bab i pendahuluan a. latar...
Post on 11-Jul-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kecamatan Tawangsari merupakan salah satu lokasi yang memiliki potensi
arkeologi. Secara administratif Tawangsari berada di bagian selatan Kabupaten
Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Kecamatan Tawangsari
terletak pada lokasi yang strategis karena berada di celah Perbukitan Batur Agung
yang menghubungkan Gunungkidul (Kec. Ngawen dan Semin) dengan dataran
aluvial Sukoharjo khususnya sepanjang aliran Kali Dengkeng hingga aliran Kali
Bengawan Solo.
Seperti yang telah diketahui bahwa Gunungkidul dan aliran kali Bengawan
Solo merupakan salah satu kawasan yang memiliki potensi arkeologi yang cukup
besar. Kawasan Gunungkidul memiliki situs-situs penting baik berupa situs
penguburan megalitik maupun situs candi. Situs megalitik yang dimaksud antara lain
Situs Sokoliman, Kajar, Gondang, Playen, Bleberan dan Gunungbang. Tinggalan
masa klasik berupa candi yaitu Candi Ngawen di Kecamatan Ngawen dan Candi
Risan di Kecamatan Semin. Secara topografis lokasi situs-situs tersebut memiliki ciri
yang sama dengan daerah perbukitan di Kecamatan Tawangsari bagian selatan
yaitu berbukit-bukit dan gersang.
Berdasar informasi dari masyarakat, benda-benda arkeologis di Kecamatan
Tawangsari sering ditemukan baik secara tidak sengaja maupun dengan sengaja
dicari oleh para penggali liar. Sering secara tidak sengaja ditemukan di halaman
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
rumah saat menggali tanah untuk membuat tempat pembuangan sampah. Namun
tidak jarang pula masyarakat setempat secara sengaja berburu artefak dengan
melakukan penggalian liar di lokasi-lokasi yang dianggap berpotensi. Para penggali
liar tersebut oleh masyarakat lebih dikenal dengan istilah tukang ndudhuk. Bagi
mereka, penggalian liar ini di jadikan sebagai mata pencaharian, karena benda-
benda yang mereka temukan memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Puncak
kepopuleran profesi tukang ndudhuk terjadi pada tahun 1970 hingga 1980-an. Pada
masa kepopuleran profesi tersebut, artefak-artefak emas masih mudah ditemukan.
Kini profesi tersebut telah berada pada generasi ketiga dengan kegiatan perburuan
yang tidak seramai generasi pertama.
Dari informasi yang telah diperoleh, penulis melakukan beberapa kali
pengamatan dan wawancara dengan beberapa warga mengenai keberadaan data
arkeologi dan aktifitas penggali liar. Salah satu hasil pengamatan yang penting
adalah berhasil dikumpulkannya sejumlah besar manik-manik, baik melalui
pembelian kepada warga masyarakat maupun penemuan di lapangan. Selain
temuan manik-manik tersebut, penulis juga mengamati beberapa jenis temuan yang
masih disimpan oleh penduduk berupa benda-benda perunggu, besi, gerabah, dan
artefak batu.
Lokasi penemuan benda-benda arkeologis yang dikumpulkan oleh warga
tersebut sudah kehilangan konteksnya, karena sudah terlalu lama terkumpul dan
berasal dari lokasi yang berbeda-beda. Berdasarkan informasi dari warga setempat
terdapat beberapa titik konsentrasi tinggalan arkeologis di Kecamatan Tawangsari.
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
Temuan manik-manik di wilayah Tawangsari ini akan dijadikan objek kajian
utama penelitian. Dari survei di lapangan, diperoleh manik-manik berjumlah 769
butiran utuh dan 4 fragmen, beberapa diantaranya telah dironce (dirangkai) oleh
masyarakat menjadi 4 untaian kalung. Manik-manik tersebut diperoleh dari temuan
permukaan oleh penulis dan pembelian dari masyarakat.
Manik-manik merupakan butiran-butiran kecil berlubang yang dibuat dari
berbagai jenis bahan yang biasanya dirangkai menjadi sebuah kalung atau
perhiasan lain oleh manusia. Manik-manik kerap kali ditemukan di situs-situs
arkeologi baik Prasejarah, Hindu-Budha, maupun Islam. Manik-manik memiliki
potensi cukup besar untuk mengungkap aspek-aspek kebudayaan masa lalu.
Wiyana (1998:1) menyatakan bahwa manik-manik tidak hanya sebuah benda kecil
berlubang yang berfungsi sebagai hiasan saja, namun lebih dari itu manik-manik
merupakan produk budaya. Produk yang mengandung banyak informasi mengenai
perilaku manusia masa lalu yang berkaitan dengan interaksi sosial, kepekaan
estetika, serta kepercayaan agama yang bersifat magis.
Manik-manik yang ditemukan di Tawangsari merupakan temuan permukaan
dan hasil penggalian liar oleh masyarakat, sehingga konteksnya sudah hilang.
Namun demikian, keberadaannya diperkuat dengan temuan lain berupa gerabah,
alat-alat besi, benda-benda perunggu yang telah ditemukan sebelumnya, dapat
mengindikasikan bahwa temuan tersebut berkaitan dengan situs permukiman.
Kemungkinan hal ini sama dengan manik-manik yang ditemukan pada Situs
Gunungbang di Kabupaten Gunungkidul. Temuan manik-manik Gunungbang juga
telah kehilangan konteks. Sehingga analisis fungsi hanya didasarkan pada konteks
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
keberadaan temuannya yang berada di situs penguburan. Dengan demikian, dapat
diasumsikan bahwa manik-manik tersebut sebagai bekal kubur (Nugrahani, 1999).
Analisis terhadap manik-manik dapat dikaji dari masa pembuatan, teknologi,
penyebaran, fungsi, serta bahan pembentuknya. Di negara-negara seperti Filipina,
Jepang, India, Inggris, Perancis, Belanda, Swedia, dan Amerika penelitian terhadap
manik-manik sudah banyak dilakukan. Analisis laboratoris, tipologis, ethnografis, dan
eksperimental sudah mampu mengungkap berbagai masalah.Berdasarkan
persebaran manik-manik jenis tertentu atau yang memiliki unsur-unsur kimiawi
tertentu di suatu daerah dapat diungkapkan tentang kegiatan perdagangan yang
berlangsung pada masa itu (Panggabean, 1983).
Selain itu, unsur keindahan manik-manik dapat menggambarkan tingkat
kepandaian teknologi masyarakat pembuatnya. Bentuk manik-manik dapat
menggambarkan dan menerangkan kegiatan atau kebiasaan masyarakat
pembuatnya. Selain itu, studi manik-manik dalam geografis tertentu dapat memberi
gambaran tentang letak-letak permukiman kuna, persebaran manusia, dan
pemilihan atas lahan yang digunakan sebagai pemukiman. Demikian pula dengan
memperhatikan persamaan dan perbedaan kualitatif antara manik-manik dari
berbagai situs, dapat dilukiskan hubungan dagang antar pusat-pusat pemukiman.
Hal yang menyebabkan manik-manik penting untuk diteliti adalah karena artefak ini
memiliki siklus yang sangat panjang menembus periodisasi dari prasejarah hingga
sekarang (Wiyana, 1998:2).
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana tipologi manik-manik yang ditemukan di Situs Perengan dan
Situs Kopen Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa
Tengah berdasarkan bahan, bentuk, dan warna?
2. Apa latarbelakang keberadaan manik-manik di Situs Perengan dan Situs
Kopen?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipologi manik-manik yang
ditemukan di Situs Perengan dan Situs Kopen Kecamatan Tawangsari Kabupaten
Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah berdasarkan bahan, bentuk, dan warna.
Diharapkan dengan diketahui jenis bahan dan macam bentuk manik-manik di situs
tersebut dapat diperbandingkan dengan temuan manik-manik dari berbagai situs
arkeologi di Indonesia.
Setelah diketahui keragaman tipologi manik-manik dari situs-situs di
Kecamatan Tawangsari tersebut, maka akan diketahui asal-usul dan perilaku yang
melatarbelakanginya. Selain itu, dapat diketahui pula seberapa besar potensi
arkeologi di situs yang belum pernah diteliti tersebut. Hasil penelitian ini dapat pula
membuka ruang penelitian baru yang lebih mendalam di Kecamatan Tawangsari
Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah terutama di Situs Perengan dan Situs
Kopen.
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
D. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini menitikberatkan pada temuan manik-manik dari situs-situs di
Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Analisis
bahan, bentuk, dan warna menjadi pilar utama sebagai cara mengolah data. Data
yang digunakan berupa manik-manik hasil pengumpulan oleh penulis yang diperoleh
dari temuan permukaan dan pembelian dari masyarakat.
Temuan manik-manik dari situs ini kemudian dibandingkan dengan situs
penghasil manik-manik yang memiliki jenis temuan dan kondisi geografis yang mirip.
Situs-situs tersebut adalah beberapa situs yang berada di wilayah Gunungkidul
seperti, Situs Sokoliman, Situs Gunung Abang (Gunungbang), Situs Kajar, Situs
Gondang, Situs Bleberan, dan Situs Wanabuda.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Situs Perengan dan Situs Kopen di Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Jawa
Tengah merupakan situs baru, sehingga belum ada yang secara khusus membahas
manik-manik dari situs ini. Manik-manik merupakan temuan yang hampir merata di
seluruh kawasan Indonesia. Bahkan hingga saat ini, masyarakat tradisional masih
banyak yang menjadikan manik-manik sebagai benda berharga. Tulisan tentang
manik-manik di Indonesia sudah cukup banyak. Beberapa mengungkap manik-
manik dengan berbagai analisis, seperti analisis laboratoris, tipologis, ethnografis,
maupun eksperimental. Penulisan terlengkap dengan penjelasan mengenai motif
dan tipe manik-manik di Indonesia adalah karya Sumarah Adhyatman dan Redjeki
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
Arifin (1996) yang berjudul “Manik-manik di Indonesia”. Namun di dalam buku
tersebut tidak menjelaskan secara spesifik temuan dari daerah Tawangsari,
Sukoharjo, Jawa Tengah. Di dalamnya hanya disebutkan bahwa manik-manik batu
kornelian dari selatan Solo adalah kualitas terbaik.
Selain itu, tulisan D.S. Nugrahani (1999) dalam artikel “Analisis Manik-Manik
Gunungbang”. Dalam artikel ini dijelaskan mengenai klasifikasi, bahan dan cara
pembuatan, serta indikasi fungsinya dimasa lalu. Selain sebagai perhiasan, manik-
manik juga dikaitkan sebagai simbol status dan merupakan bagian dalam upacara
penguburan.
Karya ilmiah yang juga membahas tentang manik-manik adalah skripsi sarjana
yang di tulis oleh Rusmeiyani Setyorini (1990) yang berjudul “Manik-manik di
Beberapa Situs Gunungkidul (Kajian Tentang Teknologi dan Tipologi)”. Tulisan
tersebut membahas tentang tipologi dan teknologi manik-manik dari beberapa situs
di Gunungkidul seperti Situs Sokoliman, Situs Gunung Abang (Gunungbang), Situs
Kajar, Situs Gondang, Situs Bleberan, dan Situs Wanabuda.
F. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat eksploratif, yang berarti menjajagi potensi arkeologis di
suatu tempat untuk mengetahui sesuatu yang belum diungkap. Metode penalaran
yang digunakan ialah induktif, yakni penelitian berdasarkan pengamatan sampai
dengan penyimpulan, sehingga terbentuk generalisasi empirik (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008:20) berdasarkan sifat penelitian tesebut
maka penelitian ini akan melewati tahap sebagai berikut:
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
1. Tahap Pengumpulan Data
Data arkeologi diperoleh peneliti dari hasil pengamatan dan
analisisnya atas tinggalan arkeologi yang bersifat fisik (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008:3). Data utama berupa manik-
manik yang dikumpulkan penulis pada survei lapangan pada bulan Agustus
2009. Untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian diperlukan data
pendukung berupa data pustaka, data survei, dan wawancara.
2. Tahap Analisis Data
Setiap data dianalisis baik data utama berupa manik-manik, data
survei, dan wawancara. Berikut adalah tahapan analisis manik-manik yang
menjadi data utama penelitian.
2.a. Analisis Bahan
Analisis bahan digunakan untuk mengungkap material dasar
artefak berdasarkan bahan baku, pengolahan bahan, teknik pengerjaan
sampai benda yang dihasilkan (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi Nasional, 2008:41). Tahap analisis ini juga menggunakan
metode pengamatan langsung dengan mata, baik secara mikroskopis
maupun makroskopis dengan bantuan lensa pembesar atau lup.
Dari analisis ini dihasilkan klasifikasi bahan dan cara pembuatan.
Menurut Nasruddin (1993:4), manik-manik dapat terbuat dari berbagai
bahan baku seperti logam, kaca, terakota, batu, kerang, tulang, gading,
gigi, dan biji-bijian. Secara umum, jenis bahan manik-manik dapat
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
dibedakan menjadi dua yaitu, bahan olahan dan bahan alami. Bahan
olahan adalah setiap jenis bahan yang dapat dijadikan sumber bahan
siap pakai bila telah melalui proses pengolahan terlebih dahulu, baik
penambahan maupun pengurangan unsur lain seperti logam, kaca, dan
terakota. Bahan alami ialah bahan yang langsung dapat digunakan
sebagai bahan manik-manik tanpa proses penambahan atau
pengurangan unsur lain. Termasuk dalam bahan alami adalah batu,
kerang, tulang, gading, gigi, dan biji-bijian. Cara pembuatan manik-
manik sangat bergantung pada bahan yang digunakan oleh
masyarakat pendukungnya.
2.b. Analisis Morfologi
Manik-manik termasuk dalam objek kajian khusus perhiasan.
Dalam objek kajian ini, analisis yang diperlukan adalah analisis
morfologi. Pengamatan dilakukan secara langsung dan pengukuran
secara detil meliputi, bentuk, warna, ukuran, dan variasinya. Dari
pengamatan ini akan dihasilkan klasifikasi.
Klasifikasi pertama adalah klasifikasi berdasar bentuk.
Penyebutan bentuk manik-manik menggunakan dasar Classification
and Nomenclatur of Bead and Pendants yang dibuat oleh Beck (1926).
Metode klasifikasi ini digunakan juga oleh Lois Sher Dubin (1987),
Sumarah Adyatman dan Redjeki Arifin (1993), Rusmeijani Setyorini
(1990) dan peneliti manik-manik lainnya.
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
Klasifikasi kedua adalah klasfikasi warna dan tingkat kejernihan.
Untuk manik-manik batu akan diklasifikasi berdasarkan jenis batu,
sedangkan untuk manik-manik kaca dibedakan menurut warna. Warna
dibedakan menjadi dua, yaitu Monokrom atau Polikrom. Penyebutan
warna menggunakan penyebutan warna secara umum. Kejernihan
dapat diketahui dengan cara meletakkan mineral pada suatu objek atau
cahaya. Bila objek terlihat kurang jelas, maka disebut Translucent,
apabila jelas maka disebut transparan, dan apabila tidak nampak sama
sekali disebut opaq.
Klasifikasi ketiga adalah klasifikasi ukuran. Setiap manik-manik
memiliki ukuran panjang, ukuran diameter luar, dan ukuran diameter
lubang. Karena tingkat variasi ukuran manik-manik yang sangat tinggi
maka diperlukan penyederhanan guna mempermudah penyebutan
ukuran. Penyederhanaan dilakukan dengan membagi ukuran manik-
manik tersebut menjadi beberapa kelompok berdasarkan perbandingan
panjang dengan diameter luar. Manik-manik disebut pipih jika panjang
kurang dari 1/3 diameter luar, pendek jika panjang antara 1/3 hingga
9/10 diameter luar, standar jika panjang antara 9/10 hingga 11/10
diameter luar, dan panjang jika panjang lebih dari 11/10 diameter luar
(Beck 1928, dikutip dari Setyotini 1990:19). Klasifikasi berikutnya
adalah klasifikasi diameter luar manik-manik dari sangat kecil, kecil,
sedang, dan besar.
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
2.c. Analisis Tipologi
Tipologi dibentuk atas dasar atribut-atribut yang dimiliki setiap
butir manik-manik yang telah diklasfikasikan. Manik-manik
dikelompokan bedasarkan bahan. Setiap kelompok bahan manik manik
dibagi dalam tipe-tipe berdasarkan klasifikasi bentuk, dan warna.
Pembagian dalam tipe-tipe tersebut dilakukan dengan pendekatan
intuitif. Dalam pendekatan ini atribut yang telah ditetapkan sebagai
kriteria dihubungkan. Manik-manik yang beratribut sama akan menjadi
satu tipe dan sebaliknya yang berbeda akan menjadi tipe lain. Tipe
tersebut berdasarkan bentuk dasar kemudian disusun lagi menjadi
variasi tipe berdasar warna (Setyorini 1990:71).
2.d. Analisis Komparasi
Pada tahap ini manik-manik dari Situs Kopen dan Perengan akan
dibandingkan dengan manik-manik yang berasal dari situs-situs di
Gunungkidul (Situs Sokoliman, Situs Gunungbang, Situs Kajar, Situs
Gondang, Situs Bleberan, dan Situs Wanabuda). Data manik-manik
dari situs-situs di Gunungkidul diperoleh dari hasil analisis Rusmeijani
Setyorini (1990) dan D.S Nugrahani (1999). Pemilihan Gunungkidul
sebagai pembanding karena dinilai memiliki karakter geografis yang
mirip. Dari perbandingan ini akan diketahui tentang hubungan antar
situs dan kesamaan latar belakang budaya. Selain itu, juga di
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
bandingkan dengan situs lain yang memiliki tipe manik-manik yang
sama (Arikamedu, Mantai, Klong Thom, Oc-eo, dan Karangagung).
3. Sintesa dan Kesimpulan
Dari penggabungan antara analisis di atas akan menghasilkan
kesimpulan yang dapat menjawab pertanyaan penelitian, mengenai tipologi
manik-manik berdasarkan bentuk, bahan, dan warna. Sedangkan latar
belakang keberadaan manik-manik akan terjawab dengan melakukan
perbandingan tipologi manik-manik situs Perengan dan Kopen dengan
manik-manik dari Gunungkidul.
G. Bagan Alir Penelitian
Grafik 1. Bagan Alir Penelitian
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
28
BAB III
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN, KECAMATAN
TAWANGSARI, SUKOHARJO, JAWATENGAH
A. Tinjauan Umum Manik-manik
Manik-manik merupakan benda kecil berlubang yang dapat dirangkai
menjadi sebuah kalung atau perhiasan lain. Manik-manik kerap kali ditemukan di
situs-situs arkeologi baik dari periode Prasejarah, Klasik (Hindu-Budha), maupun
Islam. Dibalik ukurannya yang kecil, manik-manik memiliki potensi cukup besar
untuk mengungkap aspek-aspek kebudayaan masa lalu. Manik-manik
merupakan produk budaya yang mengandung banyak informasi mengenai
perilaku manusia masa lalu yang berkaitan dengan interaksi sosial, kepekaan
estetika, serta kepercayaan agama yang bersifat magis (Wiyana, 1998:1).
Setiap benda yang dihasilkan oleh tangan manusia selalu memiliki makna
dan fungsi tersendiri, tidak tekecuali benda sekecil manik-manik. Manik-manik di
Indonesia memiliki peranan yang cukup penting karena ditemukan hampir
disetiap penggalian, terutama di daerah penemuan kubur-kubur prasejarah.
Dalam konteks arkeologi, unsur keindahan manik-manik dapat menggambarkan
tingkat kepandaian teknologi dan estetika seni. Dari segi bentuk dan bahan dapat
mengungkapkan kegiatan dan kegemaran masyarakat yang menggunakannya.
Selain itu studi tentang manik-manik dalam wilayah geografis tertentu dapat
memberikan kontribusi tentang gambaran letak-letak permukiman kuna.
Demikian pula dengan memperhatikan persamaan dan perbedaan kualitatif
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
29
antara manik-manik dari berbagai situs, dapat dilukiskan hubungan dagang antar
pusat permukiman tersebut (Nasrudin 1993/1994:3).
Penelitian secara mendalam mengenai manik-manik diawali oleh Horace
Beck pada tahun 1928 yang mempublikasikan tentang klasifikasi dan penamaan
manik-manik dan anting secara baku. Berikutnya pengkajian secara ilmiah
dilakukan oleh Alistair Lamb dan Tomb Harrison (Nasruddin 1993/1994:1,
Panggabean 1996:4). Kemudian W.N.G van der Sleen yang menjabarkan
tentang perdagangan manik-manik dan membuat rangkuman tentang jenis
manik-manik di dunia yang berjudul A Handbook on Beads (1973).
Teknik pembuatan suatu manik-manik sangat dipengaruhi oleh bahan
dasar manik-manik yang akan dibuat. Bahan dasar pembuatan manik-manik
dibagi menjadi dua, bahan alami dan bahan olahan. Bahan alami seperti batu
dibuat melalui serangkaian proses. Proses tersebut meliputi pembelahan,
pencercahan, pemotongan (cutting), pembentukan berbidang (faceting),
pembentukan bundar (rounding), dan penghalusan (polishing) (Gwinnett 1981:2
dikutip dari Nasrudin 1993/1994)
Batu yang biasanya dipilih sebagai bahan pembuat manik-manik adalah
batu yang memiliki kekerasan tinggi (hardstone) antara lain dari kuarsa dan
cristaline (rock crystal, amethyst, citrine), batu berserat, seperti microcrystalline
(chalsedon, agate, cornelian, onyx), atau butiran microcrystalline (jasper dan
rijang) (Nasruddin 1993/1994:4). Manik batu yang jamak ditemukan di situs-situs
arkeologi di Indonesia adalah cornelian/karnelian. Manik-manik karnelian
ditemukan dalam berbagai macam bentuk (Adyatman, 1996:20). Menurut hasil
van der Sleen, manik-manik karnelian ini sudah diproduksi di Cambay, Gujarat
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
30
sejak 7000 tahun yang lalu, hasil manik-manik karnelian Cambay kemudian
tersebar ke seluruh Eropa dan Asia (Sleen, 1973:56).
Dari survei yang dilakukan oleh Raffles (1817) tercatat di Jawa tidak ada
sumber material batu mulia, tetapi terdapat beberapa lokasi sumber batu
setengah mulia. Karnelian di Jawa ditemukan membujur kearah timur laut dari
Rangkasbitung ke Sukabumi, namun bukan merupakan kualitas terbaik. Kualitas
terbaik ditemukan di daerah selatan Solo dari Wonosari ke arah Malang, Jawa
Timur dengan warna merah gelap. Sumber batuan tersebut juga menghasilkan
agat dan kalsedon. Kemungkinan hasil eksploitasi material batuan karnelian
merah gelap dari selatan Solo diolah dan tersebar diberbagai situs arkeologi
Indonesia juga di beberapa negara tetangga (Francis, 1991:223). Untuk sumber
batuan hablur (rock crystal) terdapat di Tulung Agung, Jawa Timur (Adyatman,
1996:19) dan jenis batuan kuarsa lainnya di daerah Gombong, Jawa Tengah
(Francis, 1991:223).
Peta 2. Lokasi Sumber Bahan Baku Manik-manik Batu di Jawa (sumber: Peter Francis, 1991. dengan modifikasi oleh penulis)
Manik batu seperti kalsedon, jasper, dan batu keras lainnya sangat sering
dijumpai dalam kondisi utuh, di mana manik-manik digunakan sebagai benda
religius yang memiliki unsur magis dan sebagai alat jual-beli, seperti yang masih
dilakukan di Papua (Hughes 1977:175 dalam Francis 1991:221) dan Timor
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
31
(Soejono 1984: 286). Pada abad ke-17-19 M, bangsa Eropa menukar manik-
manik kaca dengan kulit binatang di Amerika Utara, dengan rempah-rempah di
Indonesia, serta dengan emas, gading, dan budak di Afrika (Dubin, 1987:17)
Bahan olahan untuk manik-manik yang paling sering ditemukan di
Indonesia adalah kaca. Di Mesir, manik-manik kaca yang ditemukan
diperkirakan berumur 2.500 SM, sedangkan bukti-bukti berupa perbengkelan
manik-manik kaca ditemukan oleh Flinders Petrie di Situs Tell el Amarna yang
berusia sekitar 1365 SM. Berdasarkan temuan tersebut, para ahli arkeologi
berpendapat bahwa kaca pertama kali diproduksi di Mesir. (Sleen 1967 dikutip
dari Nasruddin 1993/1994:4).
Manik-manik kaca dibuat dari unsur silika (SiO2) dengan campuran-
campuran lain sebagai pewarna. Teknik pembuatan manik-manik kaca dibagi
menjadi tiga. Teknik pertama adalah teknik tarik (drawn). Teknik ini dilakukan
dengan cara menarik gumpalan kaca panas dengan dua tongkat besi hingga
menjadi pipa kaca kemudian dipotong-potong menjadi manik-manik. Teknik
kedua adalah teknik putar (wound). Dengan teknik ini gumpalan kaca panas
yang telah berbentuk tali dililitkan pada kawat besi. Bila sudah terbentuk maka
lilitan kaca tersebut dilepaskan dengan cara didinginkan. Dalam proses
pendinginan, kawat besi akan menyusut dan manik-manik kaca akan terlepas
dengan sendirinya. Teknik terakhir adalah dengan teknik cetak (mould). Teknik
ini dapat dilakukan dengan cetakan. Dalam proses pembentukan, cetakan itu
diisi dengan kaca cair, setelah dingin kaca akan menjadi padat dan berbentuk
sesuai cetakan.
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
32
Gambar 1. Manik-manik Tarik (kiri) dan Manik-manik Putar (kanan) (Sumber:Peter Francis, 1987)
Di Indonesia, manik-manik yang sering ditemukan adalah manik-manik
tarik dan putar (lihat Gambar 1). van der Sleen menyebut kedua jenis manik-
manik tersebut dengan nama Trade Wind. Istilah tersebut juga digunakan oleh
Davidson yang kemudian berkembang menjadi Trade Wind Beads Chemical
Group untuk penyebutan manik-manik Trade Wind yang mengandung uranium.
Namun, karena perbedaan antara manik-manik kaca tarik dan putar sangat jelas,
Peter Francis memberikan istilah baru yaitu Indo-Pacific Beads untuk manik-
manik kaca tarik monokrom. Sedangkan istilah Chinese “coil” Beads digunakan
untuk manik-manik putar Cina (Nasrudin 1993/1994:6).
Manik-manik Indo-Pacific pertama diproduksi di Arikamedu, kemudian
berkembang situs-situs industri di India, Mantai (Srilanka), Klong Thom (Thailand
selatan), Oc-eo (Vietnam), hingga timur jauh (Malaya). Di Indonesia, manik-
manik Indo-pacific tertua ditemukan di situs Gilimanuk, Bali dengan perhitungan
radio karbon 1872 ± 86 SM. Kuat dugaan manik-manik tersebut berasal dari
Arikamedu. Situs-situs industri lainnya berperan sebagai pensuplai manik-manik
Indo-pacific di Asia Tenggara setelah Arikamedu tidak lagi berproduksi (Francis,
1991:224).
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
33
Peta 3. Persebaran Situs Industri Manik-manik Kaca Indo-Pacific
(sumber: Peter Francis, 1990)
Manik-manik dapat ditemukan hampir di seluruh situs arkeologi di
Indonesia, sehingga diyakini bahwa manik-manik memiliki peranan yang cukup
panjang dalam kehidupan manusia. Sejak zaman prasejarah, manik-manik dinilai
menjadi bagian yang sangat penting dalam upacara penguburan. Hal tersebut
nampak pada temuan manik-manik di berbagai situs kubur seperti di Pasemah,
Anyer, Bondowoso, Gilimanuk, Gunungkidul, Kelapadua, Kramatjati, Matesih,
Pasir Angin, Plawangan, Sangiran, Besuki dan lain-lain (Adyatman, 1996:1;
Panggabean 1982:133; Soejono 1993:286,).
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
34
Foto 10. Manik-manik Prasejarah dari Gunungkidul
(Sumber: Rusmeijani Setyorini, 1990)
Penggunaan manik-manik terus berlanjut pada masa klasik Indonesia
(500M-1500M). Pada masa itu manik-manik sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai perhiasan maupun perlengkapan upacara keagamaan.
Manik-manik dalam jumlah besar pernah ditemukan di situs Muara Jambi,
Palembang (Adyatman 1996:1) dan sedikit di Candi Plaosan. Penggunaan
manik-manik pada masa klasik dapat terlihat dalam penggambaran ikon pada
masa klasik dan temuan artefaktual. Tokoh-tokoh yang digambarkan dalam relief
candi maupun dalam bentuk arca banyak digambarkan mengenakan perhiasan
berupa rangkaian manik-manik (Kempers, 1959; Fontein, 1990 dikutip dari
Nugrahani 2005).
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
35
Foto 11. Relief Seorang Wanita Menggunakan Kalung Manik-manik di Candi
Borobudur (sumber: Bernet Kempers 1959, dikutip dari Adyatman 1996:2)
Manik-manik tersebar hampir di seluruh pelosok Indonesia. Situs
penghasil manik-manik di Sumatera antara lain, Barus, Natal, Padangsidempuan,
Nias, Pasemah, Kroe, daerah Lampung, Bengkulu, Palembang, Tebingtinggi,
Mesoji, Mentawai, dan Situs Karang Agung di Sumatera Selatan (Panggabean
1982:133, Hardiati 2002:164). Manik-manik yang merupakan hasil dari
penggalian arkeologi hanya berasal dari Pasemah (Panggabean 1982:133).
Di Pulau Jawa, manik-manik juga ditemukan di berbagai daerah. Di
daerah Jawa bagian barat, manik-manik ditemukan di daerah Jakarta,
Kelapadua, Kramatdjati, Tangerang, Bekasi. Daerah Karawang,
Rengasdengklok, Bogor, Segelaherang (Subang), Pegadenbaru (Cirebon),
Rajadesa (Kuningan), Indramayu, Majalengka, Cijejer (Sumedang), Tenjola
(Cicalengka) (Van der Hoop 1941:262-263 dikutip dari Panggabean 1982:134).
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
36
Manik-manik hasil ekskavasi berasal dari situs Pasir Angin, sebagian
Keramatdjati dan Kelapa Dua. Di Jawa Tengah, manik-manik ditemukan di
daerah Yogyakarta dan sekitarnya, daerah pegunungan Dieng, Banyumas,
Sangiran, Surakarta, Kudus, Rembang, Gunung Wingko, Gunungkidul dan lain-
lain. Manik-manik yang merupakan hasil penggalian adalah yang berasal dari
Gunung Wingko, Rembang, Matesih, Kudus, dan beberapa situs di Gunungkidul
(Laporan Penelitian Pus. P3N 1975,1976 dan Laporan Penelitian Tim PTKA
Gunungkidul 1998,1999). Manik-manik dari Jawa Timur ditemukan di Madiun,
Bojonegoro, Malang, Bondowoso, Besuki, Trowulan, dan lain-lain. Manik-manik
hasil penggalian ditemukan di Trowulan, Mojokerto, sedangkan di Bali sebagian
manik-manik ditemukan bersama sarkofagus. Penggalian sistematis dengan
temuan manik-manik adalah di situs Gilimanuk. Penelitian telah dilaksanakan
pada tahun 1963, 1964, 1973, dan 1977 (Panggabean 1982:134; Soejono
1993:286).
Penemuan manik-manik di luar Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali meliputi
Kalimantan, Sulawesi, Sumba, Papua, dan Kepulauan Maluku. Di Kalimantan,
manik-manik hampir ditemukan di setiap daerah, antara lain Sintang, Sanggau,
Sekadolo, Gunungrabur, Kutai, Samarinda, dan Banjarmasin. Di Sulawesi antara
lain, daerah Maros, Makassar, dan Pulau Talaud terdapat manik-manik dari hasil
ekskavasi. Di Pulau Sumba pernah ditemukan di Parsi Ngonggo dan di Flores
seperti Ngada dan Manggarai. Di Papua ditemukan di daerah sekitar Danau
Sentani, bahkan hingga saat ini beberapa suku pedalaman juga masih
mempergunakannya, begitu pula di Kepulauan Maluku yang mempergunakan
jenis tertentu untuk keperluan upacara adat. Di Maluku, manik-manik juga
ditemukan di Ambon, Seram, Tanimbar, dan Kei (Panggabean 1982:134)
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
37
B. Klasifikasi Manik-manik Situs Perengan dan Kopen
Dalam kehidupan manusia, manik-manik memiliki kronologi yang cukup
panjang. Dapat dikatakan keberadaan manik-manik sejajar mengiringi perjalanan
kehidupan manusia. Dalam kurun waktu yang lama, manik-manik mengalami
perkembangan tren dan teknologi sejalan dengan perkembangan manusia.
Dengan demikian, menjadikan manik-manik memiliki ragam jenis yang
bermacam-macam. Sehingga untuk mengenali ragam jenis manik-manik yang
beraneka macam tersebut diperlukan pengklasifikasian.
Berikut adalah pengklasifikasian yang dilakukan pada manik-manik Situs
Pereng dan Situs Kopen:
B.1. Klasifikasi Bahan
Hampir semua jenis benda padat dapat dijadikan bahan manik-manik
seperti logam, kaca, terakota, batu, kerang, tulang, gading, gigi, dan biji-bijian.
Namun yang seringkali ditemukan dari situs-situs di Indonesia adalah batu, kaca,
dan logam. Secara umum, jenis bahan manik-manik dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, bahan alami dan bahan olahan (Nasruddin, 1993/1994:4).
Bahan alami ialah bahan yang langsung dapat digunakan sebagai bahan
manik-manik tanpa proses penambahan atau pengurangan unsur lain. Termasuk
dalam bahan alami adalah batu, kerang, tulang, gading, gigi, dan biji-bijian.
Proses yang dilakukan hanya pembentukan dan pelubangan, tanpa melalui
proses pencampuran. Sedangkan bahan olahan adalah setiap jenis bahan yang
dapat dijadikan sumber bahan siap pakai bila telah melalui proses pengolahan
terlebih dahulu, baik penambahan maupun pengurangan unsur lain seperti
logam, kaca, dan terakota.
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
38
Manik-manik dari Situs Kopen dan Perengan yang masih dapat
diidentifikasi berjumlah 769 butir. Dari keseluruhan jumlah tersebut, dapat
diklasifikasikan menurut bahan dari kaca sejumlah 96% dan 4% lainnya
berbahan batu (lihat Grafik 2).
BAHAN MANIK-MANIK Jumlah
Kaca 742
Batu 27
Jumlah 769
Tabel 4. Bahan Manik-manik Situs Perengan dan Kopen
Grafik 2. Diagram Persentase Bahan Manik-manik di Situs Perengan dan
Kopen
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
39
B.2. Klasifikasi Bentuk
Penyebutan bentuk manik-manik menggunakan Classification and
Nomenclatur of Bead and Pendants yang dibuat oleh Beck (lihat Gambar 2).
Klasifikasi tersebut banyak digunakan sebagai rujukan oleh para peneliti manik-
manik di antaranya, Lois Sher Dubin (1987), Indraningsih Panggabean (1982),
Sumarah Adyatman dan Redjeki Arifin (1996), dan Rusmeijani Setyorini (1990).
Gambar 2. Beberapa bentuk manik-manik dalam Classification and Nomenclatur
of Bead and Pendants, Horace C. Beck (1928) (sumber: Lois Sher Dubin, 1987, dengan modifikasi oleh penulis)
a. Manik-manik Batu
Manik-manik batu dari Situs Perengan dan Kopen terdiri dari beberapa
bentuk. Bentuk cakram silinder mendapat porsi terbesar dengan jumlah
29,63%. Sedangkan berbentuk bulat sebanyak 22,22%, kerucut ganda segi
enam dan kerucut ganda segi empat masing masing 14,82%, kerucut ganda
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
40
7,41%. Jumlah paling sedikit adalah manik-manik berbentuk tabular, bulat
dempak, dan cincin dengan jumlah masing-masing 3,70% (lihat Grafik 3).
Grafik 3. Persentase Bentuk Manik-manik Batu Situs Perengan dan Kopen
b. Manik-manik kaca
Manik-manik kaca yang ditemukan di Situs Perengan dan Kopen
didominasi oleh bentuk cakram silinder yaitu sebesar 74,50%; selanjutnya
berbentuk silinder 8,92%, tong 6,20%, pipa 5,39%, cincin 3,24 %, bulat
dempak 0,81%, manik-manik beruas dan elips masing-masing 0,27%, dan
masing-masing 0,14% untuk bentuk kerucut ganda segi empat, kerucut ganda
segi enam, dan manik-manik berleher (lihat Grafik 4).
Grafik 4. Persentase Bentuk Manik-manik Kaca Situs Perengan dan Kopen
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
41
B.3. Klasifikasi jenis batu (manik-manik batu) dan warna (manik-manik kaca)
a. Manik-manik Batu
Manik-manik batu di Situs Perengan dan Kopen terbuat dari beberapa
jenis batuan. Hasil analisis menunjukkan 48% manik-manik batu yang
ditemukan adalah karnelian. Selanjutnya 33% berupa batu gamping, 11%
agate, 4% masing masing kalsedon hijau dan batuan hablur (rock crystal)
(lihat Grafik 5).
Grafik 5. Persentase Jenis Batuan Manik-manik Batu Situs Perengan dan Kopen
b. Manik-manik Kaca
Berdasarkan warna, manik-manik kaca dibedakan menjadi dua jenis yaitu
manik-manik monokrom dan manik-manik polikrom. Di Situs Perengan dan
Kopen ditemukan manik monokrom sejumlah 740 butir dan manik-manik
polikrom 2 butir. Selanjutnya, manik-manik diklasifikasikan berdasarkan warna
dasarnya.
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
42
Grafik 6. Persentase Warna Manik-manik Kaca Situs Perengan dan Kopen
Dari grafik di atas (Grafik 6) sangat jelas terlihat bahwa manik-manik
berwarna merah kecoklatan sangat mendominasi dengan 74,80%. Jumlah
yang lebih sedikit yaitu warna hijau 5,66%; biru tua 5,12%; hitam 3,91%;
kuning 3,37%, jingga dan kuning tua masing-masing 1,90%; putih 0,94%; biru
0,67%; hijau muda dan biru muda masing-masing 0,27%. Jumlah terkecil
adalah manik-manik warna hijau tua, coklat, hitam bergaris putih, dan emas
berlapis kaca dengan persentase masing-masing 0,13%.
B.4. Kejernihan
Sifat kejernihan dapat diketahui dengan cara meletakan mineral pada
suatu objek. Bila obyek terlihat kurang jelas maka disebut Translucent, apabila
jelas maka disebut Transparan, dan apabila tidak nampak sama sekali disebut
Opaq.
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
43
Grafik 7. Persentase Tingkat Kejernihan Manik-manik Batu Situs Perengan dan
Kopen
Grafik 8. Persentase Tingkat Kejernihan Manik-manik Kaca Situs Perengan dan
Kopen
Dari grafik di atas nampak bahwa manik-manik batu didominasi oleh
batuan translucent (81%). Batuan translucent ini terdiri dari batuan kalsedon,
karnelian, dan agate. Sedangkan transparan (4%) dimiliki oleh batuan hablur.
Sedangkan opaq (4%) dimiliki oleh batuan gamping (Grafik 7). Untuk manik-
manik kaca didominasi oleh manik opaq sebesar (94%), diikuti translucent (5%),
dan trasparan (1%) (Grafik 8).
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
44
B. 5. Klasifikasi ukuran
Setiap manik-manik memiliki ukuran panjang, ukuran diameter luar, dan
ukuran diameter lubang. Panjang (pj) adalah jarak antara kedua ujung bidang
lubang. Diameter luar (dlr) adalah jarak antara kedua sisi perimeter bidang
panjang, dan diameter lubang (dlg) adalah jarak kedua sisi perimeter bidang
lubang (lihat Gambar 3).
Gambar 3. Data Ukur Manik-manik
(Digambar oleh penulis)
Tingkat variasi ukuran manik-manik yang sangat tinggi sehingga
diperlukan penyederhana guna mempermudah penyebutan ukuran. Penyeder-
hanaan dilakukan dengan membagi ukuran manik-manik tersebut menjadi
beberapa kelompok sebagai berikut:
a. Berdasarkan perbandingan antara panjang (pj) dengan diameter luar (dlr)
(Beck 1928:2-3, dikutip dari Setyorini 1990:19):
- Pipih jika panjang kurang dari 1/3 diameter luar
- Pendek jika panjang antara 1/3 hingga 9/10 diameter luar
- Standar jika panjang antara 9/10 hingga 11/10 diameter luar
- Panjang jika panjang lebih dari 11/10 diameter luar
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
45
Grafik 9. Persentase Ukuran Perbandingan Panjang dan Lebar Manik-manik
Batu Situs Perengan dan Kopen
Grafik 10. Persentase Ukuran Perbandingan Panjang dan Lebar Manik-manik
Kaca Situs Perengan dan Kopen
Persentase ukuran manik-manik batu dan kaca terdapat persamaan.
Kedua bahan tersebut sama-sama didominasi oleh manik pendek, yaitu 44%
(batu) dan 76% (kaca). Persamaan lain adalah sama-sama memiliki 4% untuk
manik-manik pipih. Manik-manik batu memiliki kelompok ukuran yang lebih
bervariasi yaitu 33% panjang dan 19% standar. Manik-manik kaca terdiri dari
10% masing-masing untuk panjang dan standar (Grafik 9 dan Grafik 10).
b. Berdasarkan ukuran diameter luar (dlr)
Manik-manik batu dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kecil, sedang, dan
besar. Sedangkan untuk manik-manik kaca dibagi menjadi empat kelas,
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
46
sangat kecil, kecil, sedang, dan besar (lihat Tabel 5). Penentuan interval (i)
setiap kelas dihitung menggunakan rumus:
Klasifikasi Manik-manik Batu (cm)
Manik-manik Kaca (cm)
Sangat Kecil - 0,20 - 0,39 Kecil 0,4 – 1,17 0,40 - 0,59
Sedang 1,18 – 1,95 0,60 – 0,79 Besar ≥ 1,96 ≥ 0,80
Tabel 5. Klasifikasi Ukuran Manik-manik Situs Perengan dan Kopen
Grafik 11. Persentase Ukuran Diameter Manik-manik Batu Situs Perengan dan
Kopen
Grafik 12. Persentase Ukuran Diameter Manik-manik Kaca Situs Perengan dan
Kopen
Menurut grafik klasifikasi diatas (Grafik 11 dan 12), manik-manik batu
terbagi menjadi tiga kelompok ukuran yaitu kecil 63%, sedang 33%, dan besar
4%. Sedangkan manik-manik kaca terdiri dari 45,42% sangat kecil, 41,11% kecil,
11,19% sedang, dan 2,28% besar.
MANIK-MANIK SITUS PERENGAN DAN KOPEN KECAMATAN TAWANGSARI, KABUPATENSUKOHARJOJAWA TENGAHYULIADI TUNJUNG PRIAMBADAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
top related