bab i

Post on 04-Dec-2015

213 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

asdfghjkyhn

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma kepala merupakan suatu traume yang mengenai daerah kulit

kepala baik mengenai tulang tengkorak atau otak akibat terbenturnya atau

terjadinya injury baik secara langsung maupun tidak langsung.

Seorang perawat  sangat berperan di dalam penanganan gawat

darurat dalam kasus trauma kepala, bagaimana cara kita melakukan

pengkajian keperawatan tentang trauma kepala sampai dengan

melakukan evaluasi dari kasus yang telah tersedia.

Trauma kepala dapat diklasifikasikan dengan beberapa jenis

diantaranya

1. Trauma kepala minor, apabila trauma kapala dapat

mengakibatkan kehilangan kesadaran atau amnesia kurang

dari 30 menit

2. Trauma kepala sedang, apabila trauma kepala yang dapat

mengakibatkan kehilangan kesadaran dan bisa

mengakibatkan amnesia lebih dari 30 menit namun kurang

dari 24 jam

3. Trauma kepala berat, apabila trauma kepala yang dapat

mengakibatkan kehilangan kesadaran dan menyebabkan

amnesia lebih dari 24 jam

Sedangkan jenisnya dapat di bagi menjadi 2 yaitu trauma kepala

sobek pada kulit kepala dan fraktur pada tulang tengkorak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa defenisi dari trauma kepala?

2. Apa dampak trauma kepala?

3. Bagaimana mekanisme terjadinya trauma kepala?

4. Dimana lokasi terjadinya trauma kepala?

5. Bagaimana penanganan korban trauma kepala?

BAB II

PEMBAHASAN DAN PEMAPARAN

A. Pengertian

Trauma kepala adalah setiap trauma pada kepala yang

menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak maupun otak.

Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan

trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak,

edema otak, perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang bervariasi

tergantung pada luas daerah trauma.

B. Dampak Trauma Kepala

Dampak trauma kepala pada system tubuh lain :

1. Faktor kardiovaskuler

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi

jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial,

perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.

Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis

mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal

ini menyebabkan penurunan curah jantung dan

meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh

berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik.

Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri

adalah terjadinya edema paru.

2. Faktor Respiratori

Adanya edema paru pada trauma kepala dan

vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan

hiperpnoe dan bronkokonstriksi

Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida

mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran

darah bertambah karena terjadi vasodilatasi.

Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang

menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan

penurunan CBF (cerebral blood fluid).

Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik)

dan tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat

menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak

atau medulla oblongata

3. Faktor metabolisme

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme

seperti trauma tubuh lainnya yaitu kecenderungan

retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen

Retensi natrium juga disebabkan karena adanya

stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan

pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.

4. Faktor gastrointestinal

Trauma kepala juga mempengaruhi sistem

gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3 hari) terdapat

respon tubuh dengan merangsang aktivitas

hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan

merangsang lambung menjadi hiperasiditas.

5. Faktor psikologis

Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik

pasien, trauma kepala pada pasien adalah suatu

pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul

pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien.

Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan

penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis

akan mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga. 

C. Mekanisme Terjadinya Trauma Kepala

Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam

menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologi dari trauma kepala

kepala. Pada trauma kepala terjadi akselerasi (gerakan yang cepat dan

mendadak yang terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur

kepala yang diam) dan deselerasi (penghentian akselerasi secara

mendadak yaitu jika kepala membentur benda yang tidak bergerak). Pada

waktu akselerasi berlangsung, terjadi dua kejadian yaitu akselerasi

tengkorak ke arah dampak (kup) dan pergeseran otak ke arah yang

berlawanan dengan arah dampak primer (kontra kup). Apabila akselerasi

disebabkan oleh pukulan pada oksiput, maka pada tempat di bawah

tampak terdapat tekanan positif akibat identasi ditambah tekanan positif

yang dihasilkan oleh akselerasi tengkorak ke arah dampak dan

penggeseran otak ke arah yang berlawanan. Di seberang tempat terdapat

tekanan negatif akibat akselerasi kepala yang ketika itu juga akan

ditiadakan oleh tekanan yang positif yang diakibatkan oleh pergeseran

seluruh otak.

Maka pada trauma kepala dengan dampak pada oksiput, gaya

kompresi di bawah berdampak cukup besar untuk bisa menimbulkan lesi.

Lesi tersebut bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang

berbentuk titik-titik besar dan kecil tanpa kerusakan pada duramater (lesi

kontusio). Jika lesi terjadi di bawah dampak disebut lesi kontusio “kup”

dan jika terjadi di seberang dampak disebut lesi kontusio “kontra kup”.

Sehingga dari sana bisa timbul gejala-gejala deficit neurologist berupa

reflek babinski yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran

pulih kembali, si penderita biasanya menunjukkan gambaran “organic

brain syndrom” dan berdampak juga pada autoregulasi pembuluh darah

serebral, sehingga terdapat vasoparalisis.

Akselerasi dan penggeseran otak yang terjadi bersifat linear dan

bahkan akselerasi yang sering kalidiakibatkan oleh trauma kepala disebut

akselerasi rotarik. Pergeseran otak pada akselerasi dan deselerasi linear

dan rotarik bisa menarik dan memutuskan vena-vena yang menjembatani

selaput arakhnoida dan dura sehingga timbul perdarahan subdural. Vena-

vena tersebut “Bridging Veins”.

Pada umumnya trauma kepala terjadi sebagai akibat kecelakaan.

Pada trauma kepala mempunyai beberapa macam, yaitu :

1. Trauma kepala terbuka

Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak

dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila

tulang tengkorak menusuk otak

Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada

meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba

eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign

(warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid) dan

otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari

telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan

oleh retak tulang dasar tengkorak.

Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh

foto rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda

klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :

Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang

telinga di atas os mastoid )

Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang

telinga )

Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa

trauma langsung )

Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )

Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

2. Trauma Kepala Tertutup

Trauma kepala tertutup terjadi pada Komusio serebri (Gegar otak),

Kontusio serebri (Memar otak), Perdarahan sub dural, Perdarahan

Intraserebral .

a. Komusio serebri  ( Gegar otak )

Komusio serebri  ( Gegar otak ) merupakan bentuk trauma kapitis

ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit). Gejala lain mungkin

termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung.

Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi dibedakan

atas koup kontusio dimana lesi terjadi pada sisi

benturan, dan tempat benturan. Pada kepala yang

relatif diam biasanya terjadi lesi koup, sedang bila

kepala dalam keadaan bebas bergerak akan terjadi

kontra koup.

Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal

berupa kesadaran yang makin menurun, disertai oleh

anisokoria pada mata ke  sisi dan mungkin terjadi

hemiparese kontralateral. SEdangkan perdarahan

epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak

memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran

(biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah

beberapa hari.

b. Perdarahan sub dural

 Perdarahan sub duralmerupakan perdarahan antara duramater dan

arakhnoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Perdarahan subdural

dibedakan atas akut, subakut, dan kronis.

Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan  cedera otak

besar dan cedera batang otak. Tanda-tanda akan gejala klinis berupa

sakit kepala, perasaan kantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, dan

gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi

ipsilateral pupil.

Perdarahan subdural subakut, biasanya berkembang 7

sampai 10  hari setelah cedera dan dihubungkan

dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan

serebral yang terus-menerus menyuebabkan 

penurunan tingkat kesadaran yang dalam

Perdarahan subdural kronik, terjadi karena luka ringan.

Mulanya  perdarahan kecil memasuki ruang subdural.

Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar

membran vaskuler dan pelan-pelan meluas. Gejala

mungkin tidak terjadi dalam beberapa mingggu atau

bulan. Keadaan ini pada proses yang lama akan terjadi

penurunan reaksi pupil dan motorik.

c. Perdarahan Intraserebral

Merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Perdarahan 

mungkin menyertai contra coup phenomenon. Kebanvalan dihubungkan

dengan kontusio dan terjadi dalam area frontal dan temporal. Akibat

adanya substansi darah dalam jaringan otak akan menimbulkan edema

otak. Gejala neurologik tergantung dari ukuran dan lokasi perdarahan.

D. Lokasi Terjadinya Trauma Kepala

Pada kulit kepala: terjadi robekan pada kulit kepala atau pada jenis

trauma kepala ringan.

Pada tengkorak atau otak: terjadi benturan keras, terkena benda

tumpul pada kepala atau pada jenis trauma kepala terbuka dan berat.

Berdasarkan berat ringannya trauma kepala terbagi menjadi 3 yaitu:

1.  Cedera kepala ringan :

Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi

kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur

tengkorak, kontusio atau hematoma.

a) Tidak kehilangan kesadaran

b) Satu kali atau tidak ada muntah

c) Stabil dan sadar

d) Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala

e) Pemeriksaan lainnya normal

2.   Cedera kepala sedang :

Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai

24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.

a) Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian

b) Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin

mengantuk

c) Dua atau lebih episode muntah

d) Sakit kepala persisten

e) Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma

f) Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di

kulit kepala

g) Pemeriksaan lainnya normal

3.   Cedera kepala berat :

Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya

disertai kontusio, laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.

a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama

b) Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri

atau tidak responsif

c) Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga

d) Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana,

kelemahan sesisi)

e) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:

Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi

nervus okulomotor

Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan

bradikardi dan hipertensi

f) Trauma kepala yang berpenetrasi

g) Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera

setelah trauma)

E. Penanganan korban trauma kepala

1. Pertolongan pertama pada korban trauma kepala pra rumah sakit

Fokus penanganan korban dengan cedera kepala pada area pra

rumah sakit adalah menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan.

Pada fase pra rumah sakit titik berat diberikan pada menjaga kelancaran

jalan nafas, kontrol adanya perdarahan dan syock, stabilisasi pasien dan

transportasi ke rumah sakit  terdekat.

Peran masyarakat awam :

a. AIR WAY (Menjaga kelancaran jalan nafas)

Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga pengamatan look,  listen

and feel. Look berarti melihat adanya gerakan pengembangan dada dan

listen adalah mendengarkan suara pernafasan. Seringkali suara

mengorok dan bunyi gurgling (bunyi cairan) menandakan adanya

hambatan jalan nafas. Sedangkan feel adalah merasakan adanya

hembusan udara saat klien melakukan ekspirasi yang bisa kita rasakan

pasa pipi maupun punggung tangan penolong. Jikas ketiga tanda ini dapat

kita temukan artinya pernafasan klien masih ada.

Untuk memperlancar jalan nafas, lakukan upaya dengan dua metode

yaitu Haed till dan Chin lift, yaitu tindakan mendorong kepala agak

kebelakang dan menganggakt dagu ke atas. Dengfan manuver ini maka

jalan nafas akan terbuka sehingga aliran udara bisa lancar sampai di paru.

Bila korban dicurigai adanya trauma cervical yang biasanya ditandai dari

adanya jejas pada dada, leher, dan muka/wajah, maka dua manuver tadi

harus dihindari agar tidak menambah cedera leher yang terjadi tetapi

lakukan Jaw Thrust Manoever. 

b. BREATHING (Menjaga/membantu bernafas)

Bila airway sudah baik belum tentu pernafasan akan baik, sehingga

perlu selalu dilakukan pemeriksaan apakah pernafasan penderita sudah

adekuat atau belum.

Perubahan pernafasan dapat kita lihat dari pengamatan frekwensi

pernafasan normalnya pada orang dewasa frekwensi pernafasan per

menit adalah 12 – 20 kali permenit sedangkan anak 15 – 30 kali per menit.

Sehingga pada orang dewasa dikatakan abnormal bila pernafasan lebih

dari 30 atau kurang dari 10 setiap menit. Pada pasien yang didapati

mengalami henti nafas, maka tindakan yang dilakukan adalah melakukan

pernafasan buatan. Tindakan ini dapat dilakukan melalui mouth to mouth.

Tindakan pemberian fasas buatan secara langsung dari mulut ke mulut

sudah tidak dianjurkan karena beresio terjadinya infeksi atau penularan

penyakit, karena itu penolong harus menggunakan barrier device (alat

poerantara).

c. CIRCULATIONS (Memertahankan sirkuilasi dan kontrol

perdarahan)

Seringkali pasien dengan trauma juga mengalami perdarahan. Hall

yang harus dilakukan adalah bagaimana agar perdarahan bisa segera

dihentikan. Beberapa perdahahan kecil dan perdarahan vena mungkin

lebih mudah diatasi, sedangkan perdarahan arteri biasanya sulit diatasi

dan dapat segera menyebabkan syock sirkulasi.

Tanda-tanda adanya kehilangan cairan (darah) dapat di ketahui dari

pemeriksaan sederhana seperti nadi, tekanan darah dan respirasi. Pada

perdarahan ringan kurang dari 750 ml biasanya ditemukan tekanan darah

masih normal dan nadi lebih dari 100 kali per menit dan pernafasan

meningkat 20 – 30 kali per menit. Pada perdarahan sedang dan berat

Tekanan darah akan menurun disertai peningkatan nadi dan respirasi

lebih dari perdarahan ringan.

Perdarahan dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada

daerah luka. Dengan bebet tekan ini diharapkan pembuluh darah yang

rusak akan dapat di tutup sehingga perdarahan akan dapat di kurangi.

Penggunanna teknik ikatan (torniquet) tidak dianjurkan karena tindakan ini

beresiko mengakibatkan terhentinya vaskularisasi ke ujung ekstremitas

yang dapat mengakibatkan kematian jaringan. 

d. EVAKUASI DAN STABILISASI (pemindahan dan

mempertahankan posisi)

Kebanyakan para penolong yang tidak tahu cara-cara pengangkatan

dan pemindahan penderita yang benar akan membuat cedera semakin

parah pada saat pemindahan penderita. Beberapa hal yang harus

diperhatikan oelh penolong saat melakukan pemindahan adalah :

1)Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita, jika

tidak mampu jangan paksakan

2)Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan

kaki sebelahnya.

3)Berjongkok  jangan membungkuk saat mengangkat.

4)Tubuh sedekat mungkin dengan beban yang harus diangkat.

Pada pasien dengan trauma cervikal dan tulang belakang

pemindahan penderita harus dilakukan dengan hati hati dan tidak dapat

dilakukan sendirian. Tiga penolong dengan masing-masing menyangga

bagian atas tengah dan bawah akan mengurangi kemungkinan cedera

menjadi lebih parah. Dalam memiringkan juga perlu dilakukan secara

bersama yang disebut dengan teknik log roll. Untuk menghindari cedera

sekunder gunakan bidai, long spine board dan neck colar untuk

mensabilkan posisi penderita. 

e. TRANSPOTRASI (pengangkutan menuju Rumah Sakit)

Pemilihan sarana transportasi yang salah juga bisa menimbulkan

cedera yang lebih parah pada pasien. Idealnya transportasi pasien cedera

kepala adalah menggunakan ambulan dengan peralatan trauma. Tetapi

untuk daerah yang akses pertolongan pertama oleh ambulan tidak bisa

cepat, jangan berlama-lama untuk menunggu datangnya ambulan. Pilih

mobil dengan kriteria sebagai berikut:

Pilih mobil yang bisa membawa pasien dengan tidur terlentang tanpa

memanipulasi pergerakan tulang belakang, penolong leluasa bergerak

untuk memberikan pertolongan bila selama perjalanan terjadi sesuatu. Hal

yang juga penting selama perjalanan adalah komunikasi dengan pihak

rumah sakit. Dengan melaporkan kondisi korban, penanganan yang telah

dan sedang dilakukan termasuk meminta petunjuk darii petugas

pelayanan gawat darurat rumah sakit tentang apa yang harus dikerjakan

bila menemui kesulitan. Pihak unit gawat darurat juga dapat

mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk pertolongan

korban sesampainya di rumah sakit.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma kepala adalah setiap trauma pada kepala yang

menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak

maupun otak.

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung

mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan

vaskuler dan edema paru.

Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan

tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan

herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti

trauma tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan

air dan hilangnya sejumlah nitrogen

Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien,

trauma kepala pada pasien adalah suatu pengalaman yang

menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan

mempengaruhi psikis

Akselerasi dan penggeseran otak yang terjadi bersifat linear dan

bahkan akselerasi yang sering kalidiakibatkan oleh trauma

kepala disebut akselerasi rotarik.

Komusio serebri  ( Gegar otak ) merupakan bentuk trauma

kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit).

Perdarahan sub duralmerupakan perdarahan antara duramater

dan arakhnoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena.

Perdarahan subdural dibedakan atas akut, subakut, dan kronis.

DAFTAR PUSTAKA

http://devilitoys.blogspot.com/2011/05/trauma-kepala.html, diakses pada

tanggal 3 Februari 2014.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A

Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

top related