askep pielonefritis
Post on 20-Oct-2015
286 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung pada
pemeliharaan kosentrasi garam, asam, dan elektrolit lain di lingkungan cairan
internal. Kelangsungan hidup sel juga bergantung pada pengeluaran secara terus
menerus zat-zat sisa metabolisme.
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem terjdinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air
kemih). Sistem ini termasuk salah satu dari sistem utama yang penting untuk
mempertahankan homeostatis (Sloane, 2003).
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan
jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002:
1436). Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks ureterivesikal, dimana katup
uretevesikal yang tidak kompeten menyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke
dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal
terhadap infeksi, tumor kandung kemih, striktur, hiperplasia prostatik benigna,
dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain. Pielonefritis dapat terjadi
secara akut maupun kronis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menetapkan beberapa
rumusan masalah, di antaranya adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apa pengertian pielonefritis?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi pielonefritis?
1.2.3 Apa etiologi pielonefritis?
1.2.4 Apa tanda dan gejala pielonefritis?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi pielonefritis?
1.2.6 Apa komplikasi dan prognosis pielonefritis?
2
1.2.7 Bagaimana pengobatan pielonefritis?
1.2.8 Bagaimana pencegahan pielonefritis?
1.2.9 Bagaimana pathway pielonefritis?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien pielonefritis.
1.3 Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah di atas, penulis dapat merumuskan tujuan
penulisan dari makalah ini, di antaranya:
1.3.1 untuk mengetahui pengertian pielonefritis;
1.3.2 untuk mengetahui epidemiologi pielonefritis;
1.3.3 untuk mengetahui etiologi pielonefritis;
1.3.4 untuk mengetahui tanda dan gejala pielonefritis;
1.3.5 untuk mengetahui patofisiologi pielonefritis;
1.3.6 untuk mengetahui komplikasi dan prognosis pielonefritis;
1.3.7 untuk mengetahui pengobatan pielonefritis;
1.3.8 untuk mengetahui pencegahan pielonefritis;
1.3.9 untuk mengetahui pathway pielonefritis;
1.3.10 untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien pielonefritis.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 sebagai tambahan perbendaharaan karya tulis ilmiah yang dapat dijadikan
referensi dalam pembelajaran mahasiswa jurusan keperawatan;
1.4.2 dengan mengetahui segala hal yang berkaitan dengan penyakit
pielonefritis maka kita dapat memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien pielonefritis dengan baik.
3
1.4.3 Implikasi Keperawatan
Pasien dengan diagnosa medis pielonefritis mengalami suatu kejadian
yang tidak diharapkan. Sebagai perawat kita perlu memberikan dorongan serta
dukungan pada pasien saat dilakukannya pemeriksaan fisik baik secara psikis atau
yang lainnya, hal tersebut digunakan untuk meneliti beberapa kemungkinan yang
terjadi pada pasien sehingga sebagai perawat seyogyanya kita ha r us
menjelaskan kepada pasien beserta anggota keluarganya mengenai perawatan
tindak lanjut dan berbagai tindakan darurat yang harus dilakukan kepada pasien
tersebut.
4
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal (pelvis renalis),
tubulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner
&Suddarth, 2002: 1436 dalam Indra, 2011). Pielonefritis merupakan suatu infeksi
dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J.
C. E. Underwood, 2002:668 dalam Indra, 2011).
Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal
yang di mulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini
dapat mengenai parenchym maupun renal pelvis (pyelum=piala ginjal). Dan
meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, namun bakteri jarang
mencapai ginjal melalui darah. Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks
uretero vesikal, dimana katup uretrovresikal yang tidak kompeten menyebabkan
urin mengalir baik(refluks) ke dalam ureter (Indra, 2011).
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang
sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama
1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka
dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis
(Tambayong. 2000).
a. Pyelonefritis akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang
karena terapi tidak sempurna atau infeksi baru. Dimana 20% dari infeksi yang
berulang terjadi dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran
kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal.
Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam
urin. Ginjal biasanya membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi.
5
Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada
akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi (Indra, 2011).
Pyelonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering
ditemui. Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Infeksi
ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian
bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya
terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat mencapai
kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan bertambah
pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun. Demikian pula, penderita
kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah terkena
infeksi ginjal dan saluran kemih (Indra, 2011).
b. Pielonefritis kronis
Pyelonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga
karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis
kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang
berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure
(gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif,
berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis
dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah
infeksi yang gawat.
Gambar 1. ginjal normal dan ginjal dengan pielonefritis kronis
6
2.2 Epidemiologi
Pielonefritis adalah penyakit yang sangat umum, dengan 12-13 kasus per
tahun per 10.000 penduduk pada wanita dan 3-4 kasus per 10.000 pada pria. Dan
wanita muda paling mungkin menderita penyakit ini, karena adanya aktivitas
seksual. Bayi dan orang tua juga berisiko tinggi, karena adanya perubahan
anatomi dan status hormonal. Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria. Dan pielonefritis kronis terjadi lebih sering pada
bayi dan anak-anak muda dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang
dewasa (Indra, 2011).
2.3 Etiologi
Penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman (bakteri)
yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke kandung kemih kemudian
ke pelvis ginjal. Dimana pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini
biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme
dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau
pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam
ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga
bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
berikut ini beberapa bakteri penyebab pielonefritis diantaranya yaitu:
a. Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar)
merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab
dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
b. Basilus proteus dan Pseudomonas auroginosa merupakan patogen pada
manusia dan merupakan penyebab infeksi pada saluran kemih.
c. Klebsiella enterobacter merupakan salah satu patogen menular yang umumnya
menyebabkan infeksi pernapasan, tetapi juga dapat menyebabkan infeksi
saluran kemih
7
d. Species proteus yang pada kondisi normal ditemukan di saluran cerna,menjadi
patogenik ketika berada di dalam saluran kemih.
e. Enterococus mengacu pada suatu spesies streptococus yang mendiami saluran
cerna dan bersifat patogen di dalam saluran kemih
f. Lactobacillus adalah flora normal di rongga mulut, saluran cerna, dan vagina,
dipertimbangkan sebagai kontaminan saluran kemih.
Apabila ditemukan lebih dari satu jenis bakteri, maka spesimen tersebut
harus dipertimbangkan terkontaminasi. Dimana hampir semua gambaran klinis
disebabkan oleh endotoksemia. Tidak semua bakteri bersifat patogen disaluran
perkemihan, tetapi semua bakteri tersebut ditemukan dalam sampel biakan urine.
Namun, bakteri-bakteri tersebut tetap merupakan kontaminan.
Penyebab lain selain yang telah disebutkan diatas yaitu obstruksi traktus
urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi, tumor kandung
kemih, striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius. Selain itu
kehamilan, kencing manis dan keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya
sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.
2.4 Tanda dan gejala
Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba
berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah.
Selain itu, beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian
bawah biasanya sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut
berkontraksi kuat. Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri
hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya
iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit
untuk dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat
samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.
8
Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan
utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik
air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Pielonefritis
kronis pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya (gagal ginjal). Berikut tanda dan gejala Pielonefritis akut
dan Pielonefritis kronis.
a. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut ditandai dengan:
1. Adanya pembengkakan ginjal atau pelebaran penumpang ginjal.
2. Pada pengkajian di dapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil,
nausea, nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya
kelemahan fisik.
3. Pada perkusi di daerah CVA ditandai dengan adanya tenderness.
4. Klien biasanya di sertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
5. Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan
bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.
b. Pyelonefritis kronik
Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang. Sehingga
kedua ginjal perlahan-lahan mejadi rusak. Dimana tanda dan gejalanya sebagai
berikut:
1. Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak
mempunyai gejala yang sfesifik.
2. Adanya keletihan.
3. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
4. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis,
proteinuria, pyuria, dan kepekatan urin menurun.
9
5. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami
gagal ginjal.
6. Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
7. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada
jaringan.
8. Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hypertensi.
2.5 Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis,
Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal
berasal dari luar tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra),
merambat ke kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagianatas yang
menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian
menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi
bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan
bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau
obstruksi saluran kemih yang mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu
atau tumor.
Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari
banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme penyebab.
Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari
uretra. Beberapa faktor predisposisi pielonefritis adalah obstruksi urin, kelainan
struktur, urolitiasis, benda asing, refluks. Bakteri uropatogenik yang melekat pada
pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter,
dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel
uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut (Hanson, 1999 dalam
Kusnawar, 2001).
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang
berfungsi sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi
10
bakteri seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat,
membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan
selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter
dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada
refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang
terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria,
akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali
(frequency), dan sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi
edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat terjadi melalui
collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi
maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis
akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat
membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial,
akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu.
Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat
mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal
(renal scarring) (Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001).
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang
tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan
pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis
dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis
akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecilserta atrophic.
Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.
2.6 Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut:
1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada
area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama
pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
11
2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yangdekat
sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dansistem kaliks
mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami pereganganakibat adanya pus.
3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluaske
dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir
(mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan
parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai
organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pielografi antegrad dan retrograde
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat potensi ureter, bersifat invasive
dan mengandung factor resiko yang cukup tinggi. Sistokopi perlu
dilakukan pada refluks vesikoureteral dan pada infeksi saluran kemih
berulang untuk mencari factor predisposisi infeksi saluran kemih.
b. CT-scan
Pemeriksaan ini paling sensitif untuk menilai adanya infeksi pada
parenkim ginjal, termasuk mikroabses ginjal. Pemeriksaan ini dapat
membantu untuk menunjukkan adanya infeksi pada penyakit ginjal.
c. DMSA scanning
Penilaian kerusakan korteks ginjal akibat infeksi saluran kemih dapat
dilakukan dengan skintigrafi yang menggunakan (99mTc)
dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pemeriksaan ini terutama digunakan
untuk anak – anak dengan infeksi saluran kemih akut dan biasanya
ditunjang dengan sistoureterografi saat berkemih. Pemeriksaan ini 10 kali
lebih sensitif untuk deteksi infeksi korteks ginjal dibanding ultrasonografi.
12
d. Pielografi intravena (PIV)
Memberikan gambaran fungsi eksresi ginjal, keadaan ureter, dan distorsi
system pelviokalises. Untuk penderita: pria (anak dan bayi setelah episode
infeksi saluran kemih yang pertama dialami).
2.8 Pengobatan
Infeksi ginjal akut setelah diobati beberapa minggu biasanya akan sembuh
tuntas. Namun residu infeksi bakteri dapat menyebabkan penyakit kambuh
kembali terutama pada penderita yang kekebalan tubuhnya lemah seperti
penderita diabetes atau adanya sumbatan/hambatan aliran urinmisalnya oleh batu,
tumor dan sebagainya. Antibiotika yang digunakan untuk pengobatan infeksi
saluran kemih terbagi dua, yaitu antibiotika oral dan parenteral.
I. Antibiotika Oral
a. Sulfonamida
Antibiotika ini digunakan untuk mengobati infeksi pertama kali.
Sulfonamida umumnya diganti dengan antibiotika yang lebih aktif karena sifat
resistensinya.
b. Penicillin
Ampicillin adalah penicillin standar yang memiliki aktivitas spektrum luas,
termasuk terhadap bakteri penyebab infeksi saluran urin. Dosis ampicillin
1000 mg dan interval pemberiannya tiap 6 jam.
Amoxsicillin terabsorbsi lebih baik, tetapi memiliki sedikit efek samping.
Amoxsicillin dikombinasikan dengan clavulanat lebih disukai untuk
mengatasi masalah resistensi bakteri. Dosis amoxsicillin 500 mg dan
interval pemberiannya tiap 8 jam.
c. Cephaloporin
Cephalosporin tidak memiliki keuntungan utama dibanding dengan
antibiotika lain yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih, selain
13
itu obat ini juga lebih mahal. Cephalosporin umumnya digunakan pada kasus
resisten terhadap amoxsicillin dan trimetoprim-sulfametoksazol.
d. Quinolon
Asam nalidixic, asam oxalinic, dan cinoxacin efektif digunakan untuk
mengobati infeksi tahap awal yang disebabkan oleh bakteri E. coli dan
Enterobacteriaceae lain, tetapi tidak terhadap Pseudomonas aeruginosa.
Ciprofloxacin ddan ofloxacin diindikasikan untuk terapi sistemik. Dosis untuk
ciprofloxacin sebesar 50 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. Dosis
ofloxacin sebesar 200-300 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam.
e. Nitrofurantoin
Antibiotika ini efektif sebagai agen terapi dan profilaksis pada pasien
infeksi saluran kemih berulang. Keuntungan utamanya adalah hilangnya
resistensi walaupun dalam terapi jangka panjang.
II. Antibiotika Parenteral.
a. Amynoglycosida
Gentamicin dan Tobramicin mempunyai efektivitas yang sama, tetapi
gentamicin sedikit lebih mahal. Tobramicin mempunyai aktivitas lebih besar
terhadap pseudomonas memilki peranan penting dalam pengobatan onfeksi
sistemik yang serius. Amikasin umumnya digunakan untuk bakteri yang
multiresisten. Dosis gentamicin sebesar 3-5 mg/kg berat badan dengan interval
pemberian tiap 24 jam dan 1 mg/kg berat badan dengan interval pemberian tiap
8 jam.
b. Penicillin
Penicillin memilki spectrum luas dan lebih efektif untuk menobati
infeksi akibat Pseudomonas aeruginosa dan enterococci. Penicillin sering
digunakan pada pasien yang ginjalnya tidak sepasang atau ketika penggunaan
amynoglycosida harus dihindari.
14
c. Imipenem/silastatin
Obat ini memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram
positif, negative, dan bakteri anaerob. Obat ini aktif melawan infeksi yang
disebabkan enterococci dan Pseudomonas aeruginosa, tetapi banyak
dihubungkan dengan infeksi lanjutan kandida. Dosis obat ini sebesar 250-500
mg ddengan interval pemberian tiap 6-8 jam.
2.9 Pencegahan
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yangharus
dilakukan:
a. Minum banyak air (sekitar 2,5 liter ) untuk membantu pengosongankandung
kemih serta kontaminasi urin.
b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
c. Banyak istirahat di tempat tidur.
d. Terapi antibiotika.
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak
pernah mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara
membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa
membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal
tersebut untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air besar
agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang uretra. Pada waktu pemasangan
kateter harus diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi.
15
16
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN PYELONEFRITIS
4.1 Pengkajian
Ruangan :
Tgl. / Jam MRS :
Dx. Medis :
No. Reg. :
TGL/Jam Pengkajian :
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan :untuk membangun hubungan saling percaya
sehingga mempermudah dalam melakukan asuhan
keperawatan
2. Tempat tgl lahir/usia :untuk membantu melakukan pengukuran dosis
dalam pemberian medikasi atau pengobatan.
3. Jenis kelamin :wanita (karna uretra pada wanita lebih pendek
daripada laki-laki)
4. Agama :untuk mengkaji status spiritual sehingga kebutuhan
baik fisik, psikis dan spiritual dapat dipenuhi
5. Pendidikan :tingkat pendidikan berpengaruh terhadap personal
hygiene dan tindakan pencegahan terhadap
pielonefritis oleh penderita.
6. Alamat :untuk mengkaji status lingkungan tempat tinggal
yang mungkin mempengaruhi keadaan sakitnya
7. Tgl masuk :untuk melihat bagaimana perkembangan status
kesehatannya dari hari ke hari semakin baik atau
buruk selama dilakukan perawatan.
Data disamping tujuannya yaitu untuk mempermudah dalam melakukan pengenalan dan pendataan terkait pelayanan yang nantinya akan diberikan kepada pasien.
17
8. Tgl pengkajian :untuk memastikan perkembangan status kesehatan
pada saat itu.
9. Diagnosa medik :untuk mengetahui penyakit apa yang diderita oleh
pasien
10. Rencana terapi :Pemberian obat untuk mengurangi demam dan
nyeri dan pemberian obat-obat anti mikrobial seperti
trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-
SMZ,Septra), gentamycin dengan atau tanpa
ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro)
selama 14 hari.
B. Identitas Orang tua
1. Ayah
a. N a m a :untuk membina hubungan saling percaya sehingga saat
mendekati anak dapat lebih mudah.
b. U s i a :
c. Pendidikan :untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman orang tua
akan penyakit yang menimpa anaknya.
d. Pekerjaan/sumber penghasilan :
e. A g a m a :mengkaji aspek spiritual yang mungkin anaknya
sebelumnya pernah dibawa ke pengobatan alternatif.
f. Alamat :untuk mengkaji status lingkungan tempat tinggal yang
mungkin mempengaruhi keadaan sakitnya.
18
2. Ibu
a. N a m a :
b. U s i a :
c. Pendidikan :
d. Pekerjaan/Sumber penghasilan:
e. Agama :
f. Alamat :
C. Identitas Saudara Kandung
NoN A M A
U S I A HUBUNGAN STATUS KESEHATAN
Identitas saudara kandung sangat diperlukan karena saudara kandung
merupakan salah satu orang yang mungkin dekat dengan pasien. Status
kesehatan dari saudara kandung diperlukan untuk mengetahui keterkaitan
penyakit pielonefritis pada klien, seperti klien terinfeksi Escherichia coli
atau bakteri lain dari saudara kandungnya.
II. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Keluhan Utama :
berdasarkan dari tinjauan teori bahwasannya keluahan utama yang
umumnya muncul pada anak dengan pielonefritis yaitu demam tinggi dan
menggigil, mual-muntah, lemah, rewel dan terkadang anak yang sudah
Sama dengan kondisi dan penjelasan pada ayah.
19
bisa mengungkapkan sesuatu, mengeluh sakit (nyeri) di daerah perut dan
pinggang, sering berkemih dan nyeri saat berkemih.
Riwayat Keluhan Utama :
Terdapat 4 unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit
sekarang, yakni: (1) kronologi atau perjalanan penyakit, (2) gambaran atau
deskripsi keluhan utama, (3) keluhan atau gejala penyerta, dan (4) usaha
berobat. Kronologis atau perjalanan penyakit dimulai saat pertama kali
pasien merasakan munculnya keluhan atau gejala penyakitnya. Setelah itu
ditanyakan bagaimana perkembangan penyakitnya apakah cenderung
menetap, berfluktuasi atau bertambah lama bertambah berat sampai
akhirnya datang mencari pertologan medis.
Keluhan Pada Saat Pengkajian :
Keluhan yang umum akan keluar saat pengkajian yaitu demam
yang tinggi, menggigil, nyeri di pada pinggang, nausea, sakit kepala, nyeri
otot, dan adanya kelemahan fisik. Pada perkusi di daerah CVA ditandai
dengan adanya tenderness.
B. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)
1. Prenatal care
Merupakan keadaan anak atau bayi saat masih dalam kandungan.
Penyakit pielonefritis ini bermula dari infeksi bakteri Escherichia coli,
Basilus proteus dan Pseudomonas auroginosa. Meskipun kebanyakan
penyakit ini menyerang anak-anak, tidak menutup kemungkinan calon ibu
sudah mengalami infeksi Escherichia coli sehingga menyebabkan bayi
premature.
2. Natal
20
a. Tempat melahirkan : bayi bisa terinfeksi oleh bakteri Escherichia
coli di rumah misalnya saja melahirkan di dukun bayi yang
personal higienenya kurang sehingga bayi dapat terinfeksi
dikarenakan tingkat sistem kekebalan tubuh bayi masih rendah.
b. Jenis persalinan : …………………………………………….
c. Penolong persalinan : bukan petugas medis (dukun bayi) sehingga
alat yang digunakan untuk membantu persalinan tidak terjamin
kesterilannya.
d. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah
melahirkan : diduga ibu bayi mempunyai riwayat pielonefritis
sehingga Escherichia coli yang merupakan flora normal di vagina
dan rektum akan menginfeksi bayi dengan cara bakteri dari vagina
naik dan masuk kedalam rongga amnion setelah ketuban pecah.
3. Post natal
a. Kondisi bayi : prematur karena infeksi bakteri menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat (Kusnawara, 2001).
APGAR…………………
b. Anak pada saat lahir tidak mengalami………………………………
(Untuk semua Usia)
o Klien pernah mengalami penyakit :
………………………………
o pada umur :
o diberikan obat oleh : …………………………………….
o Riwayat kecelakaan :
…………………………………………………
21
o Riwayat mengkonsumsi obat-obatan berbahaya tanpa anjuran
dokter dan menggunakan zat/subtansi kimia yang berbahaya :
………………
o Perkembangan anak dibanding saudara-
saudaranya : ............................
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
¤ Genogragram
Ket : genogram digunakan untuk melihat apakah keluarga memiliki riwayat penyakit serupa atau tidak.
III.Riwayat Immunisasi (imunisasi lengkap)
NO Jenis immunisasiWaktu
pemberianFrekuensi
Reaksi setelah
pemberianFrekuensi
1. BCG
2. DPT (I,II,III)
3. Polio (I,II,III,IV)
4. Campak
5. Hepatitis
Imunisasi berfungsi sebagai penunjang sistem pertahanaan tubuh, sehingga
apabila seorang anak tidak diberikan imunisasi tepat pada usianya maka anak
tersebut dapat beresiko tinggi terserang bakteri-bakteri patogen yang dapat
memicu terjadinya penyakit pielonefritis.
IV. Riwayat Tumbuh Kembang
A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan: pada anak mengalami penurunan BB akibat nafsu makan
menurun yang disebabkan oleh peningkatan asam lambung sehingga
terjadi mual-muntah.
22
2. Tinggi badan: pada anak mengalami peningkatan
B. Waktu tumbuh gigi ,
C. Perkembangan Tiap tahap
V. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI
Pemberian ASI pada setiap anak yang baru dilahirkan dapat membantu
untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dari serangan bakteri maupun
virus. Asi eksklusif selama 6 bulan dapat mempengaruhi status nutrisi anak,
karena dalam asi juga terkandung zat nutrisi yang dibutuhkan oleh anak untuk
perkembangan yang sehat dan memberikan antibody terhadap penyakit.
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian :
2. Jumlah pemberian :
3. Cara pemberian :
Pemberian susu formula memang dapat memberikan nutrisi pada anak,
tetapi tidak dapat menandingi besarnya nutrisi yang di dapat dari ASI.
Sehingga perlu ditanyakan pula apakah anak telah mendapatkan ASI ekslusif
atau hanya diberikan susu formula saja
VI. Riwayat Psikososial
o Anak tinggal bersama : ................................................
di : .................................
o Lingkungan berada di : ................................................
o Rumah dekat dengan : ................................................,
o tempat bermain ...............
o kamar klien :...........................................
o Rumah ada tangga : .................................................
o Hubungan antar anggota keluarga : ...............................................
23
o Pengasuh anak
Riwayat psikososial pada anak-anak dengan pielonefritis perlu menjadi
perhatian, misalnya saja peran keluarga atau pola asuh dalam keluarga juga dapat
mempengaruhi perkembangan kesehatan anak, sehingga keluarga seharusnya
menjadi support system dalam proses pengobatan anak. Anak yang tidak dibesuk
oleh teman-temannya karena jauh dan lingkungan perawatan yang baru serta
kondisi kritis akan menyebabkan anak banyak diam atau rewel.
VII. Riwayat Spiritual
¤ Support sistem dalam keluarga :
¤ Kegiatan keagamaan :
Spiritual yang baik dapat meningkatkan keyakinan keluarga terhadap
kesembuhan anak, hubungan yang baik dan saling mengasihi antar anggota
keluarga juga menjadi dukungan yang baik bagi kesembuhan anak.
VIII. Reaksi Hospitalisasi
A. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
- Ibu membawa anaknya ke RS karena :
- Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak :
- Perasaan orang tua saat ini :
- Orang tua selalu berkunjung ke RS :
- Yang akan tinggal dengan anak :
Pengalaman keluarga terhadap sakit dan hospitalisasi berpengaruh terhadap
perasaan cemas pada anak dan keluarga. Biasanya orang yang tidak pernah
menjalani hospitalisasi cenderung lebih cemas dibandingkan yang tidak pernah.
Anak paling dekat dengan keluarga atau orang tua, sehingga mimiliki ikatan batin
24
yang kuat. Sehingga perasaan orang tua yang cemas juga berdampak pada
ketenangan anak saat proses pengobatan di rumah sakit.
B. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
IX. Aktivitas sehari-hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Selera makan Normal Adanya mual, muntah dan
anoreksia menyebabkan intake
nutrisi yang tidak adekuat. BB
mengalami penurunan
B. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jenis minuman
2. Frekuensi minum
3. Kebutuhan cairan
4. Cara pemenuhan
Normal
C. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Tempat
pembuangan
2. Frekuensi (waktu)
3. Konsistensi
4. Kesulitan
5. Obat pencahar
Normal Eliminasi alvi tidak ada gangguan.
Namun pada eliminasi uri terdapat
gangguan, dimana penderita
cenderung lebih sering melakukan
proses mixi dan merasakan
kesakitan yag sangat hebab saat
akan mengeluarkan urin.
25
D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jam tidur
- Siang
- Malam
2. Pola tidur
3. Kebiasaan
sebelum tidur
4. Kesulitan tidur
Normal Mengalami
perubahan pola tidur
dikarenakan terjadi
peningkatan suhu dan
adanya nyeri akut
E. Olah Raga
Pada anak yang menderita pielonefritis mengalami kelemahan akibat
penurunan kontraktilitas otot
F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Mandi- Cara
- Frekuensi
- Alat mandi
2. Cuci rambut- Frekuensi
- Cara
3. Gunting kuku- Frekuensi
- Cara
4. Gosok gigi- Frekuensi
- Cara
Pada saat sebelum sakit
kemungkinan personal
hygine kurang
terpenuhi dengan baik
sehingga terdapat
bakteri dalam tubuh
Ketika sakit sebaiknya
kebersihan anak perlu
dijaga dengan baik
utamanya pada organ
intim supaya tidak ada
lagi bakteri yang
mempengaruhi
kesehatannya
26
G. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Kegiatan sehari-hari
2. Pengaturan jadwal
harian
3. Penggunaan alat
Bantu aktifitas
4. Kesulitan pergerakan
tubuh
Sebelum sakit anak
dapat melakukan
aktifitasnya sehari-hari
tanpa adanya kesulitan
dalam pergerakan
tubuhnya.
Pada klien dengan
kelemahan akibat
penurunan
kontraktilitas otot.
X. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah 2. Kesadaran : Composmetis3. Tanda – tanda vital :
a. Tekanan darah : biasanya akan mengalami hypertensib. Denyut nadi : meningkatc. Suhu : suhu tubuh meningkat di atas 37,5o C
d. Pernapasan : frekuensi pernapasan meningkat di atau 24x/menit
4. Berat Badan : mengalami penurunan atau kurang dari normal (bayi baru lahir 3,25 Kg, usia 12 bulan 10,5 Kg)
5. Tinggi Badan : tidak mengalami kelainan
6. KepalaInspeksi
Keadaan rambut & Hygiene kepala :
a. Warna rambut : hitamb. Penyebaran : penyebaran rambut meratac. Mudah rontok : tidak mudah rontokd. Kebersihan rambut :bersih/tergantung personal
hygine yang di lakukan
Palpasi: tidak ditemukan kelainan
27
7. MukaInspeksi
a. Simetris / tidak : simetris b. Bentuk wajah : normalc. Gerakan abnormal : tidak adad. Ekspresi wajah : meringis kesakitanPalpasi
Nyeri tekan / tidak : tidak ada nyeri tekan
Data lain :
8. MataInspeksi
a. Pelpebra : tidak ada edema b. Sclera : tidak ikterus (putih)c. Conjungtiva : Anemis d. Pupil : - Isokor
- Myosis / midriasis
- Refleks pupil terhadap cahaya : ada (+)
e. Posisi mata : Simetrisf. Gerakan bola mata : normalg. Penutupan kelopak mata : normalh. Keadaan bulu mata : normali. Keadaan visus : normalj. Penglihatan : normal
Palpasi
Tekanan bola mata : Tidak ada
Data lain : -
9. Hidung & SinusInspeksi
a. Posisi hidung : simetris b. Bentuk hidung : simetrisc. Keadaan septum : normald. Secret / cairan : terdapat cairan, jika anak mengalami infeksi
saluran napas akibat Klebsiella enterobacterData lain : -
28
10. TelingaInspeksi
a. Posisi telinga : normalb. Ukuran / bentuk telinga : normalc. Aurikel : normald. Lubang telinga : Bersih / serumen, tergantung dari personal hygiene
anake. Pemakaian alat bantu : -
Palpasi
Nyeri tekan / tidak : terdapat nyeri tekan pada area CVA
11. MulutInspeksi
a. Gigi- Keadaan gigi : meliputi kebersihan gigi, warna gigi
yang tergantung dari personal hygiene anak- Karang gigi / karies : ada tidaknya karies, tergantung dari
personal hygiene anak- Pemakaian gigi palsu : -
b. GusiMerah / radang / tidak : tidak terjadi peradangan
c. LidahKotor / tidak : tergantung dari kebersihan diri pasien
d. Bibir- Cianosis / pucat / tidak : pucat- Basah / kering / pecah : kering, kemungkinan diakibatkan
oleh adanya hipertermi dan polyuria yang tidak diimbangi oleh asupan cairan.
- Mulut berbau / tidak : -- Kemampuan bicara : -
Data lain : -
12. Tenggorokana. Warna mukosa :merahb. Nyeri tekan : tidak adac. Nyeri menelan : tidak ada
29
13. LeherInspeksi
Kelenjar thyroid : normal/ tidak terjadi pembesaran
Palpasi
a. Kelenjar thyroid : Teraba b. Kaku kuduk / tidak : -c. Kelenjar limfe : Data lain :
14. Thorax dan pernapasana. Bentuk dada :simetrisb. Irama pernafasan : teraturc. Pengembangan di waktu bernapas : simetris/ mengembang
sempurnad. Tipe pernapasan : normalData lain : -
Palpasi
a. Vokal fremitus : simetris bilateralb. Massa / nyeri : tidak adaAuskultasi
a. Suara nafas :Vesikuler b. Suara tambahan : tidak ada
15. JantungPalpasi
Ictus cordis : tidak ada
Perkusi
Pembesaran jantung : tidak ada, suara jantung redup
Auskultasi
a. BJ I : normalb. BJ II : normalc. BJ III : -d. Bunyi jantung tambahan : tidak adaData lain : -
30
16. AbdomenInspeksi
a. Membuncit : tidak membuncitb. Ada luka / tidak : tidak terdapat luka
Palpasi
a. Hepar : tidak terabab. Lien : tidak terabac. Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi
Peristaltik : normal 5-35x/menit
Perkusi
a. Tympani : tympani pada seluruh area abdomenb. Redup : -Data lain : -
17. Genitalia dan Anus : Periksa kebersihan dari genitalia dan anus, adakah luka ataupun cairan yang keluar dari genitalia
18. Ekstremitas
Ekstremitas atas
a. Motorik- Pergerakan kanan / kiri : pergerakan tangan lemah
dikarenakan metabolisme yang tidak optimal menyebabkan otot tidak dapat melakukan fungsinya.
- Pergerakan abnormal : tidak ada- Kekuatan otot kanan / kiri : normal- Tonus otot kanan / kiri : normal- Koordinasi gerak : normal
b. Refleks- Biceps kanan / kiri : normal- Triceps kanan / kiri : normal
c. Sensori- Nyeri : lebih sensitif atau terjadi
iritabilitas terhadap rangsang nyeri- Rangsang suhu : normal- Rasa raba : normal
19. Status Neurologi.
31
Saraf – saraf cranial
a. Nervus I (Olfactorius) : penghidu : normalb. Nervus II (Opticus) : Penglihatan : normalc. Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens)
- Konstriksi pupil : normal- Gerakan kelopak mata : simetris bilateral- Pergerakan bola mata : simetris/normal- Pergerakan mata ke bawah & dalam : normal
d. Nervus V (Trigeminus)- Sensibilitas / sensori : lebih sensitif terhadap
rangsang nyeri- Refleks dagu : positif- Refleks cornea : positif
e. Nervus VII (Facialis)- Gerakan mimik : normal- Pengecapan 2 / 3 lidah bagian depan : normal
f. Nervus VIII (Acusticus)Fungsi pendengaran : normal
g. Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)- Refleks menelan : normal- Refleks muntah : normal- Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang : normal- Suara : normal
h. Nervus XI (Assesorius)- Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : dapat dilakukan/
normal- Mengangkat bahu : dapat dilakukan/ normal-
i. Nervus XII (Hypoglossus)- Deviasi lidah : normal
Tanda – tanda perangsangan selaput otak
a. Kaku kuduk : tidak ada kelainanb. Kernig Sign : negatifc. Refleks Brudzinski : negatifd. Refleks Lasegu : negatifData lain
pemeriksaan reflek : -
32
XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 – 6 Tahun )
Dengan menggunakan DDST
1. Motorik kasar
Pada motorik kasar, umumnya anak dengan pielonefritis akan
mengalami kelemahan, sehingga aspek dari motorik kasar mungkin
akan terlambat untuk dilalui (delayed) atau mungkin tidak dapat dilalui
(failed) jika telah masuk ke tahap kronis.
2. Motorik halus
3. Bahasa
4. Personal social
XII. Test Diagnostik
A. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah dijumpai kadar ureum dan kreatinin meningkat.
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan leukosit. Pada pemeriksaan imunologi
didapatkan bakteri uri yang diselubungi antibodi (Kusnawara, 2001).
XIII. Terapi saat ini (ditulis dengan rinci)
o Ampicillin 1000 mg dan interval pemberiannya tiap 6 jam
o Amoxsicillin 500 mg dan interval pemberiannya tiap 8 jam
o Ciprofloxacin sebesar 50 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam
o Ofloxacin sebesar 200-300 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam
Pada umumnya tidak mengalami kemunduran yang berarti dalam ketercapaian dari masing-masing aspek di samping.
33
4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem
urinaria yang ditandai dengan anak rewel, mengeluh nyeri pada bagian
pinggang, suhu tubuh meningkat, leokosit meningkat.
2. Gangguan eliminasi urinarius berhubungan dengan infeksi pada saluran kemih
yang di tandai dengan sering berkemih, jumlah volumen urin residu yang
banyak.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau infeksi yang ditandai
dengan anak terlihat rewel, suhu tubuh meningkat..
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan laju
metabolik (demam) dan pengeluaran cairan yang berlebih (poliuri) yang di
tandai dengan anak terlihat lemas, frenkuensi berkemih meningkat
5. Nausea (mual) berhubungan dengan peningkatan asam lambung.
6. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan peningkatan asam lambung
yang di tandai dengan mual-muntah, nafsu makan menurun, penurunan berat
badan.
7. Intoleransi aktifitas yang berhubugan dengan penurunan kontaktilitas otot yang
ditandai dengan anak terlihat lemah, aktifitas dan proses mobilitas menurun
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan yang lama
(hipertermi, nyeri akut).
4.3 Intervensi
1. Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan
infeksi pada sistem urinaria yang ditandai dengan anak rewel, mengeluh
nyeri pada bagian pinggang, perubahan pola tidur, suhu tubuh meningkat,
leokosit meningkat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung
kemih tidak tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri
34
secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh,
tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.
No Intervensi Rasional
1
2
3
4
5
6
7
Pantau intensitas, lokasi, dan factor
yang memperberat atau
meringankan nyeri (misal:
meminta anak untuk menunjukkan
area yang sakit)
Berikan waktu istirahat yang cukup
dan tingkat aktivitas yang dapat di
toleran.
Anjurkan minum banyak 2-3 liter
jika tidak ada kontra indikasi
Pantau haluaran urine terhadap
perubahan warna, bau dan pola
berkemih, masukan dan haluaran
setiap 8 jam dan pantau hasil
urinalisis ulang
Berikan tindakan nyaman, seperti
pijatan punggung, lingkungan
istirahat
Berikan perawatan parineal
Berikan analgesic sesuia kebutuhan
dan evaluasi keberhasilannya
Rasa sakit yang hebat
menandakan adanya infeksi
Klien dapat istirahat dengan
tenang dan dapat merilekskan
otot – otot
Untuk membantu klien dalam
berkemih
Untuk mengidentifikasi indikasi
kemajuan atau penyimpangan
dari hasil yang di harapkan
Meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan otot
Untuk mencegah kontaminasi
uretra
Analgesic memblok lintasan nyeri
sehingga mengurangi nyeri
35
8 Berikan antibiotic. Buat berbagi
variasi sediaan minum, termasuk
air segar. Pemberian air sampai
2400 ml/hari
Akibat dari haluran urin
memudahkan berkemih sering
dan membantu membilas saluran
berkemih
2. Diagnosa 2 : Gangguan eliminasi urinarius berhubungan dengan infeksi pada
saluran kemih yang di tandai dengan sering berkemih, jumlah volumen urin
residu yang banyak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pola
eliminasi urine pasien kembali optimal
Kriteria Hasil: Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan
berkemih (urgensi, oliguri, disuria).
No Intervensi Rasional
1
2
3
4
5
Awasi pemasukan dan pengeluaran
karakteristik urin.
Kaji keluhan kandung kemih
penuh.
Awasi pemeriksaan laboratorium;
elektrolit, BUN, kreatinin.
Lakukan tindakan untuk
memelihara asam urin.
Berikan antibiotic
Memberikan informasi tentang
fungsi ginjal dan adanya
komplikasi.
Retensi urin dapat terjadi
menyebabkan distensi jaringan
(kandungan kemih/ginjal).
Pengawasan terhadap disfungsi
ginjal.
Asam urin menghalangi
tumbuhnya kuman
Antibiotik mengatasi infeksi
36
3. Diagnosa 3 : Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau
infeksi yang ditandai dengan anak terlihat rewel, suhu tubuh meningkat
(380 C), kulit hangat dan menggigil.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
demam pasien berkurang
Kriteria Hasil : suhu tubuh kembali normal, nafas normal, suhu kulit
lembab, dan hilangnya rasa mual
No Intervensi Rasional
1
2
3
4
4.
5
Pantau suhu pasien (derajat dan
pola) ; perhatikan ada tidaknya
menggigil atau diaforesis.
Pantau suhu lingkungan, batasi atau
tambahkan linen tempat tidur,
sesuai indikasi
Berikan kompres hangat
Jelaskan kepada orang tua bahwa
demamadalah tindakan
perlindungan dan tidak berbahaya
kecuali demam tinggi (misal > 41,10
C)
Berikan antipiretik, misalnya ASA
(aspirin), asetaminofen (tylenol)
Suhu 38,90 – 41,10 C menunjukkan
proses penyakit infeksius akut
Suhu ruangan atau jumlah selimut
harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
Dapat membantu mengurangi
demam
Agar orang tua tidak terlalu khawatir
dengan apa yang terjadi pada anak
Digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya pada
hipotelamus. Meskipun demam
mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme.
Dan meningkatkan autodestruksi
dari sel-sel yang terinfeksi
37
4. Diagnosa 4 : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan laju metabolik (demam) dan pengeluaran cairan yang berlebih
(poliuri) yang di tandai dengan anak terlihat lemas, frenkuensi berkemih
meningkat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat
Kriteria hasil : tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki
keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24
jam.
No Intervensi Rasional
1
3
4
5
6
Ukur dan catat urine setiap kali
berkemih
Tempatkan pasien pada posisi
telentang/tredelenburg sesui
kebutuhan
Pantau mambran mukosa kering,
torgor kulit yang kurang baik, dan
rasa haus
Awasi pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi
~ Berikan cariran IV (contoh, garam
faal)/ volume ekspender (contoh
albumin) selama dialisa sesuai
idikasi
Untuk mengetahui adanya
perubahan warna dan untuk
mengetahui input/output
Memaksimalkan aliran balik
vena bila terjadi hipotensi
Hipovolemia akan memperkuat
tanda-tanda dehidrasi
Menurun karena anemia,
hemodilusi atau kehilangan darah
aktual.
~ Untuk menambah volume cairan
38
4.4 Implementasi
No Diagnosa Implementasi
1. Nyeri akut
berhubungan dengan
proses inflamasi dan
infeksi pada sistem
urinaria yang
ditandai dengan anak
rewel, mengeluh
nyeri pada bagian
pinggang, perubahan
pola tidur, suhu
tubuh meningkat,
leokosit meningkat.
1. Telah dipantau intensitas, lokasi, dan
faktor yang memperberat atau
meringankan nyeri (misal: meminta anak
untuk menunjukkan area yang sakit)
2. Telah diberikan waktu istirahat yang
cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di
toleran.
3. Telah dianjurkan orang tau untuk
memberikan minum banyak 2-3 liter jika
tidak ada kontra indikasi kepada anak
4. Telah dipantau haluaran urine terhadap
perubahan warna, bau dan pola berkemih,
masukan dan haluaran setiap 8 jam dan
pantau hasil urinalisis ulang
5. Telah diberikan pijatan punggung
6. Telah diberikan perawatan parineal
7. Telah diberikan analgesic sesuia
kebutuhan dan mengevaluasi
keberhasilannya
8. Telah diberikan antibiotic
2. Gangguan eliminasi
urinarius
berhubungan dengan
infeksi pada saluran
kemih yang di tandai
dengan sering
berkemih, jumlah
volumen urin residu
yang banyak.
1. Telah diawasi pemasukan dan
pengeluaran karakteristik urin.
2. Telah dimotivasi orang tua untuk
meningkatkan pemasukan cairan pada
anak
3. Telah dikaji keluhan kandung kemih
penuh.
4. Telah diawasi pemeriksaan laboratorium;
elektrolit, BUN, kreatinin.
39
5. Telah diberikan antibiotic
3. Hipertermia
berhubungan dengan
proses peradangan
atau infeksi yang
ditandai dengan anak
terlihat rewel, suhu
tubuh meningkat (380
C), kulit hangat dan
menggigil.
1. Telah dipantau suhu pasien (derajat dan
pola) ; memperhatikan ada tidaknya
menggigil pada anak.
2. Mantau suhu lingkungan, membatasi atau
menambahkan linen tempat tidur, sesuai
indikasi
3. Memberikan kompres hangat
4. Menjelaskan kepada orang tua bahwa
demam adalah tindakan perlindungan dan
tidak berbahaya kecuali demam tinggi
(misal > 41,10 C)
5. Memberikan antipiretik, misalnya ASA
(aspirin), asetaminofen (tylenol)
4 Resiko kekurangan
volume cairan
berhubungan dengan
peningkatan laju
metabolik (demam)
dan pengeluaran
cairan yang berlebih
(poliuri) yang di
tandai dengan anak
terlihat lemas,
frenkuensi berkemih
meningkat
1. Mengukur dan mencatat volume urine
setiap kali berkemih
2. Menempatkan pasien pada posisi
telentang atau tredelenburg sesuia
kebutuhan
3. Memantau mambran mukosa kering,
torgor kulit yang kurang baik, dan adanya
rasa haus
4. Mengawasi pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi
5. Memberikan cariran IV (contoh, garam
faal)/ volume ekspender (contoh albumin)
selama dialisa sesuai idikasi
40
4.5 Evaluasi
Diagnosa 1
S: - Pasien mengatakan, “Sus, saya sudah tidak nyeri lagi”
- Keluarga pasien mengatakan bahwa anak sudah tidak rewel lagi
O: 1. Pasien tampak tidak kesakitan
2. Pasien terlihat tenang dan nyaman dengan kondisinya
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Diagnosa 2
S: Keluarga pasien mengatakan, “sus, anak saya sudah tidak sering kencing, kencingnya sudah seperti sebelum sakit”
O: 1. Pola eliminasi membaik
2. Tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria, poliuri) tidakj terlihat
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Diagnosa 3
S: - Kelurga pasien mengatakan “Anak saya sudah ngak panas lagi setelah minum
obat tadi sustet”
- Pasien mengatakan “Badan saya sudah ngak panas dokter”
O: 1. suhu tubuh normal (36,50 C)
2. nafas normal (RR= 24x/menit)
3. kulit lembab
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
41
Diagnosa 4
S: - Keluarga pasien mengatakan “Anak saya sudah ngak panas lagi setelah
minum obat tadi sustet”
- Keluarga pasien mengatakan, “Sus, anak saya sudah tidak sering kencing, kencingnya sudah seperti sebelum sakit”
O: - Pola eliminasi membaik
- Suhu dalam rentang normal- Turgor kulit membaik
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
42
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri. Pielonefritis merupakan infeksi
bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis
akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada
pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut
dengan pielonefritis kronis. Penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering
adalah kuman (bakteri) yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke
kandung kemih kemudian ke pelvis ginjal. Gejala pada klien dengan pielonefritis
biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung
bagian bawah, mual dan muntah.
5.2 Saran
Untuk perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan pada klien dengan pielonefritis.
Untuk klien dan keluarga diharapkan dapat melakukan pengobatan secara
optimal untuk kesembuhan penyakitnya.
Untuk mahasiswa agar lebih memahami tentang pielonefritis agar dapat
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan pielonefritis secara optimal.
43
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Indra, Ibaadi. 2011. Infeksi Saluran Kemih-Pielonefritis. http://ibaadi.com/2011/09/infeksi-saluran-kemih-pielonefritis.html (12 September 2013)
Kusnawar, Yanto. 2001. Hubungan Infeksi Saluran Kemih dengan Partus Prematurus. Tesis
NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. 2009-2011. Jakarta: EGC.
Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Brunner & Suddarth Edisi 8 Bedah Volume 2. Jakarta: . EGC.
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7.Jakarta : EGC
top related