012
tentang penyesuaian besarnya PTKP sebagai berikut:
24
1) Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk
diri Wajib Pajak orang pribadi;
2) Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk
Wajib Pajak yang kawin;
3) Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah)
tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan
4) penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
5) Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus
yang menjadi tanggungan, sebagai contoh orang tua, mertua, anak
kandung atau anak angkat. Pengertian anggota keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak
mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh
wajib pajak.
G. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan (compliance) berarti mengikuti spesifikasi, standar, atau
hukum yang telah diatur dengan jelas yang biasanya diterbitkan oleh lembaga atau
organisasi yang berwenang dalam suatu bidang tertentu. Lingkup suatu aturan
dapat bersifat internasional maupun nasional, seperti misalnya standar
internasional yang diterbitkan oleh ISO serta aturan-aturan perundang-undangan.
25
Sedangkan kepatuhan dalam melaporkan pajak berarti wajib pajak telah mengisi
semua Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), melaporkannya secara tepat waktu dan
semua kewajiban pelaporan pajak telah sesuai dengan kode, aturan serta
keputusan pengadilan bidang pendapatan internal dalam pengisian Surat
Pemberitahuan tersebut (Roth et.al, 1989).
Menurut Nurmantu (2003), Kepatuhan pajak dapat didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya. Menurut Nurmantu terdapat dua macam
kepatuhan yakni kepatuhan formal dan kepatuhan materiil.
Yang dimaksud dengan kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana
Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan
ketentuan formal dalam undang-undang perpajakan.
Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
substantif atau hakikat memenuhi semua ketentuan materiil perpajakan yakni
sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan materiil meliputi juga
kepatuhan formal
H. Penelitian Terdahulu
Sebagai acuan penelitian ini dapat dilihat dari penelitian-penelitian
terdahulu yang pernah dilakukan antara lain:
Dalam hal ini, penulis menemukan penelitian Ariestiani (2012) mengenai
Pengaruh Penurunan Tarif Pajak Penghasilan dan Kenaikan Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi, yang menjelaskan bahwa kenaikan penghasilan tidak kena pajak
26
(PTKP) berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal tersebut terjadi karena
kenaikan PTKP menguntungkan wajib pajak orang pribadi yaitu dengan
memperbesar take homepay serta meningkatkan daya beli masyarakat, dan bagi
wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya dibawah PTKP pajaknya menjadi
nihil.
Menurut hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa persepsi wajib
pajak orang pribadi atas perubahan PTKP tidak berpengaruh terhadap kepatuhan
wajib pajak orang pribadi. Apabila peningkatan PTKP disertai dengan
meningkatnya penghasilan, maka PTKP tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap jumlah penghasilan kena pajak yang harus dibayarkan wajib pajak orang
pribadi (Triyani,2009).
Sedangkan menurut (Utami dkk, 2012) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
diantaranya pengaruh kesadaran, pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan
pajak, serta pengaruh kualitas pelayanan. Dan hanya satu faktor yang tidak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak yaitu faktor persepsi atas efektifitas
sistem perpajakan.
Sedangkan menurut Ardani (2010) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa kepatuhan wajib pajak sebelum diberlakukannya sunset policy masih
relatif rendah dibandingkan dengan masa setelah berlakunya sunset policy yang
ternyata cenderung meningkat hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan
jumlah wajib pajak, jumlah setoran pajak, berkurangnya surat ketetapan pajak dan
meningkatnya tax ratio.
27
Sedangkan menurut Supriatiningsih (2009) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan persepsi motivasi wajib pajak
orang pribadi terhadap pelaksanaan system self assesment. Hal ini dapat dilihat
dari indicator variable mengenai motivasi tentang kebenaran, kejujuran,
lingkungan tanggung jawab wajib pajak orang pribadi sehingga tidak konsisten
terhadap pelaksanaan system self assesment dan juga belum adanya denda atau
sanksi yang tegas dari pemerintah sehingga wajib pajak orang pribadi merasa apa
yang telah dilakukannya tidak bermasalah dan tidak termotivasi untuk melakukan
pembayaran dan pelaporan SPT tahunannya.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No Peneliti dan
Tahun
Judul Variabel Hasil Penelitian
1 Helmi
Ariestiani
(2012)
Pengaruh
Penurunan Tarif
Pajak
Penghasilan dan
Kenaikan
Penghasilan
Tidak Kena
Pajak (PTKP)
Wajib Pajak
Orang Pribadi
terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi
Penurunan tarif
PPH orang
pribadi,
Kenaikan PTKP
Orang Pribadi,
Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi.
Penurunan Tarif
Tertinggi Pajak
Penghasilan Orang
Pribadi Tidak
Berpengaruh
terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang
Pribadi, sedangkan
Kenaikan PTKP
Wajib Pajak Orang
Pribadi Berpengaruh
terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak.
28
2 Triyani
Budyastuti
(2009)
Persepsi Wajib
Pajak Orang
Pribadi atas
Perubahan Ptkp
dan Tarif Pajak
serta
Pengaruhnya
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi
Persepsi WPOP
atas Perubahan
PTKP, Persepsi
WPOP atas
Perubahan Tarif
Pajak,
Kepatuhan
pelaporan wajib
pajak orang
pribadi
Persepsi wajib pajak
orang pribadi atas
perubahan PTKP
tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan
wajib pajak orang
pribadi.
3 Utami dkk
(2012)
Pengaruh
Faktor-Faktor
Eksternal
Terhadap
Tingkat
Kepatuhan
Wajib Pajak di
Lingkungan
Kantor
Pelayanan Pajak
Pratama Serang
Kesadaran
pembayaran
pajak,
Pengetahuan
dan Pemahaman
peraturan pajak,
Persepsi atas
efektifitas
sistem
perpajakan,
Kualitas
pelayanan
terhadap
Tingkat
Kepatuhan
membayar pajak
di lingkungan
Kantor
Pelayanan Pajak
Pratama
Serang”.
Kesadaran
Membayar, Pajak
Pengetahuan dan
Pemahaman
Peraturan Pajak,
Kualitas Pelayanan
Berpengaruh Positif
dan Signifikan
Terhadap Tingkat
Kepatuhan,
sedangkan Efektifitas
Sistem Perpajakan
Tidak Berpengaruh
Terhadap Tingkat
Kepatuhan
29
4 Mira Novana
Ardani (2010)
Pengaruh
Kebijakan
Sunset Policy
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
(Studi Kasus di
Kanwil
Direktorat
Jenderal Pajak
Jawa Timur I
Surabaya)”.
kepatuhan
Wajib Pajak
sebelum
diberlakukannya
Sunset Policy,
pengaruh Sunset
Policy terhadap
kepatuhan
Wajib Pajak,
kepatuhan
Wajib Pajak
setelah
berakhirnya
Sunset Policy
Kebijakan Sunset
Policy telah
memberikan
pengaruh terhadap
peningkatan
Kepatuhan Wajib
Pajak
5 Supriatiningsih
(2009)
Persepsi
Pembelajaran,
Motivasi dan
Kepribadian
Wajib Pajak
Orang Pribadi
dan
Pengaruhnya
Terhadap
Pelaksanaan
Sistem Self
Assesment”
Persepsi
Pembelajaran
Wajib Pajak
Orang Pribadi,
Persepsi
Motivasi Wajib
Pajak Orang
Pribadi,
Persepsi
Kepribadian
Wajib Pajak
Orang Pribadi,
Pelaksanaan
Sistem Self
Assesment
Persepsi
pembelajaran wajib
pajak orang pribadi,
dan persepsi
motivasi wajib pajak
orang pribadi tidak
berpengaruh
terhadap pelaksanaan
sistem self
assesment,
sedangkan persepsi
kepribadian wajib
pajak orang pribadi
berpengaruh
terhadap pelakasaan
sistem self
assesment. Sumber: data diolah 2013
I. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Adapun masalah-masalah yang dianggap penting dalam penelitian
kali ini adalah melihat dan meniliti pengaruh persepsi dan motivasi wajib pajak
30
orang pribadi atas perubahan PTKP serta pengaruhnya terhadap kepatuhan wajib
pajak.
Walgito (1997) dalam Triyani (2009) mengungkapkan agar individu dapat
menyadari dan dapat membuat persepsi, maka ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, yaitu adanya objek yang dipersepsikan, adanya alat indera/reseptor
untuk menerima stimulus, dan adanya perhatian yang merupakan langkah pertama
dalam mengadakan persepsi.
Menurut Nurmantu (2003) dalam Triyani (2009), kepatuhan pajak dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak yang patuh sangat erat terkait
dengan persepsi masyarakat tentang pajak. Persepsi sangat berpengaruh terhadap
motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Motivasi pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Perilaku patuh wajib pajak sangat dipengaruhi oleh variabel
perilaku individu dan lingkungan (James L. Gibson, 1991) dalam Supriatiningsih
(2009). Walaupun penerimaan pajak dari tahun ke tahun meningkat, namun disisi
lain terdapat petunjuk bahwa potensi perpajakan nasional belum tergali secara
maksimal (Marii Muhamad, 1992) dalam Triyani (2009).
31
Dari teori tersebut terbentuklah identifikasi masalah serta hipotesis. Untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan dilakukan penyebaran kuesioner serta
membaca teori yang berkaitan dengan penilitian. Untuk lebih jelas, kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
J. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh persepsi atas perubahan PTKP terhadap kepatuhan wajib
pajak
Persepsi wajib pajak orang pribadi yang menyatakan bahwa adanya
pengaruh positif atas perubahan PTKP terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini
menandakan sudah mulai banyaknya wajib pajak orang pribadi yang sadar akan
membayar pajak.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang diteliti oleh Helmi
Ariestiani (2012) dari Universitas Mercu Buana tentang penurunan tarif dan
kenaikan PTKP terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang menyatakan
Persepsi WPOP atas
Perubahan PTKP
Kepatuhan wajib pajak
orang pribadi
Motivasi WPOP atas
perubahan PTKP
32
bahwa adanya pengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang
pribadi.
Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang diteliti oleh Triyani
Budyastuti (2009) dari Universitas Mercu Buana tentang persepsi wajib pajak
orang pribadi atas perubahan PTKP dan tarif pajak serta pengaruhnya terhadap
kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang menyatakan bahwa tidak adanya
pengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
2. Pengaruh motivasi atas perubahan PTKP terhadap kepatuhan wajib
pajak
Motivasi wajib pajak orang pribadi menyatakan bahwa ada pengaruh
positif atas perubahan PTKP terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hal
ini disebabkan karena wajib pajak orang pribadi melihat perubahan PTKP sebagai
hal yang menguntungkan sehingga memotivasi wajib pajak orang pribadi untuk
membayar pajak.
Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang diteliti oleh
Supriyatiningsih (2009) dari Universitas Mercu Buana tentang persepsi motivasi
wajib pajak orang pribadi terhadap sistem pelaksanaan self assesment, yang
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh secara signifikan terhadap sistem
pelaksanaan self assesment.
top related