antidiare jadi
Post on 04-Jul-2015
857 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERCOBAAN V
PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE
I. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mengetahui sejauh mana
aktivitas obat anti diare dapat menghambat diare yang disebabkan oleh oleum ricini
pada hewan percobaan dan metode transit intestinal.
II. PRINSIP
Obat yang berkhasiat anti diare dapat melindungi hewan percobaan mencit
terhadap diare yang diinduksi dengan oleum ricini.
III. TEORI
Diare adalah peristiwa buang-buang air seringkali sehari dengan banyak cairan
dan merupakan gejala-gejala tertentu dari penyakit atau gangguan-gangguan lainnya.
Penyebab diare sebagian besar adalah bakteri dan parasit disamping sebab lain seperti
racun, alergi,dan dispepsi (Djamhuri, 1992).
Didalam lambung makanan dicerna menjadi bubur kemudian diteruskan ke dalam
usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi resorpsi sisa
bubur tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan sukar dicernakan,
dilanjutkan ke usus besar. Bakteri-bakteri yang biasanya selalu ada disini
mencernakan lagi sisa-sisa tersebut. Sehingga besar daripada sisa-sisa tersebut dapat
diserap lagi selama perjalanan melalui usus besar. (Tan & Rahardja, 1991).
Dalam keadaan normal defekasi ditimbulkan oleh pergerakan feses ke dalam
rektum ke medula spinalis dan kemudian kembali ke kolom desenden, signoid,
rektum, dan anus untuk menguatkan refleks defekasi intrinsik pleksus mienterikus.
Diare adalah defekasi yang sering dalam sehari dengan feses yang lembek atau cair,
terjadi karena chymus yang melewati usus kecil dengan cepat, kemudian feses
melewati usus besar dengan cepat pula sehingga tidak cukup waktu untuk absorpsi,
hal ini menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. Gejala diare
biasanya disertai dengan gejala tambahan seperti mual, muntah, rasa tidak enak di
perut, mules, haus, demam dan lemas karena dehidrasi (Adnyana, 2008).
Diare ditandai dengan seringnya pengeluaran tinja cair dan tak terbentuk sering
disertai kejang atau nyeri perut. Diare akut biasanya dapat berhenti dengan sendirinya
dan berlangsung tidak lebih dari 1 sampai 3 hari. Diare ini dapat disebabkan infeksi
virus atau bakteri atau makanan rusak yang mengandung Salmonella atau bakteri lain.
Sering kali diare terjadi ketika pasien sedang diobati dengan antibiotika, yang juga
akan membunuh bakteri usus normal yang bermanfaat disamping membunuh infeksi
itu sendiri. Pada diare yang dialami orang yang sedang dalam perjalanan,
kesetimbangan bakteri usus normal akan diubah oleh makanan dan minuman yang
mengandung mikroorganisme asing (Harkness, 1984).
Diare osmotik terjadi bila cairan usus tertahan karena zat-zat dalam usus tersebut
kurang terabsorpsi. Hal ini disebabkan oleh malabsorpsi, intoleransi laktosa, ion-ion
divalent, misalnya antasida atau karbohidrat yang sukar diabsorpsi. Diare osmotik
terjadi karena adanya kumulasi bahan yang sukar dan yang tidak dapat diserap usus
yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik dalam lumen usus sehingga
absorpsi air menjadi berkurang bahkan cenderung menarik air dari plasma ke usus
yang diikuti pula oleh natrium dan klorida. Diare ini biasanya akan sembuh apabila
pasien tersebut berpuasa (Koiman, 1989).
Diare sekretori disebabkan oleh pembentukan sekresi gastrointestinal bertambah
yang dipengaruhi oleh peningkan sekresi air dan elektrolit dari mukosa usus yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik dan tekanan jaringan atau akibat
rangsangan tertentu, misalnya kolera toksin dari E.coli yang dapat menyebabkan
sekresi sekret gastrointestinal berlebih tersebut adalah lemak makanan yang tidak
terabsorpsi, toksin bakteri, dan garam empedu berlebih. Puasa tidak dapat
menghentikan diare ini (Koiman, 1989).
Diare akut umunya berkaitan dengan bakteri, virus atau infeksi oleh parasit. Diare
kronis umumnya berkaitan gangguan fungsi misalnya terjadi iritasi atau
pembengkakan di usus besar. Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara
lain:
• infeksi bakteri
Beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan atau
minuman, contohnya Campylobacter, Salmonella, Shigella, and
Escherichia coli (E. coli).
• infeksi virus
Beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, Norwalk virus,
cytomegalovirus, herpes simplex virus, and virus hepatitis.
• intoleransi makanan
Beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan seperti
pemanis buatan dan laktosa.
• parasit
Parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman dan
menetap di dalam sistem pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare
misalnya Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, dan Cryptosporidium.
• reaksi atau efek samping pengobatan
Antibiotik, penurun tekanan darah, obat kanker dan antasida mengandung
magnesium yang mampu memicu diare.
• gangguan intestinal
• kelainan fungsi usus besar
(National Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2007).
Pada anak anak dan orang tua diatas 65 tahun diare sangat berbahaya. Bila
penanganan terlambat dan mereka jatuh ke dalam dehidrasi berat maka bisa berakibat
fatal. Dehidrasi adalah suatu keadaan kekurangan cairan, kekurangan kalium
(hipokalemia) dan adakalanya asidosis (darah menjadi asam), yang tidak jarang
berakhir dengan shock dan kematian. Keadaan ini sangat berbahaya terutama bagi
bayi dan anak-anak kecil, karena mereka memiliki cadangan cairan intrasel yang
lebih sedikit sedangkan cairan ekstraselnya lebih mudah lepas daripada orang dewasa
(Adnyana, 2008).
Pengobatan Diare
1. Rehidrasi Oral
Rehidrasi oral penting sekali pada tindakan awal guna mencegah atau mengatasi
keadaan dehidrasi dan kekurangan garam, terutama pada anak-anak kecil. Untuk
tujuan ini, WHO telah menganjurkan Oralit, yaitu suatu larutan dari NaCl 3,5 g; KCl
1,5 g; Na-bikarbonat 2,5 g dan glukosa 20 g dalam 1 liter air masak. Dalam keadaan
darurat ternyata juga efektif larutan garam dapur (NaCl) 2 g, dengan gula putih 20 g
dalam 1 liter air masak, atau campuran air teh dengan susu sapi (1:1). Pada anak-
anak, larutan-larutan tersebut sebaiknya diberikan sesendok demi sesendok teh, guna
mencegah mual dan muntah-muntah dengan jumlah lebih kurang 20 mL/kg bobot
badan sejamnya selama 3 jam pertama, kemudian separuhnya sejam hingga total 200
mL/kg sehari. Air susu ibu biasanya tidak memperburuk diare dan dapat diberikan
bersama larutan Oralit. Rehidrasi sempurna baru dicapai bila pasien mulai berkemih
normal lagi.
Jika pasien sudah terlalu banyak kehilangan air dan elektrolit yang terlihat dari
penurunan bobot lebih dari 8-10%, maka Oralit harus diberikan secara parenteral
(infus) (Tan & Rahardja, 1991).
2. Tindakan-tindakan Umum
Guna menghindari terbukanya luka-luka usus dan perdarahan, maka sebaiknya
pasien diare harus beristirahat lengkap (bedrest). Perlu juga dilakukan diet berupa
bahan makanan yang tidak merangsang dan mudah dicernakan. Suatu diet baik adalah
sebagai berikut: pada hari pertama bubur encer dengan 3 tetes kecap dengan minuman
air teh agak pekat, pada hari ke-2 sampai hari ke-5 nasi tim dengan kaldu ayam, sayur
yang dihaluskan, garam dan 3 tetes kecap. Menurut laporan, diet ini dapat
mempercepat sembuhnya diare (Tan & Rahardja, 1991).
3. Obat-obat
Diare viral dan akibat enterotoksin pada dasarnya akan sembuh dengan
sendirinya sesudah lebih kurang 5 hari, setelah sel-sel epitel mukosa yang rusak
diganti oleh sel-sel baru. Maka pada dasarnya tidak perlu pemberian obat, hanya
apabila terjadi diare hebat dapat digunakan obat untuk menguranginya seperti asam
samak, alumunium hidroksida, dan karbo adsorbens (arang halus). Zat-zat yang
menekan peristaltik sebenarnya tidak baik, karena pada waktu diare pergerakan usus
ternyata sudah banyak berkurang, dan virus dan toksin perlu dikeluarkan secepat
mungkin dari usus. Dari zat-zat ini mungkin loperamid adalah pengecualian, daya
kerjanya dapat menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa.
Antibiotika pada jenis-jenis diare ini tidak berguna, karena tidak mempercepat
sembuhnya penyakit (Tan & Rahardja, 1991).
Hanya pada infeksi dengan bakteri-bakteri invasif perlu diberikan suatu
kemoterapeutik yang sebaiknya bersifat mempenetrasi baik ke dalam jaringan, seperti
amoksisilin dan tetrasiklin, sulfa-usus, kliokinol dan furazolidon. Obat-obat ini
seharusnya tidak diberikan lebih dari 7-10 hari, kecuali jika setelah sembuh
mencretnya si pasien masih tetap mengeluarkan bakteri dalam tinja. Pembawa basil
semikian perlu diobati terus hingga tinjanya bebas kuman pada dua penelitian
berturut-turut, terlebih jika ia bekerja di rumah makan, industri bahan makanan atau
sebagai tukang daging (Tan & Rahardja, 1991).
Penggolongan obat antidiare:
A. Kemoterapeutika
Walaupun pada umumnya obat antibiotik tidak digunakan pada diare, ada
beberapa pengecualian dimana obat antimikroba diperlukan pada diare yag
disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri dan protozoa. Pemberian antimikroba dapat
mengurangi parah dan lamanya diare dan mungkin mempercepat pengeluaran toksin.
Kemoterapi digunakan untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare
dengan antibiotika (tetrasiklin, kloramfenikol, amoksisilin, sulfonamida, furazolidin,
dan kuinolon) (Schanack et. al., 1980).
B. Zat penekan peristaltik usus
Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Contoh: candu dan alkaloidnya,
derivat petidin (definoksilat dan loperamin), dan antikolinergik (atropin dan ekstrak
beladona).
C. Adsorbensia
Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini adalah
mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta melapisi
permukaan mukosa usus sehingga toksin dan mikroorganisme tidak dapat merusak
serta menembus mukosa usus. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah
karbon, mucilago, kaolin, pektin, garam-garam bismut, dan garam-garam alumunium
(Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan antara
adsorben dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben mengikat bakteri dan toksin
sehingga dapat dibawa melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben yang
digunakan dalam sediaan diare antara lain attapulgit aktif, karbon aktif, garam
bismuth, kaolin dan pektin (Harkness, 1984).
Loperamida
Pemerian: serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada suhu lebih kurang 225oC
disertai peruraian.
Kelarutan: sukar larut dalam air dan asam encer, mudah larut dalam metanol dan
kloroform.
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)
Obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot
sirkuler dan longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga
diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor
tersebut. Obat ini sama efektifnya dengan difenoksilat untuk pengobatan diare kronik.
Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen, sedangkan toleransi
terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi. Pada sukarelawan yang mendapatkan
dosis besar loperamid, kadar puncak pada plasma dicapai dalam waktu empat
jamsesudah makan obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan
motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Waktu
paruhnya adalah 7-14 jam. Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian
oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik; sifat-sifat ini menunjang selektifitas
kerja loperamid. Sebagian besar obat diekskresikan bersama tinja. Kemungkinan
disalahgunakannya obat ini lebih kecil dari difenoksilat karena tidak menimbulkan
euphoria seperti morfin dan kelarutannya rendah
(Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
IV. ALAT DAN BAHAN
ALAT : - Alat bedah
- Alas/Meja bedah
- Sonde oral mencit
- Penggaris (pengukur jarak)
BAHAN : - Loperamid HCl (0,24 dan 0,48 mg/mL)
- Tinta Cina
- Suspensi PGA 2% (diwarnai hitam dengan tinta cina/norit 0,1/10 gram
sebagai marker)
V. PROSEDUR
1. Bobot mencit ditimbang, dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu
kelompok kontrol diberi PGA 2%, kelompok uji Loperamid dosis I dan dosis II.
Diberikan per oral.
2. Pada t=45 menit, semua hewan diberikan tinta cina 0,1 mL/10 g mencit, secara oral.
3. Pada t=65 menit, semua hewan dikorbankan dengan dislokasi tulang leher.
4. Usus dikeluarkan secara hati-hati sampai teregang.
5. Usus yang sudah teregang diukur:
a) Panjang usus yang dilalui norit mulai dari pilorus sampai ujung akhir
(berwarna hitam).
b) Panjang seluruh usus dari pilorus sampai rektum.
6. Hitung rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya
7. Hasil-hasil pengamatan disajikan dalam tabel dan buatkan grafiknya.
8. Evaluasi hasil pengamatan pada ketiga kelompok hewan untuk waktu muncul diare,
jangka waktu berlangsung diare, bobot feses dievaluasi masing-masing secara
statistik dengan metode ANAVA dan Student’s t test.
VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Data pengamatan mencit kelompok 4
Mencit Berat (g) Dosis (mL)Tinta Cina
(mL)
1 25.6 0.64 0.256
2 22 0.55 0.22
3 22.8 0.57 0.228
Perhitungan
• Dosis
• Tinta Cina
KELOMPOK MENCIT PANJANG
USUS (cm)
PANJANG
MARKER
(cm)
RASIO RATA-
RATA
Kontrol (-) 1 61.2 25.3 0.5866
0.7822 66.5 12 0.81955
3 59 3.5 0.941
4 64 0 0.00
LoperamidDosis
1
1 58 2.03 0.65
0.6922 49 17.5 0.64286
3 57.2 0 0.00
4 68.5 14 0.796
LoperamidDosis
2
1 - - -
0.8502 58.5 11 0.81196
3 77.3 7.5 0.90397
4 79.5 13 0.836
ANALISIS
Hipotesis :
Ho : π1 = 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang sama terhadap mencit.
H1 : π1 ≠ 0, artinya tidak seluruh perlakuan memberikan efek yang sama terhadap
mencit.
Tabel ANAVA
SV DK JK KT FHIT FTAB
Rata-rata 1 0.051 0.051
0.105 3.89Perlakuan 2 0.017 0.008
KekeliruanEksperimen 9 0.728 0.081
Jumlah 12 0.796
Perhitungan
DK :
Rata – rata = 1
Perlakuan = p-1 = 3-1 = 2
Kekeliruan eksperimen = Dktotal-Dkperlakuan–Dkrata-rata= 12-2-1=9
Total = 12
Jumlah Kuadrat :
JKR
JKP
JKE
Kuadrat Tengah :
KTR
KTP
KTE
F-hit
Kesimpulan
Ftabel :
Karena Fhitung < Ftabel maka H0 diterima
artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang sama terhadap mencit
GRAFIK
GRAFIK RASIO TERHADAP JENIS UJI
00,10,20,30,40,50,60,70,80,9
1
KontrolNegatif
LoperamidDosis 1
Loperamiddosis 2
mencit kelompok 1mencit kelompok 2mencit kelompok 3mencit kelompok 4
Perhitungan
VII. PEMBAHASAN
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan
merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu.
Diare disebabkan oleh adanya rangsangan pada saraf otonom di dinding usus
sehingga dapat menimbulkan reflek yang mempercepat peristaltik sehingga timbul diare.
Diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh melebihi frekuensi normal,
serta konsistensi feses yang encer. Penyebab diare pun bermacam-macam. Pada dasarnya
diare merupakan mekanisme alamiah tubuh untuk mengeluarkan zat-zat racun yang tidak
dikehendaki dari dalam usus. Bila usus sudah bersih maka diare akan berhenti dengan
sendirinya.
Diare pada dasarnya tidak perlu pemberian obat, hanya apabila terjadi diare hebat
dapat digunakan obat untuk menguranginya. Obat antidiare yang banyak digunakan
diantaranya adalah Loperamid yang daya kerjanya dapat menormalisasi keseimbangan
resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam
keadaan hipersekresi pada keadaan resorpsi normal kembali. Loperamid merupakan
derivat difenoksilat (dan haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan khasiat obstipasi yang
2-3 kali lebih kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak mengakibatkan ketergantungan.
Tujuan percobaan pada praktikum kali ini adalah mengetahui sejauh mana
aktivitas obat antidiare yaitu loperamid HCl dapat menghambat diare dengan metode
transit intestinal.
Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit. Selain
karena anatomi fisiologinya sama dengan anatomi fisiologi manusia,juga karena mencit
mudah ditangani, ukuran tubuhnya kecil sehingga waktu penelitian dapat berlangsung
lebih cepat. Sebelum digunakan untuk percobaan, mencit dipuasakan selama 18 jam
sebelum percobaan tetapi minum tetap diberikan. Hal tersebut dikarenaka makanan
dalam usus akan berpengaruh terhadap kecepatan peristaltik.
Tiap kelompok diberi 3 ekor mencit. Prosedur pertama yang dilakukan adalah
menimbang masing-masing mencit untuk menentukan banyaknya dosis sediaan uji yang
akan diberikan pada tiap mencit. Mencit pertama memiliki bobot 25,6 gram dan setelah
dikonversi dengan 0,5 mL/20 gram maka banyaknya dosis untuk mencit pertama adalah
0,64 mL. Sedangkan untuk mencit kedua bobotnya adalah 22 gram maka dosisnya 0,55
mL dan untuk mencit ketiga dengan bobot 22,8 gram dosisnya adalah 0,57 mL.
Mencit pertama merupakan mencit kontrol negatif karena akan diberikan PGA
2% , mencit kedua akan diberikan loperamid HCl 0,24 mg/mL, dan mencit ketiga akan
diberikan loperamid HCl 0,48 mg/mL. Pemberian ketiga zat tersebut dilakukan secara
peroral karena yang akan diamati adalah kecepatan peristaltik usus, kemudian mencit-
mencit tersebut didiamkan selama 45 menit agar obat-obat tersebut dapat terabsorpsi
secara sempurna di dalam tubuh mencit, sehingga didapat efek yang diharapkan.
Setelah itu, tiap-tiap mencit diberikan tinta cina 0,1mL/gram secara peroral. Tinta
cina ini berguna sebagai indikator untuk megetahui kecepatan motilitas usus. Karena obat
antidiare yang digunakan adalah loperamid HCl. Loperamid HCl merupakan obat
antidiare golongan opioid yang mekanisme kerjanya adalah menekan kecepatan gerak
peristaltik. Secara in vitro pada binatang Loperamide menghambat motilitas atau
perilstaltik usus dengan mempengaruhi langsung otot sirkular dan longitudinal dinding
usus serta mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar. Pada manusia,
Loperamide memperpanjang waktu transit isi saluran cerna. Loperamide menurunkan
volum feses, meningkatkan viskositas dan kepadatan feses dan menghentikan kehilangan
cairan dan elektrolit.
Sehingga pemberian loperamid HCl berdasarkan literatur seharusnya dapat
menurunkan kecepatan peristaltik usus. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari rasio
panjang usus yang dilalui oleh tinta cina terhadap panjang usus keseluruhan. Setelah 20
menit pemberian tinta cina masing-masing mencit didislokasi dan dibedah untuk melihat
kecepatan peristaltik antara mencit kontrol dan mencit yang telah diberikan loperamid
HCl dengan dosis yang berbeda. Karena panjang usus yang dilewati tinta cina dapat
dijadikan sebagai indikator kecepatan peristaltik usus.
Berdasarkan data pengamatan pada hewan percobaan kelompok kami, diperoleh
panjang usus yang dilewati tinta cina dibandingkan dengan panjang usus keseluruhan
pada mencit pertama yang merupakan kontrol adalah 0, pada mencit kedua (loperamid
HCl 0,24 mg/mL) adalah 0,796 dan pada mencit ketiga (loperamid HCl 0,48 mg/mL)
adalah 0,836.
Berdasarkan literatur, seharusnya nilai rasio kontrol lebih besar dibandingkan
dengan nilai rasio mencit 2 dan nilai rasio mencit 2 lebih besar dibandingkan nilai rasio
mencit 3. Hal tersebut disebabkan pada mencit kontrol seharusnya gerakan peristaltik
usus mencit tidak dihambat oleh pemberian obat loperamid HCl sehingga panjang usus
yang dilalui tinta cina pun tidak terhambat. Berbeda dengan mencit 2 yang diberikan
loperamid HCl 0,24 mg/mL, pemberian loperamid HCl menghambat gerakan peristaltik
usus sehingga akan mengurangi kecepatan peristaltik usus dan nilai rasio panjang usus
yang dilewati oleh tinta cina pun lebih kecil. Dan pemberian dosis loperamid HCl yang
lebih besar yaitu 0,48 mg/mL pada mencit 3 seharusnya juga lebih menghambat
pergerakan peristaltik usus pada mencit dan itu menunjukkan rasionya pun lebih kecil
dibandingkan mencit 2.
Akan tetapi, berdasarkan percobaan yang telah dilakukan rasio dari mencit
pertama sampai mencit ketiga adalah berbanding terbalik, yaitu semakin besar.
Sedangkan berdasarkan literatur harusnya rasio dari mencit pertama ke mencit ketiga
adalah semakin kecil.
Ketidaksesuaian antara literatur dengan eksperimen dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya faktor dari hewan percobaan dan atau kurang telitinya
praktikan dalam melakukan praktikum. Dintaranya adalah ketidakseragaman waktu
selama 20 menit dari waktu pemberian tinta cina dengan waktu pembedahan. Kelebihan
waktu dapat memungkinkan tinta cina masih dapat melewati usus sehingga perbandingan
rasio pun dapat terganggu.
VIII.KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Loperamid HCl merupakan obat yang memiliki aktivitas antidiare dengan cara
menekan gerakan peristaltik usus.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, Ketut. 2008. Sekilas Tentang Diare. Tersedia di http://www.blogdokter.net
[diakses tanggal 8 April 2011]
Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima.Jakarta:
Penerbit UI.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Djamhuri, Agus. 1992. Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Perawatan.
Jakarta: Hipokrates.
Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung: Penerbit ITB.
Koiman, I. 1989. Pertemuan Ilmiah Penelitian Diare. Jakarta: Penerbit Badan Pengembangan
Kesehatan RI.
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007. Diarrhea. Tersedia di
http://www.digestive.niddk.nih.gov [diakses tanggal 8 April 2011]
Schanack, W., et al. 1980. Senyawa Obat. Edisi Kedua. Yogyakarta: Penerbit UGM.
Tan, H. T. & K. Rahardja. 1991. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. Edisi Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
top related