asp - auditor internal pemerintahan
Post on 19-Jan-2016
36 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LEMBAGA AUDIT INTERNAL SEKTOR PUBLIK
Audit internal dilakukan oleh auditor intern, yaitu adalah suatu fungsi penilai independen yang
didirikan di dalam organisasi untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas auditan. Auditor
intern bekerja di suatu organisasi untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen
organisasi. Auditor intern biasanya melaporkan hasil audit kepada komite audit atau dewan
komisaris. Sementara audit keuangan dilaksanakan oleh auditor independen yang mempunyai
sertifikat akuntan yang merupakan auditor ekstern. Audit internal melaksanakan audit ketaatan
dan operasional untuk organisasinya. Audit internal mengukur tingkat ketaatan setiap lini
organisasi dengan kebijakan dan peraturan organisasi. Selain itu, auditor internal juga
melaksanakan audit operasional seperti penilaian sistem komputer akuntansi.
Pengendalian Intern Pemerintah
Aparat pengendalian intern pemerintah terdiri dari BPKP, Itjen Departemen/Unit Pengawasan
LPND, Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD. Tujuan pengawasan APIP adalah mendukung
kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintah dan pembangunan sedangkan ruang
lingkup pemeriksaannya adalah pemeriksaan operasional dan pemeriksaan komprehensif.
Disamping itu berdasarkan Inpres No. 15 tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengawasan, pada semua satuan organisasi pemerintahan termasuk proyek pembangunan di
lingkungan departemen/LPND diciptakan pengawasan atasan langsung/pengawasan melekat.
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
BPKP dibentuk berdasarkan Keppres No. 31 tahun 1983, pada saat itu BPKP merupakan
peningkatan fungsi pengawasan yang sebelumnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pengawasan Keuangan Negara, Departemen Keuangan. Berdasarkan Keputusan Kepala BPKP
No Kep- 06.00.00-080/K/2001 tentang Struktur Organisasi dan Tatakerja BPKP, BPKP
berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab langsung
kepada presiden. Disamping itu terdapat peraturan baru berkenaan dengan BPKP yaitu Keppres
No 42 tahun 2002. Dalam melaksanakan tugasnya BPKP menyelenggarakan fungsi:
1). Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dibidang pengawasan keuangan dan
pembangunan.
2). Perumusan pelaksanaan kebijakan dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan.
3). Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP.
4). Pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan
dan pembangunan.
5). Penyelenggaraan, pembinaan, dan pelayanan administrasi umum dibidang perencanaan
umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan,
persandingan, perlengkapan, dan rumah tangga.
Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut BPKP mempunyai kewenangan:
1). Penyusunan rencana nasional secara makro dibidang pengawasan keuangan dan
pembangunan.
2). Perumusan kebijakan dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan untuk mendukung
pembangunan secara makro.
3). Penetapan sistim informasi dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan.
4). Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian
pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi dibidang pengawasan keuangan dan
pembangunan.
5). Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli
serta persyaratan jabatan dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan.
6). Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam pasal 71 Keppres No. 42 tahun 2002 dinyatakan bahwa BPKP melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan anggaran negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Disamping itu juga menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan
APBN.
BPKP juga mempunyai tugas untuk melakukan evaluasi efisiensi dan efektivitas operasi
berbagai program pemerintah dan BUMN. Salah satu contohnya adalah evaluasi pelaksanaan
komputerisasi di dalam suatu unit pemerintahan. Dalam hal ini para auditor dapat meninjau dan
menganalisis segala aspek sistem komputerisasi tersebut, tetapi penekanan utamanya adalahpada
penilaian terhadap kekayaan peralatan, efeisiensi operasi, kecukupan dan kegunaan keluaran,
serta hal-hal lainnya guna melihat kemungkinan perolehan pelayanan yang sama dengan biaya
yang lebih rendah. Disamping itu terdapat juga audit ketaatan terhadap UU Perpajakan juga
dilakukan oleh auditor pemerintah di kantor-kantor Pelayanan/Pemeriksaan Pajak; demikian juga
audit yang dilakukan oleh auditor Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk tujuan (investigatif)
tertentu.
2. Inspektorat Jenderal (Itjend) Departemen/Unit Pengawasan LPND
Itjen Dep./Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dibentuk
berdasarkan Keppres RI No 44 dan 45 tahun 1974. Keppres tersebut telah dicabut dengan
Keppres No 177 tahun 2000 dan Keppres No 173 tahun 2000 yang mengatur organisasi dan
tatakerja Itjen Dep./UP. LPND. Ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur tugas Itjen
adalah Inpres No 15 tahun 1983 dan Keppres No 42 tahun 2002. Berdasarkan KMK No
2/KMK/2001 tentang Organisasi dan Tatakerja Departemen Keuangan, Inspektorat Jenderal
bertugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen Keuangan terhadap
pelaksanaan tugas semua unsur berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan
peraturan perundangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya Itjen menyelenggarakan
fungsi:
1). Penyiapan, perumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan.
2). Pemeriksan, pengujian, penilaian dan pengusutan terhadap kebenaran pelaksanaan tugas,
pengaduan, penyimpangan, dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan unsur-unsur
Departemen.
3). Pembinaan dan pengembangan sistem dan prosedur serta teknis pelaksanaan pengawasan.
4). Penyampaian hasil pengawasan, pemantauan, dan penilaian penyelesaian tindak lanjut hasil
pengawasan.
5). Pelaksanaan urusan administrasi Itjen.
Dalam pengawasan APBN, pasal 70 Keppres No 42 tahun 2002 menyatakan bahwa Itjen
Departemen/Unit Pengawasan LPND melakukan pengawasan atas pelaksanaan anggaran negara
yang dilakukan oleh kantor/satuan kerja/proyek/bagian proyek dalam lingkungan
departemen/lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil
pemeriksaan Itjen/UP. LPND tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga yang
membawahkan proyek yang bersangkutan dengan tembusan disampaikan kepada Kepala BPKP.
3. Badan Pengawasan Daerah
Sejalan dengan UU No. 32 tentang Pemerintah Daerah, paragraf 9 tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD; maka dalam Pasal 184 ayat (1) disebutkan bahwa Kepala daerah
menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD
berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6
(enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Namun demikian, dalam rangka pembinaan dan
pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah, maka akan senantiasa diadakan kegiatan
pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; dan pengawasan terhadap
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Pengawasan sebagaimana dimaksud dilaksanakan
oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sesuai dengan Pasal 222 UU tentang Pemerintah Daerah maka telah diatur bahwa:
1). Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional
dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
2). Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud
untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur.
3). Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh
Bupati/Walikota.
4). Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dapat
melimpahkannya kepada camat.
Atas dasar ketentuan di atas lah maka aparat pengawasan intern Pemerintah di suatu Daerah
(provinsi, kabupaten/kota) dilakukan oleh Badan Pengawasan.
4. Satuan Pengawasan Intern
BUMN dan BUMD merupakan perusahaan Negara dan daerah yang melayani masyarakat.
Dalam BUMN dan BUMD pun diperlukan juga pengawasan terhadap pengalokasian dana yang
telah diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah agar lebih transparan. Sama seperti sektor
swasta maka manajemen perlu mendelegasikan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya kepada
pihak lain yaitu auditor internal yang berada di badan SPI (Satuan Pengawas Intern). Dalam
Tugiman (2000:9), menyatakan bahwa:
Pembentukan audit internal di Indonesia, khusunya BUMN dan BUMD, diatur
berdasarkan PP No. 3 tahun 1983 untuk persero dan PP No. 13 tahun 1998 untuk Perum dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1984 untuk BUMD yang intinya sebagai berikut:
1. Satuan pengawas intern bertugas membantu direktur utama dalam mengadakan penilaian atas
sistem pengendalian, pengelolaan (manajemen), dan pelaksanaannya pada badan usaha yang
bersangkutan dan memberikan saran-saran perbaikan.
2. Pimpinan BUMN dan BUMD menggunakan pendapat dan saran-saran dari satuan pengawas
intern sebagai bahan untuk melaksanakan penyempurnaan pengelolaan (manajemen) perusahaan
yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tanggung jawab atas pengelolaan BUMN dan BUMD bukan hanya terhadap pemerintah
akan tetapi kepada masyarakat Indonesia pada umumnya. Keberadaan auditor internal di divisi
SPI ini seharusnya dapat membantu manajemen dalam mempertanggungjawabkan
pengelolaannya dalam fungsi pengawasannya, sayangnya BUMN dan BUMD pun belum lepas
dari beberapa kasus yang secara tidak langsung dapat merugikan Negara. Padahal BUMN dan
BUMD ini sangat penting untuk hajat hidup orang banyak, namun dengan adanya beberapa
kasus dalam BUMN dan BUMD, membuat masyarakat mempertanyakan mengenai pengelolaan
atas asset yang seharusnya dikelola sebaik mungkin.
Ruang Lingkup Aparat Pengawas Intern Pemerintah
BPKP dalam pengawasan pelaksanaan APBN merupakan koordinator pengawasan Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan pengawasan,
pelaporan hasil pengawasan dan pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan. BPKP dari segi
pemerintah merupakan aparat pengawasan intern sedangkan dari sudut departemen/lembaga
merupakan pengawas ekstern. Perbedaan lingkupnya adalah bila BPKP mengawasi seluruh
pelaksanaan APBN sedangkan Itjen departemen hanya mengawasi departemen yang
bersangkutan. Selain itu pengawasan BPKP diarahkan untuk akuntabilitas Depertemen/LPND,
penilaian tentang hasil program, penilaian tentang isu nasional yang berwawasan makro dan
strategis. Sedangkan pengawasan Itjen Dep./UP. LPND diarahkan untuk akuntabilitas program
pembangunan unit eselon I dan unit vertikalnya serta akuntabilitas program pembangunan
departemen, serta penilaian atas pelayanan aparatur pemerintah.
BPKP sebagai koordinator Aparat Pengawasan Intern telah menerbitkan Standar Audit Aparat
Pengawasan Fungsional Pemerintah dan berlaku dan harus ditaati oleh seluruh APFP. Standar
tersebut bertujuan untuk menjamin mutu koordinasi, perencanaan, pelaksanaan, pelaporan,
pemeriksaan dan mendorong efektivitas tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan. Dibidang
perencanaan pengawasan untuk mencegah tumpang tindih koordinasi perlu dilakukan melalui
mekanisme Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) yang penyusunannya dilakukan secara
bilateral antar masing-masing Itjen Dep./UP. LPND dan BPKP. Laporan disampaikan kepada
menteri yang bersangkutan dengan tembusan kepada pejabat eselon I dari objek pemeriksaan.
Tembusan laporan hasil pemeriksaan BPKP ditujukan kepada BPK, sedangkan laporan hasil
pemeriksaan itjen Dep./UP. LPND disampaikan kepada Menteri dengan tembusan kepada eselon
I yang diperiksa dan BPKP.
Manfaat Pengendalian Aparat Pengawas Fungsional
Pengendalian yang dilakukan oleh aparat pengawas fungsional pada dasarnya diterapkan agar
supaya pemerintah terkait memperoleh gambaran mengenai:
• intensitas pelaksanaan pengawasan atas pelaksanaan APBN.
• hasil pengawasan dan pelaksanaan APBN itu sendiri.
• sasaran pemeriksan dan kasus-kasus yang terjadi pada objek pemeriksaan.
• perkembangan tindak lanjut hasil pengawasan.
Tindak Lanjut Hasil Pengendalian
Pemeriksaan yang dilakukan aparat pengawas fungsional bertujuan untuk menilai kesesuaian
pelaksanaan APBN dengan ketentuan yang berlaku, tujuan yang direncanakan, dan
memperhatikan prinsip efisiensi dalam pencapaian tujuan. Hasil pemeriksaan yang berisi
penyimpangan ditindaklanjuti berupa tindakan admistratif kepegawaian berupa pengenaan
hukuman disiplin, tuntutan perdata, pengaduan tindak pidana serta penyempurnaan dalam
pelaksanaan waskat yang terdiri atas persiapan pelaksanaan waskat meliputi pemahaman tentang
waskat itu sendiri dan menciptakan sarana waskat (Struktur organisasi, kebijakan pelaksanaan,
rencana kerja, prosedur kerja, pencatatan dan pelaporan serta pembinaan personel). Tahap
berikutnya adalah pelaksanaan waskat yang terdiri dari pemantauan yaitu tindakan untuk
mengikuti pelaksanaan kegiatan, pemeriksaan yaitu mengumpulkan dan mencari fakta yang
berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan kegiatan berupa
perbandingan antara hasil kegiatan dan standar rencana norma serta menemukan faktor
penyimpangan dari rencana. Tahap terakhir tindak lanjut adalah untuk menyelesaikan masalah
yang telah diidentifikasi dalam pelaksanaan waskat.
Dalam audit kinerja, yang dicari auditor adalah permasalahan dan ketika ditemukan, auditor akan
menelusuri penyebabnya. Dalam audit keuangan, yang menjadi pusat perhatian adalah angka-
angka, dalam audit kinerja auditor lebih banyak berurusan dengan manusia. Bila dibandingkan
dengan audit keuangan yang fokusnya lebih sempit pada persyaratan-persyaratan dan ekspektasi-
ekspektasi yang khusus, audit kinerja lebih luas dan lebih memerlukan ruang yang luas untuk
pertimbangan- pertimbangan dan interpretasi. Dalam audit kinerja, survei awal harus dilakukan
lebih rinci bila dibandingkan dengan audit keuangan sebelum dapat menyusun rencana audit. Hal
ini disebabkan oleh kebebasan dalam memilih subyek audit (auditor dapat memilih institusi,
program, kegiatan atau aspek tertentu operasi secara spesifik) dan digabungkan dengan cakupan
dan ruang yang luas untuk pertimbangan dan interpretasi. Menurut Draft Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara BPK Standar Pekerjaan Lapangan Pemeriksaan Keuangan Paragraf 5.5, dalam
suatu audit keuangan, perencanaan auditnya harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
PERENCANAAN PENUGASAN AUDIT
1. Masalah yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi dan sektor dari organisasi publik dan
bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat usaha entitas untuk organisasi binis. 2.
Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut. 3. Metode yang digunakan oleh entitas
tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi
jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi. 4. Tingkat risiko pengendalian yang
direncanakan. 5. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan pemeriksaan. 6.
Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian. 7. Kondisi yang mungkin
memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian pemeriksaan, seperti risiko kekeliruan atau
kecurangan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa. 8. Sifat laporan hasil pemeriksaan yang diharapkan akan diserahkan.
Sementara itu, dalam merencanakan suatu audit kinerja, beberapa hal yang harus dilakukan oleh
auditor, seperti yang tertera dalam paragraf 7.8 Standar Pekerjaan Lapangan Pemeriksaan
Kinerja, sebagai berikut:
1. Mempertimbangkan signifikansi masalah dan kebutuhan potensial pengguna laporan hasil
pemeriksaan. 2. Memperoleh pemahaman mengenai program yang diperiksa. 3.
Mempertimbangkan pengendalian intern. 4. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi
terjadinya penyimpangan- penyimpangan dari ketentuan dan peraturan perundang-undangan,
ketidakpatuhan terhadap kontrak/perjanjian, kecurangan (fraud) dan ketidakpatutan (abuse). 5.
Mengidentifikasi kriteria yang diperlukan untuk mengevaluasi hal-hal yang harus diperiksa. 6.
Mengidentifikasikan temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang signifikan dari pemeriksaan
terdahulu yang dapat mempengaruhi tujuan pemeriksaan sekarang. Pemeriksa harus menentukan
apakah manajemen sudah memperbaiki kondisi yang menyebabkan temuan tersebut dan sudah
melaksanakan rekomendasinya. 7. Mengidentifikasi submer data potensial yang mungkin dapat
digunakan untuk mempertimbangkan validitas dan keandalan data tersebut, termasuk data yang
dikumpulkan oleh entitas yang diperiksa, data yang diperoleh pemeriksa, atau data yang
disediakan pihak ketiga.
PERENCANAAN AUDIT
8. Mempertimbangkan apakah pekerjaan pemerksa lain atau ahli lainnya dapat digunakan untuk
mencapai beberapa tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan. 9. Menyediakan pegawai atau staf
yang cukup dan sumber daya lain untuk melaksanakan pemeriksaan. 10. Mengomunikasikan
informasi mengenai tujuan pemeriksaan serta informasi umum lainnya yang berkaitan dengan
rencana dan pelaksanaan pemeriksaan tersebut kepada manajemen dan pihak-pihak lain yang
terkait. 11. Mempersiapkan suatu rencana pemeriksaan secara tertulis.
Standards for the Professional Practice of Internal Auditing dari Institute of Internal Auditor
menyatakan hal-hal yang harus dipertimbangkan auditor dalam perencanaan audit, yaitu:
1. Tujuan-tujuan dari aktivitas-aktivitas yang diperiksa dan berbagai cara yang digunakan oleh
aktivitas untuk mengendalikan kinerjanya. 2. Risiko-risiko yang signifikan terhadap aktivitas
tersebut, tujuan- tujuannya, sumber dayanya, kegiatannya dan cara-cara yang digunakan untuk
membuat pengaruh potensial dari risiko terjaga pada tingkat yang dapat diterima. 3. Kecukupan
dan efektivitas manajemen risiko aktivitas dan sistem pengendalian dibandingkan dengan
kerangka kerja pengendalian yang relevan. 4. Kemungkinan-kemungkinan untuk membuat
perbaikan secara signifikan terhadap manajemen risiko dan sistem pengendalian dari aktivitas.
Perencaaan audit keuangan secara umum terdiri atas tujuh bagian utama yakni:
1. Persiapan perencanaan audit 2. Penetapan tujuan audit 3. Pemahaman atas entitas yang diaudit
4. Melakukan prosedur analitis awal 5. Menentukan materialitas, dan menetapkan risiko audit
yang dapat diterima dan risiko bawaan 6. Memahami struktur pengendalian intern dan
menetapkan risiko pengendalian 7. Mengembangkan rencana audit dan program audit
menyeluruh
PERENCANAAN PENUGASAN AUDIT
Perencanaan audit kinerja sedikit berbeda dari perencanaan audit keuangan karena pada audit
kinerja, auditor harus lebih banyak memahami masalah dan program secara rinci sebagai akibat
dari luasnya cakupan untuk pertimbangan dan interpretasi permasalahan. Pada umumnya, ada
delapan bagian utama dalam perencanaan audit kinerja:
1. Mengumpulkan informasi tentang entitas audit dalam rangka memperoleh pengetahuan
tentang auditan dan masalah-masalah yang dihadapinya. 2. Menetapkan tujuan dan cakupan
audit. 3. Melakukan analisis awal untuk menentukan pendekatan yang akan diadopsi dan sifat
dan luasnya prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan kemudian. 4. Menandai permasalahan-
permasalahan khusus yang telah diketahui selama perencanaan audit. 5. Menyiapkan suatu
anggaran dan jadwal untuk audit. 6. Mengidentifikasi kebutuhan staf dan tim audit. 7.
Mendiskusikan dengan entitas yang diaudit mengenai cakupan dan tujuan-tujuan audit.
Selain langkah-langkah perencanaan di atas, auditor dalam merencanakan audit kinerja harus
mempertimbangkan:
n Penentuan relevansi dan kesesuaian kriteria audit. n Penentuan pendekatan yang efektif dan
efisien dalam melakukan suatu audit. n Perencanaan pengunaan tenaga ahli. n Selalu
memperhatikan kebutuhan pengguna laporan audit. n Menelaah temuan-temuan dan
rekomendasi-rekomendasi dari audit yang terdahulu dan mendokumentasikan rencana audi
top related