bab i napza
Post on 19-Jul-2015
76 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5/16/2018 BAB I NAPZA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-napza 1/9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lain (selanjutnya disebut napza) merupakan problema kompleks yang
penatalaksanaannya melibatkan banyak bidang keilmuan (medik dan non-medik).
Penatalaksanaan seseorang dengan ketergantungan napza merupakan suatu proses
panjang yang memakan waktu relatif cukup lama dan melibatkan banyak profesi danparaprofesi (onal).
Intervensi medik dalam penatalaksanaan ketergantungan napza juga mempunyai
keterbatasan. Ruang lingkup kerja profesi medis yang relatif terbatas (sebagian hanya
bekerja di klinik, rumah sakit atau di tempat praktek), kurangnya SDM yang
berpengalaman dan profesional dalam bidang adiksi, tidak adanya jejaring rujukan
yang mapan merupakan beberapa faktor penghambat. Di samping itu, juga cukup
banyak faktorfaktor luar yang mengganggu proses pemulihan pasien, misalnya:
dukungan keluarga dan/atau kelompok sebaya yang tidak selamanya positif, tawaran
pengedar, kepatuhan pasien pada program terapi medik, dan lain-lainnya. Umumnya
faktor - faktor tersebut di luar kendali medik. Napza terdiri atas berbagai macam zat
yang mempunyai efek berbeda-beda; berdasarkan pengaruhnya pada tubuh dan
perilaku digolongkan atas:
Depresan seperti: opioida
Sedatif-hipnotik: diazepam
Stimulansia: amfetamin, metamfetamin
Halusinogenik: LSD, mushroom, kanabinoid.
5/16/2018 BAB I NAPZA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-napza 2/9
Zat adiktif tersebut mempengaruhi otak dan selanjutnya menimbulkan
perubahan yang berbeda-beda atas perilaku manusia, oleh karena itu penatalaksanan
medisnya juga berbeda- beda tergantung pada simptomatologinya. Umumnya yang
digunakan sebagai pegangan baku, adalah terapi dan penatalaksanaan medik untuk
ketergantungan opioida.
5/16/2018 BAB I NAPZA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-napza 3/9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tujuan dari Intervensi dan Penatalaksanaan Penggunaan NAPZA
Umumnya tujuan terapi ketergantungan napza adalah sebagai berikut :
1. Abstinensia atau penghentian total penggunaan napza.
Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal, namun sebagian besar pasien tidak
mampu atau tidak bermotivasi untuk mencapai sasaran ini, terutama pasien-
pasien pengguna awal. Usaha pasien untuk mempertahankan abstinensia
tersebut dapat didukung dengan meminimasi efek-efek yang langsung ataupun
tidak langsung akibat penggunaan napza. Sedangkan sebagian pasien lain
memang telah sungguh-sungguh abstinen terhadap salah satu napza, tetapi
kemudian beralih menggunakan jenis napza yang lain.
2. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps.
Tujuan utamanya adalah mencegah relaps. Bila pasien pernah menggunakan
satu kali saja setelah abstinensia, maka ia disebut “slip” . Bila ia menyadari
kekeliruannya, dan ia memang telah dibekali keterampilan untuk mencegah
pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk
selalu abstinen. Program pelatihan ketrampilan mencegah relaps (relapse
prevention program), terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy),
opiate antagonist maintenance therapy dengan naltrexone merupakan
beberapa alternatif untuk mencapai tujuan terapi jenis ini.
3. Memperbaiki fungsi psikologi, dan fungsi adaptasi sosial.
Dalam kelompok ini, abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi
rumatan metadon, syringe exchange program merupakan pilihan untuk
mencapai tujuan terapi jenis ini. Terapi medik ketergantungan napza
merupakan kombinasi psikofarmakoterapi dan terapi perilaku(1). Meskipun
telah dipahami bahwa banyak faktor yang terlibat dalam terapi
ketergantungan zat (termasuk faktor problema psikososial yang sangat
5/16/2018 BAB I NAPZA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-napza 4/9
kompleks), narnun upaya penyembuhan ketergantungan napza dalam konteks
medik tetap selalu diupayakan.
Seperti diketahui, terapi medik ketergantungan napza terdiri atas dua fase
berikut:
Detoksifikasi
Rumatan (maintenance, pemeliharaan, perawatan).
B. Penatalaksanaan Gangguan Penggunaan NAPZA Pada Kondisi Non Gawat Darurat
Individu dengan masalah penggunaan NAPZA pada kondisi tidak gawat darurat
perlu menerima intervensi singkat ataupun intervensi psikososial, tergantung dari
derajat penggunaan yang dilakukan indivdu tersebut. Bila diperlukan, pasien dengan
ketergantungan NAPZA tertentu juga dapat menerima farmakoterapi rumatan ataupun
simtomatik.
1. Intervensi Singkat
Intervensi singkat ditujukan untuk mencoba merubah penggunaan NAPZA
atau setidaknya mengajak pasien berpikir ulang mengenai pola penggunaan
NAPZAnya. Waktu yang dibutuhkan untuk intervensi biasanya antara 10 menit
hingga 1.5 jam. Intervensi singkat khususnya dapat dipergunakan untuk pelayanan
dasar di puskesmas dan dapat juga digunakan di ruang emergensi, bangsal rumah
sakit, dan berbagai kondisi layanan kesehatan lain.
Intervensi direkomendasikan untuk beberapa kondisi seseorang seperti
dibawah ini:
Penggunaan alkohol yang membahayakan tetapi belum ketergantungan
Ketergantungan alkohol ringan sampai sedang
Ketergantungan nikotin/perokok
Ketergantungan ringan sampai sedang kanabis
Intervensi singkat tidak direkomendasikan untuk kondisi dibawah ini:
Pasien yang kompleks dengan isu-isu masalah psikologis/psikiatrik
Pasien dengan ketergantungan berat
Pasien dengan kemampuan membaca yang rendah
5/16/2018 BAB I NAPZA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-napza 5/9
Pasien dengan kesulitan terkait dengan gangguan fungsi kognitif
Intervensi singkat dapat mengambil berbagai bentuk format tetapi seringkali
termasuk:
asesmen singkat
materi self - help (materi yang membantu pemahaman NAPZA pada
pasien, contoh : leaflet tentang penanganan overdosis.cara menyuntik
yang benar pada program harm reduction)
informasi tingkat penggunaan yang aman
anjuran untuk mengurangi konsumsi
pengurangan dampak buruk
pencegahan kekambuhan
asesmen untuk kesiapan berubah termasuk wawancara memotivasi
konseling singkat termasuk pemecahan masalah dan tujuan
follow – up
2. Intervensi Psikososial
Intervensi psikologik merupakan komponen penting dalam pengobatan yang
komprehensif. Dapat diberikan konseling baik secara individu maupun dalam
kelompok. Konseling merupakan pendekatan melalui suatu kolaborasi antara
konselor dengan pasien dalam perencanaan pengobatan yang didiskusikan dan
disetujui bersama. Tidak ada satu pendekatan psikososial yang superior, program
pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara individu dengan
mempertimbangkan Ludaya, jender dan komorbiditas yang ada.
Konseling secara umum harus meliputi:
menghubungkan pasien dengen layanan yang sesuai dengan
kebutuhan
mengantisipasi dan mengembangkan strategi bersama pasien untuk
menghadapi berbagai kesulitan
memberikan intervensi yang spesifik berdasarkan fakta
5/16/2018 BAB I NAPZA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-napza 6/9
fokus pada sumberdaya yang positif baik secara internal maupun
eksternal dan berhasil mengatasi masalah maupun ketidakmampuan
pasien
mempertimbangkan secara lebih luas untuk membantu pasien dalam
hal lain seperti makanan, tempat tinggal, keuangan
bila sesuai, libatkan dukungan lain untuk mengembangkan
kemungkinan perubahan perilaku melalui lingkungan dalam layanan
pengobatan maupun lingkungan luar pengobatan
3. Kelompok mutual lainnya seperti Alcoholic Anonymous, Narcotic Anonymous,, AI-
Anon (keluarga pengguna NAPZA) dengan menerapkan terapi 12 Langkah akan
sangat membantu pasien dalam melakukan perubahan perilaku.
C. Intervensi Psikososial yang Digunakan Pasien dengan NAPZA
1. Terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT)
merupakan terapi yang paling sering digunakan terhadap pasien
ketergantungan napza. CBT terhadap pasien ketergantungan napza pasca
detoksifikasi dilakukan sebanyak 12-20 sessi seminggu sekali selama 2 jam
didasarkan kepada social learning theories dengan analisis fungsional dan latihanketrampilan terhadap pasien-pasien ketergantungan napza. CBT dapat juga
diberikan dalam bentuk terapi kelompok atau terapi perorangan.
Activating Event (A) adalah suatu kejadian yang mengaktivasi, stressor yang
sangat mempengaruhi individu. Baik langsung maupun tidak langsung mengenai
individu. Hal tersebut sangat diyakini oleh individu (Belief, B). Karena sangat
mempengaruhi pikiran individu dan keyakinan tersebut sehingga menimbulkan
konsekuensi (Consequences, C), jika mempengaruhi emosionalnya maka akan
timbul keluhan somatik yang selanjutnya mempengaruhi perilakunya. Keadaan
tersebut akan bersifat feedback terhadap belief , atau menjadikan penguatan
terhadap belief nya. Individu semakin yakin bahwa keluhan tersebut akibat dari
stressor. Konsekuensi juga bisa langsung mempengaruhi perilakunya yang juga
akan berakibat terjadi penguatan terhadap keyakinannya (belief ). Keadaan tersebut
5/16/2018 BAB I NAPZA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-napza 7/9
di atas terus menerus dirasakan oleh individu yang akhirnya mempengaruhi
kinerjanya, peran sosialnya, maupun peran kesehariannya.
CBT adalah melakukan pemutusan dari belief dan atau feedback yang
menimbulkan konsekuinsi somatik dan perilaku atau agar supaya tidak
menimbulkan penguatan terhadap keyakinannya. Juga bisa pada konsekuensi yang
mempengaruhi emosionalnya, sehingga tidak menimbulkan keluhan somatik lagi.
Penggunaan CBT untuk korban NAPZA adalah :
Penyalahgunaan zat diperantarai proses kognitif dan tingkah laku komplek
Penyalahgunaan zat dan hubungannya dengan proses kognitif perilaku adalah
proses yang dipelajari
Penyalahgunaan zat dan hubungannya dengan proses kognitif perilaku dapat
dimofikasi, terutama dengan CBT
2. Relapse Prevention Training (RPT)
RPT adalah program kendali diri yang didisain untuk meng-edukasi
seseorang yang berusaha mengubah perilakunya, bagaimana mengantisipasi dan
mengatasi problema relaps. RPT adalah suatu program psiko-edukasi yang
menggabungkan prosedur latihan ketrampilan perilaku dengan teknik intervensi
kognitif. Prinsip utamanya adalah berdasarkan social leaming theory. Sebagian ahli
dalam bidang ketergantungan zat telah melakukan sejumlah penelitian yang berkait
dengan perilaku relaps sejak tahun 1985 (Marlatt and Gordon). Tujuan RPT adalah
mendidik seseorang bagaimana mencapai suatu lifestyle yang seimbang dan
mencegah pola kebiasaan yang tidak sehat.
Pasien dibimbing untuk mengenali high risk situation tertentu yang dapat
menjadi ancaman terhadap kendali diri pasien dan dapat meningkatkan risiko
relaps. Ada beberapa situasi yang tergolong high risk ; yaitu status emosional yang
negatif (35% dari sampel relaps), konflik interpersonal (16% dari sampel relaps)
dan tekanan sosial (20% dari sampel).
3. Harm Reduction Program
5/16/2018 BAB I NAPZA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-napza 8/9
Harm reduct ion adalah suatu kebijakan atau program yang ditujukan untuk
menurunkan konsekuensi kesehatan, sosial dan ekonomi yang merugikan akibat
penggunaan zat adiktif tanpa kewajiban abstinensia dari penggunaan zat. Di
Indonesia, pendekatan konsep harm reduction masih kontroversial karena belum
dapat diterima masyarakat luas. Namun transmisi HIV/AIDS, hepatitis dan TB
pulmonum di kalangan IDUs cukup memprihatinkan akhir-akhir ini. Karakteristik
utama prinsip-prinsip harm reduction adalah: pragmatis (memandang sesuatu
berdasarkan azas manfaatnya saja), nilai-nilai humanistik, hanya berfokus pada
masalah harms, penyeimbangan pengeluaran dan keuntungan, serta
memprioritaskan sasaran antara.
4. Terapi Rehabilitasi
D. Penatalaksanaan Umum Kondisi Kegawatdaruratan Penggunaan NAPZA:
a. Tindakan terfokus pada masalah penyelamatan hidup (life threatening) melalui
prosedur ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan menjaga tanda-tanda vital
b. Bila memungkinkan hindari pemberian obat-obatan, karena dikhawatirkan akan
ada interaksi dengan zat yang digunakan pasien. Apabila zat yang digunakan pasien
sudah diketahui, obat dapat diberikandengan dosis yang adekuat.
c. Merupakan hal yang selalu penting untuk memperoleh riwayat penggunaan zat
sebelumnya baik melalui auto maupun alloanamnesa (terutama dengan
pasangannya). Bila pasien tidak sadar perhatikan alat – alat atau barang yang ada
pada pasien.
d. Sikap dan tata cara petugas membawakan diri merupakan hal yang penting
khususnya bila berhadapan dengan pasien panik, kebingungan atau psikotik
e. Terakhir, penting untuk menentukan atau meninjau kembali besaran masalah
penggunaan zat pasien berdasar kategori dibawah ini:
Pasien dengan penggunaan zat dalam jumlah banyak dan tanda-tanda vital
yang membahayakan berkaitan dengan kondisi intoksikasi. Kemungkinan
akan disertai dengan gejala-gejala halusinasi, waham dan kebingungan akan
tetapi kondisi ini akan kembali normal setelah gejala-gejala intoksikasi
mereda.
5/16/2018 BAB I NAPZA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-napza 9/9
Tanda-tanda vital pasien pada dasarnya stabil tetapi ada gejala-gejala putus
zat yang diperlihatkan pasien maka bila ada gejala-gejala kebingungan atau
psikotik hal itu merupakan bagian dari gejala putus zat.
Pasien dengan tanda-tanda vital yang stabil dan tidak memperlihatkan
gejala putus zat yang jelas tetapi secara klinis menunjukkan adanya gejala
kebingungan seperti pada kondisi delirium atau demensia. Dalam
perjalanannya mungkin timbul gejala halusinasi atau waham, tetapi gejala
ini akan menghilang bilamana kondisi klinis delirium atau
top related