bab ii dan model penelitian - wisuda.unud.ac.id bab ii.pdf · ... pemeriksaan kehamilan (a nc)...
Post on 31-Jan-2018
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh
penduduk Indonesia terlindungi dengan sistem asuransi. Negara Indonesia menuju
Universal health Coverage (UHC) berdasarkan Undang-Undang Kesehatan
Nomor 36 tahun 2009 pasal 13 menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban
ikut serta dalam program Jaminan kesehatan sosial. Jaminan Kesehatan Nasional
adalah bagian dari SJSN yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi
berdasarkan Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004. Tujuan asuransi kesehatan
agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dari masalah pembiayaan kesehatan
kebutuhan dasar masyarakat akan dapat terpenuhi (BPJS Kesehatan, 2014).
Implementasi JKN dalam SJSN tahun 2014 adalah untuk menurunkan
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) karena Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2015 harus segera dapat dicapai sehingga
identifikasi perlindungan akses melalui jaminan pembiayaan persalinan dengan
kepesertaan dalam JKN menjadi penting. Sejalan dengan peningkatan cakupan
SJSN maka peserta Jampersal secara bertahap akan menjadi peserta JKN. Lingkup
9
10
paket manfaat jampersal menjadi bagian dari paket manfaat JKN yang
komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis, kecuali ha-hal yang bersifat
nonmedis seperti biaya transportasi (Mukti, 2012).
Prinsip-prinsip Penyelenggaraan JKN berdasarkan Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2011, mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut: kegotong
royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan
efektifitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanah dan hasil
pengelolaan dana jaminan sosial. Manfaat jaminan kesehatan yang bisa diperoleh
dalam program JKN bersifat pelayanan perseorangan yang mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan kebidanan dan
neonatal. Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang termasuk di dalam
program JKN meliputi: pelayanan pemeriksaan kehamilan (antenatal care),
pertolongan persalinan (intranatal care), pemeriksaan bayi baru lahir (neonatus),
pemeriksaan pascasalin (postnatal care) dan pelayanan Keluarga Berencana
setelah melahirkan (BPJS Kesehatan, 2013).
Program JKN memberikan jaminan pembiayaan pada pelayanan
kebidanan dan neonatal berdasarkan pembayaran non kapitasi. Peserta JKN
mendapatkan pelayanan kebidanan pada puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan
fasilitas pelayanan swasta yang bekerjasama dengan BPJS. Manfaat pelayanan
kebidanan dan neonatal yang diberikan oleh JKN berupa : Pemeriksaan ANC,
pelayanan persalinan, Pemeriksaan PNC dan bayi baru lahir (neonatus) dan
pelayanan keluarga berencana.
11
Indonesia menuju UHC berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor
36 tahun 2009 pasal 13 yang menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban ikut
serta dalam program Jaminan Kesehatan Sosial. Program JKN juga memberikan
jaminan pembiayaan pada pelayanan kebidanan dan neonatal berdasarkan
pembayaran non kapitasi untuk mendapatkan pelayanan kebidanan pada
puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan swasta yang
bekerjasama dengan BPJS (BPJS Kesehatan, 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59
tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kesehatan pasal 11 ayat 1 (a) menyatakan bahwa: jasa
pelayanan kebidanan, neonatal dan keluarga berencana yang dilakukan oleh bidan
atau dokter bersifat non kapitasi yaitu besaran pembayaran klaim oleh BPJS
Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan
jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) sesuai standar yang diberikan dalam
bentuk paket paling sedikit 4 kali pemeriksaan, sebesar Rp 200.000,00
(dua ratus ribu rupiah)
2) Persalinan pervaginam normal sebesar Rp 600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah)
3) Persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar sebesar di
puskesmas PONED Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)
4) Pemeriksaan PNC dan neonatus sesuai standar dilaksanakan dengan dua
kali kunjungan ibu nifas dan neonatus pertama (KF1-KN1) dan kunjungan
12
ibu nifas dan neonatus kedua (KF2-KN2) serta satu kali kunjungan
neonatus ketiga (KN3) dan satu kali kunjungan ibu nifas ketiga (KF3),
sebesar Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) untuk tiap kunjungan
dan diberikan kepada pemberi pelayanan yang pertama dalam kurun waktu
kunjungan.
5) Pelayanan tindakan pasca persalinan di puskesmas PONED, sebesar Rp
175.000,00 (seratus tujuh puluh lima ribu rupiah)
6) Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal Rp
125.000,00 (seratus dua puluh lima ribu rupiah), dan
7) Pelayanan Keluarga Berencana:
a) Pemasangan atau pencabutan IUD/Implan sebesar Rp 100.000,00
(seratus ribu rupiah)
b) Pelayanan suntik KB sebesar Rp 15.000,00 (lima belas ribu rupiah)
setiap kali suntik
c) Penanganan komplikasi KB sebesar Rp 125.000,00 (seratus dua puluh
lima ribu rupiah), dan
d) Pelayanan KB MOP/vasektomi sebesar Rp 350.000,00 (tiga ratus lima
puluh ribu rupiah).
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Nomor 143
Tahun 2014 tentang Implementasi Permenkes Nomor 59 tahun 2014 menjelaskan
bahwa :
1) Pemeriksaan ANC dan PNC/neonatus dapat diberikan dan ditagihkan
oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama (FKTP)
13
2) Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk.
Pemotongan biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk
maksimal 10 % dari total klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014)
3) Tarif pemeriksaan ANC merupakan tarif paket untuk pelayanan ANC
paling sedikit 4 (empat) kali pemeriksaan dalam masa kehamilannya
yaitu 1 (satu) kali pada trimester pertama, 1 (satu) kali pada trimester
kedua, dan 2 (dua) kali pada trimester ketiga kehamilan dan tidak dapat
dipecah menjadi 4 (empat) misalnya per kali pemeriksaan masing-masing
Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah)
4) Apabila pemeriksaan ANC dilakukan kurang dari jumlah minimal (< 4
kali) pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan maka biaya pemeriksaan
ANC tidak dapat ditagihkan.
5) Penagihan biaya pemeriksaan ANC dapat ditagihkan apabila telah
dilakukan minimal 4 kali pemeriksaan ANC sesuai waktu yang
ditetapkan (dapat bersamaan dengan klaim persalinan yang diajukan atau
terpisah jika persalinan dilakukan di faskes lain) disertai dengan bukti
pelayanan kepada peserta.
6) Untuk menjaga kontinuitas pelayanan pemeriksaan ANC maka perlu
adanya informed consent bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan
ANC dan PNC di satu tempat yang sama (baik oleh FKTP maupun
jejaring bidan sesuai dengan prosedur). Pemeriksaan ANC dan PNC pada
tempat yang sama dimaksudkan untuk : keteraturan pencatatan partograf,
14
monitoring terhadap perkembangan kehamilan, memudahkan dalam
administrasi pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan.
7) Yang dimaksud dengan perkali kunjungan pemeriksaan PNC adalah
paket kunjungan ibu nifas dan neonatus (kedatangan keduanya dihitung
untuk 1 kali kunjungan)
8) Pemeriksaan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Rawat inap Tingkat
Lanjutan (FKRTL) dilakukan berdasarkan indikasi medis
9) Kartu ibu dan buku kesehatan ibu dan anak (Buku KIA) disediakan oleh
faskes sebagai pencatatan dan pemantauan status kesehatan peserta
kebidanan.
10) Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dapat menagihkan tarif
pelayanan persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar
sebesar Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dan pelayanan
tindakan pasca persalinan sebesar Rp 175.000,00 (seratus tujuh puluh
lima ribu rupiah) hanyalah Puskesmas yang ditetapkan sebagai
Puskesmas PONED (Pelayanan Obstretrik Neonatal Emergensi Dasar).
11) Apabila pelayanan persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi
dasar ditagihkan oleh FKTP lain selain Puskesmas PONED, maka
disetarakan sesuai tarif persalinan pervaginam normal sebesar Rp
600.000,00 (enam ratus ribu rupiah )
12) Pelayanan KB dapat diberikan dan ditagihkan oleh FKTP
13) Kantor cabang agar berkoordinasi dengan BKKBN di masing-masing
daerah terkait ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (alkon)
15
14) Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk,
pemotongan biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk
maksimal 10% dari total klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014)
15) Khusus pelayanan KB MOP/vasektomi dapat diberikan pada FKTP yang
ditunjuk berdasarkan rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan mempertimbangkan kompetensi dan kelengkapan sarana dan
prasarana faskes.
Tarif pelayanan kebidanan yang berlaku di Kabupaten Tabanan berdasarkan
kesepakatan organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) cabang Tabanan tahun 2013
menetapkan tarif minimal yang dapat dijadikan acuan oleh BPM, sudah termasuk
jasa pelayanan, obat yang digunakan dan kelengkapan sarana prasarana yaitu:
1) Pemeriksaan kehamilan : Rp 30.000 – Rp 50.000,-
2) Persalinan normal dan bayi baru lahir : Rp 900.000 – Rp 1.200.000,-
3) Perawatan nifas dan ibu menyusui : Rp 30.000 – Rp 50.000,-
4) Pemasangan IUD : Rp 150.000 – Rp 300.000,-
5) Suntik KB: Rp 25.000 – Rp 40.000,-
6) Konseling : Rp 10.000,-
7) Imunisasi : masing-masing Rp 20.000 – Rp 40.000,-
8) Rujukan : berdasarkan Unit Cost
Bila dilihat dari tarif tersebut maka terdapat kesenjangan antara kesepakatan yang
dibuat oleh organisasi dibandingkan dengan penetapan tarif pelayanan kebidanan
yang ditetapkan oleh pemerintah (BPJS Kesehatan).
16
Hasil penelitian Januraga, dkk (2009) di Kabupaten Jembrana
menunjukkan bahwa: Terdapat pemahaman yang keliru pada sebagian besar
policy makers program Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) terhadap konsep
kebutuhan dasar kesehatan dan konsep keadilan egaliter dalam bidang kesehatan
sehingga menimbulkan resistensi atau penolakan terhadap kebijakan pembayaran
premi, khususnya premi Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) I JKJ. Sebagian
besar policy makers dan PPK program JKJ memiliki persepsi yang buruk terhadap
sistem pembayaran kapitasi karena dipandang memiliki kelemahan dalam
pemerataan, keadilan, kepuasan pasien dan mutu pelayanan kesehatan. Untuk
mengatasi hal itu sebaiknya besaran biaya per kapita dihitung berdasarkan unit
cost atau biaya klaim yang selama ini berlaku serta dikomunikasikan secara baik
antara Badan pelayanan dan PPK . Selain itu, beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mengurangi resiko kerugian finansial PPK adalah dengan melakukan risk
adjusment capitation, curve out, dan reinsurance.
Risk adjustment capitation, besaran kapitasi dihitung dengan penyesuaian
terhadap faktor demografi, riwayat kesehatan peserta, riwayat kunjungan peserta,
dan beberapa indikator klinik. Curve out, dilakukan dengan mengeluarkan
pelayanan tertentu dari perhitungan kapitasi untuk dibayar dengan cara lain. Peran
Badan pelayanan bersama-sama dengan PPK dibutuhkan untuk membahas jenis
pelayanan yang harus dikeluarkan, tetapi dengan tetap memperhatikan hak-hak
peserta untuk memperoleh pelayanan yang optimal. Cara terakhir adalah dengan
melakukan reinsurance. Reasuransi pada perusahaan reasuransi dilakukan oleh
17
Badan pelayanan untuk menghindari terjadinya kerugian pada PPK akibat
pengeluaran yang tidak terduga.
Hampir sama seperti pendapat policy makers, sebagian besar PPK melihat
Program Kesehatan Jembrana khususnya kapitasi sebagai sistem yang merugikan
dari sisi kebebasan konsumen dalam memilih pelayanan, di samping pandangan
negatif akan adanya risiko finansial berupa kerugian pada pihak PPK. Ketakutan
akan kegagalan secara finansial bahkan juga dirasakan oleh PPK yang justru
menganggap kapitasi sebagai suatu cara pembayaran yang baik. Senada dengan
pendapat sebelumnya pangkal semua ketakutan terjadi karena kebebasan
masyarakat memperoleh pelayanan yang menurut anggapan PPK sulit untuk
diubah.
Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung oleh BPJS
Kesehatan meliputi:
1) Pemeriksaan ANC sekurang-kurangnya dilakukan 4 kali dengan distribusi
waktu satu kali trimester satu, satu kali trimester dua dan dua kali pada
trimester ketiga kehamilan yang disesuaikan dengan usia kehamilan.
2) Pemeriksaan ANC berupa pengukuran tinggi badan dan berat badan,
pemeriksaan tekanan darah, pengukuran lingkar lengan atas, pemeriksaan
tinggi fundus uteri, pemeriksaan denyut jantung janin dan posisi janin,
skrining status dan pemberian imunisasi tetanus toksoid, pemberian tablet
tambah darah dan asam folat, serta temu wicara.
3) Pemeriksaan ANC berupa pemeriksaan laboraturium rutin meliputi
pemeriksaan kadar hemoglobin dan pemeriksaan golongan darah pada ibu
18
hamil wajib dilakukan oleh pemberi pelayanan antenatal yang memiliki
alat pemeriksaan laboraturium tersebut. Sedangkan untuk pemeriksaan
laboraturium lainnya dilakukan atas indikasi.
4) Persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar di puskesmas
PONED meliputi penatalaksanaan untuk mengatasi kegawatdaruratan
medis, perdarahan pada kehamilan muda (abortus), preeklamsia, eklamsia
dan persalinan macet (distosia)
5) Pelayanan pada ibu nifas meliputi : pemeriksaan tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu, pemeriksaan tinggi fundus uteri, pemeriksaan lochea
dan pengeluaran pervaginam lainnya, pemeriksaan payudara dan
dukungan pemberian ASI Ekslusif, pemberian vitamin A, pemberian
pelayanan Keluarga Berencana pascasalin, konseling dan edukasi
perawatan kesehatan, serta penanganan resiko tinggi dan komplikasi pada
ibu nifas.
6) Pelayanan pada ibu nifas diberikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali
dengan distribusi waktu pada 6 jam sampai 3 hari setelah melahirkan
(KF1), pada hari ke 4 sampai dengan hari ke 28 pascapersalinan (KF2),
dan pada hari ke 29 sampai dengan hari ke 42 pasca bersalin (KF3).
7) Pelayanan neonatal meliputi: pelayanan neonatal dengan menggunakan
formulir Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), memastikan
pemberian vitamin K1, pemberian salep mata antibiotika, pemberian
imunisasi Hepatitis B 0, perawatan tali pusat serta konseling terkait
19
pemberian ASI ekslusif, perawatan tali pusat, deteksi dini tanda bahaya
dan pencegahan infeksi.
8) Pelayanan neonatus diberikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sesuai
standar dengan distribusi waktu pada 6 jam sampai dengan 48 jam pasca
salin (KN1), pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir (KN2)
dan pada hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah melahirkan (KN3).
9) Hasil pelayanan kebidanan, neonatal dan KB dicatat pada kartu ibu dan
buku KIA.
10) Buku KIA wajib dibawa oleh peserta Jaminan Kesehatan pada tiap
kunjungan untuk mendapatkan pelayanan kebidanan, neonatal dan KB.
Beberapa manfaat JKN untuk masyarakat adalah: memberikan keuntungan
dengan premi yang terjangkau, asuransi JKN yang menerapkan prinsip kendali
mutu dan biaya, asuransi kesehatan sosial yang menjamin kepastian pembiayaan
pelayanan kesehatan yang berkelanjutan serta asuransi kesehatan sosial yang
dapat digunakan diseluruh Indonesia (Kemenkes RI,2013).
Berdasarkan hasil analisis koordinasi pelaksanaan pembiayaan kesehatan
ibu dan anak (KIA) di Kabupaten Lombok Tengah, program Jampersal juga
belum berjalan optimal. Walaupun tidak ditemukan terjadinya tumpang tindih
pembiayaan dan tidak ada pelayanan KIA yang tidak terbiayai, namun masih
ditemukan adanya iuran biaya untuk obat maupun biaya rujukan serta tidak
dilibatkannya pihak swasta dalam program Jampersal. Pelaksanaan program
Jampersal dinas kesehatan kabupaten seharusnya dapat bekerjasama dengan klinik
atau bidan praktek swasta (Erpan,dkk.2011).
20
2.1.2 Bidan Praktek Mandiri
Bidan Praktek Mandiri ( BPM ) adalah suatu institusi pelayanan kesehatan
secara mandiri yang memberikan asuhan pelayanan dalam lingkup kebidanan.
Praktek bidan mandiri merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kebidanan
yang diberikan kepada pasien baik individu, keluarga dan masyarakat sesuai
dengan kewenangan dan kompetensi yang dimilikinya. Bidan yang menjalankan
praktek mandiri harus memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) untuk
menjalankan prakteknya pada sarana kesehatan yang dimilikinya. Praktek
pelayanan bidan mandiri merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki
kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Masyarakat sebagai
pengguna jasa layanan bidan dapat memperoleh akses pelayanan yang bermutu,
perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas persiapan sebelum
bidan melaksanakan pelayanan praktek seperti perizinan, tempat, ruangan,
peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan
standar seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 (Kemenkes, 2010).
Hasil penelitian Tambun, dkk (2013) menyatakan bahwa kebijakan
persalinan masyarakat miskin di Kota Tanjung Pinang belum mendapat dukungan
secara optimal dari pemerintah daerah. Plafon biaya yang kecil membuat tidak
semua bidan bersedia mengikuti program Jampersal dengan klaim biaya kecil.
Tidak ada perbedaan jenis pertolongan yang diberikan bidan praktek swasta antara
pasien asuransi kesehatan masyarakat miskin dan masyarakat umum. Pelaksanaan
21
program Jampersal di Tanjung Pinang banyak ditemukan pemungutan iuran biaya
persalinan di luar tanggungan Jampersal yang dilakukan oleh bidan dalam bentuk
biaya transport rujukan dan obat - obatan tambahan.
Implementasi JKN masih menimbulkan pertanyaan bagi para bidan,
karena BPM tidak dapat bekerjasama langsung dengan BPJS Kesehatan dan harus
bergabung menjadi jejaring dulu pada fasilitas kesehatan tingkat I (Puskesmas)
atau dokter praktek perseorangan. Sosialisasi tentang JKN pada BPM tentang
bagaimana mekanisme kerjasama, prosedur, sistem pembayaran klaim dan
cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung JKN masih kurang,
sehingga IBI mengharapkan agar BPM dapat bekerjasama langsung dengan BPJS
Kesehatan seperti saat program Jampersal dan Jamkesda diberlakukan. Apabila
BPM tidak dilibatkan dalam JKN, maka dapat menghambat upaya pemerintah
menekan AKI dan upaya menggalakkan program KB (IBI,2013).
2.1.3 Faktor Individual Yang Berperan Dalam Keikutsertaan BPM Pada
Program JKN
Faktor individual merupakan hubungan sikap seseorang terhadap
pekerjaannya. Penelitian ini yang dimaksud dengan faktor individual adalah
pengetahuan, motivasi dan harapan BPM terhadap program JKN dalam
memberikan asuhan kebidanan dan neonatal.
Menurut Achterbergh & Vriens (2002) pengetahuan memiliki dua fungsi
utama, pertama sebagai latar belakang dalam menganalisa sesuatu hal,
mempersepsikan dan menginterpretasikannya, yang kemudian dilanjutkan dengan
22
keputusan tindakan yang dianggap perlu. Kedua, peran pengetahuan dalam
mengambil tindakan yang perlu adalah menjadi latar belakang dalam
mengartikulasikan beberapa pilihan tindakan yang mungkin dapat dilakukan,
memilih salah satu dari beberapa kemungkinan tersebut dan
mengimplementasikan pilihan tersebut. Adapun faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan adalah: pendidikan, pekerjaan, umur, keinginan,
pengalaman lingkungan dan sumber informasi (Notoatmojo,2010).
Pengetahuan masyarakat tentang JKN yang sangat minim terutama di
daerah-daerah perlu diselesaikan secara bertahap. Dalam mengatasi masalah ini,
kebijakan kesehatan pemerintah harus hati-hati, cermat dan teliti sehingga
investasi yang dilakukan selama ini tidak sia-sia (Kebijakan Kesehatan
Indonesia,2013). Komunikasi juga sangat berperan dalam menyosialisasikan
program JKN, karena komunikasi merupakan suatu proses kegiatan yang dapat
berlangsung secara dinamis. Sesuatu yang didefinisikan sebagai proses, berarti unsur-
unsur yang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis, dan tidak statis.
Kegiatan sosialisasi merupakan kegiatan komunikasi, ini ditandai dengan
adanya proses penyebaran pengetahuan dari seorang komunikator kepada komunikan
dengan tujuan meningkatkan pengetahuan. Sosialisasi suatu program, merupakan
pengetahuan yang disampaikan dalam suatu kegiatan sosialisasi yang berkaitan
dengan konteks permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sosialisasi akan
memegang peranan penting di dalam menyebarluaskan informasi yang berkaitan
dengan inovasi atau pengetahuan - pengetahuan yang berhubungan dengan inovasi,
baik pengetahuan teknis maupun pengetahuan prinsip (Cangara, 2009).
23
Motivasi merupakan satu penggerak / pendorong dari dalam hati seseorang
untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan
sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari
kegagalan dalam mencapai tujuan hidup. Seseorang yang mempunyai motivasi
berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam
kehidupan. Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang
bersifat intrinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat
seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan
pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau
bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbinya, sedangkan motivasi ekstrinsik
adalah manakala elemen-elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan
tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status
ataupun kompensasi (Leidecker dkk, 2009).
Menurut teori Mc Clelland tentang teori kebutuhan untuk mencapai
prestasi (Need for achivenment) dalam Sudrajat (2008) menyatakan bahwa
motivasi berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.
Karakteristik orang yang berprestasi tinggi memiliki tiga ciri umum yaitu: sebuah
preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat,
menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya
mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, dan menginginkan umpan
balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka.
Hasil penelitian terkait motivasi keterlibatan Bidan Praktek Swasta (BPS)
pada program Jampersal di Kota Banjarmasin menyatakan bahwa Pelaksanaan
24
program Jampersal di Kota Banjarmasin belum berjalan optimal. Pertolongan
persalinan oleh non nakes (dukun) meningkat dari 56 pada tahun 2010 menjadi
122 pada tahun 2011. Sosialisasi program Jampersal telah dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kota Banjarmasin kepada seluruh bidan. Kepala Dinas Kesehatan telah
mengeluarkan instruksi kepada seluruh BPS untuk menjalin kerjasama Jampersal,
namun demikian dari 346 BPS yang ada hanya 45 BPS (13%) yang bersedia
melakukan perjanjian kerjasama program Jampersal. Rendahnya motivasi BPS
untuk melakukan perjanjian kerjasama program Jampersal dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik (Noorhidayah,2012).
Hasil penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2012) membuktikan bahwa
motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja
karyawan, artinya bahwa motivasi kerja memang sangat diperlukan oleh seorang
karyawan untuk dapat mencapai suatu kepuasan kerja yang tinggi meskipun
menurut sifatnya kepuasan kerja itu sendiri besarannya sangat relatif atau berbeda
antara satu orang dengan orang lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian Rahmah (2013), diketahui bahwa motivasi
BPM dalam penandatangan perjanjian kerjasama Jampersal, adalah adanya faktor
kebutuhan aktualisasi diri sebagai bentuk pengabdian BPM kepada masyarakat
dan kepatuhan terhadap aturan pemerintah, sementara kecenderungan BPM tidak
mengikuti Jampersal karena biaya pengganti yang terlalu sedikit dan perasaan
tidak nyaman harus mematuhi aturan Jampersal.
Harapan merupakan salah satu penggerak yang mendasari seseorang untuk
melakukan suatu tindakan. Karena dengan adanya usaha yang keras, maka hasil
25
yang didapat akan sesuai dengan tujuan. Harapan merupakan usaha seseorang
untuk memaksimalkan sesuatu yang menguntungkan dan meminimalkan sesuatu
yang merugikan bagi pencapaian tujuan akhirnya. Menurut V.Room dalam Freddy
(2012) harapan adalah tingkat kepentingan pelanggan, yaitu keyakinan pelanggan
setelah mencoba atau menggunakan suatu produk atau jasa yang akan dijadikan
standar acuan untuk menilai produk atau jasa tersebut. Harapan dari tenaga
kesehatan adalah kunci pokok bagi setiap penyelenggaraan pelayanan kesehatan
seperti kesehatan ibu dan anak yang melibatkan bidan sebagai pelanggan internal
dan pasien atau klien sebagai pelanggan eksternal.
Menurut teori Maslow, pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan
pokok, yang ditunjukkan dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang
memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal
dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar
sampai motif psikologis yang lebih kompleks yang hanya akan penting setelah
kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat, paling tidak harus
terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi
penentu tindakan yang penting. Pengetahuan, motivasi dan harapan bidan untuk
mengikuti suatu program termasuk ke dalam kebutuhan penghargaan dan
aktualisasi diri. Bidan akan mempunyai motivasi dan harapan yang besar
terhadap suatu program seperti JKN apabila mendapatkan suatu penghargaan yang
layak bagi dirinya.
Hasil penelitian Dewi (2013) di Kabupaten Kapuas, Kalimantan tengah
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang searah dan signifikan antara faktor
26
harapan dengan pekerjaan bidan. Jika harapannya terpenuhi maka akan
menghasilkan kepuasan. Harapan bidan dalam bekerja berhubungan kinerja
provider dalam pelayanan antenatal berlaku pada lokasi tertentu dan situasi
tertentu saja sesuai dengan kondisi daerah, jika ingin meningkatkan kinerja maka
faktor harapan dalam bekerja yaitu memiliki uraian tugas yang jelas, prosedur
kerja yang tetap serta standar pelayanan antenatal harus tersedia agar dalam
menjalankan pekerjaan bidan tidak ragu-ragu dalam melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan kompetensi dan kewenangan terhadap pelaksanaan pelayanan
sesuai dengan tanggung jawab yang akan memberikan dukungan bagi bidan untuk
berinisiatif dan berinovasi dalam memberikan pelayanan sehingga dapat
meningkatkan kinerja.
2.1.4 Faktor Struktural Yang Berperan Dalam Keikutsertaan BPM Pada
Program JKN
Faktor struktural adalah suatu keadaan relatif yang dapat membantu untuk
memperoleh suatu hasil seperti kebijakan dari pemerintah dan dukungan sosial.
Penelitian ini yang dimaksud dengan faktor struktur adalah kebijakan – kebijakan
JKN yaitu: prosedur kerjasama, prosedur klaim dan prosedur administrasi.
Propinsi Bali mempunyai suatu program kesehatan yang bernama Jaminan
Kesehatan Bali Mandara (JKBM) juga memberikan jaminan pembiayaan pada ibu
hamil hingga melahirkan. Bagi penduduk Bali yang berdomisili dan mempunyai
KTP Bali bila tidak mempunyai jaminan kesehatan lain berhak untuk
mendapatkan pelayanan JKBM. Untuk pelayanan kebidanan dan neonatal belum
semua penduduk Bali masuk ke dalam program JKN, sehingga pemerintah Bali
27
mengintegrasikan program Jampersal ke dalam program JKBM dan akan berakhir
pada tahun 2017.
Menurut Taylor, dkk (2000) dukungan sosial adalah pertukaran
interpersonal dimana seorang individu memberikan bantuan pada individu lain.
Dukungan sosial merupakan suatu bentuk kenyamanan, perhatian, penghargaan,
maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterimanya individu dari orang lain
ataupun dari kelompok. Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang
membutuhkan dukungan sosial. Ada lima bentuk dukungan sosial, yaitu:
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan
informasi dan dukungan kelompok (Sarafino, 2002).
Menurut Ealau dan Pewitt (1973) dalam Suharto (2008), kebijakan adalah
sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan
berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.
Menurut Yandrizal, dkk (2013) menyatakan bahwa kebijakan jaminan kesehatan
Kota Bengkulu dilaksanakan belum menerapkan prinsip asuransi, dimana
penyelenggara berfungsi mengendalikan mutu dan biaya pelayanan kesehatan
yang diberikan baik di pelayanan dasar/primer maupun di pelayanan rujukan.
Menurut Titmuss (1974) dalam Suharto (2008), kebijakan adalah prinsip-
prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan
adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara
bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan
tertentu yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
28
lingkungan tertentu. Mekanisme kerjasama BPM dengan program JKN diatur
dalam sistem jejaring, dimana seorang bidan dapat bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan selaku penyelenggara JKN melalui dokter keluarga. Dokter keluarga
akan bekerjasama dengan BPM dalam hal pelayanan kebidanan dan neonatal,
namun pada kenyataannya dokter sering mengambil alih tugas tersebut.
Mekanisme kerjasama antara BPM dengan program JKN yang
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan adalah melalui dokter keluarga. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 tahun 2014, menyatakan bahwa dokter
harus memiliki jejaring bidan, khusus untuk memberikan pelayanan kebidanan
dan neonatal. Dokter keluarga dapat bekerjasama dengan 1 sampai 3 orang bidan,
sedangkan bidan hanya boleh bekerjasama dengan satu dokter keluarga saja.
Sistem jejaring ini baru mulai diterapkan sejak 1 Januari 2015, karena diharapkan
adanya kolaborasi antara dokter keluarga dengan bidan.
Menurut Notoatmodjo (2005), kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama yang
formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan
tentang komitmen dan harapan masing-masing anggota tentang peninjauan kembali
terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dan saling berbagi (sharing) baik
dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh. Terdapat tiga kata kunci dalam
kemitraan, yaitu: (1) Kerja sama antara kelompok, organisasi dan individu, (2)
Bersama-sama mencapai tujuan tertentu yang disepakati bersama, (3) Saling
menanggung resiko dan keuntungan.
29
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hatta, dkk (2013) tentang peran
dokter dalam pelayanan maternal di Puskesmas Kota Yogyakarta menunjukkan
bahwa berdasarkan analisis univariat ditemukan peran dokter dalam pelayanan
maternal di puskesmas ada 61,1% responden yang tidak setuju bila ibu hamil
tanpa komplikasi untuk partus di bidan, dan 77,8% responden tidak setuju bila
bidan melakukan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi kelainan pada infant.
Terdapat 66,7% dokter tidak setuju bila ibu hamil bebas memilih tempat
melahirkan di rumah atau fasilitas kesehatan dan 94,4% responden setuju pada
kebijakan pemerintah yang mengharuskan ibu hamil partus di fasilitas kesehatan.
Di dapati pula ada 83,3% responden mengatakan bahwa beban kerjanya ringan
dan 50% berpendapat tidak ada potensi sengketa antara profesi bila berperan
dalam pelayanan maternal.
2.2 Konsep Dan Kerangka Berpikir
2.2.1 Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari SJSN yang
diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang
bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah yang sudah terlaksana mulai 1
Januari 2014 untuk masyarakat umum. JKN yang ditawarkan berupa: jaminan
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan
jaminan kematian. Negara Indonesia menuju Universal Health Coverage (UHC)
30
berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 13
menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban ikut serta dalam program jaminan
kesehatan sosial.
2.2.2 Konsep Bidan Praktek Mandiri
Bidan Praktek Mandiri (BPM) merupakan bentuk pelayanan kesehatan
secara mandiri yang dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan
kepada masyarakat. Kegiatan pelayanan yang diberikan haruslah sesuai dengan
standar, kewenangan dan kompetensi yang dimilikinya. Bidan dalam menjalankan
kegiatan praktek kebidanan pada sarana kesehatan pribadinya diwajibkan untuk
mempunyai Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) yang di keluarkan oleh dinas
kesehatan kabupaten. Regulasi pelayanan praktek bidan meliputi perijinan,
tempat, ruangan, peralatan praktek dan kelengkapan administrasi.
Bidan sebagai tenaga yang professional harus mampu bertanggung jawab
secara akuntabel, bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan
asuhan kebidanan selama kehamilan, saat menolong persalinan dan perawatan
bayi baru lahir, saat masa nifas hingga perawatan bayi, balita dan anak prasekolah.
Asuhan yang diberikan berupa preventif , promotif serta kuratif untuk mendeteksi
komplikasi resiko tinggi pada ibu dan anak terhadap akses bantuan medis dan
bantuan lain yang sesuai serta kemampuan melaksanakan tindakan dan rujukan
terhadap kasus kegawat daruratan kebidanan.
Tugas bidan juga diharapkan mampu memberikan konseling termasuk
pendidikan kesehatan pada individu dan keluarga tentang asuhan kehamilan,
peran sebagai orang tua, kesehatan reproduksi serta persiapan biaya melahirkan
31
dan pengasuhan anak. Bidan diharapkan mampu menjadi fasilitator dan motivator
pada perempuan dan keluarga dalam mempersiapkan keuangan atau biaya untuk
melahirkan sehingga pada saat melahirkan ibu merasa aman dan nyaman karena
sudah ada persiapan untuk melahirkan.
2.2.3 Konsep Faktor Individual
Faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang berhubungan dengan
sikap orang tersebut terhadap pengambilan keputusan dalam pekerjaannya. Faktor
individual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tentang pengetahuan
seorang BPM tentang program JKN yang berhubungan dengan motivasi dan
harapan bidan untuk ikutserta berpartisipasi pada program JKN.
2.2.4 Konsep Faktor Struktural
Faktor struktural sangat berperan dalam mensukseskan keberhasilan suatu
program. Dukungan dari organisasi dan pemerintah berupa dorongan,
penghargaan serta kenyamanan akan sangat membantu bidan untuk ikut
berpartisipasi dalam program JKN. Kebijakan-kebijakan yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan JKN dari pemerintah haruslah dapat memberikan
kepastian terhadap pelaksanaan program dan sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan.
2.3 Landasan Teori
Menurut Kurt Lewin (1970) mengemukakan bahwa suatu keseimbangan
antara berbagai kekuatan pendorong (driving forces) dan berbagai kekuatan
penahan (restraining forces) membentuk perilaku seseorang. Model teori Kurt
Lewin dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini.
32
Gambar 2.1 Skema Teori Kurt Lewin
Sumber : Teori Kurt Lewin dalam Notoatmodjo, 2003.
Adanya ketidakseimbangan antara kekuatan pendorong dan kekuatan
penahan tersebut di dalam diri seseorang menyebabkan perubahan perilaku,
sehingga kemungkinan tiga perubahan perilaku pada diri seseorang adalah sebagai
berikut:
a. Meningkatnya kekuatan-kekuatan pendorong.
Keadaan ini dapat terjadi karena adanya rangsangan-rangsangan yang
mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku. Rangsangan ini berupa
sosialisasi, konseling, penyuluhan, pemberian informasi tentang hal yang
berkaitan dengan perilaku tersebut.
b. Menurunnya kekuatan penahan.
Keadaan ini disebabkan oleh melemahnya stimulus yang menyebabkan
menurunnya kekuatan penahan.
c. Meningkatnya kekuatan pendorong dan menurunnya kekuatan penahan
sehingga menyebabkan perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2012).
33
Bentuk-bentuk perubahan pada seseorang antara lain :
1) Perubahan alamiah (natural change) : perubahan seseorang karena
alamiah yang disebabkan oleh lingkungan disekitarnya.
2) Perubahan terencana (planned change) : perubahan yang memang telah
direncanakan oleh yang bersangutan.
3) Kesiapan untuk berubah (readiness): perubahan melalui proses internal
pada seseorang, dimana proses internal ini berbeda pada masing-masing
individu.
34
2.4 Model Penelitian
Model penelitian ini menggunakan teori Kurt Lewin untuk mengetahui
tentang faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan
BPM pada program JKN:
Gambar 2.2Faktor Individual dan Struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek
Mandiri
pada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Keikutsertaan Bidan Praktek Mandiripada Program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
Faktor Penghambat BPM ikut berperan dalamProgram JKN :
1. Faktor Individual(sosialisasi JKN, jumlah klaimpembayaran, prosedur klaim)
2. Faktor Struktural(kebijakan dan dukungan program)
Faktor pendorong BPM ikut berperan dalamProgram JKN :
1. Faktor Individual(pengetahuan, motivasi dan harapan)
2. Faktor Struktural(prosedur kerja sama, proses klaim, danproses administrasi)
top related