bab 4 analisis fasies sedimentasi dan … data batuan inti, litofasies ini dijumpai pada sumur...
Post on 02-Jul-2018
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
23
BAB 4
ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI
BATUPASIR C
4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi
4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti
Litofasies adalah suatu tubuh batuan yang memiliki karakteristik litologi yang
sama secara fisik, biologi, maupun kimia. Analisis fasies dan lingkungan
pengendapan diperlukan untuk menentukan pola sedimentasi dan persebaran dari
batupasir pada interval penelitian.
Dalam penelitian ini analisis litofasies dan lingkungan pengendapan dilakukan
berdasarkan data batuan inti. Data batuan ini yang digunakan pada penelitian ini
didapatkan sumur FY-119, FY-223, dan FY-264. Berdasarkan data batuan inti, secara
umum penulis membagi litofasies batupasir pada daerah penelitian menjadi 5
litofasies yang dapat dibedakan berdasarkan struktur dan tekstur pada batuan.
1. Conglomeratic Coarse - Sandstone
Berdasarkan data batuan inti, litofasies ini dijumpai pada sumur FY-
264 pada dengan interval kedalaman 4929-4923 ft (Gambar 4.1.1.). Litofasies
ini dicirikan berdasarkan sturuktur sedimen berupa bioturbasi dan fragmen
berukuran pasir sangat kasar sampai kerikil. Bioturbasi dengan persentase
25% mengindikasikan bahwa masih ada aktivitas organisme pada lingkungan
pengendapan litofasies ini. Pada litofasies ini ditemukan erosional surface
dengan kenampakan rip-up clast yang mengindikasikan adanya proses
penggerusan yang terjadi pada lingkungan channel. Batupasir yang menjadi
kontak erosi merupakan batupasir dengan semen karbonatan. Hal ini dapat
terjadi karena pada saat penggerusan akibat erosi terjadi proses sementasi
kembali. Litofasies ini mengandung sedikit sekali glaukonit yang
24
mengindikasikan sangat sedikit pengaruh air laut dalam proses pengendapan
litofasies ini.
Gambar 4.1.1. Foto Conglomeratic Coarse – Sandstone pada batuan inti.
2. Flaser-bedded Medium Sandstone
Berdasarkan data batuan inti, litofasies ini dijumpai pada sumur FY-
119, FY-223, dan FY-264 pada interval kedalaman 4869–4866 ft, 4937,5-
4928 ft, dan 4946-4947 ft (Gambar 4.1.2.). Litofasies ini dicirikan berdasarkan
struktur sedimen berupa ripple dan flaser serta fragmen berukuran pasir
sedang. Bioturbasi dengan persentase 25% mengindikasikan bahwa masih ada
aktivitas organisme pada lingkungan pengendapan litofasies ini. Struktur
ripple, flaser, dan clay doublette disebabkan oleh arus pasang-surut air laut.
Fragmen yang berukuran sedang mengindikasikan bahwa litofasies ini
diendapkan dengan energi pengendapan yang sedang. Pada litofasies ini
ditemukan mineral glaukonit yang mencirikan lingkungan laut. Pada litofasies
ini ditemukan bidang erosi dengan kenampakan rip-up clast yang
mengindikasikan adanya proses penggerusan yang terjadi pada lingkungan
channel.
FY-264 4925,8 ft
4926,8 ft
Batupasir warna abu-abu, bioturbasi 25%, sedikit
skolithos dan ophiomorpha, mud drapes, fragmen
berukuran pasir kasar-kerikil, matriks berukuran pasir
halus, semen karbonatan pada bidang erosi ,ukuran
butir menyudut-menyudut tanggung, sorting buruk,
porositas buruk, kompak, kontak erosional dengan
kenampakan rip-up clast dan bioturbasi glossifungites.
25
Gambar 4.1.2. Foto Flaser-bedded Medium Sandstone pada batuan inti.
3. Bioturbated – Medium Sandstone
Berdasarkan data batuan inti, litofasies ini dijumpai pada sumur FY-
119, FY-223, dan FY-264 denganinterval kedalaman 4866-4842 ft, 4916-4890
ft, dan 4923-4884 ft (Gambar 4.1.3.). Litofasies ini dicirikan berdasarkan
struktur sedimen berupa bioturbasi yang intensif dan fragmen berukuran pasir
sedang. Struktur mud drapes mencirikan adanya pengaruh pasang-surut air
laut. Struktur bioturbasi yang intensif mengindikasikan bahwa litofasies ini
diendapkan pada lingkungan pengendapan dengan aktivitas organisme yang
tinggi. Secara umum pada litofasies ini ditemukan skolithos dan ophiomorpha
yang cukup banyak dan sedikit ditemukan planolites. Ukuran fragmen berupa
pasir sedang mengindikasikan bahwa litofasies ini diendapkan pada energi
pengendapan yang sedang.
Pada litofasies ini, matriks lempung dan mineral glaukonit pada sumur
FY-119 lebih banyak dibanding sumur FY-223 dan FY-264. Hal ini
mengindikasikan bahwa sumur FY-119 lebih dekat dengan laut. Persentase
bioturbasi pada sumur FY-119 lebih tinggi dibanding dengan sumur FY-223
dan FY-264. Persentase bioturbasi sumur FY-119 lebih tinggi dibanding
FY-119
4960 ft
4960,5 ft
4931 ft
4932 ft
FY-223
Batupasir warna abu-abu kecoklatan, bioturbasi 25% berupa
skolithos dan ophiomorpha, struktur ripple, flaser, dan clay
doublette, fragmen berukuran pasir sedang, matriks lempung,
bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, sorting
buruk, porositas sedang, kompak, mengandung sedikit glaukonit.
FY-264
4946 ft
4947 ft
26
dengan sumur FY-223 dan FY-264. Skolithos yang ditemukan di sumur FY-
119 lebih sedikit dibanding dengan FY-223 dan FY-264.
Gambar 4.1.3. Foto Bioturbated – Medium Sandstone pada batuan inti.
4. Bioturbated – Very Fine Sandstone
Berdasarkan data batuan ini, litofasies ini dijumpai pada sumur FY-
119, FY-223, dan FY-264 interval kedalaman 4842-4826 ft, 4880-4862 ft, dan
4886-4859 ft (Gambar 4.1.4.). Litofasies ini dicirikan berdasarkan struktur
sedimen berupa bioturbasi yang cukup intensif dan fragmen berukuran pasir
sangat halus. Struktur bioturbasi yang cukup tinggi mengindikasikan bahwa
litofasies ini diendapkan pada lingkungan pengendapan dengan aktivitas
organisme yang cukup tinggi. Secara umum pada litofasies ini ditemukan
bioturbasi ophiomorpha yang cukup banyak dan sedikit skolithos. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara umum litofasies ini diendapkan pada energi
pengendapan yang sedang. Selain itu, ukuran fragmen berupa pasir sangat
halus juga mengindikasikan energi pengendapan yang sangat rendah pada
daerah ini. Litofasies ini mengandung sedikit glaukonit yang mengindikasikan
adanya sedikit pengaruh laut pada pengendapan litofasies ini. Pada litofasies
4846 ft
4846,5 ft
4910,5 ft
ft
4911,5
ft
FY-119 FY-223 FY-264
4901,5 ft
ft
4902,5 ft
ft
Batupasir warna abu-abu kecoklatan, mud drapes, bioturbasi 70% berupa
planolites, skolithos dan ophiomorpha, fragmen berukuran pasir sedang, matriks
lempung, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, sorting sedang-
buruk, porositas buruk, kompak, mengandung glaukonit.
27
ini ditemukan kenampakan rip-up clast yang mengindikasikan adanya proeses
erosi. Selain itu ditemukan bioturbasi glossifungites pada bidang erosional
yang menandakan adanya gap waktu pengendapan.
Persentase bioturbasi sumur FY-119 lebih tinggi dibanding dengan
sumur FY-223 dan FY-264. Skolithos yang ditemukan di sumur FY-119 lebih
sedikit dibanding dengan FY-223 dan FY-264.
Gambar 4.1.4. Foto Bioturbated – Very Fine Sandstone pada batuan inti.
5. Bioturbated – Fine Sandstone
Berdasarkan data batuan inti, litofasies ini dijumpai pada sumur FY-
119, FY-223, dan FY-264 dengan interval kedalaman 4822,5-4803 ft, 4862-
4858 ft, dan 4859-4850 ft (Gambar 4.1.5.). Litofasies ini dicirikan berdasarkan
struktur sedimen berupa bioturbasi intensif dan fragmen berukuran pasir halus.
Mud drapes mencirikan adanya pengaruh pasang-surut air laut. Struktur
bioturbasi yang cukup intensif mengindikasikan bahwa litofasies ini
diendapkan pada lingkungan pengendapan dengan aktivitas organisme yang
cukup. Ukuran fragmen berupa pasir halus mengindikasikan bahwa litofasies
ini diendapkan pada energi pengendapan yang rendah. Litofasies ini
FY-119 FY-223 FY-264
4779 ft
4780 ft
4862 ft
4663 ft
4905 ft
4905,5 ft
ft
Batupasir warna abu-abu kecoklatan, bioturbasi 40% berupa planolites, skolithos
dan ophiomorpha, fragmen berukuran pasir sangat halus, matriks lempung cukup
banyak, ukuran butir membundar tanggung, sorting sedang, porositas sedang,
kompak, mengandung mineral glaukonit, kontak erosional dengan kenampakan
rip-up clast.
28
mengandung sedikit glaukonit yang mengindikasikan adanya sedikit pengaruh
laut pada pengendapan litofasies ini.
Gambar 4.1.5. Foto Bioturbated – Fine Sandstone pada batuan inti.
4866 ft
4867 ft
4855 ft
4856 ft
4802 ft
4803 ft
FY-119 FY-264
Batupasir warna abu-abu, mud drapes, bioturbasi 30% berupa skolithos
dan ophiomorpha, fragmen berukuran pasir halus, matriks berukuran
lempung, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung,
porositas sedang, sorting sedang-buruk, kompak, mengandung mineral
sedikit glaukonit.
FY-223
29
Gambar 4.1.6. Deskripsi dan analisis litofasies berdasarkan data batuan inti Sumur FY-119 (kiri) dan lokasi sumur batuan inti (kanan).
30
Gambar 4.1.7. Deskripsi dan analisis litofasies berdasarkan data batuan inti Sumur FY-223.
31
Gambar 4.1.8. Deskripsi dan analisis litofasies berdasarkan data batuan inti Sumur FY-264.
32
4.1.2. Analisis Fasies Sedimentasi
Penulis melakukan analisis fasies sedimentasi berdasarkan analisis litofasies dan pola
log gamma ray. Litofasies mencerminkan mekanisme pengendapan tertentu. Litofasies
dijadikan acuan dalam penentuan lingkungan pengendapan pada interval penelitian.
Berdasarkan analisis pada batuan inti, penulis menginterpretasikan bahwa lingkungan
pengendapan pada daerah penelitian adalah tide dominated delta. Penulis menggunakan
model tide dominated delta dalam penentuan fasies sedimentasi (Gambar 4.1.9).
Gambar 4.1.9. Model Tide Dominated Delta (modifikasi Emery dan Myers, 1996)
Berdasarkan analisis litofasies, penulis membagi daerah penelitian menjadi 3 asosiasi
fasies yaitu Fasies Tidal Channel, Fasies Tidal Ridge, dan Fasies Tidal Sand Flat (Gambar
4.1.10).
1. Fasies Tidal Channel
Fasies Tidal Channel dicirikan dengan asosiasi litofasies berupa flaser-bedded -
medium sandstone, conglomeratic coarse - sandstone, dan bioturbated - medium
sandstone. Selain itu, fasies ini dicirikan dengan pola log blocky dan bell. Fasies ini
diendapkan dengan energi pengendapan yang tinggi pada lingkungan tidal channel.
Bagian bawah fasies ini dibatasi dengan bidang erosi.
Daerah Penelitian
33
2. Fasies Tidal Ridge
Fasies Tidal Ridge dicirikan dengan asosiasi litofasies berupa bioturbated - medium
sandstone dan pola log funnel dan irregular. Fasies ini diendapkan pada lingkungan
tidal bar.
3. Fasies Tidal Sand Flat
Fasies Tidal Sand Flat dicirikan dengan asosiasi litofasies berupa bioturbated – fine
sandstone dan pola log irregular. Fasies ini diendapkan dengan energi pengendapan
yang rendah pada lingkungan tidal sand flat. Bagian bawah fasies ini dibatasi dengan
bidang erosi.
1,5 km 2 km
Gambar 4.1.10. Fasies sedimentasi berdasarkan data batuan inti dan pola log sumur.
4.1.3. Korelasi Detail
Data yang digunakan dalam detail berupa data log gamma ray sebanyak 24 sumur.
Korelasi dilakukan pada pada 10 lintasan terdiri 5 Lintasan berarah NW-SE dan 5 lintasan
berarah NW-SE. Korelasi pada lintasan berarah NW-SE dapat melihatkan perubahan
34
sedimentasi sedangkan korelasi pada lintasan berarah NW-SE digunakan untuk melihat
geometri dari akomomodasi pengendapan.
Log gamma ray mencerminkan variasi dalam suatu suksesi ukuran butir (Selley, 1978
dalam Walker, 1992). Bentuk dari pola log gamma ray dapat digunakan sebagai interpretasi
awal . Rider (2000) membagi pola log menjadi beberapa jenis yaitu cylindrical, blocky,
funnel, bell, symmetrical, serrated. Jenis pola log sinar gamma ini dapat dijadikan sebagai
interpretasi awal dalam menentukan fasies sedimentasi. Selain menggunakan pendekatan
elektrofasies, penulis juga menggunakan analisis batuan inti sebagai acuan (Gambar 4.1.10.).
Penulis menggunakan marker waktu berupa flooding surface dan erosional surface
dalam melakukan korelasi untuk pembagian fasies pengendendapan. Berdasarkan korelasi
pada tiap sumur, penulis membagi interval penelitan menjadi 6 fasies sedimentasi yaitu
Fasies Tidal Channel 1, Tidal Ridge 1, Tidal Sand Flat 1, Tidal Channel 2, Tidal Ridge 2, dan
Tidal Sand Flat 2. Berikut adalah salah satu korelasi berarah NW-SE yang melewati 6 sumur
pada daerah penelitian (Gambar 4.1.11).
Gambar 4.1.11. Korelasi sumur pada salah satu lintasan berarah NW-SE.
35
4.1.4. Evolusi Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan suksesi vertikal dan karakter dari tiap fasies sedimentasi , lingkungan
pengendapan pada interval penelitian masih dalam satu lingkungan pengendapan. Fasies
batupasir pada interval penelitian diendapkan pada lingkungan tide dominated delta. Pada
interval penelitian terjadi 2 kali siklus pengendapan yang relatif sama. Secara regional,
Formasi Bekasap Interval C diendapkan secara selaras diatas Formasi Bangko. Pengendapan
akhir dari Formasi Bangko terjadi pada saat kenaikan muka air laut maksimum. Penurunan
muka air laut secara drastis menyebabkan perubahan lingkungan pengendapan dari shallow
marine menjadi intertidal. Pada lingkungan intertidal ini mulai diendapkan Formasi Bekasap
C. Pengendapan Formasi Bekasap Interval C diawali dengan fasa transgresi dan mulai
diendapkan Fasies Tidal Channel 1. Batupasir Fasies Tidal Channel 1 diendapkan pada
lingkungan tidal channel kemudian terjadi pengendapan secara progradasi dan dilanjutkan
dengan pegendapan Fasies Tidal Ridge 1 pada lingkungan tidal ridge. Pengendapan secara
progradasi terus terjadi dan pengaruh pasang surut air laut cukup besar menyebabkan
terjadinya pengendapan Fasies Tidal Sand Flat 1 pada lingkungan tidal sand flat. Kemudian
terjadi penurunan muka airlaut yang menyebabkan terjadinya erosi dan diendapkan kembali
Fasies Tidal Channel 2 pada lingkungan tidal channel kemudian terjadi pengendapan secara
progradasi dan diendapkan Fasies Tidal Ridge 2 pada lingkungan tidal ridge. Pengendapan
Bekasap Interval C diakhiri dengan pengendapan Fasies Tidal Sand Flat 2 pada lingkungan
tidal sand flat.
4.2. Analisis Petrofisika
Analisis petrofisika dimaksudkan untuk menentukan karakteristik dan kualitas dari
batuan. Karakteristik dan kualitas reservoir ditentukan oleh beberapa parameter fisik. Dalam
penelitian ini, penulis melakukan beberapa analisis petrofisika berupa Vshale, porositas,
porositas efektif, permeabilitas, dan saturasi air.
4.2.1. Vshale
Vshale adalah volume shale dalam sebuah reservoir. Penulis menggunakan data log
gamma ray untuk melakukan perhitungan Vshale. Rumus perhitungan Vshale yang penulis
gunakan adalah rumus persamaan linear.
36
Perhitungan Vshale yang digunakan adalah:
Keterangan : Vshale = jumlah kandungan lempung (v/v)
GR = Bacaan log Gamma Ray (API)
GRmax = Bacaan log Gamma Ray paling rendah
GRmin = Bacaan log Gamma Ray paling tinggi
Perhitungan Vshale pada interval penelitian menghasilkan sebuah histogram frekuensi
dari Vshale pada seluruh sumur. Berdasarkan histogram Vshale pada interval penelitian,
didapatkan nilai rata-rata Vshale sebesar 0,4 (Gambar 4.2.1.).
Gambar 4.2.1. Histogram frekuensi Vshale seluruh sumur.
4.2.2. Porositas Total
Porositas total adalah perbandingan antara volume pori dengan volume seluruh batuan.
Penulis menggunakan data log RHOB (densitas) untuk melakukan perhitungan porositas.
Berdasarkan kumpulan jenis data log, sumur FY-232 dan FY-330 tidak memiliki data log
RHOB. Sebelum melakukan perhitungan porositas, penulis melakukan sintetik data RHOB.
Penulis mendapatkan sintetik data RHOB dengan proses regresi antara data log gamma ray
dan data log RHOB pada sumur FY-119. Berdasarkan crossplot dari kedua data ini,
37
didapatkan garis regresi dan persamaannya. Persamaan ini digunakan pada sumur yang tidak
memilki data RHOB (Gambar 4.2.2.).
Gambar 4.2.2. Persamaan regresi data RHOB Sumur FY-119.
Setelah melakukan sintetik RHOB dan semua sumur telah memiliki data RHOB,
penulis dapat melakukan perhitungan porositas total di interval penelitian. Perhitungan
porositas total dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan : RHOB = Bacaan log densitas (gr/cc) PHIT = Porositas total (v/v) = Massa jenis matriks batuan PHID = Porositas Densitas (v/v) = Massa jenis fluida
Rumus ini digunakan dengan asumsi batupasir pada daerah penelitian adalah
batupasir dengan nilai densitas batupasir bersih (clean sand) 2,65. Perhitungan porositas total
dalam penelitian menghasilkan sebuah histogram frekuensi porositas total seluruh sumur.
Rata-rata dari porositas total pada interval penelitian adalah 0,14 (Gambar 4.2.3.).
top related