bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1. model ...€¦ · mengelola pembelajaran di kelas...
Post on 10-Nov-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Model Project Based Learning (PjBL)
Project Based Learning (PjBL) adalah sebuah model
pembelajaran yang inovatif. PjBL memberi kebebasan pada peserta
didik untuk bereksplorasi merencanakan aktivitas belajar,
melaksanakan proyek secara kolaboratif dan berkelompok yang pada
akhirnya menghasilkan suatu karya/hasil produk yang orisinil dan
baru. (Cord et al., dalam Rais (2010:4). PjBL membantu peserta didik
mengembangkan berbagai kemampuan seperti intelektual, sosial,
emosional, dan moral (Bas, G., 2010:11).
Menurut Thomas, dkk, 1999 (dalam Wena, 2009) Pembelajaran
Berbasis Proyek (Project Based Learning) merupakan model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.
Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada
pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang, dan menuntut
peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat
keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri. Tujuannya
agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang
dihadapinya.
H.S. Barrows (1982) menyatakan bahwa masalah dapat
digunakan sebagai permulaan atau titik awal untuk mendapatkan atau
mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang baru.
Menurut Arends (dalam Abbas, 2000), bahwa pertanyaan dan
masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
7
a. Autentik, yaitu: masalah harus berakar pada kehidupan di dunia
nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu
tertentu.
b. Jelas, yaitu: masalah dirumuskan dengan jelas dalam arti, tidak
menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya
mempersulit proses pemahaman para siswa.
c. Mudah dipahami, yaitu: masalah yang diberikan hendaknya
mudah dipahami oleh siswa
d. Luas sesuai dengan tujuan pembelajaran, yaitu: masalah yang
disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya
masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan
diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia.
Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan
pada tujuan pembelajaran yang telah diterapkan.
e. Bermanfaat, yaitu: masalah yang disusun dan dirumuskan
haruslah bermanfaat baik bagi siswa maupun sebagai guru.
Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta membangkitkan
motivasi belajar siswa.
Adapun langkah-langkah dalam Project Based Learning
sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational
Foundation (2003:9) dalam Marinda (2013), adalah sebagai berikut.
a. Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang (start
with the big question)
Pembelajaran dimulai dengan sebuah pertanyaan driving question
yang dapat memberi penugasan pada peserta didik untuk
melakukan suatu aktivitas. Topik yang diambil hendaknya sesuai
dengan realita dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi
mendalam.
8
b. Merencanakan proyek (design a plan for the project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan
peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapakan akan
merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang
aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam
menjawab pertanyaan esensial dengan mengintegrasikan berbagai
subjek yang mendukung, serta menginformasikan alat dan bahan
yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan proyek.
c. Menyusun jadwal aktivitas (create a schedule)
Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal
aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Waktu penyelesaian
proyek harus jelas, dan peserta didik diberi arahan untuk
mengelola waktu yang ada. Biarkan peserta didik mencoba
menggali sesuatu yang baru, akan tetapi guru juga harus tetap
mengingatkan apabila aktivitas peserta didik melenceng dari
tujuan proyek. Proyek yang dilakukan oleh peserta didik adalah
proyek yang membutuhkan waktu yang lama dalam
pengerjaannya, sehingga guru meminta peserta didik untuk
menyelesaikan proyeknya secara berkelompok di luar jam
sekolah. Ketika pembelajaran dilakukan saat jam sekolah, peserta
didik tinggal mempresentasikan hasil proyeknya di kelas.
d. Mengawasi jalannya proyek (monitor the students and the
progress of the project)
Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap
aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring
dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap
proses. Dengan kata lain, guru berperan sebagai mentor bagi
aktivitas peserta didik. Guru mengajarkan kepada peserta didik
bagaimana bekerja dalam sebuah kelompok. Setiap peserta didik
dapat memilih perannya masing-masing dengan tidak
mengesampingkan kepentingan kelompok.
9
e. Penilaian terhadap produk yang dihasilkan (assess the outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur
ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan
masing-masing peserta didik, memberi umpan balik tentang
tingkat pemahaman yang sudah dicapai oleh peserta didik, serta
membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran
berikutnya. Penilaian produk dilakukan saat masing-masing
kelompok mempresentasikan produknya di depan kelompok lain
secara bergantian.
f. Evaluasi (evaluate the experience)
Pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik
melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang
sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu
maupun kelompok. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama
menyelesaikan proyek.
2.1.1.1. Karakteristik Model Project Based Learning
Menurut Buck Institute for Education (BIE) (dalam susanti, 2008),
karakteristik Project Based Learning mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:
1. Isi difokuskan pada ide-ide siswa, yaitu dalam membentuk gambaran
tersendiri, bekerja keras atas topik-topik yang relevan dan minat
siswa yang seimbang dengan pengalaman siswa sehari-hari.
2. Kondisi, maksudnya adalah kondisi untuk mendorong siswa agar
lebih mandiri, yaitu dalam mengelola tugas dan waktu belajar.
Sehingga dalam belajar siswa mencari sendiri sumber informasi
tambahan dari berbagai referensi seperti buku maupun internet.
3. Aktivitas adalah suatu strategi yang efektif dan menarik, yaitu dalam
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan
masalah-masalah menggunakan kecakapan. Aktivitas juga merupakan
10
bangunan dalam mengagas pengetahuan siswa dalam mentransfer dan
menyimpan informasi dengan mudah.
4. Hasil adalah penerapan hasil yang produktif dalam membantu siswa
mengembangkan kecakapan belajar dan mengintegrasikan dalam
belajar yang sempurna, termasuk strategi pemecahan masalah. Juga
termasuk kecakapan tertentu, disposisi, sikap dan kepercayaan yang
dihubungkan dengan pekerjaan produktif, sehingga secara efektif
dapat menyempurnakan tujuan yang sulit untuk dicapai dengan
model-model pembelajaran yang lain.
2.1.1.2. Kelebihan dan Kekurangan Model Project Based Learning
Anatta (dalam Susanti, 2008) menyebutkan beberapa kelebihan
dan kekurangan dari model Project Based Learning diantaranya sebagai
berikut:
a) Kelebihan model Project Based Learning
1. Meningkatkan motivasi, dimana siswa tekun dan berusaha
keras dalam mencapai proyek dan merasa bahwa belajar dalam
proyek lebih menyenangkan daripada komponen kurikulum
yang lain.
2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dari berbagai
sumber yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis
proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil
memecahkan problem‐problem yang kompleks.
3. Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam
proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan
keterampilan komunikasi. Teori‐teori kognitif yang baru dan
konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena
sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan
kolaboratif.
4. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber, bila
diimplementasikan secara baik maka siswa akan belajar dan
11
praktik dalam mengorganisasi proyek, membuat alokasi waktu
dan sumber‐sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas.
b) Kekurangan model Project Based Learning
1. Kondisi kelas agak sulit dikontrol dan mudah menjadi ribut
saat pelaksanaan proyek karena adanya kebebasan pada siswa
sehingga memberi peluang untuk ribut dan untuk itu
diperlukannya kecakapan guru dalam penguasaan dan
pengelolaan kelas yang baik.
2. Walaupun sudah mengatur alokasi waktu yang cukup masih
saja memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pencapaian
hasil yang maksimal.
2.1.2. Edmodo
Salah satu aplikasi internet yang bisa digunakan untuk media
pembelajaran online adalah Edmodo. Edmodo adalah media sosial yang
sering digambarkan sebagai Facebook untuk sekolah, dan dapat
berfungsi lebih banyak sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Nurita (2013), Edmodo adalah social network berbasis
lingkungan sekolah (school based environment). Dikembangkan oleh
Nicolas Borg and Jeff O’Hara, Edmodo adalah platform pembelajaran
yang aman bagi guru, siswa dan sekolah berbasis sosial media. Edmodo
menyediakan cara yang mudah bagi kelas untuk berkolaborasi antara
siswa dan guru, saling berbagi konten pendidikan, mengelola proyek,
tugas dan menangani pemberitahuan setiap aktivitas.
Menurut Wirda, dkk (2014), Edmodo merupakan situs yang
memungkinkan guru membentuk kelas virtual, forum diskusi, agenda
pembelajaran, tugas terstuktur, kuis, pemeriksaan tugas, dan pemberian
reward. Edmodo merupakan salah satu media pembelajaran berbasis
web yang dapat digunakan untuk mengontrol aktivitas siswa baik oleh
12
guru maupun orangtua. Penggunaan Edmodo dapat melibatkan keluarga
dan sekolah untuk saling membantu siswa dalam belajar.
Menurut Basori (2013), Edmodo merupakan salah satu open
source gratis yang berusaha mengimbangi perkembangan facebook.
Perbedaannya hanya Edmodo lebih digunakan di dalam dunia
pendidikan. Sehingga fitur yang adapun mendukung pengelolaan
pembelajaran secara terintegratif.
2.1.2.1. Kelebihan dan Kekurangan Edmodo
a. Menurut Umaroh (2012, dalam Basori, 2013), adapun
kelebihan dari Edmodo sebagai berikut:
1. Membuat pembelajaran tidak bergantung pada waktu
dan tempat.
2. Meringankan tugas guru untuk memberikan penilaian
kepada siswa.
3. Memberikan kesempatan kepada orangtua/wali siswa
untuk memantau aktivitas belajar dan prestasi dari
putra-putrinya.
4. Membuat kelas lebih dinamis karena memungkinkan
interaksi guru dengan siswa maupun antara siswa
dengan siswa dalam hal pelajaran atau tugas.
5. Memfasilitasi kerja kelompok yang multidisiplin.
6. Mendorong lingkungan virtual kolaboratif yang
membantu pembelajaran berbasis proses.
b. Sedangkan kekurangan dari jejaring Edmodo, sebagai
berikut:
1. Penggunaan bahasa program yang masih berbahasa
inggris, sehingga terkadang menyulitkan guru dan
siswa.
2. Belum tersedia sintaks online secara langsung pada
Edmodo.
13
2.1.3. Minat belajar
Minat belajar siswa merupakan salah satu kunci keberhasilan
proses belajar menggunakan metode ini. Minat adalah suatu
kecendrungan yang agak menetap dalam subyek sehingga ia merasa
tertarik pada bidang tertentu dan merasa berkecimpung dalam hal itu
(W.S Winkel, dalam Besty, 2010).
Minat memiliki manfaat sebagai pendorong dalam mencapai
prestasi. Dengan minat belajar, siswa akan berhasil memahami materi
pelajaran dan akan mengingat-ingat materi pelajaran yang diberikan
oleh guru. Sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal atau menjawab pertanyaan dari guru.
William James (dalam Keke, 2008) mengatakan bahwa minat
siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan
belajar siswa. Pengertian minat menurut Witherington (dalam Keke,
2008), minat adalah suatu kesadaran seseorang terhadap suatu objek,
seseorang, suatu soal atau situasi tertentu yang mengandung sangkut
paut dengan dirinya atau dipandang sebagai sesuatu yang sadar. Dengan
kesadaran akan suatu objek maka siswa dapat mengekplorasi dan
menemukan keterkaitan antara masalah-masalah yang dihadapinya,
sehingga dapat membentuk suatu pola pikir yang kritis dalam
menyikapi suatu masalah.
Menurut Besty (2012), Guru dapat memperhatikan hal-hal kecil
yang menunjukkan bahwa siswa memiliki minat yang cukup terhadap
pelajaran, antara lain ialah:
1.) Melalui pekerjaan rumah
Secara sekilas, guru dapat menilai minat siswa melalui pekerjaan
rumah. Siswa yang memiliki minat terhadap pelajaran tersebut,
akan mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan kepadanya
dengan baik.
14
2.) Diskusi
Diskusi yang diciptakan dalam ruang kelas dengan teman sebaya
dapat memberi petunjuk mengenai minat mereka dan seberapa
kuat minat tersebut. Jadi, dalam berdiskusi siswa tersebut akan
antusias dan berprestasi.
3.) Memberi pertanyaan
Apabila proses belajar mengajar berlangsung dengan aktif, artinya
siswa aktif bertanya dan pertanyaan tersebut sesuai dengan materi
yang diterangkan oleh guru. Hal tersebut menunjukkan bahwa
siswa memiliki minat terhadap pelajaran tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi minat siswa adalah faktor
dalam (sifat pembawaan seseorang) dan faktor dari luar (seperti
keluarga, sekolah, masyarakat atau lingkungan).
Untuk membentuk minat siswa dalam mempelajari sesuatu, dapat
dilakukan dengan pendekatan terhadap apa yang disukai oleh siswa,
dan juga pendekatan terhadap apa yang menjadi kebiasaan sehari-hari
yang dilakukan oleh siswa. Jika minat siswa sudah terbentuk maka
siswa akan lebih mudah dalam memahami suatu masalah, dan lebih
semangat untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang
dihadapinya. Siswa akan melakukan proses belajar dengan tenang dan
rilex, dan mampu mengungkapkan pendapatnya dalam hal penyelesaian
masalah tanpa terpatok oleh teori saja, bahkan siswa dapat
mengembangkan pola pikirnya untuk menyelesaikan masalahnya secara
lebih kreatif.
2.1.4. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar dapat dianalisis secara perorangan maupun
per kelas. Pembelajaran dikatakan tuntas apabila peserta didik telah
memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) baik secara individual
maupun klasikal (Mulyasa, 2006: 254). KKM ditetapkan oleh satuan
15
pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di
satuan pendidikan.
2.1.4.1. KKM Individual
Peserta didik dianggap telah memenuhi ketuntasan belajar
apabila telah menguasai sekurang-kurangnya sama dengan KKM yang
ditetapkan oleh satuan pendidikan tersebut. Hasil belajar dalam
kemampuan pemecahan masalah peserta didik dikatakan memenuhi
KKM individual apabila peserta didik tersebut memperoleh nilai lebih
dari atau sama dengan 75.
2.1.4.2. KKM Klasikal
Kelas dianggap telah memenuhi ketuntasan belajar apabila
sekurang-kurangnya 75% dari banyaknya peserta didik menguasai
materi (Muslich, 2010:19). Jadi dapat dikatakan hasil belajar dalam
kemampuan pemecahan masalah peserta didik memenuhi ketuntasan
klasikal apabila sekurang-kurangnya 75% dari peserta didik yang
berada pada kelas tersebut memperoleh nilai lebih dari atau sama
dengan 75.
2.1.5. Berfikir Kreatif
Menurut Laksmi (2012), berpikir kreatif dapat didefinisikan
sebagai kemampuan berpikir untuk menemukan atau menghasilkan atau
mengembangkan gagasan atau hasil yang asli (orisinal), estetis,
konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, yang
penekanannya ada pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya
dalam menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau
menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir. Aktivitas berpikir
kreatif memungkinkan lebih dari satu jawaban untuk menjawab
berbagai permasalahan. Pentingnya kemampuan berpikir kreatif untuk
dikembangkan juga tercermin pada tujuan pendidikan nasional UU
Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 yaitu untuk berkembangnya
potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
16
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (Laksmi, 2012).
Menurut S.C. Utami Munandar (1990), karakteristik berpikir
kreatif ada dua macam, yaitu:
1. Ketrampilan berpikir kreatif (aptitude) ialah ciri-ciri yang
berhubungan dengan proses berpikir. Ciri-ciri tersebut antara lain:
a. Ketrampilan berpikir lancar (fluency), adalah mencetuskan
banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah dan
pertanyaan, memberikan banyak cara atau saran untuk
melakukan berbagai hal serta selalu memikirkan lebih dari
satu jawaban.
b. Ketrampilan berpikir luwes (flexibility), adalah
menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang
bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang
yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau arah
yang berbeda-beda, serta mampu mengubah cara
pendekatan atau cara pemikiran.
c. Ketrampilan berpikir orisinal (originality), adalah mampu
melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara
yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri serta mampu
membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari
bagian-bagian atau unsur-unsur.
d. Ketrampilan memperinci (mengelaborasi), adalah mampu
memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau
produk, dan menambahkan atau merinci secara detail dari
suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik.
e. Ketrampilan menilai (mengevaluasi), adalah menentukan
apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau
suatu tindakan bijaksana, mampu mengambil keputusan
17
terhadap situasi yang terbuka, serta tidak hanya
mencetuskan gagasan tetapi juga melakukan.
2. Ketrampilan berpikir afektif (nonaptitude), ciri-ciri nonaptitude
ialah ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap. Ciri-ciri tersebut
antara lain:
a. Rasa ingin tahu, meliputi suatu dorongan untuk mengetahui
lebih banyak, mengajukan banyak pertanyaan, selalu
memperhatikan orang lain, obyek dan situasi serta peka
dalam pengamatan dan ingin mengetahui dan meneliti.
b. Bersifat imajinatif, meliputi kemampuan untuk
memperagakan atau membayangkan hal-hal yang tidak atau
belum pernah terjadi, dan menggunakan khayalan tetapi
mengetahui perbedaan antara khayalan dan kenyataan.
c. Merasa tertantang oleh kemajemukan, meliputi dorongan
untuk mengatasi yang sulit, merasa tertantang oleh situasi-
situasi yang rumit serta lebih tertarik pada tugas-tugas yang
sulit.
d. Sifat berani mengambil resiko, meliputi keberanian
memberikan jawaban belum tentu benar, tidak takut gagal,
atau mendapat kritik serta tidak menjadi ragu-ragu karena
ketidak jelasan hal-hal yang tidak konvensional, atau yang
kurang terstruktur.
e. Sifat menghargai, meliputi tindakan dapat menghargai
bimbingandan makna dalam hidup, serta menghargai
kemampuan dan bakat-bakatsendiri yang sedang
berkembang.
Menurut Rofi’udin (2000, dalam Ida, 2006) menyatakan bahwa
terjadi keluhan tentang rendahnya kemampuan berpikir kritis-kreatif
yang dimiliki oleh lulusan pendidikan dasar sampai perguruan tinggi
karena pendidikan berpikir belum ditangani dengan baik. Oleh karena
18
itu, penanganan kecakapan berpikir kritis-kreatif sangat penting
diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran. Baer (1993, dalam Ida,
2006) mengemukakan, berpikir kreatif merupakan sinonim dari berpikir
divergen. Ada 4 indikator berpikir divergen, yaitu :
1) Fluence (kemampuan menghasilkan banyak ide),
2) Flexibility (kemampuan menghasilkan ide-ide yang bervariasi),
3) Originality (kemampuan menghasilkan ide baru atau ide yang
sebelumnya tidak ada), dan
4) Elaboration (kemampuan mengembangkan atau menambahkan
ide-ide sehingga dihasilkan ide yang rinci atau detail).
Lebih lanjut, Baer mengemukakan bahwa kreativitas seseorang
ditunjukkan dalam berbagai hal, seperti kebiasaan berpikir, sikap,
pembawaan atau kepribadian, atau kecakapan dalam memecahkan
masalah.
Menurut Joyce Wycoff (2002, dalam Ninik, 2011) beberapa ciri
orang kreatif antara lain:
1) Keberanian, yaitu berani menghadapi tantangan baru dan bersedia
menghadapi risiko kegagalan.
2) Ekspresif, yaitu tidak takut menyatakan pemikiran dan
perasaannya.
3) Humor, yaitu humor berkaitan dengan kreativitas
menggabungkan hal-hal sedemikian rupa sehingga menjadi
berbeda, tidak terduga dan tidak lazim.
4) Intuisi, yaitu menerima intuisi sebagai aspek wajar dalam
kepribadiannya.
Menurut Hurlock (2005, dalam Ninik, 2011) beberapa kegiatan
untuk meningkatkan kreativitas antara lain:
1) Waktu
Untuk menjadi kreatif kegiatan anak seharusnya jangan diatur
sedemikian rupa sehingga anak mempunyai sedikit waktu bebas
19
untuk bermain-main dengan gagasan dan konsep yang
dipahaminya.
2) Kesempatan
Apabila mendapat tekanan dari kelompok, kemudian anak
menyendiri maka ia menjadi lebih kreatif.
3) Dorongan
Orang tua sangat berperan dalam hal ini, anak seharusnya
dibebaskan dari ejekan dan kritik yang seringkali memojokkan
anak.
4) Sarana
Harus disediakan untuk merangsang dorongan ekperimen dan
eksplorasi yang merupakan unsure penting dari kreativitas.
5) Lingkungan
Keadaan lingkungan yang merangsang kreativitas anak.
6) Hubungan dengan orang tua
Orang tua yang terlalu melindungi atau posesif terhadap anak
dapat menghambat proses kreativitas.
7) Cara mendidik anak
Mendidik secara demokratis dan persimis dirumah dan di sekolah
akan meningkatkan kreativitas, sedangkan mendidik dengan
otoriter menghambat proses kreativitas.
8) Pengetahuan
Semakin banyak pengetahuan yang diperoleh anak maka semakin
banyak dasar untuk mencapai proses kreativitas.
20
2.1.5.1. Karakteristik berfikir kreatif
Karakteristik berfikir kreatif menurut Dennis (2008),
sebagai berikut:
1) Orisinalitas
Orisinalitas ditunjukkan oleh sebuah respon yang tidak biasa,
unik serta jarang terjadi. Berpikir tentang masa depan juga bisa
memberikan stimulasi ide-ide yang orisinil.
2) Elaborasi
Suatu kemampuan untuk menguraikan sebuah objek tertentu.
Elaborasi adalah jembatan yang harus dilewati oleh seseoranng
dalam mengkomunikasikan ide-ide kreatifnya.
3) Kelancaran
Kemampuan untuk menciptakan segudang ide (Guilford, 1950).
Semakin banyak ide, maka semakin besar kemungkinan dalam
memperoleh sebuah ide yang signifikan.
4) Fleksibilitas
Kemampuan untuk mengatasi rintangan-rintangan mental,
mengubah pendekatan untuk sebuah masalah.
2.1.5.2. Hubungan kreativitas dengan pembelajaran TIK
Kurangnya jam proses belajar mengajar (PBM) siswa
dengan guru mengakibatkan guru tidak leluasa untuk
mengarahkan siswa dalam peningkatan aspek berfikir kreatif para
siswa. Melalui TIK, para siswa akan terangsang untuk belajar
lebih maju sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Pembelajaran
menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian,
sehingga akan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh para
siswa.
Menurut Dahlan, dalam menghadapi tantangan kehidupan
modern di abad-21 ini kreativitas dan kemandirian sangat
diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan.
21
Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa
alasan antara lain: pertama, kreativitas memberikan peluang bagi
individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas
memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam
pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan
kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas memungkinkan
manusia meningkatkan kualitas hidupnya.
Bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya
kreativitas dan kemandirian pada siswa. Melalui TIK para siswa
akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih
luas dan mendalam, sehingga dapat meningkatkan wawasan
mereka, jadi para siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan
dari guru dan buku panduan siswa (lembar kerja siswa). Dengan
pembelajaran TIK, memungkinkan untuk dapat menghasilkan
karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan
dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih
bermakna.
2.1.5.3. Sasaran Pembelajaran TIK
Seiring berjalannya waktu, teknologi semakin berkembang,
para konsumen tergiur dalam adanya perkembangan teknologi
tersebut. Dengan adanya pembelajaran TIK, para siswa diajarkan
bagaimana menggunakan teknologi yang ada, sehingga siswa
tidak mudah bosan, selain itu proses pembelajaran dapat lebih
menyenangkan, dan menarik.
Secara khusus, tujuan mempelajari Teknologi Informasi dan
Komunikasi adalah:
1. Menyadarkan siswa akan potensi perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang terus berubah sehingga
siswa dapat termotivasi untuk mengevaluasi dan
22
mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai
dasar untuk belajar sepanjang hayat.
2. Memotivasi kemampuan siswa untuk bisa beradaptasi dan
mengantisipasi perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi, sehingga siswa bisa melaksanakan dan
menjalani aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dan
lebih percaya diri.
3. Mengembangkan kompetensi siswa dalam menggunakan
Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mendukung
kegiatan belajar, bekerja, dan berbagai aktifitas dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Mengembangkan kemampuan belajar berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi, sehingga proses pembelajaran
dapat lebih optimal, menarik, dan mendorong siswa
terampil dalam berkomunikasi, terampil mengorganisasi
informasi, dan terbiasa bekerjasama.
5. Mengembangkan kemampuan belajar mandiri, berinisiatif,
inovatif, kreatif, dan bertanggungjawab dalam penggunaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk pembelajaran,
bekerja, dan pemecahan masalah sehari-hari.
2.2. Kajian Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian oleh Dini Rahmawati berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa”,
metode penelitian yang digunakan adalah Kuasi-Eksperimen dengan
hasil model Project-Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar
dan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Sampel diambil dari
dua kelas, menggunakan kluster sampling dan dibagi menjadi kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Berdsarkan uji t, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis proyek dapat
23
meningkatkan hasil belajar fisika dengan nilai t hitung 2.79 > t table
2.00.
2. Penelitian oleh Marinda Ditya Putriari berjudul “Keefektifan Project
Based Learning Pada Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah
Peserta Didik kelas X SMK Materi Program Linear”, dengan hasil model
Project-Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah dengan pencapaian ketuntasan klasikal sekurang-kurangnya
75% dari peserta didik nilainya mencapai KKM. Uji pengaruh yang
dilakukan menggunakan uji regresi linear menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang positif antara aktivitas belajar terhadap kemampuan
pemecahan masalah yakni kemampuan pemecahan masalah peserta didik
32,28% dipengaruhi oleh aktivitas belajar. Berdasarkan hasil tersebut
disimpulkan bahwa model PBL efektif terhadap pencapaian kemampuan
pemecahan masalah peserta didik kelas X SMK Negeri 9 Semarang pada
materi program linear.
3. Penelitian oleh Lindawati, Siska Desy Fatmariyani, Arifrahman dengan
jurnal yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Project Based
Learning Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Man I Kebumen”,
dengan hasil model pembelajaran Project-Based Learning dapat
meningkatkan kreativitas siswa kelas X.6 Man I Kebumen pada
penelitian tersebut persentase angket sikap kreatif siswa meningkat dari
pra siklus diperoleh 56,05%, pada siklus I meningkat menjadi 60,78%
dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 78,94%. Tes kreativitas
berfikir siswasebelum dikenai PTK diperoleh 59,53%, pada siklus I
meningkat menjadi 67,78% dan pada siklus II meningkat lagi menjadi
80,92%. Hasil belajar sebelum diterapkan Project Based Learning
dengan persentase rerata ketuntasan 47,36%, pada siklus I mengalami
kenaikan 52,63% jumlah siswa yang tuntas adalah 20 siswa, dan pada
siklus II meningkat menjadi 78,94% dengan jumlah siswa yang tuntas
adalah 30 siswa.
24
2.3. Kerangka Berfikir
Untuk mengetahui efektifitas hasil pembelajaran dalam usaha
pengembangan pola pikir dan kreativitas siswa tidak cukup hanya dengan
melakukan tes saja. Diperlukan suatu metode pembelajaran yang lebih efektif.
Untuk mempermudah siswa dalam menyerap pelajaran maka beragam
metode telah dikembangkan, salah satunya adalah model Project Based
Learning. Penerapan model Project Based Learning pada mata pelajaran TIK
dilaksanakan dalam dua siklus, siklus pertama bertujuan untuk pengenalan
Project Based Learning dan pengaplikasiannya memanfaatkan Edmodo, pada
siklus ini belum terlihat banyak perkembangan terhadap siswa. Sedangkan
pada Siklus kedua, bertujuan untuk menyempurnakan hasil belajar pada
siklus pertama, semua kekurangan yang didapat pada siklus pertama akan
dilengkapi pada siklus kedua, sehingga pada siklus kedua ini akan terlihat
perkembangan studi yang cukup signifikan dari peserta didik. Pada setiap
siklus akan dilakukan pendalaman materi dan evaluasi agar mendapat hasil
yang lebih optimal.
Terdapat 5 tahapan dalam proses pelaksanaan Project Based Learning,
yaitu:
a. Tahap 1, yaitu: Orientasi siswa terhadap proyek yang diberikan. Pendidik
membagi siswa dalam kelompok-kelompok, satu kelompok terdiri dari 5-
6 siswa, dan memberikan proyek dalam bentuk soal pada masing-masing
kelompok, sedangkan siswa berkontribusi memberikan pendapat atau ide
sesuai dengan apa yang sudah diketahui sementara oleh siswa.
b. Tahap 2, yaitu: Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
Sedangkan siswa berdiskusi dengan kelompoknya dan konsultasi dengan
guru.
c. Tahap 3, yaitu: Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Sedangkan siswa mencari informasi dari internet maupun buku.
25
d. Tahap 4, yaitu: Guru membantu siswa mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, seperti laporan. Sedangkan siswa menyusun laporan
berdasarkan hasil diskusi terhadap temuan-temuan yang didapat,
kemudian meng-upload ke Edmodo.
e. Tahap 5, yaitu: Guru melakukan penilaian terhadap hasil temuan,
sedangkan siswa mempresentasikan hasil temuan bersama kelompoknya.
Para siswa akan dibiasakan untuk berinteraksi dengan siswa lain melalui
belajar kelompok atau diskusi. Siswa akan belajar bersama-sama dalam
kelompok masing-masing yang sudah ditentukan, kelompok-kelompok
tersebut akan dibagi menjadi kelompok kecil yang heterogen untuk berdiskusi
memecahkan masalah-masalah yang ditemui dalam materi yang sedang
dipelajari. Sehingga proses pembelajaran ini akan berpusat pada siswa
(student centered), maka para siswa dapat mengembangkan cara belajar
mandiri.
Kelompok heterogen artinya kelompok yang terdiri atas berbagai unsur
yang berbeda sifat atau berlainan jenis, terdiri dari siswa yang tergolong
pandai, sedang dan malas, jenis kelamin (perempuan dan laki-laki). Dengan
berdiskusi, maka para siswa dapat saling bertukar ide/pendapat, pengalaman,
informasi ataupun saran, sehingga dapat mencari pemecahan masalah dan
menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh siswa-siswa yang
lain. Apabila terdapat anggota kelompok yang tidak jelas, maka anggota lain
dalam kelompok tersebut dapat membantu menjelaskan kepada anggotanya
yang tidak jelas. Diharapkan dengan adanya penerapan Project Based
Learning dengan memanfaatkan Edmodo, dapat meningkatkan kreativitas
siswa dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.
2.4. Hipotesi Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijabarkan di atas, maka peneliti
mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1) Penerapan model Project Based Learning akan berpengaruh terhadap
kreativitas siswa kelas XIG SMK Telekomunikasi Tunas Harapan.
top related