asuhan keperawatan emfisema
Post on 20-Jun-2015
3.375 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH SISTEM RESPIRASI 1KELAINAN RESTRIKTIF DAN OBSTRUKTIF PADA SISTEM
RESPIRASI “EMFISEMA”
Kelompok 4/ kelas 2B:1. Rahmadiah Fitriani Sadokaki (130012068)2. Rany Trimustika Mayangsari (130012069)3. Ratika Dwi Febrian Putri (130012070)4. Risa lailatul Hidayah (130012071)5. Said (130012072)6. Silvianita Fitri Anggraini (130012073)7. Siti Aminah Hidayat (130012074)
PRODI S1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT
ISLAM SURABAYA2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karunia-
Nyalah sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dan tepat pada
waktunya. Makalah ini berisikan materi “Sistem Respirasi 1” yang membahas
tentang “Kelainan Restriktif Dan Obstruktif Pada Sistem Respirasi “Emfisema””.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi terhadap kita semua tentang
bagaimana Emfisema tersebut.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Ibu Nety Mawardah Hatmanti selaku dosen mata kuliah Sistem
Respirasi 1.
2. Ibu Wesiana Heris Santy selaku dosen pembimbing
3. Kepada keluarga tercinta yang memberikan dorongan dan bantuan serta
pengertian besar terhadap penulis, baik dalam mengikuti perkuliahan
baik dalam menyelesaikan Makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang di berikan
kepada kami. Kami menyadari Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran sangat diharapkan oleh kami.Akhirnya penulis berharap semoga
Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten. Amin.
Surabaya, 18 Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB II TINJAUAN TEORI 3
2.1 Definisi Emfisema 3
2.2 Etiologi Emfisema 4
2.2.1 Merokok 4
2.2.2 Keturunan 4
2.2.3 Infeksi 5
2.2.4 Polusi Udara 5
2.2.5 Hipotesis Elastase-antielastase 5
2.3 Manifestasi Klinik Emfisema 7
2.4 WOC Emfisema 7
2.5 Pemeriksaan Penunjang Emfisema 12
2.6 Pengobatan Emfisema 13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA EMFISEMA16
3.1 Pengkajian 16
3.2 Diagnosa Keperawatan 18
3.3 Perencanaan 19
BAB IV PENUTUP 28
4.1 Kesimpulan 28
4.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 30
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan
merokok. Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian
mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di
atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada tahun 1976 ditemukan 1,5 juta kasus
baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena PPOK sebanyak 45.000,
termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS., 1985).
Menurut National Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta
penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika Serikat didapatkan 13,4 juta
penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit. The
Tecumseh Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh
karena PPOK, merupakan 3% dari seluruh kematian, serta urutan kelima
kematian di Amerika (Muray F.J.,1988).
Peneliti lain menyatakan, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di
Amerika dengan angka kematian sebesar 3,6%, 90% terjadi pada usia di atas
55 tahun (Redline S, 1991 dikutip dari Amin 1966). Pada tahun 1992
Thoracic Society of the Republic of China (ROC) menemukan 16% penderita
PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus
kematian 16,6% per 100.000 populasi serta menduduki peringkat ke-6
kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip, 1998).
Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan
angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat
ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (Hadiarto, 1998).
Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan angka
kesakitan 13,5%, emfisema paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma
7,7% (Aji Widjaja 1993). Pada tahun 1997 penderita PPOK yang rawat Inap
di RSUP Persahabatan sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan
sebanyak 1837 atau 18,95% (Hadiarto, 1998). Di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta tahun 2003 ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444
(15%), dan rawat jalan 2368 (14%).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian
PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade
mendatang menjadi peringkat ke-Semakin banyak jumlah batang rokok yang
dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko
dapat mengalami PPOK.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan
konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat
ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja yang mencapai
12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen
rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan
konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar
batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang
328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia
215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua
fihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang
merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan
Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga diharapkan perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.
1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana definisi dari emfisema?
2. Bagaimana etiologi dari emfisema?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari emfisema?
4. Bagaimana WOC dari emfisema?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari emfisema?
6. Bagaimana pengobatan emfisema?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari emfisema.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi dari emfisema.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari
emfisema.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami WOC dari emfisema.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
emfisema.
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengobatan emfisema.
BAB IITINJAUAN TEORI
2.1 Definisi EmfisemaEmfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru
dengan adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagain distal
bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli.
Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering
diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua
kondisi. (Arif Muttaqin, 2008)
Pada istilah anatomi, emfisema mencakup bagian paru distal sampai
bronkiolus terminal (acinus) dimana pertukaran gas terjadi. Emfisema
mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan abnormal yang disertai
perubahan destruktif. Emfisema dapat diklasifikasikan sebagai vesikular bila
melibatkan ruang distal sampai bronkiolus terminal dan interlobular atau
interstisial bila emfisema mempengaruhi jaringan di antara ruang udara.
Emfisema tamak berkaitan dengan banyak cedera yang terjadi jangka
panjang. Prevalensi dan beratnya paling besar pada individu lansia. Jaringan
elastin dan serat dari alveoli dan jalan napas dirusak. Alveoli membesar, dan
banyak dindingnya dihancurkan. Perusakan alveolar menimbulkan
pembentukan ruang udara yang lebih besar daripada normal, yang sangat
menurunkan permukaan difusi alveolar. Bila proses mulai, proses ini berjalan
lambat dan tidak konsisten.
Tabel 10-2. Klasifikasi Emfisema
Klasifikan Deskripsi
Menyebar atau umum Lobulus atau acini seluruh paru yang
terkena.
Fokal Dihubungkan dengan deposisi debu
fokal (mis., debu karbon).
Iregular Dihubungkan dengan pengerutan
jaringan parut fibrotik, biasanya karena
penyakit lama.
Obstruktif Disertai dengan obstruksi bronkial yang
dapat dilihat.
Bula Ruang emfisematosus lebih dari 1 cm
dalam paru yang mengembang; dapat
terjadi pada tipe emfisema apapun.
2.2 Etiologi Emfisema2.2.1 Merokok
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat
hubungan yang erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi
paksa (FEV) (Nowak, 200)
2.2.2 Keturunan
Belum diketahui jelas apakah factor keturunan beeperan atau tidak
pada emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1-
antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan
paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi
alfa 1-antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara
autonom resesif.. orang yang sering menderita emfisema paru adalah
penderita yang memilki gen S atau Z. emfisema paru akan lebih cepat
timbul bila penderita tersebut merokok.
2.2.3 Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga
gejala-gejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi salurang pernapasan
atas pada seorang penderita bronchitis kronis hamper sellau
menyebabkan infeksi paru bagian bawah, dan menyebabkan kerusakan
paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis disangka paling sering
diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri.
2.2.4 Polusi Udara
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di
daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap
tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi
makrofag alveolar.
2.2.5 Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi
rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin
disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
2.2.6 Hipotesis Elastase-antielastase
Didalam paru terdapt keseimbangan antara keduanya akan
menimbulkan kerusakan pada jaringan elastik paru. Struktur paru akan
berubah dan ditimbullah emfisema. Sumber elastase yang penting
adalah pangkreas, sel-sel PMN, dam makrofag alveolar (Pulmonary
alveolar macrophage- PAM). Rangsangan pada bau antara lain oleh
asap rokok dan infeksi menyebabkna elastase bertambah banyak.
Aktivitas system antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1-protease-
inhibitor terutama enzim alfa 1-antitripsin menjadi menurun. Akibat
yang ditimbulkan karena tidak ada lagi keseimbnagan antara elastase
dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru dan
kemudian emfisema. (Arif Muttaqin, 2008)
2.3 Manifestasi Klinis Emfisema
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi
sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-
25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas
kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada
umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri.
Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan
kegagalan nafas dan meninggal dunia. Pada pengkajian fisik didapatkan :
1. Dispnea
2. Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
3. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan
penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid).
4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh
bidang paru.
5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan
perpanjangan ekspirasi.
6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
7. Distensi vena leher selama ekspirasi.
Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:
1. Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis.
2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit.
3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita
sampai membungkuk.
4. Bibir tampak kebiruan
5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6. Batuk menahun
2.4 WOC EmfisemaPada emfisema paru, terdapat pelebaran secara abnormal saluran udara
sebelah distal bronchus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
Pembagian Klinis
Paracicatrical Terdapat pelebaran saluran udara dan kerusakan
dinding alveolus di tepi suatu lesi fibrotik paru
Lobular Pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding
alveolus/lobules sekunder
Pembagian menurut lokasi tempat proses
Sentrolobular Kerusakan terjadi di daerah sentarl asinus. Daerah
distalnya tetap normal.
Panlobular Kerusakan terjadi di seluruh asinus
Kerusakan terdapat di seluruh asinus, tetapi tidak
dapat ditentukan dari mana mulainya.
Patologi Emfisema (American Thoracic Society, 192)
(Sumber: Nowak dan Hanford, 200)
Adanya inflamasi, pembengkakan bronchi, produksi lender yang
berlebuhan, kehilanagan recoil elastisitas jalan napas dan kolaps bronkhiolus
serta penurunan redistribusi udara ke alveoli menimbulkan gejala sesak pada
klien emfisema. Pada paru normal terjadi keseimbanagn antara tekanan yang
menarik jaringan paru keluar (yang disebabkan tekanan intrapleural dan otot-
otot dinding dada) dengan tekanan yang menarik jaringan apru kedalam
(elastisitas paru).
Keseimbangan timbul antara kedua tekanan tersebut, volume paru yang
terbentuk disebut sebagai functional residual capacity (FRC) yang normal.
Bila elastisitas paru berkurang timbul keseimbangan paru dan menghasilkan
FRC yang lebih besar. Volume residu bertambah pula, tetapi VC menurun.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik
jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran pernapasan bagian bawah
paru akan tertutup.
Pada klien dengan emfisema, saluran-saluran pernapasan tersebut akan
lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran
pernapasan menutup dan dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Namun, semua itu bergantung
pada kerusakannya. Mungkin saja terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang/tidak ada, tetapi perfusinya baik sehingga penyebarab udara
pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Atau dapat
dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di alveoli
(V/Q rasio yang tidak sama).
Pada tahap akhir penyakit, sistem eliminasi karbon dioksida mengalami
kerusakan. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida
dalam darah arteri (Hiperkapnea) dan menyebabkna asidosis
respiratorik.karena dinding alveolar terus mengalami keruskan, maka
jaringan-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal
meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah
yang tinggi dalam area pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah
kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya
kongesti, edema tungkai (edema dependen), destensi vena jugularis, atau
nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung (Nowark, 200).
Sekresi yang meningkat dan tertahan menyebabkan klien tidak mampu
melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis
menetap dalam paru yang mengalami emfisema, ini memperberat maslah.
Individu dengan emfisema akan mengalami obstruksi kronis yang ditandai
oleh peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk dan aliran keluar udara
dari paru-paru jika demikian, paru berada dalam keadaan hiperekspansi
kronis.
Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru dibutuhkan tekanan
negative selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkatan adekuat yang
harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi berlangsung. Kinerja ini
membutuhkan kerja keras otot-otot pernapasan yang berdampak pada
kekakuan dada dan iga-iga terfiksasi pada persediannya dengan
bermanifestasi pada perubahan bentuk dada dimanan rasio diameter AP:
Transversal mengalami peningkatan (Barel Chest). Hal ini terjadi akibat
hilangnya elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan
pada dinding dada untuk mengembang.
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang
belakang bagian atas secara abnormal bentuknya membulat atau cembung.
Beberapa klien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan
otot-otot bantu napas. Retraksi fosa supraklavikula yang terjadi pada inspirasi
mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-
otot abdomen juga ikut berkonstraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan
progresif dalam kapasitas vital paru.
Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan
terjadi. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume
ekspirasi kuat dalam 1 detik dengan kapasitas vital (FEV;VC) rendah. Hal ini
terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Oleh karena itu, dibutuhkan
upaya bagi klien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami
kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Gambar dibawah ini adalah patofisiologi emfisema paru yang mengarah
pada terjadinya masalah keperawatan:
Penigkatan kerja Pernapasan, hipoksemia secara reversible
Penurunan kemampuan batuk efektif
Inflamasi dan pembengkakan bronchus, produksi lendir yang berlebihan Defisiensi enzim alfa 1-antitripsin
Gangguan Pertukaran Gas
Ketidakefektifan bersihan jalan napas Risiko tinggi infeksi pernapasan
Respons Sistemik dan psikologis
Peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru.
Kehilangan rekoil elastisitas jalan napas, kolaps bronkiolus, dan penurunan redistribusi udara ke alveoli.
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan obat bantu pernapasan
Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan dan keletihan fisik
Faktor Predisposisi: Merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, allergen dan lingkungan
Faktor Predisposisi: Familial
Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan akan prognosis
Perubahan pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan Kecemasan
Ketidaktahuan/pemenuhan informasi
2.5 Pemeriksaan Penunjang Emfisema
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan kapasitas paru
total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam
kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuan-
temuan ini menegaskan kesulitan ynag dialami klien dalam
mendorong udara keluar dari paru.
No Normal Pada klien Emfisema
TLC 6000 ml 6000 ml
RV 1200 ml 1200 ml
VC 4800 ml < 4800 ml
FE
V1100 ml
< 1100 ml
b. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal
penyakit. Dengan perkembangan penyakit, pemeriksaan gas darah
arteri dapat menunjukkan adanya hipoksia ringan dengan
hiperkapnea.
Hemoglobin normal: 11.0-16.5 gr/dl
Hemoglobin pasien emfisema: 17 gr/dl
Hematokrit normal: 35.0-50.0 %
Hematokrit pasien emfisema: 51 %
PO2 Normal : 80-100 mmHg
Hipoksia ringan : PaO2 of 60-80 mmHg
Hipoksia sedang: PaO2 of 40-60 mmHg
Hipoksia Berat PaO2 < 40 mmHg
c. Pemeriksaan radiologis
Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran
diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung sering
ditemukan bagai tergantung ( Heart till drop). (Dilihat pada gambar
berikut)
GGambar (Kanan) Gambar paru-paru normal (Kiri) perubahan dalam
struktur rontgen thoraks menunjukkan hiperinflasi dengan hemidiafragma
mendatar dan rendah.
d. Analisis Gas Darah
Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan
oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.
Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
PaCO2 normal : 35-45 mmHg
PaCO2 Pasien emfisema : < 45 mmHg
2.6 Pengobatan Emfisema
Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:
1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat
memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara
pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan
usaha yang optimal harus dilakukan.
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan
secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang
mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama
terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.
3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi
jalan nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun
sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
a. Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB
per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah.
Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L. Golongan
agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping
utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian
kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.
Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian
kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru
dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga
urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah
gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi
dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan
mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau
bromheksin.
4. Fisioterapi dan Rehabilitasi,
Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas
fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi
social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan
berguna untuk :
a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.
b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai
kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang
timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2
selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian
12 jam/hari.
Bronkodilator
Terapi oksigen Humidifier
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EMFISEMA
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan
(onset) yang membahayakan. Klien biasaya mempunyai riwayat
merokok, batuk kronis yang lama, mengi serta napas pendek dan cepat
(takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Parawat
perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum klien, memeriksa
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan
kembali.
Riwayat Kesahatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan emfisema
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk
produktif, berat badan menurun.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Tanyakan selama keluhan batuk muncul,
apakah ada keluhan lain.
Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah sesak napas, maka perawat perlu
mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan
antara sesak napas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem
pernapasan dan sistem kardiovaskular.
Agar memudahkan perawat mengkaji keluhan sesak napas,
maka dapat dibedakan sesuai tingkat klasifikasi sesak. Pengkajian
ringkas dengan menggunakan PQRST dapat lebih memudahkan
perawat dalam melengkapi pengkajian.
1. Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas?
2. Quality of Pain : apa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien
3. Region : dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
4. Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa esesak yang
dirasakan klien
5. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji
apakah sebelumnya klien pernah menderita bronkhitis atau infeksi
pada saluran pernapasan atas, keluhan batuk lama pada masa kecil,
dan penyakit lainnya yang memperberat emfisema.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Secara patologi emfisema diturunkan, dan perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai lainnya sebagai faktor predisposisi
penularan didalam rumah.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik Fokus
b. Inspeksi
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada
inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel
chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan
pernapsan dengan bibir dirapatkan. Pernapsan abnormal tidak efektif
dan penggunaan otot-otot bantu napas (Sternokleidomastoideus).
Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada
aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian
batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.
c. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
d. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragama menurun.
e. Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian
lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hiposemia) dan kadar
karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut
penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti
membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea
dan keletihan (dispnea eksersional).
Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkonstraksi saat
ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari
seksresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi
dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini
terjadi, kien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.
Anoreksia, penurunan berat badan dan kelemahan merupakan hal
yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distenis
selama ekspirasi.
3.1 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan menurunnya
kemampuan batuk efektif.
2. Risiko tinggi infeksi pernapaan yang berhubungan dengan akumulasi
secret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia secara reversible/menetap
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kutang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5. Ansietas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (Ketidakmampuan utnuk bernapas).
6. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak
adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
3.2 Perencanaan
NoDiagnosa
Keperawatan
Tujuan & Kriteria
hasilIntervensi Rasional
1. 1. Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas yang
berhubungan
dengan adanya
bronkhokonstriksi,
akumulasi secret
jalan napas, dan
menurunnya
kemampuan batuk
efektif.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
maka pasien
menunjukkan
pembersihan jalan
napas yang efektif.
Dengan kriteria hasil:
1. Pasien dapat
batuk efektif
2. Mengeluarkan
secret secara
efektif
3. Mempunyai jalan
napas yang paten
4. Pada
pemeriksaan
auskultasi,
memiliki suara
napas yang jernih
5. Mempunyai
irama dan
frekuensi
pernapasan dalam
1. Auskultasi bagian
dada anterior dan
posterior
1. Mengetahui
penurunan atau
ketiadaan
ventilasi dan
adanya suara
napas tambahan
2. Kaji/pantau
frekuensi
pernafasan, catat
rasio inspirasi mengi
(emfisema)
2. Takipnea ada
pada beberapa
derajat dan dapat
ditemukan pada
penerimaan/sela
ma stress/adanya
proses infeksi
akut. Pernafasan
dapat melambat
dan ferkuensi
ekspirasi
memanjang
dibanding
inspirasi
3. Ajarkan cara batuk
efektif
3. batuk yang
terkontrol dan
efektif dapat
memudahkan
pengeluaran
rentang normal
6. Mempunyai
fungsi paru dalam
batas normal
sekret yang
melekat di jalan
napas
4. Ajarkan klien teknik
nafas dalam
4. Ventilasi
maksimal
membuka lumen
jalan napas dan
memudahkan
pengeluaran
sekret napas.
5. Atur posisi pasien
misalnya bagaian
kepala tempat tidur
ditinggikan 45o
kecuali ada
kontraindikasi
5. Untuk
pengembangan
maksimal rongga
dada. Peninggian
kepala tempat
tidur
mempermudah
fungsi pernafasan
dengan
menggunakan
gravitasi
6. Informasikan
kepada pasien dan
keluarga tentang
larangan merokok di
dalam ruang
perawatan; beri
penyuluhan tentang
pentingnya berhenti
merokok.
6. Agar pasien dan
keluarga
mengetahui
bahaya merokok
untuk kesehatan
masing-masing
dan mencegah
infeksi
nosokomial,
7. Aktivitas
Kolaboratif: Berikan
7. Menurunkan
kekentalan sekret
humidifikasi
tambahan mis
nubuter nubuliser,
humidiper aerosol
ruangan dan
membantu
menurunkan
/mencegah
pembentukan
mukosa pada
bronkus
mempermudah
pengeluaran dan
membantu
menurunkan/
mencegah
pembentukan
mukosa tebal
pada bonrkus
NoDiagnosa
Keperawatan
Tujuan & Kriteria
hasilIntervensi Rasional
2
.
1. Risiko tinggi
infeksi pernapaan
yang berhubungan
dengan akumulasi
secret jalan napas
dan menurunnya
kemampuan batuk
efektif.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3x24 jam maka
ganguan pernapasan
berkurang. Dengan
kriteria hasil:
a. Menyatakan
pemahaman
penyebab / faktor
resiko individu.
b. Mengidentifikasi
intervensi untuk
mencegah/menur
unkan resiko
infeksi.
c. Menunjukkan
1. Awasi suhu 1. Demam dapat
terjadi karena
infeksi/
dehidrasi.
2. Kaji pentingnya
latihan nafas, batuk
efektif, perubahan
posisi sering, dan
masukan cairan
adekuat
2. Aktifitas ini
meningkatkan
mobilisasi dan
pengeluaran
sekret untuk
menurunkan
resiko terjadi
infeksi paru
3. Tunjukkan dan bantu
pasien tentang
pembuangan tisu dan
sputum
3. Cegah
penyebaran
patogen melalui
cairan
4. Dorong
keseimbangan antara
4. Menurunkan
konsumsi/
teknik, perubahan
pola hidup untuk
meningkatkan
lingkungan yang
aman.
aktifitas dan istirahat kebutuhan
keseimbangan
oksigen dan
memperbaiki
pertahanan pasien
terhadap infeksi,
meningkatkan
penyembuhan
5. Dapatkan spesimen
dengan
batuk/penghisapan
untuk pewarnaan
kuman gram kultur /
sensitivitas
5. Dilakukan untuk
mengidentifikasik
an organisme
penyebab dan
kerentanan
terhadap berbagai
anti mikrobia.
NoDiagnosa
Keperawatan
Tujuan dan criteria
hasilIntervensi Rasional
3. 1. Gangguan
pertukaran gas
yang berhubungan
dengan
peningkatan kerja
pernapasan,
hipoksemia secara
reversible/meneta
p.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
maka ganguan
pernapasan berkurang.
Dengan kriteria hasil:
1. Frekuensi
pernapasan 16-
20x/menit
2. Irama pernapasan
normal.
3. Tidak ada Dispnea
saat istirahat.
1. Tingkatkan
keseimbangan asam-
basa dan cegah
komplikasi akibat
ketidakseimbangan
asam-basa
1. Untuk mencegah
adanya asidosis
dan alkalosis
respiratori
maupun
metabolisme.
2. Fasilitasi kepatenan
jalan napas
2. Agar pasien
mendapatkan
napas secara
adekuat.
3. Analisis secara kritis
data laboratorium
pasien untuk
membantu
3. Agar dapat lebih
mudah
mengambil
tindakan yang
pengambilan
keputusan klinis.
tepat untuk
pasien.
4. Gunakan alat buatan
untuk membantu
pasien bernapas
4. Alat bantu
pernapsan
diberikan untuk
memperlancar
pernapasan
pasien.
5. Berikan oksigen dan
pantau
efektivitasnya
5. Pasien dapat
memeperlancar
pernapasannya.
6. Kumpulkan dan
analisis data pasien
untuk memastikan
kepatenan jalan
napas dan
adekuatnya
pertukaran gas.
6. Perawat
mengetahui
reaksi pasien
setelah diberikan
bantuan alat
buatan
peernapasan.
7. Tingkatkan pola
pernapasan spontan
yang optimal dalam
memaksimalkan
pertukaran oksigen
dan karbondioksida
di dalam paru.
7. Agar pasien dapat
meningkatkan
pola pernapasan
secara normal.
16-20x/menit
8. Pantau tanda-tanda
vital pasien
8. Menentukan dan
mencegah
komplikasi pada
pasien.
NoDiagnosa
Keperawatan
Tujuan dan kriteria
hasilIntervensi Rasional
. 1. Gangguan
pemenuhan
kebutuhan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh yang
berhubungan
dengan
penurunan nafsu
makan.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam
maka nutrisi klien
tercukupi. Dengan
kriteria hasil:
1. Pasien akan
mempertahankan
berat badan
2. Mempertahnkan
massa tubuh dan
berat badan dalam
batas normal.
3. Selera makan
meningkat
1. Berikan makanan yang
sesuai dengan pilihan
klien
1. Meningkatkan
nafsu makan klien
karena sesuai
dengan keinginan
klien.
2. Pertahankan makan
pasien sesuai jadwal
makan dan kudapan
2. Agar intake
nutrisi pasien
terpenuhi sesuai
kebutuhan.
3. Beritahukan kepada
pasien pentingnya
memenuhi kebutuhan
nutrisi tubuh
3. Pasien dapat
mengetahui dan
mengerti tentang
pentingnya
memenuhi
kebutuhan nutrisi.
4. Timbang berat badan
setiap hari sesuai
dengan indikasi.
4. Mengetahui intake
cairan yang
masuk.
5. Temani pasien ke
kamar mandi setelah
makan/mengudap.
5. Untuk
mengobservasi
adanya muntah
yang disengaja.
6. Tindakan kolaboratif
Berikan diet sesuai
kebutuhan:
a. Makanan lunak
b. Berikan obat
sesuai indikasi
antiemetik
6. Tujuannya:
a. Berguna untuk
membuat
program diet
untuk memenuhi
kebutuhan
individu.
b. Untuk menekan
timbulnya
rangsangan yang
dapat
menghambat
intake oral.
NoDiagnosa
Keperawatan
Tujuan dan kriteria
hasilIntervensi Rasional
5. 1. Ansietas yang
berhubungan
dengan adanya
ancaman
kematian yang
dibayangkan
(Ketidakmampua
n utnuk
bernapas).
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam
maka ansietas klien
berkurang. Dengan
kriteria hasil:
1. Pasien dapat
meneruskan
aktivitas yang
dibutuhkan
meskipun
mengalami
kecemasan
2. Menunjukkan
kemampuan untuk
berfokus pada
pengetahuan dan
keterampilan yang
baru
3. Mengidentifikasi
gejala yang
merupakan
indicator ansietas
pasien sendiri
4. Mengkomunikasik
an kebutuhan dan
1. Kaji dan
dokumentasikan
tingkat kecemasan
pasien, termasuk
reaksi fisik klien.
1. Mengetahui
tingkat
kecemasan klien.
2. Beri dorongan kepada
pasien untuk
mengungkapkan
secara verbal pikiran
dan perasaan untuk
mengeksternalisasi
ansietas
2. Pasien dapat
merasakan
kenyamanan
setelah
mengungkapakan
perasaan dan
pkiran.
3. Sediakan pengalihan
melalui televise,
radio, permainan serta
berikan terapi okupasi
3. Untuk
menurunkan
ansietas klien dan
memperluas
fokus.
4. Dorong pasien untuk
mengekspresikan
kemarahan dan iritasi
serta izinkan pasien
untuk menangis.
4. Agar pasien bisa
lebih tenang dan
merasa lega
dengan ekspresi
emosi.
5. Informasikan tentang
gejala-gejala ansietas
5. Pasien
mengetahui gejal-
gelala cemas
6. Berikan obat untuk 6. Ansietas pasien
perasaan negative
secara tepat
5. Memiliki tanda-
tanda vital dalam
batas normal.
meurunkan ansietas,
jika perlu.
dapat ditekan
dengan obat anti-
ansietas.
NoDiagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
HasilIntervensi Rasional
6. Kurangnya
pengetahuan yang
berhubungan
dengan informasi
yang tidak
adekuat mengenai
proses penyakit
dan pengobatan.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam maka
Klien mampu untuk
mengetahui
pengertian/informasi
tentang penyakit dan
pengobatan. Dengan
kriteria hasil:
a. Menyatakan
pemahaman kondisi
atau proses penyakit
dan tindakan.
b. Mengidentifikasi
hubungan
tanda/gejala yang
ada dari proses
penyakit dan
menghubungkan
dengan faktor
penyebab.
1. Diskusikan obat
pernafasan, efek
samping dan reaksi
yang tak diinginkan
1. Penting bagi pasien
memahami
perbedaan antara
efek samping
mengganggu dan
efek samping
merugikan
2. Berikan informasi
tentang rencana
pengobatan yang
akan dilakukan
2. Menurunkan
ansietas dan dapat
menimbulkan
perbaikan partisipasi
pada rencana
pengobatan
3. Beri penyuluhan
sesuai dengan
tingkat pemahaman
klien, ulangi
informasi bila
diperlukan.
3. Meningkatkan
pemahaman klien
tentang penyakit dan
pengobatan yang
akan dilakukan.
4. Fasilitasi
Pembelajaran
4. Meningkatkan
kemampuan untuk
memproses dan
memahami
informasi yang ingin
diketahui klien.
5. Berikan waktu
kepada pasien untuk
mengajukan
pertanyaan
5. klien dapat
menanyakan apa
yang ingin diketahui
klien tentang
penyakitnya ataupun
yang lainnya
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering
diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua
kondisi.
Penyebab atau etiologi emfisema yaitu: merokok, keturunan, infeksi,
polusi udara, dan hipotesis elastase-antielastase. Pada emfisema paru, terdapat
pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah distal bronchus terminal,
yang disertai kerusakan dinding alveolus.
Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:
1. pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis.
2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit.
3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita
sampai membungkuk.
4. Bibir tampak kebiruan
5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6. Batuk menahun
Pemeriksaan penunjang pada kasus emfisema dapat dilakukan sebagai
berikut: pengukuran fungsi paru (Spirometri), pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologis.
Sasaran utama pengobatan emfisema adalah untuk memeprbaiki kualitas
hidup, memperlambat progresi penyakit, dan utnuk mengatasi obstruksi jalan
napas untuk menghilangkan hipoksia.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dengan gangguan pernapasan “emfisema” adalah
sebagai berikut: pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan.
4.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan
keperawatan terhadap penderita emfisema. Perawat juga harus mampu
berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai
pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Davey Patrick. 2005. At a Glance MEDICINE. Jakarta: Erlangga
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC
Kozier dan ERB. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Robins dan Cotran. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2001. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2008. Klien Gangguan Pernapasan: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan edisi 9. Jakarta: EGC
top related