ayi tugas surveilans
Post on 01-Dec-2015
58 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Pendahuluan istilah surveilans sudah dikenal oleh banyak orang,namun dalam aplikasinya orang menganggap bahwa surveilans indentik dengan pengumpulan data dan penyelidikan KLB,hal inilah yang menyebabkan aplikasinya system surveilans di Indonesia belum berjalan optimal,padahal system ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah kesehatan.surveilans kesehatan masyarakat semula hanya dikenal dalam bidang epideomiologi,namun dengan berkembangnya berbagai macam teori dan aplikasi diluar bidang epideomologi,maka surveilans menjadi cabang ilmu tersendiri yang diterapkan luas dalam kesehatan masyarakat.surveilans sendiri mencangkup masalah borboditas, mortalitas, masalah gizi, demografi, penyakit menular, penyakit tidak menular, dan beberapa factor resiko pada individu, keluarga , masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
SURVEILAN EPIDEMIOLOGI
PENGERTIAN SURVEILANS DAN EPIDEMIOLOGI
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang
mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut
agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui
proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi
kepada penyelenggara program kesehatan.
Menurut Karyadi (1994), surveilans epidemiologi adalah :
“Pengumpulan data epidemiologi yang akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan-
kegiatan dalam bidang penanggulangan penyakit, yaitu :
1. Perencanaan program pemberantasan penyakit. Mengenal epidemiologi
penyakit berarti mengenal masalah yang kita hadapi. Dengan demikian suatu
perencanaan program dapat diharapkan akan berhasil dengan baik.
2. Evaluasi program pemberantasan penyakit. Bila kita tahu keadaan penyakit
sebelum ada program pemberantasannya dan kita menentukan keadaan
penyakit setelah program ini, maka kita dapat mengukur dengan angka-angka
keberhasilan dari program pemberantasan penyakit tersebut.
3. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/ wabah. Suatu sistem surveilans
yang efektif harus peka terhadap perubahan-perubahan pola penyakit di suatu
daerah tertentu.Setiap kecenderungan peningkatan insidens, perlu secepatnya
dapat diperkirakan dan setiap KLB secepatnya dapat diketahui.Dengan
demikian suatu peningkatan insidens atau perluasan wilayah suatu KLB dapat
dicegah.`
Menurut Nur Nasry Noor (1997), surveilans epidemiologi adalah :
Pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu,
baik keadaan maupun penyabarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk
kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.
Jadi, surveilans epidemiologi.
Merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan
serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat
penyakit atau perubahan jumlah orang yang menderita sakit. Sakit dapat
berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar oleh kuman atau agen lain,
misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb. Sementara
masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program
kesehatan lain, misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor
determinan adalah kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit
atau masalah kesehatan.
Merupakan kegiatannya yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus.
Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran
informasi epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus
menerus menunjukkan bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan
setiap saat sehingga program atau unit yang mendapat dukungan surveilans
epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus menerus juga.
Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang
akan dimanfaatkan dalam :
1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan
evaluasi program pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, baik pada upaya pemberantasan penyakit menular,
penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan
program kesehatan lainnya.
2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan
keracunan serta bencana.
3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program
Surveilans epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit, misalnya
surveilans epidemiologi infeksi nosokomial, perencanaan di rumah sakit dsb.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan surveilans epidemiologi dapat
diarahkan pada tujuan-tujuan yang lebih khusus, antara lain :
a. Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang
mempunyai resiko terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan
umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lain–lain.
b. Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan
karakteristiknya.
c. Untuk menentukan reservoir dari infeksi.
d. Untuk memastikan keadaan–keadaan yang menyebabkan bisa
berlangsungnya transmisi penyakit.
e. Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan.
f. Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara
penularannya, distribusinya, dsb.
PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
A. Pengertian Wabah/KLB serta Kriteria KLB
1. Wabah
Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata
melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan mala petaka (UU No.4, 1984).Menteri menetapkan jenis-jenis penyakit
tertentu yang dapat menimbulkan wabah.Menteri menetapkan dan mencabut
penetapan daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai
daerah wabah.
2. KLB
KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang
bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
(Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989).KLB penyakit
menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu wabah, atau
dapat berkembang menjadi suatu wabah.
3. Kriteria Kerja KLB
Kepala wilayah/daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah
(KLB penyakit menular) di wilayahnya atau tersangka penderita penyakit menular
yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan
penanggulangan seperlunya, dengan bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak
berkembang menjadi wabah (UU 4, 1984 dan Permenkes
560/Menkes/Per/VIII/1989).
Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi
kriteria sbb:
1. Timbulnya suatu penyakit/ menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
3. Peningkatan kejoadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau
lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali
lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun
sebelumnya.
6. Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode
sebelumnya.
7. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikan dua atau lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun
sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : kholera dan demam
berdarah dengue
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah
endemis).
b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang
bersangkutan.
9. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan 1 (satu) kasus atau lebih
sebagai KLB.
a. Keracunan makanan
b. Keracunan pestisida
Kriteria-kriteria diatas dalam penggunaan sehari-hari harus didasarkan pada akal
sehat atau ”common sense”. Sebab belum tentu suatu kenaikan dua kali atau lebih
merupakan KLB. Sebaliknya suatu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB
yang perlu ditangani seperti penyakit : poliomyelitis dan tetanus neonatorum, kasus
dianggap KLB dan perlu penanganan khusus.
B. Penyakit-penyakit Menular yang Berpotensi Wabah/KLB
Penyakit-penyakit menular yang wajib dilaporkan adalah penyakit-penyakit
yang memerlukan kewaspadaan ketat yang merupakan penyakit-penyakit wabah atau
yang berpotensi wabah atau yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
Penyakit-penyakit menular dikelompokkan sebagai berikut:
1. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting antara lain adalah:
DHF
Campak
Rabies
Tetanus Neonatorum
Diare
Pertusis
Poliomyelitis
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau
mempunyai mortalitas tinggi, dan penyakit yang telah masuk program
eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera:
Malaria
Frambosia
Influenza
Anthrax
Hepatitis
Typhus abdominalis
Meningitis
Keracunan
Encephalitis
Tetanus
3. Penyakit-penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa
penyakit penting.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah
dan KLB tetapi diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan secara
bulanan melalui RR terpadu Puskesmas ke Kabupaten, dan seterusnya
secara berjenjang sampai ke tingkat pusat. Penyakit-penyakit tersebut
meliputi : Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis, Gonorhoe, Filariasis
& AIDS, dll. Sehingga petugas Poskesdes diharapkan melaporkan
kejadian-kejadian penyakit ini ke tingkat Kecamatan/Puskesmas jika.
Dari penyakit-penyakit diatas, pada keadaan tidak ada wabah/KLB secara rutin hanya
yang termasuk kelompok 1 dan kelompok 2 yang perlu dilaporkan secara mingguan.
Bagi penyakit kelompok 3 dan kelompok 4 bersama-sama penyakit kelompok 1 dan 2
secara rutin dilaporkan bulanan ke Puskesmas.
Jika peristiwa KLB atau wabah dari penyakit yang bersangkutan sudah berhenti
(incidence penyakit sudah kembali pada keadaan normal), maka penyakit tersebut
tidak perlu dilaporkan secara mingguan lagi.Sementara itu, laporan penyakit setiap
bulan perlu dilaporkan ke Puskesmas oleh Bidan desa/petugas di Poskesdes.
C. Laporan Kewaspadaan (dilaporkan dalam 24 jam)
Laporan kewaspadaan adalah laporan adanya penderita, atau tersangka penderita
penyakit yang dapat menimbulkan wabah. Yang diharuskan menyampaikan laporan
kewaspadaan adalah:
• Orang tua penderita atau tersangka penderita, orang dewasa yang tinggal
serumah dengan penderita atau tersangka penderita, Kepala Keluarga, Ketua RT,
RW, Kepala Desa.
• Dokter, petugas kesehatan yang memeriksa penderita, dokter hewan yang
memeriksa hewan tersangka penderita.
Laporan kewaspadaan disampaikan kepada Lurah atau Kepala Desa dan atau
Poskesdes/unit pelayanan kesehatan terdekat selambat-lambatnya 24 jam sejak
mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita atau tersangka penderita
(KLB), baik dengan cara lisan maupun tertulis. Kemudian laporan kewaspadaan
tersebut harus diteruskan kepada Poskesdes untuk diteruskan ke Puskesmas setempat.
Isi laporan kewaspadaan antara lain:
1. Nama atau nama-nama penderita atau yang meninggal
2. Golongan Umur
3. Tempat dan alamat kejadian
4. Waktu kejadian
5. Jumlah yang sakit dan meninggal
Diharapkan setelah adanya laporan kewaspadaan dari desa ke Puskesmas maka
pihak Puskesmas dapat segera merespon dengan melaporkan ke Dinkes
Kabupaten/Kota dengan menggunakan format W1 (laporan KLB) selama kurang dari
24 jam dan ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan
epidemiologi.Penyelidikan Epidemiologi dapat dilakukan oleh Tim Gerak Cepat
(TGC) Puskesmas bekerjasama TGC Desa dan TGC Kabupaten.Bersamaan
Penyelidikan Epidemiologi dilakukan juga upaya-upaya penanggulangan dengan
melibatkan masyarakat setempat.
LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
BERBASIS MASYARAKAT
Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya
langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan
internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Persiapan
1. Persiapan Internal
Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas
kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya
pelaksanaan.
a. Petugas Surveilans
Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga
kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans.Petugas seyogyanya
disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat
Desa/Kelurahan.Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang
surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas.
Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap
unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat
(TGC) KLB.Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap
adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat.
b. Pedoman/Petunjuk Teknis
Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku
pedoman atau petunjuk teknis surveilans.
c. Sarana & Prasarana
Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti :
kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.
d. Biaya
Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk
bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan
pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader
surveilans.
2. Persiapan Eksternal
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh
masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan
surveilans berbasis masyarakat.Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan
agar mereka memahami dan mendukung dalam pembentukan opini publik untuk
menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan surveilans di desa siaga.Dukungan
yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan
persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans.
Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka
mau memberikan dukungan.Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial
seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi
kegiatan surveilans di desa tersebut.
3. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri
Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas
mampu mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi problem di
desanya.SMD ini harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan
petugas kesehatan. Melalui SMD ini diharapkan masyarakat sadar akan adanya
masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang dihadapi di desanya, dan dapat
membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya berdasarkan kesepakatan dan
potensi yang dimiliki. Informasi tentang situasi penyakit/ancaman penyakit dan
permasalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD merupakan informasi untuk
memilih jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang diselenggarakan di desa
tersebut.
4. Pembentukan Kelompok Kerja Surveilans Tingkat Desa.
Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan
setiap saat secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan
kemungkinan adanya ancaman KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya
kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota Tim Surveilans Desa dapat berasal
dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa, Karang Taruna,
Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain.
Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa.
5. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans
Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah
membuat perencanaan kegiatan, meliputi :
a. Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan
b. Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau.
c. Lokasi pengamatan dan pemantauan
d. Frekuensi Pemantauan
e. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemamtauan
f. Waktu pemantauan
g. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat
h. dll.
B. Tahap pelaksanaan
1. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa
a. Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Kerja
Surveilans Desa.
Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans
tingkat desa, dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi
penyakit/kesehatan masyarakat desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB
secara terus menerus.Pemantauan tidak hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan
terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit. Pengamatan dan pemantauan suatu
penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan pemantauan dan
pengamatan di desa lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi penyakit yang sering
terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa.
Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per
minggu/ per bulan/ bahkan setiap saat) ke petugas kesehatan di Poskesdes. Informasi
yang disampaikan berupa informasi :
1). Nama Penderita
2). Penyakit yang dialami/ gejala
3). Alamat tinggal
3). Umur
4). Jenis Kelamin
5). Kondisi lingkungan tempat tinggal penderita, dll.
Flu Burung
a. Masyarakat kesulitan memperoleh air bersih
b. Masyarakat merasakan kekurangan jamban.
c. Lingkungan tidak bersih (pengelolaan sampah yang tidak baik).
d. Terlihat beberapa tetangga/famili terserang penyakit.
a. Merasakan sebagian warganya masih kekurangan pangan.
b. Anak balita banyak yang tidak naik berat badannya.
c. Anak balita banyak yang belum mendapat Imunisasi dan Vitamin A.
d. Terlihat beberapa anak yang terserang campak.
a. Masyarakat melihat dan merasakan banyak nyamuk di wilayahnya.
b. Masyarakat melihat dan merasakan banyak air yang tergenang.
c. Banyak kaleng-kaleng bekas yang tidak dikubur.
d. Banyak menemukan jentik pada tempat-tempat penampungan air.
a. Melihat beberapa tetangga atau famili terserang demam.
b. Masyarakat melihat dan merasakan timbulnya kasus batuk pilek yang menjurus
pada sesak nafas terutama pada anak-anak.
c. Terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap dan mengganggu
pernafasan.
• Masyarakat melihat munculnya kasus diare, muntah-muntah ataupun pingsan dari
beberapa orang sehabis menyantap makanan secara bersama-sama.
a. Terdapat kematian unggas secara mendadak dalam jumlah banyak.
b. Ditemukan warga yang menderita demam panas ? 38 °C disertai dengan satu atau
lebih gejala berikut : batuk, sakit tenggorokan, pilek dan sesak nafas/ nafas pendek yg
sebelumnya pernah kontak dengan unggas yang mati mendadak.
Apabila ditemukan faktor risiko seperti tersebut diatas, maka perlu dilakukan
tindakan perbaikan oleh masyarakat dan apabila ditemukan kondisi di luar dari
biasanya, misalnya ditemukan jumlah kasus “penderita” meningkat atau ditemukan
kondisi lingkungan sumber air yang memburuk maka diharapkan masyarakat melapor
kepada petugas untuk bersama-sama mengatasi masalah tersebut.
b.Pelaksanaan Surveilans oleh Petugas Surveilans Poskesdes
Kegiatan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif petugas petugas
kesehatan/surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh petugas
kesehatan di Poskesdes adalah :
1) Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari
laporan warga masyarakat.
2) Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data
laporan tersebut diatas dalam bentuk data mingguan. Melalui PWS akan terlihat
kecenderungan peningkatan suatu penyakit. PWS dibuat untuk jenis penyakit
Potensial KLB seperti DBD, Campak, Diare, Malaria, dll serta jenis penyakit lain
yang sering terjadi di masyarakat desa setempat.
PWS merupakan bagian dari sistem kewaspadaan dini KLB yang dilaksanakannoleh
Poskesdes.Sebaiknya laporan masyarakat tidak dimasukkan dalam data W2, karena
dapat membingungkan saat analisis.Laporan masyarakat dapat dilakukan analisis
terpisah.Setiap desa/kelurahan memiliki beberapa penyakit potensial KLB yang perlu
diwaspadai dan dideteksi dini apabila terjadi. Sikap waspada terhadap penyakit
potensial KLB ini juga diikuti dengan sikap siaga tim profesional, logistik dan
tatacara penanggulangannya, termasuk sarana administrasi, transportasi dan
komunikasi.
Contoh PWS Penyakit Diare dari data mingguan :
3) Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke Puskesmas
(mingguan/bulanan).
4) Membuat peta penyebaran penyakit. Melalui peta ini akan diketahui lokasi
penyebaran suatu penyakit yang dapat menjadi focus area intervensi.
5) Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa tentang
situasi penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan musyawarah
masyarakat desa untuk mendapatkan solusi permasalah terhadap upaya-upaya
pencegahan penyakit.
6) Memberikan respon cepat terhadap adanya KLB atau ancaman akan terjadinya
KLB. Respon cepat berupa penyelidikan epidemiologi/investigasi bersama-sama
dengan Tim Gerak Cepat Puskesmas.
7) Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit.
2. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas
Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans
puskesmas dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan,
analisis dan interpretasi data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga.
Petugas surveilans puskesmas diharuskan:
1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan
Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan).
Melalui PWS ini diharapkan akan terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit
setiap saat.
2) Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah
yang mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit.
Sehingga secara tajam intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko.
3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan
permasalah penyakit di wilayahnya.
4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika
terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.
5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada
petugas di Poskesdes.
6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara
berkala (mingguan/bulanan/tahunan).
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusdiklat Pegawai Depkes. RI, Modul Surveilans Epidemiologi, untuk Pelatihan
Fungsional bagi Tenaga Surveilans di Puskesmas, Jakarta, 1997.
2. Junadi Purnawan, Pengantar Analisis Data, Edisi Pertama, Depok, Agustus 1993,
3. Departemen Kesehatan RI, Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 395/Menkes-
Kesos/SKB/V/ 2001 < Nomor 19 tahun 2001, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Epidemiologi Kesehatan dan Angka Kredit.
4. Departemen Kesehatan RI, Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara nomor: 17/KEP/M.PAN/II/ 2000 Jabatan Fungsional Epidemiologi Kesehatan
dan Angka Kredit.
top related