bab i-iii uu keperawatan
Post on 24-Dec-2015
27 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam bidang kesehatan yang
mempunyai peran besar dalam proses pemulihan sehat- sakit atau pun proses peningkatan
kesehatan serta dapat memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu,
keluarga dan masyarakat. Seorang perawat sebagai salah satu tenaga profesional, dalam
menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu
pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan yaang pada
akhirnya ilmu tersebut dapat diimplementasikan langsung kepada masyarakat.
Kualitas asuhan keperawatan sangat dipengaruhi oleh kualitas pelayanan kesehatan
dan sehingga sering menjadi salah satu faktor penentu citra sebuah institusi pelayanan di
mata masyarakat. Bentuk implementasi praktek keperawatan adalah dengan memberikan
pelayanan kesehatan oleh seorang perawat yang ditujukan kepada pasien/klien baik
individu, keluarga maupun masyarakat dengn tujuan upaya peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan dalam rangka mempertahankan dan memelihara kesehatan penyembuhan
dari keadaan sakit yang dapat kita simpulkan sebagai upaya praktek keperawatan berupa
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dalam melakukan praktek keperawatan, secara otomatis perawat langsung
berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi
inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak
disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan
penerima praktek keperawatan.
Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan
lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi
perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan
inilah dapat dilihat apakah seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun
bentuk pelanggaran praktek keperawatan lainnya, dan diperkuat lagi telah hadirnya
Undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang praktik keperawatan.
Adanya undang-undang tersebut bertujuan menjamin pelindungan terhadap
masyarakat sebagai penerima Pelayanan Keperawatan dan untuk menjamin pelindungan
terhadap Perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan, diperlukan pengaturan
1
mengenai keperawatan secara komprehensif yang diatur dalam undang-undang. Dengan
telah disahkannya undang-undang keperawatan oleh presiden Republik Indonesia pada
tanggal 17 Oktober 2014 lalu, ini memberikan angin segar bagi kalangan perawat dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang telah dipayungi dengan hukum sekaligus menjadi
tantangan yang cukup besar bagi perawat dalam mempertanggung jawabkan
keprofesiannya dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat.
Untuk itu dalam makalah ini penulis mencoba untuk membahas tentang penerapan
seorang perawat dalam menjalankan fungsi dan kewajiban sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan, kode etik yang kini lebih dipertegas lagi oleh undang-undang
keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana implementasi undang-undang praktek keperawatan
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui implementasi undang-undang tentang praktek keperawatan.
Tujuan Khusus
1. Diketahuinya Pengertian tentang implementasi dan keperawatan
2. Diketahuinya Standar praktik keperawatan
3. Diketahuinya Praktik keperawatan
4. Diketahuinya landasan hukum praktek keperawatan
5. Diketahuinya pokok-pokok praktek keperawatan
6. Diketahuinya implementasi peraturan praktek keperawatan
7. Diketahuinya masalah implementasi peraturan praktek keperawatan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.1.1 Implementasi
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan.
Implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu
sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu,
implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya yaitu
kurikulum.
2.1.2 Keperawatan
Menurut Undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang praktek keperawatan,
Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok,
atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Keperawatan sebagai profesi di
Indonesia memberi pelayanan yang diselenggarakan oleh perawat dalam asuhan
keperawatan professional (professional nursing care ) kepada masyarakat dan dituntun
oleh etika profesi (professional ethics) dalam praktik keperawatannya.
2.2 Standar Praktik keperawatan
Menurut PPNI (2005) Standar praktik merupakan salah satu perangkat yang
diperlukan oleh setiap tenaga professional. Standar praktik keperawatan adalah
ekpektasi/harapan-harapan minimal dalam membarikan asuhan keperawatan yang aman,
efektif dan etis. Standar praktik keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan
dalam melindungi masyarakat terhadap praktik yang dilakukan oleh anggota profesi.
Dengan demikian standart praktek keperawatan berfokus pada pemberian asuhan
keperawatan dan pelaksanaan aktivitas professional. Standar praktek keperawatan
diterapkan terhadap seluruh perawat yang melaksanakan praktek keperawatan. Standar
praktek keperawatan mempunyai tujuan umum untuk meningkatkan asuhan atau
3
pelayanan keperawatan dengan cara memfokuskan kegiatan atau proses pada usaha
pelayanan untuk memenuhi kriteria pelayanan yang diharapkan berguna bagi : Perawat
Rumah sakit, Klien dan Profesi Tenaga kesehatan lain
Lingkup Standar Praktik Keperawatan Indonesia meliputi :
1. Standar Praktik Professional
a. Standar I Pengkajian
b. Standar II Diagnosa Keperawatan
c. Standar III Perencanaan
d. Standar IV Pelaksanaan Tindakan (Impelementasi)
e. Standar V Evaluasi
2. Standar Kinerja Professional
a. Standar I Jaminan Mutu
b. Standar II Pendidikan
c. Standar III Penilaian Kerja
d. Standar IV Kesejawatan (collegial)
e. Standar V Etik
f. Standar VI Kolaborasi
g. Standar VII Riset
h. Standar VIII Pemanfaatan sumber-sumber
2.2.3 Kode etik keperawatan
1. Tanggung jawab Perawat, terhadap Masyarakat, keluarga dan penderita
2. Tanggung jawab perawat terhadap tugas
3. Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan
lainnya.
4. Tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan
5. Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air
2.3 Landasan hukum/Undang –undang yang mengatur praktek keperawatan
Aspek hukum yang terkait langsung dengan praktik keperawatan diantaranya
adalah :
1. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,
2. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan,
4
3. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 2 tahun 2001
tentang jabatan fungsional perawat dan angka kreditnya,
4. Kep.Men.Kes 1239/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat;
5. Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik No. Y.M.00.03.2.6.956 tentang
hak dan kewajiban perawat,
6. HK.02.02/MENKES/148/1/2010 yang mengatur tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat.
7. Undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan
2.4 Undang-undang Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
diberikan kepada sistem klien di fasilitas kesehatan menggunakan pendekatan ilmiah
keperawatan, kode etik, dan standar praktik keperawatan. Praktik keperawatan
diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang dinamis dan
berkesinambungan meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada klien.
Pokok-Pokok undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan
Ketentuan Umum:
Pasal 1
1. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
2. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
3. Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam
bentuk Asuhan keperawatan.
4. Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan
lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian
Klien dalam merawat dirinya.
5. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi
Keperawatan.
5
6. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat
yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Keperawatan.
7. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik
Keperawatan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.
8. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu
lainnya serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
9. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada Perawat yang telah diregistrasi.
10. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Perawat sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
Pasal 2
Praktik Keperawatan berasaskan: perikemanusiaan, nilai ilmiah, etika dan profesionalitas,
manfaat, keadilan, pelindungan, kesehatan dan keselamatan Klien.
Jenis Perawat
Jenis Perawat terdiri atas:
a. Perawat profesi : ners dan ners spesialis.
b. Perawat vokasi.
Pendidikan Tinggi Keperawatan
Pasal 5
Pendidikan tinggi Keperawatan terdiri atas:
a. pendidikan vokasi yaitu paling rendah adalah program Diploma Tiga Keperawatan
b. pendidikan akademik yaitu program sarjana Keperawatan, program magister
Keperawatan dan program doktor Keperawatan.
c. pendidikan profesi yaitu program profesi Keperawatan dan program spesialis
Keperawatan.
Pasal 16
1. Mahasiswa Keperawatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus
mengikuti Uji Kompetensi secara nasional yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi Perawat, lembaga pelatihan, atau
lembaga sertifikasi yang terakreditasi.
6
2. Mahasiswa pendidikan vokasi dan profesi Keperawatan yang lulus Uji Kompetensi
diberi Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi.
Registrasi, Izin Praktik, Dan Registrasi Ulang
Pasal 18
(1) Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil Keperawatan
setelah memenuhi persyaratan.
(4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima)
tahun.
Pasal 19
1. Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki izin.
2. Izin diberikan dalam bentuk SIPP.
3. SIPP diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat
kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Perawat menjalankan
praktiknya.
4. SIPP masih berlaku apabila STR masih berlaku; dan Perawat berpraktik di tempat
sebagaimana tercantum dalam SIPP
Pasal 20
(1) SIPP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik dan diberikan kepada Perawat
paling banyak untuk 2 (dua) tempat.
Pasal 21
Perawat yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama Praktik
Keperawatan.
Pasal 22
SIPP tidak berlaku apabila dicabut berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan, habis masa berlakunya, atas permintaan Perawat; atau Perawat meninggal
dunia.
Pasal 24
1. Perawat Warga Negara Asing yang akan menjalankan praktik di Indonesia harus
mengikuti evaluasi kompetensi.
2. dan mempunyai surat keterangan telah mengikuti program evaluasi kompetensi dan
mempunyai Sertifikat Kompetensi, harus memiliki STR Sementara dan SIPP.
7
3. STR sementara dan SIPP bagi Perawat Warga Negara Asing berlaku selama 1
(satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
Pasal 27 ayat 1
1. Perawat warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan Praktik
Keperawatan di Indonesia harus mengikuti proses evaluasi kompetensi.
2. Yang telah lulus Uji Kompetensi dan akan melakukan Praktik Keperawatan di
Indonesia memperoleh STR.
3. STR diberikan oleh Konsil Keperawatan
Praktik Keperawatan
Pasal 28
(1) Praktik Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat
lainnya sesuai dengan Klien sasarannya.
(2) Praktik Keperawatan terdiri atas:
a. Praktik Keperawatan mandiri; dan
b. Praktik Keperawatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(3) Praktik Keperawatan harus didasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar
profesi, dan standar prosedur operasional.
Hak Dan Kewajiban
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
b. memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya.
c. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan;
d. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik,
standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan
Peraturan Perundang-undangan; dan
e. memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
a. melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar
Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
8
b. memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan
Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
c. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga kesehatan
lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya;
d. mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
e. memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti
mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan
batas kewenangannya;
f. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang
sesuai dengan kompetensi Perawat.
g. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Organisasi Profesi Perawat
Pasal 41
(1) Organisasi Profesi Perawat dibentuk sebagai satu wadah yang menghimpun
Perawat secara nasional dan berbadan hukum.
Pasal 42
Organisasi Profesi Perawat berfungsi sebagai pemersatu, pembina, pengembang, dan
pengawas Keperawatan di Indonesia.
Kolegium Keperawatan
Pasal 44
(1) Kolegium Keperawatan merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi
Perawat.
(2) Kolegium Keperawatan bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi Perawat.
Konsil Keperawatan
Pasal 47
(1) Untuk meningkatkan mutu Praktik Keperawatan dan untuk memberikan
pelindungan serta kepastian hukum kepada Perawat dan masyarakat, dibentuk
Konsil Keperawatan.
(2) Konsil Keperawatan merupakan bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
Pengembangan, Pembinaan, Dan Pengawasan
Pasal 53
9
(1) Pengembangan Praktik Keperawatan dilakukan melalui pendidikan formal dan
pendidikan nonformal atau pendidikan berkelanjutan.
Pasal 55
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi
membina dan mengawasi Praktik Keperawatan sesuai dengan fungsi dan tugas
masing-masing untuk :
a. meningkatkan mutu Pelayanan Keperawatan;
b. melindungi masyarakat atas tindakan Perawat yang tidak sesuai dengan standar.
c. memberikan kepastian hukum bagi Perawat dan masyarakat.
Sanksi Administratif
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1), Pasal 21, Pasal 24 ayat
(1), dan Pasal 27 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran lisan
b. peringatan tertulis
c. denda administratif; dan/atau
d. pencabutan izin.
2.5 Implementasi
Berbicara tentang sebuah implementasi dalam praktek keperawatan erat kaitannya
dengan peraturan-peraturan, undang-undang, standar dan kode etik keperawatan. Seorang
perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas harus mengacu kepada
standar dan kode etik keperawatan. Praktik keperawatan diselenggarakan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang dinamis dan berkesinambungan
meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada klien.
Tertuang dalam undang-undang keperawatan bahwa Pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh Perawat didasarkan pada pengetahuan dan kompetensi di bidang ilmu
keperawatan yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Klien, perkembangan ilmu
pengetahuan, dan tuntutan globalisasi, termasuk Pelayanan Keperawatan yang dilakukan
secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman oleh Perawat yang telah
mendapatkan registrasi dan izin praktik. Praktik keperawatan sebagai wujud nyata dari
Pelayanan Keperawatan dilaksanakan secara mandiri dengan berdasarkan pelimpahan
10
wewenang, penugasan dalam keadaan keterbatasan tertentu, penugasan dalam keadaan
darurat, ataupun kolaborasi.
Dalam sebuah penelitian yang telah dilakukan di beberapa Puskesmas rawat inap di
Cilacap pada tahun 2010, salah satu hasil didapat mengenai Penerapan Standar Proses
Keperawatan. Standar proses keperawatan pada tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan
evaluasi, dokumentasi serta proses keperawatan seluruhnya rata-rata dibawah 50% ini
artinya Tidak baik. Sedangkan penerapan standar proses keperawatan pada tahap
implementasi rata-rata sudah diatas 50% dinilai kurang baik Pada tahap implementasi ini
perawat puskesmas sedikit banyak telah memenuhi beberapa standar yang sudah ada,
tetapi masih banyak standar yang kurang diperhatikan misalnya perawat kurang dalam
memperhatikan respon pasien, terkadang tidak melakukan follow up dan pengawasan
pasca pemberian tindakan. Pemberian tindakan yang bersifat invasif, perawat cukup
memperhatikan teknik septik dan aseptik menggunakan peralatan yang seadanya karena
keterbatasan alat. Tindakan yang dilakukan kadang sering tidak dicatat dengan ringkas dan
jelas.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Presidentiyas Bimo T tentang evaluasi
penerapan model praktik keperawatan primer di ruang maranata I rumah sakit mardi
rahayu kudus pada tahun 2007. Metode model praktik keperawatan primer ini sangat
menekankan kualitas kinerja tenaga keperawatan yang berfokus pada profesionalisme
keperawatan antara lain melalui penerapan standar asuhan keperawatan.
Dari hasil penelitian tentang dampak penerapan Model penerapan keperawatan
primer di ruang Maranata I sebagai ruang yang menerapkan model ini, penerapan standar
asuhan keperawatan dari 38 responden diperoleh hasil 35 (92,1%) sudah baik dan 3 (7,9%)
dengan hasil sedang. Untuk tingkat kepuasan pasien, masih 47,4%, disini responden masih
tidak puas dengan pelayanan keperawatan yang diberikan.
Dari hasil penelitian diatas dapat memberikan informasi bagi kita bahwa memang
implementasi dari pada standar praktik keperawatan belum dapat diterapkan sepenuhnya
dengan baik. Ini dapat saja disebabkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
seseorang dalam membuat keputusan etis antara lain faktor agama dan adat istiadat, sosial,
ilmu pengetahuan/teknologi, legalisasi/keputusan juridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi
pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak pasien. Termasuk juga ketika
seorang perawat belum menjalankan proses keperawatan dengan maksimal juga
11
dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasana serta pengetahuan yang masih terbatas
serta dukungan lainnya.
Kembali kita lihat lagi dalam sebuah contoh kasus, Seorang perawat laki-laki
bernama M adalah lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), telah cukup lama bekerja di
sebuah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di suatu kabupaten dimana ia tinggal.
Perawat M juga mempunyai klinik di rumahnya dan warga sekitar banyak datang berobat
ke kliniknya. Selain itu, perawat M juga melakukan kunjungan rumah ( Home care) hingga
pelosok pedalaman, dan daerah terpencil yang tidak pernah terjangkau petugas kesehatan.
Oleh sebab itu, perawat M memberikan pengobatan kepada masyarakat yang
membutuhkan pertolongannya. Bila ada ibu yang ingin melahirkan perawat M juga
menolongnya, melakukan menjahit luka warga masyarakat apabila ada yang terluka seperti
gigitan binatang, memberikan infus, serta memberikan resep atau obat.
Kajian dari aspek hukum keperawatan terhadap contoh kasus diatas :
Tidak jarang seorang perawat berhadapan dengan masalah dilemma etika,
mengenai benar dan salah dalam praktik keperawatannya dan apa yang harus dilakukannya
jika tidak ada jawaban benar atau salah. Dalam persoalan di atas, tindakan perawat M tidak
dikatakan benar ataupun salah dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebagai seorang lulusan
SPK perawat M dianggap tidak berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan
karena dalam UU 38/2014 pasal 6 tentang pendidikan keperawatan adalah diploma.
Namun disisi lain langkanya tenaga kesehatan yang profesional di daerah terpencil,
membuat perawat M tergerak untuk memberikan pelayanan kesehatan. Karena telah cukup
lama perawat M bekerja memberikan pelayanan, membuat warga di daerah terpencil
tersebut percaya akan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki perawat M, sehingga
banyak warga yang banyak datang untuk berobat. Oleh Karena itu, pada kondisi seperti
ini, diperbolehkan perawat M memberikan pelayanan kesehatan berupa pemberian obat,
maupun lainnya berdasarkan Peratuan Menteri Kesehatan (PERMENKES) No.148 2010
tentang Praktik Keperawatan pada pasal 10 yaitu dalam keadaan darurat, sedangkan untuk
perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana yang
dimaksud di pasal 8.
Bila ditinjau dari segi hukum, kami berpendapat bahwa perawat M sebenarnya
telah melanggar Undang-undang kesehatan dan undang-undang keperawatan. Merujuk
Pada Undang-undang No. 36 tahun 2009, pasal 1 ayat 6 “ Tenaga kesehatan adalah setiap
12
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Pada kasus di atas jika
dikaitkan dengan keperawatan sebagai profesi, Menurut UU No.36 Tahun 2009 pasal 22
ayat 1 tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum, pada UU no.38 tahun 2014
pada pasal 19 ayat 1 dan 2 yaitu “Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib
memiliki izin dan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPP.
Menanggapi kasus di atas, perawat M memang memiliki pengetahuan di bidang
kesehatan, akan tetapi belum memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Surat Izin
Praktik Perawat (SIPP) merupakan bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk
melaksanakan praktik keperawatan secara perorangan maupun kelompok. Selanjutnya
dalam UU nomor 38 tahun 2014 pasal 21 dimana Perawat yang menjalankan praktik
mandiri harus memasang papan nama Praktik Keperawatan sedangkan pada kasus M tidak
melakukan hal itu. Oleh karena itu, perawat M telah melanggar peraturan yang tercantum
pada UU No.36 Tahun 2009
Pada kasus ini, kami juga berpendapat yang bertanggung jawab adalah pemerintah,
sesuai dengan Undang-undang No.36 Tahun 2009, BAB IV mengenai tanggung jawab
pemerintah, pasal 15 “Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan,
tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupunsosial bagi masyarakat untuk mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya”. Selanjutnya,pasal 16 “Pemerintah bertanggung
jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatanyang adil dan merata bagi seluruh
masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya”. Pada pasal 17
“Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan aksesterhadap informasi, edukasi, dan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan danmemelihara derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya”. Pada kasus di atas jika dikaitkan dengan keperawatan sebagai profesi,
Menurut UU No.36 Tahun 2009 pasal 22 ayat 1 tenaga kesehatan harus memiliki
kualifikasi minimum. Oleh karena itu, perawat M telah melanggar peraturan yang
tercantum pada UU No.36 Tahun 2009. Selanjutnya, dalam etika pelayanan kesehatan,
seorang perawat yang memberikan pelayanan kesehatan hanyamempertimbangkan
keinginannya untuk membantu klien, namun juga harus memperhatikanrisiko atau bahaya
yang mungkin timbul dari tindakan yang dilakukannya. Pada prinsip moral, seorang
perawat harus memiliki akuntabilitas yang berarti perawatharus mempertanggungjawabkan
setiap tindakan yang dilakukan pada dirinya dan orang lain.Secara legal, perawat M tidak
13
diperbolehkan memberikan pengobatan, tetapi jika dilihat dariprinsip moral apa yang
dilakukan oleh perawat M diperbolehkan karena tidak ada tenagakesehatan yang
professional yang berkompeten melebihi dirinya. Semua perawat harusbertanggung gugat
atas tindakan yanvg telah dilakukannya, termasuk juga perawat M. Padaumumnya ada tiga
teori moral, yaitu teori berdasarkan konsekuensi, teori berdasarkan prinsip,dan teori
berdasarkan hubungan (Kozier et all, 2004). Pada kasus di atas termasuk ke dalamkonsep
teori berdasarkan konsekuensi. Teori ini melihat konsekuensi dari perilaku
untukmenentukan perilaku tersebut benar atau salah. Menurut Peratuan Menteri Kesehatan
(PERMENKES) No.148 2010 tentang PraktikKeperawatan, Bab I Pasal 1 yaitu perawat
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat didalam maupun diluar negeri
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adanya Surat Izin Praktik
Perawat (SIPP) merupakan bukti tertulis yang diberikan kepadaperawat untuk
melaksanakan praktik keperawatan secara perorangan maupun kelompok. PadaBab III,
pasal 8 mengenai penyelenggaraan praktik juga disebutkan bahwa asuhan
keperawatanmencakup pelaksanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan upaya promotif,
preventif, pemulihan,dan pemberdayaan masyarakat, serta pelaksanaan tindakan
kekeperawatan komplementer.
30. Namun pada kasus di atas, perawat M belum memiliki secara legal pemberian
pelayanan asuhankeperawatan kepada masyarakat di desa tersebut, karena
pendidikan yang paling minimal yaitupendidikan Diploma III(D III) Keperawatan.
Pada kenyataannya, kasus ini terlihat dengan keadaan lingkungan masyarakat yang
kurangmemungkinkan, karena tidak adanya tenaga kesehatan yang melebihi
perawat M. Oleh karenaitu, kasus ini bisa ditolerir seperti yang tercantum pada
Peratuan Menteri Kesehatan(PERMENKES) No.148 2010 tentang Praktik
Keperawatan pada pasal 10 yaitu dalam keadaan darurat, untuk perawat dapat
melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimanayang dimaksud di
pasal 8. Dilihat dari segi aspek legal keperawatan, ada persyaratan registrasi,
sebagaimana yangtercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor161/MENKES/PER/I/2010 tentang registrasi tenaga kesehatan. Pada Bab 1
dijelaskan bahwaSurat Tanda Registrasi (STR) adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh pemerintah kepada tenagakesehatan yang diregistrasi setelah memiliki
sertifikat kompetensi. Jika hal ini dikaitkan dengankasus perawat M, maka kami
dapat menyimpulkan perawat M seharusnya belum mendirikansebuah klinik,
14
karena belum memiliki sertifikat kompetensi. Berdasarkan ketentuan pasal 86 UU
no 23 tahun 1992 tentang kesehatan, barang siapadengan sengaja : 6) Melakukan
upaya kesehatan tanpa izi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 ayat 1 5)
Dipidana denda paling banyak Rp 10.000.000,- ( sepuluh juta rupiah ). Secara
keseluruhan, kasus yang terjadi pada perawat M dapat diselesaikan dengan
disahkannya RUU Keperawatan yang mengatur segala praktik keperawatan. Hal ini
untuk meminimalisasi kasus-kasus yang terjadi di daerah terpencil, terlebih dengan
tidak adanya tenaga kesehatan di sana.
Dari kasus diatas dapat memberikan informasi bagi kita bahwa memang
implementasi dari pada standar praktik keperawatan yang juga tertuang dalam undang-
undang praktek keperawatan belum dapat dilaksanakan sepunuhnya dengan baik. Ini hanya
beberapa institusi pelayanan kesehatan yang telah memberikan informasi bagi kita,
sementara bagaimana dengan institusi lainnya? Mungkin ini pertanyaan yang harus
dijawab dengan mengupayakan institusi lain untuk dapat menerapkan praktik keperawatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sebagai bentuk implementasi
dari yang telah tercantum dalam kode etik dan standar praktik keperawatan yang kini telah
terangkum dalam undang-undang keperawatan.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam bidang kesehatan yang
mempunyai peran besar dalam proses pemulihan sehat- sakit. Dalam melakukan praktek
keperawatan, secara otomatis perawat langsung berhubungan dan berinteraksi kepada
penerima jasa pelayanan.
Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan
lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi
perlindungan kepada masyarakat. Aturan tersebut merupakan panduan seorang perawat
dalam menjalankan fungsi dan kewajiban sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan, kode etik yang kini lebih dipertegas lagi oleh undang-undang keperawatan.
Namun pada kenyataannya peraturan belum dapat dijalannya dan
dimplementasikan dengan maksimal sesuai dengan kaidah-kaidah yang tercantum dalam
peraturan dan hukum tersebut, ini dikarena keterbatasan dan kelemahan baik bagi perawat
maupun oleh pemerintah sendiri sebagai pengambil kebijakan, terutama kelemahan dalam
hal kwajiban administrasi seorang perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan dan
kurangnya pengawasan serta lambatnya tanggapan pemerintah terhadap situasi yang tidak
mendukung.
3.2 Saran
16
1. Karena keterbatasan tenaga kesehatan khususnya keperawatan maka perlu
penambahan tenaga perawat.
2. Pemerintah dan profesi hendaknya cepat tanggap dan tegas dalam menanggapai
masalah ketidakpatuhan tenaga kesehatan dalam pemenuhan kewajibannya untuk
memiliki surat izin praktek.
3. Peningkatan pengawasan dan pembinaan terhadap perawat dalam pemberian
pelayanan kesehatan yang berkualitas baik terhadap klien maupun terhadap tugas
dan tanggung jawabnya.
DAFTAR PUSTAKA
Rachmat Susanto dkk, Volume 5, No.2, Juli 2010. Penerapan Standar Proses Keperawatan
Di Puskesmas Rawat Inap Cilacap, Jurnal Keperawatan Soedirman (The
Soedirman Journal of Nursing).
Diwa Agus Sudrajat, Aspek Hukum Praktik Keperawatan, Jurnal Kesehatan Kartika Stikes
A. Yani,
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan
Praktik Keperawatan.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
94/KEP/M.PAN/11/2001 tentang Jabatan Fungsional Perawat dan Angka
Kreditnya.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Presidentiyas Bimo T, 2009. Evaluasi Penerapan Model Praktik Keperawatan Primer Di
Ruang Maranata I Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
Rosita Saragih, Profesionalisme Keperawatan Dalam Lingkup Keperawatan Medikal
Bedah yang Diselenggarakan Di Rumah Sakit,
Standar Praktik Keperawatan Indonesia Tahun 2005 Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI).
Sri Siswanti, 2013. Etika dan hukum kesehatan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mindya Rina, Standar Profesional dalam Praktik Keperawatan, 12 May 2011,
www.inna-ppni.or.id/... praktek /79- keperawatan -di-indonesia , diakses pada tanggal 18
Desember 2014.
17
top related