analisis metode pengakuan pendapatan dan beban …
Post on 10-Nov-2021
17 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS METODE PENGAKUAN PENDAPATAN DAN BEBAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN RESPONSIBILITY CENTER
(STUDI KASUS DI PT.WIJAYA KARYA, Tbk DAN PT. WASKITA KARYA, Tbk)
Renjani Ekalaya Savira – 0906491194
Dosen Pembimbing: Purwatiningsih
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
I. Pendahuluan
Perekonomian Indonesia saat ini menunjukkan tanda positif dimana di tengah
kemerosotan ekonomi global, perekonomian Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Buiter
dan Rahbari (2011) menyatakan dalam riset mereka bahwa di tahun 2040 Indonesia akan
menjadi salah satu global growth generators (3Gs) dan menempati posisi keempat dalam
daftar sepuluh besar perekonomian dunia, dengan posisi diatasnya adalah Cina, India, dan
Amerika Serikat. Satu hal yang harus mendapatkan perhatian utama untuk mencapai posisi
tersebut adalah infrastruktur yang mendorong konektivitas antar wilayah sehingga dapat
mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia. Di Indonesia sendiri, total
realisasi investasi Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) sampai Desember 2012 telah mencapai Rp 623,91T, dimana sebesar Rp243T telah
terealisasi untuk infrastruktur yang terdiri dari jalan, trasportasi, sumber daya air dan energi
(Kemenkeu, 2012). APBN Indonesia 2013 menekankan bahwa arah kebijakan belanja negara
adalah meningkatkan kualitas belanja negara melalui pengendalian subsidi dan peningkatan
belanja infrastruktur. Belanja negara dianggarkan dalam APBN 2013 sebesar Rp1.683,0T,
yang sekitar 17 persennya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur pendorong
pertumbuhan ekonomi. Ketika berbicara mengenai infrastruktur, maka industri yang berperan
langsung dengan kemajuan infrastruktur adalah industri konstruksi. Dengan semakin giatnya
pemerintah membangun infrastruktur untuk memajukan perekonomian Indonesia, maka
semakin banyak pula kesempatan dan perusahaan yang muncul di industri konstruksi.
Berdasarkan Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik (2012), sektor konstruksi mengalami
pertumbuhan sebesar 7,3 persen per tahun, serta menempati tiga besar sektor yang mengalami
pertumbuhan tertinggi. Dalam tujuh tahun terakhir, jumlah perusahaan konstruksi di
Indonesia bertambah sebesar 54 persen, sehingga rata-rata pertumbuhan per tahunnya adalah
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
sekitar 7,8 persen. Meningkatnya jumlah permintaan atas jasa konstruksi pun terlihat dari nilai
konstruksi menurut BPS yang terus mengalami peningkatan, yaitu sebesar Rp 56T di tahun
2004 dan mencapai nilai Rp 110T di tahun 2009 (BPS, 2012). Perusahaan konstruksi yang
dijadikan objek penelitian pada skripsi ini adalah PT.Wijaya Karya, Tbk. dan PT.Waskita
Karya, Tbk. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara
dan sudah merupakan perusahaan terbuka. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab
pertanyaan bagaimana PT.Wijaya Karya (Persero) Tbk. dan PT.Waskita Karya (Persero),
Tbk. mengakui pendapatan dan beban kontrak jasa konstruksi dan bagaimana kaitan antara
eveluasi kinerja melalui responsibility center yang ditetapkan pada suatu unit usaha terhadap
proses pengakuan pendapatan dan biaya pada kontrak konstruksi.
II. Landasan Teori
Peraturan yang digunakan sebagai landasan dalam skripsi ini adalah Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 34 (revisi 2010) tentang Kontrak Konstruksi. Tujuan dari
dibuatnya PSAK No. 34 (revisi 2010) ini adalah untuk menggambarkan perlakuan akuntansi
pendapatan dan beban yang berhubungan dengan kontrak konstruksi. Dalam PSAK No.34
(Revisi 2010), kontrak konstruksi memiliki definisi suatu kontrak yang dinegosiasikan secara
khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi aset yang berhubungan erat satu
sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan pokok
penggunaan. Berdasarkan PSAK No.34 (Revisi 2010) pendapatan kontrak terdiri dari dua,
yaitu:
a. Nilai pendapatan semula yang disetujui dalam kontrak, dan
b. Penyimpangan dalam pekerjaan kontrak, klaim, dan pembayaran insentif sepanjang
hal ini memungkinkan untuk menghasilkan pendapatan dan dapat diukur secara andal.
Sementara itu, biaya suatu kontrak konstruksi terdiri dari:
a. Biaya yang berhubungan langsung dengan kontrak tertentu, termasuk biaya pekerja
lapangan, termasuk penyelia, biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi,
penyusutan sarana dan peralatan yang digunakan dalam kontrak, biaya pemindahan
sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan kontrak, biaya
penyewaan sarana dan peralatan, biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara
langsung berhubungan dengan kontrak, estimasi biaya pembetulan dan jaminan
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
pekerjaan, termasuk yang mungkin timbul selama masa jaminan, dan klaim dari pihak
ketiga.
b. Biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitas kontrak secara umum dan dapat
dialokasikan pada kontrak tersebut, yaitu asuransi, biaya rancangan dan bantuan teknis
yang tidak secara langsungberhubungan dengan kontrak tertentu, dan overhead
konstruksi.
c. Biaya lain yang secara khusus dapat ditagihkan ke pelanggan sesuai isi kontrak.
Menurut PSAK No.34 (Revisi 2010) dikatakan bahwa biaya-biaya yang berhubungan
langsung dengan suatu kontrak dan terjadi untuk memperoleh kontrak juga dimasukkan
sebagai bagian dari biaya kontrak, dengan syarat biaya tersebut dapat diidentifikasi secara
terpisah dan dapat diukur dengan andal dan kemungkinan besar kontrak tersebut dapat
diperoleh. Namun, apabila biaya-biaya yang terjadi untuk memperoleh kontrak diakui sebagai
beban pada periode terjadinya, maka biaya tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam biaya
kontrak ketika kontrak tersebut diperoleh pada periode selanjutnya. Diungkapkan dalam
PSAK No.34 (Revisi 2010) bahwa pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan
dengan kontrak konstruksi harus diakui sebagai pendapatan dan beban dengan memperhatikan
tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal akhir periode pelaporan apabila hasil
kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal. PSAK No. 34 (Revisi 2010) menjelaskan
metode persentase penyelesaian membutuhkan estimasi bagian yang boleh diakui baik
pendapatan maupun bebannya. Dengan demikian, terdapat beberapa cara yang disebutkan
dalam PSAK No.34 (Revisi 2010) untuk menentukan tahap penyelesaian suatu kontrak,
sebagai berikut:
a. Proporsi biaya kontrak yang terjadi untuk pekerjaan yang dilaksanakan sampai
tanggal perhitungan dibandingkan dengan estimasi total biaya kontrak,
b. Survei atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, dan
c. Penyelesaian suatu bagian secara fisik dari pekerjaan kontrak.
III. Profil Perusahaan
PT.Wijaya Karya, Tbk. dinasionalisasikan pada tahun 1960 dengan nama Perusahaan
Negara Bangunan Widjaja Karya. Pada tahun 1972, PN Bangunan Widjaja berubah nama
menjadi PT. Wijaya Karya. Kemudian, pada tanggal 27 Oktober 2007 melakukan penawaran
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
saham perdana (IPO) di BEJ (sekarang BEI). PT.Wijaya Karya, Tbk. saat ini memiliki empat
Strategic Business Unit (Konstruksi Sipil, Konstruksi Bangunan Gedung, Industrial Plant,
Minyak, dan Gas, dan Energi), dan enam anak perusahaan (PT. Wijaya Karya Beton, PT.
Wijaya Karya Intrade, PT.Wijaya Karya Realty, PT.Wijaya Karya Bangunan Gedung,
PT.Wijaya Karya Insan Pertiwi, PT.Wijaya Karya Jabar Power). Market Capital PT.Wijaya
Karya, Tbk. sampai dengan 11 Januari 2013 adalah sebesar Rp10.017.070,00. Aset PT.Wijaya
Karya, Tbk. pada tahun 2011 adalah Rp8.322.979.000.000,00, laba bersih pada tahun 2011
adalah Rp390.946.000.000,00, dan total ekuitasnya tahun 2011 adalah
Rp2.219.375.875.000,00.
PT.Waskita Karya, Tbk. dinasionalisasikan pada 1 Januari 1961 sebagai PN Waskita
Karya. Kemudian, pada tanggal 5 Maret 1973, PN Waskita Karya berubah dari perusahaan
negara menjadi perusahaan Perseroan sehingga namanya berubah menjadi PT.Waskita Karya
(Persero). Pada tanggal 19 Desember 2012, PT.Waskita Karya, Tbk. melakukan penawaran
saham perdana (IPO) di BEI. Jaringan Operasi PT.Waskita Karya, Tbk. terdiri dari Kantor
Pusat dan Divisi (ada delapan divisi, yaitu divisi EPC, divisi I, divisi II, divisi III, divisi IV,
divisi V, divisi VI, divisi VII). Total aset Waskita di tahun 2011 adalah
Rp5.116.002.000.000,00, laba bersih di tahun 2011 adalah Rp171.989.000.000,00, dan total
ekuitas tahun 2011 adalah Rp620.220.000,00.
IV. Pembahasan
Kebijakan Perusahaan Fungsi Akuntansi PT.Wijaya Karya, Tbk. menyatakan bahwa
pendapatan bidang usaha konstruksi untuk kontrak jangka panjang (multi years) di PT.Wijaya
Karya, Tbk diakui berdasarkan metode persentase penyelesaian. Yang dimaksud dengan
persentase penyelesaian adalah kemajuan fisik dari proyek yang dinyatakan dalam suatu
berita acara yang disetujui oleh pemberi kerja. Berdasarkan analisis penulis, metode
pengakuan pendapatan bidang usaha konstruksi yang diterapkan di PT. Wijaya Karya, Tbk
telah sesuai dengan PSAK No.34 (Revisi 2010) yaitu menggunakan metode persentase
penyelesaian. Dimana persentase penyelesaian konstruksi ditetapkan berdasarkan kemajuan
fisik proyek yang dinyatakan dalam bentuk Berita Acara Kemajuan Pekerjaan (BAKP) yang
ditandatangani kedua belah pihak. Berita Acara Kemajuan Pekerjaan tersebut merupakan
dokumen yang digunakan dalam proyek-proyek PT.Wijaya Karya, Tbk untuk menentukan
tahap penyelesaian suatu kontrak konstruksi. Berita Acara Kemajuan Pekerjaan (BAKP) ini
disebut pula dengan Rincian Kemajuan Pekerjaan. Item-item yang terkandung dalam Rincian
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
Kemajuan Pekerjaan/BAKP adalah jenis pekerjaan, omzet kontrak, progres yang telah terjadi,
progres yang dilakukan dalam suatu periode tertentu, dan progres yang telah dilakukan
sampai periode tersebut. Sehingga pada akhirnya, akan terlihat berapa progres pekerjaan
tersebut. Rincian Kemajuan Pekerjaan/BAKP ini tentunya tidak sembarang dibuat. Agar
progres tersebut dapat diakui secara sah, maka Rincian Kemajuan Pekerjaan/BAKP harus
mendapat persetujuan dari pemberi kerja (owner), konsultan, dan manajer proyek. Penentuan
tahap penyelesaian suatu kontrak yang diukur melalui Rincian Kemajuan Kerja/BAKP ini
sesuai dengan PSAK No. 34 (Revisi 2010) yang menyebutkan bahwa terdapat beberapa cara
yang disebutkan dalam PSAK No.34 (Revisi 2010) untuk menentukan tahap penyelesaian
suatu kontrak, sebagai berikut:
d. Proporsi biaya kontrak yang terjadi untuk pekerjaan yang dilaksanakan sampai
tanggal perhitungan dibandingkan dengan estimasi total biaya kontrak,
e. Survei atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, dan
f. Penyelesaian suatu bagian secara fisik dari pekerjaan kontrak.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat bahwa penentuan tahapan-tahapan penyelesaian
suatu kontrak yang dimaksud dalam PSAK telah tergambar dalam dokumen Rincian
Kemajuan Pekerjaan atau Berita Acara Kemajuan Pekerjaan yang diterapkan untuk semua
proyek multi years di PT.Wijaya Karya, Tbk.
Analisis selanjutnya adalah terkait komponen-komponen pendapatan kontrak. Dalam
PSAK No.34 (Revisi 2010) disebutkan bahwa pendapatan kontrak terdiri dari:
a) jumlah pendapatan semula yang disetujui dalam kontrak, dan
b) penyimpangan dalam pekerjaan kontrak, klaim, dan pembayaran insentif:
∑ Sepanjang hal ini memungkinkan untuk menghasilkan pendapatan, dan
∑ Dapat diukur secara andal.
PT.Wijaya Karya, Tbk. dalam Instruksi Direksi No.IN.03.00/A.DIR.0027/2011 Tentang
Pelaksanaan Metode Pengakuan Pendapatan Jasa Kontruksi mengungkapkan bahwa hal-hal
yang dapat diakui sebagai pendapatan adalah:
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
a) nilai/angka kemajuan fisik pekerjaan sesuai kontrak yang telah diselesaikan sampai
dengan suatu periode tertentu dan telah dibuat Berita Acara yang disahkan oleh
pemberi kerja atau kuasa pemberi kerja;
b) eskalasi harga yang dituangkan dalam Berita Acara dan disahkan oleh pemberi kerja
serta diaudit oleh pihak yang berwenang;
c) klaim
Untuk item jumlah pendapatan semula yang disetujui dalam kontrak yang dikemukakan
dalam PSAK No.34 (Revisi 2010), diperjelas dalam Instruksi Direksi
No.IN.03.00/A.DIR.0027/2011 Tentang Pelaksanaan Metode Pengakuan Pendapatan Jasa
Kontruksi bahwa pengakuan atas pendapatannya didasarkan pada nilai kemajuan fisik yang
telah dibuat Berita Acara dan disetujui oleh kedua belah pihak tanpa menyimpang dari
kontrak yang telah disepakati.
Dalam laporan keuangannya, PT.Wijaya Karya, Tbk. juga mengungkapkan jumlah
uang muka yang diterima maupun retensi dimana pengertian yang dianut sama dengan yang
dijabarkan dalam PSAK No.34 (Revisi 2010). Selanjutnya, WIKA pun mencatat tagihan bruto
sebagai piutang perusahaan yang berasal dari pekerjaan kontrak konstruksi yang dilakukan
namun pekerjaan yang dilakukan masih dalam pelaksanaan. Tagihan bruto disajikan sebesar
selisih antara biaya yang terjadi ditambah dengan laba yang diakui dikurangi dengan kerugian
yang diakui termin. Tagihan bruto diakui sebagai pendapatan sesuai dengan metode
persentase penyelesaian yang dinyatakan dalam berita acara penyelesaian pekerjaan yang
belum diterbitkan faktur karena perbedaan antara tanggal berita acara progress fisik dengan
pengajuan penagihan pada tanggal neraca.
Baik metode pengakuan pendapatan yang digunakan oleh PT.Wijaya Karya, Tbk.
maupun tahap-tahap penyelesaian pekerjaan dan pengungkapan di PT. Wijaya Karya, Tbk.
tidak meyimpang pada ketentuan yang diatur dalam PSAK No.34 (Revisi 2010). Pada
akhirnya dapat disimpulkan bahwa di PT.Wijaya Karya, Tbk dalam mengakui pendapatan
kontrak konstruksinya sejalan dengan PSAK No.34 (Revisi 2010). Kesesuaian tersebut tidak
hanya dalam metode pengakuan pendapatan yang digunakan, yaitu metode persentase
penyelesaian, tetapi juga pada komponen-komponen yang membentuk pendapatan. Selain itu,
tahapan untuk menentukan tahap penyelesaian kontrak di PT.Wijaya Karya, Tbk pun
konsisten dengan yang diatur dalam PSAK No.34 (Revisi 2010). Penerapan metode
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
persentase penyelesaian untuk mengakui pendapatan kontrak konstruksi di PT.Wijaya Karya,
Tbk dinilai sudah wajar oleh KAP PT.Wijaya Karya, Tbk saat ini, yaitu KAP HLB Hadori
dan rekan. Selain itu, karena PT.Wijaya Karya merupakan Badan Usaha Milik Negara,
PT.Wijaya Karya, Tbk juga diawasi oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP). Akan tetapi, BPKP ini hanya melakukan audit terhadap PT.Wijaya Karya, Tbk
apabila dalam Perseroan termasuk proyek yang sedang dikerjakan oleh PT.Wijaya Karya,
Tbk. terdapat kejadian-kejadian luar biasa.
PT. Wijaya Karya, Tbk. mengklasifikasikan beban dari kontrak jangka panjang ke
dalam komponen beban yang membentuk harga pokok. Atas beban ini diakui dalam laporan
laba/rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan penghasilan terkait yang
diperoleh (matching of cost against revenues). Pada prinsipnya, penerapan pola matching of
cost against revenues yang dilakukan perusahaan lebih mengutamakan pada pengakuan
pendapatan sebagai acuan, artinya besaran beban yang diperhitungkan dalam laporan dihitung
dengan mengacu ke besaran pendapatan yang diakui per tahapan pekerjaan. Sehingga bila
terdapat beban yang sudah dikeluarkan atas tahap pekerjaan tertentu namun di akhir periode
laporan (biasanya di akhir bulan /monthly progress) atas tahap pekerjaan tersebut tidak
disetujui oleh pemberi kerja/owner maka beban yang telah diakui untuk tahap pekerjaan
tersebut di-reverse (jurnal balik) ke Pekerjaan Dalam Proses Konstruksi (PDPK). Sementara
itu, apabila terjadi sebaliknya, pendapatan atas tahap pekerjaan tertentu oleh owner telah
disetujui maka dapat diakui sebagai pendapatan, sedangkan atas pekerjaan tersebut dimana
subkontraktor atau mandor belum menagih sehingga beban belum diakui, maka proyek akan
membukukan beban pada beban akan dibayar (cadangan biaya) untuk tahap pekerjaan
tersebut. Komponen-komponen yang diakui sebagai biaya/beban konstruksi di PT.Wijaya
Karya, Tbk. adalah biaya langsung, yang terdiri dari biaya material, biaya upah, biaya alat,
dan biaya subkontraktor, serta biaya tak langsung (overhead) yang terdiri dari biaya
pemasaran, biaya sekertariat, biaya fasilitas kantor, biaya personalia, keuangan, biaya
kendaraan, biaya pengujian, dan biaya umum. Biaya gaji dan tambahan (contoh biaya
transportasi, namun biaya tambahan ini sifatnya berbeda-beda tergantung dari ketersediaan
anggaran) bagi personil suatu bagian yang ditempatkan di proyek termasuk ke dalam unsur
biaya tak langsung (overhead), sehingga atas biaya-biaya ini masuk ke dalam klasifikasi
beban kontrak. Biaya dibukukan saat terjadi transaksi (bisa cash or accrual) namun di setiap
akhir bulan seluruh biaya per tahap pekerjaan akan diperhitungkan dengan pengakuan
progress oleh owner (sesuai Berita Acara Progress Pekerjaan) dimana dalam Berita Acara
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
Progress tersebut akan terlihat persentase atau volume kemajuan pertahapan pekerjaan,
persentase atau volume ini akan dikalikan dengan harga satuan kontrak untuk diperhitungkan
sebagai Pendapatan (Penjualan), sedangkan biaya yang sudah dikeluarkan namun progressnya
belum diakui oleh owner akan di-revers ke Pekerjaan Dalam Pelaksasnaan Konstruksi
(PDPK) atau Work In Process. Dalam PSAK No.34 (Revisi 2010) dijabarkan bahwa metode
persentase penyelesaian dilakukan dengan cara menghubungkan pendapatan kontrak dengan
biaya kontrak yang terjadi dalam mencapai tahap penyelesaian tersebut, sehingga pendapatan,
beban, dan laba yang dilaporkan dapat diatribusikan menurut penyelesaian pekerjaan secara
proporsional. Di PT.Wijaya Karya, Tbk sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa
perusahaan lebih mengutamakan pada pengakuan pendapatan sebagai acuan. Pada prinsipnya
penerapan pengakuan beban di PT.Wijaya Karya telah sesuai dengan PSAK No. 34 (Revisi
2010).
Sementara itu hutang bruto yang disebutkan dalam PSAK No. 34 (Revisi 2010)
merupakan akun kewajiban bruto dalam laporan posisi keuangan PT.Wijaya Karya, Tbk.
Kewajiban bruto sendiri dalam PSAK No.34 (Revisi 2010) merupakan kewajiban perusahaan
yang berasal dari pekerjaan kontrak konstruksi yang dilakukan namun pekerjaan yang
dilakukan masih dalam pelaksanaan. Berdasarkan PSAK No.34 (Revisi 2010), hutang bruto
atau kewajiban bruto disajikan sebesar selisih antara biaya yang terjadi ditambah laba yang
diakui dikurangi dengan kerugian yang diakui dan termin. PT.Wijaya Karya, Tbk
mendefinisikan kewajiban bruto sebagai kewajiban Perseroan yang berasal dari selisih nilai
fisik pekerjaan kontrak dengan pembayaran, dimana nilai pembayaran lebih besar dari nilai
fisik pekerjaan. Ini berarti, konsep kewajiban bruto yang dimaksud oleh PT.Wijaya Karya,
Tbk. sesuai dengan PSAK No.34 (Revisi 2010). Kesimpulan dari analisis ini adalah dalam
pengakuan bebannya, PT.Wijaya Karya, Tbk. mengacu pada pengakuan atas pendapatannya.
Dimana ketika biaya diperhitungkan pada periode laporan lebih besar dari yang disetujui oleh
owner, maka beban yang telah diakui di-reverse (jurnal balik) ke Pekerjaan dalam proses
konstruksi (PDPK). Penerapan konsep matching of cost against revenue ini sesuai dengan
PSAK No.34 (Revisi 2010) yang menyatakan bahwa beban diakui dengan menghubungkan
pendapatan kontrak dengan biaya kontrak yang terjadi dalam mencapai tahap penyelesaian
tersebut. Di PT.Wijaya Karya, Tbk. yang umumnya menjadi masalah dalam pengakuan
pendapatan dan beban adalah untuk pendapatan-pendapatan seberang tahun. Kasus yang
umum terjadi adalah ketika pekerjaan belum sepenuhnya selesai di tanggal cut-off namun sisa
perkerjaan nilai atau persentasenya kecil. Pihak kontraktor dan pihak pemberi kerja
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
sebenarnya sudah menyetujui untuk mengakui pendapatan 100% di tahun berkaitan, akan
tetapi pihak eksternal auditor tetap tidak mau mengakui karena pekerjaan belum mencapai
100%, maka timbul kewajiban bruto bagi kontraktor. Kewajiban bruto adalah kewajiban
Perseroan yang berasal dari selisih nilai fisik pekerjaan kontrak dengan pembayaran, dimana
nilai pembayaran lebih besar dari nilai fisik pekerjaan.
Di PT.Wijaya Karya, Tbk. terdapat proses penilaian hasil Kerja Pegawai berdasarkan
Kesepakatan Karyanya yang disebut dengan Penilaian Karya. Kesepakatan Karya adalah
persetujuan antara atasan dan bawahan tentang tanggung jawab utama dan tugas-tugas utama
setiap Pegawai, target kerja, dan prioritasnya yang harus dicapai pada tahun berjalan. Selain
Penilaian Karya, pegawai juga akan memperoleh Evaluasi Kompetensi dimana seberapa besar
seorang pegawai menunjukkan/memenuhi persyaratan kompetensi yang telah ditetapkan akan
dinilai. Kompetensi yang dimaksud adalah sekumpulan pengetahuan dan keterampilan serta
perilaku yang dituntut dari setiap pemegang pekerjaan agar mencapai keberhasilan di atas
rata-rata. Dalam penilaian kinerja Pegawai juga PT.Wijaya Karya, Tbk. menetapkan suatu
Hasil Lebih/Efisiensi, yaitu kelebihan Margin Operating Sales/Laba Sebelum Pajak Proyek
dari yang ditargetkan dalam RKP untuk Proyek yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang untuk itu, disebut Hasil Lebih/Efisiensi. Hasil Lebih/Efisiensi tersebut diperoleh
dari:
a. Inovasi atas metode kerja atau proses produksi
b. Penyelesaian pekerjaan yang lebih cepat
c. Diperolehnya material pengganti/substitusi yang lebih murah dan disetujui oleh pemberi kerja
d. Pola pengelolaan proyek yang lebih baik.
Karena adanya Hasil Lebih/Efisiensi tersebut PT.Wijaya Karya, Tbk. memberikan Insentif
Hasil Lebih kepada pegawainya, yaitu penghargaan berupa uang yang diberikan kepada
pegawai yang berasal dari Hasil Lebih/Efisiensi dengan memperhatikan pencapaian
RKAP/RKP unit kerja, besarnya tanggung jawab yang dituangkan dalam Angka Insentif,
Penilaian Karya dan Evaluasi Kompetensinya. Dengan demikian secara langsung, pegawai di
tiap unit kerja memiliki tanggung jawab (responsibility accounting) terhadap profit yang
dihasilkan (profit center). Adanya IHL mendorong Pegawai untuk bekerja seefisien mungkin
untuk memperoleh laba yang tinggi, semakin efisien mereka bekerja, maka semakin besar
pula alokasi IHL yang akan mereka peroleh. Hal ini tentunya mengandung risiko
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
overstatement pengakuan pendapatan proyek terhadap RKAP dan understatement pengakuan
biaya proyek terhadap RKAP. Untuk meminimalisasi risiko tersebut, PT.Wijaya Karya, Tbk.
secara khusus membentuk Tim Penguji Pencapaian Hasil Lebih terhadap RKP
Proyek/RKAPb Pabrik/RKAP Divisi/RKAP Departemen/RKAP Perusahaan. Tim ini
berfungsi untuk mengkaji pencapaian hasil dari RKP Proyek yang telah dicapai oleh Tim
Proyek, pencapaian hasil dari RKAPb Parbrik yang dicapai oleh tim pabrik, pencapaian hasil
dari tim divisi yang telah dicapai oleh tim divisi, pencapaian hasil dari RKAP Departemen
yang telah dicapai oleh tim departemen, pencapaian hasil dari RKAP Perusahaan yang telah
dicapai tim Kantor Pusat. Tim Penguji Pencapaian Hasil Lebih terhadap RKP Proyek/RKAPb
Pabrik/RKAP Divisi/RKAP Departemen/RKAP Perusahaan terdiri dari:
∑ Ketua : General Manager Operasi (atasan unit kerja yang bersangkutan)
∑ Anggota :
a. General Manager (selain atasan unit kerja yang bersangkutan)
b. Manager Biro/Bidang di Kantor Pusat yang bertanggung jawab atas: Fungsi
Pengendalian, Fungsi Pengadaan, Fungsi Komersial, Fungsi Engineering, Fungsi
Keuangan, Fungsi Akuntansi dan Pajak, Fungsi Pengharkatan SDM.
c. Manager Divisi
d. Manager Bidang yang bertanggung jawab atas: Fungsi Keuangan dan Personalia,
Fungsi Komersial.
Selain Tim Penguji, perusahaan membentuk pula Tim Pemutus untuk memutuskan hasil
evaluasi dari Tim Penguji Pencapaian Hasil Hasil Lebih terhadap RKP Proyek/RKAPb
Pabrik/RKAP Divisi/RKAP Departemen/RKAP Perusahaan baik di tingkat PPU, PJPU, dan
Kantor Pusat. Tim Pemutus terdiri dari:
∑ Ketua : Direktur Utama
∑ Anggota : Direksi, Semua General Manager atau yang setingkat, dan Manajer
Divisi (yang bersangkutan).
Dengan adanya Tim Penguji dan Tim Pemutus tersebut, segala risiko dapat dengan mudah
terdeteksi, sehingga pada akhirnya risiko tersebut tidak pernah terjadi di PT.Wijaya Karya,
Tbk.
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
Sementara itu di PT.Waskita Karya, Tbk. Pendapatan dari pekerjaan konstruksi di
PT.Waskita Karya, Tbk. diakui berdasarkan metode persentase penyelesaian yang diterapkan
menurut persentase kemajuan fisik yang diakui oleh pemilik pekerjaan berdasarkan Berita
Acara Kemajuan Pekerjaan atau Surat Konfirmasi Fisik. PT. Waskita Karya, Tbk.
menerapkan PSAK No.34 (Revisi 2010) pertama kali untuk tahun buku yang dimulai pada
atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Penerapan PSAK No.34 (Revisi 2010) ini merupakan
salah satu bentuk persiapan PT.Waskita Karya, Tbk. untuk menjadi perusahaan terbuka di
tahun 2012 (telah melakukan penawaran saham perdana pada tanggal 19 Desember 2013).
Analisis ini dilakukan untuk melihat apakah barunya penerapan PSAK No.34 (Revisi 2010)
tersebut masih mengandung kekurangan atau sudah sepenuhnya diterapkan di PT.Waskita
Karya, Tbk.
PT.Waskita Karya, Tbk. dalam prosedur akuntansinya menjelaskan bahwa pendapatan
dari usaha konstruksi diakui berdasarkan metode persentase penyelesaian yang diterapkan
menurut persentase kemajuan fisik yang diakui oleh pemilik pekerjaan berdasarkan Berita
Acara Kemajuan Pekerjaan atau Surat Konfirmasi Fisik. Penggunaan metode persentase
penyelesaian ini sudah sesuai dengan ketentuan dalam PSAK No.34 (Revisi 2010) yang
menyatakan bahwa metode pengakuan pendapatan yang digunakan dalam kontrak konstruksi
adalah metode persentase penyelesaian.
Di PT.Waskita Karya, Tbk tahap penyelesaian pekerjaan diukur dengan mengikuti
schedule yang disetujui oleh owner. Schedule ini diajukan pada awal masa tender. Apabila
terdapat revisi schedule, maka revisi tersebut harus diajukan dan disetujui terlebih dahulu oleh
owner. Dan jika karena revisi tersebut berakibat pada penambahan waktu pelaksanaan
pekerjaan sehingga berpotensi menambah biaya, maka akan diajukan addendum kontrak.
Untuk bisa konsisten dalam menerapkan PSAK No.34 (Revisi 2010), PT.Waskita Karya, Tbk.
menerapkan tahap penyelesaian suatu kontrak dengan cara membuat laporan mingguan yang
berisi uraian pekerjaan, bobot kontrak awal, bobot CCO, bobot realisasi (minggu lalu, minggu
ini, dan sampai dengan minggu ini), serta prestasi (sampai dengan minggu ini). Selain itu,
dalam laporan mingguan tersebut terdapat pula rincian deviasi, yaitu selisih antara rencana
dan realisasi. Laporan mingguan ini dibuat oleh Kepala Proyek. Selanjutnya, laporan
mingguan tersebut harus disetujui oleh pemberi kerja (owner), dan diperiksa oleh Konsultan
Manajemen Konstruksi yang bersangkutan. Dengan adanya dokumen laporan mingguan dari
kemajuan fisik proyek ini, praktik yang terjadi PT.Waskita Karya, Tbk. telah sesuai dengan
PSAK No.34 (Revisi 2010).
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
Di PT.Waskita Karya, Tbk. beban-beban yang tergolong ke dalam beban/biaya
konstruksi adalah Beban Kontrak Eksternal, dimana beban diakui berdasarkan timbulnya
kewajiban secara keseluruhan dan kemudian dibandingkan secara layak terhadap pendapatan
dalam kaitannya dengan usaha jasa kontsruksi. Sementara itu, atas beban yg bukan
merupakan bagian dari proses produksi/jasa konstruksi dimasukkan dalam beban usaha/beban
tidak langsung (undirect cost). Beban diakui berdasarkan timbulnya kewajiban secara
keseluruhan (terjadi saat penyerahan barang/jasa) yang dipakai dlm proses produksi/ untuk
memperoleh pendapatan. Di PT.Waskita Karya, Tbk meskipun telah menerapkan metode
persentase penyelesaian sesuai dengan PSAK No.34 (Revisi 2010) Perseroan masih
merasakan hambatan/masalah pada pengakuan pendapatan terkait penyerahan jasa kepada
owner sesuai kemajuan progres fisik di lapangan. PT.Waskita Karya, Tbk menganggap
metode ini menjadi masalah karena sering kali terjadi (terutama proyek swasta) pada termin
terakhir pembayaran, pemberi kerja tidak mampu melunasi hutangnya kepada penyedia jasa.
Alasan yang diberikan oleh pemberi kerja umumnya adalah karena mereka sedang tidak
likuid atau tidak memiliki dana untuk melunasi pengerjaan proyek tersebut.
Di PT.Waskita Karya, Tbk., penilaian kinerja atas suatu proyek dilihat dari tiga aspek,
yaitu biaya, waktu, dan mutu, yang ketiganya merupakan tanggung jawab dari manajer
proyek. Pengukuran kinerja dari aspek biaya dilihat dari Anggaran Pelaksanaan Proyek
(APP), yaitu dengan memperhatikan rasio Beban Kontrak per Pendapatan Usaha. Rasio
Beban Kontrak per Pendapatan Usaha ini menunjukkan efisiensi biaya. Rasio Beban Kontrak
per Pendapatan Usaha mencerminkan kinerja yang baik apabila berada di bawah 90 persen
dan sangat baik apabila berada dikisaran 85 persen sampai dengan 90 persen. Selain biaya,
kinerja manajemen proyek juga diukur dari waktu, semakin cepat proyek selesai maka
semakin baik kinerja dari proyek tersebut. Aspek mutu pun harus menjadi perhatian manajer
proyek, apabila pekerjaan sesuai dengan spesifikasi, dan saat ditransfer ke pemberi kerja tidak
ada masalah apapun, maka mutu dari proyek tersebut baik. Pada praktiknya, tidak mungkin
keseluruhan aspek ini dapat dimaksimalkan. Akan selalu ada trade-off antara ketiga aspek
tersebut. Atas keberhasilan efisiensi biaya atau realisasi anggaran lebih kecil dari rencana,
maka akan ada reward/bonus. Bonus tersebut proporsional ditetapkan dengan komposisi
pembagian tersebut mencakup proyek, divisi/unit bisnis, dan kantor pusat. Sehingga pada
akhirnya, reward tersebut tidak hanya dinikmati oleh bagian proyek, meskipun porsi
pembagian reward terbesar adalah untuk bagian proyek. Akan tetapi, apabila target yang telah
ditentukan tidak dapat tercapai sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan, maka
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
manajer proyek akan mendapatkan sanksi berupa penundaan kenaikan gaji ataupun
penundaan kenaikan jabatan minimal dua tahun.
Berdasarkan praktik sekarang, secara garis besar manajer proyek bertanggung jawab
atas efisiensi biaya pada suatu proyek (cost center), yang artinya kinerjanya dinilai baik
apabila manajer proyek dapat mengoptimalkan biaya seefisien mungkin, sekaligus
bertanggung jawab pula atas pendapatan (revenue center). Dengan praktik seperti itu, timbul
suatu risiko dimana mungkin saja manajer proyek akan melakukan understatement biaya
untuk memperoleh rasio Beban Kontrak per Pendapatan Usaha yang baik, yaitu diantara 85-
91 persen. Terlebih lagi karena dengan adanya pencapaian tersebut, manajer proyek
memperoleh reward/penghargaan. Jika manajer proyek dapat mencapai rasion Beban Kontrak
per Pendapatan Usaha di bawah 90 persen maka akan diberikan reward proporsional, dengan
komposisi pembagian tidak hanya kepada proyek tetapi juga kepada divisi, unit bisnis, dan
kantor pusat, namun persentase paling besar adalah untuk manajer proyek. Selain reward
terdapat pula sanksi apabila rasio Beban Kontrak per Pendapatan Usaha di atas nilai 90
persen, yaitu penundaan gaji dan penundaan jabatan minimal dua tahun. Adanya sanksi ini
pun dapat memperbesar risiko understatement biaya proyek. Risiko ini pernah terjadi di
PT.Waskita Karya, Tbk. PT.Waskita Karya, Tbk. meminimalisasi risiko tersebut dengan cara
setiap pekerjaan yang akan dilakukan dibuat instruksi kerja agar terlihat jelas bagian mana
yang harus diselesaikan lebih cepat dan bisa menghemat waktu, sebagai tambahan sebelum
proyek dimulai, terdapat schedule pekerjaan dari awal sampai dengan selesai. Selain itu,
setiap minggu selalu ada rapat mingguan evaluasi progress pekerjaan. Divisi pun selalu
memonitor proyek tiap bulan yang memaparkan progres pekerjaan masing-masing proyek.
Bagian-bagian yang melakukan pemantauan terhadap kinerja tersebut adalah sebagai berikut:
∑ General Manager dan Manager
∑ Kepala Bagian Pengendalian, sebagai penanggung jawab progres pekerjaan
∑ Kepala Bagian Akuntansi, sebagai penanggung jawab untuk aspek keuangan ( laporan
keuangan dan laporan arus kas).
V. Kesimpulan dan Saran
Pada akhirnya, kesimpulan dari studi kasus ini adalah berdasarkan hasil observasi,
hasil wawancara dengan pihak internal, wawancara dengan anggota komite audit, dan laporan
tahunan, baik PT.Wijaya Karya, Tbk maupun PT. Waskita Karya, Tbk. dalam mengakui
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
pendapatan dan bebannya telah menggunakan metode yang sesuai dengan PSAK No.34
(Revisi 2010), yaitu metode persentase penyelesaian. Selain itu, segala sesuatu yang
berhubungan dengan biaya, eskalasi, retensi, dan termin pembayaran dalam kontrak jangka
panjang dilakukan sesuai dengan kontrak antara penyedia jasa dan pemberi kerja dan ini
sesuai dengan ketetapan PSAK No.34 (Revisi 2010). Di PT.Wijaya Karya, Tbk. yang
umumnya menjadi masalah dalam pengakuan pendapatan dan beban adalah untuk
pendapatan-pendapatan seberang tahun. Kasus yang umum terjadi adalah ketika pekerjaan
belum sepenuhnya selesai di tanggal cut-off namun sisa perkerjaan nilai atau persentasenya
kecil. Pihak kontraktor dan pihak pemberi kerja sebenarnya sudah menyetujui untuk
mengakui pendapatan 100% di tahun berkaitan, akan tetapi pihak eksternal auditor tetap tidak
mau mengakui karena pekerjaan belum mencapai 100%. Evaluasi kinerja proyek di
PT.Wijaya Karya, Tbk. melibatkan pendapatan dan beban untuk mengukur kinerja pegawai di
tiap unitnya. Para pegawai memiliki responsibility center berupa profit center, sehingga ada
risiko understatement biaya dan overstatement pendapatan. Namun risiko ini belum pernah
terjadi di PT.Wijaya Karya, Tbk karena PT.Wijaya Karya, Tbk membentuk Tim Penguji yang
me-review dan mengevaluasi secara ketat kinerja pegawai sehingga overstatement pendapatan
dan understatement biaya sulit untuk dilakukan.
PT.Waskita Karya, Tbk. masih menemui masalah dalam penerapan metode persentase
penyelesaian dalam mengakui pendapatan dan beban. Masalah tersebut timbul ketika
PT.Waskita Karya, Tbk. telah mengakui biaya yang timbul sebagai pendapatan, namun pihak
pemberi kerja tidak mau mengakui beban yang timbul dan tidak mampu melunasi sampai
periode kontrak berakhir. Di PT.Waskita Karya, Tbk., penilaian kinerja atas suatu proyek
dilihat dari tiga aspek, yaitu biaya, waktu, dan mutu, yang ketiganya merupakan tanggung
jawab dari manajer proyek. Pengukuran kinerja dilihat dari Anggaran Pelaksanaan Proyek
(APP), yaitu dengan memperhatikan rasio Beban Kontrak per Pendapatan Usaha.
Responsibility center dari manajer proyek adalah cost center dan revenue center. Karena itu,
timbul risiko overstatement pendapatan dan understatement biaya. Risiko understatement ini
pernah terjadi di salah satu proyek PT.Waskita Karya, Tbk. Cara meminimalisasinya adalah
setiap pekerjaan yang akan dilakukan dibuat instruksi kerja. Selain itu, setiap minggu selalu
ada rapat mingguan evaluasi progress pekerjaan.
Saran yang dapat penulis berikan terkait studi kasus ini adalah para pelaku dalam
industri konstruksi ada baiknya lebih mendalami tentang kontrak konstruksi dan ketentuan
dalam PSAK No.34 (Revisi 2010). Hal ini dimaksudkan agar antara pemberi kerja dengan
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
penyedia jasa tidak terjadi kesalahpahaman yang merugikan kedua belah pihak. Selain itu,
pengawasan terhadap evaluasi kinerja harus diperketat agar risiko understatement biaya dan
overstatement pendapatan dapat diminimalisasi di PT.Waskita Karya, Tbk.
Kepustakaan:
1. Buiter, William H., & Ebrahim Rahbari. (2011). Global Growth Generators: Moving
Beyond Emerging Markets and BRICs. Citi Investment Research and Analysis.
2. Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.
34 (revisi 2010): Kontrak Konstruksi. Jakarta: Author.
3. IFRS Foundation. (2010). International Accounting Standards 18 Revenue.
4. IASCF. (1995). International Accounting Standards 11 Construction Contracts.
5. www.depkeu.go.id. Diakses 1 Januari 2013 pukul 20.54
6. www.bps.go.id. Diakses 3 November 2012 pukul 23.02
7. www.worldbank.org. Diakses 3 November 2012 pukul 23.02.
8. www.wika.co.id. Diakses 2 Januari 2013 pukul 09.00.
9. www.waskita.co.id. Diakses 2 Januari 2013 pukul 09.00.
Analisis metode..., Renjani Ekalaya Savira, FE UI, 2013
top related