bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 metode...
Post on 03-Apr-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Metode Discovery
2.1.1.1 Pengertian Metode Discovery
Menurut Bruner (dalam Udin S.Winataputra, 2008:3.18) belajar penemuan
(discovery) adalah proses belajar dimana guru harus menciptakan situasi belajar yang
problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa
mencari jawaban sendiri dan melakukan eksperimen. Belajar penemuan (discovery)
pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara
bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan
memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya.
Discovery dapat diartikan dalam bahasa Indonesia ”penemuan”, maksudnya
kata tersebut mengandung arti ditemukannya sesuatu yang baru, baik sebenarnya
barangnya itu sendiri sudah ada lama kemudian baru diketahui atau memang benar-
benar baru dalam arti sebelumnya tidak ada. Menurut Udin Syaefudin (2010:3)
discovery adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan
itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang.
Menurut Suryobroto (dalam Paul Suparno, 2007:73) metode penemuan
(discovery) diartikan sebagai cara mengajar yang mementingkan pengajaran
perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai
generalisasi umum. Metode penemuan (discovery) adalah metode dimana dalam
proses belajar siswa diperkenankan menemukan sendiri informasinya. Maka
keaktifan siswa sangat penting.
Menurut Trowbridge & Bybee (dalam Paul Suparno, 2007:73) menjelaskan
discovery sebagai proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu
konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna,
6
6
mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur,
membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan
menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing
dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar
pendapat dengan berdiskusi, membaca dan mencoba sendiri agar anak dapat belajar
sendiri.
Jadi metode discovery adalah metode pembelajaran dimana guru
memberikan kebebasan siswa untuk menemukan sesuatu sendiri karena dengan
menemukan sendiri siswa dapat lebih mengerti. Dengan menemukan sendiri, siswa
akan merasa senang dan lebih mudah mengingat materi yang dipelajari.
2.1.1.2 Langkah-langkah Metode Discovery
Langkah-langkah pembelajaran dengan metode discovery menurut
Depdikbud (SEQIP, 2002:7) adalah sebagai berikut:
a) Motivasi
Langkah ini bertujuan menuntun siswa ke arah materi pembelajaran, untuk
membangkitkan rasa ingin tahu siswa, antusiasme dan kesediaan belajar siswa.
b) Perumusan Masalah
Memfokuskan perhatian siswa agar mengenali masalah yang akan dibahas.
c) Penyusunan Opini
Pendapat siswa berdasarkan pengalaman atau interprestasinya sehingga dapat
memberikan hipotesis dari permasalahan yang diberikan.
d) Perencanaan dan Konstruksi Alat
Melakukan persiapan peralatan percobaan yang akan digunakan.
e) Pelaksanaan percobaan
Langkah percobaan merupakan titik perhatian pembelajaran, jawaban terhadap
pertanyaan ilmiah, disini akhirnya akan ditemukan hasil melalui pengalaman
7
percobaan menggunakan peralatan yang khusus dikembangkan untuk tujuan
ini.
f) Kesimpulan
Berupa hasil dari kesimpulan suatu prosedur pemecahan masalah.
g) Abstraksi
Abstraksi merupakan perumusan pengetahuan terperinci yang diperoleh
melalui kasus khusus dalam melakukan penelitian untuk mencapai syarat-syarat
umum. Abstraksi merupakan suatu idealisasi dan suatu generalisasi sejumlah
pernyataan yang menggunakan istilah-istilah teknis terperinci dan konsep-
konsep yang tepat. Jadi dalam langkah ini akan didapatkan hasil ilmiah yang
sah.
h) Konsolidasi Pengetahuan
Langkah ini bertujuan agar siswa semakin menguasai pengetahuan yang baru
diperoleh, untuk memungkinkan integrasi dan internalisasi pengetahuan itu ke
dalam struktur pengetahuan yang sudah ada.
2.1.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode Discovery
Menurut Bruner (dalam Paul Suparno, 2007:75) beberapa keuntungan dari
penggunaan metode discovery antara lain sebagai berikut:
1. Mengembangkan potensi intelektual. Siswa hanya akan dapat mengembangkan
pikirannya dengan berpikir, dengan menggunakan pikiran itu sendiri.
2. Mengembangkan motivasi intrinsik. Dengan menemukan sendiri dalam discovery
siswa merasa puas secara intelektual.
3. Belajar menemukan sesuatu. Untuk terampil dalam menemukan sesuatu, siswa
hanya dapat lewat praktik menemukan sesuatu.
4. Ingatan lebih tahan lama. Dengan menemukan sendiri, siswa lebih ingat akan
yang dipelajari. Sesuatu yang ditemukan sendiri biasanya tahan lama dan tidak
mudah dilupakan.
8
5. Discovery juga menimbulkan keingintahuan siswa dan memotivasi siswa untuk
terus berusaha menemukan sesuatu sampai ketemu (Byrden & Byrd, hal.104).
6. Melatih keterampilan memecahkan persoalan sendiri dan melatih siswa untuk
dapat mengumpulkan dan menganalisis data sendiri.
Keuntungan belajar discovery (Herdian, 2010) yaitu: (1) pengetahuan
bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek
transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar
discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.
Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa
untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: 1) membutuhkan waktu belajar yang
lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima, 2) penemuan akan dimonopoli
oleh siswa yang lebih pandai dan menimbulkan perasaan frustasi pada siswa yang
kurang pandai, 3) kurang sesuai untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak, dan
4) kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan karena yang lebih
diutamakan adalah pengertian. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka
diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa
pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan
informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah
dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
2.1.2 Belajar
2.1.2.1 Pengertian belajar
Belajar adalah proses perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah
belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan
bahwa padanya telah berlangsung proses belajar. (Zainal Aqip, 2002:43).
9
Menurut Cronbach (dalam Agus Suprijono, 2009:2) learning is shown by a
change in behavior as a result of experience. Belajar adalah perubahan perilaku
sebagai hasil dari pengalaman.
John Dewey (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009:44) menyatakan bahwa
belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri,
maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan
pengarah.
Dari berbagai pendapat tentang belajar, semua dapat digunakan dalam
pembelajaran karena belajar harus diterapkan dalam siswa untuk memperoleh
perubahan siswa dalam hal perilaku siswa.
2.1.2.2 Hasil Belajar
Menurut Agus Suprijono (2009:5) hasil belajar adalah: “Pola-pola perbuatan,
nilai-nilai pengertian, sikap, apresiasi, dan ketrampilan’. Hasil belajar merupakan
tolok ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seseorang
yang hasil belajarnya tinggi dapat dikatakan, bahwa dia telah berhasil dalam belajar.
Demikian pula sebaliknya. Sedangkan dalam usaha untuk mencapai suatu hasil
belajar dari proses belajar mengajar, seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:17), hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan
pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada
jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil
belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Dimyati dan Mudjiono (2009:26) mengemukakan bahwa, ranah tujuan
pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi 3, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
10
2.1.2.2.1 Ranah Kognitif
Bloom dalam Dimyati dan Mudjiyono (2009:26) mengemukakan adanya
enam kelas/tingkatan yaitu:
1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan
tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa,
pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.
2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang
dipelajari.
3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk
menghadapi masalah yang nyata dan baru.
4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.
6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal
berdasarkan kriteria tertentu.
2.1.2.2.2 Ranah Afektif
Kratwohl & Bloom dalam Dimyati dan Mudjiyono (2009:27) mengemukakan
ranah afektif sebagai berikut:
1) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan
memperhatikan hal tersebut.
2) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai,
menghargai, mengakui, dan menentukan sikap.
4) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai
pedoman dan pegangan hidup.
11
5) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan
membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.
Penilaian afektif pada penelitian ini menggunakan motivasi belajar siswa.
Dengan mengetahui tingkat motivasi belajar siswa akan lebih mudah menilai hasil
belajar siswa pada ranah afektif. Karena siswa yang motivasi belajarnya baik, maka
hasil belajar pada ranah kognitif dan psikomotor juga akan lebih baik.
2.1.2.2.2.1 Motivasi Belajar
Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi memiliki
komponen dalam dan komponen luar. Ada kaitan yang erat antara motivasi dan
kebutuhan, serta drive dengan tujuan dan insentif. ( Zainal Aqib, 2010:50).
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta
didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar
adalah proses yang memberi semangat belajar, arah dan kegigihan perilaku. Artinya,
perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan
lama. (Agus Suprijono, 2009:163).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
adalah dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik internal maupun eksternal
yang dapat merubah perilaku. Perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh
energi, terarah, dan bertahan lama. Mc Clleland dalam Henry Widya Arfiandi
(2011:13) mengemukakan 6 (enam) aspek motivasi belajar pada individu :
a) Tanggung jawab pribadi terhadap tugas, yaitu individu yang mempunyai
motivasi belajar yang tinggi kan selalu bertanggung jawab terhadap pekerjaannya
dan selalu menerima tugas dengan senang hati.
b) Umpan balik atau perbuatan (tugas) yang dilakukannya, yaitu individu akan
selalu mengharapkan hasil atau feedback dari setiap pekerjaan yang
dilakukannya.
12
c) Tugas yang bersifat moderat yang tingkat kesulitannya tidak terlalu sulit tetapi
juga tidak terlalu mudah, yang penting adanya tantangan dalam tugas, serta
dimungkinkan diraih dengan hasil yang memuaskan, yaitu individu akan tertarik
dengan tugas yang menantang serta memberikan hasil yang maksimal.
d) Tekun dan ulet dalam bekerja, yaitu individu yang mempunyai motivasi belajar
tinggi akan selalu berusaha melakukan tugas pekerjaannya sebaik mungkin dan
pantang menyerah.
e) Dalam melakukan tugas penuh pertimbangan dan perhitungan (spekulasi dan
untung-untungan), yaitu individu yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan
menghindari pekerjaan yang asalasalan atau berspekulasi karena setiap tugas
yang dikerjakan penuh dengan pertimbangan.
f) Keberhasilan tugas merupakan faktor yang penting bagi dirinya yang akan
meningkatkan aspirasi dan tetap bersifat relisties, yaitu individu yang mempunyai
motivasi belajar tinggi akan selalu bersikap realistis dan mengutamakan
keberhasilan dalam tugas.
2.1.2.2.3 Ranah psikomotor
Ranah psikomotor (Simpson) terdiri dari tujuh jenis perilaku (Dimyati dan
Mudjiyono (2009:29).
1) Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendiskriminasikan)
hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut.
2) Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam keadaan dimana
akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
3) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh,
atau gerakan peniruan.
4) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa
contoh.
13
5) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau
keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancer, efisien, dan tepat.
6) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan
dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan pernyataan khusus yang berlaku.
7) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas
dasar prakarsa sendiri.
2.1.3 Pendidikan IPA
Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta.
IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di
sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan
mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan (Agus. S, 2003 : 11)
Menurut Suyoso (dalam Danang, 2011:13) IPA sendiri berasal dari kata sains
yang berarti alam. Sains merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia melalui
metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobyek, bermetode dan berlaku secara
universal. Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut
dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan
IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
14
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Triyono (2010) dalam penelitiannya “Penggunaan metode discovery untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa mata pelajaran IPA dalam materi Gaya kelas IV
semester II di SD Negeri Seloprojo Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2009/2010”.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar siswa
yang signifikan. Pada siklus I kondisi awal, prestasi belajar peserta didik termasuk
dalam kategori rendah yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 55, sedangkan pada
pembelajaran siklus I, prestasi belajar siswa meningkat ke kategori tinggi yang
ditunjukkan dengan rata-rata nilai 78,95. Selanjutnya pada siklus II, terjadi
peningkatan prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 83,75
dengan pencapaian ketuntasan belajar 100%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa penggunaan metode discovery dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas IV Mata Pelajaran IPA SD Negeri Seloprojo.
Dewi Kurnia Sari (2011) dalam penelitiannya “Studi eksperimental tentang
pengaruh penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran
IPA kelas IV SDN Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun
Ajaran 2010/2011”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan metode
discovery pada pelajaran IPA berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini
ditunjukkan pada hasil akhir nilai rata-rata sebesar 79,38. Sedangkan yang
menggunakan metode konvensional nilai rata-ratanya hanya sebesar 69,69. Jadi
kesimpulannya penelitian ini adalah bahwa metode discovery pada pembelajaran IPA
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Nogosaren Kecamatan
Getasan Kabupaten Semarang Tahun ajaran 2010/2011. Metode discovery
disarankan untuk menunjang pembelajaran IPA yang pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar.
Dengan demikian peneliti dapat merumuskan efektivitas penggunaan metode
discovery dapat meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa
15
pada pelajaran IPA kelas V Sekolah Dasar Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan
Geyer Kabupaten Grobogan Semester 2 tahun pelajaran 2011/2012.
2.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA menggunakan metode discovery sangat memungkinkan
siswa dapat terlibat langsung dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sehingga siswa
lebih tertarik dengan mata pelajaran IPA. Selain itu, dengan metode discovery, siswa
dimungkinkan untuk mengalami sendiri bagaimana caranya menemukan keterkaitan-
keterkaitan baru dan bagaimana cara meraih pengetahuan melalui kegiatan mandiri.
Berdasarkan uraian diatas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA dengan
metode discovery pada dasarnya adalah untuk mengetahui keefektifan penggunaan
metode discovery terhadap hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa kelas
V SD gugus pangeran Diponegoro Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan.
Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut:
Gambar. 2.1. Skema Kerangka Berpikir
Kognitif Siswa membuat hipotesis, menemukan sendiri, dan membuat kesimpulan.
Afektif Siswa mengemukakan pendapat dan saling
bekerjasama
Psikomotor Siswa aktif melakukan
percobaan
Metode
pembelajaran
discovery
Pengamatan
Menggolongkan
Membuat dugaan
Menjelaskan
Menarik kesimpulan
16
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan suatu hipotesis.
Menurut Sugiyono (2009:64) mengemukakan Hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Adapun hipotesis dalam
penelitian ini yaitu :
1) Ho1 : µ1 = µ2 (metode discovery tidak efektif terhadap hasil belajar kognitif
bagi siswa kelas V SD).
Ha1 : µ1 ≠ µ2 (metode discovery efektif terhadap hasil belajar kognitif bagi
siswa kelas V SD).
2) Ho2 : µ3 = µ4 (metode discovery tidak efektif terhadap hasil belajar afektif bagi
siswa kelas V SD).
Ha2 : µ3 ≠ µ4 (metode discovery efektif terhadap hasil belajar afektif bagi siswa
kelas V SD).
3) Metode discovery efektif terhadap hasil belajar psikomotor siswa kelas V SD
dengan aspek mengidentifikasi pengertian pesawat sederhana, menggolongkan
pengungkit berdasarkan letak titik tumpu, titik beban, dan titik kuasa,
mengidentifikasi prinsip kerja bidang miring, menggolongkan katrol
berdasarkan posisinya, dan mengidentifikasi prinsip kerja roda berporos jika
hasil penilaian unjuk kerja lebih besar dari 34.
Keterangan:
μ1 = Rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang belajar menggunakan metode
konvensional.
μ2 = Rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang belajar menggunakan metode
discovery.
μ3 = Rata-rata hasil belajar afektif siswa yang belajar menggunakan metode
konvensional.
17
μ4 = Rata-rata hasil belajar afektif siswa yang belajar menggunakan metode
discovery.
top related