bab 2 landasan teori fix okthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2009-2-00439-ti bab 2.pdf · ... toyota...
Post on 10-Mar-2019
214 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Produksi Lean (Lean Production System)
2.1.1 Sejarah Sistem Produksi Lean
Istilah “Lean” yang dikenal luas dalam dunia manufacturing dewasa ini
dikenal dalam berbagai nama yang berbeda seperti: Lean Production, Lean
Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Secara singkat, periode
tahun awal mula munculnya Lean adalah:
- Tahun 1902, Sakichi Toyoda membuat sebuah mesin tenun yang dapat
berhenti sendiri jika terjadi gangguan. Yang sekarang ini dikenal sebagai
Jidoka.
- Tahun 1913, Henry Ford menerapkan produksi dengan aliran yang tidak
terputus (the flow of production) dan lini perakitan untuk produksi massal.
Namun, masalah yang dihadapi adalah ketidakmampuan untuk memproduksi
lebih dari satu variasi mobil.
- Tahun 1930-an, setelah perang dunia kedua, Kiichiro Toyoda, Taiichi Ohno,
Shigeo Shingo dan keluarga Toyoda menemukan sistem produksi yang
fleksibel (one-piece flow) yang didukung dengan ditemukannya sistem tarik
(pull system) dimana proses dapat memproduksi sejumlah produk sesuai yang
dibutuhkan.
11
- Tahun 1950-an, Shigeo Shingo mengembangkan sistem yang dikenal sebagai
SMED (Single Minute Exchange of Dies).
- Kemudian sistem persediaan Just-In-Time dikembangkan dan sistem lain
seperti Kanban dan Kaizen yang mendukung terbentuknya sistem produksi
Lean.
2.1.2 Sistem Produksi Lean
Sistem produksi Lean atau yang lebih dikenal sebagai Lean adalah suatu
upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan
nilai tambah (value added) produk (barang/ jasa) agar memberikan nilai kepada
pelanggan (customer value).
Selain itu terdapat pula definisi lain dari Lean yaitu suatu pendekatan sistemik
dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau
kegiatan-kegiatan tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) melalui
peningkatan terus-menerus secara radikal dengan cara mengalirkan produk (material,
work-in-process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari
pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan.
(Gaspersz, 2007, hal.2)
Setelah memahami pengertian dasar dari Lean, maka dapat diketahui bahwa
Lean mempunyai beberapa tujuan, antara lain: (George, 2002, hal.35)
1. Mengeliminasi pemborosan yang terjadi dalam bentuk waktu, usaha dan
material pada saat melakukan proses produksi.
12
2. Memproduksi produk sesuai pesanan dari konsumen.
3. Mengurangi biaya seiring dengan meningkatkan kualitas produk yang
dihasilkan.
Pemborosan (istilah Jepang, Muda) merupakan aktivitas yang tidak memberi
nilai tambah (non-value added activities) dan dikenal dalam kalangan praktisi Lean
Manufacturing sebagai “delapan pemborosan”. Hal ini bertanggung jawab dalam
sekitar 95% dari semua biaya yang ada dalam produksi. Delapan pemborosan tersebut
adalah:
Tabel 2.1 Jenis-jenis Pemborosan
Jenis Pemborosan (Waste) Akar Penyebab (Root Causes)
1. Transportation: Membawa barang dalam proses (WIP) dalam jarak yang jauh, menciptakan angkutan yang tidak efisien, atau memindahkan material, komponen, atau barang jadi kedalam atau keluar gedung atau antar proses sehingga mengakibatkan waktu penanganan material bertambah.
- Poor layout - Ketiadaan koordinasi dalam
proses - Poor house keeping - Poor work place
organization - Lokasi penyimpanan
material yang banyak dan saling berjauhan
2. Inventories:
Kelebihan material, barang dalam proses, atau barang jadi menyebabkan lead time yang panjang, barang kadaluwarsa, barang rusak, peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, dan keterlambatan. Persediaan berlebih juga menyembunyikan masalah seperti ketidakseimbangan produksi, keterlambatan pengiriman dari pemasok, produk cacat, mesin rusak, dan waktu set up yang panjang.
- Peralatan yang tidak handal (unrealible equipment)
- Aliran kerja yang tidak seimbang
- Pemasok yang tidak kapabel - Peramalan kebutuhan yang
tidak akurat - Ukuran batch yang besar - Long change-over time
(waktu pergantian yang panjang)
13
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Pemborosan (Lanjutan)
Jenis Pemborosan (Waste) Akar Penyebab (Root Causes)
3. Motion/ Movement: Setiap gerakan karyawan yang mubajir saat melakukan pekerjaannya seperti mencari, meraih atau menumpuk komponen, alat dan lain sebagainya. Berjalan juga merupakan pemborosan.
- Poor work place organization
- Poor layout - Metode kerja yang tidak
konsisten - Poor machine design
4. Waiting:
Para pekerja hanya mengamati mesin otomatis yang sedang berjalan atau berdiri menunggu langkah proses selanjutnya, alat, pasokan komponen selanjutnya dan lain sebagainya atau menganggur saja karena kehabisan material, keterlambatan proses, mesin rusak, dan bottleneck.
- Metode kerja yang tidak konsisten
- Long change-over time (waktu pergantian yang panjang)
5. Over Process: Melakukan langkah yang tidak diperlukan untuk memproses komponen. Melakukan pemrosesan yang tidak efisien karena alat yang buruk dan rancangan produk yang buruk, menyebabkan gerakan yang tidak perlu dan memproduksikan barang cacat. Pemborosan terjadi ketika membuat produk yang memiliki kualitas lebih tinggi daripada yang diperlukan.
- Ketidaktepatan penggunaan peralatan
- Pemeliharaan peralatan yang jelek
- Gagal mengkombinasi operasi-operasi kerja
- Proses kerja dibuat serial padahal proses-proses itu tidak tergantung satu sama lain yang seyogianya dapat dibuat parallel
6. Over Production:
Memproduksi barang-barang yang belum dipesan, akan menimbulkan pemborosan seperti kelebihan tenaga kerja dan kelebihan tempat penyimpanan dan biaya transportasi yang meningkat karena adanya persediaan berlebih
- Ketiadaan komunikasi - Sistem balas dan
penghargaan yang tidak tepat
- Hanya berfokus pada kesibukan kerja bukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan internal dan eksternal
14
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Pemborosan (Lanjutan)
Jenis Pemborosan (Waste) Akar Penyebab (Root Causes)
7. Defective Products: Memproduksi komponen cacat atau yang memerlukan perbaikan. Perbaikan atau pengerjaan ulang, scrap, memproduksi barang pengganti, dan inspeksi berarti tambahan penanganan, biaya, waktu dan upaya yang sia-sia.
- Incapable processes - Insufficient planning - Ketiadaan SOP
Defective Design: Tidak memenuhi kebutuhan pelanggan, penambahan features yang tidak perlu.
- Lack of customer input in design
- Over design
8. Kreatifitas karyawan yang tidak dimanfaatkan: Kehilangan waktu, gagasan, keterampilan, peningkatan dan kesempatan belajar karena tidak melibatkan atau tidak mendengarkan karyawan anda.
SUMBER DATA TABEL: GASPERSZ, 2007
Gambar 2.1 Areas of Waste SUMBER GAMBAR: KAUFMANN CONSULTING GROUP
15
2.1.3 Prinsip-prinsip dalam Penerapan Sistem Produksi Lean
Suatu perusahaan yang telah melihat bahwa sistem produksi Lean akan
memberikan suatu perubahan yang baik kepada usahanya, akan terdorong untuk
mencoba melakukan penerapan sistem ini di perusahaannya. Sebelum melakukan
penerapan, penting untuk diketahui beberapa prinsip yang mendasari pandangan
untuk penerapan sistem Lean, yaitu (Gaspersz, 2007, hal.4):
1. Mengidentifikasi nilai produk berdasarkan pada pandangan dari para
pelanggan, di mana pelanggan menginginkan produk (barang atau jasa)
dengan kualitas yang superior, harga kompetitif dan pengiriman yang tepat
waktu. Perusahaan harus berpikir melalui sudut pandang pelanggan dalam
melakukan desain produk, proses produksinya serta pemasarannya.
2. Membuat dan melakukan identifikasi terhadap aliran proses produk sehingga
kegiatan yang dilakukan dalam memproses produk dapat diamati secara
detail. Umumnya banyak perusahaan tidak melakukan pembuatan aliran
proses produk melainkan membuat aliran proses bisnis atau aliran proses kerja
sehingga tidak dapat dijadikan pertimbangan apakah memberikan nilai
tambah kepada produk yang dibuat.
3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas
yang terdapat dalam proses value stream tersebut dengan menganalisa value
stream yang telah dibuat.
16
4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir dengan
lancar dan efisien sepanjang proses value stream dengan menggunakan sistem
tarik (pull system).
5. Secara terus-menerus dan berkesinambungan melakukan peningkatan dan
perbaikan dengan cara mencari teknik-teknik dan alat peningkatan agar
mencapai keunggulan dan peningkatan terus-menerus.
2.2 Six Sigma
2.2.1 Sejarah dan Perkembangan Six Sigma
Sejarah Six Sigma ini berangkat dari kejadian yang menimpa perusahaan
Motorola pada sekitar tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an. Motorola
merupakan salah satu dari banyak korporat AS dan Eropa dimana produk yang
mereka luncurkan dimakan oleh para pesaing Jepang. Para pemimpin atas Motorola
mengakui bahwa kualitas produk yang dihasilkan sangat mengerikan. Seperti banyak
perusahaan pada saat itu, Motorola tidak mempunyai sebuah program kualitas, Tetapi
pada tahun 1987, keluar sebuah pendekatan baru dari Sektor Komunikasi Motorola –
pada saat itu dikepalai oleh George Fisher. Konsep perbaikan inovatif itu disebut “Six
Sigma”. (Pande, 2002, hal.7-8)
Six Sigma memberikan Motorola sebuah cara yang sederhana dan konsisten
untuk melacak dan membandingkan kinerja dengan persyaratan pelanggan (ukuran
Six Sigma) dan sebuah target ambisius dari kualitas yang sempurna secara praktik
(tujuan Six Sigma). Six Sigma juga merupakan metode untuk mengukur kualitas
17
produk dan jasa, dan dalam sepuluh tahun terakhir Six Sigma semakin terkenal karena
keberhasilan-keberhasilan yang dicapai setelah konsep kualitas ini diterapkan,
contohnya terdapat pada perusahaan Allied Signal dan General Electric.
2.2.2 Pengertian Six Sigma
Six Sigma adalah suatu sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk
mencapai, memberi dukungan dan memaksimalkan proses usaha, yang berfokus pada
pemahaman dalam kebutuhan pelanggan dengan menggunakan fakta, data dan
analisis statistik serta terus menerus memperhatikan pengaturan, perbaikan dan
mengkaji ulang proses usaha. Adapun menurut Gaspersz, Six Sigma adalah:
• Upaya mengejar keunggulan dalam kepuasan pelanggan melalui peningkatan
kualitas terus-menerus.
• Sasaran kualitas dramatik yang memiliki kapabilitas produk dan proses 3, 4
DPMO atau 99,99966% bebas cacat.
• Ukuran yang mengindikasikan bagaimana suatu proses produksi industri.
• Strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan
luar biasa di tingkat bawah (bottom line) melalui proyek-proyek Six Sigma.
• Suatu pendekatan menuju tingkat kegagalan nol (zero defect oriented).
• Pengendalian proses berfokus pada kapabilitas industri.
Di dalam penerapan Six Sigma ada beberapa inti dan filosofi penting yang
perlu diperhatikan, yaitu: (Evans&Lindsay, 2007, hal.4-5)
18
1. Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan
pelanggan dengan tetap berfokus pada tujuan strategis perusahaan.
2. Memusatkan perhatian pada para pendukung perusahaan yang bertanggung
jawab menyukseskan proyek-proyek penting, mendukung kerja kelompok,
membantu mengatasi keenganan untuk berubah dan menggalang sumber daya.
3. Menekankan sistem pengukuran yang bisa dikuantifikasi, seperti cacat per
satu juta kemungkinan (Defect Per Million Opportunities - DPMO) yang bisa
diterapkan di setiap bagian perusahaan: produksi, rekayasa, administrasi,
peranti lunak dan lain-lain.
4. Memastikan bahwa sistem pengukuran yang tepat dapat teridentifikasi di awal
setiap proses serta memastikan bahwa sistem tersebut berfokus pada
pencapaian bisnis, sehingga dapat memberikan sistem insentif dan
akuntabilitas.
5. Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan tim
proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang tidak
bernilai tambah (non-value added activity) serta mencapai pengurangan waktu
siklus.
6. Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualifikasi tinggi yang dapat
menerapkan aneka alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat memimpin
tim.
7. Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan.
19
2.2.3 Konsep Six Sigma secara Statistik
Sigma adalah sebuah unit pengukuran statistik yang mencerminkan
kapabilitas proses. Sigma adalah sebuah cara untuk menentukan atau bahkan
memprediksikan kesalahan atau cacat dalam proses, baik dalam proses manufaktur
atau pengiriman sebuah pelayanan. Jika perusahaan sudah mencapai level 6 Sigma
berarti dalam proses kita tersebut mempunyai peluang untuk cacat atau melakukan
kesalahan sebanyak 3, 4 kali dari 1.000.000 kemungkinan. Secara teknis, jika
sekumpulan data yang sangat besar atau dapat dikatakan sebagai populasi maka rata-
ratanya dikenal dengan μ (mu) dan standar deviasinya dikenal sebagai σ (Sigma).
Sebuah distribusi berbentuk kurva lonceng dari parameter atau karakteristik
kualitas menunjukkan luas area di bawah kurva normal yang berada di antara atau di
luar nilai batas dari rata-rata terhadap ± 1 σ, ± 2 σ, ± 3 σ, ± 4 σ, ± 5 σ dan ± 6 σ.
Dalam berikut ini akan digambarkan kurva normal dengan batas-batas Sigma dari
satu sampai dengan enam Sigma.
Gambar 2.2 Hubungan Kurva Normal dan Batas Sigma
20
Area yang berada di luar kurva dinamakan dengan persentasi yang
menggambarkan kecacatan yang sering dikaitkan dengan PPM (parts per million)
atau PPB (parts per billion). Nilai dari PPM atau PPB ini juga berkaitan dengan
kapabilitas proses yang sering kali digunakan untuk menggambarkan kondisi dari
proses apakah sudah mampu memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Dalam
berikut ini akan digambarkan hubungan spesifikasi, PPM dan kapabilitas proses.
Tabel 2.2 Hubungan Kuantitatif antara Sigma, PPM dan Cpk
Specification Limits
Amount Defective Outside Sigma Limit Cpk
% PPM / PPB σ1±x 31.74 317.400 PPM 0.33 σ2±x 4.56 45.600 PPM 0.67 σ5.2±x 1.24 12.400 PPM 0.83 σ3±x 0.27 2.700 PPM 1.00 σ3.3±x 0.096 63 PPM 1.10 σ4±x 0.0063 60 PPM 1.33 σ5±x 0.00057 0.57 PPM 1.67 σ6±x 0.0000002 0.02 PPM / 2 PPB 2.00
2.2.4 Definisi Kualitas
Menurut Deming (1982), kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan
pelanggan sekarang dan di masa mendatang.
Kualitas bersifat menyeluruh, yaitu menyangkut produk dan proses yang
menghasilkan produk tersebut. Kualitas produk meliputi kualitas bahan baku dan
barang jadi sedangkan kualitas proses meliputi kualitas segala sesuatu yang
berhubungan dengan proses produksi perusahaan manufaktur dan proses penyediaan
21
jasa bagi perusahaan jasa. Kualitas yang baik adalah kualitas yang dibangun sejak
awal, dari penerimaan input hingga menghasilkan output. Begitu juga dengan tahapan
proses yang menghasilkan produk tersebut harus selalu berorientasi pada kualitas.
2.2.5 Variasi
Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional
sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output yang dihasilkan.
Berikut adalah jenis variasi yang ada:
a. Variasi Penyebab Khusus
Merupakan kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam
sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari manusia, peralatan, material,
lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola non acak
sehingga dapat diidentifikasikan. Sebab mereka tidak selalu aktif pada proses
tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan
variasi. Dalam pengendalian proses statistikal menggunakan peta-peta kendali,
jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau
keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan.
b. Variasi Penyebab Umum
Merupakan faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab
umum disebut juga penyebab acak karena penyebab umum ini selalu melekat
pada sistem maka untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen
22
dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena
pihak manajemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam pengendalian proses
statistikal dengan menggunakan peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai
dengan titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang
didefinisikan.
Suatu proses yang hanya mempunyai variasi hasil dari penyebab umum
(common-cause variation) yang mempengaruhi output atau hasil, akan dianggap
sebagai suatu proses yang stabil. Hal tersebut dikarenakan penyebab sistem yang
mempengaruhi variasi biasanya akan bersifat relatif stabil sepanjang waktu. Variasi
penyebab umum dapat diperkirakan berada di dalam batas-batas pengendalian yang
ditetapkan secara statistikal. Sedangkan apabila variasi penyebab khusus terjadi di
dalam suatu proses, maka akan menyebabkan proses tersebut menjadi tidak stabil.
Berbagai langkah atau tindakan yang diambil untuk dapat menghilangkan variasi
penyebab khusus pada akhirnya akan membawa proses ke dalam pengendalian proses
menggunakan peta-peta kontrol statistikal (statistical control charts).
2.3 Lean Six Sigma
Lean Six Sigma adalah metodologi yang memaksimalkan nilai dari perusahaan
dengan mencapai tingkat tercepat dari pengembangan dalam kepuasan pelanggan,
biaya, kualitas dan modal. Lean dan Six Sigma perlu digabungkan karena:
23
• Lean tidak dapat membuat sebuah proses berada pada pengendalian statistical.
• Six Sigma sendiri tidak dapat memperbaiki kecepatan proses secara dramatis
atau mengurangi modal yang diinvestasikan.
Prinsip dari Lean Six Sigma adalah untuk membuat perbaikan yang radikal
dalam biaya, kualitas dan kefleksibilitasan, sebuah perusahaan harus mengeliminasi
aktifitas yang menyebabkan isu-isu critical-to-quality dari pelanggan dan waktu
menunggu yang lama berdasarkan time traps dengan menggunakan metode Lean dan
Six Sigma. Untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi time traps terbesar, perlu
menerapkan ketiga hukum dari Lean Six Sigma (Three Laws of Lean Six Sigma),
yaitu:
First Law: The Law of Flexibility. Process velocity is directly proportional to
flexibility.
Second Law: The Law of Focus. 80% of the delay in any process is caused by 20%
of activities.
Third Law: The Law of Velocity. The average velocity of flow through any process is
inversely proportional to both the number of “things” in process and the average
variation in supply and demand.
24
2.4 Metode DMAIC dalam Six Sigma
Dalam mengerjakan suatu proyek yang berkaitan dengan Six Sigma atau
berkaitan dengan perbaikan kualitas dikenal kerangka berpikir yang dinamakan
DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-Control). Sangat penting untuk
mengikuti kerangka berpikir ini sehingga permasalahan yang akan diselesaikan
benar-benar akan memberikan perbaikan yang menyeluruh kepada proses dan
keuntungan perusahaan. Oleh karena itu penting untuk mendalami setiap bagian dari
metode DMAIC ini. Berkut ini akan dijelaskan hal-hal yang perlu dipertimbangkan
pada setiap tahap, yaitu:
1. Define adalah fase pertama dalam siklus DMAIC yang menentukan masalah/
peluang, proses dan persyaratan pelanggan, karena siklus DMAIC iteratif,
maka masalah proses, aliran dan persyaratan harus diverifikasi dan diperbarui
di sepanjang fase-fase yang lain guna mandapatkan kejelasan (Pande, 2002,
hal.430).
2. Measure adalah fase kedua dalam siklus DMAIC, dimana ukuran-ukuran
kunci diidentifikasi dan data dikumpulkan, disusun, dan disajikan (Pande,
2002, hal.435).
3. Analyze adalah fase ketiga dalam siklus DMAIC, dimana detail proses
diperiksa dengan cermat untuk peluang-peluang perbaikan (Pande, 2002,
hal.427). Yang perlu diperhatikan dalam fase ini adalah:
25
• Data diinvestigasi dan diverifikasi untuk membuktikan akar masalah yang
diperkirakan dan memperkuat pernyataan masalah.
• Analisis proses meliputi meninjau peta proses untuk aktivitas bernilai
tambah/ tidak bernilai tambah.
4. Improve adalah fase keempat dalam siklus DMAIC, dimana solusi-solusi dan
ide-ide secara kreatif dibuat dan diputuskan. Sekali sebuah masalah telah
diidentifikasi, diukur dan dianalisis, maka dapat ditentukan solusi-solusi
potensial untuk memecahkan masalah dalam pernyataan masalah dan
mendukung pernyataan tujuan (Pande, 2002, hal.432).
5. Control adalah tahap terakhir dalam metode DMAIC, dimana setelah solusi-
solusi diestimasi, maka ukuran-ukuran tidak berhenti untuk mengikuti dan
memverifikasi stabilitas perbaikan dan prediktabilitas dari proses.
2.4.1 Define
2.4.1.1 Project Statement
Project Statement adalah suatu pernyataan proyek yang meliputi beberapa
komponen berikut:
• Business Case, berisi pernyataan yang menyatakan latar belakang umum dari
permasalahan yang terjadi.
• Problem Statement, berisi pernyataan tentang masalah yang akan dibahas.
• Project Scope, menyatakan objek dan ruang lingkup penelitian.
26
• Goal Statement, menyatakan tujuan dari penelitian yang dilakukan.
• Milestone, menyatakan jangka waktu penelitian dilakukan.
2.4.1.2 Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer)
Diagram SIPOC adalah (Evan&Lindsay, 2007, hal.93-94) peta tingkat tinggi
yang digunakan untuk menentukan batasan proyek dengan cara mengidentifikasi
proses yang sedang dipelajari, input dan output proses tersebut serta pemasok dan
pelanggannya. Dengan informasi yang cukup mengenai fungsi-fungsi yang terkait
dalam perusahaan itu, kita dapat memahami dan mengetahui jalannya proses yang
ada di dalam perusahaan dari awal sampai akhir sehingga dapat melakukan perbaikan
terhadap masalah yang ada di dalam proses secara tepat. Pembuatan diagram ini
biasanya dilakukan pada awal dari penelitian, bila menggunakan metode DMAIC
maka pembuatan diagram SIPOC berada pada tahap define karena akan digunakan
sebagai dasar pedoman bagi perbaikan yang akan dilakukan. Dalam gambar berikut
ini akan ditampilkan bentuk tampilan dari diagram SIPOC.
Gambar 2.3 Bentuk Diagram SIPOC
27
Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari masing-masing bagian:
• Supplier (Pemasok)
Supplier adalah orang, proses, perusahaan yang menyalurkan dan
menyediakan bahan dan segala sesuatu yang dikerjakan di dalam proses.
Pihak supplier ini bisa berupa supplier eksternal dan supplier internal. Yang
dimaksud dengan supplier eksternal adalah adalah supplier yang berasal dari
luar perusahaan. Sedangkan yang dimaksud dengan supplier internal adalah
supplier yang berasal dari dalam perusahaan yang biasanya berasal dari proses
sebelumnya.
• Input (Masukan)
Input tidak hanya berupa material atau bahan mentah yang diperlukan untuk
proses produksi, akan tetapi juga dapat pula berupa informasi yang kemudian
input ini akan diolah lebih lanjut di dalam proses.
• Process (Proses)
Proses adalah langkah-langkah yang diperlukan (baik langkah-langkah yang
memberikan nilai tambah terhadap produk maupun yang tidak) untuk
membuat produk mulai dari bahan mentah sampai menjadi produk jadi.
• Output (Hasil)
Output adalah produk jadi, baik itu barang ataupun jasa atau informasi, yang
dihasilkan oleh proses dimana hasil ini kemudian dikirimkan kepada
konsumen.
28
• Customer (Konsumen)
Konsumen dapat terdiri dari dua bagian besar yaitu konsumen eksternal dan
konsumen internal. Konsumen eksternal adalah konsumen yang berasal dari
luar perusahaan yang biasanya membeli produk jadi. Sedangkan yang
dimaksud dengan konsumen internal adalah konsumen yang berasal dari
dalam perusahaan yang biasanya berupa proses atau divisi yang selanjutnya
yang akan menerima hasil dari proses sebelumnya.
2.4.1.3 Peta Aliran Proses
Peta aliran proses adalah suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan dari
operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi selama
satu proses atau prosedur yang berlangsung serta di dalamnya memuat pula
informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa seperti waktu yang dibutuhkan
dan jarak perpindahan (Sutalaksana, 1979, hal.28). Adapun kegunaan dari peta aliran
proses adalah sebagai berikut:
a. Digunakan untuk mengetahui aliran bahan mulai awal masuk dalam suatu proses
atau prosedur sampai aktivitas terakhir.
b. Memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu proses.
c. Digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan selama proses
berlangsung.
d. Alat untuk melakukan perbaikan-perbaikan proses atau metode kerja.
29
e. Mempermudah proses analisa untuk mengetahui tempat-tempat dimana terjadi
ketidakefisienan pekerjaan.
Berikut terdapat beberapa prinsip yang bisa digunakan untuk membuat suatu
peta aliran proses yang lengkap, yaitu:
a. Tulis judul pada bagian kiri atas yaitu “PETA ALIRAN PROSES”, yang
kemudian diikuti dengan pencacatan beberapa identifikasi yaitu: nomor/ nama
komponen yang dipetakan, nomor gambar, peta orang atau peta bahan, cara
sekarang atau yang diusulkan, tanggal pembuatan, dan nama pembuat peta.
Semuanya dicatat di kanan atas kertas.
b. Catat pada bagian kiri atas kertas mengenai ringkasan yang memuat jumlah total
dan waktu total dari setiap kegiatan yang terjadi dan juga mengenai total jarak
perpindahan yang dialami bahan selama proses.
c. Uraikan proses yang terjadi lengkap beserta lambang-lambang dan informasi-
informasi mengenai jarak perpindahan, jumlah yang dilayani, waktu yang
dibutuhkan dan kecepatan produksi. Jika mungkin, tambahkan juga dengan kolom
analisa, catatan dan tindakan yang diambil berdasarkan analisa tersebut.
d. Ada suatu cara yang cukup sederhana tetapi cukup efektif untuk menganalisa peta
aliran proses yaitu dengan menggunakan metode “Dot and Check Technique”,
yaitu:
30
Tabel 2.3 Dot and Check Technique
NO PERTANYAAN BERIKUTNYA TINDAKAN YANG MUNGKIN DILAKUKAN
1 Apa tujuannya? Mengapa? Menghilangkan aktivitas yang tidak perlu
2 Dimana dikerjakan? Mengapa? Menggabungkan atau merubah tempat kerja
3 Kapan dikerjakan? Mengapa? Menggabungkan atau merubah waktu atau urutan proses
4 Siapa yang mengerjakan? Mengapa? Menggabungkan atau merubah orang
5 Bagaimana mengerjakannya? Mengapa? Menyederhanakan atau memperbaiki metode
SUMBER DATA TABEL: SUTALAKSANA, 1979, HAL.30
2.4.1.4 Value Stream Mapping
Value stream mapping adalah sebuah metode visual untuk memetakan jalur
produksi dari sebuah produk yang di dalamnya termasuk material dan informasi dari
masing-masing stasiun kerja. Value stream mapping ini dapat dijadikan titik awal
bagi perusahaan untuk mengenali pemborosan dan mengidentifikasi penyebabnya.
Menggunakan value stream berarti memulai dengan gambaran besar dalam
menyelesaikan permasalahan bukan hanya pada proses-proses tunggal dan melakukan
peningkatan secara menyeluruh dan bukan hanya pada proses-proses tertentu saja.
Dalam sistem Lean, fokus dimulai dengan value stream mapping, yang mana
di dalamnya digambarkan seluruh langkah-langkah proses yang berkaitan dengan
perubahan permintaan pelanggan menjadi produk atau jasa yang dapat memenuhi
permintaan dan mengidentifikasi berapa banyak nilai yang terdapat dalam setiap
langkah ditambahkan ke produk. Segala aktivitas yang menciptakan fitur-fitur atau
31
fungsi-fungsi yang memberikan nilai kepada pelanggan dinamakan dengan value-
added, sedangkan sebaliknya dinamakan dengan non-value-added.
Value stream mapping menyediakan pandangan yang jelas mengenai proses
yang terjadi dengan memvisualisasikan berbagai macam tingkatan proses,
memberikan perhatian pada pemborosan yang terjadi dan penyebabnya serta
membantu dalam menghasilkan keputusan sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Pengetahuan yang diperoleh melalui penggambaran keadaan awal dari proses akan
sangat membantu dalam membentuk value stream di masa mendatang untuk
diimplementasikan dan mengidentifikasi kesempatan-kesempatan untuk melakukan
perbaikan.
Pembuatan value stream mapping dimulai dengan membuat sketsa dari proses
yang dilakukan perusahaan agar dapat membantu para karyawan untuk mengerti
tentang aliran material dan informasi yang dibutuhkan untuk memproduksi barang
atau jasa. Diagram yang dihasilkan biasanya memvisualisasikan aliran produk dari
pelanggan sampai kepada supplier dan menggambarkan juga keadaan sekarang dan
yang ingin dicapai. Dalam membuat value stream mapping dilakukan klasifikasi
terhadap kegiatan dengan cara menanyakan serangkaian pertanyaan terhadap aktivitas
yang akan diklasifikasikan. Berikut ini pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk
mengklasifikasikan. (George, 2002, hal.52-53)
A. Pertanyaan yang berkaitan dengan penambahan nilai kepada konsumen
(Customer Value-Added):
32
1. Apakah aktivitas yang dilakukan menambah bentuk atau fitur dari produk atau
jasa yang dihasilkan?
2. Apakah aktivitas yang dilakukan memberikan keuntungan dalam persaingan
(seperti harga yang lebih murah, pengantaran yang lebih cepat dan cacat yang
lebih sedkit)?
3. Akankah pelanggan mau membayar lebih atau cenderung lebih memilih
perusahaan kita apabila mereka mengetahui bahwa kita melakukan aktivitas
ini?
B. Pertanyaan yang berkaitan dengan penambahan nilai dari segi bisnis (Business
Value-Added):
Sebagai tambahan terhadap penambahan nilai pada konsumen, terkadang bisnis
mengharuskan kita untuk melakukan aktivitas yang tidak memberikan nilai
tambah dari sudut pandang konsumen. Adapun pertanyaan yang berkaitan dengan
nilai tambah ini adalah:
1. Apakah aktivitas ini merupakan syarat dari hukum atau aturan yang berlaku?
2. Apakah aktivitas ini mengurangi resiko finansial dari pemiliki bisnis?
3. Apakah aktivitas ini mendukung kebutuhan pelaporan finansial?
4. Apakah proses akan rusak apabila proses ini tidak dilakukan?
Bila di dalam proses produksi terdapat aktivitas-aktivitas seperti ini maka
sebaiknya harus dilakukan penghilangan terhadap kegiatan ini atau bila tidak
memungkinkan maka harus ada pengurangan biaya apabila hal ini tetap
dilakukan.
33
C. Pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak bernilai tambah (Non-Value-
Added):
1. Apakah kegiatan yang dilakukan termasuk dalam aktivitas seperti:
menghitung, penanganan, inspeksi, transportasi, penundaan, penyimpanan,
ekspedisi, pengerjaan ulang dan tanda tangan yang melibatkan banyak pihak?
2. Dengan memiliki pandangan yang global dari supply chain, berapa banyak
pabrik yang diperlukan untuk mengirimkan volume produk yang diproduksi?
Akankah lead time berkurang atau terjadinya pengurangan biaya pada fasilitas
yang telah tersedia?
3. Dengan lead time yang lebih cepat maka berapa banyak distributor yang dapat
dikurangai sehingga dapat meningkatkan keuntungan bagi pabrik?
Setelah melakukan klasifikasi terhadap aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan, selanjutnya perlu dibuat value stream mapping berdasarkan hasil
klasifikasi. Berikut ini langkah-langkah yang perlu diterapkan dalam membentuk
value stream mapping adalah: (George, 2005, hal.46-49)
1. Menentukan produk tunggal, atau keluarga produk yang akan dipetakan. Apabila
terdapat beberapa pilihan dalam menentukan keluarga produk/ jasa, pilihlah
sebuah produk yang memenuhi kriteria berikut ini:
• Produk atau jasa mempunyai aliran proses yang hampir sama, sehingga
produk atau jasa yang dipilih dapat mewakilkan keluarga produk tersebut.
34
• Produk atau jasa mempunyai volume produksi yang tinggi dan biaya yang
paling mahal dibandingkan dengan produk atau jasa yang lain.
• Produk atau jasa tersebut mempunyai segmentasi kriteria yang penting bagi
perusahaan.
• Produk atau jasa tersebut mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap
konsumen.
2. Gambarkan aliran proses.
• Pelajari kembali symbol-simbol untuk memetakan suatu proses (lihat
Lampiran C.3).
• Mulailah pada akhir dari proses dengan apa yang dikirimkan kepada
pelanggan dan tarik ke belakang.
• Identifikasi aktifitas-aktifitas yang utama.
• Letakkan aktifitas-aktifitas tersebut dalam suatu urutan.
3. Tambahkan aliran material pada peta yang dibuat.
• Tunjukkan pergerakan dari semua material.
• Gabungkan material bersama dengan aliran yang sama
• Petakan semua proses pendukung dalam produksi, termasuk pula kegiatan-
kegiatan inspeksi dan berbagai macam aktifitas pengetesan material ataupun
proses.
• Tambahkan pemasok-pemasok di awal dari proses.
35
• Pelajari kembali symbol-simbol untuk memetakan suatu proses (lihat
Lampiran C.3).
4. Tambahkan aliran informasi.
• Petakan aliran informasi di antara aktifitas-aktifitas.
• Dokumentasikan bagaimana komunikasi proses dengan konsumen dan
pemasok.
• Dokumentasikan bagaimana informasi dikumpulkan (elektronik, manual, dll).
5. Kumpulkan data-data proses dan hubungkan data-data tersebut dengan tabel-tabel
yang terdapat dalam value stream mapping.
• Ikuti proses secara manual untuk mendapatkan hasil yang sesuai.
• Bila memungkinkan cobalah untuk mencari data-data berikut ini:
− Apa yang memberikan stimulasi kepada proses?
− Waktu set up dan waktu proses per unit
− Takt rate (rata-rata permintaan pelanggan)
− Persentase cacat yang terjadi
− Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
− Persentase downtime (berkaitan dengan berbagai jenis waktu yang
mengakibatkan proses tidak dapat mencapai produktivitas maksimum)
− Jumlah WIP
− Batch size
6. Masukkan data-data yang berhasil dikumpulkan ke dalam value stream mapping.
36
7. Dan kemudian lakukanlah verifikasi dengan meminta orang lain yang bukan
termasuk dalam tim pembuat tetapi memahami proses yang terjadi untuk
melakukan perbandingan antara value stream mapping yang dibuat dengan
keadaan sebenarnya.
2.4.1.5 Voice of Customer
Voice of Customer (VOC) adalah data yang mencerminkan pandangan/
kebutuhan para pelanggan sebuah perusahaan; yang diterjemahkan kedalam
persyaratan yang dapat diukur untuk proses. Data ini dapat berupa komplain, survei,
komentar dan riset pasar.
2.4.2 Measure
2.4.2.1 Perhitungan Data Waktu
Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian
pekerjaan. Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan
melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali
pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang
diinginkan. Tingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat menjalankan
langkah penetapan tujuan pengukuran. Adapun tujuan dari pengukuran waktu adalah
mencari waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
setelah memperhatikan faktor kelonggaran dan penyesuaian atau waktu baku.
(Sutalaksana, 1979, hal.132)
37
2.4.2.1.1 Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran
dari waktu penyelesaian sebenarnya yang dinyatakan dalam persen. Sedangkan
tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang
diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. (Sutalaksana, 1979, hal.135)
2.4.2.1.2 Uji Kenormalan
Pengujian kenormalan yang dilakukan terhadap data waktu adalah dengan
menggunakan pengujian Kolmogorov-Smirnov. Uji kenormalan dengan metode
Kolmogorov-Smirnov adalah suatu uji kebaikan suai yang digunakan untuk
menentukan apakah data yang mengikuti suatu peluang distribusi tertentu. Biasanya
diujikan untuk menentukan suatu populasi berdistribusi normal atau seragam.
Pengujian kemormalan dengan uji Kolmogorov Smirnov juga dapat dilakukan
dengan menggunakan software MINITAB 14. Berikut ini adalah langkah-langah
pengujiannya:
1. Masukkan data ke dalam worksheet
2. Klik Stat Basic Statistics Normality Test
3. Masukkan kolom yang berisi data pengamatan pada variable kemudian pilih
Kolmogorov-Smirnov. Klik OK
4. Tentukan bahwa data beridistribusi normal jika Pvalue > α (0.05) dan sebaliknya
jika Pvalue ≥ α (0.05) maka data tidak berdistribusi normal.
38
2.4.2.1.3 Uji Keseragaman dan Kecukupan Data
Pengujian ini dilakukan karena keadaan sistem yang selalu berubah
mengakibatkan waktu penyelesaian yang dihasilkan sistem selalu berubah-ubah,
namun harus dalam batas kewajaran (Sutalaksana, 1979, hal.136). Berikut ini
langkah-langkah untuk pengujian keseragaman data:
- Hitung rata-rata subgrup dengan:
kxi
x ∑=
dimana:
x adalah harga rata-rata dari sub grup ke-1
k adalah harga banyaknya subgrup yang terbentuk
- Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan:
1N)x(xj
σ2
−−
= ∑
dimana:
N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
x adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang
telah dilakukan
- Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup dengan:
nσxσ =
39
dimana:
n adalah besarnya sub grup
- Tentukan batas kontrol atas dan bawah (BKA dan BKB) dengan :
Xα/2σZXBKA +=
Xα/2σZXBKB −=
dimana:
2/αZ = Titik Z yang diperoleh dengan mencari nilai area kurva sebesar α/2 pada tabel
distribusi normal
Batas-batas kontrol ini merupakan batas kontrol apakah grup ”seragam” atau
tidak. Jika semua rata-rata sub grup sudah berada dalam batas kontrol, maka dapat
dihitung banyaknya pengukuran yang diperlukan dengan menggunakan rumus
pengujian kecukupan data. Berikut langkah-langkah pengujian kecukupan data
(Sutalaksana, 1979, hal 134):
222
α/2
XjXj)(XjN
sZ
N'⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡ −=
∑∑ ∑
dimana:
s adalah persentase tingkat ketelitian
N’ adalah jumlah pengukuran yang diperlukan
N adalah jumlah pengukuran yang telah dilakukan
40
Jika hasil perhitungan jumlah pengukuran waktu yang diperlukan (N’) lebih
kecil atau sama dengan jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N’≤N), maka
jumlah pengukuran telah cukup mewakili populasi yang ada. Sedangkan jika jumlah
pengukuran masih belum mencukupi, maka harus dilakukan pengukuran kembali
sampai jumlah pengukuran yang diperlukan sudah melebihi oleh jumlah yang telah
dilakukan.
2.4.2.1.4 Perhitungan Waktu Normal
Perhitungan waktu normal dilakukan dengan mengalikan antara waktu siklus
rata-rata yang diperoleh dari data pengamatan dengan penyesuian yang diberikan.
Dalam penelitian ini penyesuaian yang diberikan menggunakan cara penyesuaian
Westinghouse dimana penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran
atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan
konsistensi. Setelah memperoleh nilai penyesuaian total maka dapat dilakukan
penghitungan waktu normal dengan menggunakan rumus (Sutalaksana, 1979,
hal.137):
Wn = Ws x p
dimana:
p = faktor penyesuaian
Ws = waktu siklus rata-rata
Perhitungan waktu normal ini dilakukan hanya untuk waktu siklus rata-rata
yang dilakukan oleh operator.
41
2.4.2.1.5 Perhitungan Waktu Baku
Perhitungan waktu baku dilakukan dengan menambahkan kelonggaran pada
waktu normal. Waktu baku juga terbagi menjadi dua bagian yaitu waktu baku
operator dan waktu baku mesin. Untuk waktu normal mesin tidak diberikan
kelonggaran sehingga waktu normal dapat langsung dijadikan waktu baku mesin.
Waktu baku penyelesaian pekerjaan adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh
seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam
sistem kerja terbaik (Sutalaksana, 1979, hal.117).
Kelonggaran adalah tambahan waktu yang diperlukan operator untuk
melakukan kegiatan yang termasuk dalam kelonggaran untuk kebutuhan pribadi,
kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique, dan kelonggaran untuk hal-hal yang
tak terhindarkan dimana penambahannya diberikan pada waktu normal. Kelonggaran
untuk menghilangkan rasa fatique memiliki beberapa kriteria sesuai dengan yang
terdapat dalam buku Teknik Tata Cara Kerja.
Nilai-nilai kelonggaran untuk kebutuhan pribadi pria adalah sebesar 2% dan
untuk wanita sebesar 3%. Sedangkan kelonggaran untuk hambatan tak terhindarkan
memiliki perbedaan untuk satu elemen pekerjaan dengan elemen pekerjaan lainnya
tergantung pada kondisi yang ada. Perhitungan nilai kelonggaran total diperoleh
dengan menjumlahkan seluruh nilai kelonggaran yang telah ditentukan. Berikut ini
langkah-langkah perhitungan waktu baku, yaitu :
Kelonggaran Total (K) = Ka+Kb+Kc
Waktu Baku Operator (Wbo) = %operator x Wno x (1+K)
42
Waktu Baku Mesin (Wbm) = Waktu Normal Mesin
Waktu Baku Total (Wb) = Wbo + Wbm
Keterangan:
Ka = kelonggaran untuk kebutuhan pribadi (untuk Pria =2%, Wanita=3%)
Kb = kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique
Kc = kelonggaran untuk hambatan tak terhindarkan
2.4.2.2 Perhitungan Metrik Lean
Langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan penerapan sistem Lean
adalah pengukuran beberapa metrik Lean. Pengukuran metrik ini akan memberikan
gambaran awal mengenai kondisi perusahaan sebelum diterapkan Lean dan bila Lean
telah diterapkan maka akan terlihat perubahan pada nilai yang lebih baik pada metrik-
metrik ini. Perhitungan metric Lean terdiri dari perhitungan manufacturing lead time,
process cycle efficiency, process lead time, dan process velocity (George, 2005,
hal.201-202):
1. Efisiensi Siklus Proses (Process Cycle Eficiency).
Cara melihat kondisi pabrik secara umum adalah dengan menilai efisiensi siklus
proses, karena dengan menggunakan metrik ini dapat dilihat bagaimana persentasi
antara waktu proses terhadap waktu keseluruhan produksi yang dilakukan oleh
pabrik. Suatu perusahaan dapat dikatakan Lean apabila mempunyai waktu proses
yang bernilai tambah mencapai lebih dari 30% dari total lead time proses.
Persamaan untuk efisiensi siklus proses:
43
Time Lead TotalTime Added-Value Eficiency Cycle Process = ................. (2.1)
Value-added time adalah waktu melakukan proses yang memberikan nilai tambah
kepada produk sedangkan total lead time adalah waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan proses dari awal sampai akhir yaitu ketika barang dipesan sampai
dengan barang dikirim kepada pelanggan. Tabel di bawah ini menunjukkan nilai
dari Typical Cycle Efficiency dan World-Class Efficiency.
Tabel 2.4 Typical and World-Class Cycle Efficiencies
Application Typical Cycle Efficiency
World-Class Cycle Efficiency
Machining 1% 20% Fabrication 10% 25% Assembly 15% 35% Continuous Manufacturing 30% 80% Business Processes-Transactional 10% 50% Business Processes-Creative/Cognitive 5% 25% SUMBER DATA TABEL: GEORGE, 2002, HAL.37
2. Lead Time dan Kecepatan Proses (Process Speed)
Lead time adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memberikan produk
atau jasa kepada pelanggan sejak permintaan diterima. Memahami apa yang
menyebabkan lead time menjadi panjang yang berarti terdapat proses yang
berjalan dengan lambat, akan sangat memudahkan pada saat menganalisa keadaan
perusahaan dan memikirkan solusi yang tepat untuk diterapkan.
Persamaan untuk perhitungan lead time ini dikenal dengan nama Little’s Law,
yaitu:
44
anpenyelesaikecepatan rata-Rata(WIP) proses dalam diproduk Jumlah =Time Lead Process ...............… (2.2)
Selain lead time terdapat pula kecepatan proses (process velocity) yang dapat
menggambarkan berapa banyak barang atau produk yang melalui sebauh stasiun
kerja. Persamaannya adalah sebagai berikut:
Time Lead Prosesproses dalam di terdapat yang aktivitasJumlah ProsesKecepatan = ..... (2.3)
2.4.2.3 Critical To Quality (CTQ)
Critical To Quality adalah kebutuhan yang sangat penting dari produk yang
diperlukan oleh pelanggan (George, 2002, hal.18). Perusahaan yang bersangkutan
harus dengan jelas mendefinisikan bagaimana karakteristik CTQ ini dapat diukur dan
dilaporkan. CTQ yang merupakan karakteristik kualitas yang ditetapkan seharusnya
berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan (Pande, 2002, hal 31),
yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-persyaratan output dan pelayanan.
Pada akhirnya, perusahaan tersebut harus menghubungkan pengukuran CTQ pada
kunci proses dan pengendalian sehingga perusahaan dapat menentukan bagaimana
meningkatkan proses.
2.4.2.4 Peta Kendali
Peta kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewart,
oleh karena itu peta kendali ini juga sering disebut dengan peta kendali Shewart.
45
Maksud dari peta kendali ini adalah untuk menghilangkan variasi yang disebabkan
oleh penyebab khusus dan umum. Pada dasarnya setiap peta kendali memiliki:
a. Garis tengah (Central Line), yang dinotasikan sebagai CL.
b. Sepasang batas kontrol (Control Lgambaimits). Satu batas kontrol ditempatkan di
atas CL yang dikenal dengan batas kontrol atas (Upper Control Limit), yang
dinotasikan sebagai UCL. Sedangkan yang satu lagi batas kontrolnya ditempatkan
di bawah CL yang dikenal dengan batas kontrol bawah (Lower Control Limit),
yang dinotasikan sebagai LCL.
c. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari
proses. Jika nilai yang diplot di peta kontrol masih berada dalam batas kontrol,
maka proses yang berlangsung dianggap terkontrol. Sedangkan jika nilai diplot
berada di luar batas kontrol, maka proses dianggap di luar kontrol sehingga perlu
diambil tindakan perbaikan.
Batas kontrol adalah suatu batas atas dan batas bawah dari suatu proses yang
selalu berfluktuasi, dimana dengan mudah dapat diidentifikasi apakah suatu proses
dapat dikatakan terkendali atau tidak. Di bawah ini adalah contoh dari peta kontrol:
Gambar 2.4 Contoh Peta Kontrol
46
Peta kendali dapat digunakan untuk tiga tujuan yaitu (Evan&Lindsay, 2007,
hal.244): (1) untuk membantu mengidentifikasi sebab khusus variasi dan
menciptakan status pengendalian statistik, (2) untuk mengawasi proses dan
menandakan kapan proses tersebut keluar dari batasan pengedalian dan (3) untuk
menentukan kapabilitas proses.
Dalam membuat peta kendali pertama-tama yang harus dilakukan adalah
menentukan jenis data yang akan diolah dalam peta kendali. Jenis data yang akan
diolah terdiri dari data variabel (variables data) dan data atribut (attributes data).
Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis dan
data atribut merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan
analisis. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian
dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
Peta Kendali p
Peta kontrol p digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian dari item-
item dalam kelompok yang sedang diinspeksi. Dengan demikian, peta kontrol p
digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat
spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu
proses. Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya
item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya
item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik
kualitas yang diperiksa atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item itu
47
tidak memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik kualitas yang diperiksa,
item-item itu digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat.
Pembuatan peta kontrol p, dapat dilakukan mengikuti langkah-langkah
berikut:
1. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n>30)
2. Hitung nilai proporsi cacat dan simpangan baku
3. Hitung batas-batas kontrol 3-Sigma
sampeljumlahcacatjumlahp = ............................................................ (2.4)
sampeljumlah totalcacatjumlah totalp = .................................................... (2.5)
CL = p-bar
UCL = ( )ni
p1p3p −+
LCL = ( )ni
p1p3p −−
4. Plot atau tebarkan data proporsi (atau persentase) yang cacat dan lakukan
pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
5. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada pengendalian
statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses terus-menerus. Tetapi
apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak berada pada
pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum
menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian kualitas terus-menerus.
48
6. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada pengendalian
statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk yang sesuai (tidak
cacat) sebesar: (1 – p-bar).
Penggunaan Software MINITAB 14:
1. Masukkan data yang akan diproses.
2. Klik Stat > Control Chart > Attributes Chart > p.
3. Masukkan data jumlah cacat ke dalam variabel dan data jumlah inspeksi ke dalam
sub grup sizes. Klik OK.
4. Tampilan data peta kontrol p.
2.4.2.5 Perhitungan Tingkat Sigma.
Dalam pendekatan Six Sigma, proses yang terjadi dalam suatu pabrik atau
perusahaan diukur kinerjanya dengan menghitung tingkat Sigma-nya. Semakin nilai
Sigma mendekati enam Sigma maka kinerja dari proses dapat dikatakan sangat baik.
Dasar perhitungan tingkat Sigma adalah menggunakan DPMO untuk data atribut.
Perhitungan DPMO dan Tingkat Sigma untuk data atribut dapat dilakukan
sesuai langkah-langkah perhitungan berikut ini (Pande, 2002, hal.237-246):
1. Defect Per Unit (DPU). Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari cacat,
semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel.
UDDPU =
49
dimana:
D = jumlah defective atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses produksi
U = jumlah unit yang diperiksa
2. Defect Per Opportunity (DPO). Menunjukkan proporsi cacat atas jumlah total
peluang dalam sebuah kelompok.
UxOPDDPO =
dimana:
OP (Opportunity) = karaketristik yang berpotensi untuk menjadi cacat.
3. Defect Per Million Opportunities (DPMO). DPMO mengindikasikan berapa
banyak cacat akan muncul jika ada satu juta peluang.
1.000.000 x DPODPMO =
4. Mengkonversikan nilai DPMO menggunakan tabel konversi untuk mengetahui
proses berada pada tingkat Sigma berapa.
5. Perhitungan tingkat Sigma dapat dengan mudah dihitung dengan menggunakan
Microsoft Excel yaitu dengan menggunakan formula berikut ini (Evan&Lindsay,
2007, hal.46):
NORMSINV (1-DPMO/1.000.000)
50
2.4.3 Analyze
2.4.3.1 Time Traps
Time traps adalah perangkap waktu yang terjadi dalam proses produksi yang
disebabkan oleh adanya waktu menunggu yang cukup lama sehingga memperpanjang
waktu siklus dalam proses produksi. Perhitungan time traps dilakukan untuk
mengetahui proses mana yang menyebabkan waktu menunggu yang cukup lama
sehingga dapat dianalisa penyebab-penyebabnya dan dapat diberikan usulan untuk
perbaikan. Berikut adalah rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan time
traps.
Customer Demand Rate = time turnovern workstatio
sizebatch ............. (2.6)
Delay Time = timeturnoverion workstat 2
sizebatch×
............................ (2.7)
Net Resource Capacity = Average ouput over time ............. (2.8)
Takt Time = rate demand customer
time available net ........................................ (2.9)
Takt Rate = time available net
rate demand customer ....................................... (2.10)
2.4.3.2 Diagram Pareto
Diagram Pareto ditemukan oleh ahli ekonomi asal Italia bernama Vilfredo
Pareto. Hukum dari diagram pareto adalah 80/20 atau 80% dari problem (cacat
produk) diakibatkan oleh 20% penyebab. Diagram Pareto adalah histogram data yang
51
mengurutkan dari frekuensi yang terbesar hingga yang terkecil (Evan&Lindsay, 2007,
hal.87-89). Diagram ini membantu manajemen secara cepat mengidentifikasikan area
paling kritis yang membutuhkan perhatian khusus dan cepat. Pada dasarnya Diagram
Pareto dapat digunakan untuk:
a. Membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera
diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus segera
diselesaikan (ranking terendah).
b. Mengidentifikasi masalah yang paling penting yang paling mempengaruhi usaha
perbaikan kualitas dan memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya
yang terbatas untuk menyelesaikan masalah.
c. Membandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses sebelum dan
setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses.
Penyusunan Diagram Pareto sangat sederhana, menurut Mitra (1993) dan
Besterfield (1998), proses penyusunan Diagram Pareto meliputi 6 langkah, yaitu:
• Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya
berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian, dsb.
• Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-
karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dsb.
• Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.
• Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang
tertinggi hingga yang terkecil.
52
• Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.
• Menggambarkan diagram batang yang menunjukkan tingkat kepentingan
relatif masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting
untuk mendapat perhatian.
Membuat diagram Pareto dengan menggunakan Software MINITAB 14:
1. Masukkan data yang akan diproses.
2. Klik Stat > Quality Tools > Pareto Chart.
3. Masukkan data CTQ ke dalam Labels in dan jumlah unit cacat ke dalam
Frequencies in. Klik OK.
4. Tampilan data diagram Pareto.
2.4.3.3 Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat adalah alat yang dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa
pada tahun 1943, disebut juga Diagram Ishikawa. Pada intinya diagram ini berfungsi
untuk mendaftarkan serta mengidentifikasi penyebab-penyebab yang berbeda yang
dapat memberi kontribusi pada masalah. Pada diagram ini ada yang disebut tulang
utama yaitu yang mewakili akibat atau suatu masalah sedangkan tulang-tulang yang
lain disebut sebab-sebab, lalu ada sub-sub tulang yang mewakili sebab-sebab yang
lebih rinci lagi dan seterusnya. Diagram sebab-akibat dapat digunakan untuk
kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut:
53
• Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
• Membantu membangkitkan ide untuk solusi dari suatu masalah.
• Membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut.
Dalam analisa masalah cacat, kategori umum yang biasa digunakan terdiri
dari faktor mesin, material, metode, manusia, pengukuran, dan lingkungan.
2.4.3.4 Diagram Five Why
Diagram five why ini berasal dari kebudayaan yang telah lama ditanamkan di
perusahaan besar seperti Toyota. Seorang petinggi Toyota bernama Taiichi Ohno
mengemukakan bahwa pemecahan masalah sebenarnya membutuhkan identifikasi
akar penyebab bukan sumber, karena yang biasanya tersembunyi dibalik sumber
adalah akar penyebab masalah. Diagram five why berusaha untuk mengungkapkan
akar dari permasalahan untuk dapat perbaiki dengan tepat dengan bertanya sebanyak
lima kali mengapa ketika suatu ketidak sesuaian terjadi pada proses (Liker, 2006,
hal.303).
Langkah-langkah dalam melakukan analisa 5 Whys (George et al, 2005,
hal.145), yaitu:
1. Menentukan suatu penyebab masalah, bisa dari diagram sebab akibat atau grafik
batang yang tertinggi pada diagram pareto dan pastikan pengertian penyebab
masalah tersebut diketahui. (Why 1)
2. Bertanya “Mengapa hal tersebut terjadi”? (Why 2)
54
3. Menentukan salah satu dari alasan untuk Why 2 dan bertanya “Mengapa hal itu
terjadi”? (Why 3)
Melanjutkan langkah ini hingga dirasakan sudah diperoleh akar permasalahan yang
potensial.
2.4.3.5 Failure Mode and Effect Analysis
FMEA atau analisis mode kegagalan dan efek adalah suatu prosedur
terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan.
Suatu metode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/ kegagalan
dalam desain, kondisi di luar batas spesifikasi yang ditetapkan, atau perubahan-
perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.
Dengan menghilangkan mode kegagalan, maka FMEA akan meningkatkan keandalan
dari produk sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk
tersebut. Langkah-langkah dalam membuat FMEA:
1. Mengidentifikasi proses atau produk/ jasa.
2. Mendaftarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul, efek dari masalah-
masalah potensial tersebut dan penyebabnya. Hindarilah masalah-masalah sepele.
3. Menilai masalah untuk keparahan (severity), probabilitas kejadian (occurance)
dan detektabilitas (detection).
4. Menghitung Risk Priority Number atau RPN yang rumusnya adalah dengan
mengalikan ketiga variabel dalam poin 3 di atas dan menentukan rencana solusi-
solusi prioritas yang harus dilakukan.
55
Dari contoh tabel FMEA dalam gambar 2.5, berikut ini akan dijelaskan
langkah-langkah dalam pengisian tabel FMEA, yaitu:
Gambar 2.5 Contoh Tabel FMEA
1. Fungsi proses
Merupakan gambaran dari proses produksi yang akan dianalisa beserta dengan
penjelasan secara singkat fungsi dari proses tersebut. Jika prosesnya ada beberapa
operasi dengan potensi kegagalan yang berbeda, daftarkan operasi sebagai proses
terpisah.
2. Jenis kegagalan yang terjadi
Potensi kegagalan proses yang diidentifikasi adalah proses yang terjadi gagal
dalam memenuhi persyaratan proses. Gunakan pengalaman proses yang sama
untuk mereview klaim pelanggan sehubungan dengan komponen yang sama.
Asumsikan bahwa part atau material yang masuk sudah baik.
56
3. Efek dari kegagalan yang terjadi
Akibat yang ditimbulkan dari kegagalan yang terjadi terhadap konsumen maupun
efek terhadap kelangsungan proses selanjutnya.
4. Severity
Nilai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap konsumen maupun
terhadap kelangsungan proses selanjutnya yang secara tidak langsung juga
merugikan. Terdiri dari rating dari 1 – 10. Tabel 2.5 memperlihatkan kriteria dari
setiap nilai rating severity. Makin parah efek yang ditimbulkan, makin tinggi nilai
rating yang diberikan.
5. Penyebab kegagalan
Penyebab kegagalan didefinisikan sebagai penjelasan mengapa kegagalan-
kegagalan pada proses tersebut bisa terjadi. Setiap kemungkinan penyebab
kegagalan yang terjadi didaftarkan dengan lengkap.
6. Occurrence
Seberapa sering kemungkinan penyebab kegagalan terjadi. Nilai occurrence ini
diberikan untuk setiap penyebab kegagalan. Terdiri dari rating dari 1 – 10. Tabel
2.6 memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating occurrence. Makin sering
penyebab kegagalan terjadi, makin tinggi nilai rating yang diberikan.
7. Kontrol yang dilakukan
Kontrol yang dilakukan untuk mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi.
57
8. Detection (detectability)
Seberapa jauh penyebab kegagalan dapat dideteksi. Terdiri dari rating dari 1 – 10.
Tabel 2.7 memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating detectability. Makin sulit
mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi, makin tinggi nilai rating yang
diberikan.
9. Risk Priority Number (RPN)
RPN merupakan perkalian dari rating occurrence (O), severity (S) dan
detectability (D):
RPN = O x S x D
Angka ini digunakan sebagai panduan untuk mengetahui masalah yang paling
serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi memerlukan prioritas
penanganan serius.
Tabel 2.5 Nilai Severity Rating Criteria: A Failure Could...
10 Injure a customer or employe 9 Be illegal 8 Render the unit unfit for use 7 Cause extreme customer dissatisfaction 6 Result in partial malfunction 5 Cause a loss performance likely to result in a complaint 4 Cause minor performance loss 3 Cause a minor nuisance, can be overcome with no loss 2 Be unnoticed, minor effect on performance 1 Be unnoticed and not affect the performance
SUMBER DATA TABEL: GITLOW & LEVINE, 2005, HAL.158
58
Tabel 2.6 Nilai Occurence Rating Time Period Probability of Occurance
10 More than once per day > 30% 9 Once every 3-4 days ≤ 30% 8 Once per week ≤ 5% 7 Once per month ≤ 1% 6 Once every 3 months ≤ 0.3 per 1000 5 Once every 6 months ≤ 1 per 10000 4 Once per year ≤ 6 per 100000 3 Once every 1-3 years ≤ 6 per million 2 Once every 3-6 years ≤ 3 per ten million 1 Once every 6-100 years ≤ 2 per billion
SUMBER DATA TABEL: GITLOW & LEVINE, 2005, HAL.158
Tabel 2.7 Nilai Detection Rating Definition
10 Defect cause by failure is not detectable 9 Occasional units are checked for defects 8 Units are systematically sampled and inspected 7 All units are manully inspected 6 Manual inspection with mistake proofing modification 5 Process is monitored with control charts and manually
inspected 4 Control charts used with an immediate reaction to out
of control condition 3 Control charts used as a above with 100% inspection
surronding out of control condition 2 All units automatically inspected or control charts used
to improve the process 1 Defect is obvious and can be kept from the customer or
control charts are used for process improvement to yield a no inspection system with routine monitoring
SUMBER DATA TABEL: GITLOW & LEVINE, 2005, HAL.159
59
2.4.4 Improve
2.4.4.1 Layout Improvement
Tata letak dari sebuah pabrik merupakan tempat yang sangat penting karena
semua proses kerja dibentuk dan bekerja berdasarkan tata letak pabrik tersebut,
sehingga untuk mendapatkan tata letak pabrik yang baik maka perlu adanya
penyesuaian layout dari tata letak fasilitas agar tujuan produktivitas yang optimal dari
tiap proses. Pengaturan tata letak pabrik ini meliputi penyimpanan material,
perpindahan material, penempatan personel kerja agar dapat menunjang kelancaran
proses produksi. Pengaturan tata letak fasilitas tersebut akan sangat mendukung
semua tujuan awal bila jarak antar workstation lebih dekat sehingga tidak ada jarak
perpindahan. Pengaturan tata letak yang terencana dengan baik akan didapat berbagai
keuntungan dan tujuan yang terangkum dalam enam tujuan dasar yaitu:
• Integrasi secara menyeluruh yang dapat mempengaruhi proses produksi
• Perpindahan jarak yang minimal.
• Aliran kerja pabrik yang lancar.
• Memanfaatkan semua area pabrik secara efektif dan efisien.
• Kepuasan terhadap kerja dan rasa aman pekerja terjaga.
• Pengaturan tata letak yang fleksibel.
60
2.4.4.2 5S
5S adalah program yang merangkum serangkaian aktivitas untuk
menghilangkan pemborosan yang menyebabkan kesalahan, cacat dan kecelakaan di
tempat kerja. Kelima S tersebut adalah sebagai berikut:
1. Seiri (Sort) – pilahlah barang-barang dan simpan hanya yang diperlukan dan
singkirkan yang tidak diperlukan.
2. Seiton (Set in Order) – Setiap barang memiliki tempat dan setiap barang ada di
tempatnya.
3. Seiso (Shine) – Proses pembersihan sering kali berbentuk pemeriksaan yang
mengungkapkan abnormalitas dan kondisi sebelum terjadinya kesalahan yang
dapat berdampak buruk terhadap kualitas atau menyebabkan kerusakan pada
mesin.
4. Seiketsu (Standardize) – Kembangkan sistem dan prosedur untuk
mempertahankan dan memonitor ketiga S yang pertama.
5. Shitsuke (Sustain) – Menjaga tempat kerja agar tetap stabil merupakan proses
yang terus-menerus dari peningkatan berkesinambungan.
2.4.4.3 Mistake Proofing
Pembuktian kesalahan memberikan perhatian khusus pada satu perlakuan
konstan untuk semua proses, yaitu kesalahan manusia. Inti dari mistake proofing
adalah pengamatan yang cermat terhadap setiap aktifitas dalam proses dan memeriksa
61
serta mencegah masalah di setiap langkah. Kegunaan mistake proofing membuat
barang cacat tidak mungkin masuk ke langkah selanjutnya dari proses produksi.
2.4.4.4 Jidoka
Jidoka merupakan salah satu prinsip dalam Toyota Production System yang
berarti menghentikan proses untuk membangun kualitas. Hal ini berarti ketika terjadi
kerusakan maka produksi harus segera dihentikan sehingga masalah dapat diperbaiki
sebelum barang cacat itu diteruskan ke proses selanjutnya. Jidoka atau sering disebut
dengan autonomation adalah peralatan yang dilengkapi dengan inteligensia manusia
untuk menghentikan dirinya sendiri ketika terjadi suatu masalah. Kualitas dalam
proses jauh lebih efektif dan lebih murah daripada memeriksa dan memperbaiki
masalah kualitas setelah terjadi.
2.4.4.5 Hoshin Planning
Hoshin planning adalah suatu metodologi untuk manajemen membuat
perencanaan ke depan. Dengan hoshin planning, setiap anggota bertanggung jawab di
setiap bagiannya dan mempunyai target masing yang berkaitan dengan target
perusahaan yang dibuat pimpinan. Hoshin planning merupakan suatu proses untuk
mengembangkan target-target tersebut, mengkomunikasikan dan mengukur status
pencapaiannya.
62
2.4.5 Control
2.4.5.1 Standard Operating Procedures
Definisi
SOP adalah sebuah panduan yang dikemukan secara jelas tentang apa yang
disyaratkan dan harus dilakukan dari semua karyawan dalam menjalankan kegiatan
sehari-hari. SOP bukan standar tapi prosedur kerja yang dilakukan secara benar dan
konsisten.
SOP harus tertulis, menjelaskan secara singkat langkah demi langkah dan
dalam tampilan yang mudah dibaca. Gunakan kata kerja dalam kalimat aktif. Contoh,
‘Kirim spesifikasi ke vendor’ bukan ‘Spesifikasi dikirim ke vendor’. Kalimat singkat,
jelas dan tidak banyak frase. Gunakan pernyataan positif, seperti ‘Lengkapi lembar
kerja buku dan kembalikan ke pengadaan’ tidak dengan pernyataan negatif, seperti
‘Jangan dikembalikan sebelum lembar kerja dilengkapi’.
Manfaat
1. Dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan dari proses yang dijalankan.
2. Dapat menstandarkan semua aktifitas yang dilakukan pihak yang bersangkutan.
3. Dapat mengurangi waktu pelatihan karena sudah ada kerangka kerja yang
diperlukan.
4. Dapat meningkatkan konsistensi pekerjaan karena sudah ada arah yang jelas.
5. Dapat meningkatkan komunikasi antar pihak-pihak yang terkait, terutama pekerja
dengan pihak manajemen.
63
Jenis
1. Sederhana Prosedur dengan langkah-langkah yang singkat, berulang-ulang dan
hanya memerlukan sedikit keputusan. Prosedur yang hanya melibatkan sedikit
kegiatan oleh sedikit orang.
2. Hirarki Prosedur dengan langkah-langkah yang rinci, panjang, konsisten.
Langkah-langkah dalam hirarki mungkin berisi sub-sub langkah untuk lebih
memperjelas prosedur.
3. Grafis Prosedur dengan langkah-langkah yang sangat panjang dan lebih rinci.
Tipe grafis akan membagi proses yang panjang menjadi sub-proses yang lebih
pendek. Pictures truly are worth a thousand words.
4. Flowcharts Prosedur yang berisi banyak keputusan-keputusan atau pertimbangan-
pertimbangan. Flowcharts adalah representasi grafis yang menghubungkan
langkah-langkah secara fisik dan logis.
2.5 Penelitian Terdahulu
Selain referensi buku-buku, pedoman penulisan penelitian ini juga bersumber
dari referensi internet yang membahas topik Lean Six Sigma dan beberapa karya
ilmiah yang membahas mengenai Lean, Six Sigma dan Lean Six Sigma.
top related