apoptosis neuron di cortex layer 5 dan kinerja … · abstrak dian anggraini. apoptosis neuron di...
Post on 15-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
APOPTOSIS NEURON DI CORTEX LAYER 5 DAN KINERJA
MOTORIK TIKUS DEWASA SETELAH PEMBERIAN
HUMAN WHARTON’S JELLY- MESENCHYMAL STEM CELLS
DIAN ANGGRAINI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Apoptosis Neuron di
Cortex Layer 5 dan Kinerja Motorik Tikus Dewasa setelah Pemberian human
Wharton’s Jelly-Mesenchymal Stem Cells adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Dian Anggraini
NIM G34120124
ABSTRAK
DIAN ANGGRAINI. Apoptosis Neuron di Cortex Layer 5 dan Kinerja Motorik
Tikus Dewasa setelah Pemberian human Wharton’s Jelly-Mesenchymal Stem Cells.
Dibimbing oleh BERRY JULIANDI dan ARIEF BOEDIONO.
Apoptosis merupakan salah satu bentuk kematian sel yang secara aktif terjadi
pada organsime multiseluler. Apoptosis dapat terjadi di bagian otak cortex layer 5
yang bertanggung jawab terhadap kontrol motorik. Human Wharton’s jelly-
mesenchymal stem cells (hWJ-MSC) merupakan salah satu sumber stem cell yang
berpotensi sebagai terapi penyakit neurodegeneratif. Penelitian sebelumnya pada
umumnya menggunakan hWJ-MSC sebagai terapi in vivo hewan model. Penelitian
yang menganalisis pengaruh hWJ-MSC terhadap neuron apoptotik di cortex layer 5
pada tikus normal belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan menganalisis
pengaruh injeksi subkutan hWJ-MSC terhadap apoptosis neuron di cortex layer 5 dan
kinerja motorik tikus dewasa normal. Penelitian ini terdiri dari 6 kelompok berbeda: 1
kelompok kontrol dan 5 kelompok perlakuan. Kelompok kontrol disuntikkan dengan
NaCl fisiologis sebanyak 0,5 mL (larutan pembawa). Kelompok perlakuan
disuntikkan hWJ-MSC sebanyak 1x106 sel/tikus dalam larutan pembawa. Tikus
dieutanasia pada 0 jam (D0), 12 jam (D0.5), 24 jam (D1), 3 hari (D3), dan 7 hari (D7)
setelah injeksi hWJ-MSC. Injeksi hWJ-MSC tidak berpengaruh terhadap densitas
neuron apoptotik di cortex layer 5 dan kinerja motorik tikus dewasa normal. Sel hWJ-
MSC aman digunakan karena tidak menyebabkan peningkatan ataupun penurunan
neuron apoptotik di cortex layer 5 serta tidak menyebabkan hiperaktif dan
kemunduran kinerja motorik pada tikus dewasa normal.
Kata kunci: Korteks lapisan V, Hematoksilin-Eosin (HE), rotarod
ABSTRACT
DIAN ANGGRAINI. Neuronal Apoptosis in Cortex Layer 5 and Motor Performance
of Adult Rats after Injection of human Wharton’s Jelly-Mesenchymal Stem Cells.
Supervised by BERRY JULIANDI dan ARIEF BOEDIONO.
Apoptosis is a form of cell death that actively occurs in multicellular organism.
Apoptosis can occur in tissue or organ, including in the cortex layer 5 which
responsible for motor control. Human Wharton’s jelly-mesenchymal stem cells (hWJ-
MSC) are source of stem cell that has been used as a potential treatment of
neurodegenerative diseases. But, there are no scientific report on the effect of hWJ-
MSC to apoptotic neurons in cortex layer 5 and motor permormance of normal rats.
This research aims to analyze effect of hWJ-MSC subcutaneous injection to neuronal
apoptosis in cortex layer 5 and motor performance of normal adult rats. This research
consisted of 6 different groups: 1 control group and 5 experimental groups. Control
group were injected with 0.5 mL physiological saline (vehicle). Experimental group
were injected with 1x106 cell/rats hWJ-MSC in vehicle. Euthanasia were performed
in 0 hours (D0), 12 hours (D0.5), 24 hours (D1), 3 days (D3), 7 days (D7) after hWJ-
MSC injection. Injection of hWJ-MSC did not affect apoptotic neurons density and
motor performance of normal adult rats. This research also showed that hWJ-MSC
were safe to use in further clinical application.
Keywords: Cortical layer V, Hematoxylin-Eosin (HE), rotarod
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
APOPTOSIS NEURON DI CORTEX LAYER 5 DAN KINERJA
MOTORIK TIKUS DEWASA SETELAH PEMBERIAN
HUMAN WHARTON’S JELLY- MESENCHYMAL STEM CELLS
DIAN ANGGRAINI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian telah
dilakasanakan pada bulan Maret hingga Juni 2016, dengan judul Apoptosis
Neuron di Cortex Layer 5 dan Kinerja Motorik Tikus Dewasa setelah Pemberian
human Wharton’s Jelly-Mesenchymal Stem Cells.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Berry Juliandi, MSi
selaku pembimbing I dan Bapak Prof Drh Arief Boediono, PhD, PAVet (K)
selaku pembimbing II yang telah memberikan banyak bimbingan dan saran
selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu Dr Dorly, MSi selaku reviewer yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penyusunan skripsi, serta Ibu Dr Puji Rianti, MSi
selaku penguji yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, dan masukan
selama ujian skripsi.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Drh Elpita Br Tarigan, Ka
Anggi Rahma Putra, AMd, Ka Alif Iman Fitrianto, SKH yang telah banyak
membantu dalam pelaksanaan penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Dr Indra Bachtiar dan Bapak Dr Harry Murti dari Stem
Cell and Cancer Institute (SCI), serta Ibu Dr Drh Savitri Novelina, MSi, Ibu Dr
Drh Chairun Nisa, MSi, dan Bapak Drh Danang dari Laboratorium Anatomi
Fakultas Kedokteran Hewan yang telah memberikan fasilitas dalam pelaksanaan
penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua,
seluruh keluarga, dan teman-teman atas segala doa dan dukungan yang telah
diberikan. Semoga karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat
bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2016
Dian Anggraini
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Bahan dan Alat 3
Metode 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Densitas Neuron Apoptotik di Cortex Layer 5 4
Kinerja Motorik Tikus 6
SIMPULAN DAN SARAN 8
Simpulan 8
Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 16
DAFTAR GAMBAR
1 Fotomikrograf sayatan coronal otak tikus 4
2 Densitas neuron apoptotik di cortex layer 5 5
3 Waktu latensi jatuh tikus dari alat uji rotarod sebelum perlakuan dan
sesudah perlakuan 6
4 Regresi linier waktu latensi jatuh tikus setelah injeksi hWJ-MSC
terhadap densitas neuron apoptotik di cortex layer 5 8
5 Alat uji rotarod 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Dimensi alat uji rotarod 13
2 Tahapan perfusi tikus 13
3 Tahapan pembuatan blok parafin organ otak 14
4 Tahapan penyayatan dan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) sayatan
histologis otak 14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Apotosis merupakan salah satu bentuk kematian sel dan merupakan proses
yang terjadi terus-menerus pada organisme multiseluler (Kerr et al. 1972).
Apoptosis disebut juga kematian sel terprogram (Oppenheim 1991). Kematian sel
dapat terjadi pada organisme dalam masa perkembangan maupun pada organisme
dewasa. Apoptosis pada organisme dalam masa perkembangan bertujuan untuk
delesi sel. Pada organisme dewasa, kematian sel seimbang dengan pembelahan sel
yang bertujuan menjaga homeostasis massa jaringan (Saikumar et al. 1999).
Proses apoptosis dikontrol secara genetik (Kerr et al. 1994) dan dipengaruhi oleh
agen ekstraseluler seperti kontak fisik (radiasi ion, hipertermia), paparan kimia
(azide, hidrogen peroksida), efek seluler sitokin (tumor necrosis factor,
transforming growth factor-), dan infeksi virus (Arends dan Wyllie 1991;
Martikainen et al. 1990). Apoptosis dicirikan dengan adanya penyusutan sel,
piknosis kromatin, fragmentasi nukleus (karioreksis), dan blebbing membran
plasma, serta adanya fagositosis oleh sel fagosit (Majno dan Joris 1995; Wyllie
1980). Apoptosis dapat terjadi pada seluruh jaringan atau organ, termasuk pada
bagian otak cortex layer 5 yang bertanggung jawab terhadap kinerja motorik.
Motorik atau pergerakan merupakan hasil akhir dari proses kontraksi otot
dan dikontrol oleh bagian otak tertentu. Pergerakan dibagi menjadi dua, yaitu
pergerakan sadar dan tidak sadar. Pergerakan dibawah pengaruh kesadaran,
gerakan yang dipelajari (learned), dan gerakan terampil (skilled) diatur sistem
piramidal. Alur piramidal merupakan alur dari motor cortex langsung ke saraf di
batang otak atau tulang belakang dan sebaliknya. Semua batang saraf dalam
sistem piramidal berasal dari neuron kortikospinal yang terletak dalam cortex
layer 5 (Rathelot dan Strick 2009). Kerusakan sistem piramidal cortex layer 5
dapat menyebabkan penyakit neurodegeneratif seperti penyakit stroke (Yue et al.
1997). Salah satu pengobatan penyakit neurodegeneratif yang efektif yaitu dengan
penggunaan stem cell.
Stem cell merupakan sel yang belum berdiferensiasi, mampu memperbanyak
diri sendiri, dan dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel
(multipoten/pluripoten). Berdasarkan tingkat maturasi tubuh yang menjadi sumber
stem cell, stem cell dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sel punca embrionik
(embryonic stem cell) dan sel punca dewasa (adult stem cell). Embryonic stem cell
diperoleh saat perkembangan individu masih berada dalam tahap embrio. Adult
stem cell diperoleh di antara sel-sel lain yang telah berdiferensiasi, dalam suatu
jaringan yang telah mengalami maturasi. Berdasarkan organ atau golongan sel
yang akan menjadi jalur diferensiasinya, adult stem cell digolongkan menjadi
hematopoietic stem cells (HSC), neural stem cells (NSC), mesenchymal stem cells
(MSC), dan sebagainya (Halim et al. 2010).
Mesenchymal stem cells (MSC) terdapat pada seluruh organ tubuh manusia,
lebih tepatnya sebagai bagian dari populasi sel yang terdapat di daerah
perivaskular. Menurut Hass et al. (2011), MSC dapat dibedakan berdasarkan dua
sumber utama, yaitu MSC jaringan dewasa (adult tissue) dan MSC jaringan
kelahiran (fetal tissue). Beberapa sumber MSC adult tissue yaitu bone marrow
2
(BM), peripheral blood (PB), dan adipose tissue (AT). Beberapa sumber MSC
fetal tissue yaitu placenta (PL), amniotic fluid (AF), Wharton’s jelly (WJ), dan
sebagainya.
Wharton’s jelly merupakan jaringan ikat mukosa yang terdapat di antara dua
pembuluh arteri dan satu pembuluh vena tali pusat (Meyer et al. 1983). Beberapa
keuntungan human Wharton’s jelly-mesenchymal stem cell (hWJ-MSC)
dibandingkan dengan MSC jaringan dewasa yaitu memiliki kemampuan
proliferasi yang lebih tinggi (Troyer dan Weiss 2008), kuantitas sel yang dapat
diperoleh lebih banyak, metode isolasi secara etika tidak bermasalah dan tidak
bersifat infasif (Hass et al. 2011), bersifat imunosupresif (Weiss et al. 2008),
mengekspresikan gen perkembangan sistem saraf dan perkembangan pembuluh
darah yang lebih banyak (Hsieh et al. 2013).
Mekanisme stem cell dalam memperbaiki jaringan yang rusak terdiri dari
dua jenis, yaitu diferensiasi stem cell dan produksi faktor pertumbuhan (growth
factor). Sel hWJ-MSC normalnya mampu berdiferensiasi menjadi osteosit dan
adiposit (Wang et al. 2004). Akan tetapi, hWJ-MSC juga mampu berdiferensiasi
menjadi sel di luar jalur diferensiasinya seperti oligodendrosit, hepatosit, dan
neuron secara in vitro (Yan et al. 2013; Weiss et al. 2006). Beberapa growth
factor yang disekresikan hWJ-MSC, yaitu granulocyte-colony stimulating factor
(G-CSF) (Lutz et al. 2008), insulin-like growth factor gene 1 (IGF-1) (Palka et al.
2000), dan vascular endothelial growth factor (VEGF) yang bersifat anti-
apoptotik, sebagai faktor angiogenik, dan berperan dalam pengaturan sistem imun
(Weiss et al. 2008; Hung et al. 2007).
Penelitian sebelumnya menyebutkan hWJ-MSC telah digunakan dalam
beberapa terapi in vivo pada tikus model penyakit Parkinson (Weiss et al. 2006;
Yang et al. 2008), tikus model ischemia (Jomura et al. 2006), dan tikus model
penyakit retina (Lund et al. 2006). Akan tetapi, penelitian mengenai pengaruh
hWJ-MSC terhadap tikus normal belum banyak dilakukan. Penelitian mengenai
pengaruh pemberian hWJ-MSC secara in vivo terhadap apoptosis neuron di cortex
layer 5 dan kinerja motorik tikus normal belum pernah dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pemberian human Wharton’s
jelly-mesenchymal stem cells (hWJ-MSC) terhadap apoptosis neuron di cortex
layer 5 dan kinerja motorik tikus dewasa normal.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2016 di Bagian
Fungsi dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB, Animal Facility
V-Stem, Laboratorium Anatomi, FKH IPB, dan Laboratorium Embriologi FKH
IPB.
3
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu human Wharton’s jelly-mesenchymal stem
cells (hWJ-MSC) yang diperoleh dari Stem Cell and Cancer Institute (SCI), NaCl
fisiologis, neutral buffered formaline 10%, pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE),
18 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley (umur 3-6 bulan;
bobot ± 250 gram; jenis kelamin jantan), dan pakan standar protein 18% (Harlan
Laboratories). Alat yang digunakan yaitu kandang tikus (suhu 22-25ºC;
kelembaban 37-56%; 12 jam terang dan 12 jam gelap), peralatan histologi, alat uji
rotarod, mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan kamera HDMI.
Metode
Pemberian Perlakuan
Sebelum diberi perlakuan, tikus diaklimatisasi selama 7 hari. Penelitian ini
menggunakan 18 ekor tikus jantan dan terdiri dari 6 kelompok berbeda: 1
kelompok kontrol dan 5 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok terdiri
dari 3 ekor tikus. Kelompok kontrol disuntikkan dengan NaCl fisiologis sebanyak
0,5 mL dan dieutanasia setelah 7 hari. Seluruh kelompok perlakuan disuntikkan
hWJ-MSC sebanyak 1x106 sel/ekor dalam NaCl fisiologis 0,5 mL (Weiss et al.
2006). Penyuntikan dilakukan secara subkutan pada situs paha atas kaki belakang.
Kelompok perlakuan dibagi berdasarkan waktu eutanasia yaitu 0 jam (D0), 12 jam
(D0.5), 24 jam (D1), 3 hari (D3), dan 7 hari (D7) setelah injeksi hWJ-MSC.
Analisis Kinerja Motorik dengan Uji Rotarod
Analisis kinerja motorik kaki depan dan kaki belakang rodensia diuji
dengan menggunakan alat rotarod (Lampiran 1). Uji rotarod dilakukan sebelum
perlakuan dan sesudah perlakuan (sebelum eutanasia). Uji rotarod pada penelitian
ini mengikuti metode Carter et al. (1999). Selama masa pengujian, masing-masing
tikus diletakkan pada alat rotarod dengan kecepatan 10 rpm dan waktu maksimal
60 detik. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Waktu latensi jatuh
tikus dari alat uji rotarod dicatat.
Analisis Neuron Apoptotik di Cortex Layer 5
Tikus dieutanasia pada waktu 0 jam, 12 jam, 24 jam, 3 hari, dan 7 hari
setelah perlakuan. Otak tikus diisolasi dengan metode perfusi yang mengacu pada
Gage et al. (2012) dengan modifikasi (Lampiran 2). Otak tikus dimasukkan dalam
larutan neutral buffered formaline 10% selama dua hari. Bagian otak yang
mengandung cortex layer 5 dipotong secara melintang (coronal) ± 3-5 mm.
Proses pembuatan blok parafin dilakukan terhadap bagian otak yang sudah
dipotong (Lampiran 3). Proses pembuatan preparat histologis dilakukan dengan
pewarnaan HE dengan ketebalan irisan 5 μm (Lampiran 4). Setiap otak tikus pada
masing-masing perlakuan dibuat satu seri preparat, kemudian masing-masing
preparat diamati menggunakan mikroskop cahaya Olympus CX31 yang
dilengkapi dengan kamera HDMI Indomicro Exfocus-0,5x. Pengamatan jumlah
neuron apoptotik dilakukan pada lima bidang pandang cortex layer 5. Densitas
neuron apoptotik diperoleh dengan membagi jumlah neuron apoptotik terhadap
luas permukaan lima bidang pandang cortex layer 5 (sel/µm2).
4
Analisis Statistik
Pengukuran luas permukaan lima bidang pandang cortex layer 5 dilakukan
dengan menggunakan aplikasi ImageJ dan data densitas neuron apoptotik
dianalisis dengan uji One-way ANOVA. Data waktu latensi jatuh tikus dari alat
rotarod sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis dengan uji One-way ANOVA.
Hubungan waktu latensi jatuh setelah perlakuan dengan densitas neuron apoptotik
di cortex layer 5 dianalisis dengan uji regresi linier.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Densitas Neuron Apoptotik di Cortex Layer 5
Pengamatan sel-sel apoptotik umumnya menggunakan pewarnaan terminal
deoxynucleotidyl transferase-mediated nick end labeling (TUNEL) dan in-situ end
labeling (ISEL) (Zhu et al. 2004; El‐Khodor dan Burke 2002; Simic et al. 2000).
Prinsip pewarnaan TUNEL dan ISEL yaitu mendeteksi DNA yang rusak (Gavrieli
et al. 1992). Pengamatan neuron apototik pada penelitian ini menggunakan
pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Pewarnaan HE sebenarnya kurang tepat
digunakan untuk mengamati sel apoptotik karena hanya mampu membedakan inti
sel dan sitoplasma sel secara morfologis.
Sayatan histologis otak bagian cortex layer 5 dengan pewarnaan HE
menunjukkan adanya neuron normal dan neuron apoptotik (Gambar 1). Neuron
normal ditunjukkan dengan ciri-ciri sel berukuran besar, inti berwarna ungu, dan
sitoplasma transparan. Neuron apoptotik ditandai dengan ciri-ciri sel berbentuk
tidak beraturan, sitoplasma menyusut, inti mengalami piknosis dan berwarna
gelap.
Gambar 1 Fotomikrograf sayatan coronal otak tikus (A) Bagian cortex layer 5 dan
(B) Neuron apoptotik pada bagian cortex layer 5 dengan pewarnaan HE.
Fotomikrograf menunjukkan sel neuron normal (panah) dan sel neuron
apoptotik (kepala panah).
Hasil penghitungan densitas neuron apoptotik di cortex layer 5 pada
masing-masing perlakuan menunjukkan perbedaan nilai yang tidak signifikan
(One-way ANOVA; P=0,376; P>0,05) (Gambar 2). Nilai tersebut
mengindikasikan pemberian hWJ-MSC tidak berpengaruh terhadap densitas
neuron apoptotik di cortex layer 5. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian
A
Cortex layer 5
B
5
hWJ-MSC pada tikus dewasa normal tidak menurunkan ataupun meningkatkan
neuron yang mengalami apoptosis di cortex layer 5. Jaringan atau organ yang
terlalu banyak mengalami apoptotis sel dapat menimbulkan kekacauan pada
fungsi jaringan atau organ tersebut. Peningkatan neuron apoptotik dalam jumlah
yang berlebihan pada otak dapat menimbulkan berbagai penyakit
neurodegeneratif, seperti penyakit Parkinson (Anglade et al. 1997), Alzheimer
(Shimohama 2000), dan ischemia stroke (Broughton et al. 2009). Neuron normal
yang tersisa pada penderita penyakit tersebut tidak mampu untuk meregenerasi sel
yang telah hilang akibat apoptosis. Penurunan apoptosis sel dalam jumlah yang
berlebihan pada suatu jaringan atau organ tertentu dapat menyebabkan penyakit
tumor. Penelitian (Lowe dan Lin 2000) menyebutkan penurunan apoptosis sel
berkorelasi dengan mutasi gen yang bertanggung jawab terhadap kontrol
perkembangan tumor pada hewan model.
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Weiss et al. (2006) yang
menyebutkan transplantasi hWJ-MSC pada otak tikus normal tidak
mempengaruhi apoptosis neuron, tidak memicu produksi tumor otak, dan tidak
menimbulkan respon sistem imun. Oleh karena itu, penggunaan hWJ-MSC pada
tikus dewasa normal aman digunakan karena tidak menyebabkan peningkatan
ataupun penurunan neuron apoptotik di cortex layer 5.
Gambar 2 Densitas neuron apoptotik di cortex layer 5. Perlakuan terdiri atas
kelompok kontrol (K), waktu eutanasia 0 jam (D0), 12 jam (D0.5), 24
jam (D1), 3 hari (D3), dan 7 hari (D7) setelah injeksi hWJ-MSC.
Densitas neuron apoptotik memiliki kecenderungan mengalami penurunan
pada 0 jam (D0), 12 jam (D0.5), 24 jam (D1), dan 7 hari (D7) setelah injeksi hWJ-
MSC (Gambar 2). Kecenderungan penurunan densitas neuron apoptotik pada 0
jam, 12 jam, 24 jam, 3 hari, dan 7 hari setelah injeksi hWJ-MSC diduga
disebabkan oleh adanya inhibisi apoptosis sel akibat senyawa yang disekresikan
oleh hWJ-MSC. Sel hWJ-MSC diketahui mensekresikan senyawa neuroprotektif
yang dapat menghambat kerusakan neuron (Hsieh et al. 2013). Penelitian Lin et al.
(2011) menyebutkan hWJ-MSC mampu menurunkan apoptosis neuron dan
menurunkan area otak yang rusak akibat stroke. Shyu et al. (2004) juga
menyebutkan bahwa injeksi subkutan granulocyte colony-stimulating factor (G-
CSF) pada tikus model ischemia stroke mampu memperbaiki neuron yang rusak
di bagian cortex pada hari ke-7 sampai hari ke-28 perlakuan. Senyawa G-CSF
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
K D0 D0.5 D1 D3 D7
Den
sita
s S
el (
sel/
µm
2)
Perlakuan
6
merupakan salah satu senyawa growth factor yang disekresikan oleh hWJ-MSC
(Lu et al. 2006; Koh et al. 2008). Senyawa G-CSF dari hWJ-MSC juga telah
diketahui mampu menurunkan dan mencegah apoptosis neuron (Solaroglu et al.
2006; Solaroglu et al. 2009).
Senyawa growth factor lain yang disekresikan oleh hWJ-MSC yaitu
vascular endothelial growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor gene 1
(IGF-1) (Zhang et al. 2011). Senyawa VEGF memiliki efek anti-apototik (Hung et
al. 2007) dan neuroprotektif (Wick et al. 2002). Senyawa IGF-1 juga diketahui
memiliki efek anti-apoptotik (Joseph D’Ercole dan Ye 2008). Oleh karena itu,
kecenderungan penurunan densitas neuron apoptotik pada 0 jam (D0), 12 jam
(D0.5), 24 jam (D1), dan 7 hari (D7) setelah injeksi hWJ-MSC diduga disebabkan
oleh beberapa senyawa growth factor yang disekresikan oleh hWJ-MSC seperti
G-CSF, IGF-1, dan VEGF yang memiliki efek anti-apoptotik dan neuroprotektif.
Kinerja Motorik Tikus
Data uji rotarod yang diperoleh dari penelitian ini ialah waktu latensi jatuh
tikus dari alat rotarod sebelum dan sesudah perlakuan. Semakin tinggi waktu
latensi jatuh tikus dari alat rotarod menunjukkan tikus memiliki kinerja motorik
yang baik. Semakin rendah waktu latensi jatuh tikus dari alat rotarod
menunjukkan tikus memiliki kinerja motorik yang kurang baik. Hasil uji rotarod
sebelum perlakuan pada masing-masing kelompok menunujukkan nilai yang tidak
berbeda secara signifikan (One-way ANOVA; P=0,238; P>0,05) (Gambar 3).
Nilai tersebut mengindikasikan bahwa tikus yang digunakan pada setiap perlakuan
dalam kondisi motorik yang seragam.
Gambar 3 Waktu latensi jatuh tikus dari alat uji rotarod sebelum perlakuan dan
sesudah perlakuan. Perlakuan terdiri atas kelompok kontrol (K), waktu
eutanasia 0 jam (D0), 12 jam (D0.5), 24 jam (D1), 3 hari (D3), dan 7
hari (D7) setelah injeksi hWJ-MSC.
Hasil uji rotarod setelah perlakuan pada masing-masing kelompok
menunjukkan perbedaan nilai yang tidak signifikan (One-way ANOVA; P=1,427;
P>0,05) (Gambar 3). Nilai tersebut mengindikasikan pemberian hWJ-MSC tidak
berpengaruh terhadap kinerja motorik tikus dewasa normal. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pemberian hWJ-MSC tidak mempengaruhi peningkatan
0
10
20
30
40
50
60
70
K D0 D0.5 D1 D3 D7
Wa
ktu
La
ten
si J
atu
h (
det
ik)
Perlakuan
Sebelum
Sesudah
7
ataupun penurunan kinerja motorik tikus dewasa normal. Penurunan dan
peningkatan kinerja motorik yang terlalu berlebihan menunjukkan adanya
penyakit otak dan saraf. Contoh penyakit yang memiliki gejala kelebihan
pergerakan atau hiperaktif yaitu penyakit Attention-Deficit Hiperactivity Disorder
(ADHD) (Sagvolden et al. 2005) dan penyakit Autism Spetrum Disorder (ASD)
(Penagarikano et al. 2011; Radyushkin et al. 2009; Schmeisser et al. 2012).
Contoh penyakit yang memiliki gejala kemunduran pergerakan yaitu penyakit
Parkinson (Marras et al. 2002) dan penyakit stroke (Hendricks et al. 2002).
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Weiss et al. (2006) yang
menyebutkan transplantasi hWJ-MSC pada otak tikus normal tidak
mempengaruhi kinerja motorik tikus. Oleh karena itu, penggunaan hWJ-MSC
pada tikus dewasa normal aman digunakan karena tidak menyebabkan hiperaktif
ataupun kemunduran kinerja motorik.
Kinerja motorik tikus dewasa normal memiliki kecenderungan mengalami
peningkatan yang konsisten pada 24 jam (D1), 3 hari (D3), dan 7 hari (D7) setelah
injeksi hWJ-MSC. Kecenderungan peningkatan kinerja motorik tikus yang
konsisten pada 24 jam (D1), 3 hari (D3), dan 7 hari (D7) setelah injeksi hWJ-
MSC diduga disebabkan oleh adanya trigger dari senyawa growth factor yang
disekresikan oleh hWJ-MSC.
Weiss et al. (2006) menyebutkan transplantasi hWJ-MSC pada tikus model
hemiparkinson mampu memperbaiki kinerja motorik tikus akibat adanya berbagai
senyawa tropik yang disekresikan oleh hWJ-MSC. Yang et al. (2008)
menyebutkan transplantasi hWJ-MSC pada tikus yang dipotong sumsum tulang
belakangnya mampu meningkatkan kemampuan lokomosi tikus pada 3 hari dan 6
hari setelah transplantasi. Perbaikan lokomosi tersebut diduga diinisiasi oleh
berbagai growth factor salah satunya yaitu VEGF. Penelitian Lin et al. (2011)
menemukan bahwa transplantasi hWJ-MSC pada tikus model middle cerebral
artery occlusion mampu memperbaiki fungsi motorik tikus pada perlakuan 36 hari.
Zhang et al. (2011) menyebutkan transplantasi hWJ-MSC pada tikus model
ataksia mampu meningkatkan kinerja motorik tikus pada 7 minggu perlakuan.
Perbaikan kinerja motorik tersebut diinisiasi oleh senyawa IGF-1 yang merupakan
faktor angiogenik. Shyu et al. (2004) menyebutkan pemberian senyawa G-CSF
pada tikus model ischemia stroke mampu meningkatkan kinerja motorik tikus
pada hari ketujuh perlakuan. Hal tersebut dapat terjadi karena G-CSF mampu
meningkatkan neural plasticity dan vaskularisasi. Oleh karena itu, kecenderungan
peningkatan kinerja motorik tikus dewasa normal pada 24 jam (D1), 3 hari (D3),
dan 7 hari (D7) setelah injeksi hWJ-MSC diduga disebabkan oleh adanya trigger
dari senyawa growth factor yang dihasilkan oleh hWJ-MSC, seperti VEGF, IGF-1,
dan G-CSF.
Berdasarkan hasil di atas, terdapat kecenderungan hubungan terbalik antara
densitas neuron apoptotik di cortex layer 5 dan kinerja motorik tikus dewasa
normal pada 24 jam (D1) dan 7 hari (D7) setelah injeksi hWJ-MSC. Pada kedua
perlakuan tersebut, densitas apoptosis neuron cenderung menurun dan kinerja
motorik tikus dewasa normal cenderung meningkat.
8
Gambar 4 Regresi linier waktu latensi jatuh tikus setelah injeksi hWJ-MSC
terhadap densitas neuron apoptotik di cortex layer 5.
Hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara
kinerja motorik dengan densitas neuron apoptotik di cortex layer 5 yang bernilai
-0,093 (Uji regresi linier; r=-0,093; r<1) (Gambar 4). Nilai tersebut
mengindikasikan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat lemah antara
kinerja motorik dengan densitas neuron apoptotik di cortex layer 5. Yue et al.
(1997) dan Li et al. (1998) menyatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara
densitas neuron apoptotik dengan kinerja motorik tikus, yaitu semakin rendah
densitas neuron apoptotik pada otak bagian cortex semakin tinggi kinerja motorik
tikus.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Injeksi subkutan hWJ-MSC tidak berpengaruh terhadap densitas neuron
apoptotik di cortex layer 5 dan kinerja motorik tikus dewasa normal. Sel hWJ-
MSC aman digunakan karena tidak menyebabkan peningkatan ataupun penurunan
apoptosis neuron di cortex layer 5 serta tidak menyebabkan hiperaktif dan
kemunduran kinerja motorik pada tikus dewasa normal.
Saran
Pengamatan apoptosis neuron sebaiknya menggunakan pewarnaan yang
dapat mendeteksi kerusakan DNA yaitu pewarnaan terminal deoxynucleotidyl
transferase-mediated nick end labeling (TUNEL) dan in-situ end labeling (ISEL).
Perlu dilakukan analisis chemokine assay untuk mengetahui senyawa yang
disekresikan oleh hWJ-MSC secara in vivo dan perlu dilakukan labeling hWJ-
MSC untuk mengatahui migrasi hWJ-MSC di dalam tubuh tikus.
y = -0.008x + 5.343
r = -0.093
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 10 20 30 40 50 60 70
Den
sita
s S
el (
sel/
µm
2)
Waktu Latensi Jatuh (detik)
9
DAFTAR PUSTAKA
Anglade P, Vyas S, Javoy-Agid F, Herrero MT, Michel PP, Marquez J, Mouatt-
Prigent A, Ruberg M, Hirsch EC, Agid Y. 1997. Apoptosis and autophagy
in nigral neurons of patients with Parkinson's disease. Histol
Histopatol. 12(1): 25-32.
Arends MJ, Wyllie AH. 1991. Apoptosis: mechanisms and roles in pathology. Int
Rev Exp Pathol. 32: 223-254.
Broughton BR, Reutens DC, Sobey CG. 2009. Apoptotic mechanisms after
cerebral ischemia. Stroke. 40(5): e331-e339.
Carter RJ, Lione LA, Humby T, mangiarini L, Mahal A, bates GP, Dunnett SB,
Jennnifer A, Morton AJ. 1999. Characterization of progressive motor
deficits in mice transgenic for the human Huntington’s Disease mutation. J
Neurosci. 19(8): 3248-3257.
Gage GJ, Kipke DR, Shain W. 2012. Whole animal perfusion fixation for rodents.
J Vis Exp. 65: e3564.
Gavrieli Y, Sherman Y, Ben-Sasson SA. 1992. Identification of programmed cell
death in situ via specific labeling of nuclear DNA fragmentation. J Cell Biol.
119: 493-501.
Halim D, Murti H, Sandra F, Boediono A, Djuwantono T, Setiawan B. 2010. Stem
Cell Dasar Teori & Aplikasi Klinis. Jakarta (ID): Erlangga.
Hass R, Kasper C, Bohm S, Jacobs R. 2011. Different populations and source of
human mesenchymal stem cells (MSC): A comparison of adult and neonatal
tissue-derived MSC. Cell Commun Signal. 9: 12.
Hendricks HT, van Limbeek J, Geurts AC, Zwarts MJ. 2002. Motor recovery after
stroke: a systematic review of the literature. Arch Phys Med Rehab. 83(11):
1629-1637.
Hsieh JY, Wang HW, Chang SJ, Liao KH, Lee IH, Lin WS, Wu CH, Lin WY,
Cheng SM. 2013. Mesenchymal stem cells from human umbilical cord
express preferentially secreted factors related to neuroprotection,
neurogenesis, and angiogenesis. PLoS ONE. 8(8): e72604.
Hung SC, Pochampally RR, Chen SC, Hsu SC, Prockop DJ. 2007. Angiogenic
effects of human multipotent stromal cell conditioned medium activate the
PI3K-Akt pathway in hypoxic endothelial cells to inhibit apoptosis, increase
survival, and stimulate angiogenesis. Stem Cells. 25: 2363-2370.
Jomura S, Uy M, Mitchell K, Dallasen R, Bode CJ, Xu Y. 2007. Potential
treatment of cerebral global ischemia with Oct-4+ umbilical cord matrix
cells. Stem Cells. 25: 98-106.
Joseph D'Ercole A, Ye P. 2008. Expanding the mind: insulin-like growth factor I
and brain development. Endocrinology. 149: 5958–5962.
Kerr JFR, Wyllie AH, Currie AR. 1972. Apoptosis: a basic biologic phenomenon
with wide-ranging implication in tissue kinetics. Br J Cancer. 26: 239-257.
Kerr JFR, Winterford CM, Harmon BV. 1994. Apoptosis: its significance in
cancer and cancer therapy. Cancer. 73: 2013-2026.
Koh SH, Kim KS, Choi MR, Jung KH, Park KS, Chai YG, Kim HT. 2008.
Implantation of human umbilical cord-derived mesenchymal stem cells as a
10
neuroprotective therapy for ischemic stroke in rats. Brain Res. 1229: 233-
248.
Li Y, Powers C, Jiang N, Chopp M. 1998. Intact, injured, necrotic and apoptotic
cells after focal ischemia in the rat. J Neurol Sci. 156: 119-132.
Lin YC, Ko TL, Shih YH, Lin MYA, Fu TW, Hsiao HS, Hsu JYC, Fu YS. 2011.
Human umbilical mesenchymal stem cells promote recovery after ischemic
stroke. Stroke. 42(7): 2045-2053.
Lowe SW, Lin AW. 2000. Apoptosis in cancer. Carcinogenesis. 21(3): 485-495.
Lu LL, Liu YJ, Yang SG, Zhao QJ, Wang X, Gong W, Chen ZZ. 2006. Isolation
and characterization of human umbilical cord mesenchymal stem cells with
hematopoiesis-supportive function and other potentials. Haematologica.
91(8): 1017-1026.
Lund RD, Wang S, Lu B, Girman S, Holmes T, Sauve Y, Messina DJ, Harris IR,
Kihm AJ, Harmon AM, Chin FY, Gosiewska A, Mistry SK. 2007. Stem
Cells. 25: 602-611.
Lutz M, Rosenberg M, Kiessling F, Eckstein V, Heger T, Krebs J, Ho AD, Katus
HA, Frey N. 2008. Local injection of stem cell factor (SCF) improves
myocardial homing of systemically delivered c-kit + bone marrow-derived
stem cells. Cardiovasc Res. 77(1): 143-150.
Majno G, Joris I. 1995. Apoptosis, oncosis, and necrosis. Am J Pathol. 146(1): 3-
15.
Marras, C., Rochon, P. and Lang, A.E., 2002. Predicting motor decline and
disability in Parkinson disease: a systematic review. Arch Neurol-
Chicago. 59(11): 1724-1728.
Martikainen P, Kyprianou N, Issacs JT. 1990. Effect of transforming growth
factor-1 on proliferation and death of rat prostatic cells. Endocrinology.
127:2963-2968.
Meyer FA, Laver-Rudich Z, Tanenbaum R. 1983. Evidence for a mechanical
coupling of glycoprotein microfibrils with collagen fibrils in Wharton’s
jelly. Biochim Biophys Acta. 755: 376–387.
Oppenheim RW. 1991. Cell death during development of the nervous system.
Annu Rev Neurosci. 14: 453–501.
Palka J, Bankowski E, Jaworski S. 2000. An accumulation of IGF-I and IGF-
binding protein in human umbilical cord. Mol Cell Biochem. 206: 133-139.
Penagarikano O, Abrahams BS, Herman EI, Winden KD, Gdalyahu A, Dong H,
Sonnenblick LI, Gruver R, Almajano J, Bragin A, Golshani P, Trachtenberg
JT, Peles E, Geschwind DH. 2011. Absence of CNTNAP2 leads to epilepsy,
neuronal migration abnormalities, and core autism-related deficits. Cell.
147: 235–246.
Radyushkin K, Hammerschmidt K, Boretius S, Varoqueaux F, El-Kordi A,
Ronnenberg A, Winter D, Frahm J, Fischer J, Brose N, Ehrenreich H. 2009.
Neuroligin-3-deficient mice: model of a monogenic heritable form of autism
with an olfactory deficit. Genes Brain Behav. 8: 416–425.
Rathelot JA, Strick PL. 2009. Subdivisions of primary motor cortex based on
cortico-motoneuronal cells. Proc Natl Acad Sci. 106: 918–923.
Sagvolden T, Johansen EB, Aase H, Russell VA. 2005. A dynamic developmental
theory of attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) predominantly
11
hyperactive/impulsive and combined subtypes. Behav Brain Sci. 28(3): 397-
418.
Saikumar P, Dong Z, Milkhailov V, Denton M, Winberg JM, Venkatachalam MA.
1999. Apoptosis: definition, mechanisms, and relevance to desease. Am J
Med. 107(5): 489-506.
Schmeisser MJ, Ey E, Wegener S, Bockmann J, Stempel AV, Kuebler A, Janssen
AL, Udvardi PT, Shiban E, Spilker C, Balschun D. 2012. Autistic-like
behaviours and hyperactivity in mice lacking ProSAP1/
Shank2. Nature. 486(7402): 256-260.
Shimohama S. 2000. Apoptosis in Alzheimer's disease-an update. Apoptosis. 5(1):
9-16.
Shyu WC, Lin SZ, Yang HI, Tzeng YS, Pang CY, Yen PS, Li H. 2004. Functional
recovery of stroke rats induced by granulocyte colony-stimulating factor-
stimulated stem cells. Circulation. 110: 1847-1854.
Simic G et al. 2000. Ultrastructural analysis and TUNEL demonstrate motor
neuron apoptosis in Werdnig-Hoffmann disease. J Neuropath Exp
Neur. 59(5): 398-407.
Solaroglu I, Tsubokawa T, Cahill J, Zhang JH. 2006. Anti-apoptotic effect of
granulocyte-colony stimulating factor after focal cerebral ischemia in the
rat. Neuroscience. 143(4): 965-974.
Solaroglu I, Cahill J, Tsubokawa T, Beskonakli E, Zhang JH. 2009. Granulocyte
colony-stimulating factor protects the brain against experimental stroke via
inhibition of apoptosis and inflammation. Neurol Res. 31(2): 167-172.
Troyer DL, Weiss ML. 2008. Concise review: Wharton’s jelly-derived cells are a
primitive stromal cell population. Stem Cells. 26: 591-599.
Wang HS, Hung SC, Peng ST, Huang CC, Wei HM, Guo YJ, Fu YS, Lai MC,
Chen CC. 2004. Mesenchymal stem cell in the wharton’s jelly of the human
umbilical cord. Stem Cells. 22: 1330-1337.
Weiss ML, Medicetty S, Bledsoe AR, Rachakatla RS, Choi M, Merchav S, Luo
Y, Rao MS, Velagaleti G, Troyer D. 2006. Human umbilical cord matrix
stem cells: preliminary characterization and effect of transplantation in a
rodent model of Parkinson’s disease. Stem Cells. 24: 781-792.
Weiss ML, Anderson C, Medicetty S, Seshareddy KB, Weiss RJ, Vanderwerff I,
Troyer D, Mcintosh KR. 2008. Immune properties of human umbilical cord
wharton’s jelly-derived cells. Stem Cells. 26: 2865-2874.
Wick A, Wick W, Waltenberger J, Weller M, Dichgans J, Schulz JB. 2002.
Neuroprotection by hypoxic preconditioning requires sequential activation
of vascular endothelial growth factor receptor and Akt. J Neurosci. 22:
6401–6407.
Wyllie AH. 1980. Glucocorticoid-induced thymocyte apoptosis is associated with
endogenous endonuclease activation. Nature. 248: 555-556.
Yan M, Sun M, Zhou Y, Wang W, He Z, Tang D, Lu S, Wang X, Li S, Wang W,
Li H. 2013. Conversion of human umbilical cord mesenchymal stem cells in
Wharton’s jelly to dopamine neurons mediated by the Lmx1a and neurturin
in vitro: Potential therapeutic application for Parkinson’s disease in a rhesus
monkey model. Stem Cell Gene Ther Parkins Dis. 8(5): 1-17.
12
Yang CC, Shih YH, Ko MH, Hsu SY, Cheng H, Fu YS. 2008. Transplantation of
human umbilical mesenchymal stem cells from Wharton's jelly after
complete transection of the rat spinal cord. PLoS ONE. 3(10): e3336.
Yue X, Mehment H, Penrice J, Cooper C, Cadyt E, Wyatt JS, Reynolds EOR,
Edwards AD, Squier MV. 1997. Apoptosis and necrosis in the newborn
piglet brain following transient cerebral hypoxia-ischemia. Neuropath Appl
Neuro. 23: 16-25.
Zhang MJ, Sun JJ, Qian L, Liu Z, Zhang Z, Cao W, Li W, Xu Y. 2011. Human
umbilical mesenchymal stem cells enhance the expression of neurothropic
factors and protect ataxic mice. Brain Res. 1402: 122-131.
Zhu C, Qiu L, Wang X, Hallin U, Cande C, Kroemer G, Hagberg H, Blomgren K.
2004. Involvement of apoptosis-inducing factor in neuronal death after
hypoxia-ischemia in the neonatal rat brain. J Neurochem. 86(2): 306-317.
13
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dimensi alat uji rotarod
Gambar 5 Alat uji rotarod
Keterangan:
Diameter (d) : 16 cm
Panjang (p) : 25,5 cm
Tinggi (t) : 11 cm
Jarak antar ruang (j) : 7 cm
Lampiran 2 Tahapan perfusi tikus
Tikus dibius dengan ketamine dan xylazine
↓
Tikus dipastikan sudah terbius
↓
Tikus dibedah hingga terlihat organ jantungnya
↓
Dilakukan sedikit pelukaan pada bagian atrium kanan
↓
Dilakukan infus NaCl 0,9% pada bagian ventrikel kiri
↓
Tunggu hingga seluruh darah tikus keluar dan tergantikan dengan NaCl 0,9%
↓
Setelah seluruh darah keluar, dilakukan infus neutral buffered formaline (NBF)
10% pada bagian atrium kanan
↓
Tunggu hingga seluruh NaCl 0,9% tergantikan dengan NBF 10% yang ditandai
dengan formaline dancing
↓
Dilakukan isolasi otak
p
j
t
d
14
Lampiran 3 Tahapan pembuatan blok parafin organ otak
Otak yang sudah diisolasi
↓
Otak difikasasi dengan larutan neutral buffered formaline 10% minimal 2 hari
↓
Otak yang mengandung cortex layer 5 dipotong (ditrimming) secara melintang
(coronal) ± 3-5 mm
↓
Otak yang sudah dipotong dimasukkan ke dalam larutan alkohol bertingkat, xilol,
dan parafin cair
↓
Alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90% @ 24 jam
↓
Alkohol 95% 12 jam
↓
Alkohol 100% I, alkohol 100% II, alkohol 100% III @ 1 jam
↓
Xilol I, xilol II @ 1 jam
↓
Xilol III 30 menit (suhu ruang) 30 menit (suhu parafin (61°C))
↓
Parafin I, parafin II, parafin III @ 45 menit (suhu parafin)
↓
Dilakukan bloking (embedding) parafin
Lampiran 4 Tahapan penyayatan dan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)
sayatan histologis otak
Blok parafin diletakkan pada alat mikrotom
↓
Dilakukan penyayatan dengan ketebalan irisan 5 µm
↓
Irisan sayatan diletakkan pada kaca preparat
↓
Sayatan histologis otak diletakkan di atas hot plate 45°C selama 1-3 jam
↓
Sayatan histologis otak dimasukkan dalam inkubator 37°C selama 1 hari
↓
Sayatan histologis otak dimasukkan ke dalam xilol, alkohol bertingkat, air keran,
akuades, dan pewarna HE
↓
Xilol III, xilol II, xilol I @ 2 menit
↓
Alkohol 100% III, alkohol 100% II, alkohol 100% I @ 2 menit
↓
Alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 70% @ 2 menit
15
↓
Air keran 10 menit
↓
Akuades 5 menit
↓
Pewarna Hematoksilin 4 menit
↓
Air keran 10 menit (dilakukan kontrol warna)
↓
Akuades 5 menit
↓
Pewarna Eosin 3 menit
↓
Akuades 10 detik (dilakukan kontrol warna)
↓
Alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95% @ 5 kali celup
↓
Alkohol 100% I, alkohol 100% II, alkohol 100% III @ 5 kali celup
↓
Xilol I, xilol II, xilol III @ 5 kali celup
↓
Sayatan histologis diberikan 1 tetes entelan dan ditutup dengan cover glass
16
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Dian Anggraini, lahir di Wonogiri, 9
Desember 1994. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Tarno dan Mulyati. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di
SDN Penjaringan 08 Jakarta dan melanjutkan pendidikan jenjang sekolah
menengah pertama di SMPN 21 Jakarta. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan
pendidikan sekolah menengah atas di SMK Farmasi Candra Naya Jakarta dan
lulus pada tahun 2012, kemudian melanjutkan pendidikan strata S1 melalui jalur
Prestasi Internasional Nasional (PIN) di Departemen Biologi, Insitut Pertanian
Bogor (IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Biologi (Himabio) sebagai sekretaris Divisi Biosains tahun 2013-
2015. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian seperti Lomba Cepat Tepat
Biologi (LCTB) tahun 2013 dan 2014, Penulisan Karya Ilmiah (PKI) pada 2014
dan 2015, Seminar Nasional dan Workshop Biology on Science and Application
(BIONIC) tahun 2014 dan 2015, dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) tahun
2015, serta Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) tahun 2016. Selain aktif
berorganisasi penulis juga berhasil meraih prestasi pada kegiatan Olimpiade Sains
Terapan Nasional (OSTN) dan Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) yaitu Juara 1
Nasional OSTN Bidang Lomba Biologi Terapan tahun 2011 di Univesitas Gadjah
Mada (UGM), Juara 1 Bidang Poster PKM Penelitian Eksakta PIMNAS ke-28
tahun 2015 di Universitas Halu Oleo (UHO) dan lolos sebagai peserta PKM-
Penelitian didanai DIKTI tahun 2016. Di samping itu, penulis juga memiliki
pengalaman dalam presentasi oral pada kegiatan PKM PIMNAS ke-28 tahun 2015
di Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara.
top related