bab ii jawa dan suriname a. jawa masa kolonialisme …digilib.uinsby.ac.id/11016/7/bab. ii.pdfdi...
Post on 15-Nov-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
17
BAB II
JAWA DAN SURINAME
A. Jawa Masa Kolonialisme Belanda
Sebelum penulis memaparkan tentang keadaan Jawa pada masa
kolonialisme Belanda, penulis akan memberikan info tentang profil Pulau
Jawa dan keadaan Jawa sebelum kedatangan bangsa penjajah sebagai
pendukung dalam menginterpretasikan Pulau Jawa secara lebih dalam.
1. Letak Geografis Pulau Jawa
Peta Pulau Jawa
Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia dengan luas wilayah 132.000
km persegi dan berpenduduk 136 juta orang. Pulau ini merupakan pulau
berpenduduk terpadat di dunia. Pulau jawa terdiri dari lima provinsi yaitu
DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa
Timur.
18
Batas-batasnya:
Sebelah selatan : berbatasan dengan Samudera Hindia dan Benua
Australia
Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Sunda
Sebelah Timur : berbatasan dengan Pulau Madura dan Pulau Bali
2. Sejarah Jawa Sebelum Masa Kolonialisme
a. Masa Kerajaan Hindu – Budha
Kerajaan Taruma dan Kerajaan Sunda muncul di Jawa Barat,
masing-masing pada abad ke-4 dan ke-7. Sedangkan Kerajaan Medang
adalah kerajaan besar pertama yang berdiri di Jawa Tengah pada awal
abad ke-8. Kerajaan Medang menganut agama Hindu dan memuja
DewaSiwa, dan kerajaan ini membangun beberapa candi Hindu yang
terawal di Jawa yang terletak di Dataran Tinggi Dieng. Di Dataran
Kedu pada abad ke-8 berkembang Wangsa Sailendra, yang merupakan
pelindung agama Buddha Mahayana. Kerajaan mereka membangun
berbagai candi pada abad ke-9, antara lain Borobudur dan Prambanan
di Jawa Tengah.
Sekitar abad ke-10, pusat kekuasaan bergeser dari tengah ke
timur pulau Jawa. Di wilayah timur berdirilah kerajaan-kerajaan
Kadiri, Singhasari, dan Majapahit yang terutama mengandalkan pada
19
pertanian padi, namun juga mengembangkan perdagangan antar
kepulauan Indonesia beserta Cina dan India.
Raden Wijaya mendirikan Majapahit, dan kekuasaannya
mencapai puncaknya di masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-
1389 M). Kerajaan mengklaim kedaulatan atas seluruh kepulauan
Indonesia, meskipun kontrol langsung cenderung terbatas pada Jawa,
Bali, dan Madura saja. Gajah Mada adalah mahapatih di masa Hayam
Wuruk, yang memimpin banyak penaklukan teritorial bagi kerajaan.
Kerajaan-kerajaan di Jawa sebelumnya mendasarkan kekuasaan
mereka pada pertanian, namun Majapahit berhasil menguasai
pelabuhan dan jalur pelayaran sehingga menjadi kerajaan komersial
pertama di Jawa. Pada akhir abad ke-14 Majapahit mengalami
kemunduran seiring dengan wafatnya Hayam Wuruk. Kerajaan itu
senantiasa dirongrong oleh serangkaian peperangan yang terjadi antara
berbagai kekuatan bersaing yang ada dalam kerajaan. Selama abad ke-
15 oleh kota-kota pelabuhan yang telah berkembang menjadi negara-
negara pantai yang makmur dan berkuasa akibat perdagangan
cengkeh. 4
Dalam tahun 1478 rupanya ada suatu cabang Dinasti Majapahit
yang mengambil alih kekuasaan Majapahit di daerah delta Sungai
Brantas,yang kemudian memindahkan pusat kerajaan ke daerah
4Waluyo. Ilmu Pengetahuan Sosial. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008) hal 147-148
20
pedalaman di Daha. Negara ini kemudian merongrong kekuasaan
Majapahit di Mojokerto. Sekitar tahun 1520 sisa-sisa terakhir Kerajaan
Majapahit dihancurkan oleh suatu kerajaan pelabuhan yang sangat
kuat di pantai utara Pulau Jawa, yaitu Demak.5
b. Masa Kerajaan Islam
Islam masuk ke Jawa melalui suatu negara yang baru munculdi
pantai barat Jazirah Melayu, yaitu Malaka pada abad ke 14.
Pelabuhannya sering dikunjungi pedagang-pedagang Muslim dari
Gujarat dan Persia. Pedagang-pedagang Jawa dari kota-kota pelabuhan
dagang Gresik, Demak dan Tuban pergi berdagang ke Malaka dan
sebaliknya. Itulah kontak pertama yang diyakini sebagai pengenalan
agama Islam ke Pulau Jawa.
Agama Islam menyebar di Indonesia khususnya Pulau Jawa
bukan tanpa perlawanan seperti yang orang awam ketahui. Agama
Islam lebih mudah diterima di Jawa karena adanya gagasan-gagasan
mistik yang memang identik dengan tradisi kebudayaan Hindu-Budha.
Karena yang mengembangkannya adalah para shufi yang membawa
ajaran mistik Islam.
Pada akhir abad ke-16, Islam telah melampaui Hindu dan
Buddha sebagai agama dominan di Jawa, melalui dakwah yang
terlebih dahulu dijalankan kepada kaum penguasa pulau ini. Dalam
5Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hal 47
21
masa ini, kerajaan-kerajaan Islam Demak, Cirebon, dan Banten
membangun kekuasaannya. Kesultanan Mataram pada akhir abad ke-
16 tumbuh menjadi kekuatan yang dominan dari bagian tengah dan
timur Jawa. Para penguasa Surabaya dan Cirebon berhasil ditundukkan
di bawah kekuasaan Mataram, sehingga hanya Mataram dan Banten
lah yang kemudian tersisa ketika datangnya bangsa Belanda pada abad
ke-17.
3. Kedatangan Bangsa Kolonial Belanda di Jawa
Hubungan Jawa dengan kekuatan-kekuatan kolonial Eropa dimulai
pada tahun 1522, dengan diadakannya perjanjian antara Kerajaan Sunda
dan Portugis di Malaka. Setelah kegagalan perjanjian tersebut, kehadiran
Portugis selanjutnya hanya terbatas di Malaka dan di pulau-pulau sebelah
timur nusantara saja. Sebuah ekspedisi di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman yang terdiri dari empat buah kapal pada tahun 1596, menjadi
awal dari hubungan antara Belanda dan Indonesia. Pada akhir abad ke-18,
Belanda telah berhasil memperluas pengaruh mereka terhadap kesultanan-
kesultanan di pedalaman pulau Jawa (lihat Perusahaan Hindia Timur
Belanda di Indonesia). Meskipun orang-orang Jawa adalah pejuang yang
pemberani, konflik internal telah menghalangi mereka membentuk aliansi
yang efektif dalam melawan Belanda. Sisa-sisa Mataram bertahan sebagai
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Para raja Jawa
mengklaim berkuasa atas kehendak Tuhan, dan Belanda mendukung sisa-
22
sisa aristokrasi Jawa tersebut dengan cara mengukuhkan kedudukan
mereka sebagai penguasa wilayah atau bupati dalam lingkup administrasi
kolonial.
Di awal masa kolonial, Jawa memegang peranan utama sebagai daerah
penghasil beras. Pulau-pulau penghasil rempah-rempah, misalnya
kepulauan Banda, secara teratur mendatangkan beras dari Jawa untuk
mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Inggris sempat menaklukkan Jawa pada tahun 1811. Jawa kemudian
menjadi bagian dari Kerajaan Britania Raya, dengan Sir Stamford Raffles
sebagai Gubernur Jenderalnya. Pada tahun 1814, Inggris mengembalikan
Jawa kepada Belanda sebagaimana ketentuan pada Traktat Paris.
Penduduk pulau Jawa kemungkinan sudah mencapai 5 juta orang pada
tahun 1815. Pada paruh kedua abad ke-18, mulai terjadi lonjakan jumlah
penduduk di kadipaten-kadipaten sepanjang pantai utara Jawa bagian
tengah, dan dalam abad ke-19 seluruh pulau mengalami pertumbuhan
populasi yang cepat. Berbagai faktor penyebab pertumbuhan penduduk
yang besar antara lain termasuk peranan pemerintahan kolonial Belanda,
yaitu dalam menetapkan berakhirnya perang saudara di Jawa,
meningkatkan luas area persawahan, serta mengenalkan tanaman pangan
lainnya seperti singkong dan jagung yang dapat mendukung ketahanan
pangan bagi populasi yang tidak mampu membeli beras. Pendapat lainnya
menyatakan bahwa meningkatnya beban pajak dan semakin meluasnya
23
perekutan kerja di bawah Sistem Tanam Paksa menyebabkan para
pasangan berusaha memiliki lebih banyak anak dengan harapan dapat
meningkatkan jumlah anggota keluarga yang dapat menolong membayar
pajak dan mencari nafkah. Pada tahun 1820, terjadi wabah kolera di Jawa
dengan korban 100.000 jiwa.
Kehadiran truk dan kereta api sebagai sarana transportasi bagi
masyarakat yang sebelumnya hanya menggunakan kereta dan kerbau,
penggunaan sistem telegraf, dan sistem distribusi yang lebih teratur di
bawah pemerintahan kolonial; semuanya turut mendukung terhapusnya
kelaparan di Jawa, yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan
penduduk. Tidak terjadi bencana kelaparan yang berarti di Jawa semenjak
tahun 1840-an hingga masa pendudukan Jepang pada tahun 1940-an.
Selain itu, menurunnya usia awal pernikahan selama abad ke-19,
menyebabkan bertambahnya jumlah tahun di mana seorang perempuan
dapat mengurus anak.6
B. Suriname
1. Profil Umum Negara Suriname
Nama Negara : Republik Suriname
Ibukota : Paramaribo
Hari Nasional/Merdeka : 25 November 1975
6Waluyo. Ilmu Pengetahuan Sosial. Hal 174-178
24
Presiden : Dési Bouterse
Wakil Presiden : Robert Ameerali
Bahasa Nasional : Belanda
Mata Uang : Suriname Dollar (SRD), 1 US$ = SRD
2,75 (sejak Januari 2004)
Lagu Kebangsaan : God zij met ons Suriname / God be
with our Suriname
Bendera :
Bendera Negara Suriname
Bendera kebangsaan Suriname berbentuk 4 persegi panjang
dengan ukuran perbandingan antara panjang dan lebar ialah 3:2, terdiri
dari 3 warna: hijau, merah, dan putih. Ketiga warna tersebut tersusun
secara horizontal menjadi 5 bagian warna dari atas ke bawah, hijau–
putih–merah–putih–hijau, dengan perbandingan 2:2:1:2:2. Warna
merah yang terletak di tengah menjadi dominan, ditambah dengan
lambang bintang segi lima berwarna kuning terletak di pusat
perpotongan diagonal dari keempat sudut bendera
25
Lambang Negara :
Lambang Negara Suriname
Lambang negara Suriname digambarkan dalam bentuk 2 orang
Amerindian memegang busur panah dan mengapit perisai berbentuk
oval, berdiri di atas pita bertuliskan Justitia Pietas, Fides. Tergambar
dalam perisai tersebut, di sisi kiri sebuah kapal layar dan di sisi kanan
sebuah pohon sejenis palm. Kedua gambar tersebut dipisahkan oleh
garis vertikal mengikat segi empat belah ketupat tepat di tengah
perisai, dan di dalam segi empat belah ketupat tersebut terdapat
bintang segi lima
2. Geografi
Suriname adalah negara merdeka terkecil di Amerika Selatan. Terletak
di Guyana Shield (perisai Guyana), terletak di antara garis lintang 1° dan
6° U, dan bujur 54° dan 58° B.Suriname dibagi menjadi sepuluh
kabupaten yaitu ; Brokopondo, Commewijne, Coronie, Marowijne,
Nickerie, Para, Paramaribo, Saramacca, Sipaliwini dan Wanica. Negara ini
dapat dibagi menjadi dua wilayah geografis utama. Bagian utara, wilayah
26
pesisir dataran rendah (kira-kira di atas garis Albina-Paranam-
Wageningen) telah dibudidayakan, dan sebagian besar penduduk tinggal
di sini. Bagian selatan terdiri dari hutan hujan tropis dan jarang dihuni
savana di sepanjang perbatasan dengan Brasil, yang mencakup sekitar
80% permukaan tanah di Suriname.
Dua pegunungan utama adalah Pegunungan Bakhuys dan Van Asch
Van Wijck Mountains. Julianatop adalah gunung tertinggi di negara ini di
1.286 meter (4.219 kaki) di atas permukaan laut. Gunung lainnya
termasuk Tafelberg di 1.026 meter (3.366 kaki), Gunung Kasikasima di
718 meter (2.356 kaki), Goliathberg di 358 meter (1.175 kaki) dan pada
240 meter Voltzberg (790 kaki).
a. Batas-batasnya:
Peta Negara Suriname
- Sebelah Utara : Samudera Atlantik
27
- Sebelah Selatan : Negara Brazil
- Sebelah Barat : Guyana
- Sebelah Timur : Guyana Prancis
3. Ekonomi
Demokrasi Suriname memperoleh beberapa kekuatan setelah
pergolakan tahun 1990, dan ekonomi menjadi lebih beragam dan kurang
bergantung pada bantuan keuangan Belanda. Bauksit (bijih aluminium)
pertambangan masih menjadi sumber pendapatan yang kuat, dan
penemuan dan eksploitasi minyak dan emas telah menambahkan
substansial untuk kemandirian ekonomi Suriname. Pertanian, khususnya
beras dan pisang, tetap menjadi komponen yang kuat dari perekonomian,
dan ekowisata menyediakan peluang ekonomi baru. Lebih dari 80% dari
Suriname tanah-massa terdiri dari hutan hujan yang belum terjamah,
dengan pembentukan Central Suriname Nature Reserve pada tahun 1998,
Suriname mengisyaratkan komitmennya untuk konservasi sumber daya
yang berharga. The Central Suriname Nature Reserve menjadi Situs
Warisan Dunia pada tahun 2000.
a. Departemen Keuangan.
Perekonomian Suriname didominasi oleh industri bauksit, yang
menyumbang lebih dari 15% dari PDB dan 70% dari pendapatan
ekspor. Produk ekspor utama lainnya termasuk beras, pisang dan
udang. Suriname baru-baru ini mulai memanfaatkan beberapa
28
minyak yang cukup besar dan emas cadangan. Sekitar seperempat
dari orang-orang bekerja di sektor pertanian. The Suriname
ekonomi sangat bergantung pada perdagangan, mitra dagang
utamanya adalah Belanda, Amerika Serikat, Kanada, dan negara-
negara Karibia, terutama Trinidad and Tobago dan mantan pulau
Antilles Belanda.
Setelah merebut kekuasaan pada musim gugur tahun 1996,
pemerintah Wijdenbosch mengakhiri program penyesuaian
struktural dari pemerintah sebelumnya, mengklaim itu adalah adil
untuk unsur-unsur masyarakat yang lebih miskin. Penerimaan
pajak turun sebagai pajak lama murtad dan pemerintah gagal
menerapkan alternatif pajak baru. Pada akhir tahun 1997, alokasi
dana pembangunan baru Belanda dibekukan sebagai hubungan
Pemerintah Suriname dengan Belanda memburuk. Pertumbuhan
ekonomi melambat pada tahun 1998, dengan penurunan
pertambangan, konstruksi, dan sektor utilitas. Merebaknya
pengeluaran pemerintah, pengumpulan pajak yang buruk, layanan
sipil yang membengkak, dan bantuan luar negeri berkurang pada
tahun 1999 memberikan kontribusi terhadap defisit fiskal,
diperkirakan 11% dari PDB. Pemerintah berusaha untuk menutup
defisit ini melalui ekspansi moneter, yang menyebabkan
peningkatan dramatis dalam inflasi. Dibutuhkan lebih lama rata-
29
rata untuk mendaftarkan bisnis baru di Suriname dari hampir
semua negara lain di dunia (694 hari atau sekitar 99 minggu).
- PDB (2010 est): US $ 4794000000.
- Tingkat pertumbuhan tahunan PDB riil (2010 est): 3,5%.
- PDB per kapita (perkiraan 2010): US $ 9.900.
- Inflasi (2007): 6,4%.
- Sumber daya alam: Bauksit, emas, minyak, bijih besi, mineral
lainnya, hutan, potensi tenaga air, ikan dan udang.
- Pertanian: Produk-beras, pisang, kayu, kernel kelapa sawit, kelapa,
kacang, buah jeruk, dan hasil hutan.
- Industri: Jenis-alumina, minyak, emas, ikan, udang, kayu.
- Ekspor: $ 1391000000: alumina, emas, minyak mentah, kayu,
udang dan ikan, beras, pisang. Konsumen utama: Kanada 35,47%,
14,92% Belgia, AS 10,15%, UAE 9,87%, 4,92% Norwegia,
Belanda 4,7%, Prancis 4,47% (2009)
- Impor: $ 1297000000: peralatan modal, minyak bumi, bahan
makanan, kapas, barang-barang konsumen. Pemasok utama:
Amerika Serikat 30,79%, Belanda 19,17%, Trinidad and Tobago
13,04%, China 6,8%, Jepang 5,85% (2009).
30
4. Demografi
Menurut sensus tahun 2004, Suriname memiliki populasi 492.829 jiwa.
Hal ini terdiri dari beberapa kelompok etnis yang berbeda.
Hindustani membentuk kelompok utama terbesar pada 37% dari
populasi. Mereka adalah keturunan pekerja kontrak abad ke-19 dari
India. Mereka berasal dari negara India Bihar dan Uttar Pradesh
Timur, di India Utara, di sepanjang perbatasan Nepal.
Amerindian, penduduk asli Suriname, bentuk 3,7% dari populasi.
Kelompok utamanya adalah Akuriyo, Arawak, karib / Kalina, TRIO
(Tiriyó), dan Wayana. Mereka tinggal terutama di kabupaten of
Paramaribo, Wanica, Maroni dan Sipaliwini
The Suriname Kreole membentuk kelompok menengah 31% dari
populasi. Mereka adalah keturunan campuran budak Afrika Barat dan
Eropa (kebanyakan Belanda).
Orang Jawa (keturunan pekerja kontrak dari bekas Hindia Belanda di
pulau Jawa, Indonesia), bentuk 15% dari populasi. terutama dalam
Nickerie, Saramacca, Wanica, Paramaribo dan Commewijne
Suriname Maroon (keturunan lolos budak Afrika Barat) membentuk
10% dan dibagi menjadi lima kelompok utama: Ndyuka (Aucans),
Kwinti, Matawai, Saramaccans dan Paramaccans.
31
Cina, sekitar 14.000 adalah keturunan dari pekerja kontrak awal abad
ke-19. Tahun 1990-an dan awal abad ke-21 melihat imigrasi baru
dalam skala besar. Pada tahun 2011 ada lebih dari 40.000 Tionghoa di
Suriname, termasuk migran legal dan ilegal.
Eropa, keturunan petani imigran abad ke-19 Belanda, Portugis dari
Madeira dan masyarakat Eropa lainnya. Keturunan petani imigran
Belanda dikenal sebagai "Boeroes" (berasal dari boer, kata Belanda
untuk "petani"). Kebanyakan Boeroes tersisa setelah kemerdekaan
pada tahun 1975.
Yahudi, terutama keturunan Yahudi Sephardic, tetapi juga Yahudi
Ashkenazi. Dalam sejarah mereka, Jodensavanne memainkan peran
utama. Banyak orang Yahudi yang dicampur dengan populasi lain.
Lebanon, (terutama Maronit) dari kota Bsharri, Lebanon.
Brasil, banyak dari mereka penambang emas. Sebagian besar hampir
40.000 orang Brasil yang tinggal di Suriname tiba selama beberapa
tahun terakhir.
Sebagian besar orang (sekitar 90%) tinggal di Paramaribo atau di
pantai. Ada juga penduduk Suriname yang memilih tinggal di Belanda.
Pada tahun 2005 terdapat 328.300 warga Suriname yang tinggal di
Belanda, yaitu sekitar 2% dari total penduduk Belanda, dibandingkan
dengan 438.000 Suriname di Suriname itu sendiri.
32
5. Agama dan Kepercayaan
Katholik & Protestan (40,73%),
Hindu (19,94%),
Islam (13,46%),
Lain-lain termasuk Javanisme dan Animisme yang diakui pemerintah
(15,87%)
6. Analisa Sosial Budaya
Pemerintah Suriname menunjukkan besarnya perhatian dan upaya
untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan di bidang politik
dan ekonomi dengan pembangunan di bidang sosial budaya. Hal tersebut
berdasarkan pertimbangan, bahwa pembangunan di bidang politik dan
ekonomi harus ditopang dengan pembangunan di bidang-bidang lainnya,
seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, penyediaan perumahan rakyat,
pelayanan terhadap warga manula dan terlantar, perbaikan kondisi sosial
masyarakat miskin di wilayah pedalaman, pengembangan potensi seni
budaya kawasan Karibia dan multietnis.
Pemerintah berupaya menumbuhkembangkan potensi seni budaya
Karibia dan integritas seni budaya multietnis (Amerindian, Kreol, Jawa,
Hindustan, China, Oriental dan Eropa) sebagai identitas budaya nasional
Suriname. Upaya tersebut juga dimaksudkan untuk menarik wisatawan
asing dari mancanegara, khususnya Belanda dan negara-negara sekawasan
33
Amerika dan Karibia. Pemerintah juga mendukung penyelenggaraan HUT
masing-masing kelompok keturunan imigran yang menjadi komposisi
masyarakat Suriname.
Pemerintah juga memberikan perhatian cukup besar agar warga
Suriname mendapatkan bimbingan keagamaan dan budi pekerti yang
mencukupi dalam upaya membekali warga dengan mentalitas serta
kepribadian yang dapat menunjang partisipasi warga dalam membangun
bangsa. Untuk itu, pemerintah memberikan kebebasan total dalam
masalah pilihan agama, kepercayaan atau tidak beragama, kepada setiap
warga, sejauh dapat membaur secara rukun antar mereka dan tidak
mengancam kepentingan warga lainnya atau kerukunan nasional. Dalam
hal ini, pemerintah membuka pintu bagi Da'i Islam, Misionaris, dan agama
lainnya dari mancanegara, termasuk Indonesia, untuk memberikan
pengajaran keagamaan kepada rakyat Suriname, karena masih banyak
yang belum mengenal agama atau belum menjalankan kewajiban
agamanya sesuai dengan ketentuan masing-masing agama yang
diyakininya. Agama Islam merupakan terbesar ketiga di Suriname setelah
agama Kristen dan Hindu. Masalah lainnya yang juga memerlukan
perhatian adalah kasus-kasus bunuh diri di kalangan remaja, yang
kebanyakan warga keturunan Hindustan. Pada bulan Oktober 2005,
ditemukan bukti-bukti bahwa diantara mereka yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri tersebut ada kaitannya dengan aliran sekte Setan. Aliran
34
ini secara terselubung telah mengembangkan aktivitasnya di Suriname,
dan banyak pengikutnya yang telah menjadi korban.
Di bidang kesehatan, pemerintah terus melakukan upaya maksimal
memberantas wabah penyakit menular, seperti HIV/AIDS dan penyakit
kelamin. Menurut informasi, pada pertengahan bulan Oktober 2005,
Suriname pernah menjadi korban nyamuk demam berdarah, puluhan
korban harus dirawat di rumah sakit dan sedikitnya 8 (delapan) orang
meninggal dunia. Untuk memberikan penyuluhan mengenai virus menular
demam berdarah, pihak terkait Suriname meminta bantuan KBRI
Paramaribo untuk menerjemahkan buku komik Penyuluhan Demam
Berdarah (berbahasa Indonesia) ke dalam Bahasa Belanda. Kemudian
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan,
Suriname juga berkeinginan mendapatkan bantuan kerjasama serta tukar
pengalaman dengan Indonesia.
C. Hubungan Jawa dan Suriname Masa Belanda
Ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia, pada tanggal 17
Maret 1824, di London, antara Kerajaan Britania Raya dan Kerajaan Belanda
mentandatangani Perjanjian Britania-Belanda 1824, yang juga dikenal
dengan Perjanjian London atau Traktat London. Perjanjian ini ditujukan untuk
mengatasi konflik yang bermunculan akibat pemberlakuan Perjanjian
Britania-Belanda 1814.
35
Belanda diwakili oleh Hendrik Fagel dan Anton Reinhard Falck,
sedangkan Britania diwakili oleh George Canning dan Charles Watkins
Williams Wynn. Perjanjian ini menjelaskan, bahwa kedua negara diijinkan
untuk tukar menukar wilayah pada British India, Ceylon (Sri Langka)
dan Indonesia, berdasarkan kepada negara yang paling diinginkan, dengan
pertimbangan masing-masing negara harus mematuhi peraturan yang
ditetapkan secara lokal. antara lain :
1. Pembatasan jumlah bayaran yang boleh dikenakan pada barang dan kapal dari
negara lain.
2. Tidak membuat perjanjian dengan negara bagian Timur yang tidak
mengikutsertakan/membatasi perjanjian dagang dengan negara lain.
3. Tidak menggunakan kekuatan militer dan sipil untuk menghambat perjanjian
dagang.
4. Melawan pembajakan dan tidak menyediakan tempat sembunyi atau
perlindungan bagi pembajak atau mengijinkan penjualan dari barang-barang
bajakan.
5. Pejabat lokal masing-masing tidak dapat membuka kantor perwakilan baru di
pulau-pulau Hindia Timur tanpa seijin dari pemerintah masing-masing di
Eropa.
36
Pertimbangan-pertimbangan dalam perjanjian ini, mengikutsertakan :
Belanda menyerahkan semua dari perusahaan/bangunan yang telah didirikan pada
wilayah India dan hak yang berkaitan dengan mereka.
Belanda menyerahkan kota dan benteng dari Malaka dan setuju untuk tidak
membuka kantor perwakilan di semenanjung Melayu atau membuat perjanjian
dengan penguasanya.
Belanda menarik mundur oposisinya dari pendudukan pulau Singapura oleh
Britania.
Britania meminta untuk diberikan akses perdagangan dengan kepulauan Maluku,
terutama dengan Ambon, Banda dan Ternate.
Britania menyerahkan pabriknya di Bengkulu (Fort Marlborough) dan seluruh
kepemilikannya pada pulau Sumatra kepada Belanda dan tidak akan mendirikan
kantor perwakilan di pulau Sumatra atau membuat perjanjian dengan
penguasanya.
Britania menarik mundur oposisinya dari pendudukan pulau Billiton oleh
Belanda.
Britania setuju untuk tidak mendirikan kantor perwakilan pada kepulauan
Karimun atau pada pulau-pulau Batam, Bintan, Lingin, atau pulau-pulau lain
yang terletak sebelah selatan dari selat Singapura atau membuat perjanjian
dengan penguasa-penguasa daerah.
37
Semua serah terima dari kepemilikan dan bangunan yang didirikan terjadi pada
tanggal 1 Maret 1825. Termasuk penyerahan Jawa kembali kepada Belanda, seperti
yang dijelaskan pada Convention on Java tanggal 24 Juni 1817. Hal ini diluar dari
jumlah yang harus dibayarkan oleh Belanda sebesar 100.000 pounds sterling sebelum
akhir tahun 1825. Perjanjian disahkan pada tanggal 30 April 1824 oleh Britania dan
tanggal 2 Juni 1824 oleh pihak Belanda.
Selanjutnya mengenai perjanjian pertukaran wilayah berikutnya yaitu ketika
kebijakan Inggris terhadap Aceh telah berubah. Sedangkan kebijakan perdagangan
Belanda telah berkembang semakin liberal sejak tahun 1848. Pada akhir tahun 1860-
an, tampaknya tidak lagi penting, atau memang tidak lagi ada kemungkinan untuk
menuntut kemerdekaan bagi rakyat Aceh. Dan ketika persaingan diantara kekuatan-
kekuatan Eropa untuk mendapat wilayah jajahan meningkat, maka London kembali
menganbil keputusan bahwa akan lebih baik membiarkan Belanda menguasai Aceh
daripada Negara yang lebih kuat seperti Prancis atau Amerika, maka hasilnya adalah
terwujudnya perjanjian Sumatera antara Inggris dan Belanda pada bulan Nopember
1871 yang bersama-sama dengan dua perjanjian yang terkait, dianggap sebagai salah
satu pertukaran terbesar selama penjajahan. Belanda menyerahkan pantai emas di
Afrika kepada Inggris; Inggris memperbolehkan pengiriman kuli-kuli kontrak India
ke Suriname, jajahan Belanda di Amerika Selatan.7 Maka sejak saat itu Belanda
7 M. C. Ricklef, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT Serambi IlmuSemesta, 2005) hal
318
38
mulai gencar mengirimkan kuli-kuli kontrak ke Suriname termasuk kuli dari
Indonesia.
Kelompok pekerja pendatang dari Indonesia khususnya dari Pulau Jawa
sebanyak 94 orang tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890. Selanjutnya dipekerjakan
di perladangan tebu dan perusahaan gula Marrienburg. Empat tahun kemudian, 582
orang Jawa datang lagi. Sejak tahun 1890 hingga 1930, sebanyak 32.965 pekerja
kontrak keturunan Jawa bekerja di Suriname. Menurut perjanjian kontrak, mereka
akan bekerja selama lebih kurang lima tahun. Setelah itu, para pekerja boleh memilih
tetap tinggal di Suriname atau pulang ke Jawa.
Kehadiran mereka mengukuhkan agama Islam di negara ini, karena warga Jawa
tersebut kebanyakan muslim. Berdasarkan sensus terakhir, muslim Suriname
mewakili sekitar 13% dari keseluruhan penduduk negara tersebut. Namun berbagai
sumber tidak resmi menyebut angka hingga mencapai 20%. Angka ini menjadikan
Suriname sebagai salah satu negara dengan persentase muslim tertinggi di benua
Amerika. Selain oleh bekas budak Afrika Barat dan keturunan Jawa, jejak Islam
Suriname juga dibawa orang-orang Pakistan dan Afghanistan, yang hampir semua
penduduknya adalah muslim Sunni.
39
Orang Islam Jawa datang ke Negara Suriname antara tahun 1890-1930 M. sampai
sekarang mereka masih tinggal di Suriname meskipun ada beberapa kelompok yang
memilih tinggal di Belanda, ikut program pemulangan ke Indonesia atau pindah ke
Guyana.
top related