johan satriajaya - pengakuan pendapatan desa

21
1 (Makalah tugas UAS mata kuliah Akuntansi Sektor Publik) PENGAKUAN PENDAPATAN DESA BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NO. 6/2014 TENTANG DESA DALAM PEMAHAMAN PENGELOLA KEUANGAN DESA DI KABUPATEN SUMBAWA Oleh : Johan Satriajaya (Staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumbawa) Program Studi Magister Akuntansi Universitas Mataram 2015

Upload: johan-satriajaya

Post on 26-Jan-2016

38 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Perubahan regulasi tentang desa telah memberikan semangat baru perubahan dalam berbagai bidang khususnya pemerintahan dan keuangan desa. Perubahan yang ditandai dengan adanya perubahan dan penambahan regulasi pada berbagai aspek telah ternyata tidak sepenuhnya langsung memberikan hasil optimal sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam semangat pembaruan tersebut. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah desa untuk secara mandiri dalam menyusun rencana pendapatan, belanja serta pembiayaan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan di desa masih menghadapi berbagai permasalahan. Sistem akuntansi desa dalam regulasi yang sudah ada belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh pengelola keuangan desa. Ada upaya dari sebagian pemerintah desa di Kabupaten Sumbawa untuk meningkatkan jumlah pendapatan desanya. Namun pendapatan yang merupakan sumber pembiayaan berbagai kebutuhan belanja desa tersebut dalam kenyataannya diakui dan dicatat dengan kurang terukur bahkan melampaui kewenangannya. Disisi lain, upaya meningkatkan jumlah pendapatan desa tersebut juga dimotivasi oleh keinginan mendapatkan penghasilan tetap yang lebih besar karena merupakan bagian yang diatur berdasarkan jumlah total pendapatan.Pemerintah seharusnya segera menindaklanjuti keadaan tersebut dengan menetapkan aturan yang lebih terperinci dan tegas terkait sistem akuntansi desa khususnya pengakuan dan pencatatan pendapatan desa. Hal tersebut menjadi penting karena akan menjadi persoalan ketika perencanaan terhadap target pendapatan tersebut serta menjadi persoalan saat dilakukan pencatatan realisasinya. Makalah ini kami susun sebagai gambaran tentang bagaimana pemahaman pemerintah desa di Kabupaten Sumbawa dalam mengakui dan mencatat pendapatan desanya. Sehingga dari gambaran yang ada jika di sandingkan dengan ketentuannya maka ditemukan adanya ketidaksesuaian. Untuk meminimalisir ketidaksesuaian tersebut mutlak segera dilakukan, baik melalui penetapan aturan yang lebih tegas maupun melalui, pembinaan, bimbingan serta pendampingan yang berkelanjutan dan menyeluruh.Kata Kunci ; Pemahaman, Pengelola Keuangan Desa, Pengakuan, Pendapatan Desa.

TRANSCRIPT

Page 1: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

1

(Makalah tugas UAS mata kuliah Akuntansi Sektor Publik)

PENGAKUAN PENDAPATAN DESA BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG NO. 6/2014 TENTANG DESA DALAM PEMAHAMAN

PENGELOLA KEUANGAN DESA DI KABUPATEN SUMBAWA

Oleh :

Johan Satriajaya

(Staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumbawa)

Program Studi Magister Akuntansi

Universitas Mataram

2015

Page 2: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

2

ABSTRAK

Perubahan regulasi tentang desa telah memberikan semangat baru perubahan

dalam berbagai bidang khususnya pemerintahan dan keuangan desa. Perubahan yang

ditandai dengan adanya perubahan dan penambahan regulasi pada berbagai aspek

telah ternyata tidak sepenuhnya langsung memberikan hasil optimal sesuai dengan

apa yang diamanatkan dalam semangat pembaruan tersebut. Kewenangan yang

diberikan kepada pemerintah desa untuk secara mandiri dalam menyusun rencana

pendapatan, belanja serta pembiayaan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan

pembangunan di desa masih menghadapi berbagai permasalahan. Sistem akuntansi

desa dalam regulasi yang sudah ada belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh

pengelola keuangan desa. Ada upaya dari sebagian pemerintah desa di Kabupaten

Sumbawa untuk meningkatkan jumlah pendapatan desanya. Namun pendapatan yang

merupakan sumber pembiayaan berbagai kebutuhan belanja desa tersebut dalam

kenyataannya diakui dan dicatat dengan kurang terukur bahkan melampaui

kewenangannya. Disisi lain, upaya meningkatkan jumlah pendapatan desa tersebut

juga dimotivasi oleh keinginan mendapatkan penghasilan tetap yang lebih besar

karena merupakan bagian yang diatur berdasarkan jumlah total pendapatan.

Pemerintah seharusnya segera menindaklanjuti keadaan tersebut dengan

menetapkan aturan yang lebih terperinci dan tegas terkait sistem akuntansi desa

khususnya pengakuan dan pencatatan pendapatan desa. Hal tersebut menjadi penting

karena akan menjadi persoalan ketika perencanaan terhadap target pendapatan

tersebut serta menjadi persoalan saat dilakukan pencatatan realisasinya. Makalah ini

kami susun sebagai gambaran tentang bagaimana pemahaman pemerintah desa di

Kabupaten Sumbawa dalam mengakui dan mencatat pendapatan desanya. Sehingga

dari gambaran yang ada jika di sandingkan dengan ketentuannya maka ditemukan

adanya ketidaksesuaian. Untuk meminimalisir ketidaksesuaian tersebut mutlak segera

dilakukan, baik melalui penetapan aturan yang lebih tegas maupun melalui,

pembinaan, bimbingan serta pendampingan yang berkelanjutan dan menyeluruh.

Kata Kunci ; Pemahaman, Pengelola Keuangan Desa, Pengakuan, Pendapatan Desa.

Bab I

Pendahuluan

UU No. 6/2014 tentang Desa menyebutkan bahwa perubahan regulasi terkait

desa didasari pertimbangan bahwa desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional

dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Saat ini, desa telah

berkembang sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju,

mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam

Page 3: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

3

melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil,

makmur dan sejahtera. Sebagai salah satu organisasi sektor publik, desa saat ini

tengah menghadapi tekanan untuk lebih efisien. Efisiensi tersebut harus dimulai dari

tahapan pertama pertama dalam siklus pengelolaan keuangan desa. Menurut

Madiasmo (2009) efisiensi dapat dilakukan dengan memperhitungkan biaya ekonomi

dan biaya sosial serta dampak negatif atas aktivitas yang dilakukan.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), adalah rencana keuangan

tahunan Pemerintahan Desa yang berisi target pendapatan, rencana belanja dan

pembiayaan ditetapkan melalui sebuah Peraturan Desa (Perdes). Sebagai sebuah

produk politik, Perdes tersebut diproses secara demokratis dan partisipatif.

Permendagri No. 113/2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa,

menyebutkan bahwa pendapatan desa terdiri atas tiga kelompok utama yaitu

Pendapatan Asli Desa (PADesa), Dana Transfer dan Pendapatan Lain-lain.

Terkait pendapatan, banyak desa di Kabupaten Sumbawa saat ini memiliki

perbedaan pemahaman dalam menafsirkan cara mengakui dan mencatat pendapatan

desanya. Pengakuan dilakukan pada saat penyusunan target pendapatan dan

pencatatan dilakukan pada saat realisasinya. Pendapatan desa dalam pengelolaan

keuangan desa tidak hanya dibutuhkan dalam rangka menyusun rencana belanja desa

secara umum, namun secara hal itu juga akan berpengaruh terhadap besaran belanja

aparatur (Pasal 100 PP No. 43/2014 jo. PP No. 47/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan

UU No. 6/2014 tentang Desa) khususnya terkait dengan jumlah penghasilan tetap

yang akan diterima oleh pengelola keuangan desa. Dari pendapatan desa ini, yang

menjadi menarik kami angkat dalam tulisan ini adalah mendeskripsikan bagaimana

pemahaman pengelola keuangan desa di Kabupaten Sumbawa khususnya dalam

melakukan pengakuan dan pencatatan terkait pendapatan desa sehingga informasi

Page 4: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

4

dalam pendapatan desa tersebut merupakan angka-angka atau nilai-nilai bersumber

dari perhitungan dan perkiraan yang logis dan terukur sehingga dapat

dipertanggungjawabkan.

Sebagai bagian penting dari sebuah sistem akuntansi, pengakuan dan

pencatatan pendapatan desa harus memenuhi berbagai unsur sehingga penyusunan

APBDesa tersebut menjadi sebuah dokumen yang baik sehingga berguna bagi

pemakainya. Setiadi (2015) menyatakan bahwa akuntansi adalah suatu kegiatan dalam

mencatat data keuangan sehingga menjadi sebuah informasi yang berguna bagi

pemakainya. Untuk menjadi sebuah informasi yang berharga maka harus memenuhi

aspek fungsi dan aspek aktivitas. Pendapatan yang diakui dan dicatat dalam Peraturan

Desa tentang APBDesa tidak hanya berhubungan dengan rencana belanja desa,

namun juga berpengaruh terhadap penatausahaan terkait dengan pendapatan desa.

Berbagai perubahan kebijakan pemerintah terkait dengan pelayanan kepada publik

juga menjadi batasan yang kemudian mempengaruhi banyak hal terkait obyek-obyek

sumber pendapatan yang dapat diakui oleh pemerintah desa. Sebagaimana tertuang

dalam UU No. 24/2013 tentang perubahan UU No. 23/2006 tentang Administrasi

Kependudukan, bahwa pemerintah daerah termasuk pemerintah desa dilarang untuk

melakukan pungutan yang terkait dengan biaya administrasi pengurusan

kependudukan masyarakat. Hal tersebut sebelumnya merupakan salahsatu sumber

pendapatan desa yang cukup membantu berbagai pembiayaan dalam pelaksanaan

tugas pemerintahan di desa.

Pengakuan dan pencatatan khususnya pendapatan desa menjadi sangat

penting, karena pendapatan merupakan sumberdaya utama dalam membiayai berbagai

rencana belanja pembangunan dan pelaksanaan pemerintahan di desa. Penggunaan

prinsip-prinsip akuntansi terkait pendapatan juga menjadi suatu keharusan ketika

Page 5: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

5

sebuah entitas akan melaksanakan sistem akuntansi yang baik. Setiadi (2015)

menyatakan bahwa prinsip akuntansi adalah sebuah nilai-nilai yang dijadikan panutan

dan dipatuhi oleh pembuat standar akuntansi. Namun pada kenyataannya, prinsip

akuntansi bukan merupakan parameter wajib. Hal itu dikarenakan prinsip akuntansi

pada hakikatnya mengawasi dan memberikan rambu-rambu dengan ketentuan yang

jelas dan sudah diakui kebenarannya. Dengan mematuhi prinsip-prinsip akuntansi

dalam membuat laporan keuangan, maka akan memudahkan pihak pembuat dan pihak

eksternal untuk membaca dan membandingkan dengan laporan keuangan pemerintah

desa lainnya.

BPKP (2015) menyebutkan bahwa dalam hal pengelolaan dana desa, telah

teridentifikasi adanya risiko terjadinya kesalahan baik bersifat administratif maupun

substantif yang dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan hukum mengingatkan

belum memadainya kompetensi kepala desa dan aparat desa dalam hal penatausahaan,

pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Tulisan ini kami sampaikan

dengan tujuan menggambarkan pemahaman pengelola keuangan desa di Kabupaten

Sumbawa khususnya dalam melakukan pengakuan dan pencatatan pendapatan

berdasarkan interpretasinya terhadap regulasi yang terkait dengan pengelolaan

keuangan desa. Pemahaman yang tidak tepat pada pengelola keuangan desa dalam

mengakui dan mencatat pendapatan desa akan menjadi sebuah kesalahan dan

pelanggaran yang secara tidak sengaja atau mungkin disengaja sehingga akan

memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pelaksanaan pembangunan desa. Bagi

personal pengelola keuangan desa, hal tersebut akan berpeluang menjadi sebuah

pelanggaran hukum.

Page 6: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Desa di Kabupaten Sumbawa

Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu daerah dari sepuluh kabupaten/kota

yang berada di wilayah Provinsi NTB terletak di ujung Barat Pulau Sumbawa.

Kabupaten yang lebih dikenal dengan moto Sabalong Samalewa ini mencakup 24

kecamatan yang terbagi dalam 157 desa definitif, 1 UPT dan 8 kelurahan. Dengan 157

desa menjadikan jumlah komulatif dana transfer yang dialokasikan ke desa di

Kabupaten Sumbawa menjadi cukup besar. Pada tahun 2014, jumlah ADD dan

BHPRD yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa berada pada kisaran

Rp. 36 milyar. Tahun 2015 ini berdasarkan perhitungan dalam regulasi terbaru

tentang desa, jumlahnya meningkat hampir mencapai angka Rp. 160 milyar.

Sebagaimana desa-desa di kabupaten lain di Indonesia, di Kabupaten Sumbawa desa-

desa berada dibawah pembinaan dan pengawasan pemerintah kecamatan. Rata-rata

Page 7: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

7

tiap kecamatan menaungi empat sampai 12 desa (Lampiran 1). Dalam struktur

pemerintahan nasional Indonesia, pemerintahan desa berada tepat di bawah

kecamatan didalam lingkup pemerintahan daerah. Namun, kecamatan hanyalah

berstatus sebagai struktur geografis, bukan merupakan struktur koordinasi

pemerintahan. Dengan kata lain, bahwa instruksi kebijakan atau pola pemerintahan

tetap dari pemerintah kabupaten ke desa, tidak melalui kecamatan. Dengan adanya

struktur pemerintahan tersebut, maka pemerintah desa bertanggung jawab secara

vertikal kepada pemerintah kabupaten dalam hal ini kepada bupati. Sedangkan untuk

pertanggungjawaban secara horizontal adalah kepada BPD dan masyarakat desa itu

sendiri. Sedangkan Camat hanya sebagai fungsi pembinaan dan pengawasan sebagai

perpanjangan tangan Bupati.

2.2 Pengelolaan Keuangan Desa

Sampai saat ini, setelah UU No. 6/2014 tentang Desa beserta regulasi

turunannya (PP No. 60/2014 jo. PP 22/2015 tentang Dana Desa yang bersumber dari

APBN, PP No. 43/2014 jo. PP 47/2015 tentang Petunjuk pelaksanaan UU No. 6/2014

tentang Desa, serta beberapa peraturan menteri teknis terkait), banyak pendapat

bahwa perubahan regulasi desa ini cukup progresif, mulai banyak menyentuh aspek

kehidupan dan isu pembangunan khususnya di desa, tetapi cukup rumit dan lebih sulit

dipahami. Kesulitan pemahaman ini antara lain membuat penerapannya menjadi

terhambat khususnya terkait teknik akuntansi yang digunakan. Permendagri No.

113/2014 sebagai pedoman pengelolaan keuangan di desa menurut kami masih belum

bisa memberikan penjelasan dan pemahaman yang menyeluruh khususnya terkait

dengan penggunaan sistem akuntansi bagi pengelola keuangan di desa. KPK (2015)

menyebutkan bahwa berdasarkan azas rekognisi dan subsidiaritas, UU No. 6/2014

tentang Desa ini membawa perubahan pokok, yaitu :

Page 8: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

8

a. Desa memiliki identitas yang mandiri sebagai self-governing community

dalam tata pemerintahan di Indonesia dimana pemerintahan desa dipilih

secara demokratis dan akuntabel oleh masyarakat.

b. Desa menyelenggarakan pembangunannya secara partisipatif dimana desa

menyusun perencanaan, prioritas belanja dan melaksanakan anggaran

secara mandiri termasuk mengelola anggaran yang didapatkan secara

langsung serta mendaftarkan dan mengelola aset untuk kesejahteraan

masyarakat termasuk mendirikan BUMDesa.

c. Desa memiliki wewenang untuk bekerjasama dengan desa lain untuk

peningkatan pelayanan dan kegiatan ekonomi.

Pengelola keuangan desa dapat dideskripsikan sebagai sebuah entitas yang

mandiri (Syachbrani, 2012). Sebagai sebuah entitas mandiri, maka desa tentunya

memiliki otoritas yang mutlak untuk mengatur pemerintahan termasuk pengelolaan

keuangannya dimana kepala desa berperan sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan

keuangan di desa. Pengelolaan keuangan Desa menurut Permendagri No. 113/2014

meliputi: perencanaan; pelaksanaan; penatausahaan; pelaporan; dan

pertanggungjawaban. Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan

keuangan Desa. Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan Desa, kepala

Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa. Pengelolaan

keuangan Desa dilaksanakan dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai

tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Kepala Desa dalam melaksanakan

pengelolaan keuangan desa dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan

Desa (PTPKD). Selain itu ada juga seorang Sekretaris Desa yang bertindak selaku

koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Kemudian Kepala Seksi sebagai

unsur dari pelaksana teknis sesuai dengan bidangnya. Selanjutnya seorang Bendahara

Page 9: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

9

Desa yang merupakan unsur staf sekretariat desa yang membidangi urusan

administrasi keuangan (Kepala Urusan Keuangan) untuk melaksanakan fungsi

penatausahaan keuangan desa. Pencairan dana dalam rekening kas Desa

ditandatangani oleh kepala Desa dan bendahara Desa.

Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk

didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

desa tersebut. APBDesa adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. Dalam

APBDesa tersebut tertuang rencana keuangan desa dalam satu tahun yang memuat

perkiraan pendapatan, rencana belanja, rencana pembiayaan yang dibahas dan

disetujui bersama oleh pemerintah desa dan BPD yang ditetapkan melalui Perdes

(Pasal 20 Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa).

Disebutkan pada pasal 24, disebutkan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran desa

dilaksanakan melalui rekening kas desa. Semua penerimaan dan pengeluaran desa

harus didukung bukti yang lengkap dan sah.

2.3 Pendapatan Desa

Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, pada pasal 8

disebutkan bahwa Pendapatan Desa meliputi semua penerimaan uang melalui

rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak

perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa tersebut terdiri atas kelompok:

Pendapatan Asli Desa, Dana Transfer dan Pendapatan Lain-Lain. Sebagai salahsatu

tugas penatausahaan keuangan di desa, Bendahara Desa berkewajiban melakukan

pencatatan terhadap setiap penerimaan maupun pengeluaran terkait pendapatan desa.

Pendapatan desa tersebut selanjutnya akan membiayai penyelenggaraan kewenangan

desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Seluruh

Page 10: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

10

pendapatan desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas desa dan

penggunaannya ditetapkan dalam APBDesa. Pengakuan dan pencatatan pendapatan

desa harus menggunakan prinsip-prinsip akuntansi. Setiadi (2015) menyebutkan

beberapa prinsip akuntansi yang digunakan : Prinsip Harga Perolehan; Prinsip

Realisasi Pendapatan; Prinsip Objektif; Prinsip Pengungkapan Penuh; dan Prinsip

Konsistensi.

Nordiawan dan Hertianti (2010) mengatakan bahwa untuk bisa melaksanakan

pelayanan dan pengelolaan dana publik maka dibutuhkan standar khususnya tentang

standar akuntansi yang akan menjadi pedoman para pengelola keuangan termasuk

pengelola keuangan desa. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1

paragraf 9 dan 10 menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat berdasarkan

standar akuntansi. Dalam pencatatan dan pengakuan pendapatan desa maka

diperlukan akun-akun yang akan memudahkan pengguna (pengelola keuangan desa)

untuk melakukan pencatatan. Kode akun adalah suatu penamaan/penomoran yang

dipergunakan untuk mengklasifikasikan pos atau rekening transaksi. Setiap jenis pos

dalam satu sistem akuntansi harus memiliki kode atau nomor yang dapat dibedakan

sesuai dengan kelompoknya.

Setiadi (2015) menyebutkan bahwa kode akun mempunyai karakteristik :

Luwes, mudah disisipkan jika terdapat penambahan akun baru; Sederhana, sesuai

dengan tujuan akun, namun mudah dimengerti; Unik, setiap akun mempunyai kode

masing-masing dan unik; Sistematik, penempatan atau urutan akun sesuai dengan

akun utama. Terkait dengan hal tersebut, dalam lampiran Permendagri No. 113/2014

tentang Pengelolaan Keuangan Desa telah disebutkan contoh pemberian akun pada

tiap transaksi. Namun jika disesuaikan dengan Permendagri No. 13/2006 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah beserta perubahannya justru membingungkan karena

Page 11: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

11

terdapat perbedaan sedangkan disisi lain dipahami bahwa pengelolaan keuangan desa

saat ini telah mengadopsi sistem pengelolaan keuangan daerah. Maka Pemerintah

Kabupaten Sumbawa melalui Peraturan Bupati No. 12/2015 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Desa telah membuat format serta pemberian akun baik atas

pendapatan, belanja dan pembiayaan secara lebih terperinci (Lampiran 2).

2.3.1 Pendapatan Asli Desa (PADesa)

Dalam Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa

disebutkan sumber PADesa antara lain berasal dari hasil usaha; hasil aset, swadaya,

partisipasi dan gotong royong; dan Lain-lain pendapatan asli desa (hasil pungutan

desa). Kewenangan desa untuk mengusahakan pendapatan asli desanya tersebut diatur

lebih lanjut dalam Permendes No. 1/2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan

Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Dalam pasal 22 disebutkan

bahwa desa dilarang melakukan pungutan atas jasa layanan administrasi yang

diberikan kepada masyarakat Desa. Jasa layanan administrasi tersebut meliputi: surat

pengantar; surat rekomendasi dan surat keterangan. Sebagai amanat peraturan menteri

tersebut, desa kemudian diwajibkan menetapkan peraturan desa tentang kewenangan

desanya masing-masing berdasarkan Peraturan Bupati tentang Daftar Kewenangan

yang dapat dilaksanakan oleh desa. Didalamnya mencakup kewenangan desa untuk

mencari sumber pendapatan asli desanya sesuai dengan karakteristik, potensi serta

sumberdaya yang dimiliki.

Hasil usaha desa menurut Permendagri No. 113/2014 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Desa antara lain bersumber dari hasil BUMDesa dan tanah kas

desa. Terkait pengelolaan tanah kas desa, pada PP No. 43/2014 jo. PP No. 47/2015

tentang Petunjuk pelaksanaan UU No. 6/2014 tentang Desa disebutkan bahwa

perhitungan belanja desa di luar pendapatan yang bersumber dari hasil pengelolaan

Page 12: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

12

tanah bengkok atau sebutan lain. Lebih lanjut disebutkan bahwa Hasil pengelolaan

tanah bengkok atau sebutan lain dapat digunakan untuk tambahan tunjangan kepala

Desa dan perangkat Desa selain penghasilan tetap dan tunjangan kepala. Ketentuan

bahwa salah satu hasil usaha desa bersumber dari bagian laba atas penyertaan modal

pada BUMDesa, desa-desa di Kabupaten Sumbawa juga melakukan penyertaan modal

pada berbagai badan usaha lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan

desa masing-masing setelah mendapat persetujuan BPD. Badan usaha antara lain

Koperasi Desa, Pasar Desa, serta pada perusahaan milik swasta atau usaha milik

masyarakat. Penyertaan modal pada berbagai badan usaha tersebut selanjutnya

dituangkan perjanjian yang didalam mengatur tentang pendapatan desa sebagai bagian

hasil kerjasama disesuaikan dengan kesepakatannya. Terkait perubahan PP No.

43/2014 menjadi PP No. 47/2015 tentang Petunjuk pelaksanaan UU No. 6/2014

tentang Desa yang menyebutkan bahwa perhitungan belanja desa di luar pendapatan

yang bersumber dari hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lainnya yang dapat

digunakan untuk tambahan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa selain

penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa menjadi polemik pada banyak desa di

Kabupaten Sumbawa. Tanah desa di Kabupaten Sumbawa disebut dalam dua jenis

yakni “tana desa” dan “tana pemangan gabung”. Tana desa merupakan tanah desa

yang pengelolaannya diperuntukkan untuk sumber pembiayaan pembangunan desa.

Sedangkan tana pemangan gabung merupakan tanah desa yang khusus dikelola

secara individu oleh Kepala Desa. Namun dalam pengelolaannya, banyak desa yang

pengelolaannya belum diatur dengan baik sehingga tidak memberikan pendapatan

yang berarti bagi pembiayaan pembangunan desa namun lebih menguntungkan secara

pribadi. Hal itu disebabkan belum ada regulasi yang secara teknis mengatur dengan

jelas tentang pengelolaannya. Bahkan dalam kenyataannya, terjadi adu kepentingan

Page 13: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

13

antara Kepala Desa dengan aparat desa dan BPD. Aparat desa dan BPD lebih

menginginkan hasil pengelolaan tanah desa itu sepenuhnya dimanfaatkan hasilnya

sebagai pendapatan desa. Karena dengan aturan yang ada, hasilnya lebih dinikmati

oleh individu Kepala Desa saja yang dari sisi penghasilan telah menerima nilai yang

jauh lebih besar daripada perangkat desa dan BPD. Apabila pengelolaan tana desa

menghasilkan pendapatan (hasil penjualan dikurangi biaya pengelolaan), maka

bendahara mencatat dan memasukkan uangnya ke rekening desa untuk dapat diakui

sebagai pendapatan desa. Pendapatan dari tana desa di Kabupaten Sumbawa

didapatkan sesuai waktu panen (lahan pertanian) yang biasanya dua kali panen dalam

satu tahun. Jumlah target bagi hasil dari BUMDesa tersebut dicatat pada akun

pendapatan_pendapatan asli desa_hasil usaha_BUMDesa dan Jumlah target dari

pengelolaan tana desa tersebut dicatat pada akun pendapatan_pendapatan asli

desa_hasil usaha_tana desa.

Hasil aset menurut Permendagri No. 113/2014 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Desa antara lain bersumber dari kepemilikan asset desa antara lain

tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi. Aset Desa

adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh

atas beban APBDesa atau perolehan hak lainnya yang sah. Berbagai jenis pengelolaan

pembangunan dan aset yang dimiliki desa berpotensi menghasilkan berbagai jenis

pendapatan desa. Setiadi (2015) menyebutkan bahwa Aset merupakan sumber daya

ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan

dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan dapat diperoleh serta dapat

diukur dengan satuan uang. Sebagaimana hasil usaha, para pengelola keuangan di

desa-desa Kabupaten Sumbawa mencatat pendapatan tersebut dan dilanjutkan dengan

Page 14: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

14

dimasukkan ke rekening desa. Jumlah target hasil asset desa tersebut dicatat pada

akun pendapatan_pendapatan asli desa_hasil aset.

Swadaya, partisipasi dan gotong royong menurut Permendagri No. 113/2014

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa adalah membangun dengan kekuatan

sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa tenaga, barang yang dinilai

dengan uang. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai swadaya, partisipasi dan

gotong royong ini pada semua regulasi yang sudah ditetapkan. Sebelum terbitnya UU

No. 6/2014 tentang Desa, sebelum tahun 2015 semua pemerintah desa mengakui

seluruh kegiatan swadaya, partisipasi dan gotong royong di desanya yang dinilai

dengan uang menjadi PADesa. Namun hal tersebut tidak dicatat sebagai pendapatan

(jika dibandingkan dengan definisi pendapatan menurut Permendagri No. 113/2014

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa). Dalam implementasinya saat ini,

pemerintah desa hanya mengakui swadaya, partisipasi dan gotong royong yang

berkaitan dengan kegiatan yang ada dalam APBDesa saja yang merupakan

kewenangan desa tersebut. Dalam proses asistensi rancangan APBDesa di Kabupaten

Sumbawa, banyak desa mengakui banyak kegiatan fisik yang dapat dilakukan dengan

dengan swadaya, partisipasi dan gotong royong untuk motivasi tertentu. Misalnya

untuk meningkatkan nilai total pendapatan APBDesa yang nantinya akan

mempengaruhi perhitungan jumlah penghasilan tetap yang akan diterima

pengelolannya. Namun setelah diklarifikasi item-item mana yang benar-benar dapat

menjadi swadaya, partisipasi dan gotong royong, maka desa-desa tersebut akhirnya

melakukan penyesuaian dan perbaikan kembali. Sebagai ilustrasi dalam pengakuan

pendapatannya, untuk melaksanakan pekerjaan rabat beton disebuah jalan desa

dibutuhkan total anggaran Rp. 100 juta. Dari total nilai tersebut telah termasuk biaya

pembelian material Rp. 70 juta, penyewaan alat Rp. 5 juta dan ongkos tukang dan

Page 15: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

15

pekerja Rp. 25 juta. Berdasarkan perhitungan tersebut, Pemerintah Desa dan BPD

memusyawarahkan item apa saja yang dapat diswadayakan, ada partisipasi dan

gotong royong masyarakat desa. Berdasarkan musyawarah, maka masyarakat

bersepakat untuk ikut terlibat penuh sebagai tukang dan pekerja, ada yang

menyumbang material senilai Rp. 5 juta, meminjamkan peralatan senilai Rp. 1 juta.

Maka pada rancangan APBDesa dicatat pada akun : pendapatan_pendapatan asli

desa_ swadaya Rp. 5 juta, pendapatan_pendapatan asli desa_partisipasi Rp. 1 juta

dan pendapatan_pendapatan asli desa_gotong royong Rp. 25 juta. Sehingga dalam

rincian APBDesa tersebut akan terdapat informasi bahwa untuk menyelesaikan

pekerjaan rabat beton senilai Rp. 100 juta akan dibiayai dari PADesa senilai Rp. 31

juta dan dari dana transfer senilai Rp. 69 juta. Yang menjadi persoalan selanjutnya

adalah bagaimana Bendahara Desa mencatat PADesa tersebut sebagai pendapatan

desa jika mengacu pada definisi pendapatan desa menurut pasal 8 Permendagri No.

113/2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa adalah semua penerimaan

uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran

yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa?

Lain-lain pendapatan asli desa menurut Permendagri No. 113/2014 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa antara lain bersumber dari hasil pungutan desa.

Sebelum adanya perubahan UU tentang administrasi kependudukan, pungutan di desa

termasuk berasal dari pelayanan administrasi kependudukan. Namun pemerintah telah

melarang adanya pungutan terhadap hal tersebut. Maka pungutan yang masih ditarik

sesuai dengan peraturan desa masing-masing yang masih ada antara lain surat

pengantar keterangan pembuatan SKCK; pengantar pembuatan ijin keramaian; surat

pengantar IMB; surat keterangan jemaah haji; pelayanan jual beli/potong hewan

ternak; registrasi dan pelayanan jasa pertanahan; Pungutan terhadap

Page 16: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

16

perusahaan/toko/warung; usaha pengolahan kayu; usaha penggilingan padi; warung

besar dan warung kecil; usaha angkutan kendaraan serta berbagai usaha barang jasa

lainnya sesuai potensi desa. Potensi-potensi jumlah pungutan tersebut dicatat dan

diakui sebagai target pendapatan dalam APBDesa. Jumlah target pungutan-pungutan

desa tersebut dicatat pada akun pendapatan_pendapatan asli desa_pungutan.

2.3.2 Dana Transfer

Dana transfer menurut Permendagri No. 113/2014 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Desa terdiri atas jenis: Dana Desa; Bagian dari Hasil Pajak

Daerah Kabupaten dan Retribusi Daerah; Alokasi Dana Desa (ADD); Bantuan

Keuangan dari APBD Provinsi; dan Bantuan Keuangan APBD Kabupaten.

Dana Desa, dilokasikan oleh pemerintan dalam APBN setiap tahun anggaran

yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten. Penetapan

definisi, pengalokasian dan mekanisme transfer untuk dana desa ini diatur dalam PP

No. 60/2014 jo. PP No. 22/2015 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN.

Berdasarkan PP No. 60/2014 jo. PP No. 22/2015 tentang Dana Desa yang bersumber

dari APBN, dana desa merupakan dana yang bersumber dari APBN yang

diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten dan digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,

pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Transfer ke daerah

adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi

fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana transfer lainnya.

Substansi yang diubah dalam PP No. 60/2014 ke PP No. 22/2015 adalah pada

formula alokasi atau pembagian dana desa dari pusat ke kabupaten dan dari kabupaten

ke desa. Tidak hanya formulanya yang berubah, besaran pagu dana desa juga

berubah dari Rp. 9,066 triliun dalam APBN 2015 menjadi Rp. 20,766 trilliun dalam

Page 17: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

17

APBNP 2015. Berdasarkan ketentuannya, Pemerintah Kabupaten Sumbawa

menghitung pembagian Dana Desa untuk tiap desa di Kabupaten Sumbawa. Hasil

perhitungan pembagiannya kemudian diinformasikan kepada semua desa sebagai

informasi dalam penyusunan rancangan APBDesa. Informasi tentang jumlah dana

desa tersebut dicatat pada akun pendapatan_dana transfer_dana desa.

ADD, dialokasikan oleh Pemerintah daerah kabupaten dalam APBD

kabupaten ADD setiap tahun anggaran. ADD tersebut berjumlah paling sedikit 10%

(sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima kabupaten dalam APBD

setelah dikurangi dana alokasi khusus. Berdasarkan ketentuannya, Pemerintah

Kabupaten Sumbawa menghitung pembagian ADD untuk tiap desa di Kabupaten

Sumbawa. Hasil perhitungan pembagiannya kemudian diinformasikan kepada semua

desa sebagai informasi dalam penyusunan rancangan APBDesa. Informasi tentang

jumlah dana desa tersebut dicatat pada akun pendapatan_dana transfer_alokasi

dana desa.

BHPRD, dialokasikan oleh Pemerintah kabupaten kepada Desa paling sedikit

10% (sepuluh perseratus) dari realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi daerah

kabupaten. Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah dilakukan

berdasarkan ketentuan: 60% (enam puluh perseratus) dibagi secara merata kepada

seluruh Desa; dan 40% (empat puluh perseratus) dibagi secara proporsional realisasi

penerimaan hasil pajak dan retribusi dari desa masing-masing. Pengalokasian bagian

dari hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten kepada Desa diinformasikan kepada

semua desa sebagai informasi dalam penyusunan rancangan APBDesa. Informasi

tentang jumlah dana desa tersebut dicatat pada akun pendapatan_dana

transfer_bagi hasil pajak dan retribusi daerah.

Page 18: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

18

Bantuan keuangan, baik dari Pemerintah daerah provinsi maupun

pemerintah daerah kabupaten bersumber dari APBD provinsi dan APBD kabupaten

kepada Desa. Bantuan keuangan tersebut dapat bersifat umum dan khusus. Bantuan

keuangan yang bersifat umum peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya

kepada desa penerima bantuan dalam rangka membantu pelaksanaan tugas

pemerintah daerah di Desa. Sedangkan bantuan keuangan yang bersifat khusus

peruntukan dan pengelolaannya ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan

dalam rangka percepatan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat. Bantuan

keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten kepada desa diberikan sesuai

dengan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

Gubernur/Bupati menginformasikan rencana bantuan keuangan tersebut kepada desa

penerima sebagai informasi dalam penyusunan rancangan APBDesa. Informasi

tentang jumlah dana desa tersebut dicatat pada akun pendapatan_dana

transfer_bantuan keuangan pemerintah kabupaten Sumbawa (bila bersumber

dari Pemerintah Kabupaten Sumbawa), dan dicatat pada akun pendapatan_dana

transfer_bantuan keuangan pemerintah Provinsi NTB (bila bersumber dari APBD

provinsi NTB). Namun sampai saat ini belum ada informasi dari Pemerintah

Kabupaten Sumbawa tentang bantuan keuangan selain dari ADD dan BHPRD apalagi

pihak Pemerintah Provinsi NTB yang tidak berhubungan secara langsung dengan

desa-desa di Provinsi NTB.

2.3.3 Pendapatan Lain-lain

Dalam Permendagri No. 113/2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Desa disebutkan bahwa yang termasuk dalam pendapatan lai-lain desa adalah Hibah

dan Sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat; serta Lain-lain pendapatan

Desa yang sah. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat adalah

Page 19: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

19

pemberian berupa uang dari pihak ke tiga. Sedangkan Lain-lain pendapatan Desa

yang sah antara lain pendapatan sebagai hasil kerjasama dengan pihak ketiga dan

bantuan perusahaan yang berlokasi di desa. Dalam implementasinya, tidak banyak

potensi yang dimiliki oleh desa-desa di Kabupaten Sumbawa terkait perusahaan yang

berlokasi di desa sebagai potensi sumber pendapatan lain-lain desa. Namun ada

beberapa desa yang memang memiliki keberadaan perusahaan yang berlokasi di

desanya sehingga dalam penyusunan APBDesa-nya meminta informasi apakah ada

peluang untuk mendapatkan bantuan atau hibah dari mereka. Pemerintah desa

kemudian mencatat potensi tersebut setelah dilakukan koordinas dengan pihak

pemberi pada akun pendapatan_pendapatan lain-lain_hibah/bantuan/lain-lain

pendapatan desa yang sah.

Page 20: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

20

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perubahan regulasi tentang desa yang ditandai oleh terbitnya UU No. 6/2014

tentang Desa dan diikuti oleh berbagai regulasi turunan dan/atau regulasi lama yang

masih dipergunakan, membuat para pengelola keuangan desa masih kesulitan

menginterpretasikan dan mengimplementasikan dengan baik sehingga terhindar dari

berbagai persoalan hukum nantinya. Pengakuan pendapatan khususnya PADesa

dengan nilai yang tinggi ternyata dimotivasi hanya untuk meningkatkan jumlah

penghasilan tetap kepala desa, perangkat serta BPD yang diperhitungkan dari

komposisi belanja aparatur 30% (Pasal 100 PP No. 47/2015), bukan semata-mata

hasil dari menggali tingkat partisipasi dan keterlibatan masyarakat desa dalam

pelaksanaan pembangunan di desa. Implikasi terhadap motivasi tersebut maka dalam

pencatatannya sebagai pendapatan menemui kendala khususnya pada akun

pendapatan_partisipasi, swadaya dan gotong royong yang disebutkan bahwa hal

tersebut dinilai dengan uang sebagai sebuah pendapatan. Deskripsi yang singkat

tersebut ternyata memunculkan multipersepsi pada pengelola keuangan desa. Untuk

mengarahkan pengelola keuangan desa ke pemahaman yang lebih tepat, maka

pemerintah, pemerintah kabupaten segera melakukan pembinaan secara intensif yang

terkait sistem akuntansi desa. Pemberian pemahaman terhadap berbagai ketentuan

sistem akuntansi tersebut haruslah menyeluruh dan komprehensif tidak secara parsial.

Dalam hal ini, sangat penting dalam memberikan perhatian atas peningkatan

kemampuan pengelola keuangan desa, dengan pembinaan yang lebih intensif jika

perubahan regulasi atau penambahan regulasi yang lebih teknis belum dapat

dilakukan.

Page 21: Johan Satriajaya - Pengakuan Pendapatan Desa

21

Sistem akuntansi desa khususnya tentang pengakuan dan pencatatan dalam

regulasi tersebut mestinya diuraikan secara jelas dan terperinci sehingga memiliki

konsistensi. Berbagai penjelasan yang lugas dan tegas diperlukan untuk mengurangi

peluang menjadi motivasi yang negatif dalam perencanaan penganggaran sampai

dengan pertanggungjawabannya. Regulasi yang minim dapat menjadi persoalan

dengan kemampuan memahami yang terbatas, karena jika dikaji lebih dalam

berdasarkan etika, prinsip serta karakteristik akuntansi maka akan banyak ditemukan

inkonsistensi dalam pengakuan dan pencatatannya pendapatannya.

3.2 Saran-saran

Pengakuan dan pencatatan Pendapatan desa yang tepat akan menjadi dasar

yang baik dalam tahap perencanaan dan penganggaran untuk dilanjutkan ke tahap

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan sampai dengan pertanggungjawabnnya.

Dengan kondisi sumberdaya manusia perangkat desa sebagai pengelola keuangan

desa khususnya yang ada di Kabupaten Sumbawa maka pemahamannyapun akan

sangat beragam. Sistem akuntansi desa yang akan dibuat nantinya diharapkan dapat

memenuhi berbagai aspek penting dalam akuntansi. Aspek Fungsi, artinya bahwa

Akuntansi menyajikan informasi kepada suatu entitas (misalnya pemerintahan Desa)

untuk melakukan tindakan yang efektif dan efisien. Fungsi tindakan tersebut adalah

untuk melakukan perencanaan, pengawasan, dan menghasilkan keputusan bagi

pimpinan entitas (misalnya Kepala Desa) yang dapat dimanfaat baik oleh pihak

internal maupun eksternal; Aspek Aktivitas, bahwa Suatu proses yang dilakukan

untuk mengidentifkasi data, menjadi sebuah data yang relevan, yang kemudian

dianalisis dan diubah menjadi sebuah informasi yang dapat digunakan untuk

pengambilan keputusan (Setiadi, 2015).