antivirus
Post on 20-Jan-2016
224 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama bertahun-tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit untuk mendapatkan
kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus replikasi virus yang dianggap
sangat mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap usaha untuk menekan
reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang terinfeksi. Bersamaan dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai tahap-tahap
spesifik dalam replikasi virus sebaga target kemoterapi anti virus, semakin jelas bahwa
kemoterapi pada infeksi virus dapat dicapai dan reproduksi virus dapat ditekan dengan efek
yang minimal pada sel hospes.
Siklus replikasi virus secara garis besar dapat dibagi menjadi 10 langkah :adsorpsi virus
ke sel (pengikatan, attachment), penetrasi virus ke sel, uncoating (dekapsidasi), transkripsi
tahap awal, translasi tahap awal, replikasi genom virus, transkripsi tahap akhir, assembly
virus da penglepasan virus. HIV juga mengalami tahapn-tahapan diatas dengan bebrapa
modifikasi yaitu pada transkripsi awal (tahap 4) yang digati dengan reverse transcription ;
translasi awal (tahap 5) diganti dengan integrasi ; dan tahap akhir (assembly dan peglepasan)
terjadi bersamaan sebagai proses “budding” dan diikuti dengan maturasi virus. Semua tahap
ini dapat menjadi target intervensi kemoterapi. Selain daripada tahapan yang spesifik pada
replikasi virus, ada sejumlah enzim hospes dan proses-proses yang melibatkan sel hospes
yang berperan dalam sintesis protein virus. Semua proses ini juga dapat dipertimbangkan
sebagai target kemoterapi antivirus.
Perkembangan obat anti virus baik sebagai profilaksis ataupun terapi belum mencapai
hasil seperti apa yang diinginkan oleh umat manusia. Berbeda dengan antimikroba lainya,
antiviral yang dapat menghambat atau membunuh virus juga akan dapat merusak sel hospes
dimana virus itu berada. Ini karena replikasi virus RNA maupun DNA berlangsung didalam
sel hospes dan membutuhkan enzim dan bahan lain dari hospes. Tantangan bagi penelitian
ialah bagaimana menemukan suatu obat yang dapat menghambat secara spesifik salah satu
proses replikasi virus seperti : peletakan, uncoanting dan replikasi. Analisis biokimiawi dari
proses sintesis virus telah membuka tabir bagi terapi yang efektif untuk beberapa infeksi
seperti : virus hespes, beberapa virus saluran napas dan human immunodeficiency virus
(HIV).
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diambil rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1. Apa itu virus dan apa itu antivirus?
2. Apa saja golongan-golongan obat antivirus?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari masing-masing obat antivirus?
4. Apa efek samping yang ditimbulkan oleh masing-masing obat antivirus?
5. Berapa dosis antivirus yang dibutuhkan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh virus?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Kita dapat mengetahui apa itu virus dan antivirus.
2. Untuk mengetahui apa saja golongan-golongan obat antivirus.
3. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja dari masing-masing obat antivirus.
4. Mengetahui apa saja efek samping yang ditimbulkan oleh masing-masing obat
antivirus.
5. Mengetahui jumlah dosis obat antivirus yang dibutuhkan untuk mengobati penyakit
yang disebabkan oleh virus.
1.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam mencari atau mengumpulkan data ini
menggunakan metode kepustakaan. Dimana metode ini pengumpulan data dengan cara
mengkaji dan menelaah data dari internet.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Virus
Virus ( Sansk, visham = racun ) adalah mikroorganisme hidup yang terkecil ( besarnya
20-300 mikron ), kecuali prion, yaitu virus penyebab penyakit sapi gila BSE dan
p.Creutzfeldt-Jakob yang k.l. 100 kali lebih kecil. Virus hanya dapat dilihat dengan
mikroskop-elektron (dengan pembesaran maksimal 200.000 kali) dan tidak dengan
mikroskop biasa ( dengan pembesaran maksimal 4.000 kali ).
Virus adalah jasad biologis, bukan hewan, bukan tanaman, tanpa struktur sel dan tidak
berdaya untuk hidup dan memperbanyak diri secara mandiri. Virus merupakan parasit yang
hanya dapat hidup di dalam sel-sel yang dimasukinya. Di situ virus memperbanyak diri
dengan jalan mengambil-alih seluruh metabolismenya. Akhirnya, sel-sel tersebut mati.
2.1.1 Penggolongan Virus
Virus yang paling sering mengakibatkan penyakit pada manusia dapat dibagi dalam dua
kelompok besar, yakni virus DNA dan virus RNA.
Virus DNA adalah virus yang materi genetiknya berupa asam nukleat yang berbentuk
rantai ganda berpilin. Di dalam sel inangnya, DNA pada virus akan mengalami replikasi
menjadi beberapa DNA dan juga akan mengalami transkripsi menjadi mRNA. mRNA akan
mengalami translasi untuk menghasilkan protein selubung virus. Masih di dalam sel inang,
DNA dan protein virus mengkonstruksikan diri menjadi virus – virus baru. mRNA juga akan
membentuk enzim penghancur (Lisozim) sehingga sel inang lisis (hancur) dan virus – virus
keluar untuk menginfeksi sel inang lainnya.
Contoh Virus ini : Papiloma, Poliloma, Parvovirus B19, Adenovirus, Herpes simpleks I
(luka di sekeliling mulut), Herpes simpleks II (perlukaan genital), Varicella zoster (cacar air),
Virus Epstein-Barr, Cytomegalovirus, Vaccinia, Roseola, Cacar sapi, Cacar, Bakteriofag,
Hepatitis B virus, Smallpox virus, Transfusion Transmitted Virus, JC virus (progressive
multifocal leukoencephalopathy), Anellovirus, Salterprovirus.
Virus RNA adalah virus yang materi genetiknya berupa asam nukleat yang berbentuk
rantai tunggal atau ganda tidak berpilin. Di dalam sel inangnya, RNA pada virus akan
mengalami transkripsi balik menjadi Hibrid RNA-DNA dan akhirnya membentuk DNA.
Selanjutnya DNA virus akan masuk ke inti sel inangnya, menyisip ke dalam DNA inangnya.
3
DNA virus akan merusak DNA inangnya dan membentuk mRNA. mRNA akan mengalami
translasi untuk menghasilkan protein selubung virus untuk menbentuk virus – virus baru.
Contoh Virus ini : HIV AIDS, Influenza, Virus Hepatitis E, Polio virus, Paramyxovirus
Paramyxovirus, Virus enterik, Virus rubella, Virus demam kuning, Virus ensefalitis, Virus
tumor RNA, DHF (demam berdarah), Rabies, Campak, Rhinovirus (demam dan pilek),
Reovirus (diare), Gondong, Rotavirus, Enterovirus, Hepatovirus, Virus ebola.
2.2 Antivirus
Antivirus adalah sebuah agen yang membunuh virus dengan menekan kemampuan
untuk replikasi, menghambat kemampuan untuk menggandakan dan memperbanyak diri.
Obat antivirus terdapat dalam empat golongan besar tapi obat anti virus yang akan dibahas
dalam dua bagian besar yaitu pembahasan mengenai antinonretrovirus dan antiretrovirus.
Klasifikasi pembahasan obat antivirus adalah sebagai berikut:
1. Antinonretrovirus
- Antivirus untuk herpes
- Antivirus untuk influenza
- Antivirus untuk HBV dan HCV
2. Antiretrovirus
- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)
- Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI)
- Non- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)
- Protease inhibitor (PI)
- Viral entry inhibitor
2.2.1 ANTINONRETROVIRUS
1. Antivirus Untuk Herpes
Obat-obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan antimebolit yang
mengalami bioktivasi melalui enzim kinase sel hospes atau virus untuk membentuk senyawa
yang dapat menghambat DNA polimerase virus.
Obat antivirus untuk herpes, yaitu :
A. Asiklovir
Mekanisme Kerja: Asiklovir memerlukan tiga kali fosforilasi sebelum aktif. Pertama,
difosforilasi menjadi senyawa monofosfat oleh kinase timidin pada sel hospes yang
4
terinfeksi oleh virus. Kemudian enzim seluler menambahkan gugus fosfat untuk
membentuk asiklovir difosfat dan trifosfat. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA
virus dengan cara berkompetisi dengan deoksiguanosin trifosfat DNA polimerase virus.
Jika Asiklovir (dan bukan deoksiguanosin trifosfat) yang masuk ke tahap replikasi DNA
virus maka sintesis berhenti. Asiklovir trifosfat mengikat diri pada cetakan DNA
membentuk kompleks yang tidak mudah lepas, dan memutus pembentukan rantai DNA
virus.
Resistensi : Resistensi terhadap asilovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin
kinase virus atau pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polimerase.
Indikasi : Herpes genital, herpes zoster, keratis herpetik dan herpes labialis.
Dosis : Untuk herpes genital ialah 5 kali sehari 200 mg tablet, sedangkan untuk
herpes zoster ialah 4x 400 mg sehari. Penggunaan topikal untuk keratitis herpetik adalah
dalam bentuk krim ophtalmic 3% dan krim 5% untuk herpes labialis.
Efek Samping : Mual, muntah dan pusing , namun Asiklovir pada umumnya dapat
ditoleransi dengan baik.
B. Gansiklovir
Mekanisme Kerja: Gansiklovir diubah menjadi gansiklovir monofosfat oleh enzim
fospotranferase yang dihasilkan oleh sel yang terinveksi sitomegalovirus. Gansiklovir
monofospat merupakan sitrat fospotranferase yang lebih baik dibandingkan dengan
asiklovir. Waktu paruh eliminasi gangsiklovir trifospat sedikitnya 12 jam, sedangkan
asiklovir hanya 1-2 jam. Perbedaan inilah yang menjelaskan mengapa gansiklovir lebih
superior dibandingkan dengan asiklovir untuk terapi penyakit yang disebabkan oleh
sitomegalovirus.
Resistensi : Sitomegalovirus dapat menjadi resisten terhadap gansiklovir oleh salah
satu dari dua mekanisme : penurunan fosporilasi gansiklovir karena mutasi pada
fospotranverase virus yang dikode oleh gen UL97 atau karena mutasi pada DNA
polymerase virus. varian virus yang sangat resisten pada gansiklovir disebabkan karena
mutasi pada keduanya( Gen UL97 dan DNA polymerase ) dan dapat terjadi resistensi
silang terhadap sidofovir atau foskarnet.
Indikasi : Infeksi CMV, terutama CMV retinitis pada pasien
immunocompromised ( misalnya : AIDS ), baik untuk terapi atau pencegahan.
Dosis : Untuk induksi diberikan IV 10 mg/kg per hari ( 2 X 5 mg/kg, setiap 12
jam) selama 14-21 hari, dilanjutkan dengan pemberian maintenance peroral 3000mg per
5
hari ( 3 X sehari 4 kapsul @ 250 mg ). Inplantsi intraocular ( intravitreal ) 4,5 mg
gansiklovir sebagai terapi local CMV retinitis.
Efek Samping : Mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gansiklovir. Neotropenia
terjadi pada 15-40 % pasien dan trombositopenia terjadi pada 5-20 %.
C. Foskarnet
Mekanisme Kerja: Obat ini membentuk kompleks dengan DNA polimerase virus pada
tempat ikatan pirofosfat, mencegah pecahnya pirofosfat dari nukleosida trifosfat dan
akan menghambat proses pemanjangan primer-template.
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada DNA polimerase virus.
Indikasi : Retinitis CMV pada pasien AIDS, infeksi herpes mukokutan yang
resisten terhadap asiklovir (devisiensi timidin kinase virus) serta infeksi HSV dan VZV
pada pasien imunocompromise.
Dosis : Terapi induksi retinitis CMV diberikan secara intravena 2 x
90mg/kgBB tiap 12 jam atau 3 x 60mg/kgBB setiap 8 jam selama 2-3 minggu. Untuk
terapi maintenance CMV retinitis dan terapi HSV mukokutan yang resisten terhadap
asiklovir atau infeksi VZV diberikan foskarnet dalam dosis 120mg/kg per hari (3 x
40mg/kg, setiap 8 jam).
Efek Samping : Nefrotoksisitas dan hipokalsemia simptomatik.
2. Antivirus Untuk Influenza
A. Amantadin dan Rimantadin
Mekanisme Kerja : Obat-obat antivirus amantadine dan rimantadine akan memblokade
kanal ion virus yaitu protein M2, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH.
Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating. Hal ini
menyebabkan destabilisasi ikatan protein-protein serta proses transpor DNA virus ke
nukleus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH ke kompartemen intraselular,
terutama apratus Golgi. Perubahan kompartemental pada pH ini menstabilkan
hemagglutinin virus influenza A selama transpor intrasel.
Farmakokinetik : Kedua obat mudah diabsorbsi oral. Amantadin tidak dimetabolisme
secara luas. Dikeluarkan melalui urine dan dapat menumpuk sampai batas toksik pada
pasien gagal ginjal. Rimantadin dimetabolisme seluruhnya oleh hati. Metabolit dan obat
asli dikeluarkan oleh ginjal.
Indikasi : Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A (amantadin
juga diindikasikan untuk terapi penyakit parkinson).
6
Dosis : Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2 x 100 mg
kapsul ). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari ( 2 x sehari 150 mg tablet ).
Efek Samping : Efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi,
insomnia, dan kehilangan nafsu makan.
B. Inhibitor Neuraminidase (Oseltamivir, Zanamivir)
Mekanisme Kerja : Asam N-asetil neuraminat merupakan komponen mukoprotein pada
sekresi respirasi virus berikatan pada mukus, namun yang menyebabkan penetrasi virus
kepermukaan sel adalah aktifitas enzim neuraminidase. Hambatan terhadap
neuraminidase mencegah terjadinya infeksi. Neuraminidase juga untuk penglepasan
virus yang optimal dari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan
intensitas infeksi. Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya
influenza dan menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang.
Indikasi : Terapi dan pencegahan infeksi virus influensa A dan B
Dosis : Zamanivir diberikan perinhalasi dengan dosis 20 mg/hari (2x5mg,
setiap 12 jam) selama 5 hari. Oseltamivir diberikan peroral dengan dosis 150 mg perhari
(2x75 mg kapsul, setiap 12 jam) selam 15 hari. Terapi dengan zanamivir /oseltamivir
dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48 jam, setelah onset gejala.
Efek Samping : Terapi zamanivir dapat ditoleransi dengan baik, gejala saluran nafas
dan gejala saluran cerna., dapat menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan
fungsi paru reversibel pada beberapa pasien. Terapi oseltamivir : mual, muntah, nyeri
abdomen , sakit kepala.
C. Ribavirin
Mekanisme Kerja : Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak
lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel , ribavirin trifosfat mengganggu tahap
awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi mRNA serta menghambat
sintesis ribonukleoprotein.
Indikasi : Terapi infeksi RSV pada bayi dengan risiko tingi. Ribavirin
digunakan dalam kombinasi dengan interferon-α/ pegylated interferon – α untuk terapi
infeksi hepatitis C.
Dosis : Peroral dalam dosis 800-1200 mg/hari untuk terapi infeksi HCV;
atau dalam bentuk aerosol (larutan 20 mg/mL).
Efek Samping : Ribavirin aerosol dapat menyebabkan iritasi konjungtiva yang ringan,
ruam yang bersifat sementara. penggunaan oral / suntikan ribavirin termasuk anemia
tergantung dosis pada penderita demam Lassa, Aerosol dapat lebih aman meskipun
7
fungsi pernapasan pada bayi dapat memburuk cepat setelah permulaan. pengobatan
aerosol dan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek teratogenik,
ribavirin dikontraindikasikan pada kehamilan.
3. Antivirus untuk HBV dan HCV
A. Lamivudin
Mekanisme Kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin
dimetabolisme di hepatosit menjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin bekerja
dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat polymerase
virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadap HBV wild-type saja, namun juga terhadap
varian precorel core promoter dan dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik
pada pasien yang terinfeksi kronik
Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants)
Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang
bila perlu ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkanadalah 1 tahun
pada pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada pasien yang HBe(+).
Efek Samping : Obat ini umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Mual, muntah,
sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST dapat terjadi pada 30-40% pasien.
B. Interveron
Mekanisme Kerja : Virus dapat dihambat oleh interferon pada beberapa tahap, dan
tahapan hambatannya berbeda pada tiap virus. Namun, bebrapa virus dapat juga
melawan efek interveron dengan cara menghambat kerja protein tertentu yang diinduksi
oleh interferon. Salah satunya adalah resistensi hepatitis C virus terhadap interferon yang
disebabkan oleh hambatan aktifitas protein kinase oleh HCV.
Indikasi : Infeksi kronik HBV, infeksi kronik HCV
Dosis : Infeksi HBV. Pada dewasa : 5 MU/hari atau 10MU/hari; pada anak-
anak : 6 MU/m2 tiga kali per minggu selama 4-6 bulan. Infeksi HCV : Interferon- α 2b
monoterapi (3MU subkutan 3 kali seminggu).
Efek Samping : Demam, alergi, depresi sum-sum tulang, gangguan kardiovaskular
seperti gagal jantung kongestif dan reaksi hipersensitif akut.
8
2.2.2 ANTIRETROVIRUS
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Reverse transkripstase (RT ) mengubah RNA virus menjadi DNA proviral sebelum bergabung
dengan kromosom hospes. Karena antivirus golongan ini bekerja pada tahap awal replikasi HIV, obat-
obat golongan ini menghambat terjadinya infeksi akut sel yang rentan, tapi hanya sedikit berefek pada
sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja, semua obat golongan NRTI harus mengalami
fosforilasi oleh enzim sel hospes di sitoplasma. Karena NRTI tidak memiliki gugus 3’-hidroksil,
inkorporasi NRTI ke DNA akan menghentikan perpanjangan rantai.
A. Zidovudin
Mekanisme Kerja : Target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase (RT) HIV. Zidovudin
bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase virus, setelah gugus asidotimidin
(AZT) pada zidovudin mengalami fosforilasi. Gugus AZT 5’- mono fosfat akan bergabung pada
ujung 3’ rantai DNA virus dan menghambat reaksi reverse transcriptase.
Indikasi : Infeksi HIV (tipe 1 dan 2)
Dosis : Per oral 600mg / hari.
Efek Samping : Anemia, neotropenia, sakit kepala, mual.
B. Didanosin
Mekanisme Kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan
rantai DNA virus.
Indikasi : Infeksi HIV (tipe 1 dan 2)
Dosis : Peroral 400 mg / hari dalam dosis tunggal atau terbagi.
Efek Samping : Diare, pankreatitis, neuropati perifer.
2. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI)
Tidak seperti NRTI yang harus melalui 3 tahap fosforilase intraselular untuk menjadi
bentuk aktif, NtRTI hanya membutuhkan 2 tahap fosforilasi saja. Diharapkan dengan
berkurangnya satu tahap fosforilasi, obat dapat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi
bentuk aktif lebih sempurna.
A. Tenofovir
Mekanisme Kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan
rantai DNA virus.
Indikasi : Infeksi HIV (tipe 1 dan 2)
Dosis : Peroral sekali sehari 300mg.
Efek Samping : Mual, muntah, flatulens, diare.
9
3. Non- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)
Non- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) merupakan kelas obat yang
menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase dengan cara berikatan ditempat yang dekat dengan
tempat aktif enzim dan menginduksi perubahan konformasi pada situs aktif ini. Tidak seperti NRTI
dan NtRTI, NNRTI tidak mengalami fosforilasi untuk menjadi bentuk aktif.
A. Nevirapin
Mekanisme Kerja : Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non subtract HIV-1 RT.
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT.
Indikasi : Infeksi HIV-1
Dosis : Per oral 200mg /hari selama 14 hari pertama ( satu tablet 200 mg per
hari ), kemudian 400 mg / hari ( 2 x 200 mg tablet ).
Efek Samping : Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan
enzim hati.
B. Efavirenz
Mekanisme Kerja : Sama dengan nevirapin.
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT.
Indikasi : Infeksi HIV-1
Dosis : Peroral 600mg/hari (1Xsehari tablet 600mg), sebaiknya sebelum
tidur untuk mengurangi efek samping SSP nya.
Efek Samping : Sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit berkonsentrasi dan ruam.
4. Protease Inhibitor (PI)
Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs aktif HIV –
protease. HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan penglepasan poliprotein
virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan polipeptida prekusor virus oleh enzim
protease sehingga dapat menghambat maturasi virus, maka sel akan menghasilkan partikel
virus yang imatur dan tidak virulen.
A. Sakuinavir
Mekanisme Kerja : Sakuinavir bekerja pada tahap transisi, merupakan HIV protease
peptidomimetic inhibitor.
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada enzim protease.
Indikasi : Infeksi HIV (tipe 1 dan 2)
10
Dosis : Per oral 3600 mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari )
atau 1800 mg / hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan makanan
atau sampai dengan 2 jam setelah makan lengkap.
Efek Samping : Diare, mual, nyeri abdomen.
B. Ritonavir
Mekanisme Kerja : Sama dengan sakuinavir.
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi awal pada protease kodon 82.
Indikasi : Infeksi HIV (tipe 1 dan 2)
Dosis : Per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan
makanan).
Efek Samping : Mual, muntah, diare.
5. Viral Entry Inhibitor
Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat fusi virus ke sel. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat masukkan HIV ke sel melalui reseptor CXCR4.
A. Enfuvirtid
Mekanisme Kerja : Enfuvirtid menghambat masuknya HIV-1 ke dalam sel dengan cara
menghambat fusi virus ke membran sel. Enfuvirtid berikatan dengan bagian HR-1 ( first
heptad-reat)pada sub unit gp41 envelope glikoprotein virus serta menghambat terjadinya
perubahan konformasi yang dibutuhkan untuk fusi virus ke membran sel.
Resistensi : Perubahan genotif pada gp41 asam amino 36-45 menyebabkan
resistensi terhadap enfuvirtid, tidak ada resistensi silang dengan anti HIV golongan lain.
Indikasi : Terapi infeksi HIV-1
Dosis : Enfurtid 90 mg (1ml) 2 kali sehari diinjeksikan subkutan di lengan
atas, bagian paha anterior atau di abdomen.
Efek Samping : Adanya reaksi lokal seperti nyeri, eritema, proritus, iritasi dan nodul
atau kista.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat-obat antivirus digunakan untuk membasmi, mencegah atau menghambat
penyebaran infeksi virus.
Virus bereplikasi melalui beberapa tahap mulai dari absorbsi virus ke sel sampai
rilis atau pelepasan virus.
Virus terbagi 2, yaitu : virus DNA dan virus RNA.
Obat antivirus terbagia atas 2 bagian besar yaitu anti-nonretrovirus dan
antiretrovirus. Anti-nonretrovirus terbagi 3 yaitu antivirus untuk herpes, influenza
dan HBV dan HCV. Antiretrovirus terbagi 5 yaitu NRTI, NtRTI, NNRTI, PI dan
Viral Entry Inhibitor.
3.2 Saran
Bagi pembaca semoga makalah ini berguna untuk mempelajari dan mendalami materi
antivirus.
12
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Farmakologi Untuk Sekolah Menengah Farmasi. Jakarta : Bakti Husada.
Drs. Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana Rahrdja. 2007. Obat-obat Penting Edisi keenam.
Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Gunawan, Suilistia Gan Dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI.
Prof. Dr. Elin Yulinah Sukandar, Apt. Dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI
Penerbitan.
http://valerickoctariann.wordpress.com/2012/10/22/mekanisme-kerja-tamiflu-obat-antivirus-
influenza-how-does-tamiflu-oseltamivir-work/
13
top related