analisis pertunjukan toping-toping oleh tiga … · tambak), dan tanah jawa (sinaga). 6setelah...
Post on 25-May-2018
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS PERTUNJUKAN TOPING-TOPING OLEH TIGA
KELOMPOK TOPING-TOPING PADA PESTA RONDANG BITTANG KE
XVIII DI SARIBU DOLOK KECAMATAN SILIMA KUTA KABUPATEN
SIMALUNGUN
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA: TETI ELENA SIBURIAN
NIM: 090707008
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2013
Universitas Sumatera Utara
DISETUJUI OLEH: FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D NIP. 196512211991031001
Medan,18 Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
PENGESAHAN Diterima oleh:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang
Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Medan.
Medan Hari : Tanggal : FAKULTAS ILMU BUDAYA USU DEKAN, Dr. Syahron Lubis, M.Si.,Ph.D. NIP. 195110131976031001 PANITIA UJIAN No. Nama Tanda Tangan 1. ( ) 2. ( ) 3. ( ) 4. ( ) 5. ( )
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAKSI
Tari toping-toping merupakan suatu seni pertunjukan Simalungun yang
menggunakan media topeng wajah manusia dan burung enggang yang diiringi
oleh alat musik tradisional Simalungun yaitu ansambel gonrang sidua-dua.
Secara fungsional, penyajian tari ini dibagi menjadi dua konseptual yaitu tari
toping-toping yang disajikan dalam upacara dan non-upacara. Sehingga skripsi
ini secara umum membahas tentang tari toping-toping Simalungun dan secara
khusus penulis membahasnya dari segi aspek pertunjukan yang disajikan dalam
konsep non-upacara yaitu pertunjukan seni yang ditampilkan dalam pesta rondang
bittang.
Hal-hal yang menjadi bahan kajian dalam skripsi ini adalah aspek
pertunjukan tari toping-toping, aspek gerak tari, dan aspek musikal yang
mengiringi tari toping-toping tersebut. Pertunjukan tari toping-toping maksudnya
adalah pertunjukan yang disajikan oleh beberapa kelompok (tiga kelompok sesuai
judul skripsi) penari toping-toping dalam pesta rondang bittang di Saribudolok.
Aspek gerak tari maksudnya gerak tari yang disajikan oleh penari toping-toping
dengan melihat setiap motif gerakan yang sesuai dengan kekhasan tari
Simalungun. Sedangkan dalam aspek musikal penulis melihat bagaimana musik
yang digunakan dalam mengiringi tari tersebut.
Universitas Sumatera Utara
ii
Adapun bahan kajian dalam skripsi ini dikerjakan berdasarkan teori dan
metode dalam etnomusikologi. Kemudian hasil data tersebut menghasilkan
kesimpulan yang menjadi penyelesaian masalah dalam skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus
Kristus yang telah memberikan kekuatan, kemampuan, dan berkat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul ANALISIS PERTUNJUKAN TARI TOPING-
TOPING OLEH TIGA KELOMPOK TOPING-TOPING PADA PESTA
RONDANG BITTANG XXVIII DI SARIBU DOLOK KECAMATAN
SILIMA KUTA KABUPATEN SIMALUNGUN, yang diajukan sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (Ssn) pada Departemen
Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis secara khusus
mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yaitu ayahanda S. Siburian
dan ibunda G. Simamora, yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat
yang tidak ada habisnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Syahron
Lubis,M.Si,Ph.D, selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Bapak Drs.
Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, selaku ketua Departemen Etnomusikologi.
Begitu juga kepada Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si, sebagai dosen pembimbing
I dan Ibu Arifni Netrirosa , SST, sebagai dosen pembingbing yang telagh banyak
memberikan bombingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, serta dosen-dosen lainnya yang menjadi staff pengajar di departemen
Universitas Sumatera Utara
iv
Etnomusikologi yang juga telah membantu penulis dalam menyelesaikan mata
kulah selama di perkuliahan.
Penulis juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak
Riduan Purba sebagai informan pangkal penulis yang telah bersedia dengan
kemurahan hati membantu penulis dalam mengumpulkan data selama melakukan
penelitian.
Penulis telah berusah membrikan yang tebaik untuk menyelesasikan
tulisan ini, akan tetapi penulis tetap menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tulisan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kaih dan meminta maaf kepada
pembaca apabila terdapat kesalahaan dalam tulisan yang diluar kesengajaan
penulis.
Medan, 18 Oktober 2013
Penulis
Teti Elena
Siburian
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI ................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
Pokok Permasalahan ..................................................................... 8
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan ........................................................................ 9
1.2.2 Manfaat ...................................................................... 9
1.3 Konsep dan Teori
1.3.1 Konsep ......................................................................... 9
1.3.2 Teori ............................................................................. 12
1.4 Metode Penelitian ....................................................................... 14
1.4.1 Studi Kepustakaan ..................................................... 14
1.4.2 Kerja Lapangan .......................................................... 15
1.4.3 Kerja Laboratorium .................................................... 16
BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SIMALUNGUN
2.1 Letak Geografis Simalungun ...................................................... 18
2.2 Sistem Kekerabatan ...................................................................... 20
2.3 Mata Pencaharian ........................................................................... 24
2.4 Bahasa ........................................................................................... 26
2.5 Kesenian ...................................................................................... 28
2.5.1 Seni Sastra ....................................................................... 29
Universitas Sumatera Utara
vi
2.5.2 Seni Musik ..................................................................... 30
2.5.3 Seni Tari ....................................................................... 31
2.5.3 Seni Rupa ..................................................................... 33
2.6 Agama dan Kepercayaan .............................................................. 33
BAB III PERTUNJUKAN TOPING-TOPING DALAM UPACARA SAYUR
MATUA DAN PESTA RONDANG BITTANG
3.1 Sejarah Toping-toping ............................................................... 36
3.2 Upacara Sayur Matua ................................................................. 40
3.2.1 Toping-toping Dalam Upacara Sayur matua ................ 41
3.3 Toping-toping Dalam Pesta Rondang Bittang ............................. 45
3.3.1 Jalan Pertunjukan Toping-toping Dalam Pesta Rondang
Bittang ........................................................................ 47
3.3.2 Pendukung Pertunjukan ................................................ 52
3.3.2.1 Penari ............................................................ 52
3.3.2.2 Pemain Musik ................................................. 53
3.3.2.3 Penonton ......................................................... 53
3.3.3 Perlengkapan Pertunjukan .............................................. 54
3.3.3.1 Panggung ....................................................... 55
3.3.3.2 Kostum ........................................................... 56
3.3.3.2.1 Pakaian Toping Dalahi .................... 56
3.3.3.2.2 Pakaian Toping Daboru ..................... 58
3.3.3.2.3 Pakaian Huda-huda .......................... 59
3.3.3.3 Alat Musik Yang Dimainkan ......................... 60
3.3.3.3.1 Gonrang ......................................... 60
3.3.3.3.2 Sarune Bolon .................................... 60
Universitas Sumatera Utara
vii
3.3.3.3.3 Mong-mongan ................................. 61
3.3.3.3.4 Ogung ................................................ 61
BAB IV ANALISIS PERTUNJUKAN TOPING-TOPING OLEH TIGA
PEMAIN TOPING-TOPING .................................................................... 62
4.1 Proses Analisis ............................................................................. 63
4.2 Analisi Pertunjukan Toping-toping ............................................... 65
4.3 Analisis Tari ............................................................................... 70
4.4 Analisis Musik ............................................................................. 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 80
5.2 Saran ........................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 86
DAFTAR INFORMAN ............................................................................. 89
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAKSI
Tari toping-toping merupakan suatu seni pertunjukan Simalungun yang
menggunakan media topeng wajah manusia dan burung enggang yang diiringi
oleh alat musik tradisional Simalungun yaitu ansambel gonrang sidua-dua.
Secara fungsional, penyajian tari ini dibagi menjadi dua konseptual yaitu tari
toping-toping yang disajikan dalam upacara dan non-upacara. Sehingga skripsi
ini secara umum membahas tentang tari toping-toping Simalungun dan secara
khusus penulis membahasnya dari segi aspek pertunjukan yang disajikan dalam
konsep non-upacara yaitu pertunjukan seni yang ditampilkan dalam pesta rondang
bittang.
Hal-hal yang menjadi bahan kajian dalam skripsi ini adalah aspek
pertunjukan tari toping-toping, aspek gerak tari, dan aspek musikal yang
mengiringi tari toping-toping tersebut. Pertunjukan tari toping-toping maksudnya
adalah pertunjukan yang disajikan oleh beberapa kelompok (tiga kelompok sesuai
judul skripsi) penari toping-toping dalam pesta rondang bittang di Saribudolok.
Aspek gerak tari maksudnya gerak tari yang disajikan oleh penari toping-toping
dengan melihat setiap motif gerakan yang sesuai dengan kekhasan tari
Simalungun. Sedangkan dalam aspek musikal penulis melihat bagaimana musik
yang digunakan dalam mengiringi tari tersebut.
Universitas Sumatera Utara
ii
Adapun bahan kajian dalam skripsi ini dikerjakan berdasarkan teori dan
metode dalam etnomusikologi. Kemudian hasil data tersebut menghasilkan
kesimpulan yang menjadi penyelesaian masalah dalam skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Simalungun memiliki suatu pertunjukan seni yang dikenal
dengan istilah toping-toping.Toping-toping merupakan suatu seni pertunjukan
yang menggunakan topeng wajah manusia dan topeng burung enggang dengan
iringan musik tradisional Simalungun.Dalam penyajian toping-toping, penari yang
memakai topeng burung enggang bergerak sebagaimana layaknya seekor kuda
yang dalam bahasa Simalungun disebut dengan huda. Sehingga tari inisering juga
disebut dengan tari huda-huda.
Tari toping-toping adalah salah satu bentuk kesenian yang telah diwarisi
dari masa lampau. Kebudayaan khususnya kesenian tari toping-toping ini
merupakan tradisi yang secara turun-temurun diwarisi oleh masyarakat
Simalungun. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan1, hal ini
disebabkan untuk memenuhi kebutuhan upacarasayurmatua2
1Wawancara dengan beberapa grup pemain toping-toping pada saat pesta rondang
bittang. 2 Jenis-jenis kematian usia lanjut yang dikenal dalam masyarakat Simalungun yaitu (1)
namatei sayurmatuah, (2) namatei sayurmatua, dan (3) namatei matua. Namatei sayur matuah adalah seseorang yang meninggal dalam usia lanjut, mempunyai anal laki-laki dan perempuan. Telah mempunyai cucu dari anak laki-laki dan dari anak perempuan, serta tidak ada lagi anaknya yang belum berkeluarga. Namatei sayur matua adalah seseorang yang meninggal dunia dalam usia lanjut yang mempunyai anak laki-laki dan anak perempuan, namun masih ada yang selum berumah tangga. Namatei matua adalah seseorang yang meninggal dalam usia lanjut, telah mempunyai cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah.
di daerah kecamatan
setempat. Upacara kematian pada masyarakat Simalungun terbagi menjadi dua
bagian, yaitu mandingguri dan mangiliki. Mandingguri adalah suatu acara yang
Universitas Sumatera Utara
2
ditampilkan pada malam hari dengan memberikan penghormatan melalui
penabuhan musik dan tari yang disajikan kepada keluarga yang berduka dengan
menari mengelilingi jenazah. Sedangkan mangiliki adalah suatu acara yang
dilakukan pada siang hari untuk menyambut para pelayat dengan menampilkan
tarian toping-toping. Begitulah pada dasarnya bahwa tarian toping-toping
digunakan untuk upacara kematian.
Pada zaman kerajaan Simalungunyaitu zaman kerajaan Nagur 3 , tari
toping-toping ini pertama kali digunakan pada konteks upacara kemalangan. Hal
ini diawali ketika istri raja yang terus-menerus menangis karena puteranya yang
meninggal dunia. Dalam hal ini, penyajian tari toping-toping pada awalnya hanya
digunakan untuk menghibur istri raja saja dan hal ini dilakukan oleh beberapa
paragat4tanpa sebuah konsep yang jelas, dan pada dasarnya para penari toping-
toping menggunakan gerakan yang lucu-lucu. Pada masa zaman pecahnya
kerajaan Nagur, terbagilah kerajaan Simalungun menjadi empat bagian yang
disebut dengan kerajaan Maropat 5. Seiring berjalannya waktu, setelah terjadi
pemekaran kerajaan pada masa itu yaitu pada masa kerajaan Napitu6
3Kerajaan Nagur merupakan pemerintahan tradisional tertua yang pernah dikenal dalam
masyarakat Simalungun. Menurut sumber Tiongkok pada tahun 1416 kerajaan Nagur teletak di daerah Pidie dekat pantai barat Aceh. (Buku Tole Den Timorlan Das Evangelium 2003:30-34 )
4Paragat dalam masyarakat Simalungun merupakan sebutan orang atau petani yang mengambil tuak di ladang. Kata par (orang) di sini berupa imbuhan untuk kata dasar agat (pohon agat).
5 Pada tahun 1883 daerah Simalungun dibagi menjadi 4 kerajaan yang terdiri dari kerajaan Siantar (Damanik), Kerajaan Panei (Purba Dasuha), Kerajaan Dolok Silou (Purba Tambak), dan Tanah Jawa (Sinaga).
6Setelah datangnya pemerintahan Belanda, keempat kerajaan Simalungun sebelumnya berkembang menjadi 7 kerajaan dari perkembangan kerajaan Silou yaitu kerajaan Siantar (Damanik), Kerajaan Panei (Purba Dasuha), Kerajaan Dolok Silou (Purba Tambak), Tanah Jawa (Sinaga), Kerajaan Purba (Purba), Raya (Garingging), Kerajaan Silima Kuta (Purba Girsang)
, penyajian
Universitas Sumatera Utara
3
tari toping-toping ini hanya disajikan kepada orang yang sudah berusia uzur dan
masih keturunan raja.
Kemudian sesuai dengan perkembangan zaman, penyajian tari toping-
toping dapat dimainkan oleh siapapun. Jika ada salah satu dari anggota keluarga
dalam masyarakat Simalungun, saat dia sudah sayurmatuamaka pertunjukan tari
toping-toping boleh dilaksanakan sebagai hiburan bagi keluarga yang
ditinggalkan.
Istilah toping-toping berasal dari kata toping yang berarti topeng. Pada
penyajiannya semua penari memakai topeng sebagai penutup muka. Topeng yang
dipakai terdiri dari beberapa bentuk yaitu topeng laki-laki (topingdalahi), topeng
perempuan (toping daboru) dan topeng burung enggang (huda-huda).
Toping-toping dalam konteks upacara sayurmatuamemiliki beberapa unsur
yang tidak dipisahkan, yaitu tor-tor, gual dan upacara sayurmatuaitu sendiri. Tor-
tor dalam tradisi Simalungun diartikan sebagai seni gerak yang dapat memberikan
arti, dapat melayani kebutuhan adat juga dapat memenuhi kebutuhan religi serta
kebutuhan hiburan. Tor-tor yang dipakai dalam penyajian toping-toping sebagai
konteks hiburan adalah tor-tor sombah dan tor-tor huda-huda. Tor-tor sombah
merupakan tarian yang berfungsi sebagai penyambut tamu pada awal pertunjukan.
Sedangkan tor-tor huda-huda merupakan tarian utama dalam pertunjukan
tersebut.
Penyajian tari toping-toping sekarang ini sudah jarang digunakan oleh
masyarakat Simalungun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya tari
Universitas Sumatera Utara
4
toping-toping ini hanya digunakan pada upacara sayurmatua, jadi intensitasnya
sedikit sekali. Di samping itu, sudah jarang yang dapat memainkan tari toping-
toping ini. Oleh karena itu, seniman-seniman Simalungun mengangkat tari
toping-toping menjadi suatu bentuk seni pertunjukan.
Seperti yang ditradisikan oleh masyarakat Simalungun, tari toping-toping
pada dasarnya disajikan pada upacarasayurmatua. Bagi masyarakat Simalungun
kematian seseorang layak untuk dihormati dengan mengadakan acara adat-
istiadat. Pada saat itulah ada kalanya kematian menjadi sebuah kebanggaan bagi
keluarga yang ditinggalkan, di mana orang yang meninggal tersebut sudah
memiliki anak yang sudah berkeluarga dan juga memiliki cucu dari setiap
anaknya. Orang yang meninggal dalam keadaan sayurmatua dianggap sempurna
dalam tradisi Simalungun.
Untuk melengkapi kegiatan upacara sayurmatua maka disajikanlah tari
toping-toping pada siang harinya yang dilakukan pada acara mangiliki tersebut.
Tari toping-toping dalam upacara ini digunakan untuk menyambut kedatangan
pihak tamu (tondong) dengan persiapan oleh pihak keluarga mendiang (suhut).
Dan sebalik itu masih ada norma-norma yang dilakukan untuk melengkapi dan
mendukung kegiatan ini. Untuk pertunjukan maupun penyajian tari ini, penari
toping-toping datang ke rumah duka untuk menghibur para pelayat terkhusus bagi
keluarga yang berduka. Para penari toping-toping ini mengawali aksi mereka
dengan menjenguk keluarga yang berduka kemudian beraksi dengan bertingkah
lucu untuk menghibur orang-orang yang datang ataupun orang yang berada di
sekitar lokasi acara tersebut. Dalam acara ini juga tari toping-toping ini juga
Universitas Sumatera Utara
5
digunakan untuk mengiring sampai ke tempat penguburan yang disajikan sambil
menari-nari yang diiringi dengan musiknya.
Masih dalam konteks seni pertunjukan bahwa tari ini sudah disajikan
dengan pertunjukan yang berbeda seperti dalam upacarasayur matua. Pada tahun
1980, tari toping-toping sudah digunakan untuk hiburan dan bahkan
dipertandingkan. Hal ini dilakukan dalam acara tahunan Simalungun yaitu pesta
Rondang Bittang7
7Rondang Bittang adalah bentuk rutinitas tahunan masyarakat Simalungun untuk tujuan
mempererat persatuan dan kesatuan masyarakat Simalungun, dan pada dasarnya ditujukan untuk kegiatan kawula muda masyarakat Simalungun, di mana dulunya acara ini digunakan untuk ajang mencari jodoh oleh para pemuda-pemudi Simalungun. Dalam kesempatan pesta Rondang Bittang telah dibudayakan bentuk kesenian Simalungun baik itu permainan rakyat, tari tradisioanl, musik tradisional, umpasa (pantun/puisi Simalungun), lagu rakyat Simalungun, dihar (seni bela diri Simalungun), dan kesenian lainnya. Dengan kegiatan Rondang Bittang ini pula segala jenis bentuk kesenian ini dipertunjukkan dan dipertandingkan antar kecamatan yang ada di kabupaten Simalungun.
. Pesta Rondang Bittang ini pada dasarnya merupakan acara
pesta untuk para muda-mudi di seluruh kecamatan yang berada di seluruh
kecamatan yang berada di kabupaten Simalungun. Di samping itu dalam acara
tahunan Rondang Bittang telah diatur oleh pemerintah setempat dalam kabupaten
Simalungun di setiap kecamatannya untuk menyediakan seni budaya Simalungun.
Dan dalam acara itu dipertandingkan seni budaya Simalungun untuk
memeriahkan acara tersebut yang termasuk di dalamnya tari toping-toping.
Namun, hanya beberapa kecamatan saja yang menampilkan tari toping-
topingdikarenakan hanya sedikit yang dapat memainkan tari toping-toping dan
keterbatasan perlengkapan, seperti pakaian (kostum) dan properti-properti lainnya
untuk mendukung tari toping-toping ini.
Universitas Sumatera Utara
6
Terkait dengan pertunjukan tari toping-toping dalam pesta rondang bittang
tersebut, tari ini disajikan dengan menyerupai kegiatan sayurmatua juga. Dalam
hal ini ada sejumlah norma-norma tradisi yang dilewatkan seperti upacara
sayurmatua yang biasa dilakukan. Kegiatan toping-toping di sini didukung oleh
objek-objek yang membuatnya terasa nyata dipertunjukan. Dalam pesta rondang
bittang tersebut mempertunjukkan beberapa tari toping-toping dari berbagai
kecamatan untuk diperlombakan sebagai salah satu bentuk kreativitas masyarakat
Simalungun.
Dari hasil pengamatan di lapangan 8
Tidak hanya dalam seni pertunjukannya saja, keberadaan musik iringan
dalam tari toping-toping merupakan hal yang berkaitan juga. Dimana musik
menjadi pembentuk suasana, dan juga untuk memperjelas tekanan gerakan.
Adapun ensambel musik dalam masyarakat Simalungun yang umum digunakan
sebagai musik pengiring diantaranya gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu.
penulis melihat bentuk koreografi
yang tersusun dengan tarian toping-toping yang diiringi oleh gonrang sipitu-pitu.
Dari penampilan tersebut saya juga mengamati beberapa gerakan yang diadaptasi
dari beberapa gerakan khas Simalungun yang memiliki makna tersendiri seperti
manerser, marsombah, mangondak, lakkah sitolu-tolu, dan lakkah huda-huda.
Gerakan-gerakan tersebut sangat menonjol dalam kebudayaan tradisi Simalungun.
Setiap gerakan yang ditunjukkan disesuaikan dengan penyajian pertunjukan
tersebut dengan suasana yang dibentuk oleh objek yang ada di lokasi pertunjukan
dan juga oleh musik pengiringnya sendiri.
8 Pada tanggal 23 Juni 2013 dalam pesta Rondang Bitang di SaribuDolok
Universitas Sumatera Utara
7
Untuk mengiringi pertunjukan toping-toping, ensambel yang digunakan awalnya
adalah gonrang sidua-dua. Namun, sekarang ini sudah mengalami perubahan.
Ensambel yang digunakan adalah gonrang sipitu-pitu. Ensambel gonrang sipitu-
pitu terdiri dari satu buah sarune bolon (serunai, double reeds aerophone) sebagai
pembawa melodi, tujuh buah gonrang (gendang, double head membranophone)
sebagai pembawa ritem, dua buah mongmongan (sejenis gong ukuran kecil,
idiofon), dan dua buah ogung (sejenis gong berukuran besar, idiofon) sebagai
pembawa tempo. Repertoar yang digunakan adalah gual9
Melihat hal-hal di atas, maka penulis tertarik dan juga layak mengkaji
pertunjukan toping-toping ini untuk menjadi bahan ilmiah. Perihal tulisan ini
penulis akan melihat tiga kelompok pemain toping-toping yang disajikan dalam
pesta rondang bittang tersebut. Dalam hal ini disebabkan karena penulis melihat
beberapa perbedaan dan persamaan yang diperagakan oleh setiap kelompoknya.
Setiap kelompoknya menampilkan bentuk kreativitas yang berbeda untuk menarik
perhatian penontonnya. Dari pertunjukan tersebut juga dapat dilihat bagaimana
pengadaptasian yang dilakukan seperti upacara sayurmatua sehingga dapat dilihat
makna-makna yang berbeda dalam konteks pertunjukan tersebut. Dan didukung
oleh pendapat Barbara Krader
huda-huda.
10
9 Repertoar tradisional Simalungun 10 Barbara Krader dalam tulisannya berjudul Ethnomusicology dari buku terjemahan
Etnomusikologi: Definisi dan Perkembangannya oleh Rizaldi Siagian.
bahwa etnomusikologi pada dasarnya berurusan
dengan budaya yang masih hidup yang termasuk di dalamnya musik dan tari.
Sehingga tulisan ini dimaksudkan untuk melihat semua komponen-komponen
yang terdapat dalam pertunjukan tari toping-toping yang termasuk di dalamnya
Universitas Sumatera Utara
8
tari, musik, properti yang digunakan, dan juga persiapan yang dilakukan oleh tiga
kelompok pemain toping-toping tersebut. Untuk itu penulis akan meneliti dan
mengkaji tulisan ini untuk dijadikan skripsi dengan judul “ANALISIS
PERTUNJUKAN TOPING-TOPING OLEH TIGA KELOMPOK TOPING-
TOPING PADA PESTA RONDANG BITTANGXXVIII DI DESA SARIBU
DOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN”
1.2Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun yang menjadi pokok
permasalahan dalam tulisan ini adalah
1. Bagaimana pertunjukan tiga kelompoktoping-topingyang disajikan pada
pesta Rondang BittangXXVIII di Saribu Dolok?
2. Perlengkapan apa saja yang diperlukan dalam mendukung pertunjukan oleh
tiga kelompok toping-topingtersebut pada pesta Rondang BittangXXVIII di
Saribu Dolok?
3. Bagaimana pola gerak yang dibawakan oleh tiga kelompoktoping-
topingtersebut dengan musik pengiringnya?
Universitas Sumatera Utara
9
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Untuk melihat pertunjukan toping-toping pada pesta Rondang Bittang
di Saribu Dolok
2. Untuk mengetahui hal-hal yang mendukung dalam pertunjukan toping-
toping
3. Untuk menganalisis pola gerak toping-toping dan musik pengiringnya
1.3.2 Manfaat
1. Dapat menjadi dokumentasi untuk eksistensi pertunjukan tradisi
toping-toping dalam masyarakat Simalungun
2. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk studi berikutnya
sehingga dikaji lebih dalam tentang objek tulisan ini
3. Sebagai sarana untuk memperkenalkan seni tari masyarakat
Simalungun kepada masyarakat lainnya, terutama masyarakat di luar
Simalungun
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep merupakan kesatuan pengertian tentang suatu hal yang perlu
dirumuskan. Untuk memperjelas konsep yang saya gunakan mengenai
pertunjukan toping-toping. Dalam penelitian dan penulisan ini yang dimaksud
Universitas Sumatera Utara
10
dengan kata analisis, yaitu penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah
untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan
masalah yang dimulai dengan dugaan akan sebenarnya (Kamus Umum Bahasa
Indonesia:1991).
Pertunjukan juga merupakan sesuatu yang selalu memiliki waktu
pertunjukan yang terbatas, awal dan akhir, acara kegiatan yang terorganisir,
sekelompok pemain, sekelompok penonton, tempat pertunjukan, dan
kesempatan untuk mempertunjukkannya (Siger, 1996:165). Penulis juga
menggunakan pendapat Mugiarto (1996:165), yaitu seni pertunjukan yang
merupakan tontonan bernilai seni drama, tari, musik yang disajikan sebagai
pertunjukan di depan penonton. Dan pertunjukan toping-toping termasuk
sebagai seni pertunjukan. Dalam hal ini seni yang terdapat dalam pertunjukan
toping-toping adalah seni musik, properti, dan tari. Musik di sini maksudnya
adalah musik yang digunakan untuk mengiringi setiap grup pemain toping-
toping tersebut dengan instrumen musik yang digunakan. Properti dalam hal ini
merupakan apa saja alat-alat maupun komponen-komponen yang dikenakan oleh
penari maupun pemusik untuk mendukung penyajian tari toping-toping tersebut.
Sedangkan garis utamanya adalah tari yang digunakan untuk menyajikan tari
toping-toping ini, di mana terdapat pola yang digunakan untuk menampilkannya
dalam bentuk pertunjukan.
Toping-toping adalah salah satu bentuk kesenian tradisional Simalungun
yang memakai media topeng. Dalam hal ini topeng yang digunakan adalah
toping dalahi, toping daboru, dan topeng burung enggang (huda-huda), yang
Universitas Sumatera Utara
11
dipakai oleh tiga orang penari, dimana gerak yang digunakan diadaptasi dari
gerakan khas Simalungun dan gerakan burung enggang dan gerakan seekor
kuda. Serta menggunakan musik pengiring dari alat musik tradisional
Simalungun, yang terdiri dari gonrang sipitu-pitu, sarune bolon, mongmongan
dan ogung.
Dalam tulisan ini saya akan menganalisis pertunjukan yang disajikan oleh
tiga kelompok pemain toping-toping pada acara rondang bittang. Dari setiap
kelompoknya akan menunjukkan beberapa bentuk penyajian yang berbeda,
sehingga saya dapat melihat dan menyimpulkan beberapa aspek yang turut
berkembang dengan patokan pertunjukan yang selayaknya dilakukan dalam
pertunjukan upacara namatei sayur matua.
Rondang Bittang adalah pesta kebudayaan masyarakat Simalungun yang
biasa dilaksanakan setelah panen raya. Pada zaman dahulu masyarakat
Simalungun dalam setiap melaksanakan panen hasil-hasil pertanian selalu
dilakukan dengan cara bergotong royong, dan selesai panen mereka mengadakan
pesta sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam pelaksanaan pesta Rondang Bittang dilaksanakan menari bersama
dengan mengenakan pakaian adat Simalungun, serta melaksanakan pertandingan
olahraga tradisional dan kesenian Simalungun, diantaranya toping-toping,
hagualon, tor-tor sombah, taur-taur dan urdou-urdou, sordam, tulila, sulim,
ilah, tor usihan, cipta lagu Simalungun, margalah, marjelengkat dan marlittun.
Kegiatan ini diikuti oleh 32 kecamatan yang berada di kabupaten Simalungun.
Universitas Sumatera Utara
12
1.4.2 Teori
Teori merupakan prinsip-prinsip umum yang ditarik dari fakta-fakta dan
mungkin juga dugaan untuk menerangkan sesuatu. Sebagai landasan cara
berpikir dalam membahas permasalahan penelitian ini. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat ( 1977:30 ), bahwa pengetahuan yang
diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen, serta pengalaman kita sendiri
merupakan landasan dari pemikiran umtuk memperoleh pengertian tentang teori-
teori yang bersangkutan. Teori yang digunakan akan bermanfaat bagi penelitian
untuk mengumpulkan data-data dan informasi yang diharapkan.
Dalam menganalisis pertunjukan toping-toping, maka penulis
menggunakan teori yang dikatakan Milton Siger (dalam MSPI, 1996:164-165)
juga menjelaskan bahwa pertunjukan selalu memiliki: (1) waktu pertunjukan
yang terbatas, (2) awal dan akhir, (3) acara kegiatan yang terorganisir, (4)
sekelompok pemain, (5) sekelompok penonton, (6) tempat pertunjukan, dan (7)
kesempatan untuk mempertunjukkannya.
Edi Sediawaty (1981:48-66) juga mengemukakan bahwa suatu analisis
pertunjukan sebaiknya selalu dikaitkan dengan kondisi lingkungan di mana seni
pertunjukan tersebut dilaksanakan atau didukung masyarakatnya, pergeseran-
pergeseran yang terdapat di dalam pertunjukan, dan kemungkinan yang muncul
dari interaksi setiap orang (penyaji dan penyaji), (penyaji dan penonton) diantara
variabel-variabel wilayah yang berbeda. Menurut Qurensi (1988:135-136)
bahwa analisis proses pertunjukan yang mana dalam proses pertunjukan aspek
Universitas Sumatera Utara
13
yang mendasar terdiri dari ketegasan perilaku dari semua partisipan, musisi, dan
penonton, yang semua berinteraksi dalam pertunjukan.
Melihat adanya tiga kelompok tari toping-toping yang akan diteliti, maka
saya menggunakan teori komparatif untuk melihat persamaan maupun
perbedaan dengan melihat fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang diteliti.
Menurut Nazir (2005:58), teori ini akan mengamati secara mendasar objek yang
diteliti dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya suatu fenomena
tertentu. Maka dari itu dengan melihat aspek-aspek yang mempengaruhi objek
tersebut akan dapat membandingkan beberapa sampel yang berbeda. Sehingga
dalam mengkaji pola geraknyaakan dibuat dalam bentuk pendeskripsian
terhadap tari tersebut yang akan melihat bentuk dan pola yang disajikan oleh
ketiga kelompok tersebut. Begitu juga dengan properti-properti yang digunakan
oleh setiap kelompoknya.
Untuk mentranskripsi musik pengiringnya, penulis menggunakan teori
Nettl (1964:98) yang memberikan dua pendekatan, yaitu: (1) menganalisa dan
mendeskripsikan apa yang didengar, dan (2) mendeskripsikan apa yang dilihat
dan menulisnya di atas kertas dengan suatu cara penulisan tertentu. Dengan
teori ini akan dapat melihat secara konseptual pertunjukan yang dibawakan oleh
ketiga kelompok tari toping-toping tersebut dengan musik pengiringnya masing-
masing. Mengingat musik yang dibawakan mempengaruhi suasana pertunjukan
yang sedang berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
14
1.5Metode Penelitian
Untuk memperoleh data secara sistematis, maka penulis menggunakan
metode penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data
dengan menggambarkan ataupun memaparkan secara detail berupa ungkapan-
ungkapan, suatu data ataupun suatu tingkah laku masyarakat. Di dalamnya juga
dilihat penyajian tari toping-toping untuk melihat karakteristik dari tari tersebut.
Data yang diperoleh berdasarkan dari sumber data yang tepat melalui kata-kata
dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen ataupun bahan lainnya,
sumber data tertulis, foto, dan rekaman.
Dalam mengumpulkan data-data yang nantinya dapat digunakan untuk
menjawab segala permasalahan yang ada, Nettl (1963:62-64) menawarkan dua
kerja lapangan yaitu field work dan desk work. Dalam penelitian lapangan saya
berinteraksi langsung dengan penyaji tari toping-toping. Kegiatan ini dilakukan
dengan melihat dan mengamati pertunjukan tari tersebut.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Dalam melakukan penelitian terhadap objek penelitian, saya melakukan
studi kepustakaan agar mendapatkan bahan-bahan tentang kesenian Simalungun
khususnya tradisional toping-toping ini. Dan selama studi di lapangan saya telah
banyak mengumpulkan bahan-bahan berupa informasi yang berkaitan dengan
tulisan ini dengan melakukan banyak wawancara dengan beberapa tokoh
Universitas Sumatera Utara
15
masyarakat Simalungun, pemain toping-toping, hingga orang yang paling
berpengalaman di bidang tradisi toping-toping ini.
Bahan tertulis yang berkaitan dengan objek tulisan ini saya cari dari
tulisan ilmiah yang sudah pernah dibuat juga dalam skripsi sarjana
Etnomusikologi USU dan juga beberapa buku-buku yang mendasar tentang
kebudayaan Simalungun. Salah satu tulisan ilmiah yang penting mengenai seni
pertunjukan toping-toping ini adalah skripsi sarjana yang ditulis oleh mahasiswa
Etnomusikologi Rudi A S yang mendeskripsikan toping-toping pada masyarakat
Simalungun.
1.5.2 Kerja Lapangan
Pengumpulan data di lapangan meliputi observasi, wawancara, dan
merekam pertunjukan toping-toping, dan mengambil beberapa foto untuk
dokumentasi. Sebelumnya saya memulai penelitian ini di bulan November
tahun 2012 melaui observasi yang meliputi peninjauan dan pengamatan lokasi-
lokasi serta serta melihat pertunjukan toping-toping di beberapa tempat yang
berbeda.
Dalam wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara terbuka dan
tidak berstruktur. Penulis mengajukan pertanyaan-pertanyaan tidak hanya pada
satu pokok masalah dan jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan
menggunakan alat perekam. Dalam hal ini penulis menggunakan wawancara
Universitas Sumatera Utara
16
terfokus dan wawancara bebas. Wawancara terfokus pada pokok permasalahan
dari pertanyaan yang penulis ajukan yang berhubungan dengan kebutuhan
penelitian.
Penulis juga mengumpulkan data dari beberapa pemain toping-toping,
pemusik dan tokoh-tokoh adat Simalungun. Sebelum melakukan wawancara,
penulis terlebih dahulu menetapkan informan yang dapat memberikan informasi
yang mendukung tulisan.
Dalam penelitian terdapat dua jenis informan, yaitu informan pangkal dan
informan kunci. Sebelum melakukan penelitian lapangan penulis melakukan
wawancara dengan informan pangkal, yaitu bapak Setia Dermawan Purba selaku
dosen Etnomusikologi. Melalui bapak Setia Dermawan Purba penulis
mendapatkan informan yang dapat penulis jadikan sebagai informan kunci.
Penulis melakukan wawancara dengan mendatangi rumah Bapak Riduan Purba
sebagai pemain toping-toping. Penulis tidak terfokus pada satu informan saja,
penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa pemain toping-toping lain
dan orang-orang yang terlibat dalam pertunjukan toping-toping.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Pada tahap akhir penulis melakukan kerja laboratorium, yaitu tahap
penganalisisan data yang telah terkumpul dari hasil pengamatan dan wawancara
untuk mendapat jawaban dari permasalahan yang ada. Semua data yang
diperoleh dikumpulkan dalam kerja laboratorium untuk dianalisis. Penulis juga
Universitas Sumatera Utara
17
melihat beberapa pertunjukan toping-toping di tempat lain sebagai data
tambahan agar data yang diperoleh semakin baik. Semua data yang diperoleh
diklasifikasikan sesuai dengan jenis dan kebutuhan penulis dengan melihat
relevansi dari data tersebut. Pengklasifikasian bertujuan untuk menghindari data
yang bertumpang tindih dan untuk mempermudah penulis dalam mengolah data.
Untuk mentranskrip musik, penulis mendengarkan secara detail dan
berulang-ulang dari rekaman pertunjukan dan melihat hubungan musik dengan
pola gerak tari, sehingga menghasilkan data yang akurat. Hasil dari data yang
telah diolah tersebut penulis jadikan sebagai laporan dalam bentuk skripsi.
Universitas Sumatera Utara
18
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SIMALUNGUN
2.1 Letak Geografis Simalungun
Pada umumnya keadaan alam suatu wilayah ditentukan oleh letak
geografis wilayah tersebut di mana kondisi dan tempat sangat menentukan. Letak
wilayah tersebut dapat mencerminkan budaya yang berlaku di masyarakat
setempat. Untuk dapat mengetahui ataupun mengenal budaya suatu tempat dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan etnografi. Etnografi dapat diartikan
sebagai berikut, 1. Etnografi merupakan studi deskriptif tentang masyarakat-
masyarakat yang sederhana, serta gambaran dari suku-suku bangsa yang hidup; 2.
Etnografi merupakan ilmu yang melukiskan tentang kebudayaan dari setiap suku
bangsa yang tersebar di muka bumi ini; 3. Etnografi adalah suatu gambaran
tentang suku-suku bangsa dan bahan-bahan penyelidikannya yang telah
dikumpulkan, kemudian diuraikan dalam suatu metode ilmiah tertentu dengan
cara mempelajari bahan yang terkumpul (Ariyono Suyono 1985:113). Dengan
pendekatan inilah penulis akan membahas bahan kajiannya dengan metode-
metode ilmiah yang terdapat dalam disipin etnomusikologi.
Berdasarkan sistem administratif, wilayah tempat tinggal masyarakat
Simalungun terletak dalam wilayah kabupaten Simalungun khususnya. Daerah ini
merupakan salah satu pemerintahan kabupaten di Sumatera Utara dengan ibukota
Pematang Siantar, terletak pada koordinat 02º 36’-03º 1’ LU dan 98 BT serta
Universitas Sumatera Utara
19
memiliki ketinggian rata-rata 369 m di atas permukaan laut. Luas daerah
Simalungun sekitar 4.386,60 km² (6,12% dari luas wilayah Sumatera Utara) yang
terdiri dari 30 kecamatan dan 311 kelurahan/desa.
Wilayah Pemerintahan Kabupaten Simalungun berada di antara
Kabupaten-Kabupaten lain di Sumatera Utara, dengan tata letak sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan
Jika ditinjau secara keseluruhan Kabupaten Simalungun termasuk daerah
yang berbukit-bukit, daerah tersebut berada di dataran tinggi dan dialiri sungai-
sungai, antara lain Sungai Bah Bolon (118 Km), Sungai Bah Tonggiman (91 Km),
Sungai Bah Sibalakbak (98 Km). Sedangkan gunung (dolok) yang terdapat di
daerah Simalungun antara lain, Gunung Sipiso-piso, Gunung Singgalang, Gunung
Simarsolpah, Gunung Simarjarunjung, Gunung Simbolon dan Gunung
Simarsolpit. Dan juga daerah Simalungun masih memiliki hutan-hutan yang
cukup luas. Keadaan suhu di sebagian besar daerah Simalungun termasuk dingin,
seperti di daerah Pematang Raya, Tiga Runggu, Parapat, Pematang Purba,
Simarjarunjung dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
20
2.2 Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan merupakan sistem pertalian keluarga yang sedarah
maupun yang masih memiliki hubungan keluarga. Sistem kekerabatan sangat
penting dalam kehidupan masyarakat tradisi karena selalu memerlukannya dalam
segala aktivitas budayanya. Dalam sistem kekerabatan Simalungun, ada dua cara
untuk menentukan bagaimana jauh dekatnya seseorang di dalam kekerabatan
menurut adat istiadat Simalungun, pertama menurut garis keturunan pihak laki-
laki (ayah) disebut juga patrilineal dan kedua adanya pertalian darah akibat
perkawinan sehingga dapat ditarik garis keturunan dari kedua orangtua disebut
juga bilateral. Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat
perkawinan Simalungun, masyarakat Simalungun termasuk masyarakat yang
menarik garis keturunan dari salah satu pihak saja, yaitu dari garis keturunan ayah
(garis keturunan laki-laki) yang secara otomatis jika anak laki-laki dan perempuan
lahir akan mengikuti garis keturunan ayah (1985:108). Oleh karena itu
kekerabatan menyangkut jauh dekatnya hubungan seseorang dengan seseorang
(individu) dan antara seseorang dengan sekelompok orang (keluarga) dapat dilihat
berdasarkan posisi dari kedua hal tersebut.
Ditegaskan kembali oleh Kenan Purba dalam bukunya Adat Istiadat
Simalungun yang menyatakan bahwa kekerabatan timbul akibat dua hal, yaitu
disebabkan adanya hubungan darah dan akibat adanya perkawinan. Adapun
kekerabatan yang dilihat dari hubungan darah merupakan kekerabatan yang dilihat
dari garis keturunan sedarah yang masih keluarga ataupun yang masih dalam garis
keturunan ayah (garis keturunan laki-laki). Dengan menerapkan pengertian
Universitas Sumatera Utara
21
seperti itu membuat masyarakat Simalungun menggunakan paham patrilineal
yaitu mengikuti garis keturunan ayah. Sedangkan kekerabatan yang disebabkan
adanya perkawinan merupakan kekerabatan yang dilihat dari keluarga dari kedua
belah pihak yang dilihat dari relasi dari setiap keluarganya. Sehingga dapat
dilihat bagaimana peran garis keturunan pihak laki-laki untuk generasi penerus
dalam masyarakat Simalungun.
Bukti bahwa garis keturunan diambil dari pihak laki-laki adalah dengan
adanya marga dalam masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir dalam suatu
keluarga di etnis Simalungun, secara otomatis akan memiliki marga yang sama
dengan marga si ayah. Tradisi seperti ini membuat posisi seorang anak laki-laki
dalam sebuah keluarga sangat penting karena merupakan generasi penerus marga
keluarganya. Sehingga jika dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki
maka penerus marga sang ayah dalam keluarga tersebut akan terputus. Dan pada
umumnya masyarakat Simalungun lebih condong terhadap keturunannya laki-laki
mengingat pentingnya peran laki-laki dalam sistem tradisi masyarakat
Simalungun.
Sistem kekerabatan dalam masyarakat Simalungun juga dilihat dari garis
keturunan marga-marga induk yang akan dilihat hubungannya dengan garis
keturunan ayah dan ibu. Adapun golongan marga induk yang ada di Simalungun
adalah Purba, Saragih, Damanik, dan Sinaga. Masing-masing marga tersebut
mempunyai cabang sendiri yang merupakan satu keturunan. Adapun marga-
marga di Simalungun beserta cabang-cabangnya dilihat dari tempat asalnya pada
zaman kerajaan dulu adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
22
1. Marga Purba berpusat di Pematang Purba dan terbagi atas:
- Purba Tambak
- Purba Tambunsaribu
- Purba Sidadolok
- Purba Dasuha
- Purba Girsang
- Purba Sigumonrong
- Purba Siboro
- Purba pak-pak
- Purba Sidagambir
- Purba Tanjung
- Purba Tondong
2. Marga Saragih berpusat di Pematang Raya dan terbagi atas:
- Saragih Garingging
- Saragih Sumbayak
- Saragih Munthe
- Saragih Dajawak
- Saragih Simanihuruk
- Saragih Simarmata
- Saragih Sidauruk
- Saragih Sitio
- Saragih Turnip
Universitas Sumatera Utara
23
3. Marga Damanik berpusat di Pematang Siantar dan terbagi atas:
- Damanik Malau
- Damanik Barita
- Damanik Limbong
- Damanik Tomok
- Damanik Rampogos
4. Marga Sinaga berpusat di Pematang Tanah Jawa dan terbagi atas:
- Sinaga Sipayung
- Sinaga Haloho
- Sinaga Sitopu
- Sinaga Dadihoyong
Sistem kekerabatan yang dimiliki oleh masyarakat Simalungun berdasarkan
prinsip tolu sahundulan dan lima saodoran. Tolu sahundulan terdiri dari
tondong11, sanina12, anak boru13
11Tondong adalah saudara laki-laki dari ayah atau ibu 12Sanina adalah sanak saudara satu marga 13Anak boru adalah pihak ipar
. Dalam pengaturan tempat duduk (parhundulan)
pihak dari sanina di jabu bona (sebelah kanan rumah), pihak kelompok tondong
di sebelah kanan pihak sanina, dan pihak anak boru di sebelah kanan pihak
tondong. Itulah sebabnya dikatakan tolu sahundulan (pengaturan tempat duduk
dalam tiga kelompok). Lima saodoran ialah kerabat keluarga luas yang
merupakan gabungan dari seluruh lembaga adat dan hal ini terjadi pada saat
upacara besar. Jadi pengertian lima disini ialah pesta upacara yang dihadiri oleh
Universitas Sumatera Utara
24
lima kelompok kerabat yang terdiri dari tondong (kelompok istri), sanina (sanak
saudara satu keturunan/marga), anak boru (pihak ipar), tondong ni tondong
(kelompok pemberi istri kepada tondong), anak boru mintori (kelompok boru dari
ipar). Dalam setiap upacara adat, para kerabat-kerabatnya akan membawa
rombongan masing-masing dengan bawaannya (buah tangan) masing-masing
juga. Tetapi karena mereka terdiri dari satu kaum kerabat, maka buah tangannya
dibuat menjadi satu. Sebagai contoh misalnya pada saat upacara perkawinan,
rombongan dari tiap kaum kerabat membuat acaranya secara bergiliran dalam
upacara tersebut. Pihak perwakilan pesta akan memanggil mereka untuk
mempersembahkan sesuatu untuk pihak yang melakukan upacara perkawinan
tersebut. Hal ini merupakan suatu kehormatan bagi masyarakaat Simalungun
untuk menunjukkan sistem kekerabatannya (Kenan Purba 1997:32).
2.3 Mata Pencaharian
Secara umum mata pencaharian masyarakat Simalungun adalah petani,
pegawai negeri, pegawai swasta juga wiraswasta, bagi yang berdomisili di tepi
Danau Toba umumnya bekerja sebagai nelayan, dan melihat daerah Simalungun
lebih banyak daratan maka pada umumnya bekerja sebagai petani. Masyarakat
yang bekerja sebagai petani biasanya menanam makanan pokok seperti padi, ada
juga yang menanam palawija dan sayur-mayur. Pekerjaan bertani merupakan
rutinitas yang dilakukan oleh masyarakat Simalungun dulunya untuk memenuhi
segala kebutuhan sehari-hari. Dan hingga sekarang masih ada masyarakat
Universitas Sumatera Utara
25
Simalungun yang melakukan rutinitas tersebut mengingat adanya kegiatan
tahunan yang dilakukan untuk merayakan hasil panennya.
Dalam masyarakat Simalungun ada dikenal sistem gotong royong yang
disebut dengan marharoan. Marharoan adalah sekelompok masyarakat yang
bertetangga bersama-sama mengerjakan ladang atau sawah secara bergiliran.
Keikutsertaan seseorang dalam marharoan ini adalah sukarela dan merasa meiliki
kebutuhan yang sama. Lamanya marharoan tergantung dari pekerjaan yang harus
dikerjakan serta merupakan hasil keputusan bersama. Marharoan kini sudah
jarang ditemukan pada masyarakat Simalungun, namun di beberapa desa seperti
daerah Saribu Dolok dan sekitarnya masih sering dilakukan. Kegiatan ini dulunya
dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan ladang dengan ditambah sebagai bentuk
solidaritas antar masyarakat di dalamnya.
Masyarakat Simalungun juga ada yang berprofesi sebagai pegawai negeri
dan pegawai swasta. Sebagai pegawai negeri mereka berprofesi sebagai guru,
polisi, dokter, pejabat pemerintahan dan lain-lainnya. Sebagai pegawai swasta
meraka bekerja di pabrik, perkebunan dan perusahaan milik swasta. Sedangkan
bagi masyarakat yang berwiraswata pekerjaannya adalah pedagang, pengusaha
kilang, bertenun, dan lain sebagainya. Pekerjaan-pekerjaan seperti ini pada
umumnya pekerjaan yang sudah mendekati daerah kota dan adapun di daerah desa
sudah disebabkan oleh pengaruh dari luar ataupun kota. Dan tidak hanya
pekerjaan seperti itu saja, sebagian kecil dari daerah Simalungun juga memiliki
pekerjaan dan usaha budidaya ikan. Masyarakat nelayan di Simalungun terdapat
di sekitar tepian Danau Toba, seperti Haranggaol, Parapat dan sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
26
Pembudidayaan ikan mas salah satu mata pencaharian yang berkembang untuk
saat ini. Oleh karena itu, masyarakat Simalungun secara keseluruhan daerah
memiliki pekerejaan yang sesuai dengan kependudukan masing-masing sehingga
memiliki keberagaman mata pencaharian.
2.4 Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai oleh manusia untuk
mengungkapkan dan mengemukakan apa yang dipikirannya terhadap orang lain.
Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul Ritus Peralihan di Indonesia
menulis “bahasa adalah sistem perlambangan manusia yang lisan maupun tulisan
untuk berkomunikasi satu dengan yang lain” (1986:339). Melalui bahasa juga
kebudayaan tiap bangsa dapat dikembangkan dan diwariskan kepada generasi
yang akan datang. Suatu bahasa menentukan bagaimana ciri dan khas suatu
masyarakat dan khususnya suatu kebudayaan, sehingga dapat dilihat peran bahasa
yang diguakan suatu masyarakat.
Masyarakat Simalungun memiliki bahasa yang disebut dengan bahasa
Simalungun, secara umum merupakan bahasa pengantar dalam kehidupan
keseharian masyarakatnya yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan adat istiadat,
acara kebaktian gereja, perkumpulan-perkumpulan marga dan lain sebagainya.
Meskipun demikian, bagi masyarakat Simalungun yang telah berdomisili di luar
wilayah Simalungun, bahasa Simalungun tidak selamanya menjadi bahasa
pengantar utama, melainkan bahasa Indonesia atau bahasa daerah domisili
Universitas Sumatera Utara
27
mereka. Masyarakat Simalungun juga kadang menggunakan bahasa yang
dicampur dengan bahasa di luar kebudayaannya mengingat dekatnya perbatasan
daerah Simalungun dengan daerah kebudayaan lain. Sistem bahasa yang
digunakan masyarakat Simalungun memiliki ciri tersendiri yang menjadi lambang
maupun status sebagai masyarakt Simalungun.
Salah satu ciri masyarakat Simalungun adalah memiliki tingkatan bahasa
yang disebut dengan ratting ni hata. Adapun tingkatan tersebut adalah:
1. Lapang ni hata, merupakan bahasa sehari-hari yang dipakai oleh
masyarakat umum Simalungun. Bahasa ini merupakan bahasa yang
menjadi kebiasaan masyarakat Simalungun dan pada umumnya selalu
digunakan para remaja karena menggunakan bahasa yang dicampur
dengan bahasa kebudayaan lain mengingat mereka yang selalu berinteraksi
dengan di luar kebudayaannya.
2. Guru ni hata, merupakan bahasa yang paling halus, baik dari cara
penyampaiannya maupun kata-katanya. Ini merupakan bahasa yang
hormat dan biasanya dipergunakan untuk memberi nasehat, sering sekali
disampaikan melalui perumpamaan ataupun peristilahan.
3. Sait ni hita, merupakan bahasa yang kasar baik cara penyampaiannya
maupun kata-katanya. Ini biasanya bahasa seseorang dalam
mengungkapkan kemarahan, yang berisi dengan makian dan sindiran.
Pada masa sekarang, yang paling sering dipakai adalah lapang ni hata, karena
merupakan bahasa yang sangat umum dipakai dalam kehidupan masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
28
namun dalam keadaan tertentu seseorang bisa saja mempergunakan bahasa yang
kasar ketika sedang marah atau mempergunakan bahasa yang halus ketika hendak
memberi nasehat. Penggunaan bahasa dalam masyarakat Simalungun disesuaikan
dengan posisi tempat dan keadaan saat melakukan komunikasi. Seperti yang
dijelaskan di atas dapat dilihat dari situasi dan tempatnya, sebagai contoh
penggunaan bahasa yang digunakan dalam suatu upacara adat yang digunakan
oleh ketua adat atau pemimpin adatnya yang selalu menggunakan bahasa ni guru.
Penyampaian bahasanya akan menunjukkan integritas si pembicara dalam posisi
maupun jabatannya sebagai pembicara dan hal itu menjadi simbolis seseorang
dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari.
2.5 Kesenian
Menurut Koentjaraningrat (1982:395-397), kesenian merupakan ekspresi
manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada
mulanya bersifat deskriptif. Kesenian dalam masyarakat Simalungun
menggambarkan bagaimana deskripsi masyarakat tersebut dan pada umumnya
seperti itu dalam suatu masyarakat yang memiliki tradisi sendiri. Kesenian juga
akan menentukan identitas suatu masyarakat sehingga bentuk kesenian dalam
masyarakat Simalungun disesuaikan dengan bentuk, sistem, bahasa, kepercayaan,
dan sejarah yang terdapat dalam masyarakat Simalungun. Masyarakat
Simalungun memiliki berbagai macam bentuk kesenian, yaitu seni sastra, seni
musik, seni tari dan seni rupa.
Universitas Sumatera Utara
29
2.5.1 Seni Sastra
Seni sastra dikenal di Simalungun dalam bentuk cerita-cerita baik dongeng
atau legenda, dan pantun-pantun. Masih banyak dongeng maupun legenda yang
dikenal oleh masyarakat Simalungun, dan bahkan yang dipercayai dalam bentuk
keyakinan. Salah satu contoh dongeng yang cukup terkenal adalah Turi-turin ni
paes pakon begu. Mengingat masyarakat Simalungun dulunya menganut paham
animisme, maka banyak sejarah legenda yang menceritakan di luar akal dan
pikiran masyarakat sekarang. Tapi bukan hanya disebabkan oleh itu juga,
melainkan melihat masyarakat Simalungun yang menghargai tradisi dan
kebudayaan yang berlaku dalam masyarakatnya.
Seni berbalas pantun juga pernah berkembang di Simalungun,
perkembangan kata-kata perumpamaan, pepatah-pepatah, hutinta (teka-teki) dan
lain-lain. Kesenian ini biasanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan
bahkan juga digunakan dalam kepentingan adat, seperti pantun yang diungkapkan
dalam acara makkioi daboru14
14Makkioi daboru merupakan tradisi Simalungun yang dilakukan untuk memberi ulos kepada perempuan yang menikah dengan membalutnya di bagian punggungnya.
yang menyampaikan pesan sesuatu dalam bentuk
pantun dengan menyampaikan kiasan dahulu kemudian makna sebenarnya.
Kesenian yang dtunjukkan dalam bentuk pelafalan bahasa merupakan hal yang
umum dalam masyarakat Simalungun melihat bagaimana pentingnya tradisi yang
digunakan dalam masyarakat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
30
2.5.2 Seni Musik
Masyarakat Simalungun memiliki dua jenis musik yaitu musik vokal/seni
suara (inggou) dan musik instrumental (gual). Musik vokal (inggou) ada dua jenis
yaitu musik vokal solo dan musik vokal berkelompok. Musik vokal solo disebut
dengan doding sedangkan musik vokal kelompok disebut ilah. Seperti yang
diungkapkan dalam tesis Setia Dermawan Purba bahwa ada berbagai jenis
nyanyian Simalungun diantaranya taur-taur dan simanggei, ilah, doding-doding,
urdo-urdo,tihta, yangis, tangis-tangis, manalunda, orlei dan mandogei. Musik
instrumental (gual) yang tedapat di Simalungun juga terbagi atas dua yaitu
ensambel (gonrang) dan instrumen tunggal/ solo instrument.
Adapun gonrang Simalungun terbagi dua yaitu gonrang sipitu-pitu dan
gonrang sidua-dua. Gonrang sipitu-pitu adalah ensambel yang menggunakan
tujuh buah gendang masing-masing memiliki ukuran yang berbeda, satu buah
sarune, dua buah ogung danmongmongan. Sedangkan gonrang sidua-dua adalah
ensambel yang terdiri dua buah gendang, satu buah sarune, dua buah ogung
danmongmongan.Ada juga beberapa instrumen musik tradisional Simalungun
yang dimainkan secara tunggal, antara lain sordam, saligung, sulim, tulila,
sarunei buluh, sarunei bolon, arbab, hodong,hodong, garantung dan sitalasayak.
Alat musik ini (ansambel atau solo instrument) ada yang digunakan untuk
upacara-upacara adat ataupun untuk menghibur diri sendiri. Instrumen musik
dalam tradisi masyarakat Simalungun sangat penting karena perannya yang selalu
digunakan dalam setiap upacara-upacara yang diadakan. Setiap alat musik baik
itu yang dimainkan secara ansambel maupun yang dimainkan secara tunggal
Universitas Sumatera Utara
31
memiliki fungsi dan peranan masing-masing dalam upacara-upacara seperti
upacara adat, upacara ritual, ataupun acara hiburan semata.
2.5.3 Seni Tari
Dalam masyarakat Simalungun tari merupakan hal yang penting apalagi
dalam konteks adat istiadat. Tari dapat membedakan kelompok status yang
menari, misalnya kelompok suhut, tondong, dan sanina boru. Peran tari dalam
masyarakat Simalungun sangat mempengaruhi setiap jalannya suatu upacara. Hal
ini disebabkan dalam suatu upacara dalam masyarakat Simalungun dengan contoh
upacara perkawinan akan membuat suatu konsep acara dengan urutan atau
rentetan acara yang sudah ditetapkan. Tari atau disebut juga tor-tor dalam
masyarakat Simalungun ada yang dipergunakan untuk upacara adat istiadat,
upacara bersifat kepercayaan, ada juga dipakai dalam pergaulan muda-mudi.
Dalam seni tari masyarakat Simalungun memiliki dua jenis pola dasar yaitu gerak
serser15 dan ondok16
Dalam upacara kepercayaan juga dipakai tor-tor sebagai pelengkap
maupun pendukung upacara yang digunakan sebagai makna simbolis, danini
biasanya dilakukan oleh orang yang sedang kesurupan. Tor-tor ini disebut tor-tor
nasiaran. Gerakan tarian ini bebas dimulai dengan tempo yang lambat kemudian
semakin lama semakin cepat. Gerakan yang dilakukan oleh penari merupakan
.
15 Gerakan serser adalah gerakan tekhnik menggeser telapak kaki dengan cara yang berlawanan tetapi tujuannya sama 16 Gerakan ondok adalah gerakan dengan menekukkan kaki ke depan seperti hendak menjatuhkan pinggul dan kembali tegak, dilakukan secara berulang-ulang
Universitas Sumatera Utara
32
gerakan yang dilakukan di luar kesadarannya yang artinya penari tersebut hanya
merupakan media bagi roh yang memasukinya. Dasar gerakannya adalah tangan
atau jarinya yang mengepal dan juga menggunakan ekspresi yang tidak jelas yang
terkadang menggunakan bahasa yang sulit dipahami. Ada beberapa tari yang
digunakan untuk upacara kepercayaan seperti:
1. Tor-tor turahan, tor-tor ini bersifat gotong royong digunakan pada waktu
menarik balok besar dari hutan untuk dijadikan losung17
2. Tor-tor podang,tor-tor ini dilakukan oleh dua laki-laki yang masing-
masing memegang pedang sambil menari dan diiringi dengan musik.
. Tujuan dari
tarian ini adalah untuk menambah semangat orang-orang yang sedang
bekerja. Kegiatan ini dilakukan dengan
3. Tor-tor tunggal panaluan,tor-tor ini dilakukan oleh seorang guru bolon
(dukun) untuk mengayun tunggalpanaluan18
4. Tor-tor muda-mudi dan tor-tor pencak adalah jenis tor-tor yang bersifat
hiburan. Tor-tor muda-mudi biasanya digunakan dalam acara-acara yang
bersifat sukacita, misalnya rondang bittang, marsapu-sapu, dan
maranggir borngin. Tor-tor pencak adalah tarian dengan gerakan dasar
pencak yang dihiasi dengan gerakan lain dan seirama dengan gonrang.
Biasanya dilakukan oleh dua orang. Dulunya gerak tor-tor pencak ini
digunakan juga oleh orang yang kesurupan karena digunakan sebagai
.
17 Losung adalah benda yang terbuat dari kayu, dibentuk sedemikian rupa yang berfungsi sebagai alat menumbuk padi, sayur, kopi dan sebagainya. 18 Tunggal panaluan dikenal sebagai tongkat sihir, terbuat dari kayu dan diukir bermotif manusia dan hewan. Biasa dipakai oleh dukun.
Universitas Sumatera Utara
33
media dalam sebuah upacara ritual, dan hal ini menunjukkan suatu bentuk
ekspresi marah dari roh yang merasukinya.
2.5.4 Seni Rupa
Seni rupa dalam masyarakat Simalungun disebut dengan gorga yaitu
motif-motif hiasan berbentuk hewan, manusia, tumbuhan, dan berbentuk
geometris. Motif-motif ini biasanya terdapat pada kain adat (hiou), rumah adat,
alat musik, sarung, gagang pedang, dan peralatan-peralatan lainnya. Motif-motif
khas Simalungun ini diaplikasikan terhadap benda-benda yang merupakan bentuk
maupun ciri tradisi masyarakatnya dan yang sudah biasa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari terkhusus dalam aktivitas budayanya.
2.6 Agama dan Kepercayaan
Menurut Purba (1998:28-31), sebelum masuknya agama Islam dan Kristen di
Simalungun, masyarakat Simalungun masih menganut Aninisme yang disebut
supajuh begu-begu dan politeismeyaitu kepercayaan pada sang pencipta alam
yang bersemayam di langit tertinggi yang disebut Ompung Naibata yang terdiri
tiga Naibata yaitu:
1. Naibata na I babou ( benua atas)
2. Naibata na I tongah (benua tengah)
3. Naibata na I toruh (benua bawah)
Universitas Sumatera Utara
34
Selain mempercayai adanya ketiga Naibata tersebut, penganut supajah begu-
begu juga mempercayai roh nenek moyang mereka. Masyarakat Simalungun juga
mempercayai roh-roh orang mati (begu) dan dianggap memiliki kekuatan gaib dan
biasanya berdiam di tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat. Selain itu
ada juga kepercayaan masyarakat Simalungun bhwa suatu tempat juga memiliki
penghuni, misalnya penghuni perladangan yang disebut dengan pangianni talun.
Masyarakat Simalungun juga mengenal pemberian sesajen atau persembahan
terhadap hal-hal yang dipercayai mereka dengan tujuan meminta berkah dan
keselamatan. Tempat pemberian sesajen tersebut disebut dengan parsinumbahan.
Berdasarkan kepercayaan sipajuh begu-begu, ada beberapa ritual yang mereka
lakukan seperti :
1. Maranggir yaitu upacara ritual untuk membersihkan diri dari gangguan
roh jahat.
2. Manumbah yaitu upacara ritual untuk mendekatkan diri pada sembahan
mereka.
3. Ondos Hosah yaitu upacara ritual untuk seluruh penduduk suatu desa atau
satu keluarga agar terhindar dari marabahaya.
4. Manabari/manulak bala yaitu upacara ritual untuk mengusir marabahaya
dalam suatu desa atau diri seseorang.
5. Marbahbah yaitu upacara ritual untuk menjauhkan penyakit atau menunda
kematian seseorang dengan membuang patung orang tersebut. Patung ini
biasa terbuat dari batang pisang.
Universitas Sumatera Utara
35
6. Mangindo pasu-pasu yaitu upacara ritual untuk meminta berkah dan doa
restu dari roh nenek moyang agar tetap sehat dan mendapat rezeki.
7. Mardilo tonduy yaitu upacara ritual pegobatan untuk memanggil roh
seseorang yang mengalami sakit yang disebabka roh jahat.
Masuknya agama ke daerah masyarakat Simalungun memberikan
pengaruh terhadap bentuk dan sistem tradisi yang ada di dalam masyarakat
tersebut. Ada sebagian norma-norma yang ditinggalkan dan bahkan ditambahi
juga yang sesuai dengan aliran agama tersebut. Agama Islam masuk ke
Simalungun pada abad ke-15 melalui daerah Asahan dan Bedagai yang dibawa
oleh orang-orang dari kerajaan Aceh. Awalnya perkembangan agama Islam
berada di daerah sekitar Perdagangan dan Bandar (Sihotang 1993:23). Sedangkan
agama Kristen masuk ke Simalungun pada awal abad ke-20 tepatnya pada tanggal
2 September 1903, yang dibawa oleh misionaris bernama August Theis di
pematang Raya. Pada mulanya agama Kristen mendapat kesulitan untuk
berkembang karena kuatnya pengaruh kepercayaan mereka dan kalangan
bangsawan dan raja yang juga enggan untuk menerimanya. Melihat masuknya
agama dalam masyarakat Simalungun tidak juga mempengaruhi rasa kebudayaan
akan nilai-nilai tradisi dalam masyarakatnya.
Universitas Sumatera Utara
36
BAB III
Pertunjukan Toping-toping dalam Upacara SayurMatua dan Pesta Rondang
Bittang
3.1 Sejarah Toping-Toping
Sistem tradisi kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Simalungun
pada umumnya dilakukan secara oral dan dilanjutkan secara regenerasi maupun
alamiah. Eksistensi suatu kebudayaan dapat dilihat hingga saat ini disebabkan
oleh masyarakat pendukungnya yang turut berpartisipasi dalam menjalani
aktivitas budaya tersebut. Melihat budaya yang hidup dapat dilihat dari kesadaran
masyarakatnya untuk mengetahui pentingnya kebudayaan dalam segala aktivitas
masyarakat tersebut. Sehingga tradisi kebudayaan hingga saat ini dapat bertahan
dengan melihat bagaimana suatu masyarakat menyalurkan maupun
menyampaikan suatu tradisi kebudayaan kepada generasinya.
Proses penyampaian suatu tradisi kebudayaan dilakukan secara oral baik
itu dalam bentuk pembelajaran, pemahaman, dan bahkan dalam bentuk cerita
maupun sejarah. Terkait dengan tulisan ini (tradisi toping-toping), penulis melihat
bagaimana tradisi ini tetap hidup dalam masyarakat Simalungun. Keberadaan
tradisi toping-toping ini pada awalnya tidak dilihat bagaimana proses
pembelajarannya melainkan bagaimana tradisi toping-toping ini muncul dalam
masyarakat Simalungun. Sejarah yang menceritakan tradisi ini memberikan
pemahaman terhadap aktivitas budaya yang terdapat dalam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
37
Simalungun hingga saat ini dan hal ini dapat dilihat dari bagaiamana peran tradisi
ini digunakan dalam suatu aktivitas budaya tersebut.
Adapun sejarah yang menceritakan tentang awal mula tradisi toping-
toping ini diasumsikan oleh kalangan masyarakat Simalungun dengan berbagai
versi. Mengingat kebudayaan sifatnya tidak statis maka sejarah yang
menceritakan tradisi toping-toping ini memiliki cerita yang berbeda walaupun
masih dalam satu masyarakat. Tetapi cerita yang dianggap sejarah ini bukan
menjadi penentu kebenaran dari cerita sebenarnya, mengingat sebuah cerita rakyat
atau foklor sifatnya fleksibel yang memberikan beberapa macam versi maupun
asumsi atas cerita tersebut. Sehingga dalam hal ini penulis tidak melihat dari
sudut pandang kebenaran akan cerita ini melainkan asumsi masyarakat akan cerita
ini yang merupakan suatu kebudayaan terlebih kesenian yang berada di tengah-
tengah kehidupan mereka.
Selama penelitian lapangan yang membahas tentang tradisi toping-toping
ini, penulis mendengar dua versi yang memunculkan kesenian toping-toping ini
dalam masyarakat Simalungun. Ketika berbicara tentang sejarahnya, penulis telah
melakukan wawancara dengan salah seorang informan yaitu bapak Riduan Purba
selaku seorang penari huda-huda. Menurut keterangan beliau, munculnya toping-
toping berawal dari meninggalnya seorang putra mahkota kerajaan Simalungun
yang mengakibatkan kesedihan dan keharuan pada keluarga kerajaan. Dan lebih
sedihnya permaisuri raja yang tidak bisa menerima kenyataan atas meninggalnya
puteranya tersebut. Sang permaisuri selalu menangis di depan jenazah anaknya
tersebut hingga tidak mengijinkan siapapun untuk mengebumikan puteranya
Universitas Sumatera Utara
38
tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran untuk sang raja akan kesehatan sang
permaisuri dan juga kondisi jenazah yang sudah mengeluarkan bau tidak sedap
sampai-sampai sang raja memerintahkan anggota keluarga kerajaan hingga
masyarakat kerajaan untuk membujuk permaisuri tetapi tetap tidak berhasil.
Berita ini tersebar di seluruh masyarakat kerajaan sehingga suatu saat ada
beberapa orang masyarakat kerajaan yang berprofesi sebagai paragat di sebuah
ladang di tengah-tengah hutan. Pada saat mereka memasuki ke tengah hutan
dalam perjalanan tiba-tiba jatuh beberapa pelepah pohon yang menarik perhatian
beberapa bodat (kera). Pada awalnya kera-kera tersebut hanya melihat-lihat
pelepah tersebut sembari para paragat tersebut memperhatikan tingkah kera-kera
tersebut. Begitu lucunya kera-kera tersebut yang mengambil pelepah kayu dan
memasangnya tepat di wajah kera tersebut layaknya menggunakan sebuah topeng.
Hal ini membuat para paragat tersebut tertawa terbahak-habak melihat kelucuan
kera tersebut, dan di waktu yang sama tiba-tiba datang seekor burung enggang
yang sedang memperhatikan tingkah kera tersebut juga. Burung enggang tersebut
memperhatikan kera tersebut sambil menggoyangkan ekor dan badannya yang
sebenarnya menunjukkan pembelaan diri si burung enggang yang melihat tingkah
aneh kera-kera tersebut. Pada saat melihat kejadian seperti inilah salah seorang
paragat tersebut memberikan sebuah ide untuk meghibur si permaisuri yang
bersedih atas meninggalnya putranya dengan meniru kelakuan si kera dengan
topengnya dan tingkah si burung enggang yang lucu. Keesokan harinya seluruh
kerajaan gempar akan kehadiran tari toping-toping atau huda-huda yang
ditampilkan oleh para paragat tersebut di halaman kerajaan. Keramaian penonton
Universitas Sumatera Utara
39
dari masyarakat kerajaan hingga anggota keluarga kerajaan menarik perhatian atas
pertunjukan tari tersebut. Dan seketika itu juga permasiuri ikut melihat
pertunjukan tersebut ke luar halaman sehingga ada kesempatan untuk
mengebumikan jenazah puteranya tersebut. Melihat situasi tersebut raja
memerintahkan untuk segera mengebumikan jenazah puteranya tersebut karena si
permaisuri sudah terhibur dengan pertunjukan toping-toping tersebut. Begitulah
salah satu cerita yang menjelaskan sejarah timbulnya tradisi ini dalam masyarakat
Simalungun dahulunya.
Dari sisi pandangan sebagian masyarakat Simalungun terkait sejarah
tradisi toping-toping ini memiliki cerita yang berbeda dari cerita yang di atas.
Adapun cerita lain disebutkan juga Versi yang lain yang menceritakan sejarah
tradisi ini diawali pada saat meninggalnya seorang raja dalam masyarakat
Simalungun dulunya. Kabar dan perasaan duka tentu dialami oleh keluarga
kerajaan dan bahkan rakyat kerajaan tersebut. Dan lebih sedih lagi adalah sang
permaisuri ataupun istri raja yang tidak dapat merelakan kepergian sang raja.
Adapun alasan utama sang permaisuri tidak merelakan suaminya tersebut
disebabkan oleh “kejantanan” sang raja dalam melayani sang permaisuri. Oleh
alasan itulah permaisuri tidak dapat merelakannya hingga rakyat pun resah dengan
kondisi jenazah sang raja yang sudah mulai mengeluarkan bau tidak sedap. Untuk
itu salah seorang dukun di kerajaan itu mencari inspirasi agar dapat mengubur
jenazah sang raja, dan singkat cerita terpikirlah untuk menarikan tari lucu dengan
menggunakan topeng dan juga burung enggang di depan kerajaan. Dengan
dilaksanakannya salah satu ide dukun ini, akhirnya perhatian sang permaisuri
Universitas Sumatera Utara
40
tertuju kepada hiburan tari toping-toping dengan huda-huda ini. Sehingga dengan
diam-diam rakyat mengubur jenazah sang raja, sampai akhirnya sang permaisuri
mengetahuinya dan menerimannya.
Secara fungsional dapat dilihat persamaan dari kedua cerita tersebut yang
menjelaskan digunakannya tari toping-toping ini untuk menghibur sang
permaisuri raja dan dengan konsep dalam situasi duka atau atas meninggalnya
seorang putra raja maupun rajanya. Sejarah dari tradisi ini yang sampai saat ini
diyakini oleh masyarakat Simalungun dan terlebih pengaplikasiannya terhadap
aktivitas budaya yang dilakukan. Tradisi toping-toping hingga saat ini masih
tetap digunakan oleh masyarakat Simalungun dengan konsep-konsep ritual dan
musikal yang menunjukkan identitas dari sejarah yang membawanya hingga
sekarang.
3.2 Upacara Sayur Matua
Dalam kehidupan manusia ada kelahiran, tumbuh menjadi dewasa dan
akhirnya meninggal dunia. Hal ini merupakan proses alam yang telah terjadi
sejak adanya manusia di atas bumi. Semua manusia tak seorangpun yang yang
dapat menolak kematian, yang merupakan sebuah akhir dari kehidupan dan
interaksinya dalam kehidupan sosial dalam bermasyarakat.
Bagi masyarakat Simalungun kematian seseorang layak untuk dihormati
dan diselesaikan dalam acara adat istiadat. Kematian salah satu anggota keluarga
dapat meninggalkan kesedihan yang sangat dalam. Namun ada kalanya kematian
Universitas Sumatera Utara
41
dapat menjadi sebuah kebanggan bagi keluarga yang ditinggalkan, misalnya orang
yang meninggal tersebut telah sayur matua.
Sayur matua adalah orang yang meninggal dunia di saat dia telah memiliki
anak yang semuanya sudah berkeluarga dan juga memiliki cucu dari masing-
masing anaknya. Pada situasi seperti ini biasanya kematiannya menjadi
kebanggan bagi keluarga yang ditinggalkan. Orang yang meninggal dalam
keadaan sayur matua dianggap telah sempurna menurut adat Simalungun.
Dengan demikian sudah selayaknya dilaksanakan upacara adat na gok19
Toping-toping dalam upacara sayur matua dilakukan pada acara mangiliki,
yaitu sebuah acara yang dipersiapkan oleh pihak keluarga yang kemalangan untuk
menyambut kedatangan sanak keluarga yang akan melayat. Mangiliki adalah
.
Ada dua kegiatan yang dilaksanakan pada saat upacara sayur matua yaitu
acara mandingguri dan mangiliki. Mandingguri dilakukan pada malam hari
sampai dini hari. Acara mandingguri adalah acara menggendangi orang
meninggal dan terlihat bahwa keluarga yang ditinggalkan tidak sedih tetapi
bangga dan terharu karena orangtua mereka telah sayur matua. Mangiliki
dilakukan pada siang hari, acara ini ditujukan untuk menyambut tamu yang
datang. Pada acara ini dipertunjukan toping-toping.
3.2.1 Toping-toping dalam Upacara Sayur Matua
19Adat na gok adalah semua komponen adat dapat dipakai karena orang yang bersangkutan sudah pantas untuk mendapatkannya
Universitas Sumatera Utara
42
sebuaah acara yang diawali dengan keluarga mendiang (suhut) berbaris di depan
rumah. Tujuannya adalah untuk menyambut kedatangan pihak keluarga mertua
dari yang meninggal (tondong). Kegiatan ini ditandai dengan dibuatnya titik
pertemuan antara suhut dan tondong. Titik pertemuan itu berupa kain putih atau
ulos yang dibentangkan di atas tanah. Kegiatan ini diiringi dengan gual, yaitu
gual huda-huda.
Pada acara ini pihak suhut dan tondong masing-masing sudah
mempersiapkan toping-toping mereka. Biasanya pihak tondong akan membawa
toping-toping dari dareah asal mereka. Hal ini dipersiapkan untuk mengantisipasi
jika di tempat tujuan, mereka tidak menemukan orang yang mampu untuk
memainkan toping-toping. Toping-toping dari pihak suhut maju ke titik pertemuan
tepat dihadapan pohak suhut dan melakukan gerakan menyembah. Gerakan
menyembah ini adalah gerakan dengan merapatkan kedua belah telapak tangan di
depan dada.
Dalam situasi ini terlihat bahwa toping-toping mencerminkan
penghormatan kepada pihak tondong. Setelah selesai menyembah pihak
tondong,toping-toping menyodorkan sirih yang di dalamnya berisi sejumlah uang
yang diletakkan di atas piring. Kemudian pihak tondong menari dengan
membawa ulos ragi pane20dan bulang21
20Ulos ragi pane adalah ulos yang digunakan dalam pesta adat oleh masyarakat Simalungun. Ulos ini dipakai dengan cara disarungkan oleh seseorang kepada yang akan memakainya dalam suatu proses adat dan yang biasa memakainya adalah pria. Ulos ini berwarna dasar kebiru-biruan. 21Bulang adalah penutup kepala yang berbentuk sedemikian rupa. Warnanya ada yang coklat, biru, dan violet. Bahan kainnya biasanya sama dengan bahan kain ulos.
yang akan diserahkan kepada pihak suhut.
Universitas Sumatera Utara
43
Setelah itu barulah toping-toping dari pihak tondong mulai menari dan
menerima porong berisi sirih dan uang dari toping-toping pihak suhut,
dilanjutkan dengan membuka sirih yang berisi uang yang dihadapan pihak
tondong22. Setelah membuka sirih biasanya toping-toping akan terlihat sedang
marah karena merasa uang yang berada dalam lipatan sirih tersebut masih kurang
jumlahnya. Toping-toping akan berbalik seolah-olah meminta agar uang tersebut
ditambah lagi oleh pihak suhut sambil mengembalikan piring yang berisi sirih dan
uang. Pihak suhut akan menambah uang ke dalam sirih, dan menyerahkan
kembali sirih beserta piringnya, kegiatan seperti ini akan terjadi berulang-ulang,
dan toping-toping tidak akan pernah merasa puas23
Setelah anak yang diserahkan oleh pihak suhut diterima oleh toping-toping
dari pihak tondong, barulah pihak tondong memberikan ulos ragi pane dan bulang
.
Toping-toping akan merasa puas jika pihak suhut menyerahkan salah satu
anak mereka untuk dijadikan menantu. Hal inilah yang sebenarnya diinginkan
oleh toping-toping. Ini dianggap bertujuan untuk meneruskan tali persaudaraan,
mereka merasa bahwa kematian anggota keluarga mereka tersebut dapat
menyebabkan putusnya tali persaudaraan diantara mereka. Dalam upacara
kematian masyarakat Simalungun terlihat ada upaya yang bertujuan untuk selalu
mempersatukan keturunan agar selalu berhubungan.
22 Dalam adat Simalungun menetapkan bahwa penyambutan ini pihak suhut dan pihak tondong tidak dapat berkomunikasi secara langsung, namu diperantarai oleh toping-toping. Salah satu ciri khas acara membuka sirih ini adalah pembuka sirih biasanya topeng laki-laki. 23 Dalam upacara adat Simalungun, pemberian uang tidak akan pernah cukup, selalu saja kurang.
Universitas Sumatera Utara
44
beserta tinombu24
24 Bambu yang berisi ayam yang telah dipotong-potong. Ayam ini sudah dimasak sebelumnya.
. Setelah selesai penyerahan barang-barang tersebut maka pihak
suhut dan pihak tondong bersama-sama masuk ke dalam rumah untuk
mengelilingi jenazah sambil menari dan tetap diiring dengan musik. Setelah itu
pihak tondong menutupi jenazah tersebut dengan kain putih.
Acara selanjutnya dala acara mangilikiini adalah penyambutan pihak
sanina (saudara semarga). Pihak sanina membawa uang sebagai sumbangan yang
diletakkan di dalam mangkuk, dan juga makanan yang diisi ke dalam bambu yang
disebut tombuan. Pada saat penyambutan ini toping-toping turut berpartisipasi,
untuk menerima persembahan yang dibawa oleh pihak sanina juga masih diiringi
dengan gual huda-huda. Setelah selseai penyerahan barang, bersama-sama
mereka masuk ke dalam rumah untuk melayat sambil menari. Dalam acara ini
tidak ada kegiatan tawar-menawar seperti yang dilakukan pihak suhut kepada
pihak tondong. Acara untuk sanina ini diakhiri dengan penyelimutan jenazah dan
memberikan kata-kata nasihat.
Selesai penyambutan pihak sanina, maka dilanjutkan dengan menyambut
pihak boru. Toping-toping masihturut serta untuk menyambutpihak boru. Pihak
boru biasanya akan membawa biasanya akan membawa ulos pangolat (pangolat
maksudnya adalah penahan), dan ulos ini mereka pergunakan masuk ke dalam
rumah. Pihak boru juga menyelimuti jenazahdengan kain putih dan dilanjutkan
dengan menyampaikan kata-kata penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan.
Universitas Sumatera Utara
45
Setelah semua kegiatan ini selsesai barulah toping-toping menghibur
orang-orang yang melayat. Mereka mengawali aksi menghibur mereka dengan
terlebih dahulu menjenguk pihak keluarga yang berduka, maka penari toping-
toping beraksi dengan tingkah lucu mereka untuk menghibur orang-orang yang
datang ataupun yang berada di sekitar lokasi acara tersebut. Sekali-kali toping-
toping akan menari dengan serius, baru kemudian mereka melanjutkan dengan
tingkah lucu.
Acara terakhir dari upacara sayur matua ini adalah acara penguburan. Ini
dianggap sebagai akhir dari acara mangiliki. Acara penguburan meliputi
mengantar ke kuburan dan mengubur mayat. Dalam acara ini toping-toping turut
untuk mengiringi sampai ke kuburan sambil menari-nari dan tetap diiringi dengan
musik.
3.3 Toping-toping dalam Pesta Rondang Bittang
Pesta rondang bittang adalah pesta rutinitas bagi masyarakat Simalungun
yang diadakan setiap tahunnya. Pesta rondang bittang pertama kali digelar pada
tahun 1980, sehingga sebenarnya sudah berlalu selama 33 tahun belakangan ini.
Tapi pada tahun 2000 sampai tahun 2005 pesta rondangbittang tidak dilaksanakan
karena keputusan kepemerintahan Simalungun pada saat itu, sehingga pesta ini
dinyatakan sebagai pesta rondang bittang ke-28. Pada dasarnya pesta rondang
bittang ini merupakan suatu acara untuk muda-mudi yang dilakukan setelah
musim panen, hal ini dilakukan untuk mengucap syukur kepada Sang Pencipta.
Universitas Sumatera Utara
46
Dan awalnya acara ini juga dimanfaatkan sebagai sarana perjodohan bagi para
muda-mudi Simalungun. Perjodohan di sini maksudnya adalah dengan adanya
acara pesta rondang bittang ini maka biasanya seluruh muda-mudi masyarakat
Simalungun turut serta dalam acara ini, sehingga mereka dapat berkomunikasi
ataupun berkenalan dengan satu sama lain. Hal inilah yang mendukung
terbentuknya pesta rondang bittang ini hingga sekarang.
Dalam pesta rondang bittang, tidak hanya urusan muda-mudi saja yang
digunakan untuk setiap acaranya. Melainkan dalam acara ini semakin dituntut
untuk melestarikan dan mengembangkan aktivitas dan kreativitas kebudayaannya
sendiri untuk tetap hidup. Bentuk aktivitas dan kreativitas masyarakat
Simalungun yang digunakan dalam acara pesta rondang bittang ini berupa kreasi-
kreasi tradisi masyarakat Simalungun seperti seni musik, seni tari, seni bela diri,
seni sastra, dan seni tradisi masyarakat kerajaan Simalungun dulu.
Untuk mengikuti jalan tulisan ini, maka penulis akan melihat kreasi tradisi
masyarakat Simalungun yang menampilkan seni tari terkhusus objek penelitian
penulis yaitu tari toping-toping. Tari toping-toping dalam pesta rondang bittang
dipertunjukkan secara khusus untuk mendukung acara pelestrian budaya
Simalungun dengan cara memperlombakan kesenian ini. Acara ini didukung oleh
masyarakat Simalungun dengan menyediakan satu kelompok penari toping-toping
di setiap kecamatannya.
Universitas Sumatera Utara
47
3.3.1 Jalan Pertunjukan Toping-toping dalam Pesta Rondang Bittang
Toping-toping dalam pesta rondang bittang dipertunjukkan dengan cara
memperlombakan kesenian ini untuk memicu semangat masyarakat Simalungun.
Dalam pertunjukan toping-toping pada pesta rondang bittang di mana pertunjukan
tersebut dilakukan secara bergilir mengingat pertunjukan ini disajikan dalam
bentuk kompetisi. Setiap kelompok penarinya sudah memiliki nomor urut yang
sudah ditentukan oleh panitia untuk mempertunjukkan tariannya di panggung
yang sudah disediakan.
Pertunjukan toping-toping dalam pesta rondang bittang di Saribudolok
dilakukan pada sore hari di hari kedua mengingat padatnya jadwal lain yang akan
dilaksanakan. Panggung yang sudah disediakan oleh panitia pesta rondangbittang
juga tersedia seperangkat ensambel gonrang sipitu-pitu yang digunakan untuk
mengiringi pertunjukan toping-toping. Dan di atas panggung juga sudah lengkap
dengan tiga orang juri yang akan menilai pertunjukan di setiap kelompoknya.
Pada saat dimulainya pertunjukan, penari toping-toping terlebih dahulu
mempersiapkan diri di bawah panggung sambil menunggu pertunjukan partangis-
tangis. Pertunjukan partangis-tangis merupakan pertunjukan utama yang
dilakukan untuk mendatangkan pertunjukan penari toping-toping. Jadi konsepnya
adalah seteelah pertunjukan partangis-tangis maka dilakukanlah pertunjukan
toping-toping, dengan kata lain pertunjukan toping-toping ditampilkan karena
pertunjukan partangis-tangis disajikan. Partangis-tangistersebut pada umumnya
seorang perempuan. Partangis-tangis akan menangisi sebuah patung yang
Universitas Sumatera Utara
48
dianggap sebagai mayat suaminya yang telah meninggal sehingga akan
menunjukkan rasa duka terhadap partangis-tangis. Sedangkan penari toping-
toping menunggu tanda bunyi musik yang dimainkan di bawah panggung untuk
memulai pertunjukannya.
Adanya tanda yang diberikan oleh pemain musik melalui bunyi permainan
sarune menjadi tanda pembuka masuknya penari toping-toping. Pertunjukan
toping-toping diawali dengan masuknya para penari di dalam panggung sementara
musik dimainkan, partangis-tangis juga belum menyelesaikan pertunjukannya.
Penari yang pertama kali menaiki panggung adalah penari huda-huda yang
selanjutnya diikuti oleh kedua penari toping-toping lainnya. Jadi pada saat itu ada
tiga pertunjukan yaitu pertunjukan partangis-tangis, pertunjukan toping-toping,
dan pertunjukan ensambel gonrang sipitu-pitu.
Gambar: pertunjukan awal tari toping-toping
Penari huda-huda naik ke atas panggung
Universitas Sumatera Utara
49
Gambar: Pertunjukan toping-toping, musik dan partangis-tangis
Dalam iringan musik gonrang sipitu-pitu, para penari toping-toping menari
mengelilingi partangis-tangis dan dengan tujuan toping-toping semula yaitu untuk
membujuk partangis-tangis. Gerakan improvisasi maupun gerakan khas
Simalungun ditarikan oleh toping-toping maupun huda-huda dalam mengelilingi
partangis-tangis. Sedangkan aksi membujuk partangis-tangis dilakukan oleh
ketiga penari tersebut dan pada umumnya diawali oleh bujukan atau anggukan
dari penari huda-huda dengan menundukkan kepala huda-huda ke depan wajah
partangis-tangis. Kemudian seolah-olah dihiraukan oleh partangis-tangis,
datanglah penari toping-toping yang datang untuk membantu membujuk
partangis-tangis. Adapun aksen yang ditunjukkan oleh penari toping-toping
adalah aksi yang akan menimbulkan canda bagi para penonton seperti penari
toping-toping yang seolah-olah ikut menangis, melakukan gerakan lucu, dan juga
aksen yang menarik perhatian.
Pertunjukan musik
Pertunjukan toping-toping
Pertunjukan partangis-tangis
Universitas Sumatera Utara
50
Gambar: Penari toping-toping membuat adegan lucu
Setelah pertunjukan partangis-tangis selesai, pada saat itulah penari toping-toping
kembali membujuk partangis-tangis tersebut untuk tidak bersedih lagi. Di sinilah
peran penting penari toping-toping yaitu membujuk partangis-tangis dan
mengajaknya untuk ikut menari.
Gambar: penari toping-topingdan huda-huda membujuk partangis-tangis
Aksen penari toping-toping yang menangis
Penari toping-toping dan huda-huda membujuk partangis-tangis
Universitas Sumatera Utara
51
Partangis-tangis telah menyelesaikan pertunjukannya sehingga partangis-tangis
tersebut ikut menari dengan penari toping-toping lainnya. Dalam selang waktu
tersebut para penari toping-toping termasuk partangis-tangis akan menari untuk
memberikan aksen lucu yang menarik perhatian para juri. Dan dalam kesempatan
itu para penari mencoba meminta sumbangan kepada juri berupa uang dengan
menggodanya melalui tari khas Simalungun ditambah dengan gerakan dan aksen
lucu tadi yang mengundang juri untuk menari juga.
Gambar: Aksi penari toping-toping
Kegiatan para penari toping-toping dilanjutkan dengan permintaan sumbangan
kepada juri baik itu dilakukan oleh penari toping-toping, huda-huda, dan bahkan
partangis-tangis. Hal itu dilakukan sambil menari-nari di atas panggung hingga
menjadi akhir pertunjukan toping-toping. Setelah itu para penari toping-toping
juga partangis-tangis turun dari atas panggung.
Penari toping-toping meminta uang kepada juri
Universitas Sumatera Utara
52
Gambar: Penari toping-toping meningalkan panggung sekaligus mengakhiri
pertunjukan
3.3.2 Pendukung Pertunjukan
Sebuah pertunjukan harus didukung oleh beberapa pendukung pertunjukan
agar pertunjukan tersebut dapat berjalan dengan baik. Beberapa pendukung
pertunjukan, yaitu adanya penari, pemain musik dan penonton. Pendukung
tersebut memiliki peran penting untuk penyajian tari toping-toping ini yang akan
menciptakan rasa seni tradisi tersebut.
3.3.2.1 Penari
Penari merupakan bagian penting dalam pertunjukan toping-toping karena
penarilah yang memegang peranan penting dalam pertunjukan toping-toping.
Penari ini terdiri dari tiga orang, diantaranya dua orang penari toping-toping dan
Penari toping-toping turun dari atas panggung
Universitas Sumatera Utara
53
satu orang penarihuda-huda. Dari hasil pengamatan penulis bahwa banyaknya
penari dalam penyajian tari toping-toping pada umumnya hanya tiga orang baik
itu dalam upacara sayurmatua maupun dalam pesta rondang bittang.
3.3.2.2 Pemain musik
Pertunjukan toping-toping yang disajikan dalam pesta rondang bittang
diiringi dengan ensambel gonrang sipitu-pitu. Adapun pemain musiknya terdiri
dari lima orang pemain musik, diantaranya satu orang memainkan sarune bolon,
satu orang memainkan mong-mongan, satu orang memainkan ogung, dan dua
orang memainkan gonrang.Kelima pemain musik ini memiliki bagian masing-
masing dalam memainkan komposisinya untuk mengiringi penyajian tari toping-
toping tersebut.
3.3.2.3 Penonton
Menurut Sal Murgiyanto (1996:156), pertunjukan adalah sebuah
komunikasi yang dilakukan oleh satu orang atau lebih, pengirim pesan merasa
bertanggung jawab pada seseorang atau lebih penerima pesan, dan kepada sebuah
tradisi seperti yang mereka pahami bersama melalui sepeerangkat tingkah laku
yang khas. Komunikasi akan terjadi jika pengirim pesan (pelaku pertunjukan)
benar-benar mempunyai maksud (intention) dan penonton memiliki perhatian
(attention) untuk menerima pesan. Dengan kata lain, dalam sebuah pertunjukan
Universitas Sumatera Utara
54
harus ada pemain (performer), penonton (audience), pesan yang dikirim dan cara
penyampaian yang khas.
Berdasarkan pernyataan Sal Mugriyanto tersebut, maka jelas bahwa
penonton merupakan salah satu pendukung pertunjukan. Karena sebuah
pertunjukan tidak sempurna tanpa adanya penonton. Para pemain juga tidak tahu
kemana pesan pertunjukan mereka dapat disampaikan jika tidak ada penerima
pesan (penonton).
Dalam pertunjukan toping-toping pada pesta Rondang Bittang XXVIII di
Saribu Dolok, dihadiri oleh penonton yang berasal dari seluruh kecamatan yang
berada di kabupaten Simalungun dan orang-orang di luar etnis Simalungun. Pesta
rondang bittang merupakan pesta rakyat tahunan Simalungun, sehingga mayoritas
yang mengikuti acara tersebut adalah masyarakat Simalungun, walaupun beberapa
diikuti oleh penonton dari etnis lain. Dalam pertunjukan tari toping-toping, para
penonton diposisikan dengan mengelilingi bagian depan panggung ditambah
jajaran dari depannya sehingga memudahkan para penonton untuk melihat
pertunjukan tari toping-toping tersebut.
3.3.3 Perlengkapan Pertunjukan
Beberapa perlengkapan perlu dipersiapkan sebelum dimulainya
pertunjukan toping-toping. Sehingga perlengkapan ini nantinya akan mendukung
jalannya pertunjukan dan menambah daya tarik pertunjukan. Perlengkapan dalam
pertunjukan toping-toping diantaranya: panggung, kostum, dan alat musik yang
Universitas Sumatera Utara
55
dimainkan. Keseluruh perlengkapan tersebut akan saling melengkapi satu sama
lain.
3.3.3.1 Panggung
Panggung merupakan salah satu yang perlu diperhatikan dalam sebuah
pertunjukan, karena panggung merupakan tempat dimana sebuah pertunjukan
dilaksanakan. Keindahan dan keselarasan panggung dengan materi yang akan
dipertunjukan dapat menjadi sebuah kesuksesan sebuah pertunjukan. Dengan
demikian panggung dapat juga merupakan salah satu pendukung pertunjukan.
Pertunjukan toping-toping pada pesta Rondang Bittang XXVIIIdipentaskan
di atas panggung yang berada di lapangan. Panggung didekorasi sedemikian rupa
dengan hiasan-hiasan, sperti spanduk, lighting25
25 Lampu warna-warni yang diprogram sedemikian rupa yang berfungsi untuk penerangan, menambah keindahan dan kemegahan sebuah panggung.
, bunga-bunga, dan umbul-umbul
beornamentasi Simalungun.
Spanduk dipasang sebagai background panggung, bertuliskan ”Selamat
datang Pesta Rondang Bittang XXVIII” disertai dengan foto bupati Simalungun
bersama istri. Lighting dipasang di bagian depan dan belakang panggung.
Bunga-bunga diletakkan di bagian depan bawah panggung dan umbul-umbul
berada mengelilingi kerangka depan panggung dengan komposisi warna hitam,
merah dan putih berhiaskan ornamentasi Simalungun.
Universitas Sumatera Utara
56
Alat-alat musik tradisional berada di bagian kanan belakang panggung,
disusun sejajar menghadap penonton. Di atas pangung juga terdapat keyboard
Yamahadengan stand dan berada di sudut kiri sejajar dengan alat musik tradisi.
3.3.3.2 Kostum
Dalam sebuah pertunjukan, kostum dibutuhkan untuk meningkatkan
kualitas pertunjukan. Dengan demikian kostum juga menjadi salah satu faktor
yang harus dipertimbangkan baik dari segi kesesuaian dan kebutuhannya.
Kostum dalam petunjukan toping-toping telah dipersiapkan sesuai dengan
kebutuhan para pemain yang memerankan tokoh-tokoh didalamnya. Dalam
pemilihan kostum disesuaikan dengan topeng yang digunakan, misalnya
topingdaboru, walaupun yang memerankannya adalah seorang pemain pria
namun dia harus tetap mengenakan kostum wanita yang dalam hal ini adalah
pakaian adat Simalungun. Sama halnya dengan pemeran topingdalahi yang
memang mengenakan kostum pria yang juga merupakan pakaian adat
Simalungun. Kostum burung juga dibuat sedemikian rupa, yang disesuaikan
dengan ukuran kerangka burung.
3.3.3.2.1 Pakaian Toping Dalahi
Penaritoping dalahi merupakan penari yang menggunakan topeng berparas
laki-laki dan sekaligus penarinya adalah seorang laki-laki. Topingdalahi memakai
Universitas Sumatera Utara
57
pakaian polang-polang yang merupakan pakaian khas masyarakat Simalungun
yang terdiri dari tiga warna yaitu merah, hitam, putih dan hanya dipakai oleh
kaum pria Simalungun. Bentuk pakaian ini seperti kemeja dan celana panjang
bermotif garis-garis (merah, hitam, put ih). Adapun makna yang ditunjukkan
dengan warna khas Simalungun yaitu merah, putih, hitam memberikan arti yang
khusus untuk menunjukkan bagaimana karakter masyarakat Simalungun. Merah
artinya berani, yang menunjukkan kegagahan seseorang akan dirinya yang berani.
Putih artinya jujur, yang menunjukkan seseorang yang memiliki kejujuran hati.
Hitam artinya sakti, yang menunjukkan seseorang yang memiliki kekuatan
ataupun kesaktian.
Selain polang-polang masih ada komponen lain yang digunakan untuk pakain
toping dalahi yaitu hadang-hadang dan baul-baul. Hadang-hadang merupakan
semacam kain gendongan yang diletakkan di bagian bahu sebelah kanan penari.
Baul-baul adalah bakul yang diletakkan di bahu sebelah kanan yang melintang
secara diagonal yang digunakan sebagai tempat beras untuk memberikan berkat
kepada orang dengan cara melemparkannya ke sekelilingnya. Baul-baul ini juga
kadang digunakan sebagai tempat uang yang didapat dari hasil sumbangan yang
diberikan oleh penonton.
Sedangkan pada toping dalahi hanya menggunakan ijuk pada kepalanya
yang diisyaratkan sebagai rambut si penari toping-toping yang juga menggunakan
kain hitam sebagai penutup bagian belakang kepala si penari.
Universitas Sumatera Utara
58
3.3.3.2.2 Pakaian Toping Daboru
Penari toping daboru merupakan penari yang menggunakan topeng
berparas wanita. Adapun komponen-komponen yang digunakan oleh pakain
penari ini adalah toluk balanga, hatirongga, suri-suri,dan baul-baul. Toluk
balanga adalah baju yang dikenakan oleh penari toping wanita yang bercorak
warna hitam. Hatirongga adalah bawahan pakaian toping wanita atau rok yang
digunakannya yang diikat di bagian pinggang penari. Kainnya bercorak warna
merah yang bermotifkan hiou Simalungun. Suri-suri adalah ulos tradisional
Simalungun yang diletakkan melintang pada bagian bahu kanan. Baul-baulyang
digunakan oleh penari toping-toping sama fungsinya dengan baul-baul yang
digunakan oleh penari toping dalahi seperti yang dijelaskan di atas.
Sedangkan pada topeng yang dikenakan oleh penari toping daboru
terdapat juga anting-anting yang dilekatkan pada telinga topeng tersebut yang
disebut purih-purih. Purih-purih ini digunakan untuk menambah kesan penari
toping-toping sebagai seorang wanita atau menjadi identitas sebagai seorang
wanita. Pada topeng tersebut juga ditempelken ijuk di bagian ujung wajah atas
toping daboru yang diisyaratkan sebagai rambut penari toping-toping dan juga
kain hitam yang menutupi bagian belakang kepala penari..
Universitas Sumatera Utara
59
3.3.3.2.3 Pakaian Huda-huda
Huda-huda memakai kain berwarna merah, hitam dan putih yang dijahit
menjadi satu untuk menutupi seluruh kerangka yang terbuat dari rotan. Pada
bagian ekor dibuat juga kain berwarna merah, hitam dan putih. Ekornya terbuat
dari sebatang rotan yang panjangnya ± 1 meter. Bagian kepala pada awalnya
terbuat dari kepala burung enggang hingga saat ini sudah jarang digunakan kepala
asli burung enggang karena susahnya mendapatkan burung enggang dan sekarang
yang banyak digunakan kepala burung enggang yang terbuat dari kayu yang
sudah diukir. Adapun komponen-komponen yang menjadi pelengkap di bagian
kepala huda-huda adalah bambu yang dibentuk seperti jari-jari dengan bulu ayam
yang sudah ditempeli sehingga mengibaratkan rambut si huda-huda, pada bagian
bambu berbentuk jari-jari itu pula ditempelkan germanik, di bagian leher
diikatkan sebuah kiring-kiring, dan benang yang diikatkan di paruh burung
enggang tersebut. Rambut huda-huda tersebut terbuat dari rangka bambu yang
ditempel dengan bulu ayam sehingga memberikan kesan seekor burung karena
pada penari huda-huda hanya menggunakan kepala burung enggang. Germanik
merupakan anting-anting yang digunakan huda-huda yang diletakkan tepat pada
bagian rambut huda-huda yang berwarna merah hitam putih. Kiring-kiring
adalah kerincing yang diikatkan pada bagian leher huda-huda dan ini digunakan
sebagai tanda akan pergerakan huda-huda sehingga saat huda-huda berjalan
maupun menari kerincing tersebut akan berbunyi. Benang yang digunakan pada
paruh burung enggang dihubungkan menembus badan huda-huda sehingga
benang tersebut dapat dipegang oleh penari huda-huda dari dalam baju huda-
Universitas Sumatera Utara
60
huda. Setelah benang tersebut sudah dipegang, maka penari huda-huda tersebut
dapat menggerakkan kepala burung enggang ke kiri maupun ke kanan.
3.3.3.3 Alat Musik Yang Dimainkan
Dalam mengiringitoping-toping dipakai ensambel musik tradisional
Simalungun yaitu gonrang sipitu-pitu. Gonrang sipitu-pitu ini terdiri dari satu
buah sarune bolon (double reeds aerophone), tujuh buah gendang (double head
membranophone), dua buah mong-mongan (idiophone), dan dua buah ogung
(idiophone). Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan satu persatu dari
masing-masing instrumen tersebut
3.3.3.3.1 Gonrang
Gonrang termasuk dalam klasifikasi membranophone, terdiri dari tujuh
buah gendang yang disusun sejajar atau digantung pada sebuah rak yang sesuai
nada do-re-mi-fa-sol-la-si. Alat musik ini terbuat dari kayu resse atau kayu
nangka dan kulit lembu atau kambing
3.3.3.3.2 Sarune Bolon
Sarune bolon adalah alat musik yang masuk dalam klasifikasi aerophone
yang memiliki lidah ganda (double reeds aerophone). Ini diambil menurut sistem
klasifikasi oleh Curt Sach dn Hornbostel (1980:18). Dalam ensambel gonrang
sipitu-pitu, sarune merupakan pembawa melodi yang dimainkan oleh satu orang.
Universitas Sumatera Utara
61
Sarune terbuat dari kayu silastom yang memiliki enam buah lubang yang
sejajar dengan bibir bagian atas dan satu buah lubang sejajar dengan bibir bagian
bawah jika dilihat dalam posisi memainkannya. Sarune juga memiliki penahan
bibir yang terbuat dari tempurung kelapa berbentuk bulat berdiameter ± 3,5 cm.
Sarune menggunakan dua buah reed (lidah getar) yang terbuat dari daun kelapa.
Pada bagian ujung sarune terdapat bambu yang disambung dengan badan sarune
yang disebut sigumbang.
3.3.3.3.3 Mong-mongan
Mong-mongan termasuk dalam klasifikasi idiophone, sejenis gong berpencu
yang terbuat dari perunggu atau kuningan. Mong-mongan merupakan pembawa
tempo yang dimainkan oleh satu orang. Mong-mongan terdiri dari sibanggalan
dan sietekan. Mong-mongan sibanggalan memiliki keliling 63 cm, gari
tengahnya 19 cm, pencunya 6 cm, dan tebalnya 3 cm. Mong-mongan sietekan
memiliki keliling 53,5 cm, garis tengah 16 cm, pencu 4 cm, dan tebalnya 2,5 cm.
3.3.3.3.4 Ogung
Ogung juga termasuk dalam klasifikasi idiophone, terbuat dari logam dan
mempunyai pencu. Ogung merupakan pembawa tempo yang dimainkan oleh satu
orang. Dalam ensambel gonrang sipitu-pitu, ogung terdapat dua buah yang
disebut ogung sibanggalan dan ogung sietekan.
Universitas Sumatera Utara
62
BAB IV
ANALISIS PERTUNJUKAN TOPING-TOPING OLEH TIGA KELOMPOK
TOPING-TOPING
Analisis yang dilakukan oleh penulis akan memberikan petunjuk dan
pengarahan terhadap bagaimana pertunjukan toping-toping ini disajikan.
Kemudian tulisan ini akan dijelaskan berdasarkan hasil dokumentasi penulis yang
didapat dari lapangan yang akan disesuaikan dengan hasil kerja laboratorium.
Sesuai dengan asumsi yang diberikan Nettl (1964:131) bahwa hasil dokumentasi
inilah yang akan dijadikan sebagai media untuk mengkomunikasikan pengetahuan
musik dan tari terhadap pembaca dengan menggambarkannya dalam bentuk pola
visual.
Analisis dalam tulisan ini akan melihat pertunjukan tari toping-toping dari
beberapa aspek yang turut membentuk tari ini baik dari segi komposisi yang
mendukungnya. Adapun beberapa komposisi yang penulis maksud adalah tari
toping-toping tersebut, pertunjukan tari toping-toping tersebut, dan musik yang
digunakan untuk mengiringi tari tersebut. Dengan komposisi tersebut maka
penulis akan membentuk sebuah morfologi yang akan membantu para pembaca
dalam memahami dan mengamati objek penelitian penulis. Pertunjukan dalam
hal ini akan menunjukkan tiga kelompok pemaintoping-toping sehingga dapat
melihat pokok permasalahan tulisan ini yang melihat aspek pertunjukannya secara
khusus. Pemaparan dalam bab III akan membantu dalam melihat bagaimana
Universitas Sumatera Utara
63
konsep pertunjukan toping-toping ini dalam bentuk penyajian upacara dengan
penyajian oleh ketiga kelompok pemain toping-toping ini dalam konsep penyajian
non-upacara. Sehingga dalam melihat pertunjukannya penulis mengajak pembaca
untuk melihat bagaimana perbandingan yang ditunjukkan dalam penyajian tari
toping-toping dalam dua konsep yang berbeda dengan fokus terhadap satu kajian
pertunjukan tari dengan konsep non-upacara (dalam hal ini ditunjukkan dalam
pesta rondang bittang) dengan tiga kelompok pemain toping-toping. Untuk itu
dalam bab ini penulis akan memfokuskan tulisan terhadap komposisi yang
digunakan penyajian ketiga kelompok pemaintoping-toping yang disajikan dalam
bentuk pertunjukan non-upacara dengan “duplikasi” tari toping-toping yang
disajikan dalam bentuk upacara.
4.1 Proses Analisis
Dalam pemaparan kalimat pengantar di atas telah penulis sebutkan bahwa
dalam menjelaskan penganalisisan pertunjukan penulis akan bergantung terhadap
komposisi yang mendukung pertunjukan tersebut yaitu pertunjukan tari, tari
tersebut, dan musik yang digunakan dalam mengiringi tari tersebut. Dalam proses
penganalisisan dalam tulisan ini akan dilakukan berdasarkan teori yang digunakan
dalam membahas pokok permasalahan yang sesuai dengan bahan kajian yang
diperoleh dari objek penelitian ini.
Untuk menganalisis pertunjukantoping-toping, maka penulis
menggunakan teori yang disebutka oleh Milton Sieger (dalam MSPI, 1996:164-
Universitas Sumatera Utara
64
165) bahwa pertunjukan selalu memiliki (1) waktu pertunjukan yang terbatas, (2)
awal dan akhir, (3) acara kegiatan yang terorganisir, (4) sekelompok pemain, (5)
sekelompok penonton, (6) tempat pertunjukan, (7) kesempatan untuk
mempertunjukkannya. Kemudian pertunjukan ini juga didukung oleh komponen-
komponen upacara seperti tempat upacara, waktu upacara, alat-alat upacara, dan
orang yang melakukan dan memimpin upacara. Penulis akan menjelaskan aspek-
aspek yang turut membentuk pertunjukan ini dalam bentuk data yang tertulis
dengan pemaparannya untuk menunjukkan pemahaman terhadap tradisi ini.
Dalam penganalisisan pertunjukan ini penulis menggunakan analisis dalam bentuk
tabel untuk mempermudah dalam memahami unsur-unsur yang ada di dalam
pertunjukan tersebut dengan melihat per-aspek yang turut membentuknya.
Mengingat objek penelitian melihat perbedaan antara tiga kelompok pemain
toping-toping maka penulis berinisiatif untuk memberikan penjelasan
pertunjukannya dalam bentuk laporan tabel bagaimana aspek-aspek pendukung
tersebut mempengaruhi pertunjukan tari tersebut.
Dalam meneliti gerak tari, penulis akan mendeskripsikannya dalam bentuk
dan pola dengan menggunakan terminologi-terminologi yang penulis dapat
selama di lapangan. Mengingat kajian ini tidak melihat secara detail gerak tari
yang digunakan maka penulis akan menjelaskannnya dengan beberapa lambang
yang dapat menunjukkan pola gerak tari toping-toping yang digunakan. Sesuai
dengan pendekatan yang disebutkan oleh Soedarsono (1972:81-98) bahwa tari
merupakan seni yang memiliki substansi dasar yaitu gerak yang telah diberi
bentuk ekspreaif di mana gerak tersebut memiliki hal-hal yang indah dengan di
Universitas Sumatera Utara
65
dalamnya mengandung maksud-maksud tertentu dan mengandung maksud-
maksud simbolis dalam membentuknya. Untuk itu penulis akan menunjukkan
dalam pendeskripsian gerak tari toping-toping tersebut melalui data yang penulis
dapat di lapangan dengan hasil pendokumentasian penulis.
Untuk membahas aspek musik yang disajikan dalam mengiringi tari ini
penulis akan menggunakan proses transkripsi musik dengan notasi barat
mengingat notasi ini sifatnya sangat umum digunakan dalam penulisan musik
dalam studi etnomusikologi. Untuk pentranskripsian musik, Nettl memberikan
sebuah pendekatan untuk menganalisis musik yang dilihat dari perbendaharaan
nada, ritem, modus, nada dasar, bentuk, dan tempo.
4.2 Analisis Pertunjukan Toping-toping
Sebelumnya penulis mengingatkan kembali kepada pembaca dengan bab
sebelumnya yang menjelaskan pesta rondang bittang di Saribu Dolok tempat
lapangan penelitian penulis. Karena hal ini membantu melihat pendeskripsian
lokasi dan tempat objek penelitoian penulis yang penulis bahas dalam tulisan ini.
Kembali dalam objek penelitian, bahwa pertunjukan toping-toping yang
ditampilkan dalam pesta rondang bittang adalah pertunjukan seni yang
ditampilkan dalam konsep non-upacara yang sifatnya “competity” dengan
menunjukkan pertunjukan seni yang “sebenarnya” dalam konteks upacara yaitu
upacara mangiliki. Untuk membantu pemahaman ini tentu harus mengerti
konteks upacara mangiliki dalam upacara sayurmatua (lihat bab III).
Universitas Sumatera Utara
66
Pertunjukan yang ditampilkan dalam pesta rondang bittang tersebut
menunjukkan satu keutuhan tradisi budaya dalam bentuk kompetisi antar
kecamatan di kabupaten Simalungun, sehingga penulis melihat tiga sampel yang
dijadikan sebagai bahan objek penelitian. Pertunjukan inilah yang dianalisis
dalam bentuk tabel dengan format penjelasan berupa hasil yang didapat dari
lapangan. Tentu dalam hal ini penulis membuat suatu patokan secara objektif
dengan kajian utama yang menunjukkan sebuah tradisi tari yang digunakan dalam
prospek tradisional yaitu sebuah tradisi lokal (Simalungun). Untuk itu penulis
melihat tradisi tari yang digunakan dalam suatu bentuk upacara kebudayaan
Simalungun yang merupakan suatu norma tradisi dialihfungsikan dalam bentuk
pertunjukan yang sifatnya pertunjukan saja. Adapun laporan yang disajikan
merupakan suatu bentuk morfologi yang menyusun secara keseluruhan
pertunjukantoping-toping yang disajikan dalam pesta rondang bittang tersebut.
Berikut penulis lampirkan tabel yang menunjukkan analisis dalam konteks
pertunjukannya dengan pola yang mengikuti pertunjukan toping-toping yang
“asli”nya. Hasil ini penulis dapat berdasarkan studi lapangan yang diteliti penulis
dan juga hasil wawancara dengan informan.
Universitas Sumatera Utara
67
Morfologi
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Musikal (aspek ini menunjukkan bagaimana musik dipertunjukkan dengan melihat secara objektif instrumen musik yang mengiringi tari toping-toping)
Ciri khas gual huda-huda ini adalah bunyi sarune yang dimainkan, pada saat sarune dimainkan dengan alunan yang panjang dan bergelombang maka penari huda-huda akan meggoyangkan kepala mengikuti irama.
Huda-huda mengikuti irama permainan sarune apalagi pada saat dimainkannya alunan yang panjang dan bergelombang tersebut. Tetapi aksen penari toping-toping lebih banyak ditunjukkan.
Pada kelompok ini lebih memperhatikan bunyi gonrang dengan gerakan yang mengikuti tempo panggualnya. Aksen sarune yang panjang dan bergelombang dimainkan tetapi tetap mengutamakan gerak dan tempo gual.
Konsep (aspek ini memperhatikan deretan pertunjukan tari toping-toping dengan perhatian khusus waktu yang digunakan dalam pertunjukan dan secara umum mendeskripsikan penyajian pertunjukannya
Deretan pertunjukannya dimulai dari pertunjukan partangis-tangis, musik+tari toping-toping/ huda-huda, huda-huda membujuk partangis-tangis, toping-toping mengajak partangis-tangis
Pertunjukan dimulai dengan masuknya partangis-tangis yang diiringi dengan permainan musik gonrang sipitu-pitu , musik berhenti ketika martangis-tangis, kemudian musik+tari toping-toping/ huda-huda, toping-toping membujuk dan mengajak partangis-tangis
Pertunjukan dimulai dari partangis-tangis, kemudian musik+tari toping-toping/ huda-huda, penari toping-toping membujuk partangis-tangis dan mengajak partangis-tangis
Universitas Sumatera Utara
68
Instrumen (aspek ini menunjukkan konsep musik secara fisik yang dilihat dari instrumen yang digunakan untuk mengiringi tari toping-toping dalam upacara maupun non-upacara/hiburan)
Instrumen yang digunakan adalah ansambel gonrang sipitu-pitu dengan pemain gonrang sebanyak dua orang, sarune satu orang, mongmongan satu orang dan pemain ogung satu orang.
Instrumen yang digunakan adalah ansambel gonrang sipitu-pitu dengan pemain gonrang dua orang, sarune satu orang, mongmongan satu orang, dan ogung satu orang
Instrumen yang digunakan adalah ansambel gonrang sipitu-pitu dengan pemain gonrang dua orang, sarune satu orang, mongmongan satu orang, dan ogung satu orang
Fungsi (Dalam hal ini dapat dilihat objek penelitian yang mengacu terhadap tari toping-toping yang digunakan dalam pertunjukan non-upacara dengan melihat fungsinya secara umum dan secara khusus dengan pertunjukan toping-toping yang disajikan dalam bentuk non-upacara
Pesta rondang bittang merupakan pesta perayaan masyarakat Simalungun yang dilakukan setiap tahunnya dengan menunjukkan pertunjukan seni budaya Simalungun. Tari toping-toping ditampilkan dalam pesta rondang bittang untuk mengisi acara pertunjukannya, hingga jelas tari ini ditampilkan untuk acara hiburan dengan tujuan untuk pelestarian kebudayaan. (wawancara dengan penari kelompok I)
Adapun kegiatan ini (menari toping-toping) digunakan tidak semata-mata untuk hiburan melainkan menambah kesadaran masyarakat Simalungun akan budayanya, mengingatkan apabila ada seseorang yang meninggal di saat uzur tetap menggunakan tradisi ini. (wawancara kelompok II)
Kelompok ini megikuti acara pesta rondang bittang untuk mendukung pesta rakyat yang dilakukan masyarakat Simalungun setiap tahunnya. Pada saat seperti ini mereka banyak bertemu dengan keluarga-keluarga jauh yang belum sempat beertemu (wawancara dengan kelompok III)
Universitas Sumatera Utara
69
Properti (aspek ini melihat alat-alat pendukung yang digunakan dalam menyajikan tari toping-toping dengan bentuk proses penyajiannya maupun dalam bentuk materialnya
Properti yang digunakan oleh penari , yaitu penari toping-toping daboru yang menggunakan baju kebaya lengkap dengan suri-suri, tandok, topeng berparas wanita yang terbuat dari tanah liat dengan kain hitam yang menutupi bagian kepala topeng dengan ijuk yang dianggap sebagai rambutnya. Sedangkan penari topeng dalahi mengenakan pakaian bermotifkan hiou Simalungun juga mengikatkan hiou di badannya secara diagonal, menggantungkan bahul-bahul , dan memakai topeng yang terbuat dari tanah liat berparas pria dengan kain putih yang menutupi bagian kepalanya. Penari huda-huda mengenakan pakaian merah putih bergaris dengan sarung yang menutupi sebagian badan dan kakinya, dan jelas penari ini berkepala burung
Properti yang digunakan penari, yaitu penari toping daboru menggunakan kebaya dengan suri-suri, memakai topeng berparas wanita yang terbuat dari tanah liat, dengan kain hitam yang menutupi kepalanya lengkap dengan ijuk yang diibaratkan sebagai rambutnya. Sedangkan penari toping-toping dalahi menggunakan pakaian polang-polang dengan hiou diikat di badannya, menggantungkan bahul-bahul, dan memakai topeng berparas pria yang terbuat dari tanah liat dengan kain hitam yang menutupi bagian kepalanya. Penari huda-huda ditutupi dengan kain motif warna Simalungun merah hitam putih seluruh badan. Pakaian pemusik tidak
Properti yang digunakan penari,yaitu penari toping-toping daboru yang menggunakan topeng berparas wanita, baju kemeja hitam lengan panjang dengan memakai rok bermotif hiou Simalungun, dan juga memakai hiou yang dikenakaan di bagaian lengan kanannya. Penutup kepala daboru menutupi bagian belakang kepala dengan kain hitam merah. Sedangkan toping-toping dalahi menggunakan topeng berparas pria lengkap dengan hiou yang diselendangkan saja di bagian kanan bahu, di situ juga digantungkan bahul-bahulnya. Pada topeng dalahi ini ditempelkan juga ijuk yang menyerupai rambutdengan kain hitam yang menutupi bagian kepalanya. Penari huda-huda masuk ke panggung dengan uang menempel di paruhnya. Motif perah hitam putih
Universitas Sumatera Utara
70
enggang yang digerakkan dengan benang dari balik baju penari tersebut. Properti penari yaitu lengkap dengan seragam pemusik juga menggunakan gotong yang menjadi simbol sebagai pemusik.
seragam, dan hanya pemain sarune yang mengenakan gotong.
yang jadi warna khas Simalunugn menutupi badan pemain huda-huda seperti yang lainnya. Adapun topeng pada kelompok ini terbuatdari plastik dengan warna merah tua. Pemusik menggunakan pakaian yang seragam lengkap dengan gotongnya.
Ritual (hal ini merupakan sebuah persyaratan dalam pertunjukan tari toping-toping pra-penyajiannya dengan menunjukkan aspek religius yang terkandung di dalamnya
Tidak ada ritual khusus yang digunakan untuk acara hiburan seperti di pesta rondang bittang.
Tidak ada ritual yang digunakan pada saat menampilkan tari ini.
Tidak ada ritual yang digunakan dalam menampilkan tari tradisi toping-toping.
4.3 Analisis Tari
Pada pertunjukan tari toping-toping dapat dilihat beberapa gerakan yang
menjadi khas dari tari tersebut. Adapun beberapa gerakan tersebut telah penulis
analisis melalui gerak yang ditampilkan yang pada umumnya ada dan sering
muncul dalam pertunjukan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
71
Berikut pembagian gerakan yang ditampilkan tari toping-toping dalam pesta
rondang bittang di Saribu Dolok.
a. Mangondok, gerakan ini ditunjukkan oleh penari toping-toping dengan
menekukkan lutut kakinya dengan gerakan naik dan turun.
b. Manerser, gerakan ini ditunjukkan oleh penari toping-toping dalam menari
untuk menghibur partangis-tangis. Gerakan ini dilakukan dengan
menginjitkan ujung telapak kai bagian jari-jari dan menggerakkan pangkal
telapak kaki ke kiri dan ke kanan sekaligus mangondok mengikut i irama
musik.
Universitas Sumatera Utara
72
c. Lakkah sitolu-tolu, gerakan ini ditunjukkan oleh penari huda-huda pada
saat berjalan mengelilingi partangis-tangis. Gerakan ini dilakukan dengan
melangkah sebanyak tiga kali yang dimulai dari langkah kaki kiri dengan
memberikan aksen gerak langkahpada langkah ketiga.
d. Marsombah, gerakan ini ditunjukkan oleh penari toping-toping wanita.
Gerakan ini dilakukan dengan merapatkan kedua telapak tangan menjadi
satu kemudian menggerakkannya pada bagian kepala dengan tidak
melewati batas kepala.
Universitas Sumatera Utara
73
e. Mangembas, gerakan ini ditunjukkan oleh penari toping-toping dalam
kebanyakan pertunjukannya. Khusus bagi toping-toping pria, gerakan
telapak tangan di bawah kepala (ukurannya sejajar dengan telinga),
gerakannya bebas ke segala arah, satu di bagian atas, satu lagi di bagian
bawah atau tangan dua-duanya sejajar ketika badan membungkuk atau
sesudah dan sebelum menyembah. Sedangkan untuk toping-toping
wanita, gelakan salah satu telapak tangannya berada dekat di dada (tengah)
sedangkan yang satunya lagi di bawah bergerak ke depan-belakang atau ke
samping kiri-kanan dan kadang nanik-turun atau langsung naik ke atas
mendekati dada untuk menggantikan tangannya yang sebelumnya di atas.
f. Dihar, gerakan ini ditunjukkan oleh penari toping-toping yang digunakan
untuk candaan untuk penonton. Gerakan ini dilakukan dengan gerakan
silat atau bela diri.
Universitas Sumatera Utara
74
g. Gerak bebas, gerakan ini ditunjukkan oleh semua penari tersebut di mana
adanya gerakan improvisasi agar pertunjukan tersebut tidak monoton dan
ini digunakan untuk hiburan canda saja.
4.4 Analisis Musik
Dalam bagian tulisan ini, penulis akan menganalisis musik yang
mengiringi tari toping-toping pada pesta rondang bittang. Hal ini dapat dilihat
hubungan dari kajian penulis yang membahas aspek pertunjukan tari toping-toing
yang didukung dengan instrumen musik yang mengiringinya. Sebab kedua hal ini
Universitas Sumatera Utara
75
(musik dan tari) merupakan bagian terikat yang saling mendukung untuk
pertunjukan kesenian. Dalam terjemahan Rizaldi Siagian dengan buku
Anthropology Music oleh Alan P. Meriam dijelaskan bahwa musik dan tari
merupakan komponen yang tidak dipisahkan yang disebabkan adanya hubungan
sebab akibat di dalamnya. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa musik untuk
mengiringi tari toping-toping ini juga memiliki pengaruh terhadap pola gerak tari
walaupun sebenarnya gerak yang ditampilkan kebanyakan improvisasi.
Adapun alat musik yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan tari
toping-toping tersebut sudah dijelaskan sebelumnya yaitu sarune, gonrang, gong,
dan mongmongan. Beberapa alat musik ini adalah alat musik yang tergolong
ansambel gonrang sipitu-pitu yang digunakan khusus untuk
mengiringipertunjukan tari toping-toping ini. Tapi dalam kesempatan kali ini,
penulis hanya mentranskrip alat musik sarune sebagai penghasil melodi
mengingat peran melodi sarune ini mempengaruhi pola gerak penari.
Penganalisisan musik yang dilakukan musik mengikuti pendekatan yang dibuat
oleh Bruno Nettl yang melihat beberapa kriteria perbendaharaan nada yang
terkandung dalam permainan melodi sarune tersebut.
Dalam hal ini penulis mentrasnkripsi melodi sarune dengan unsur-unsur yang di
dalamnya seperti tangga nada, wilayah nada, kontur, dan formula melodi.
1. Tangga nada
Tangga nada dalam hasil transkripsi ini meliputi nada-nada yang
dimainkan dalam melodi sarune dan nada-nada yang dimaksud merupakan
Universitas Sumatera Utara
76
nada-nada pokok yang jelas terdengar. Sehingga penulis menuliskan
terlebih dahulu nada-nada yang dipakai dalam permainan melodi sarune
tersebut. Adapun melodi yang dimainkan memiliki tangga nada Bes-B-F-
Fis-As-A-Bes’-Des-D-Es-E-F’.
2. Wilayah nada
Wilayah nada dalam hal ini adalah nada-nada yang dimainkan oleh melodi
sarune dengan melihat frekuensi antara nada terendah dengan nada
tertinggi. Berdasarkan hasil transkripsi penulis maka dapat ditentukan
wilayah nadanya adalah Bes-F’.
3. Kontur
Kontur merupakan alur melodi dalam permainan sarune, dengan ini
didukung pendekatan oleh Malm yang dapat dilihat dari beberapa jenis
yaitu:
a. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada yang
rendah ke nada yang tinggi.
b. Descending garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
77
c. Pendulous, garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang
rendah ke nada yang lebih tinggi, kemudian kembali ke nada yang
lebih rendah, atau sebaliknya dari nada yang lebih tinggi ke nada yang
lebih rendah dan kembali ke nada yang lebih tinggi.
d. Terraced, garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga
dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi, kemudian
bergerak sejajar lalu bergerak ke nada yang lebih tinggi dan seterusnya
akirnya berbentuk seperti anak tangga.
e. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap bergerak dalam ruang
lingkup yang terbatas.
Dan berdasarkan hasil transkripsi penulis, maka dapat ditentukan bahwa
kontur dari melodi sarune tersebut adalah pendulous yang menggunakan
nada yang mengayun mulai dari nada rendah ke nada tinggi kembali lagi
ke nada yang rendah kemudian kembali lagi ke nada yang tinggi.
Perhatikan contoh melodi berikut ini.
Maka dihasilkan grafik nada seperti di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
78
4. Formula melodi
Ada beberapa karakter yang ditawarkan oleh Nettl dalam menentukan
bentuk melodi dalam satu komposisi yaitu dengan memperhatikan unsur-
unsur melodi yang etrkandung di dalamnya baik itu berdasarkan
pengulangan frasa, pengulangan ritem, trasnposisi, ataupun kesatuan
dalam teks dalam musik. Untuk itu penulis membagikannya dalam bentuk
frasa sehingga dapat melihat motif pada melodi yang dimainkan sarune
tersebut.
Perhatikan frasa melodi berikut ini.
Frasa A
Frasa B
Frasa A’
Frasa B’
Universitas Sumatera Utara
79
Frasa C
Frasa D
Frasa E
Jadi pola formula melodi yang digunakan dalam permainan sarune ini adalah A,
B, A’, B’, C, D, dan E.
Universitas Sumatera Utara
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tari toping-toping dalam masyarakat Simalungun merupakan sebuah
tradisi yang sebenarnya sudah hidup dan dibudayakan sejak zaman kerajaan
Simalungun dulunya (lihat kembali sejarahnya di Bab III). Seperti dalam objek
penelitian penulis yang melihat perkembangan dan perubahan tradisi ini yang
dibuat dalam suatu konsep pertunjukan hiburan dalam pesta rondang bittang.
Pertunjukan toping-toping ini pada awalnya disajikan dalam upacara sayurmatua
yang kemudian mengalami perkembangan yang disajikan dalam bentuk
nonupacara dalam pertunjukan seni sebagai hiburan. Sehingga dapat dilihat
bagaimana pertunjukan tari toping-toping yang digunakan dalam pesta rondang
bittang dengan aspek perbedaan-perbedaan yang ditampilkan setiap kelompok
penari toping-toping yang kini menjadi objek penelitian penulis.
Adapun perbedaan-perbedaan yang ditunjukkan di setiap kelompok penari
tersebut menunjukkan sebuah perubahan ataupun perkembangan yang terjadi
dalam tradisi toping-toping tersebut, di mana suatu pertunjukan dalam upacara
disajikan dalam pertunjukan non-upacara. Sejumlah norma tradisi tidak
diikutsertakan dalam pertunjukan toping-toping yang disajikan dalam pesta
rondang bittangtersebut, sehingga untuk melihat perbedaannya penulis melihat
dengan acuan pertunjukan toping-toping yang disajikan dalam upacara
Universitas Sumatera Utara
81
sayurmatua. Pertunjukan toping-toping yang disajikan dalam bentuk hiburan
memberikan suatu bentuk perbedaan baik itu dengan pertunjukan “aslinya”
maupun dengan pertunjukan yang disajikan beberapa kelompok tersebut. Dapat
dilihat dari analisis yang dibuat oleh penulis melalui tabel dengan morfologi yang
menjadi aspek perbedaan yang terjadi dari beberapa kelompok tersebut. Sehingga
dalam konteks pertunjukan tari toping-toping dalam pesta rondang bittang yang
merupakan pertunjukan yang kompetitif, maka saat itulah kemampuan juri untuk
menilai setiap pertunjukan yang ditampilkan.
Melalui aspek-aspek yang dijadikan sebagai bahan perbandingan maka
dapat dilihat dari tiga kelompok yang penulis jadikan sebagai sampel objek
penelitian, menyajikan pertunjukan toping-toping yang mendekati, hampir
mendekati, dan tidak mendekati dalam konteks pertunjukan toping-toping dalam
upacara sayurmatua. Dapat dilihat dari penyajian struktur musikalnya sama
namun pengaruh yang terjadi antara bagian musikal dengan bagian gerak tari yang
disajikan tentu berbeda. Begitu juga yang terjadi dalam aspek lainnya (perhatikan
tabel dalam bab IV analisis) yang menunjukkan bagaimana setiap kelompok
menyajikan konsep pertunjukan yang berbeda, gerak yang berbeda, dan bahkan
properti yang digunakan sewaktu menyajikan pertunjukan tari tersebut.
Ssehingga penulis penulis melihat adanya perbedaan yang harus dibandingkan
dan adanya perubahan yang juga harus diperhatikan walaupun secara fungsional
dua konsep pertunjukan yang berbeda (pertunjukan rondang bittang dan
pertunjukan sayurmatua).
Universitas Sumatera Utara
82
5.2 Saran
Suatu bentuk kemajuan yang terjadi dalam masyarakat Simalungun yang
mengangkat sebuah tradisi kebudayaan menjadi sebuah kebutuhan dalam aktivitas
kehidupan berbudayanya. Dapat dilihat dalam aktivitas tahunan yang
dilaksanakan dalam pesta rondang bittang bahwa pertunjukan toping-toping
sudah dijadikan menjadi sebuah pertunjukan seni dengan konsep hiburan.
Walaupun kenyataannya budaya tersebut seharusnya disajikan dalam konsep
upacara sayurmatua dengan memberikan ungkapan sakral atau norma tradisi
tertetu.
Melihat perkembangan zaman baik dari segi kesenian maupun sistem
kemasyarakatan, pertunjukan toping-toping disajikan dalam bentuk hiburan
sebaiknya lebih dipertahankan. Tidak hanya dalam pertunjukan yang diadakan
dalam pesta rondang bittang, seharusnya pertunjukan seni ini lebih dikembangkan
dalam kaum muda yang kini sudah mengalami ketidaksadaran akan pentingnya
tradisi kebudayaan. Sedangkan pertunjukan toping-toping yang diadakan dalam
bentuk upacara seharusnya lebih ditekankan lagi kepada masyarakatr Simalungun
untuk tetap menggunakan tradisi ini sesuai dengan norma tradisi yang
digunakann.
Untuk itu dengan mengetahui suatu tradisi kebudayaan seperti ini, baik itu
melalui tulisan ini maupun sistem tradisi yang sudah diketahui oleh masyaraklat
Simalungun mampu melestarikan atau bahkan mengembangkan tradisi
Universitas Sumatera Utara
83
kebudayaan terkhusus dengan objek penelitian yaitu tari toping-toping dapat
merangsang kesadaran masyarakatnya akan pentingnya kesenian ini.
Universitas Sumatera Utara
86
DAFTAR PUSTAKA
Department of Education and Culture Directorat General of Culture North
Sumatera Government Museum
1994 The Simalungunesse Traditional Musical Instruments
Dermawan, dkk
2012 Sejarah Etnis Simalungun
Edi, Sedyawati
1981 Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta, Pustaka Jaya
Hutagalung, Flora
2003 Analisis Pertunjukan Tari Piring pada Upacara
Perkawinan Adat Masyarakat Minangkabau di Kota Medan. Medan:
Skripsi USU
Koentjaraningrat
1990 Pengantar Antropologi. Jakarta, Rineka Cipta
Malm, William. P
1976 Traditional Music Of The Pasific and The Near East.
New Jersey: Prectice-Hall
Universitas Sumatera Utara
87
Merriam, Alan P
1964 The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern
University Press
Nettl, Bruno
1964 Theory and Method in Ethnomusicology. New York
The Free Press of Glenco
Purba, Kenan
1996 Adat Istiadat Simalungun. Pematang Siantar: Bina Budaya
Simalungun
Sal, Mugiarto
1996 Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas-Batas Dan Arti
Pertunjukan. Yogyakarta, Jurnal MSPI
Saragih, Rudi
1998 Studi Deskriptif Toping-Toping Simalungun dalam
Bentuk Pertunjukan oleh Sanggar Inggou. Medan,
Skripsi USU
Universitas Sumatera Utara
88
Siger, Milton
1996 Cakrawal Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas dan Arti
Pertunjukan. Yogyakarta, Jurnal MSPI
Sipayung, Juniadi
2013 Mengenal Tortor dan Hagualon Simalungun. Jakarta, Bhatara
Guru
Soedarsono
1972 Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Yogyakarta,
ASTI Yogyakarta
Universitas Sumatera Utara
top related