bab i awan-hujan
Post on 19-Jan-2016
136 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH KLIMATOLOGI
AWAN DAN HUJAN
Disusun Oleh :
Kelas H / Kelompok 7
1. Candra Ayu Febriana 125040201111028
2. M. Abdi Guna Wiyahya 125040201111029
3. Prawesty Dinnar Jatumara 125040201111030
4. Anita Qur’ania 125040201111031
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi cuaca maupun iklim adalah awan
dan hujan. Dimana kedua faktor ini terdapat hubungan yang sangat erat. Awan yang
terdapat pada atmosfer bumi terbentuk akibat. Awan terbentuk dan memiliki ukuran
sesuai dengan kekuatan alam yang mendorong kelembapan udara tersebut ke atas dan
temperatur atmosfer. Awan yang mengalami kondensasi akan terbentuk hujan.
Salah satu faktor penunjang dalam peningkatan produktivitas pertanian adalah
pengetahuan tentang distribusi curah hujan dapat diketahui daerah mana saja yang
rawan menghadapi banjir atau kekeringan akibat ekstrimnya curah hujan. Sebagai
contoh akhir akhir ini terjadi perubahan yang sangat ekstrim pada kondisi global yang
mempengaruhi banyak faktor.
Topik yang belum lama ini menjadi bahasan hangat yakni hujan asam. Hujan
asam yang terbentuk akibat ketidakseimbangannya kandungan ion yang terbentuk
disaat kondensasi. Di mata kuliah klimatologi ini kita akan mempelajari bagaimana
proses awan dan bagaimana proses hujan terjadi juga bagaimana hubungan
keterkaitan antara awan dan hujan. Dengan makalah ini akan dibahas lebih lanjut
tentang awan dan hujan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian awan
1.2.2 Untuk mengetahui proses pembentukan awan
1.2.3 Untuk mengetahui pengertian kondensasi
1.2.4 Untuk mengetahui jenis-jenis kondensasi
1.2.5 Untuk mengetahui proses kondensasi
1.2.6 Untuk mengetahui teori pembentukan awan
1.2.7 Untuk mengetahui klasifikasi awan
1.2.8 Untuk mengetahui penyebaran awan
1.2.9 Untuk mengetahui pengertian presipitasi
1.2.10 Untuk mengetahui teori yang menjelaskan terjadinya hujan
1.2.11 Untuk mengetahui Klasifikasi presipitasi
1.2.12 Untuk mengetahui Modifikasi curah
1.2.13 Untuk mengetahui Faktor yang mempengeruhi curah hujan
1.2.14 Untuk mengetahui hujan asam
1.2.15 Untuk mengetahui dampak deposisi asam
1.2.16 Untuk mengetahui upaya mengendalikan deposisi asam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Awan
Awan adalah kumpulan titik-titik air atau es yang melayang-layang di udara,
terjadi sebagai hasil kondensasi pada latitude yang tinggi oleh adanya penaikan udara
secara vertikal. Awan juga massa terlihat yang tertarik oleh gravitasi, seperti massa
materi dalam ruang yang disebut awan antar bintang dan nebula. Awan dipelajari dalam
ilmu awan atau fisika awan, suatu cabang meteorologi.
2.2 Proses Pembentukan Awan
Awan dapat terbentuk jika terjadi kondensasi uap air di atas permukaan bumi.
Udara yang mengalami kenaikan akan mengembang secara adiabatik karena tekanan
udara di atas lebih kecil daripada tekanan di bawah. Partikel-partikel yang disebut dengan
aerosol inilah yang berfungsi sebagai perangkap air dan selanjutnya akan membentuk
titik-titik air. Selanjutnya aerosol ini terangkat ke atmosfer, dan bila sejumlah besar udara
terangkat ke lapisan yang lebih tinggi, maka ia akan mengalami pendinginan dan
selanjutnya mengembun. Kumpulan titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang
mengembun inilah yang terlihat sebagai awan. Makin banyak udara yang mengembun,
makin besar awan yang terbentuk.
2.3 Pengertian Kondensasi
Kondensasi atau nama lainnya dikenal dengan pengembunan adalah proses
perubahan wujud zat dari zat gas menajdi zat cair. Perubahan fisika adalah perubahan zat
yang bersifat sementara, seperti perubahan wujud, bentuk atau ukuran. Perubahan ini
tidak menghasilkan zat baru.
Pengembunan atau kondensasi merupakan proses perubahan zat yang melepaskan kalor/
panas. Kondensasi atau pengembunan ini merupakan lawan dari penguapan atau
evaporasi yang melepaskan panas.
Proses terjadinya pengembunan atau kondensasi ini adalah saat uap air di udara
melalui permukaan yang lebih dingin dari titik embun uap air, maka uap air ini akan
terkondensasi menjadi titik – titik air atau embun.
Proses kondensasi ini dapat dijumpai di alam sekitar. Proses terbentuknya awan
merupakan proses kondensasi. Uap air yang naik akibat sinar matahari akan terkondensasi
di udara, hal ini dikarenakan udara di atas permukaan bumi lebih rendah dari titik embun
uap air. Proses kondensasi inilah yang menyebabkan terjadinya awan.
2.4 Jenis-jenis Kondensasi
1. Inti higroskopis
Inti higroskopis adalah inti yang dapat menyerap dan mengikat uap air, terdiri
dari hasil pembakaran (asam Belerang dan uap zat lemas) dan garam-garam laut
(NaCl), dan juga dapat mempercepat terbentuknya awan
2. Inti non higroskopis
Inti non higroskopis yaitu berupa debu, pasir atau bahan padatan tanah yang sangat
kecil, tidak dapat menyerap dan mengikat uap air, dan tidak berpengaruh terhadap
pembentukkan awan.
2.5 Proses Kondensasi
Proses kondensasi terjadi ketika udara yang bergerak ke atas akan mengalami
pendinginan kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, Inti higroskopis menyerap air
pada RH 80%, berkembang terus hingga RH 90% dan akan berlangsung sempurna bila
RH 100% (tidak mudah), harus ada penambahan uap air yang cukup,
pendinginan/penurunan suhu, dapat terjadi bila udara berhubungan dg benda yang lebih
dingin , udara panas dan dingin bercampur , dan perubahan tekanan udara.
2.6 Teori Pembentukan Awan
Dalam pembentuukan awan bnyak teori yang melandasinya antara lain
1. Teori Tumbukan dan Penyatuan
Uap air di permukaan bumi akan berpindah secara horizontal dan vertikal,
secara horizontal air berpindah dikarenakan adanya angin, sedangkan secara vertical
air berpindah apabila ada gaya yang mendorong massa udara ke atas (up-draff),
setelah sampai di atas maka terjadilah tumbukan antara butir yang kecil dan besar.
Kemudian terjadilah penyatuan dan kondensasi atau perubahan dari uap air menjadi
fase cair (pengkristalan) dan terbentuklah awan.
2. Teori Bergeron (teori kristal es)
Teori ini berlaku untuk awan dingin (di bawah 0 derajat) yang terdiri dari
kristal es dan air lewat dingin (air yang suhunya di bawah 0 derajat celcius tetapi
belum membeku). perbedaan tekanan uap di sekitar butir-butir air dan di sekitar
partikel es (eair>e es) mengakibatkan butir-butir air mengembun di sekitar partikel-
partikel es. partikel ini menyebabkan kristal es menjadi besar. jika berat butir hujan
ini telah melampaui daya dorong ke atas maka akan jatuh sebagai hujan. pembentukan
hujan demikian sering terjadi di daerah ekstra tropika atau pada awan cumulus yang
tumbuh menjadi cumulonimbus, dengan puncak awan berada di bawah titik beku.
Sifat-sifat butiran awan yaitu
1. Tidak semua awan yang terbentuk berpotensi menjadi hujan
2. Awan yang berpotensi hujan adalahjika berdiameter > 50 μ dan mempunyai
kecepatan jatuh 70 cm/sec. Kecepatan jatuh berhubungan dengan up-draff (uf),
apabila uf = g , maka tidak terjadi hujan, dan apabila uf < g maka akan terjadi
hujan.
3. Jika sebuah awan tumbuh secara kontinu, maka puncak awan akan melewati
isoterm 0 0C. Tetapi sebagian tetes-tetes awan masih berbentuk cair dan sebagian
lagi berbentuk padat atau kristal-kristal es jika terdapat inti pembekuan. Jika tidak
terdapat inti pembekuan, maka tetes-tetes awan tetap berbentuk cair hingga
mencapai suhu -40 0C bahkan lebih rendah lagi.
2.7 Klasifikasi Awan
Awan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan ketinggiannya yaitu
A. Menurut morfologinya (bentuknya)
1) Awan Commulus
yaitu awan yang bentuknya bergumpal-gumpal dan dasarnya horizontal.
2) Awan Stratus
yaitu awan yang tipis dan tersebar luas sehingga dapat menutupi langit secara
merata.
3) Awan Cirrus
yaitu awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat, berbentuk seperti bulu
burung. Sering terdapat kristal es tapi tidak dapat menimbulkan hujan.
B. Menurut ketinggiannya
1. Awan tinggi ( tingginya antara 6.000-9000 m) karena tingginya selalu terdiri
dari kristal-kristal es.
a. Cirrus (Ci) : Awan putih seperti bulu burung
b. Cirrostratus (Ci-St) : Awan putih merata seperti tabir
c. Cirrocumulus (Cr-Cu) : Seperti sisik ikan
2. Awan sedang (2000 m – 6000 m)
a. Altocumulus (A-Cu) : Awan bergumpal-gumpal lebat
b. Altostratus (A-St) : Awan berlapis-lapis tebal
3. Awan rendah (di bawah 200 m)
a. Stratocumulus (St-Cu) : Awan yang tebal luas dan bergumpal- gumpal
b. Stratus (St) : Awan merata rendah dan berlapis-lapis.
c. Nimbo Stratus (No-St) : Lapisan awan yang luas, sebagian telah
merupakan hujan.
4. Awan yang terjadi karena udara naik, terdapat pada ketinggian 500 m–1500 m
a. Cummulus (Cu) : Awan bergumpal-gumpal, dasarnya rata.
b. Comulo Nimbus (Cu-Ni) : awan yang bergumpal gumpal luas dan
sebagian telah merupakan hujan, sering terjadi angin ribut.
Keterangan :
1.Awan stratus
Awan ini menimbulkan hujan gerimis
2.Awan stratokumulus
Awan rendah berbentuk seperti gelombang
3.Awan kumulus
Awan sebagai pertanda cuaca terang
4.awan altostratus
Awan sebagai pertanda akan turun hujan
5.Awan altokumulus
Awan menengah yang bentuknya seperti gelombang atau bola bola yang
tebal
6.Awan nimbostratus
Awan yang muncul saat akan dan saat hujan
7.Awan kumulonimbus
Awan paling besar dan tumbuh secara vertikal, naik dalam bentuk gunung
berbentuk kembang kol yang bagian atasnya berserat dan sering menyebar
dalam bentuk landasan,awan ini menimbulkan hujan deras, disertai angin
dan petir.Kadang menyebabkan hujan es,diketahui pula sering membawa
tumpangan berupa angin puting beliung bahkan tornado.Sisa dari puncak
awan ini setelah menjadi hujan adalah awan keluarga sirus
8.Awan sirostratus
Awan yang tampak seperti kelambu halus
9.Awan sirokumulus
Awan yang berbentuk seperti gerombolan domba
10.Awan sirus
Awan halus seperti sutera atau bulu burung. Awan ini letaknya paling tinggi
Tabel Klasifikasi Awan:
2.8 Penyebaran Awan
Keawanan dinyatakan dalam luas total langit yang tertutup awan dalam satuan
perdelapan, persepuluh atau persen. Jika keawanan bernilai 0 maka dikatakan langit cerah
tanpa awan. Jika keawanan 8/8 atau 10/10 atau 100 % maka langit tertutup awan total.
Penyebaran awan biasanya identik dengan penyebaran hujan. Keawanan cukup tinggi
berada dekat equator yang berhubungan dengan konvergensi massa udara dari dua
belahan bumi (ITCZ = inter tropical convergence zone). Keawanan yang sangat rendah
terjadi di sekitar 20º – 30º lintang yg merupakan daerah divergensi karena adanya sel-sel
tekanan tinggi subtropika. Keawanan rata-rata terbesar ditemui sekitar lintang 60º yang
merupakan daerah pertemuan massa udara hangat lembab dari lintang rendah dan udara
dingin dan kering dari kutub.
Variasi keawanan dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1. Di atas daratan
a. Keawanan min : terjadi malam hari ketika udara mulai stabil karena suhu
permukaan bumi
b. Keamanan max : terjadi siang sampai sore hari yg diakibatkan oleh proses
konveksi terutama di daerah tropis
c. Keawanan max sekunder : berasal dari kabut pagi yang naik, sering
terjadi di daerah benua terutama di atas lembah dan danau.
2. Di atas permukaan laut
a. Keawanan max : terjadi pada malam hari pada saat ketidakstabilan meningkat
karena adanya pendinginan (pelepasan energi melalui radiasi) dari puncak awan
b. Keawanan min : terjadi menjelang matahari terbit, pada saat terjadi absorbsi
radiasi langsung oleh lapisan-lapisan udara yang rendah sehingga awan-awan
rendah menghilang (menguap kembali).
2.9 Pengertian Presipitasi
Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling
penting. Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan
bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi
faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan
(DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan
dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi
didalamnya. Mahasiswa akan belajar tentang bagaimana proses terjadinya hujan,
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, bagaimana karakteristik hujannya dan
mempelajari cara menghitung rata-rata hujan pada sutau kawasan dengan berbagai
model penghitungan rata-rata hujan.
2.10 Teori Yang Menjelaskan Terjadinya Hujan
1. Teori Kristal Es
teori ini berlaku untuk awan dingin (di bawah 0 derajat) yang terdiri dari
kristal es dan air lewat dingin (air yang suhunya di bawah 0 derajat celcius tetapi
belum membeku). perbedaan tekanan uap di sekitar butir-butir air dan di sekitar
partikel es (eair>e es) mengakibatkan butir-butir air mengembun di sekitar partikel-
partikel es. partikel ini menyebabkan kristal es menjadi besar. jika berat butir hujan
ini telah melampaui daya dorong ke atas maka akan jatuh sebagai hujan. pembentukan
hujan demikian sering terjadi di daerah ekstra tropika atau pada awan cumulus yang
tumbuh menjadi cumulonimbus, dengan puncak awan berada di bawah titik beku.
2. Teori Tumbukan
butir-butir air yang lebih besar mempunyai kecepatan jatuh yang lebih besar
dari butir-butir yang lebih kecil. tumbukan antar butir yang disertai penyatuan
menyebabkan butir bertambah besar dan berat sehingga mampu melawan daya angkat
udara dan jatuh sebagai hujan. laju pertumbuhan awan melalui proses tumbukan dan
penyatuan ini lebih besar dari laju pertumbuhan dengan kondensasi. proses ini tidak
hanya terjadi di daerah tropika, tetapi juga di lintang menengah dengan hadirnya
udara tropis di musim panas.
2.11 Klasifikasi Presipitasi
Hujan juga dapat terjadi oleh pertemuan antara dua massa air, basah dan
panas. Tiga tipe hujan yang umum dijumpai didaerah tropis dapat disebutkan sebagai
berikut:
1. Hujan konvektif ( convectional storms ), tipe hujan ini disebabkan oleh adanya beda
panas yang diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima permukaan tanah
dengan panas yang diterima oleh lapisan udara diatas permukaan tanah tersebut.
Sumber utama panas di daerah tropis adalah berasal dari matahari. Beda panas ini
biasanya terjadi pada akhir musim kering yang menyebabkan hujan dengan intensitas
tinggi sebagai hasil proses kondensasi massa air basah pada ketinggian di atas 15 km.
2. Hujan Frontal ( frontal/ cyclonic storms ), tipe hujan yang umumnya disebabkan oleh
bergulungnyadua massa udara yang berbeda suhu dan kelembaban. Pada tipe hujan
ini, massa udara lembab yang hangat dipaksa bergerak ketempat yang lebih tinggi.
Tergatung pada tipe hujan yang dihasilkanya, hujan frontal dapat dibedakan menjadi
hujan frontal dingin dan hangat. Hujan badai dan hujan monsoon adalah tipe hujan
frontal yang lazim dijumpai.
3. Hujan Orografik ( Orographic storms ), jenis hujan yang umum terjadi didaerah
pegunungan, yaitu ketika massa udara bergerak ketempat yang lebuh tinggi mengikuti
bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi proses kondensasi. Tipe hujan
orografik di anggap sebagai pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai karma
berlangsung di daerah hulu DAS.
2.12 Modifikasi Curah (Hujan Buatan)
Modifikasi teknologi TMC
Dengan mempertimbangkan konsep TMC untuk menambah curah hujan,
dengan sedikit saja modifikasi, teknologi ini juga bisa digunakan untuk
mengantisipasi (atau bisa diartikan mencegah) terjadinya banjir (akibat curah hujan
tinggi).
Modifikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Bahan semai yang digunakan adalah bahan semai higroskopis dengan ukuran lebih
dari 10 µ-100 µ. Agar lebih aman dari kemungkinan terjadinya peningkatan curah
hujan, bisa saja digunakan bahan semai higroskopis dengan ukuran 30-100 µ.
Dengan cara ini, penyemaian awan hanya bertujuan untuk mempercepat terjadinya
hujan. Mekanisme ini disebut juga sebagai jumping process.
2. Awan-awan yang disemai adalah awan-awan yang masih berada di atas laut dan
diperkirakan (dengan mengukur kecepatan angin dan posisi awan) dalam tiga jam ke
depan masih berada di atas laut. Dengan cara ini, bisa dipastikan awan-awan yang
disemai akan jatuh di lautan karena awan-awan yang disemai akan turun menjadi
hujan dalam waktu kurang dari dua jam akibat mekanisme
jumping process.
2.13 Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan
1. Factor Garis Lintang menyebabkan perbedaan kuantitas curah hujan, semakin rendah
garis lintang semakin tinggi potensi curah hujan yang diterima, karena di daerah
lintang rendah suhunya lebih besar daripada suhu di daerah lintang tinggi, suhu yang
tinggi inilah yang akan menyebabkan penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang
kemudian akan menjadi hujan dengan melalui kondensasi terlebih dahulu.
2. Faktor Ketinggian Tempat, Semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan
yang diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah
suhunya akan semakin tinggi.
3. Jarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya semakin tinggi.
4. Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap air, semakin
jauh daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin sedikit.
5. Hubungan dengan deretan pegunungan, banyak yang bertanya, “kenapa di daerah
pegunungan sering terjadi hujan?” hal itu disebabkan uap air yang dibawa angin
menabrak deretan pegunungan, sehingga uap tersebut dibawa keatas sampai
ketinggian tertentu akan mengalami kondensasi, ketika uap ini jenuh dia akan jatuh
diatas pegunungan sedangkan dibalik pegunungan yang menjadi arah dari angin tadi
tidak hujan (daerah bayangan hujan), hujan ini disebut hujan orografik contohnya di
Indonesia adalah angin Brubu.
6. Faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi perbedaan suhu
antara keduanya potensi penguapanya juga akan semakin tinggi.
7. Faktor luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan akan semakin kecil,
karena perjalanan uap air juga akan panjang.
2.14 Hujan Asam
Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang harus benar-
benar difikirkan oleh umat manusia. Hujan asam merupakan istilah umum untuk
menggambarkan turunnya asam dari atmosfir ke bumi. Sebenarnya turunnya asam
dari atmosfir ke bumi bukan hanya dalam kondisi “basah” Tetapi juga “kering”.
Sehingga dikenal pula dengan istilah deposisi ( penurunan / pengendapan ) basah dan
deposisi kering (Laras, 2006). Bhatfi et.al (1992) mengemukakan bahwa hujan asam
dapat terjadi ketika ada reaksi antara air, oksigen dan zat-zat asam lainnya di
atmosfer. Sinar matahari akan mempercepat terjadinya reaksi antar zat-zat tersebut.
Deposisi basah mengacu pada hujan asam , kabut dan salju. Ketika hujan asam
ini mengenai tanah, ia dapat berdampak buruk bagi tumbuhan dan hewan , tergantung
dari konsentrasi asamnya, kandungan kimia tanah , buffering capacity ( kemampuan
air atau tanah untuk menahan perubahan pH ), dan jenis tumbuhan/hewan yang
terkena. Deposisi kering mengacu pada gas dan partikel yang mengandung asam.
Sekitar 50% keasaman di atmosfir jatuh kembali ke bumi melalui deposisi kering.
Kemudian angin membawa gas dan partikel asam tersebut mengenai bangunan,
mobil, rumah dan pohon (Laras, 2006).
Ketika hujan turun ,partikel asam yang menempel di bangunan atau pohon
tersebut akan terbilas, menghasilkan air permukaan (runoff) yang asam. Angin dapat
membawa material asam pada deposisi kering dan basah melintasi batas kota dan
Negara sampai ratusan kilometer. Untuk mengukur keasaman hujan asam igunakan
pH meter. Hujan dikatakan hujan asam jika telah memiliki pH dibawah 5,0 ( Air
murni mempunyai pH 7 ). Makin rendah pH air hujan tersebut , makin berat
dampaknya bagi mahluk hidup.
Sumber hujan asam
Lehr et. Al ( 2005) membagi 3 jenis polutan utama yang menyebabkan
terjadinya hujan asam yaitu sulfur dioksida(SO2), nitrogen oksida (NOx) dan volatile
organic compounds (VOCs) atau zat-zat organic yang mudah menguap. Sumber dari
kandungan sulfur alami diudara sebagian besar sekitar 25 sampai 30% berasal dari
letusan gunungapi seperti di El Chichon tahun 1982 atau Gunung Pinatubo pada tahun
1991. Hidrokarbon juga dapat menyebabkan hujan asam, asam karboksilik, HCOO,
dan asam metilkarboksilik, CH3CO, merupakan hasil dari oksidasi emisi biota laut
maupun darat. Selain secara alami gas sulfur juga berasal dari pembakaran batubara
(Tjasyono, 2004, Lehr et. Al, 2005,) dan berasal dari emisi industri. Pada tahun 1983
United Nations Environment Programme memperkirakan besarnya sulfur yang
dilepaskan antara 80-288 juta ton tiap tahunnya dan sekitar 69 juta ton diantaranya
berasal dari aktivitas manusia. (http://www.ace.mmu.ac.uk, 2010).
Nitrogen oksida (NOr = NO + NO2) selain berasal dari letusan gunungapi,
sumber dari zat ini adalah dari emisi tanah, kilat, pertukaran gas stratosfer-troposfer,
dan pembakaran biomassa. NO merupakan hasil pembakaran bahan bakar
hidrokarbon, baik bahan bakar fosil maupun dari biomassa. besarnya oksida nitrogen
yang dilepaskan antara 20-90 juta ton tiap tahunnya dari alam dan sekitar 24 juta ton
diantaranya berasal dari aktivitas manusia (http://www.ace.mmu.ac.uk), 2010).
Amoniak dihasilkan dari emisi pupuk. Sumber-sumber pencemar ini berasar dari
pembuangan asap mesin (kendaraan bermotor dan stasiun pembangkit energy) dan
pembakaran biomassa (Tjasyono, 2004). Produksi N2O (termasuk CO2, HNO3, dan
CH4) dapat menyebabkan dampak lain yaitu efek rumah kaca dimana N2O memiliki
masa tinggal lebih dari 150 tahun di atmosfer sebelum terurai (Crutzen, 1987 dalam
Lehr et. Al ( 2005).
Pembentukan
Fenomena Hujan Asam (http://en.wikipedia.org)
Hujan asam terdiri dari berbagai macam ion baik anion maupun kation. Kondisi
keseimbangan ionnya adalah
[H] + [Nat] + [Na4] + 2[Ca2] = 2[SO421 + 2[S032] + [NOfl + [C1] + [OH] + [HCO3] +
2[CO32]
Hal utama yang mempengaruhi pH hujan adalah karbon dioksida (CO2) dalam bentuk asam
karboksilik dalam air. Reaksi karbon dioksida adalah sebagai berikut
CO2 gas + H20 –> H2CO3 (2)
H2CO3 –>HCO3 + H (3)
HCO3 –>CO3 + H
Emisi SO2, NO, dan NH3 merupakan transformasi dari bentuk gas kemudian larut dalam air
hujan dimana terjadi reaksi kimia antara gas dan air. Sulfur dioksida ditransformasikan
sebagai berikut:
SO2+OH –> HOSO2
Dalam bentuk cair, reaksi lain dapat terjadi. Contohnya:
SO2 + H2O SO2 x H2O (14)
SO2 x H2O–> HSO3 + H (15)
HSO3 –> S032 + H
Nitirit oksida (NO) sangat cepat beroksidasi menjadi NO2, khususnya ketika bereaksi dengan
ozon:
NO +O3–>NO2 +O2
Dari situ terlihat bahwa NO mengalami trasnformasi menjadi asam nitrit ketika bereaksi
dengan hidroksida
NO2+OH–>HNO3
2.15 Dampak Deposisi Asam
Deposisi asam yang turun akan membasahi tanah dan benda-benda dipermukaan
bumi, mengalir melalui sungai hingga ke danau atau rawa-rawa dan selanjutnya akan
memberikan dampak yang negatif.
1. Tanah. Pada tanah, deposisi asam akan menghilangkan nutrisi yang dibutuhkan dari
tanah. Deposisi asam juga dapat membebaskan senyawa-senyawa beracun ditanah
seperti almunium dan mercury, yang secara alamiah berada di tanah. Senyawa
beracun tersebut dapat mengkontaminasi aliran air sungai dan ait tanah sehingga
meracuni tumbuh-tumbuhan disekitarnya. Akan tetapi sebagian besar tanah termasih
jenis alkali dan dapat menetralisir aam secara tidak langsung, tapi jenis tanah yang
bukan alkali seperti di pegunungan yang bayak terkandung dari granit, maka tanah
hanya dapat bertahan sebentar saja dari asam.
2. Pepohonan. Dengan berkurangnya nutrisi tanah, deposisi asam dapat memperlambat
pertumbuan pohon. Deposisi asam juga dapat langsung menyerang pohon dengan
merusak lapisan lilin pada daun sehingga menyebabkan bintik mati berwarna
kecoklatan. Akibat dari kerusakan daun tersebut, pepohonan akan kekurangan
kemampuannya untuk ber-fotosintesis. Lebih jauh lagi, organisme hidup disekitar
tumbuhan juga akan terkena penyakit bila mengkonsumsi dedaunan yang rusak tadi.
Pepohonan pada dataran tinggi memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena
dampak deposisi asam. Pepohonan pada daerah tersebut lebih sering kontak dengan
awan yang mengandung asam. Salah satu kejadian terbutuk yang tercatat akibat
deposisi asam ini adalah rusaknya setengah populasi tumbuhan di Black Forest bagian
baratlaut Jerman.
3. Pertanian. Sebagian besar pertanian tidak terkena dampak yang signifikan dari
deposisi asam. Bagian tanah pada lahan pertanian bahkan mampu untuk menyerap
dan menetralisir asam. Akan tetapi lahan pertanian pada dataran tinggi dan
pegunungan dapat terkena dampak deposisi asam. Lapisan tanah yang tipis kurang
mampu menetralisir asam. Petani dapat mencegah kerusakan tanaman dari asam
dengan cara menambahkan serpihan batu kapur (limestone) untuk menetralisir asam.
Atau bila sejumlah besar nutrisi telah hilang karena deposisi asam, petani dapat
menambahkan pupuk yang kaya akan nutisi.
4. Air Permukaan. Deposisi asam yang jatuh ketanah dan mengalir ke sungai, danau
dan rawa akan menyebabkan kenaikan pH air permukaan tersebut. Beberapa kota
besar seperti NewYork, Kanada bagian tenggara dan di Norwegia, air permukaannya
telah menunjukkan pH dibawah 5 sebagai indikasi penceparan asam. Akibatnya,
populasi akuatik air permukaan akan berkurang atau bahkan menghilang.
5. Hewan. Deposisi asam dapat mempengaruhi hewan secara tidak langsung. Jika dalam
suatu rantai makanan terdapat spesies yang peka terhadap asam, maka seluruh hewan
yang memakan spesies tersebut akan terkontaminasi. Deposisi asam juga dapat
membahayakan ekosistem air. Hewan-hewan kecil di air biasanya akan mati pada saat
pH mendekati 6. Kodok masih dapat bertahan pada pH yang sedikit lebih asam, tetapi
bila makanannya punah akibat asam, maka populasi kodok-pun akan berkurang.
Telur-telur ikan tidak akan menetas pada pH mendekati 5 dan apabila pH mencapat
4,5, maka air akan steril dan tidak bisa mendukung kehidupan disekitarnya.
6. Manusia. Keasaman pada air permukaan hanya berdampak kecil pada manusia secara
langsung. Bahkan masih dikatakan aman untuk berenang di danau yang paling asam
sekalipun. Akan tetapi, secara tidak langsung deposisi asam akan menghanyutkan
polutan mercury dari tanah dan akan meracuni ikan yang dikonsumsi manusia.
Diudara, asam yang bereaksi dengan senyawa lain akan menyebabkan kabut polusi
(urban smog) yang mengakibatkan iritasi pada paru-paru, asthma, bronchitis dan
penyakit pernapasan lainnya. Partikel solid dari sulfat akan sangat merusak paru-paru
bila terhirup.
7. Bangunan. Deposisi asam baik basah maupun kering dapat merusak bangunan,
patung, kendaraan bermotor dan benda yang terbuat dari batu, logam atau material
lain bila diletekkan diarea terbuka untuk waktu yang lama. Kerusakan akibat korosi
ini terbilang mahal apalagi bila terjadi pada kota-kota bersejarah. Kuil-kuil di Athena,
Yunani dan Taj Majal di India kini mulai rusak akibat polusi asam.
2.16 Upaya Mengendalikan Deposisi Asam
Cara terbaik untuk mengurangi deposisi asam adalah dengan mengurangi
jumlah SO2 dan NOx yang dikeluarkan oleh pabrik, kendaraan bermotor dan
pembangkit listrik. Jalan lan untuk mengurangi deposisi asam adalah dengan
mengganti bahan bakar yang lebih bersih dari SO2 dan NOx. Pengurangan kandungan
sulfur dari minyak bumi dan batubarajuga dapat dilakukan sebelum diolah menjadi
bahan bakar. Penggunaan Air Scrubber dan catalytic converter juga bermanfaat untuk
mencegah polutan terbebas ke udara. Bila deposisi asam telah terjadi, bubuk batu
kapur dapat digunakan untuk menetralisir asam. Di Norwegia dan Swedia, danau-
danau diberi perawatan khusus untuk menetralkan asam. Diperkotaan, permukaan
benda dapat dilapisi oleh cat anti asam untuk mengantisipasi kerusakan.
Perjanjian Internasional juga dijadikan acuan agar berbagai negara lebih
disiplin terhadap pengeluaran polusinya. Kanada tercatat menerima sekitar 50 persen
polusi asam dari US. Norwegia dan Swedia juga menerima polusi asamnya dari
Inggris, Jerman, Polandia dan Rusia. Sebagian besar polusi asam i Jepang juga datang
dari Cina. Pada tahun 1988, disponsori oleh PBB, 24 negara menandatangani
perjanjian untuk mengurangi emisi NOx. Tahun 1991, US dan Kanada
menandatangani perjanjian batasan polusi SO2 dari industri negaranya. Tahun 1994 di
Oslo, Norwegia, 12 negara Eropa menyetujui untuk mengurangi emisi SO2 hingga 87
persen ditahun 2010.
Langkah legislatif tersebut membawa hasil yang cukup baik untuk mengurangi
deposisi asam. Dilaporkan bahwa Emisi sulfur di Eropa berkurang mencapai 40
persen dari tahun 1980 hingga 1994. Pada tahun yang sama, polusi SO2 di Norwegia
juga turun 75 persen. Emisi SO2 tahunan US turun dari 26 juta ton menjadi 18,3 ton
pertahunnya sejak tahun 1980. Kanada juga melaporkan emisi SO2 nya berkurang
menjadi 2,6 juta ton.
BAB III
KESIMPULAN
Awan adalah kumpulan titik-titik air atau es yang melayang-layang di udara, terjadi
sebagai hasil kondensasi pada latitude yang tinggi oleh adanya penaikan udara secara
vertikal.
Awan dapat terbentuk jika terjadi kondensasi uap air di atas permukaan bumi. Udara
yang mengalami kenaikan akan mengembang secara adiabatik karena tekanan udara
di atas lebih kecil daripada tekanan di bawah, selanjutnya akan membentuk titik-titik
air. Selanjutnya aerosol ini terangkat ke atmosfer, dan bila sejumlah besar udara
terangkat ke lapisan yang lebih tinggi, lalu mengalami pendinginan dan selanjutnya
mengembun. Kumpulan titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang mengembun
inilah yang terlihat sebagai awan.
Pengembunan adalah proses perubahan wujud zat dari zat gas menajdi zat cair.
Proses kondensasi terjadi ketika udara yang bergerak ke atas akan mengalami
pendinginan kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, Inti higroskopis menyerap
air pada RH 80%, berkembang terus hingga RH 90% dan akan berlangsung sempurna
bila RH 100% (tidak mudah), harus ada penambahan uap air yang cukup,
pendinginan/penurunan suhu, dapat terjadi bila udara berhubungan dg benda yang
lebih dingin , udara panas dan dingin bercampur , dan perubahan tekanan udara.
Teori pembentukan awan ada dua yaitu teori tumbukan dan penyatuan dan teori
Bergeron (teori kristal es).
Awan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan ketinggiannya yaitu menurut
morfologinya (bentuknya) dan ketinggiannya. Berdasarkan bentuknya yaitu Awan
Commulus , Awan Stratus, Awan Cirrus , sedangkan berdasarkan ketinggiannya
yaitu awan tinggi ( tingginya antara 6.000-9000 m), awan sedang (2000 m – 6000 m),
awan rendah (di bawah 200 m), dan awan yang terjadi karena udara naik, terdapat
pada ketinggian 500 m–1500 m.
Penyebaran awan dilangit dinyatakan dalam luas total langit yang tertutup awan
dalam satuan perdelapan, persepuluh atau persen. Jika keawanan bernilai 0 maka
dikatakan langit cerah tanpa awan. Jika keawanan 8/8 atau 10/10 atau 100 % maka
langit tertutup awan total.
Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting.
Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan
merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor
pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS).
Teori yang menjelaskan terjadinya hujan ada 2 yakni teori kristal es dan teori
tumbukan.
Klasifikasi presipitasi Hujan konvektif ( convectional storms ), Hujan Frontal (
frontal/ cyclonic storms ), Hujan Orografik ( Orographic storms ),
Modifikasi curah dengan mempertimbangkan konsep TMC untuk menambah curah
hujan, dengan sedikit saja modifikasi, teknologi ini juga bisa digunakan untuk
mengantisipasi (atau bisa diartikan mencegah) terjadinya banjir (akibat curah hujan
tinggi).
Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan yaitu faktor garis lintang, faktor ketinggian
tempat, dari sumber air (penguapan), arah angin, hubungan dengan deretan
pegunungan, faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, faktor luas daratan.
Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang harus benar-benar
difikirkan oleh umat manusia. Hujan asam merupakan istilah umum untuk
menggambarkan turunnya asam dari atmosfir ke bumi.
Dampak deposisi asam akan berdampak pada tanah, pepohonan, pertanian, air
permukaan, hewan, manusia dan bangunan.
Cara terbaik untuk mengurangi deposisi asam adalah dengan mengurangi jumlah SO2
dan NOx yang dikeluarkan oleh pabrik, kendaraan bermotor dan pembangkit listrik.
Jalan lan untuk mengurangi deposisi asam adalah dengan mengganti bahan bakar
yang lebih bersih dari SO2 dan Nox.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.cuacajateng.com/pembentukanawan.html. (Diakses tanggal 28 November 2012)
http://arisyazhi.blogspot.com/2010/12/pembentukan-hujan.html (Diakses tanggal 28
November 2012)
: http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2117917-pengembunan-atau-kondensasi/
#ixzz2DajYgsJN (Diakses tanggal 28 November 2012)
http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?page_id=114 (Diakses tanggal 28 November 2012)
. Hart, John.2009. Acid rain. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.
Asdak, chay.2007.hidrologi dan pengelolaan DAS.Yogyakarta:Gadjah Mada University
Chai, asdak.1995.Daur hidrologi dan ekosistem DAS.Yogyakarta.Gadjah Mada University
press
Handoko.1993.Klimatologi Dasar.Bogor: Pustaka Jaya
Musfil A.S. 2008. Isu Lingkungan Global. Diktat PLI. Surabaya: Teknik Kimia ITS,
Suyono, Sudarsono. Dan Kensaku. Takeda,2006.Hidrologi untuk pengairan.PT.Jakarta:
Pradnya Paramita
top related