bab 1-3 siap revisian.doc
Post on 20-Dec-2015
32 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan kesehatan pernafasan merupakan penyakit yang sering
di derita oleh semua umur dari anak kecil sampai lansia, mulai dari
penyumbatan pernafasan (pilek) sampai penyakit yang menganggu
pernapasan misalnya, bronkitis, pneumonia, asma, penyakit paru obstruksi
menahun (PPOM), bahkan Ca bronkogenik, dan lain-lain. Polusi mengganggu
sistem pernapasan bila terhirup melalui saluran pernapasan mengingat saluran
pernapasan merupakan pintu utama masuknya polutan udara kedalam tubuh
sering di sebabkan oleh polusi udara yang mengandung karbondioksida
(CO2) dan polutan-polutan lain dengan partikel besar ataupun kecil
merupakan zat yang bisa sangat berpotensi menganggu sistem pernapasan.
(Napitupulu dan Resosudarmo, 2004)
Polusi udara yang sumbernya paling banyak dari kendaraan
bermotor dapat menimbulkan reaksi radang atau inflamasi, sesak napas,
kekambuhan asma, menurunnya sistem pertahanan tubuh (menekan fungsi
alveolar makrofag pada paru), bahkan sampai pada Ca bronkogenik.
Gangguan pernapasan yang di akibatkan oleh partikel substansi fisik, kimia,
atau biologis di udara yang mengganggu sistem pernapasan. Jika partikulat
besar, maka penetrasinya hanya sampai saluran penapasan atas, sedangkan
partikulat yang lebih kecil penetrasinya sampai pada paru-paru dan di serap
oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa zat
2
pencemar di kategorikan toksik dan karsinogenik. Sedangkan kekabuhan
penyakit asma semakin besar potensinya bila terpapar langsung dengan asap
kendaraan polusi udara. (sudrajad, 2006)
Dari data epidemologis menunjukkan peningkatan kematian serta
eksaserbasi atau serangan yang membutuhkan perawatan rumah sakit pada
pasien dengan gangguan pernapasan yang meliputi asma (sesak napas),
bronkhitis, pneumonia, penyakit paru obstruksi menahun (PPOM). Pada
anak-anak dan orang tua rentan terhadap terserang penyakit tersebut jika
sering berkontak langsung polusi udara. (www/http:avaaila-
shop.blogspot.com).
Statistik badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2004, penyandang
asma di dunia mencapai 100-150 juta orang. Jumlah ini diduga terus
bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun. Dari tahun 2008 diperkirakan 1,3
juta penduduk kota meninggal lebih dini akibat penyakit yang di timbulkan
polusi udara. Seandainya peraturan ketat WHO mengenai ambang batas kadar
udara bersih diterapkan, hampir 1,1 juta kematian dapat dihindari. Suatu
jumlah yang sangat signifikan dari sudut pandang kesehatan masyarakat.
Menurut WHO di Indonesia merupakan salah satu negara dengan polusi
tertinggi di dunia dengan kadar 111 mikrogram per kubik di kota besar, jauh
dari peraturan yang di tetapakan WHO yaitu 20 mikrogram per meter kubik.
Pada tahun 2003 di Indonesia terjadi 31 juta gejala penyakit saluran
pernapasan terdiri dari : 1400 kasus kematian bayi premature, 2000 kasus
rawat di RS, 49.000 kunjungan ke gawat darurat, 600.000 serangan asma,
124.000 kasus bronchitis pada anak dan lain-lain. Kota-kota di Indonesia
3
yang mengandung polusi udara sangat tinggi yaitu : Medan, Jakarta,
Surabaya, Bandung, Pekanbaru. Polusi terbesar di sumbangkan dari emisi gas
buang kendaraan bermesin, asap pabrik dan lain-lain. Jawa timur menempati
urutan ke-2 kematian terbesar akibat polusi udara setelah Medan dan Jakarta
belum di ketahui pasti jumlah angka kematiannya, namun jika di hitung dari
angka kunjungan ke RS, sekitar 2,5% dari penduduk jawa timur meninggal
setiap tahunnya. (Redaksi Hijauku.com)
Setelah mencari informasi dari narasumber yang kehidupan sehari-
harinya berkontak langsung dengan polusi asap kendaraan, dan hasil studi
pendahuluan dari puskesmas kalibaru, dari 98 orang yang aktifitas sehari-hari
di gunung Gumitir dan terkena asap kendaraan, hampir 65% (63 orang)
pernah bahkan sering mengalami kekambuhan penyakit asma (sesak napas)
walaupun sebelumnya tidak pernah ada riwayat penyakit asma. Dari
keterangan mereka, gejala yang sering muncul yaitu : sering mengalami asma
(sesak nafas), batuk (batuk kering), dan ada yang menderita penyakit paru-
paru.
Di kota-kota di Indonesia tingkat polusi PM10 rata-rata per tahun
jauh melebihi batas aman yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia (WHO).
PM10 adalah benda-benda partikulat yang ukurannya kurang dari 10 mikron.
Benda-benda partikulat inilah yang mengakibatkan berbagai masalah
kesehatan di masyarakat seperti asma, bronkitis, infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA), kanker paru-paru hingga menurunnya kecerdasan anak. Karena
polusi udara mengandung banyak Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH).
PAH merupakan suatu zat kimia yang terdapat di dalam udara akibat proses
4
pembakaran, diesel, oli, gas, dan benda-benda lain yang mengandung karbon.
(www/http:alamendah.wordpress.com/2009/tingkat-pencemaran-udara-di-
indonesia)
Di perlukan kesadaran yang tinggi bagi masyarakat yang terbiasa
hidup kontak dengan polusi untuk menjaga ataupun mencegah dengan
menggunakan masker atau pelindung lain ataupun melakukan pemeriksaan
kesehatan pernapasan secara rutin. Pelayanan kesehatan adalah pendekatan
yang paling tepat dalam penanganan penyakit asma. Hal ini meliputi aspek
promotif (peningkatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan
rehabilitative (pemulihan).
Agar asma terkontrol dengan baik dukungan dari tenaga kesehatan
untuk memberikan pengetahuan tentang bahaya polusi udara terhadap
kesehatan pernapasan dan mengurangi penderita penyakit pernapasan sangat
di perlukan guna mencegah penyakit-penyakit yang di sebabkan oleh polusi
udara. Dengan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian guna
mengetahui pengaruh polusi udara terhadap kesehatan pernapasan.
1.2 Rumusan Masalah
Adakah hubungan kontak langsung dengan polutan (sisa emisi gas
buang kendaraan bermotor) terhadap tingkat kekambuhan asma di Gunung
Gumitir tahun 2012 ?
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kontak langsung dengan polutan dengan tingkat
kekambuhan asma di Gunung Gumitir tahun 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Teridentifikasi kontak langsung dengan polutan di gunung gumitir.
b. Teridentifikasi tingkat kekambuhan asma di gunung gumitir.
c. Teridentifikasi hubungan kontak langsung dengan polutan terhadap
tingkat kekambuhan asma di gunung gumitir.
1.4 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak-pihak di bawah
ini :
1.4.1 Bagi STIKes Banyuwangi
Sebagai masukan untuk menjadikan penelitian yang berkualitas dan
bermanfaat bagi semua mahasiswa STIKes Banyuwangi.
1.4.2 Manfaat Bagi Responden
Hasil penelitian dapat meningkatkan kesadaran masyarakat yang
terbiasa hidup kontak dengan polusi untuk menjaga ataupun mencegah
beberapa penyakit yang penyebab utamanya adalah polusi udara.
1.4.3 Manfaat Bagi Profesi Kesehatan
6
Di harapkan penelitian ini memberikan masukan bagi profesi dalam
memberikan pengetahuan tentang bahaya polutan terhadap kesehatan
sistem pernapasan.
1.5 Relevansi
Pengetahuan tentang hubungan kontak langsung dengan polutan
terhadap tingkat terjadinya asma merupakan sesuatu yang harus di ketahui
oleh masyarakat. Efek yang ditimbulkan oleh polutan tergantung dari
besarnya pajanan (terkait dosis/kadarnya di udara dan lama/waktu pajanan)
dan juga faktor kerentanan host (individu) yang bersangkutan (misal: efek
buruk lebih mudah terjadi pada anak, individu pengidap penyakit jantung-
pembuluh darah dan pernapasan, serta penderita diabetes melitus).
Pajanan polutan udara dapat mengenai bagian tubuh manapun, dan
tidak terbatas pada inhalasi ke saluran pernapasan saja. Sebagai contoh,
pengaruh polutan udara juga dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan mata.
Namun demikian, sebagian besar penelitian polusi udara terfokus pada efek
akibat inhalasi/terhirup melalui saluran pernapasan mengingat saluran napas
merupakan pintu utama masuknya polutan udara kedalam tubuh. Selain faktor
zat aktif yang dibawa oleh polutan tersebut, ukuran polutan juga menentukan
lokasi anatomis terjadinya deposit polutan dan juga efeknya terhadap jaringan
sekitar.
Penelitian yang akan di alksanakan ini tidak menutup kemungkinan
menemukan beberapa hal-hal yang berkaitan erat dengan kemajuan ilmu dan
teknologi di bidang kesehatan.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Polutan
2.1.1 Pengertian
Polutan adalah suatu zat yang di hasilkan oleh sisa pembakaran
emisi gas buang sumbernya paling banyak dari kendaraan bermotor
yang dapat menimbulkan reaksi radang atau inflamasi, sesak napas,
penyakit asma (kekambuhan asma), menurunnya sistem pertahanan
tubuh (menekan fungsi alveolar makrofag pada paru), bahkan sampai
pada Ca bronkogenik. Substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer
dalam jumlah banyak tidak hanya berbahaya bagi manusia tetapi dapat
berpengaruh pada hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan
kenyamanan. (Lippmann, 2007)
Menurut lippman, 2007 : bebarapa contoh sederhana polutan
yaitu :
a. Pembakaran mesin diesel yang dapat menghasilkan partikulat
(PM10), nitrogen oksida, dan precursor ozon yang semuanya
merupakan polutan berbahaya.
b. Polutan yang ada diudara dapat berupa gas (misal SO2, NOx, CO,
Volatile Organic Compounds) ataupun partikulat.
8
c. Polutan berupa partikulat tersuspensi, disebut juga PM (Particulate
Matter) merupakan salah satu komponen penting terkait dengan
pengaruhnya terhadap kesehatan. PM dapat diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu :
a. Coarse PM (PM kasar atau PM2,5-10) berukuran 2,5-10 ƒÊm,
bersumber dari abrasi tanah, debu jalan (debu dari ban atau
kampas rem), ataupun akibat agregasi partikel sisa
pembakaran.
b. Fine PM (<2,5 ƒÊm) berasal dari pembakaran bahan bakar
fosil
c. Ultrafine (<0,1 ƒÊm) dapat dengan mudah terdeposit dalam
unit terkecil saluran napas (alveoli) bahkan dapat masuk ke
sirkulasi darah sistemik.
Bahan atau zat pencemaran udara berbentuk gas yaitu :
a. Golongan belerang (sulfur dioksida, hidrogen sulfida, sulfat
aerosol).
b. Golongan nitrogen (nitrogen oksida, nitrogen monoksida,
amoniak, dan nitrogen dioksida).
c. Golongan karbon (karbon dioksida, karbon monoksida,
hidrokarbon).
d. Golongan gas yang berbahaya (benzene, vinyl klorida, air raksa
uap).
2.1.2 Reaksi Terhadap Polutan
9
Polutan sangat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan dan
kesehatan manusia, serta di perlukan teknologi terbaru untuk
menguranginya. WHO memperkirakan bahwa 70% persen penduduk
kota di dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan
bermotor, sedangkan 10 persen sisanya menghirup udara yang bersifat
"marjinal". Akibatnya fatal bagi bayi dan anak-anak. Orang dewasa
yang berisiko tinggi, misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang
yang telah memiliki riwayat penyakit paru dan saluran pernapasan
menahun. Celakanya, para penderita maupun keluarganya tidak
menyadari bahwa berbagai akibat negatif tersebut berasal dari polusi
udara akibat emisi kendaraan bermotor yang semakin memprihatinkan.
Semakin pesatnya kemajuan ekonomi mendorong semakin
bertambahnya kebutuhan akan transportasi, dilain sisi lingkungan alam
yang mendukung hajat hidup manusia semakin terancam kualitasnya,
efek negatif pencemaran udara kepada kehidupan manusia kian hari
kian bertambah. Polusi udara dan lingkungan (polutan & antigen udara)
dapat menimbulkan penyakit pernapasan, bagi orang yang kehidupan
sehari-hari banyak kontak langsung dengan polutan. Efek negatif
pencemaran udara bagi kesehatan tubuh. Tabel 1 menjelaskan tentang
pengaruh pencemaran udara terhadap makhluk hidup. Rentang nilai
menunjukkan batasan kategori daerah sesuai tingkat kesehatan untuk
dihuni oleh manusia. Karbon monoksida, nitrogen, ozon, sulfur
dioksida dan partikulat matter adalah beberapa parameter polusi udara
yang dominan dihasilkan oleh sumber pencemar.
10
Tabel 1. Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
Kategori Rentang Karbonmonoksida
(CO)
Nitrogen
(NO2)
Ozon
(O3)
Sulfurdiok
sida (SO2)
Partikulat
Baik 0-50 Tidak ada efek Sedikit
berbau
Luka pada
Bebera-pa
spesies
tumbuhan
akibat
kombinasi
dengan
SO2
(Selama 4
Jam)
Luka pada
Beberapa
spesies
tumbuhan
akibat
kombinasi
dengan O3
(Selama 4
Jam)
Tidak ada
efek
11
Sedang 51 – 100 Perubahan kimia
darah tapi tidak
terdeteksi
Berbau Luka pada
Bebera-pa
spesies
tumbuh-an
Luka pada
Beberapa
spesies
tumbuhan
Terjadi
penurunan
pada jarak
pandang
Tidak
Sehat
101 –
199
Peningkatan pada
kardiovaskular
pada perokok
yang sakit jantung
Bau dan
kehilangan
warna.
Peningka-
tan
reaktivitas
pembuluh
tenggorok-
an pada
penderita
asma
Penuru-
nan
kemam-
puan pada
atlit yang
berlatih
keras
Bau,
Meningk-
atnya
kerusakan
tanaman
Jarak
pandang
turun dan
terjadi
pengotor-
an debu di
mana-
mana
12
Sangat
Tidak
Sehat
200-299 Meningkatnya
kardiovaskular
pada orang bukan
perokok yang
berpenyakit
Jantung, dan akan
tampak beberapa
kelemahan yang
terlihat secara
nyata
Meningkatn
ya
sensitivitas
pasien yang
berpenyakit
asma dan
bronchitis
Olah raga
ringan
mengaki-
batkan
pengar-uh
parnafasan
pada
pasien
yang
berpenyak
lt paru-
paru
kronis
Meningkat
nya
sensitivita
s pada
pasien
berpenyak
it asma
dan
bronchitis
Meningkat
nya
sensitivi-
tas pada
pasien
berpenyak
it asma
dan
bronchitis
Berbaha
ya
300 –
lebih
Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar
Sumber: Bapedal [1]
Tabel 2. Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang
Pencemar Sumber Keterangan
Karbon
monoksida (CO)
Buangan kendaraan bermotor;
beberapa proses industry
Standar kesehatan: 10 mg/m3 (9 ppm)
Sulfur dioksida
(S02)
Panas dan fasilitas pembangkit
listrik
Standar kesehatan: 80 ug/m3 (0.03
ppm)
Partikulat Matter Buangan kendaraan bermotor;
beberapa proses industry
Standar kesehatan: 50 ug/m3 selama 1
tahun; 150 ug/m3
13
Nitrogen dioksida
(N02)
Buangan kendaraan bermotor;
panas dan fasilitas
Standar kesehatan: 100 pg/m3 (0.05
ppm) selama 1 jam
Ozon (03) Terbentuk di atmosfir Standar kesehatan: 235 ug/m3 (0.12
ppm) selama 1 jam
Sumber: Bapedal [2]
2.1.3 Polutan Menyebabkan Penyakit
Berikut ini beberapa mekanisme biologis bagaimana polutan udara
mencetuskan gejala penyakit: WHO dan ATS (American Thoracic
Society) 2005
1. Timbulnya reaksi radang/inflamasi pada paru, misalnya akibat PM
atau ozon.
2. Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang di sebabkan oleh polusi
udara yang banyak terdapat dari emisi gas buang kendaraan atau
asap pabrik yang mengandung unsur-unsur kimia seperti timbal(pb),
besi(fe), Mangan(mn), Arsen(As), Cadmium(Cd). Apabila partikel-
partikel tersebut masuk dan menempel di saluran nafas
3. Polusi kendaraan bermotor atau asap pabrik yang masuk melalui
saluran nafas menimbulkan gangguan pernafasan (asma) karena
meningkatnya respon (hiperreaktif) dari trakea dan bronkus akibat
adanya rangsangan berupa polutan yang mengakibatkan inflamasi
dan penyempitan bronkus menjadi sesak dan mengalami asma.
4. Polusi udara, polusi industri merupakan faktor yang mengakibatkan
penyakit paru obstruksi menahun (PPOM), berupa bronchitis kronis
14
yang merupakan penyakit saluran pernapasan berupa batuk yang
produktif dan kronis (selama 3 bulan dalam 1 tahun dalam jangka
waktu paling sedikit 2 tahun berurutan). Bronkiektasis adalah
adanya dilatasi yang abnormal dan permanen dari bronchus.
(Harrison,2005)
5. Terbentuknya radikal bebas/stres oksidatif, misalnya PAH
(polyaromatic hydrocarbons).
6. Modifikasi ikatan kovalen terhadap protein penting intraselular
seperti enzim-enzim yang bekerja dalam tubuh.
7. Komponen biologis yang menginduksi inflamasi/peradangan dan
gangguan system imunitas tubuh, misalnya golongan glukan dan
endotoksin.
8. Stimulasi sistem saraf otonom dan nosioreseptor yang mengatur
kerja jantung dan saluran napas.
9. Efek adjuvant (tidak secara langsung mengaktifkan sistem imun)
terhadap sistem imunitas tubuh, misalnya logam golongan transisi
dan DEP/diesel exhaust particulate.
10. Efek procoagulant yang dapat menggangu sirkulasi darah
dan memudahkan penyebaran polutan ke seluruh tubuh, misalnya
ultrafine PM.
11. Menurunkan sistem pertahanan tubuh normal (misal: dengan
menekan fungsi alveolar makrofag pada paru).
2.1.4 Polutan Yang Banyak Berpengaruh Terhadap Kesehatan
2.1.4.1 Particulate Matter (PM)
15
Penelitian epidemiologis pada manusia dan model pada
hewan menunjukan PM10 (termasuk di dalamnya partikulat
yang berasal dari diesel/DEP) memiliki potensi besar merusak
jaringan tubuh. Data epidemiologis menunjukan peningkatan
kematian serta eksaserbasi/serangan yang membutuhkan
perawatan rumah sakit tidak hanya pada penderita penyakit
paru (asma, penyakit paru obstruktif kronis, pneumonia),
namun juga pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular/jantung dan diabetes.
Anak-anak dan orang tua sangat rentan terhadap
pengaruh partikulat/polutan ini, sehingga pada daerah dengan
kepadatan lalu lintas/polusi udara yang tinggi biasanya
morbiditas penyakit pernapasan (pada anak dan lanjut usia)
dan penyakit jantung/kardiovaskular (pada lansia) meningkat
signifikan.. Pajanan lebih besar dalam jangka panjang juga
dapat memicu terbentuknya kanker (paru ataupun leukemia)
dan kematian pada janin. Penelitian terbaru dengan follow up
hampir 11 tahun menunjukan bahwa pajanan polutan
(termasuk PM10) juga dapat mengurangi fungsi paru bahkan
pada populasi normal di mana belum terjadi gejala pernapasan
yang mengganggu aktivitas.
2.1.4.2 Gas Oksidan Photo-kimia (Ox)
Gas oksidan photo-kimia dihasilkan oleh proses photo-
kimia diantara gas oksida nitrogen yang dibuang oleh pabrik,
16
kawasan industri dan kendaraan bermotor dengan bahan kimia
organik pengaktif serta hidrokarbon yang dikeluarkan oleh
tumbuhan. Bahan utama penyusun gas oksida photo-kimia
adalah gas ozon. Karena gas ozon susah larut di dalam air, gas
ozon akan masuk hidung hingga mencapai gelembung paru-
paru. Gas ozon secara sendiri tidak menimbulkan gejala akut
seperti mata perih.
2.1.4.3 Gas Oksida Nitrogen (NOx)
Di dalam proses pembakaran minyak tanah atau batu
bara, nitrogen yang terkandung di dalam udara akan ikut
terbakar menjadi gas oksida nitrogen. Karena sukar larut di
dalam air, gas oksida nitrogen akan masuk hidung sehingga
mencapai gelembung paru-paru. Berdasar hasil penelitian ilmu
epidemilogi, kadar gas oksida nitrogen di udara disebutkan
mempunyai kaitan dengan jumlah kasus penyakit bronkitis
kronis.
2.1.4.4 Belerang Dioksida (SO2)
Gas jernih tak berwarna ini merupakan bagian dari
pencemaran udara, kadarnya sampai 18%. Gas ini baunya
menyengat dan amat membahayakan manusia. Jumlah SO2
karena oksidasi H2S adalah 80% , sisanya 20% lagi adalah
hasil ulah manusia, yakni akibat bahan bakar yang
mengandung Belerang (S), kilang minyak dan letusan gunung
17
berapi. Dari 20% S02 ini yang 16% adalah akibat pembakaran
zat-zat yang mengandung belerang seperti minyak bumi dan
batubara. Inilah yang membayakan kesehatan di kota-kota
yang dapat melumpuhkan dan merusak pernafasan. S02 jika
beraksi dengan kabut berisi uap air akan membentuk asam
sulfat (H2SO4). Asam yang terbentuk di awan akan turun ke
tanah dan menimbulkan akan malapetaka bagi tanaman,hewan,
dan manusia.
2.1.4.5 Karbonmonokdisa (CO)
Karbonmonoksida dibuat manusia karena pembakaran
bensin tidak sempurna dalam kendaraan. Pembakaraan di
perindustrian, pembangkit listrik, pemanas rumah. Gas ini
tidak berwarna atau berbau, tetapi amat berbahaya. Kadar 10
bpj CO dalam udara dapat menyebabkan manusia sakit,
pengaruh CO serupa dengan pengaruh kekurangan oksigen.
Hemoglobin yang biasa membawa oksigen dari udara rupanya
lebih tertarik kepada CO. Akan terbentuklah senyawa CO
dengan hemoglobin dengan ikatan kimia yang lebih kuat dari
ikatan dengan oksigen. Molekul karboksihemoglobin ini
sangat berbahaya dan untuk beberapa jam tidak dapat lagi
mengikat oksigen yang diperlukan tubuh. Menghisap gas CO
yang keluar dari knalpot mobil di ruang garasi tertutup telah
banyak menyebabkan kematian. Di daerah perkotaan dengan
lalu lintas yang padat konsentrasi gas CO berkisar antara 10-15
18
ppm. Karbon monoksida (CO) apabila terhirup ke dalam paru-
paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi
masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat
terjadi karena gas CO bersifat racun, ikut bereaksi secara
metabolis dengan darah (hemoglobin) :
Hemoglobin + CO ———> COHb (Karboksihemoglobin)
Dalam keadaan normal konsentrasi CO di dalam darah
berkisar antara 0,2% sampai 1,0%, dan rata-rata sekitar 0,5%.
Disamping itu kadar CO dalam darah dapat seimbang selama
kadar CO di atmosfer tidak meningkat dan kecepatan
pernafasan tetap konstan. Keracunan gas karbon monoksida
dapat ditandai berupa detak jantung meningkat, rasa tertekan di
dada, kesukaran bernafas, kelemahan otot-otot, gangguan pada
sistem kardiovaskuler, serangan jantung sampai pada
kematian.
2.1.4.6 Nitrogen Oksida (NO, N2O, NO2)
Nitrogen oksida (NO) merupakan pencemar sekitar
10% pencemar udara setiap tahun adalah nitrogen oksida. Ada
delapan kemungkinan hasil reaksi apabila nitrogen bereaksi
dengan oksigen, yang jumlahnya cukup banyak ialah
NO,N20,dan NO2.
N20 jumlahnya paling banyak di antara ketiga oksida
tersebut. Gas ini tidak berwarna, konsentrasi N20 berasal dari
sumber alam. NO yang ada dalam udara belum lama diketahui.
19
NO banyak terbentuk dari pembakaran dalam mesin. Zat ini
kemudian mengalami oksidasi lebih lanjut oleh oksigen atau
ozon, lambat atau cepat, akan menghasilkan NO2.
NO2 merupakan gas beracun, berwarna coklat-merah,
berbau seperti asam nitrat. Pembentukan nitrogen oksida
terjadi pada pembakaran batubara, minyak bumi, gas alam, dan
industri kimia seperti pabrik asam nitrat, asam sulfat,
kendaraan dan sebagainya. NO dan NO2 dapat merusak bagi
manusia dan lingkungannya. NO mempunyai kemampuan
membatasi kadar oksigen dalam darah, seperti halnya dengan
CO. Jika NO2 bertemu dengan uap air di udara atau dalam
tubuh manusia akan terbentuk segera HNO3 yang amat
merusak tubuh, karena itulah NO2 akan terasa pedih jika
mengenai mata, hidung, saluran nafas, dan jantung.
2.1.4.7. Hidrokarbon
Senyawa ini hanya mengandung unsur hidrogen dan
karbon dihasilkan proses di perindustrian penguapan pelarut
organik, dan pembakaran sampah. Senyawa benzopirena
adalah senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam tembakau.
Asap rokok mengandung mengandung benzopirena yang
menyebabkan kanker jantung. Benzopirena yang terdapat di
udara kebanyakan disebabkan pembakaran batubara. Sekitar
10% keluar dari knalpot kenderaan. Dalam udara terdapat
20
sedikitnya lima, senyawa hidrokarbon lain yang dapat
menyebabkan kanker jantung.
2.1.4.8 Chloro-fluoro-carbon (CFC)
Mulanya ozon pada bagian atas lapisan udara sangat
besar manfaatnya bagi makhluk hidup di permukaan bumi,
seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun terjadinya
penipisan lapisan ozon di stratosfer (10 hingga 15 km di atas
permukaan bumi ) mengakibatkan sinar ultraviolet masuk ke
bumi dalam jumlah yang mengancam kehidupan di bumi.
Menurut para ahli, penipisan ini karena pemakaian berlebiban
dan berlanjut senyawa chloro-fluoro-carbon (CFC), yang
banyak digunakan sebagai :
- bahan pendingin pada mesin penyejuk ruangan (AC)
- bahan pengembang pada pembuatan karet
- bahan pembersih pada industri elektronik
- bahan penyemprot pada parfum, minyak rambut, dan lainnya
2.1.5 Prosentase Terkena Polutan
Sesorang bisa terkena polutan dalam kehidupan sehari-harinya
di sadari atau tidak di sadari. Jika dalam tempat tinggal, tempat kerja, di
jalan raya, bahkan di tempat hiburan atau rekreasi pun seseorang bisa
terkena polutan. Berikut klasifikasi prosentase terkena polutan terhadap
kehidupan manusia :
1. Terkena polutan penuh
a. Terkena banyak polutan
21
b. Terkena polutan lebih dari 8 jam sehari
c. Istirahat terhindar dari polutan kurang dari 1 jam dalam sehari
2. Terkena polutan sebagian
a. Menghirup udara penuh dengan polutan
b. Terkena polutan sekitar 4 jam sehari
c. Istirahat menghindari polutan 1 sampai 3 jam dalam sehari
3. Jarang terkena polutan atau kontak hubungan
dengan polutan sedikit
a. Kadang-kadang terkena polutan
b. 2 kali/hari dalam seminggu
c. Istirahat dan terhindar dari polutan lebih dari 4 jam sehari
Sumber: lingkungan hidup dan WHO 2005
2.2 Konsep Dasar Asma Bronkiale
2.2.1 Pengertian
Asma bronkiale adalah Salah satu penyakit alergi akibat reaksi
hipersensitivitas, peningkatan respon (hiperreaktif) dari trakea dan
bronkus akibat adanya bermacam-macam rangsangan, ditandai dengan
inflamasi dan penyempitan bronkus akibat respon bronkokontriksi
berlebihan terhadap berbagai rangsangan yang mengakibatkan
sesak.asma bronkialis di anggap sebagai penyakit peradangan kronis
jalan napas, secara klinis, asma bermanifestasi sebagai serangan
22
dipsnea, batuk, dan mengi, penyakit ini mengenai sekitar 5% orang
dewasa dan 7% hingga 10% anak.(Robbins, Kumar & Cotran
2007:511)
2.2.2 Morfologi Asma
Menurut Robbins, Kumar & Cotran 2007, perubahan morfologi
asma di ketahui pada pasien yang meninggal akibat serangan berat
berkepanjangan dan dari specimen iopsi mukosa yang di beri alergen.
Gambaran makroskopik yang paling mencolok adalah onklusi bronkus
dan bronkiolus oleh sumbatan mucus yang kental dan lengket. Selain
itu temuan histologik khas pada kasus nonfatal dan fatal adalah sebagai
berikut:
a. Edema, hyperemia, dan infiltrat peradangan di dinding bronkus,
dengan banyak esinofil, yang mungkin membentuk 5% hingga 50%
infiltrat. Juga terdapat sel mast, basofil, makrofag, limfosit, sel
plasma dan beberapa neutrofil.
b. Peningkatan ukuran kelenjar mucus submukosa (peningkatan
jumlah sel goblet di epitrl bronkus).
c. Bercak nekrosis dan terlepasnya sel epitel.
a. Peningkatan kolagen yang letaknya tepat di bawah membrane basal
sehingga membrane basal tampak menebal.
b. Hipertropi dn hyperplasia otot polos pada dinding bronkus.
2.2.3 Perjalanan Penyakit Asma
Serangn asma di tandai dengan dipsnea berat di sertai mengi;
kesulitan utama terletak pada ekspirasi. Pasien bersusah-payah
23
menghirup udara dan kemudian tidak dapat mengeluarkannya, sehinnga
terjadi hiperinflasi progesif paru dengan udara terperangkap di sebelah
distal bronkus. Bronkus mengalami kontriksi dan terisi oleh mucus dan
debris. Pada kasus yang biasa, serangan berlangsung 1 hingga beberapa
jam dan mereda secara spontan atau dengan pengobatan, berupa
bronkodilator dan kortikosteroid. Selama interval di antara serangan
pasien biasanya bebas dari kesulitan bernapas, tetapi deficit pernapasan
yang samar dan persisten dapat di deteksi dengan metode spirometrik.
2.2.4 Klasifikasi Asma Bronkiale
Menurut ada tidaknya imun penyebab asma di klasifikasikan menjadi
dua yaitu : (Robbins, Kumar & Cotran 2007:511)
1. Asma ekstrinsik ; episode asma biasanya di sebabakan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe I yang di picu oleh pajanan antigen ekstrinsik.
Tiga jenis asma yang di kenal yaitu :
a. Asma atopic adalah merupakan jenis asma tersering; onset
biasanya pada dua decade pertama kehidupan, dan sering
berkaitan dengan manifestasi alergi.
b. Asma pekerjaan (banyak bentuk)
c. Asma bronkopulmonal alergik (kolonisasi bronkus oleh
organism aspergillus diikuti oleh terbentuknya antibody
immunoglobulin E [lgE]).
2. Asma intrinsik ; yang sifat mekanismenya non imun. Pada bentuk
ini, sejumlah rangsangan yang kecil atau tidk berefek pada orang
24
ormal dapat menyebabkan bronkospasme pada pasien. faktor
tersebut mencakup aspirin ; infeksi paru, terutama di sebabkan oleh
virus; dingin; stress psikologis; olahraga; dan inhalasi iritan seperti
ozon dan sulfur dioksida.
3. Asma gabungan ; bentuk asma yang paling umum asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergi dan non-alergi.
2.2.5 Derajat Pembagian Asma
Menurut Suyono (2004), Berdasarkan pengobatan farmakologis
sistemik anak tangga, maka menurut berat ringanya gejala, asma dapat
dibagi menjadi 4 (empat) tahap :
1. Asma intermitan
a. Gejala intermiten (kurang dari sekali seminggu)
b. Serangan singkat (beberapa jam)
c. Gejala asma malam kurang dari 2 kali sebulan
d. Diantara serangan pasien bebas gejala dan fungsi paru normal.
2. Asma persisten ringan
a. Gejala lebih dari satu kali seminggu, tetapi kurang dari satu
kali perhari
b. Serangan mengganggu aktifitas dan tidur
c. Serangan asma malam lebih dari 2 kali setiap bulan
d. Serangan asma beberapa jam sampai hari
3. Asma persisten sedang
a. Serangan mengganggu aktifitas dan tidur
b. Serangan asma pada malam hari lebih dari satu kali seminggu
25
c. Setiap hari menggunakan agonis beta 2 hirup
d. Gejala setiap hari
e. Serangan dalam hitungan jam sampai hari secara terus-menerus
4. Asma persisten berat
a. Gejala terus menerus, sering mendapat serangan
b. Gejala asma malam dan siang, aktifitas fisik terbatas karena gejala
asma bronkiale.
c. Aktifitas fisik terbatas karena gejala asma
d. Serangan dalam hitungan jam sampai hari secara terus-menerus
e. Serangan terus menerus sampai beberapa hari mendapat serangan
2.2.6 Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang
dikendalikan oleh limfosit T dan B. asma diaktifkan oleh interaktif
antara antigen dan molekul IgE yang berkaitan dengan sel mast.
Sebagian besar allergen dan molekul IgE yang bersifat airbone. Alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak. Namun, di lain kasus
terdapat pasien yang sangat responsif, sehingga sejumlah kecil alergen
masuk kedalam tubuh sudah dapat mengakibatkan eksaserbasi penyakit
yang jelas.
2.2.7 Faktor Penyebab Asma
Ada beberapa hal faktor penyebab asma yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
(Sundaru, 2002)
a. Faktor predisposisi (Genetik)
26
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
27
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.
Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
28
2.3 Konsep Hubungan Kontak Dengan Polutan Terhadap Tingkat Kejadian
Asma
Polusi udara merupakan salah satu penyebab timbulnya resiko kanker
darah. Namun, jarang disadari, entah berapa ribu warga yang setiap harinya
berkontak langsung dengan polutan, meninggal setiap tahunnya karena
infeksi saluran pernapasan, asma, maupun kanker paru akibat polusi udara.
Serangan asma adalah suatu reaksi terhadap pemicu (allergen). Hal ini
mirip dengan banyak cara untuk membuat reaksi alergi. Reaksi alergi
merupakan respon oleh sistem kekebalan tubuh, dimana bila sel-sel dari
sistem kekebalan tubuh terserang, mereka memicu serangkaian reaksi yang
membantu melawan serangan tersebut, respon inilah yang akhirnya
menyebabkan gejala serangan asma. Karena asma adalah jenis reaksi alergi,
kadang-kadang disebut penyakit saluran napas reaktif. Setiap orang dengan
asma memiliki faktor pemicu yang berbeda-beda. Sebagian besar pemicu
serangan menyebabkan pada beberapa orang dengan asma dan tidak pada
orang lain. Faktor pemicu penyebab penyakit asma antara lain asap tembakau,
menghirup udara yang tercemar (polutan). (Napitupulu dan Resosudarmo,
2004)
Menurut Stanley L.Robbins, Vinay Kumar dan Ramzi S.Cotran
(2007) mekanisme polutan menyebabkan asma meliputi : peningkatan respon
(hiperreaktiv) dari trakea dan bronkus akibat adanya bermacam-macam
rangsangan polusi udara (polutan). Ditandai dengan inflamasi dan
penyempitan bronkus yang mengakibatkan sesak napas. Inflamasi dan respon
29
saluran napas berlebihan. Inflamasi dinding bronkus, penyempitan bronkus
(bronchokonstriksi)sumbatan oleh mukus, edema. Dibawah penyempitan
bronkus ada udara yang terjebak, ekspirasi sulit. Kesulitan utama terletak
pada ekspirasi. Penderita asma bersusah-payah menghirup udara dan
kemudian tidak dapat mengeluarkannya, sehinnga terjadi hiperinflasi progesif
paru dengan udara terperangkap di sebelah distal bronkus. Bronkus
mengalami kontriksi dan terisi oleh mucus dan debris. Pada kasus yang biasa,
serangan berlangsung 1 hingga beberapa jam dan mereda secara spontan atau
dengan pengobatan, berupa bronkodilator dan kortikosteroid. Selama interval
di antara serangan pasien biasanya bebas dari kesulitan bernapas, tetapi defisit
pernapasan yang samar.
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Penyakit yang sering muncul • ISPA • PPOM (Bronkithis, Bronkiektasis) • Radang atau inflamasi paru-paru
• Asma bronkialea. Asma intermitenb. Asma persisten ringanc. Asma persisten sedangd. Asma persisten berat.
Kontak dengan polutan
Faktor-fator penyebab asma bronkiale :a. Faktor predisposisi (Genetik)b. Faktor presipitasi
1. Alergen, masuk melalui saluran nafasa. Inhalan
1. Debu2. Bulu binatang,serbuk bunga, bakteri3. Polutan
b. Ingestan, masuk melalui mulut1. Makanan 2. obat-obatan
c. Kontaktan, melalui kontak dengan kulit1. Perhiasan2. Logam3. jam tangan
2. Perubahan cuaca3. Stress4. Lingkungan kerja5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
30
Keterangan :
: Variabel yang di teliti
: Variabel yang tidak di teliti
Gambar 2.1 Kerangka konseptual penelitian : Hubungan Kontak Langsung dengan Polutan terhadap tingkat kekambuhan Asma di area Gunung Gumitir tahun 2012.
Kerangka konsep adalah konsep yang di pakai sebagai landasan
berfikir dalam kegiatan ilmu. (Nursalam, 2011:56)
Dari kerangka konsep di atas dapat di simpulkan bahwa ada
hubungan kontak langsung dengan polutan terhadap terjadinya asma.
Sehingga untuk mengetahui masalah tersebut peneliti berusaha mencari
adakah hubungan kontak dengan polutan terhadap terjadinya asma.
2.5 Hipotesis
Menurut Nursalam (2011:56), hipotesis adalah jawaban sementara
dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Hipotesis dapat dibedakan
menjadi beberapa tipe yaitu antara lain:
2.5.1 Hipotesis alternatif (Ha/Hi)
31
Dalam penelitian ini ada hubungan kontak langsung dengan
polutan terhadap tingkat kekambuhan asma di Gunung Gumitir.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang
telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penutupan peneliti pada
seluruh proses penelitian (Nursalam, 2011).
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah “korelasi”
yaitu penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu
situasi atau kelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan
antara gejala atau variabel satu dengan variabel yang lain (Soekidjo,
2002:142).
32
Rancangan atau desain penelitian adalah suatu strategi penelitian
dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir
pengumpulan data dan digunakan untuk mendefinisikan struktur dimana
penelitian dilaksanakan (Nursalam, 2011).
Desain penelitian yang di gunakan adalah Rancangan penelitian yang
digunakan adalah ”cross sectional” yaitu jenis penelitian yang menekankan
pada waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen
hanya satu kali, pada satu saat. (Nursalam, 2011).
3.2 Waktu Penelitian dan Tempat penelitian
3.2.1 Lokasi
Tempat penelitian di lakukan di Gunung Gumitir, dan mencari
informasi data dari puskesmas Kalibaru.
3.2.2 Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini waktu penelitian dibagi menjadi dua tahap
sebagai berikut:
a. Tahap persiapan yang meliputi:
1. Penyusunan proposal : Desember - Maret 2012
2. Seminar proposal : April 2012
b. Tahap pelaksanaan yang meliputi:
33
1) Pengajuan iji : Januari 2012
2) Pengumpulan data : Januari - Februari 2012
3.3 Kerangka Kerja
Kerangka kerja merupakan tahapan dalam suatu penelitian. Pada
kerangka kerja disajikan alur penelitian, terutama variabel yang akan
digunakan dalam penelitian (Nursalam, 2003:212)
Kerangka kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Populasi: Semua orang yang ada di Gunung Gumitir
Sampel: Sebagian orang yang ada di area Gunung Gumitir yang sesuai kriteria inklusi
Sampling: Purposive sampling
Desain Penelitian : Korelatif
Pengumpulan Data : Kuesioner & observasi
Analisa data: Analisa data: coding, editing, scoring, tabulating, uji statistik uji chi square
Hasil penelitian
Laporan penelitian
34
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Hubungan Kontak Langsung Dengan Polutan Terhadap Tingkat Kekambuhan Asma Di Gunung Gumitir
3.4 Sampling Desain
3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah di
tetapkan (Nursalam, 2011:89)
Populasi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah orang yang ada di
Gunung Gumitir sebanyak 65 orang.
3.4.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
populasi terjangkau yang dapat di gunakan sebagai subjek penelitian
melalui sampling. (Nursalam, 2011:91)
35
Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah orang yang ada di
Gunung Gumitir dan yang menderita asma sebanyak 56 orang.
3.4.2.1 Kriteria Sampel meliputi:
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian
dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti
(Nursalam, 2011:92).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:
1. Semua orang yang berada di Gunung Gumitir
2. Orang penderita asma dan penyakit pernapasan lain
setelah berada di Gunung Gumitir
3. Orang yang setiap hari memungkinkan terkena paparan
polutan
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/ mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena beberapa
sebab (Nursalam, 2011:92).
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu:
1. Orang yang menderita asma sebelum berada di Gunung
Gumitir.
2. Orang yang berada di Gunung Gumitir tidak menderita
asma
3.4.2.2 Besar Sampel
36
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan di
teliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang di miliki oleh
populasi. Dalam penelitian kriteria sampel meliputi kriteria
inklusi dan kriteria ekslusi, dimana kriteria tersebut menentukan
dapat dan tidaknya sampel yang tersebut di gunakan.
Menurut Aziz alimul, 2011 berikut ini adalah hal-hal
yang harus di pertimbangkan ketika peneliti akan menentukan
sampel penelitiannya :
1. Probabilitas
2. Standart Error
3. Distribusi Teoritis
Dalam menentukan besar sampel terdapat beberapa ha
yang harus di perhatikan, di antaranya adalah: jenis dan
rancangan penelitian, tujuan penelitian jumlah populasi atau
sampel, teknik sampling, jenis (skala pengukuran) data (variabel
dependen), tingkat kepercayaan atau ketelitian penyimpangan
yang masih dapat di toleransi. Desain penelitian yang di pilih
dalam penelitian akan menentukan perlu tidaknya penggunaan
metode sampling. Hal ini berkaitan dengan perlu tidaknya
menggunakan rumus untuk menentukan besar sampel.
Berikut merupakan cara menentukan besar sampel yaitu
dengan menggunakan rumus besar sampel :
Nn = N. (d)² + 1
37
Dimana n : besar sampel
N : besar populasi
d : tingkat kepercayaan yang diinginkan (alpha)=0,05
Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah :
65n =
65. (0,05)² + 1
n = 55,913 responden
n = 56 responden
“Besar sampel yang di gunakan adalah 56 responden”
3.4.3 Tehnik Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk
dapat mewakili populasi, teknik sampling merupakan cara yang di
tempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang
benar-benar sesuai denagn keseluruhan objek penelitian. (Nursalam,
2011).
Pada peneliti ini menggunakan “purposive sampling” yaitu
pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti yakni memilih
sampel sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan dan masalah
dalam penelitian) sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik
populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2011 : 94).
Pengambilan sampel dilakukan di Gunung Gumitir Kalibaru
meliputi semua orang yang memenuhi kriteria inklusi.
3.5 Identifikasi Variabel
38
Variabel adalah konsep dari berbagai level dari abstrak yang
didefinisikan sebagai suatu fasilitator untuk pengukuran atau manipulasi data
suatu penelitian. Konsep yang dituju dalam penelitian dapat konkret dan
secara langsung bisa diukur (Nursalam, 2011:97).
Variabel dalam penelitian ini meliputi:
3.5.1 Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen (bebas) adalah variabel yang nilainya
menentukan variabel lainnya. Suatu kegiatan manipulasi oleh peneliti
menciptakan suatu dampak pada variabel dependen (terikat) (Nursalam,
2011:97).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah kontak langsung
dengan polutan.
3.5.2 Varibel dependen (Terikat)
Varibel dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya
ditentukan oleh variabel lain. Variabel dependen merupakan faktor
yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan dari
variabel bebas (Nursalam, 2011:98).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian asma.
3.6 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi OperasionalVariabel Definisi
operasionalIndikator Alat ukur Skala
DataSkor
39
Bebas:
Kontak langsung dengan polutan
Terikat :
Tingkat kejadian asma
Polutan merupakan suatu zat yang di hasilkan oleh sisa pembakaran emisi gas buang sumbernya paling banyak dari kendaraan bermotor dapat menimbulkan reaksi radang atau inflamasi, sesak napas, penyakit asma (kekambuhan asma),
Asma bronkiale adalah penyakit alergi akibat reaksi hipersensitivitas, peningkatan respon dari trakea dan bronkus akibat bermacam-macam rangsangan, ditandai dengan inflamasi dan penyempitan bronkus akibat respon bronkokontriksi
1. Prosentase terkena polutan penuha. Terkena banyak
polutanb. Terkena polutan lebih
dari 8 jam seharic. Istirahat terhindar
dari polutan kurang 1 jam dalam sehari
2. Prosentase terkena polutan sebagiana. Menghirup udara dan
polutanb. Terkena polutan
sekitar 4 jam seharic. Istirahat menghindari
polutan 1 sampai 3 jam sehari
3. Jarang terkena polutan atau kontak hubungan dengan polutan sedikita. Kadang-kadang
terkena polutanb. 2 kali/hari dalam
semingguc. Istirahat dan terhindar
dari polutan lebih dari 4 jam sehari
1. Asma intermitana. Gejala intermiten
(kurang dari sekali seminggu)
b. Serangan singkat (beberapa jam)
c. Gejala asma malam kurang dari 2 kali sebulan
d. Serangan pasien bebas gejala dan fungsi paru normal.
2. Asma persisten ringana. Gejala lebih dari satu
kali seminggu, b. Serangan mengganggu
aktifitas dan tidur
Kuesioner /Observasi
Kuesioner
Ordinal
Ordinal
Terkena polutan penuh >8 jam perhari= 3
Terkena polutan < 4 jam perhari = 2
Setiap Seminggu 2x = 1
a. Asma berat = 4
b. Asma sedang =3
c. Asma berat =2
d. Asma intermiten = 1
-
40
berlebihan terhadap berbagai rangsangan yang mengakibatkan sesak
c. Serangan asma malam lebih dari 2 kali setiap bulan
d. Serangan asma beberapa jam sampai hari
3. Asma persisten sedanga. Serangan mengganggu
aktifitas dan tidurb. Serangan asma pada
malam hari lebih dari satu kali seminggu
c. Gejala setiap harid. Serangan dalam
hitungan jam sampai hari secara terus-menerus
4. Asma persisten berata. Gejala terus menerus,
sering mendapat serangan
b. Gejala asma malam dan siang, aktifitas fisik terbatas karena gejala asma bronkiale.
c. Aktifitas fisik terbatas karena gejala asma
e. Serangan terus menerus sampai beberapa hari
3.7 Pengumpulan Data dan Analisa Data
3.7.1 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data sesuai dengan macam dan tujuan peneliti
(Notoatmodjo, 2010 : 152).
Instrumen penelitian untuk mengukur hubungan kontak dengan
polutan dengan menggunakan kuesioner atau pertanyaan-pertanyaan
informatif. Sedangkan instrumen penelitian untuk mengukur tingkat
terjadinya asma dengan menggunakan lembar kuesioner.
41
3.7.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan cara peneliti untukmengumpulkan
data yang akan di lakukan dalam penelitian. (Aziz, 2011)
Pengumpulan data dilakukan melalui proses perijinan studi
pendahuluan dari puskesmas Kalibaru, sebagian besar dari populasi di
Gunung Gumitir adalah orang yang berasal dari kalibaru wilayah kerja
dari puskesmas Kalibaru. Kemudian saat penelitian pengumpulan data
dilakukan melalui kuesioner yang diisi oleh klien.
Sebagai kelengkapan data peneliti melihat buku catatan dan data
dari puskesmas Kalibaru.
3.7.3 Analisa Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam
metode ilmiah, karena dengan analisislah, data tersebut dapat diberi
arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian
(Moh.Nazir, 2005:346).
Dalam penelitian kuantitatif, perlu di tuliskan tentang jenis
statistik yang di pergunakan dalam pengolahan data. Alasan
penggunaan statistik yang di pilih, sumber rujukan yang di
pergunakan. (Aziz, 2011)
42
Dalam penelitian ini peneliti memilih uji statistik chi square
1. Coding
Memberikan kode pada setiap responden pertanyaan-pertanyaan
dan segala hal yang dianggap perlu
2. Editing
Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu.
Dengan perkataan lain, data atau keterangan yang telah
dikumpulkan dalam daftar pertanyaan perlu dibaca sekali lagi dan
diperbaiki, jika di sana sini masih terdapat hal-hal yang salah atau
yang masih meragukan. (Moh. Nazir, 2005:346).
3. Scoring
Penentuan skor atau nilai untuk tiap item dalam penemuan skor
atau nilai ditentukan berdasarkan subyektifitas responden.
a. Kontak dengan polutan
Penilaian skor pada kontak langsung dengan polutan:
1. Setiap hari >8 jam = 3
2. Setiap hari <4 jam = 2
3. Seminggu 2 kali = 1
b. Tingkat Asma
Penilaian skor tingkat kejadian asma :
1. Asma berat = 4
2. Asma sedang = 3
43
3. Asma ringan = 2
4. Asma intermiten = 1
4. Tabulating
Tabulating merupakan penyajian data dalam bentuk tabel yang
terdiri dari beberapa baris & beberapa kolom. Tabel dapat di
gunakan untuk memaparkan sekaligus beberapa variabel hasil
observasi, survey, atau penelitian hingga data mudah di baca dan di
mengerti. (Chandra Budiman, 2008:24)
5. Uji statistik
Peneliti mengunakan uji chi square karena data yang digunakan
adalah data ordinal. Bertujuan untuk mengetahui hubungan dua
variabel tergantung pada hasil uji normalitas data.
a. Uji chi square dengan menggunakan tabel kontingensi
Kontak langsung dengan polutan
kejadian ISPA
Terkena polutan penuh
Terkena polutan sebagian
Jarang terkena polutan/sedikit Total
Asma berat O1.1(eij) O1.2(eij) O1.3(eij) N1
Asma sedang O2.1(eij) O2.2(eij) O2.3(eij) N2
Asma ringan O3.1(eij) O3.2(eij) O3.3(eij) N3
44
Asma intermiten O4.1(eij) O4.2(eij) O4.3(eij) N4
Total N1 N2 N3 Grand Total
Tabel 3.3: Tabel kontingensi hubungan kontak langsung dengan polutan terhadap tingkat kekambuhan asma.
b. Kemudian dilakukan penghitungan uji chi square
X2= ∑i. ∑j (oij-eij) 2 , Dimana rumus eij = (n.i - n.j) 2 eij n
Keterangan :
eij : nilai yang diharapkan
Oij : nilai yang diobservasi
ni : jumlah n baris
nj : jumlah n kolom
X2 : koefisien chi square
c. Hitung atau lakukan uji koefisien kontingensi
Dengan rumus :
C = N + X2
X2
Keterangan :
C : koefisien kontingensi
s X2 : hasil chi square
N : populasi
45
d. Untuk menguji signifikasi koefisien, dapat dilakukan dengan
membandingkan harga chi square hitung yang ditemukan
dengan chi square tabel pada taraf kesalahan (df) tertentu.
Harga (df) = (b-1) (k-1) dimana b= jumlah baris, k= jumlah
kolom, a= 0,05
e. Perumusan hipotesis
Ho : tidak berpengaruh alternatif pada baris dan kolom
Ha : ada pengaruh antara alternatif pada baris dan kolom
daerah penolakan hipotesis.
Daerah penolakan
Ho ditolak, Ha diterima bila x2> x2 α, df = (k-1)(b-1)
Ha ditolak, Ho diterima bila x2 > x2 α, df = (k-1)(b-1)
3.8 Etika Penelitian
3.8.1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent)
merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
(Aziz, 2011)
Tujuan informed consent:
a. Agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian.
46
b. Jika subjek bersedia maka media harus menandatangani lembar
persetujuan.
c. Jika responden tidak tersedia maka peneliti harus menghormati hak
responden dan tidak memaksakan keputusan responden.
Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut
antara lain:
a. Partisipasi responden
b. Tujuan dilakukannya tindakan
c. Jenis data yang dibutuhkan
d. Komitmen
e. Prosedur pelaksanaan
f. Potensial masalah yang terjadi
g. Manfaat
h. Kerahasiaan
i. Informasi yang mudah di hubungi (Aziz, 2011)
3.8.2 Anonimity
Masalah ini merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian
yang akan disajikan (Aziz, 2011)
3.8.3 Confidentiality
47
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan
jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-
masalah lainnya. Semua informasi yang yelah di kumpulkan di jamin
kerahasiaanya oleh peneliti. Penyajian data atau riset hanya
dilampirkan dalam forum akademik (Aziz, 2011).
top related