bab 2 tinjauan pustaka 2.1. definisi umum pengertian peranan
Post on 28-Oct-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Umum
Pengertian Peranan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, peranan mempunyai arti tindakan yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa atau
bagian yang dimainkan seseorang dalam suatu peristiwa.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:1173).
Menunjukkan cakupan peran sebagai suatu konsep perihal apa yang
dapat dilakukannya dalam suatu perusahaan. Sebagaimana dalam
menjalankan sebuah perusahaan, perusahaan tentu tidak bisa lepas dari
peranan seluruh elemen perusahaan termasuk Public Relation (Ambarwati,
2009:15)
Dari beberapa pengertian “peranan” di atas, dalam penelitian ini
peranan didefinisikan sebagai aktifitas yang diharapkan dari suatu
kegiatan, yang menentukan suatu proses keberlangsungan.
Pengertian Search And Rescue
Search And Rescue (SAR) adalah usaha dan kegiatan manusia
mencari, menolong, dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau
dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah-musibah
seperti pelayaran, penerbangan, dan bencana.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Badan SAR Nasional adalah lembaga pemerintah yang bergerak di bidang
pencarian dan pertolongan (Search And Rescue) yang awalnya berada
dibawah naungan Departemen Perhubungan, dalam melaksanakan tugas
pokoknya memerlukan dukungan dan partisipasi dari semua pihak dalam
memanfaatkan berbagai fasilitas sarana, prasarana, personil, dan meterial
yang dimiliki oleh berbagai instansi Pemerintah, Swasta, Organisasi, dan
Masyarakat. Mulai bulan November 2006, Badan SAR Nasional
8
(Basarnas) tidak lagi berada di bawah Departemen Perhubungan (Dephub).
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2006, badan ini langsung di
bawah presiden. Menurut Hatta Rajasa (24/11/2006) selaku menteri
perhubungan, Basarnas berbeda dengan Komisi Nasional Kecelakaan
Transportasi (KNKT) dan Dewan Keselamatan. KNKT bertugas mengecek
dan menyelidiki penyebab suatu kecelakaan transportasi agar kecelakaan
serupa tidak terulang. Dewan Keselamatan memberi masukan sebagai
penguatan aspek keselamatan sebelum kecelakaan terjadi. Sedangkan
Basarnas bertugas mencari korban, baik dalam kecelakaan transportasi
maupun bencana alam. Seperti halnya Badan Meteorologi dan Geofisika
(BMG) yang merupakan lembaga pemerintah nondepartemen, Basarnas
akan memiliki anggaran sendiri.
Pengertian Bencana
Bencana dapat didefinisikan dalam berbagai arti baik secara
normatif maupun pendapat para ahli. Menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Pengertian bencana dalam Kepmen Nomor 17/kep/Menko/Kesra/x/95
adalah sebagai berikut : Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau keduanya yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum
serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), definisi bencana adalah
peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi,
9
kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan pelayanan
kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari
pihak luar. Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002)
adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis,
hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau
pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar
masyarakat atau wilayah yang terkena.
Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003) yang dikutip
Wijayanto (2012), Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap
masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik
oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak
yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya
dengan sumber daya yang ada. Lebih lanjut, menurut Parker (1992) dalam
dikutip Wijayanto (2012), bencana adalah sebuah kejadian yang tidak
biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di
dalamnya merupakan imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon
dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk
memberikan antusiasme yang bersifat luas.
Menurut Coburn, A. W. dkk. 1994. Di dalam UNDP
mengemukakan bahwa : Bencana adalah Satu kejadian atau serangkaian
kejadian yang memberi meningkatkan jumlah korban dan atau kerusakan,
kerugian harta benda, infrastruktur, pelayanan-pelayanan penting atau
sarana kehidupan pada satu skala yang berada di luar kapasitas norma.
Sedangkan Heru Sri Haryanto (2001 : 35) Mengemukakan bahwa:
Bencana adalah Terjadinya kerusakan pada pola pola kehidupan normal,
bersipat merugikan kehidupan manusia, struktur sosial serta munculnya
kebutuhan masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa
pengertian bencana diatas, bahwa pada dasarnya pengertian bencana
secara umum yaitu suatu kejadian atau peristiwa yang menyebabkan
kerusakan berupa sarana prasana maupun struktur sosial yang sifatnya
mengganggu kelangsungan hidup masyarakat.
10
2.2 Aturan yang mengatur tentang Search And Rescue
1. Peraturan Perundang-undangan Nasional Penyelenggaraan SAR Nasional
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan nasional sebagai berikut:
1) UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.
2) UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran,
3) Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2006 tentang Pencarian dan
Pertolongan.
4) Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan.
5) Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 79 Tahun 2001
tentang Kantor SAR.
6) Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 43 Tahun 2005,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan.
7) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 40 Tahun 2006
tentang Pos Search and Rescue
2. Peraturan Perundang-undangan Internasional Penyelenggaraan SAR
Nasional dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan internasional
sebagai berikut:
1) International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS),
1974
2) "International Aviation & Maritime Search and Rescue
(IAMSAR)", ICAO/IMO, 1998.
3) "Seacrh and Rescue", International Civil Aviation Organization,
Annex 12, tahun 2000
4) UNCLOS-82 yang diratifikasi dengan UU No. 17Th 1985,
Indonesia diterima dan diakui sebagai negara kepulauan yang 18
memiliki laut pedalaman, namun Indonesia harus menyediakan
jalur laut intemasional. Selain itu, saat ini Basarnas sedang
mengupayakan untuk meratifikasi International Convention on
Maritime SAR 1979 guna meningkatkan standar dan pelaksanaan
SAR terhadap musibah yang terjadi di wilayah perairan Indonesia.
11
2.3 Prosedur Darurat dan Contigency Plan
1) Prosedur Darurat
Keadaan darurat merupakan keadaan diluar keadaan normal yang terjadi
diatas kapal yang berpotensi menimbulkan bahaya bagi keselamatan
manusia, harta benda (barang) kapal dan lingkungan sekitar kapal.
Penyebab timbulnya keadaan darurat diatas kapal :
1) Kesalahan Manusia
2) Kesalahan Prosedur
3) Kesalahan Peralatan
4) Pelanggaran terhadap aturan
5) Kehendak Tuhan Yang Maha Esa (Situasi buruk karena alam)
Prosedur darurat merupakan tata cara kerja/urutan-urutan tindakan yang
harus dilakukan ketika kapal dalam kondisi darurat yang berpotensi dapat
membahayakan keselamatan jiwa manusia, harta benda, maupun
lingkungan agar resiko dari bahaya tersebut dapat diminimalis sekecil
mungkin dan jika memungkinkan dihilangkan sama sekali.
Jenis-jenis Prosedur Keadaan Darurat :
1. Prosedur Intern (Lokal) : Tata cara kerja untuk mengatasi keadaan
darurat yang terjadi pada tiap-tiap departement dikapal, dengan asumsi
keadaan darurat yang berlangsung dapat diatasi oleh departement itu
sendiri tanpa melibatkan bantuan dari pihak luar.
2. Prosedur Umum (Utama) : Tata cara kerja untuk mengatasi keadaan
darurat yang dibuat oleh perusahaan, dengan asumsi bahwa keadaan
darurat tersebut cukup besar, yang dapat membahayakan keselamatan
kapalnya, kapal lain atau pelabuhan setempat, dan untuk
penanggulangannya diperlukan tenaga yang banyak atau melibatkan
kapal-kapal lain dan pihak-pihak yang berwenang dipelabuhan setempat
12
Jenis-jenis keadaan darurat :
1) Tubrukan : Suatu keadaan dimana terjadinya kontrak/benturan antara
kapal dengan kapal lain atau kapal dengan dermaga, maupun kapal
dengan benda tertentu yang dapat menyebabkan korban jiwa, kerusakan
kapal serta pencemaran lingkungan.
2) Kebakaran/Ledakan : Suatu keadaan darurat yang disebabkan oleh
timbulnya api dari media penyebabnya yang berakibat fatal dan
menimbulkan ledakan karena memiliki tekanan didalamnya yang terjadi
diberbagai tempat dikapal yang dapat membahayakan jiwa manusia,
harta benda dan lingkungan.
Beberapa tempat diatas kapal yang berindikasi mudah terjadi kebakaran :
1) Engine Room
2) Paint/Store Room
3) Palka/Tangki/Ruang Muat
4) Accomodation Room
5) Bow/Stern Thruster Room
6) Deck
7) Bridge (in case fire become electrity)
3) Kandas : Suatu keadaan darurat yang disebabkan oleh terkontaminasinya
lunas kapal terhadap dasar perairan baik disengaja maupun tidak yang
dapat membahayakan jiwa manusia, dan kerusakan kapal dan lingkungan
sekitar. Tanda-tanda kapal apabila mengalami kandas :
1) Beratnya perputaran baling-baling
2) Asap cerobong menghitam
3) Badan kapal bergetar
4) Kecepatan kapal berubah dengan tiba-tiba
5) Berhenti dengan seketika ditandai dengan munculnya kekeruhan air
dikarenakan lumpur naik kepermukaan air.
Kandas dapat menimbulkan kebocoran kapal, pencemaran, kebakaran
(jika bahan bakar/minyak terkondisi dengan jaringan listrik yang rusak
13
sehingga menimbulkan nyala api) atau bahaya tenggelam jika air yang
masuk kekapal tidak dapat diatasi.
4. Kebocoran/Tenggelam : Suatu keadaan darurat dimana disebabkan
masuknya air laut kedalam kapal dikarenakan terjadi kerusakan pada
bagian lain pada kapal yang dapat membahayakan jiwa manusia, harta
benda dan lingkungan.
Kebocoran tersebut biasanya disebabkan oleh :
1) Kandas
2) Tubrukan
3) Kerusakan/ledakan yang menyebabkan kerusakan bangunan kapal
4) Serta akibat korosi (pengkaratan)
5. Orang Jatuh ke Laut (MOB) Man Over Board : Sebuah situasi dimana
dalam anggota awak kapal jatuh di laut dari kapal, tidak peduli dimana
kapal berlayar, pada lautan yang terbuka atau masih perairan di
pelabuhan. Pelaut harus sangat berhati-hati saat menjalankan tugasnya
berada diatas kapal karena tidak pernah bisa diterima begitu saja bahwa
seseorang dapat jatuh dari kapal karena cuaca buruk, kecelakaan, dan
karena kelalaian.
Man over board adalah situasi darurat yang sangat penting untuk
menemukan dan memulihkan orang sesegera mungkin sebagai akibat
cuaca buruk atau ombak besar, anggota kru bisa tenggelam atau karena
suhu air dingin orang bisa mendapatkan hypotermia.
6. Hypotermia : Suatu situasi dimana disana adalah hilangnya panas suhu
akibat kontak berkepanjangan tubuh dengan air dingin dan metabolisme
normal tubuh dan fungsi terpengaruh. Seseorang akan sadar setelah 15
menit dalam air dengan suhu 5 derajat celcius. Alarm Man Over Board
ada sinyal alarm khusus digunakan onboard kapal dan sama untuk
semua kapal berlayar seluruh perairan baik nasional maupun
intermasional, adapun tindakan yang harus diambil apabila/selama
terjadi MOB adalah situasi pengamatan awal dan awal kru yang jatuh
memainkan peran penting dalam meningkatkan presentase dalam upaya
14
menyelamatkan hidupnya ketika berada dalam air. Tindakan penting
yang harus diambil ketika orang berlebihan yang terlihat adalah :
1) Hal pertama dan terpenting adalah jangan pernah kehilangan
pandangan orang jatuh dan memberitahukan kru dengan berteriak
“Man Over Board” bersama dengan sisi kapal pelabuhan yaitu sisi
kanan sampai seseorang memberitahu anjungan dan membunyikan
alarm.
2) Begitu petugas anjungan tahu situasi, meningkatkan „Man Over
Board Alarm‟ dan bendera sinyal hoist „O‟ untuk menginformasikan
kepada semua staf kapal dan kapal lain tentang sekitarnya.
3) Melempar pelampung dengan smoke float, cahaya (dan SART jika
tersedia) dekat orang jatuh.
4) Hal ini harus diingat untuk tidak membuang lebih dari satu
pelampung karena akan mengganggu awak kapal yang jatuh yang
sudah dalam keadaan dan situasi panik.
5) Amati terus dengan teropong untuk mengawasi terus menerus pada
MOB.
6) Mesin kapal harus melambat dan kapal harus berbalik arah kru jatuh
untuk manuver pemulihan. Engine untuk dibuat stand by sepanjang
waktu.
7) Selalu waspada dan hati-hati untuk manuver kapal agar tidak
menabrak awak kapal. Siap menjaga perahu penyelamatan dan
mengumpulkan tim penyelamat.
7. Pencemaran : Suatu keadaan darurat yang disebabkan karena
masuknya material pencemar seperti partikel kimia, limbah industri,
limbah pertanian dan perumahan, ke dalam laut, yang bisa merusak
lingkungan laut. Material berbahaya tersebut memiliki dampak yang
bermacam-macam dalam perairan. Ada yang berdampak langsung,
maupun tidak langsung pembuangan limbah baik disengaja atau tidak
15
maupun tumpahan minyak yang melebihi 15 PPM yang dapat
membahayakan manusia dan lingkungan (ekosistem).
8. Failured Engine/Steering : Suatu keadaan darurat dimana terjadi
kerusakan secara tiba-tiba pada saat kapal berolah gerak atau berlayar
sehingga membahayakan jiwa manusia, kapal dan lingkungan.
9. Perampokan/Keamanan Kapal Terancam (Piracy/Hijact) : Suatu
keadaan darurat dimana ada bahaya yang mengancam keamanan kapal
baik bahaya yang dilakukan kelompok atau personal yang mengancam
jiwa manusia dan harta benda.
2.4 Contigency Plan Keadaan Darurat Dikapal
Contigency Plan merupakan suatu sistem atau program kerja dalam rangka
antisipasi dan penanggulangan keadaan darurat dikapal yang didasarkan pola
terpadu yang mampu mengintegrasikan aktivitas/upaya tindakan secara tepat,
cepat, aman dan terkendali atas dukungan dari kemampuan crew kapal
maupun instansi terkait dengan fasilitas yang tersedia.
Tujuan dari Contigency Plan :
1. Mengurangi/menghilangkan kemungkinan terjadinya keruskan yang lebih
luas/besar akibat keadaan darurat.
2. Memperkecil kerusakan materi dan lingkungan disekitar kapal.
3. Mengantisipasi terjadinya korban jiwa akibat keadaan darurat.
4. Supaya dapat menguasai keadaan ketika situasi darurat dan mengatasinya
dengan cepat, tepat, aman dan terkendali.
Isi pokok Contigency Plan :
1. Organisasi keadaan darurat : Organisasi yang dibentuk diatas kapal untuk
menanggulangi keadaan darurat, terdiri dari pusat komando, kelompok
keadaan darurat, kelompok pendukung, dan kelompok ahli.
2. Isyarat-isyarat bahaya : Isyarat-isyarat yang dapat dipakai untuk
memberitahukan bahwa kapal dalam keadaan darurat dan membutuhkan
bantuan segera (Rule 38 Colreg) baik internal maupun eksternal.
16
3. Lintas penyelamatan diri (Escape Route) : Jalur yang ditetapkan diatas
kapal yang dipakai untuk menuju Muster Station ketika kapal dalam
keadaan darurat. (Muster Station : Tempat berkumpulnya crew kapal pada
saat dalam keadaan darurat)
4. Nomor Telepon (Emergency Contact List) : Merupakan nomor
telepon/kode panggilan khusus yang dapat dihubungi pada saat kapal
dalam keadaan darurat seperti :
1. DPA (Designated Person Ashore) berarti personil yang ditunjuk di
darat yaitu seseorang atau lebih personil didarat sesuai dengan
kebutuhan yang telah ditunjuk yang memiliki akses langsung dengan
pucuk pimpinan managemen yang menjadi penghubung utama antara
pihak kapal (Nahkoda) dengan pucuk pimpinan didarat, dan juga
mempunyai tanggung jawab untuk memonitor aspek keselamatan dan
perlindungan lingkungan dalam pengoperasian setiap kapal.
Adapun tugas dari DPA ini adalah sebagai berikut :
1) Implementasi ISM code
2) Mengkoordinir Familirisasi dan Penelitian ISM code
3) Kendali dokumen
4) Evaluasi kecelakaan, NC dan Near Misses (Keadaan yang dianggap
hampir terjadinya sebuah kecelakaan)
5) Mengkoordinir Internal Audit
6) Memimpin Team Tanggap Darurat (Emergency Respond)
7) Memonitor pelaksaan External Audit
2. Port Authority merupakan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan
sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian,
dan pengawasan kegiatan kepelabuhan yang diusahakan secara
komersial. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 1964,
institusi di pelabuhan berubah menjadi penguasa pelabuhan (Port
Authority) dimana Komandan Port Authority dijabat oleh syahbandar
ahli dan Syahbandar Muda menjadi Inspeksi Keselamatan Pelayaran.
Disamping itu, Pelabuhan menjadi Staf Service di Port Authority
17
sedangkan Inspeksi Pelayaran Ekonomi menjadi staf Operasi pada
Port Authority dengan sebutan Inspeksi Pelayaran Niaga/Traffic.
Komandan Port Authority juga merangkap sebagai Kepala Daerah
Pelayaran.
3. Radio Stations
4. CSO (Company Security Officer) merupakan atau Petugas Keamanan
Perusahaan adalah personil yang ditugaskan oleh perusahaan untuk
memastikan bahwa penilaian keamanan kapal diperkuat, disampaikan
untuk persetujuan, dan kemudian menerapkannya dan memeliharanya,
dan untuk berhubungan dengan petugas fasilitas pelabuhan dan
petugas keamanan kapal.
5. Port Facility Security Officer (PFSO) ata Petugas Keamanan Fasilitas
Pelabuhan adalah personil yang ditugaskan sebagai penanggung
jawab untuk pengembangan, penerapan, perubahan dan pemeliharaan
dari rancangan keamanan fasilitas pelabuhan dan untuk berhubungan
dengan petugas keamanan kapal dan petugas keamanan perusahaan.
6. Rescue Coordinator (Search and Rescue Unit), meliputi kapal-kapal
guna mengevakuasi korban.
7. Hospital/Clinic
2.5 Sumber Daya Yang Dapat Dimanfaatkan Dalam Mengatasi Keadaan
Darurat
Sumber daya merupakan hal yang sangat penting dalam mempersiapkan
dan mengatasi situasi darurat dikapal, adapun sumber daya tersebut
meliputi :
1. Management Team : Adapun yang menjadi team dalam hal ini adalah
master, Chief officer dan Chief Engineer, serta second engineer,
mereka akan bertindak sebagai pimpinan dalam kegiatan darurat pada
bagian masing-masing.
2. Operational Team : Junior Officer dan Enginer merupakan orang-
orang yang berada pada operational, dikarenakan mereka akan
18
memberikan instruksi maupun petunjuk sekaligus membantu
mengoperasikan peralatan keselamatan selama dalam keadaan darurat.
3. Support Team : Bosun dan Anak Buah Kapal maupun penumpang
yang mempunyai keahlian tertentu seperti Fire Fighter, dokter,
perawat kesehatan
4. Alat-alat penolong dan alat-alat komunikasi
External Recources :
1) Port Authorities
2) Navy/Air Forces/Marine Coastguards
3) Medical Asisstance, dokter, paramedik dan ambulance
4) Perusahaan pelayaran, management team, DPA
5) Team SAR
6) Alat-alat komunikasi keadaan darurat
7) Family dari ABK (Anak Buah Kapal) dan penumpang
2.6 Konversi SAR 1979 dan IAMSAR Manual
IAMSAR singkatan dari International Aveoronautical and Maritime
Search And Rescue. Mengingat perkembangan tehnologi maritim dan
makin kompleknya permasalahan yang timbul dalam operasi pencarian
dan pertolongan (SAR) di laut, IMO menugaskan sub-komite COMSAR
(Radio Communication and Search and Rescue) untuk membuat konsep
konvensi tentang SAR ini. Pada tahun 1978 sub-komite COMSAR
menyerahkan konsep text konvensi SAR kepada Komite Keselamatan
Maritim (Maritime Safety Committee – MSC), yang kemudian dilakukan
konferensi diplomatik pada bulan april 1979 di Hamburg, Jerman. Pada
tanggal 27 April 1979 kenferensi berhasil mengadopsi konvensi sar
tersebut, dan 6 tahun kemudian, yaitu tanggal 22 Juni 1985 Konvensi
SAR 1979 mulai diberlakukan.
Konvensi SAR 1979, bertujuan untuk mengembangkan rencana SAR
(SAR Plan) secara internasional, sehingga tidak peduli di mana
19
kecelakaan terjadi, penyelamatan orang dalam bahaya di laut akan
dikoordinasikan oleh sebuah organisasi SAR dan, ketika diperlukan,
dengan kerjasama antara organisasi SAR negara tetangga.
Meskipun kewajiban kapal untuk memberikan bantuan terhadap kapal
yang dalam keadaan marabahaya secara tradisi dan dalam perjanjian
internasional (seperti Konvensi Internasional untuk Keselamatan Jiwa di
Laut (SOLAS), 1974) telah ada, sebelum diadopsinya Konvensi SAR,
tidak ada instrumen hukum internasional yang mengatur tentang operasi
pencarian dan penyelamatan di laut. Di beberapa wilayah mungkin
terdapat organisasi yang mapan dapat memberikan bantuan segera dan
efisien, di wilayah lain tidak ada sama sekali.
Persyaratan teknis dari Konvensi SAR yang terkandung dalam Lampiran,
yang dibagi menjadi lima bab, bahwa Negara Pihak pada Konvensi ini
diamanatkan untuk memastikan bahwa pengaturan yang dibuat harus
mencakup penyediaan layanan SAR yang memadai di wilayah perairan
pesisir mereka.
Semua Negara Pihak didorong untuk masuk ke dalam perjanjian SAR
dengan negara-negara tetangga yang melibatkan pembentukan wilayah
SAR (SAR area), penyatuan fasilitas, pembentukan prosedur umum,
pelatihan bersama dan saling berkunjung (training and liaison visits).
Konvensi menyatakan bahwa Negara Pihak harus mengambil langkah-
langkah untuk mempercepat/mempermudah unit penyelamatan dari
Negara Pihak lainnya masuk ke perairan teritorialnya.
Selanjutnya Konvensi juga mengamanatkan untuk terus memnyusun
langkah-langkah persiapan yang harus dilakukan, termasuk pembentukan
pusat koordinasi penyelamatan (RCC) dan subcentres, sehingga mampu
menjelaskan prosedur operasi yang harus diikuti dalam hal keadaan
20
darurat atau kesiap-siagaan dan selama operasi SAR. Termasuk
penunjukan seorang komandan di tempat kejadian musibah dan tugas-
tugasnya.
Negara Pihak pada Konvensi ini diwajibkan untuk membangun sistem
pelaporan kapal (Ship Reporting System - SRS), di mana kapal dapat
melaporkan posisi mereka ke sebuah stasiun radio pantai. Hal ini
memungkinkan tenggang waktu (interval) antara kehilangan kontak
dengan kapal dan inisiasi operasi pencarian dapat di minimalisir. Hal ini
juga membantu untuk memungkinkan kapal lain di sekitar kejadian dapat
secara cepat dipanggil untuk memberikan bantuan, termasuk bantuan
medis bila diperlukan.
Setelah Konvensi SAR di adopsi pada tahun 1979, melalui sidang MSC,
disepakati bahwa lautan di dunia dibagi menjadi 13 daerah pencarian dan
penyelamatan, di masing-masing negara yang bersangkutan memiliki
wilayah pencarian dan penyelamatan yang menjadi tanggung jawabnya
masing-masing.
2.7 IAMSAR MANUAL
Bersamaan dengan revisi Konvensi SAR, IMO dan International Civil
Aviation bersama-sama mengembangkan Aeronautical dan Search dan
Rescue Maritim Internasional (IAMSAR)Manual, diterbitkan dalam tiga
volume meliputi Organisasi dan Manajemen, Misi Koordinasi, dan
Fasilitas Bergerak. Pedoman IAMSAR merevisi dan menggantikan IMO
MERSAR Manual, pertama kali diterbitkan pada tahun 1971, dan
IMOSAR Manual, pertama kali diterbitkan pada tahun 1978. Sesuai
dengan Peraturan Presiden RI nomor 30 tahun 2012, pemerintah
Indonesia telah melakukan aksesi (meratifikasi) Konvensi SAR Maritim
tahun 1979. Dengan meratifikasi konvensi ini, maka pemerintah
Indonesia bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Pendekatan
umum untuk pengembangan operasi SAR maritim dan penerbangan
21
didasarkan pada tiga konvensi, yaitu: Konvensi SOLAS (V/33),
Konvensi SAR 1979, dan Lampiran-12 Konvensi Chicago tentang
Penerbangan Sipil Internasional.
Kerjasama SAR ASEAN dilakukan berdasarkan ASEAN Agreement
1975 yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada 15 Mei 1975. Perjanjian
ini memfasilitasi operasi pencarian kapal yang mengalami musibah dan
penyelamatan para korban kecelakaan kapal, dan diratifikasi oleh Brunei
Darussalam, Kamboja, Indonesia, Myanmar, Thailand dan
Vietnam. Deklarasi tersebut adalah demi kepentingan para Pihak dalam
melakukan langkah-langkah pemberian bantuan kepada kapal yang
mengalami musibah di wilayah mereka dan juga tindakan yang tepat dan
memungkinkan untuk dapat dilakukan oleh para pemilik kapal atau pihak
berwenang di mana kapal tersebut terdaftar untuk mempersiapkan
langkah-langkah bantuan yang harus dilakukan dalam keadaan seperti
itu.
Semua negara Pihak wajib membuat perjanjian untuk memastikan
mereka dapat masuk ke suatu wilayah tanpa penundaan, sementara para
ahli yang diperlukan untuk pencarian dan penyelamatan dapat
terhubnung dengan kapal yang mengalami musibah. Negara-negara
ASEAN juga telah membentuk Search and Rescue Regions (SRRs)
dan Maritime Rescue Coordination Centres (MRCCs) yang menyarankan
adanya kerjasama diantara negara-negara ASEAN di tingkat operasional
SAR yang baik secara umum. Beberapa negara ASEAN bahkan telah
memiliki protokol bilateral yang menetapkan mengenai prosedur
masuknya unit penyelamatan ke wilayah otoritas masing-masing.
Langkah-langkah peningkatan kerjasama yang dilakukan adalah dalam
hal kerjasama penggunaan fasilitas SRR setiap kali terlibat misi SAR.
Meningkatkan arus dan pertukaran informasi yang ada selama operasi
SAR. Meningkatkan kerjasama pengelolaan anggota keluarga dari orang
yang diselamatkan atau hilang di laut, dan sering melakukan latihan
22
regional SAR untuk menjamin efisiensi dan efektivitas komunikasi ang
dan pengaturan operasi SAR.
Menetapkan pengaturan kerjasama praktis SAR di wilayah laut
teritorial di mana terdapat batas maritime, di wilayah dimana terjadi
tumpang tindih SRRs. Pengaturan praktis tersebut tidak harus
mengurangi batas klaim maritim dan delimitasi batas maritim.
Peningkatan kerjasama akan lebih mudah dilakukan apabila ada kerangka
hukum yang umum. Sebagian besar negara-negara ASEAN merupakan
para pihak pada UNCLOS dan SOLAS, tapi hanya 3 negara ASEAN
yang menjadi pihak Konvensi SAR yaitu Indonesia, Singapura dan
Vietnam. Sebaiknya semua negara ASEAN yang tidak menjadi pihak
pada Konvensi SAR 1979 harus benar-benar didorong untuk menjadi
negara pihak dari konvensi ini.
ASEAN harus mempertimbangkan penyusunan Perjanjian baru SAR
ASEAN. Sementara itu, ASEAN juga harus mengambil langkah-langkah
untuk meningkatkan, termasuk dalam hal:
1) Penggunaan berbagai fasilitas dalam misi penyelamatan;
2) Prosedur standar operasi untuk masuk ke perairan teritorial dan
melakukan pertukaran informasi;
3) Pengaturan di daerah perbatasan;
4) Meningkatkan program pelatihan SAR; dan meningkatkan latihan
SAR
top related