analisis daya saing industri tekstil dan produk … · analisis daya saing industri tekstil ......
Post on 06-Mar-2019
250 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI TEKSTIL
DAN PRODUK TEKSTIL (TPT)
PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 1981-2010
ALMIRA ROSALINA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Provinsi Jawa Barat Tahun 1981-2010
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 30 Juni 2013
Almira Rosalina
NIM. H14090078
ABSTRAK
ALMIRA ROSALINA. Analisis Daya Saing Industri Tekstil dan Produk Teksil
(TPT) Provinsi Jawa Barat Tahun 1981-2010. Dibimbing oleh ALLA ASMARA.
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Provinsi Jawa Barat merupakan sentral
industri TPT di Indonesia yang memiliki potensi yang besar, namun pada kenyataannya
produksi ekspor yang dimiliki industri ini berfluktuatif bahkan terkadang mengalami
penurunan yang cukup besar yang diakibatkan salah satunya tingginya adanya
persaingan global dan minat masyarakat terhadap produk-produk tekstil impor, hal ini
menunjukkan daya saing sebagian pelaku usaha di industri TPT Indonesia khususnya
Jawa Barat masih relatif rendah sehingga belum mampu mengimbangi daya saing
industri TPT dari luar negeri. Penelitian ini bertujuan menganalisis keunggulan
kompetitif dan komperatif industri TPT Jawa Barat, dan menganalisis faktor-faktor
yang memengaruhi daya saing inudstri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat daya saing industri TPT Jawa Barat masih
tergolong tinggi, namun perlu ada proteksi dari pemerintah melalui kebijakan-kebijakan
untuk meningkatkan daya saing industri ini, dan faktor-faktor yang memengaruhi ialah
produktivitas, nilai tukar, berpengaruh positif secara signifikan, sedangkan tingkat
inflasi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap daya saing industri TPT Jawa
Barat.
Kata Kunci : Daya saing, Industri TPT, Jawa Barat, OLS
ABSTRACT
ALMIRA ROSALINA. Analysis Competitiveness of Textile Industry and Textile
Product (TPT) in West Java 1981-2010 Period. Supervised by ALLA ASMARA.
Textile industry and textile product (TPT) in West Java Province is the central
of Indonesian TPT industry which has a great potential, but in fact the industry's export
production was fluctuating and sometimes had a substantial reduction caused by the
high global competition and public interest of imported textile products, it indicates the
competitiveness of most businesses in the Indonesian TPT industry particularly in West
Java Province is still relatively low, so it has not able to keep the competitiveness of the
textile industry from foreign countries. This research is aimed to analyze the
competitive and comparative advantages of TPT industry and analyze factors that affect
the competitiveness in West Java. The results showed that the level of competitiveness
of TPT industry in West Java is still relatively high, but there should be protection from
the government through policies to increase the competitiveness of this industry, and
the factors that are affecting productivity, exchange rate, positive and significant effect,
while the negative effect of inflation rate significantly to the competitiveness of TPT
industry in West Java.
Keywords : Competitiveness, Textile and Textile Product Industry, West Java, OLS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI TEKSTIL
DAN PRODUK TEKSTIL (TPT)
PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 1981-2010
ALMIRA ROSALINA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Daya Saing Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
Provinsi Jawa Barat Tahun 1981-2010
Nama : Almira Rosalina
NIM : H14090078
Menyetujui,
Dosen Pebimbing,
Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si
Dosen Pebimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis diberi kelancaran dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Tema yang di pilih dalam penelitian ini adalah daya saing, dengan judul Analisis Daya
Saing Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Provinsi Jawa Barat Tahun 1981-2010.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak
yang telah memberikan bimbingan, saran, semangat dan dukungan kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, terutama kepada:
1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Dahlan Jambek dan Ibu Sri Herlina Nasution
serta abang M. Zakaria dan juga kak Antis Yulianti kemudian seluruh keluarga
penulis atas doa, motivasi dan dukungan baik moril maupun materiil bagi penulis
dalam menyelesasikan skripsi ini.
2. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si.selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan secara teknis maupun teoritis dalam penyusunan sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Tanti Noviatnti, M.si selaku dosen penguji utama yang telah bersedia memberikan
masukan dan arahan yang bermanfaat kepada penulis sebagai penyempurnaan
penulisan skripsi ini.
4. Deni Lubis, M.A selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan
banyak masukan mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.
5. Para dosen, staff dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB yang telah memberikan ilmu selama
penulis menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.
6. Sahabat-sahabat penulis Famran Hadi Saputra, Syafira, Tata, Mutia dan Malla,atas
dukungan, semangat dan motivasi dimanapun berada.
7. Teman-teman satu bimbingan Puspita Mega Lestari Effendi, Almira Rosalina,
Ardhi Harry dan Jajang Arif atas kerjasama, motivasi dan semangat selama ini.
8. Teman-teman Ilmu Ekonomi 46 atas kebersamaan dan keceriaan selama di IE.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,penulis
berharap semoga segala kekurangan yang ada pada skripsi ini dapat dijadikan bahan
pembelajaran untuk penelitian yang lebih baik di masa yang akan datang, dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya
Bogor, 30 Juni 2012
Almira Rosalina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 5
Teori Perdagangan Internasional 5
Teori Keunggulan Komparatif 7
Teori Keunggulan Kompetitif 8
Pengertian Daya Saing 10
Teori Daya Saing 10
Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) 11
Tinjauan PenelitianTerdahulu 12
Kerangka Pemikiran 13
Hipotesis 15
METODE PENELITIAN 16
Jenis dan Sumber Data 16 Analisis RCA 17
Analisis Potter's Diamond 19
Analisis Regresi Linier Berganda 20
GAMBARAN UMUM 25
Keunggulan Jawa Barat 24
Perkembangan Industri TPT Jawa Barat 26
Peranan Industri TPT Terhadap Perekonomian 27
Kinerja Ekspor TPT Jawa Barat 28
Kinerja Impor TPT Jawa Barat 29
HASIL DAN PEMBAHASAN 30 Hasil Analisis Daya Saing (Keunggulan Komparatif) 30
Hasil Analisis Daya Saing (Keunggulan Kompetitif) 35
Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi 45
SIMPULAN DAN SARAN 49 Simpulan 49 Saran 49
DAFTAR PUSTAKA 50
LAMPIRAN 52
RIWAYAT HIDUP 60
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan ekspor TPT Indonesia tahun 2007-2010 2
2 Penelitian terdahulu 15 3 Produk domestik regional bruto Jawa Barat tahun 2005-2010 26 4 Ekspor non migas menurut kelompok barang (juta US Dollar) 28 5 Realisasi ekspor TPT Jawa Barat tahun 2007-2010 29 6 Hasil perhitungan RCA dan indeks RCA 32 7 Jumlah tenaga kerja pada sektor industri TPT di Jawa Barat
tahun 2001-2010 36 8 Tingkat konsumsi masyarakat Jawa Barat terhadap produk industri
TPT Jawa Barat 38 9 Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke AS dan Jepang 38
10 Jumlah perusahaan Industri TPT Jawa Barat 2008-2010 40 11 Tingkat Impor TPT ke Indonesia 41 12 Minat Jumlah Proyek (izin pinsip) PMA dan PMDNdi Jawa
Barat menurut Sektor Usaha periode Januari sd Desember 2010 43 13 Hasil estimasi faktor-faktor yang mepengaruhi daya saing
industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat 45
DAFTAR GAMBAR
1 Nilai Ekspor Industri TPT per Provinsi Tahun 2010 3 2 Ekspor industri TPT Jawa Barat 2005-2010 3 3 Indeks pertumbuhan industri TPT Jawa Barat 2008-2010 4 4 Kerangka pemikiran penelitian 16
5 Diamond of competitive advantage 20
6 Perkembangan jumlah perusahaan TPT di Jawa Barat 26
7 Kinerja impor TPT Jawa Barat 2008-2010 30
8 Ringkasan analisis faktor-faktor yang memengaruhi daya
saing industri TPT dengan pendekatan Potterr's Diamond 44
DAFTAR LAMPIRAN
1. Perhitungan RCA 53
2. Hasil perhitunganindeks RCA industri TPT Jawa Barat 54
3. Data nominal periode 1981-2010 55
4. Data nominal 1981-2010 (dalambentukLogarima natural) 56
5. Hasil Estimasidengan Model Ordinary Least Square 57
6. Uji Autokorelasi 58
7. Uji Heteroskedastisitas 58
8. Correlation Matrix 58
9. Uji Normalitas 59
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor
lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industri selalu
memiliki terms of trade yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan
nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lain. Hal ini
disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam
dan mampu memberikan tambahan manfaat kepada pemakainya (Dumairy, 2000).
Industri tekstil dan produk tekstil atau lebih dikenal dengan industri TPT
adalah salah satu industri perintis dan tulang punggung manufaktur
Indonesia.Terlihat posisi strategis industri ini jika ditinjau dari sisi kontribusinya
terhadap perekonomian khususnya dalam bentuk pendapatan ekspor dan
penyerapan tenaga kerja. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan
salah satu industri andalan Indonesia yang terus memberi kontribusi terhadap
devisa negara. Ekspor Indonesia pada produk-produk yang dihasilkan oleh
industri TPT ini dari tahun ke tahun menunjukkan angka yang meningkat. Industri
tekstil diharapakan untuk tetap menjadi kontributor utama bagi ekonomi Indonesia
di masa depan. Saat ini perkembangan industri TPT diIndonesia merupakan satu
dari sepuluh klaster industri inti yang menjadi prioritas perkembangan dalam
jangka panjang. Hal tersebut tercantum pada Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005
mengenai perkembangan kesepuluh klaster industri inti tersebut, secara
komprehensif dan integratif, akan didukung oleh industri terkait (related
industries) dan industri penunjang (supporting industries) (Bappenas, 2013).
Alasan industri TPT menjadi salah satu prioritas perkembangan industri
jangka panjang, karena selama ini industri TPT memainkan peran yang cukup
besar terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2006 industri ini memberikan
kontribusi devisa sebesar sebesar 3.8 persen terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) Nasional dengan mencapai USD 10.68 miliar dan di tahun 2007 terjadi
penurunan menjadi sebesar 2.4 persen dengan nilai USD 10.31 miliar, namun
pada tahun 2008 dan 2009 terjadi peningkatan kembali menjadi sebesar 4.3 persen
dan 5 persen, nilai tersebut merupakan penyumbang terbesar PDB yang berasal
dari sektor non migas. Besaran kontribusi yang disumbangkan oleh industri TPT
tersebut berasal dari net ekspor, penjualan domestik serta investasi pada industri
ini, dan dalam hal daya serap tenaga kerja, industri TPT ini menyerap tenaga kerja
sebanyak 1.33 juta orang pekerja pada tahun 2009. Jumlah tersebut merupakan
10.6 persen dari jumlah tenaga kerja yang terserap oleh industri manufaktur
sebanyak 12.62 juta orang (BPS Pusat, 2010).
Dari sisi ekspor, komoditas TPT memiliki peran dalam pembentukan nilai
total ekspor komoditas. Bahkan, pada saat krisis ekonomi global di tahun 2008
ekspor industri TPT masih mampu meraih surplus 5 miliar dollar AS. Kinerja
ekspor Indonesia ini masih mengkukuhkan Indonesia di peringkat ke-11 sebagai
negara pengekspor tekstil dunia dan peringkat ke-9 sebagai negara pengekspor
pakaian jadi (garmen), sedangkan dalam hal produksi Indonesia merupakan
negara penghasil produk TPT nomor 13 terbesar di dunia, nomor 5 di Asia dan
terbesar di Asia Tenggara (API, 2009).
2
Industri TPT merupakan industri berbasis ekspor yang sebagian besar hasil
industrinya untuk tujuan pasar luar negeri, dari sisi ekspor komoditas TPT
memiliki peran penting dalam pembentukan nilai total ekspor komoditas. Pada
tahun 2007 total ekspor Indonesia atas tekstil dan produk tekstil adalah sebesar
USD 9.815 miliar dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga
mencapai USD 11.190 miliar pada tahun 2010 (BPS Pusat, 2011).
Ekspor komoditasTPTsangat kompetitif sehingga hanya industri yang
memilikidaya saing tinggi akan menang dalam persaingan internasional dan dapat
merebut pangsa pasar. Saat ini diperkirakan produk-produk tekstil asal China,
India dan Korea yang masuk ke Indonesia dapat mengancam keberadaan produk
TPT lokal dalam memenuhi permintaan pasar di dalam negeri. Salah satu faktor
utama penyebabnya adalahharga produk TPT impor tersebut relatif lebih murah
dibandingkan produk lokal, sehingga produk lokal kalah bersaing dipasaran. Pada
Tabel 1 dapat dilihat perkembangan ekspor TPT Indonesia selama tahun 2007-
2010.
Tabel 1 Perkembangan ekspor TPT Indonesia tahun 2007-2010
Tahun Ekspor
(juta US $)
Pertumbuhan
( %)
2007 9.814 -
2008 11.339 15.5
2009 10.421 -8.41
2010 11.190 7.4
Sumber : BPS Pusat, 2010
Distribusi geografis dari industri TPT di Indonesia hampir 90 persen sangat
terkonsentrasi di pulau Jawa, khususnya di Provinsi Jawa Barat (API, 2007).
Sektor industri TPT Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu subsektor industri
pengolahan yang sangat strategisdalam pengembangan perekonomian nasional
maupundaerah dan memiliki peranan cukup besar dalam perekonomian di bidang
perindustrian. Jika dilihat dari beberapa provinsi yang memiliki potensi daya saing
industri TPT yang cukup tinggi seperti Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Provinsi Banten (API, 2007), Provinsi Jawa Barat menduduki urutan
ke-2 dari total nilai ekspor industri TPT. Urutan ekspor industri TPT yang
memiliki potensi daya saing cukup tinggi per Provinsi tahun 2010 dapat dilihat
pada Gambar1.
3
Gambar 1Nilai Ekspor Industri TPT per Provinsi Tahun 2010
Sumber : BPS Pusat, 2010
Dilihat dari sisi nilai ekspor industri TPT untuk Provinsi Jawa Barat
selama periode 2005 hingga 2010 nilai ekspornya cenderung terus mengalami
kenaikan. Walaupun pada tahun 2009 mengalami penurunan nilai ekspor yang
dikarenakan industri TPT Jawa Barat mulai merasakan imbas dari adanya
persaingan global, namun pada tahun 2010 mengalami peningkatan kembali atas
berbagai usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan kementerian industri
Indonesia terhadap peningkatan daya saing industri TPT Jawa Barat pada tahun
tersebut.
Gambar 2 Ekspor industri TPT Jawa Barat 2005-2010
Sumber : BPS Jawa Barat, 2011
Adanya persaingan bebas yang menyebabkan tidak adanya hambatan
buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar
individu-individudan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Jakarta Jawa Timur Jawa
Tengah
Banten Jawa Barat
Nilai EksporTPT Tahun2010 (USD)
0
2000000
4000000
6000000
2005 2006 2007 2008 2009 2010
US $
4
berbeda.Negara Cina, Thailand dan Vietnam sudah menjadi ancaman serius bagi
Indonesia, mengingat pemerintah negara tersebut sangat serius mendorong dan
memfasilitasi industri TPT-nya. Indikator daya saing dibutuhkan dan digunakan
untuk melihat seberapa besar kemampuan industri tersebut dibandingkan dengan
industri pesaing dan industri lain yang ada disuatu negara. Selain itu, daya saing
dapat dilihat dari total ekspor komoditi suatu industri dari tahun ke tahun.
Peningkatan ekspor yang dimiliki oleh industri TPT Jawa Barat harus dapat
dipertahankan dimasa mendatang bahkan ditingkatkan agar industri ini memiliki
daya saing dipasar nasional maupuninternasional. Berdasarkan hal tersebut
penulis melakukan penelitian mengenai “analisis daya saing industri tekstil dan
produk tekstil di Provinsi Jawa Barat tahun 1981-2010“.
Perumusan Masalah
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentral Industri TPT di
Indonesia yang mempunyai peluang cukup besar untuk menguasai pasar
ekspor.Pengembangan industri TPT Jawa Barat harus memiliki perencanaan
pengembangan untuk jangka menengah dan jangka panjang karena merupakan
faktor penting dalam pembangunan perekonomian terutama pembangunan
perekonomian nasional dalam bentuk fisik.
Beberapa tahun terakhir terjadi perkembangan ekspor industri tekstil dan
produk tekstil di Jawa Barat kurang kondusif bahkan nilai ekspor dan jumlah
prodksi dengan satuan ton pada industri ini pun berfluktuatif, dan mengalami
penurunan ekspor pada tahun-tahun tertentu, yang diantaranya dapat dilihat antara
tahun 2010. Penurunan nilai ekspor dan jumlah produksi tersebut akan berdampak
pada penurunan tingkat daya saing yang dimiliki industri TPT Jawa Barat dalam
pasar nasional maupun internasional.
Gambar 3Indeks pertumbuhan industri TPT Jawa Barat 2008-2010
Sumber : BPS Jawa Barat,2011
Industri tekstil dan produk tekstil Provinsi Jawa Barat yang berbasis
ekspor berhubungan erat dengan fenomena persaingan global. Persaingan global
menuntutindustri TPT Jawa Barat untuk dapat bersaing dengan provinsi lain
bahkan negara produsen TPT lainnya.Semakin ketatnya persaingan di pasar
75
80
85
90
95
100
105
2007 2008 2009 2010
jumlah produksi per ton
jumlah produksi per ton
5
domestik maupun internasional,industri TPT Provinsi Jawa Barat harus memiliki
keunggulan dibandingkan industri TPT provinsi lain bahkan dari negara lain.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka permasalahan yang akan
ditelitiadalah :
1. Bagaimana daya saing dengan melihat dari sisi keunggulan komparatif dan
kompetitifyang dimiliki industri TPT Provinsi Jawa Barat tahun 1981-2010?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi industri TPT Provinsi Jawa Barat?
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis daya saing dengan melihat dari sisi keunggulan komparatif dan
kompetitifyang dimiiki industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri tekstil dan
produk tekstil Jawa Barat.
Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber referensi yang baik bagi
kegiatan penulisan dan penelitian selanjutnya.
2. Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai acuan
dan bahan pertimbangandalam mengambil kebijakan yang paling relevan bagi
kemajuan Jawa Barat.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan umum yang dapat
diambil manfaatnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya dilakukan pada industri TPT Jawa Barat untuk melihat
daya saing industri tersebut dan peneliti hanya menggunakan data dari tahun 1981
sampai tahun 2010.Analisis yang digunakan dalam melihat daya saing industri
TPT Jawa Barat dengan menggunakanpendekatan keunggulan komparatif dan
kompetitif yang dimiliki industri tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Todaro (2004) Perdagangan internasional adalah kegiatan pertukaran antar
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Tidak berbeda dengan
pertukaran antara dua orang disuatu negara.Perbedaannya adalah orang yang satu
kebetulan berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional dalam ilmu
ekonomi dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas
kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak secara bebas
6
menentukan untung dan rugi dari pertukaran tersebut. Perdagangan akan terjadi
apabila tidak ada satu pihak yang memperoleh keuntungan atau manfaat dan tidak
ada pihak lain yang merasa dirugikan. Perdagangan internasional memegang
peranan penting dalam sejarah pembangunan negara sedang berkembang. Manfaat
perdagangan internasional adalah :
1. Perdagangan merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi yang penting,
dapat memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan output
dunia dan memberikan kemudahan untuk mendapatkan sumber daya yang
langka dan pasar dunia bagi produk yang apabila tanpa pasar maka negara-
negara miskin tidak dapat berkembang.
2. Perdagangan mendorong penyebaran keadilan internasional dan domestik
secara lebih merata dengan menyamakan harga faktor produksi, meningkatkan
pendapatan riil negara-negara yang berdagang dan menjadikan penggunaan
sumberdaya dunia dan setiap negara lebih efisien (meningkatkan upah relatif
di negara-negara yang buruhnya berlimpah dan menurunkan upah itu di
negara-negara yang kekurangan tenaga kerja).
3. Membantu berbagai negara untuk mencapai pembangunan dengan
meningkatkan peranan sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan
komparatif baik karena efisiensi penggunaan tenaga kerja maupun faktor
produksi.
4. Dalam perdagangan bebas, harga dan biaya poduksi internasional menentukan
sampai seberapa jauh sebuah negara harus berdagang untuk mempertinggi
kesejahteraan nasionalnya. Semua negara harus mengikuti petunjuk-petunjuk
prinsip keunggulan komparatif dan tidak mencoba campur tangan dalam
kebebasan pasar tersebut.
5. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan diperlukan
adanya kebijaksanaan internasional yang berpandangan keluar. Dalam semua
keadaan, kepercayaan pada kekuatan sendiri berdasarkan isolasi sebagian atau
sepenuhnya secara ekonomis dianggap kurang baik dibandingkan dengan
pemerataan dalam perdagangan bebas yang tidak terbatas.
Menurut teori daya saing dari sisi industri, perdagangan internasional adalah
suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi antara negara.
Adam Smith dalam bukunya Ekonomi Internasional dalam Salvatore tahun
1997berpendapat bahwa perdagangan antara dua negara didasarkan pada
keunggulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah negara lebih efisien dari
pada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam
memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki
kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya,
maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-
masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki
keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki
kerugian absolute.
Di pasar internasional, besarnya ekspor suatu komoditi dalam perdagangan
internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut. Harga yang
terjadi pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dan
permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akanmemengaruhi penawaran
dunia dan perubahan dalam konsumsi dunia akan memengaruhi permintaan dunia.
7
Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan memengaruhi harga dunia
(Salvatore, 1997).
Teori Keunggulan Komparatif
David Ricardo dalam bukunya Principles of Political Economy and
Taxation yang terbit pada tahun 1817 dalam Tambunan yang berisi penjelasan
mengenai hukumkeunggulan komparatif.Hukum ini merupakan salah satu hukum
perdaganganinternasional yang paling penting dan merupakan hukum ekonomi
yang masihbelum mendapat tantangan dari berbagai aplikasi dalam praktek.
Menurut hukumkeunggulan komparatif ,
“meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki
kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua
komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan
perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama
harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor
komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan
komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi
yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki
kerugian komparatif)” (Salvatore, 1997).
Hukum keunggulan komparatif dalam kasus tertentu mengalami satu
pengecualian, misalkan dalam hal jika kerugian absolut yang dimiliki suatu negara
pada kedua komoditi sama besarnya. Hal ini sangat jarang terjadi, kalaupun ada
hanya kebetulan saja, maka dalam hal ini pernyataan hukum keunggulan
komparatif kemudian sedikit mengalami perubahan sehingga berbunyi,
“meskipun sebuah negara memiliki kerugian absolut terhadap negara
lain dalammemproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak,
kecuali jika kerugian absolut (salah satu negara) pada kedua komoditi
tersebut memiliki proporsi yang sama” (Salvatore, 1997).
Agar dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain,
suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi komoditi yang dapat
dilakukan lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dan mengimpor komoditi
yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut). Konsep yang dipopulerkan
oleh David Ricardo (1923) dalam Tambunan mengenai keunggulan komparatif ini
menyatakan bahwa perdagangan yang saling menguntungkan antar kedua masih
dapat berlangsung sekalipun suatu negara mengalami ketidakunggulan absolut
untuk memproduksi dua komoditi jika dibandingkan dengan Negara lain.
Keunggulan komparatif yang terungkap merupakan salah satu metode
yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah (negara,
provinsi dan lain-lain) yang cukup sering digunakan. Dengan menggunakan
metode RCA (Revealed Comparative Advantage) konsep ini pertama kali
diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa
keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau terungkap dalam
ekspornya. Metode RCA merupakan metode untuk mengetahui sektor atau
komoditi yang memiliki keunggulan atau yang memiliki prestasi ekspor suatu
daerah RCA (Revealed Comparative Advantage) dihitung dengan cara berikut :
8
R A =XLi / XLw
Xi / Xw
Dimana :
C = angka RCA (Revealed Comparative Advantage)
XL i = nilai ekspor a suatu wilayah
XLw = nilai total ekspor ( industri a dan lainnya) di suatu wilayah
Xi = nilai ekspor a di suatu negara
Xw = nilai total ekspor di suatu negara
Dengan perhitungan ini dapat diketahui keunggulan komparatif industri TPT
di Jawa Barat yang diekspor.Nilai RCA>1, menunjukan bahwa pangsa sektor A di
suatu wilayah lebih besar dari pangsa rata-rata komoditas yang bersangkutan
dalam ekspor di suatu Negara tertentu, artinya bahwa wilayah tersebut relatif lebih
berspesialisasi pada komoditas yang bersangkutan.
Teori Keunggulan Kompetitif
Menurut Michael E. Porter dalam bukunya yang berjudul Competitive
Advantage of Nations terdapat empat faktor utama yang menentukan
keunggulanbersaing industri nasional, yaitu kondisi faktor (factor condition),
kondisipermintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung
(related and supporting industry), dan struktur, persaingan dan strategi industri
(firm strategy, structure, and rivalry). Selain keempat faktor tersebut terdapat dua
faktor yang memengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor
kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara bersama-
sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan
dayasaing yang disebut Porter’s Diamond theory. Berikut ini merupakan
penjelasan lebih lanjut mengenai Porter’s Diamond theory :
1. Factor Condition (Kondisi Faktor)
Kondisi faktor merupakan suatu gambaran faktor sumberdaya yang dimiliki
suatu negara yang berkaitan dengan proses produksi suatu industri. Peran
faktor sumberdaya sangat penting dalam proses industri, karena faktor
sumberdaya merupakan modal utama dalam membangun keunggulan
kompetitif suatu industri. Menurut Porter, 1998 faktor sumberdaya
diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu : sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), modal, dan infrastruktur.
Kelima kelompok tersebut akan menggambarkan keunggulan yang dimiliki
oleh suatu negara dan segala potensi yang dapat dikembangkan oleh negara
tersebut.
2. Demand Condition (Kondisi Permintaan)
Industri terkait dan industri pendukung merupakan salah satu faktor yang
dapat memengaruhi posisi daya saing suatu industri.Untuk itu perlu dijaga
hubungan dan koordinasi dengan para pemasok, khususnya untuk menjaga
dan memelihara rantai nilai produksi dari industri hulu hingga industri hilir.
Keberadaan industri hulu mampu menyediakan bahan baku untuk proses
produksi suatu industri sedangkan industri hilir menggunakan bahan baku
tersebut untuk diproses menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah.
9
Rantai nilai produksi antara industri hulu dan industri hilir yang terhubung
dengan baik akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi suatu negara.
3. Related and supporting industry (Industri Terkait dan Industri Pendukung)
Kondisi permintaan merupakan faktor penting yang memengaruhi posisi daya
saing nasional, mutu produk dan produktivitas suatu negara akan
memengaruhi kondisi permintaan dan pada akhirnya akan berpengaruh pada
keunggulan kompetitif suatu negara. Mutu persaingan di tingkat global
memberikan tantangan bagi perusahaan perusahaan untuk meningkatkan daya
saingnya. Dalam pengembangan mutu, perusahaan-perusahaan akan
melakukan inovasi serta peningkatan kualitas produk agar sesuai dengan
permintaan konsumen.
4. Firm Strategy, Structure, and rivalry(Persaingan, Struktur dan Strategi
Perusahaan)
Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan
produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan
biaya, mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta
pelayanan. Pada akhirnya, persaingan di dalam negeri yang kuat akan
mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional (berorientasi
ekspor). Globalisasi ekonomi akan menyebabkan terjadinya ketergantungan
antar negara. Masing-masing negara membangun perekonomiannya
berdasarkan kekayaan yang dimiliki, yang merupakan keunggulan
komparatifnya. Namun, keberhasilan pembangunan tersebut lebih ditentukan
pada keunggulan kompetitifnya dikarenakan ada pesaing-pesaing yang dekat,
yaitu negara lain yang membangun keunggulan perekonomian mereka di
sektor atau jenis industri yang sama dengan strategi serupa.
5. Government (Peran Pemerintah)
Peran pemerintah merupakan faktor yang menentukan posisi daya saing suatu
industri.Peran pemerintah dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung,
secara tidak langsung pemerintah dapat memengaruhi permintaan melalui
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, sedangkan peran pemerintah secara
langsung adalah dengan bertindak sebagai pembeli produk dan
jasa.Pemerintah juga dapat memengaruhi berbagai sumber daya yang tersedia,
berperan sebagai pembuat kebijakan yang menyangkut tenaga kerja,
pendidikan, pembentukan modal, sumber daya alam dan standar produk.
Dalam penerapan kebijakan peran pemerintah tidak selamanya baik, masih
terdapat kemungkinan kegagalan yang dapat dilakukan pemerintah atau biasa
disebut govern mentfailure.
6. Chance event (Peran Kesempatan)
Kesempatan memainkan peranan dalam membentuk lingkungan bersaing
karena peluang merupakan peristiwa yang terjadi di luar kendali perusahaan,
industri dan pemerintah, seperti terobosan besar dalam teknologi, pergeseran
dramatik yang tiba-tiba terjadi dalam biaya faktor atau biaya masukan seperti
krisis minyak, atau perubahan dramatis dalam kurs mata uang. Selain itu
terjadinya peningkatan permintaan produk serta kondisi politik yang stabil
juga merupakan kesempatan yang dapat diambil oleh para pelaku usaha.Peran
kesempatan merupakan suatu hal yang bersifat kecelakaan (accidental),
sehingga dalam kenyataan peran kesempatan bisa terjadi atau tidak
10
terjadi.Dalam hal ini peran kesempatan bisa menguntungkan atau merugikan
parapelaku usaha.
Pengertian Daya Saing
Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar
luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam
artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang
banyak diminati konsumen (Tambunan dalam firdaus, 2005).Dilihat dari
keberadaannya mengenai keunggulan dalam daya saing, maka keunggulan daya
saing dari suatu komoditi dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu keunggulan
alamiah/keunggulan absolut (natural advantage) dan keunggulan yang
dikembangkan (acquired advantage). Pada saat ini keunggulan alamiah atau
keunggulan absolut yang dimiliki oleh suatu negara untuk salah satu komoditinya
tidak secara langsung menyebabkan komoditi tersebut akan menguasai pangsa
pasar dunia, ini dikarenakan jumlah produsen tidak hanya satu negara, akan tetapi
ada beberapa negara yang sama-sama menghasilkan komoditi tersebut dengan
kondisi keunggulan alamiah yang sama. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia
maka suatu komoditi harus memiliki keunggulan lain selain keunggulan alamiah,
yaitu keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif suatu komoditi adalah suatu
keunggulan yang dapat dikembangkan, jadi keunggulan ini harus diciptakan untuk
dapat memilikinya.
Teori Daya Saing
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional 41 Tahun 2007 tentang standar
proses mendefinisikan daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil
yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud
adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan
menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampuan meningkatkan kinerja
tanpa henti, (4) kemampuan meneggakan posisi yang menguntungkan (BSNP,
2013)
Lebih lanjut, daya saing dapat diidentifikasikan dengan masalah
produktivitas, yakni dengan melihat tingkat output yang dihasilkan untuk setiap
input yang digunakan. Meningkatnya produktivitas ini disebabkan oleh
peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas
input yang digunakan, dan juga sebagai kemampuan usaha suatu perusahaan
dalam industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang dihadapi. Konsep
daya saing dalam perdagangan internasional sangat terkait dengan keunggulan
yang dimiliki oleh suatu komoditi atau kemampuan suatu negara dalam
menghasilkan suatu komoditi tersebut secara efisien dibanding negara lain. Daya
saing atas suatu komoditi sering diukur dengan menggunakan pendekatan
keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan bersaing negara-negara
mencakup tersedianya sumberdaya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara
yang memengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri
yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga
11
kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih diciptakan
melalui investasi.Atribut yang merupakan faktor-faktor keunggulan bersaing
industri nasional, yakni kondisi faktor sumberdaya (resources faktor conditions),
kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan terkait, serta
persaingan, struktur dan strategi perusahaan (Porter, 1998).Asian Development
Bank (1992) dalam Ziambong menjelaskan bahwa perbedaan antara keunggulan
komparatif dan kompetitif serta cara mengukurnya. Indikator keunggulan
komparatif digunakan untuk mengetahui apakah suatu negara memiliki
keunggulan ekonomi untuk memperluas produksi dan perdagangan suatu
komoditi. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan indikator untuk melihat
apakah suatu negara akan berhasil dalam bersaing di pasar internasional atas suatu
komoditi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya daya saing
komoditi suatu industri di Indonesia menurut Departemen Perindustrian 2003
diantaranya :
A. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Nilai tukar atau kurs (exchange rate) adalah harga satuan mata uang dalam
negeri terhadap mata uang luar negeri (Salvatore, 1997).Nilai tukar antara dua
negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan
perdagangan (Mankiw, 2000).Kurs efektif yang menguntungkan, dimana
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dapat meningkatkan
daya saing suatu negara atau industri.
B. Produktivitas
Porter (1998), daya saing suatu industri nasional identik dengan produktivitas.
Produktivitas merupakan tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit
input yang digunakan..
C. Jumlah Tenaga Kerja.
Porter (1998), salah satu atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan
bersaing industri nasional atau dapat memengaruhi daya saing industri
nasional adalah kondisi faktor sumberdaya manusia yaitu jumlah tenaga kerja.
D. Krisis.
Kestabilan kondisi suatu negara dapat memengaruhi tingkat daya saing suatu
industri. Ketika terjadi krisis disuatu negara yang berarti tinggi nya tingkat
resiko, tingginya biaya input produksi yang akan menurunkan tingkat daya
saing industri.
Sedangkan inflasi dan UMP menjadi variabel tambahan pada penelitian ini
karena kedua variabel tersebut dapat pula memengaruhi tingkat daya saing suatu
industri, dengan teori yang dimilikinya sebagai berikut :
A. Inflasi.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum.
Peningkatan harga secara umum akan memengaruhi tingkat daya saing suatu
industri. Ketika terjadi inflasi disuatu wilayah/negara, yang berarti
peningkatan seluruh barang bahkan bahan baku, sehingga mengakibatkan
tingginya biaya produksi yang akan menurunkan tingkat daya saing.
B. Upah Minimum Provinsi (UMP).
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-01/men/1999 UMP
adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan
teteap yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi. Ketika
adanya penetapan UMP dari gubernur provinsi perusaha-perusahan industri
12
harus mematuhi peraturan tersebut, dan bagi perusahaan penetapan UMP
merupakan peningkatan biaya untuk tenaga kerja, sehingga tingginya biaya
yang dikeluarkan untuk pekerja akan menurunkan tingkat daya saing industri.
Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)
Tekstil berasal dari bahasa Latin, yaitu texstiles yang berarti menenun atau
kain tenun (BPS, 2005). Tekstil berarti pula:
1. Suatu benda yang terbuat dari benang kemudian dijadikan kain sebagai bahan
pakaian.
2. Suatu benda yang berasal dari serat atau benang yang dianyam (tenun) atau
dirajut, direnda, dilapis, dikempa untuk dijadikan bahan pakaian atau untuk
keperluan lainnya.
Industri TPT merupakan kegiatan industri yang meliputi kegiatan usaha
sektor industri manufakturdari hulu sampai hilir (terintegrasi), meliputi pembuatan
serat dan filamen, benang, kain, sampai dengan pembuatan barang jadi tekstil
lainnya yang selama ini menjadi salah satu penggerak roda perekonomian
nasional (API, 2007). Industri TPT di Indonesia meliputi lima kegiatan industri,
diantaranya adalah:
1. Industri Pembuatan Serat (Fiber Making Industry)
Industri serat merupakan sektor hulu (upstream) pada struktur industry TPT
yang bersifat padat modal dan full automatic dan berskala besar dengan
penyerapan tenaga kerja yang relatif sedikit dengan output besar. Sebagian
besar industri serat Indonesia memproduksi serat buatan
(manmadefiber).Industri serat buatan Indonesia termasuk salah satu terbesar
dunia.
2. Industri Pemintalan (Spinning Industry)
Industri pemintalan termasuk sektor menengah (midstream) yang merupakan
industri semi padat modal, dengan mesin yang terus berkembang teknologinya
dan menyerap tenaga kerja hampir tiga kali lipat dari industri serat.Industri ini
memproduksi benang tenun dan benang rajut (spun yarn) serta benang jahit
(sewing thread).
3. Industri Pertenunan, Perajutan, Pencelupan dan Penyempurnaan (Weaving,
Knitting, Dyeing, Finishing Industry)
Industri pertenunan, perajutan, pencelupan, dan penyempurnaan, juga
termasuk sektor menengah (midstream) yang merupakan industri semi padat
modal dengan mesin yang terus berkembang teknologinya, dan menyerap
tenaga kerja lebih banyak dari industri pemintalan.Industri ini memproduksi
kain tenun lembaran berupa kain grey (woven fabrics), kain finis (fabric finis),
kain rajut (knitting fabrics) dan kain lembaran bukan tenun (non-woven
fabrics).
4. Industri Pakaian Jadi (Garment/Clothing Industry)
Industri pembuatan pakaian jadi (garment), sangat berbeda dengan industri-
industri TPT lainnya, yang pada struktur industri TPT nasional berada paling
hilir (down stream) dengan tingkat penyerapan tenaga kerja sangat besar
(sebagian besar wanita) yang bersifat padat karya.
5. Industri Pembuatan Produk Tekstil Lainnya (Other Textiles Product Industry)
13
Industri pembuatan produk tekstil jadi lainnya termasuk industri hilir dan
mempunyai kesamaan dengan industri pakaian jadi (garment).Industri ini
menghasilkan produk-produk seperti produk permadani, label, lencana, pita
dan lain-lain.
Penelitian Terdahulu
Penelitian Widiati dan Kuncoro (2006) dalam jurnalnya mengenai Industri
tekstil dan produk tekstile di Indonesia tahun 1996 dan 2001 dengan
menggunakan pendekatan Cluster dan SCP Approach. Hasil analisis menunjukkan
bentuk struktur pasar tahun 1996 dan 2001 adalah persaingan monopolistik
dengan tingkat persaingan yang relatif tinggi. Nilai produktivitas industri TPT
menunjukan nilai yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan industri
manufaktur pada tahun 1996 dan 2001. Lokasi utama kluster di Jabodetabek
(termasuk Kerawang), Greater Bandung meliputi kabupaten/kota Bandung,
Sumedang dan Semarang Tahun 1996 dan 2001 nilai rata-rata produktivitas rata-
rata dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat konsentrasi, ukuran perusahaan dan
penggunaan input impor, sementara tingkat upah dan lokasi perusahaan tidak
memengaruhi secara signifikan.
Penelitian Mulyani (2007) dalam skripsinya mengenai dampak
restrukturisasi industri tekstil dan produk tekstil terhadap kinerja perekonomian
Jawa Barat dengan menggunakan metode input-output. Tapi dari ketiga jenis
multiplier tersebut, nilai yang paling tinggi dimiliki oleh multiplier tenaga kerja.
Ini menunjukkan bahwa sektor industri TPT lebih mampu memengaruhi
peningkatan penyerapan tenaga kerja daripada memengaruhi output dan
pendapatan, ini menunjkkan bahwa sektor industri TPT merupakan sektor yang
bersifat padat karya sehingga tingkat penyerapan tenaga kerjanya tinggi. Dari
analisis mengenai adanya pengeluaran pemerintah melalui program restrukturisasi
industri TPT tahap 1, menunjukkan bahwa sektor yang paling merasakan
pengaruhnya adalah adalah sektor industri TPT sendiri, sektor industri lainnya
sebagai penyedia input serta sektor penggalian dan pertambangan karena mesin-
mesin yang digunakan masih ada yang menggunakan bahan bakar yang
bersumber dari bahan pertambangan.
Achmad Soleh (2012), dalam jurnalnya mengenai kontribusi dan daya
saing ekspor sektor unggulan dalam perekonomian Jawa Tengah dengan
penggunaan metode RCA(Revealed Comparative Advantage) dalam melihat daya
saing ekspor sektor unggulan tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor
unggulan di Jawa Tengah yang memiliki daya saing ekspor adalah industri kayu
dan bahan bangunan dari kayu, industri barang mineral bukan logam, industri
permintalan, industri semen, dan industri kapur. Nilai RCA tersebut menunjukan
bahwa sektor-sektor unggulan memiliki daya saing ekspor.
Firdaus (2007), dalam skripsinya mengenai analisis daya saing dan faktor
–faktor yang memengaruhi ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di pasar
Amerika Serikat dengan menggunakan metode RCA (Revealed Comparative
Advantage), Constant Market Share (CMS) dan Teori Vector Error Correction
Model (VECM). Hasil analisis menunujukkan bahwa dari hasil analisis Constant
Market Share, terlihat bahwa efek daya saing dan efek pertumbuhan impor adalah
14
efek yang paling menentukan dalam peningkatan atau penurunan ekspor TPT
Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat. Efek daya saing TPT Indonesia
lebih rendah dari Cina dalam memberikan kontribusi ekspor.Daya saing secara
komparatif untuk komoditi pakaian jadi Indonesia lebih baik dibanding komoditi
pakaian jadi Cina.Untuk komoditi kain dan benang Cina lebih memiliki
keunggulan komparatif. Dari perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa
pangsa pasar Indonesia di Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi, kain dan
benang cenderung berfluktuasi dalam setiap tahunnya, sementara pangsa pasar
Cina di Amerika Serikat cenderung bertambah. Dalam jangka panjang, penurunan
ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat disebabkan oleh peningkatan
harga domestik dan nilai tukar.Peningkatan ekspor pakaian jadi disebabkan oleh
peningkatan harga ekspor dan pemberlakuan kebijakan penghapusan
kuota.Perkembangan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat dalam
jangka panjang tidak dipengaruhi oleh tingkat produksinya.Dalam jangka panjang
peurunan ekspor kain dan benang disebabkan oleh peningkatan produksi dan nilai
tukar rupiah.Peningkatan ekspornya disebabkan oleh peningkatan harga ekspor,
harga domestik dan pemberlakuan kebijakan penghapusan kuota.
Jiambong Z dalam jurnal internasional yang berjudul Competitiveness of
Chinese Industries - A Comparison with the EU dengan variabel nilai ekspor total
ekspor harga ekspor dan jumlah ekspor (ton), dengan menggunakan metode RCA
dengan hasilnya ialah terlihat bahwa daya saing China bergeser dari low-produk
bernilai tambah tinggi untuk nilai tambahprodukyang sejalan dengan jalur
pertumbuhan yang umum diterima. Penelitian ini mengamati urutan ini dari
perspektif daya saing, menunjukkan hubungan yang melekat antara daya saing
dan kegiatan ekonomi. Rujukan penelitian terdahulu secara ringkas disajikan pada
Tabel 2.
15
Tabel 2 Penelitian terdahulu
No Penulis Judul/Tahun Hasil
1. Widiati,
dan
Kuncoro
Industri tekstil dan
produk tekstil di
Indonesia tahun 1996
dan 2001
menggunakan
pendekatan Cluster
dan SCP Approach
(2006).
Tahun 1996 dan 2001 nilai rata-rata
produktivitas dipengaruhi secara
signifikan dengan tingkat
konsentrasi, ukuran perusahaan dan
penggunaan input impor, tingkat
upah dan lokasi perusahaan tidak
memengaruhi secara signifikan.
2 Mulyani Dampak
restrukturisasi industri
tekstil dan produk
tekstil terhadap
kinerja perekonomian
Jawa Baratdengan
menggunakan metode
input-output (2007).
Dari analisis mengenai adanya
pengeluaran pemerintah melalui
program restrukturisasi industri
TPT tahap 1, menunjukkan bahwa
sektor yang paling merasakan
pengaruhnya adalah adalah sektor
industri TPT sendiri.
3 Achmad,
Soleh
Kontribusi dan daya
saing ekspor sektor
unggulan dalam
perekonomian Jawa
Tengah(2012)
Nilai RCA tersebut menunjukan
bahwa sektor-sektor unggulan
memiliki daya saing ekspor
4
5
.
Ahmad
Firdaus
Jiambong
Z
Faktor –faktor yang
memengaruhi ekspor
tekstil dan produk
tekstil Indonesia di
pasar Amerika Serikat
Competitiveness of
Chinese Industries - A
Comparison with the
EU
Dari perkembangan indeks RCA
menunjukkan bahwa pangsa pasar
Indonesia di Amerika Serikat untuk
komoditi pakaian jadi, kain dan
benang cenderung berfluktuasi
dalam setiap tahunnya, sementara
pangsa pasar Cina di Amerika
Serikat cenderung bertambah
Penelitian ini mengamati urutan ini
dari perspektif daya saing,
menunjukkan hubungan yang
melekat antara daya saing dan
kegiatan ekonomi
KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian ini di latar belakangi oleh Industri Tekstil dan produk tekstil
(TPT) sebagai komoditi yang memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah
khususnya Jawa Barat.Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang
menjadi pusat atau penghasil TPT terbesar di Indonesia. Fokus strategi
16
pembangunan industri dimasa depan adalah membangun daya saing sektor
industri yang berkelanjutan di pasar domestik dan internasional, adanya
persaingan global dan banyaknya produk luar negeri yang masuk di Indonesia
yang akan berpengaruh besar terhadap tingkat konsumsi dan tingkat ekspor
produk TPT Jawa Barat di dalam dan di luar negeri yang akan memengaruhi
terhadap daya saing yang dimiliki industri TPT Jawa Barat. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka penulis melakukan penelitian untuk melihat kondisi daya
saing industri TPT Jawa Barat dengan metode RCA dan Potter’s Diamond,dan
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing tersebut, dengan melihat
produktivitas, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (US$ Dollar), jumlah
tenaga kerja, tingkat inflasi, krisis dan UMP. Kerangka pemikiran dapat dilihat
dibawah ini :
Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat memiliki daya saing yang tinggi.
Impilikasi Hasil Penelitian
OLS (Ordinary least square)
Faktor-faktor yang
memengaruhi daya saing
RCA (Revealed Comparative
Advantage)
Potter’s Diamond
Tingkat Daya Saing TPT
Jawa Barat
TPT sebagai salah satu
komoditi unggulan Indonesia
Provinsi Jawa Barat sebagai
sentral industri TPT
Persaingan
Global
17
2. Semua variabel bebas yang yang digunakan (produktivitas, nilai tukar nominal
Indonesia terhadap US $, jumlah tenaga kerja, upah minimum provinsi, inflasi
dan krisis) memiliki pengaruh terhadap variabel tidak bebas daya saing
industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat :
a) Produktivitas memiliki koefisien yang positif terhadap daya saing industri
tekstil dan produk tekstil Jawa Barat, dimana semakin tinggi produktivitas
maka semakin tinggi daya saing industri tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat.
b) Nilai tukar nominal rupiah terhadap mata uang asing memiliki koefisien
yang positif terhadap daya saing industri tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat, dimana ketika terjadi depresiasi nilai tukar nominal rupiah terhadap
mata uang asing dapat meningkatkan daya saing industri tekstil dan
produk tekstil Jawa Barat.
c) Jumlah tenaga kerja memiliki koefisien yang positif terhadap daya saing
industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat, dimana semakin banyak
jumlah tenaga kerja maka semakin tinggi daya saing industri tekstil dan
produk tekstil Jawa Barat.
d) Inflasi memiliki koefisien negatif terhadap daya saing industri tekstil dan
produk tekstil Jawa Barat. Dimana semakin tinggi inflasi maka semkin
rendah daya saing tekstil dan produk tekstil Jawa Barat.
e) Upah Minimum Provinsi (UMP) memiliki koefisien yang negatif terhadap
daya saing industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat, dimana semakin
tinggi upah maka semakin rendah daya saing industri tekstiil dan produk
tekstil Jawa Barat.
f) Dummy krisis memiliki koefisian yang negatif terhadap daya saing
industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat, dimana ketika terjadi krisis
maka akan menurunkan daya saing industri tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat.
METODE
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data deret waktu
(time series). Data time series adalah data mengenai fakta-fakta yang terjadi pada
waktu yang berbeda-beda yang dikumpulkan dari kategori sumber yang sama.
Selain itu penulisan ini juga menggunakan jenis data kuantitatif.Data kuantitatif
adalah data yang berupa nilai dan angka yang disajikan dalam bentuk ringkas
yang didapatkan dari beberapa hasil pengamatan yang dimanfaatkan sebagai
bahan argumentasi. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder
dan diperoleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti :
Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan
website Kementrian Perindustian Indonesia, Bank Jabar dan Pusat Data dan
Informasi Tenaga Kerja.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan periode 1981-
2010 dari produktivitas, efisiensi, ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat,
18
nilai tukar nominal rupiah terhadap mata uang asing, jumlah tenaga kerja, ekspor
tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dan lainnya, total ekspor tekstil dan produk
tekstil Indonesia, total ekspor Indonesia, Upah Minimum Jawa Barat. Adapun
data tahunan periode 2005-2010 yang digunakan adalah data PDRB Jawa Barat,
tingkat konsumsi domestik terhadap industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat,
dan banyaknya perusahaan industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.
Analisis deskriptif untuk menjelaskan perkembangan industri tekstil dan produk
tekstil Jawa Barat, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui daya saing
industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat, variabel-variabel yang
memengaruhi dayasaingnya serta melihat pengaruh kebijakan upah minimum
Provinsi terhadap daya saing industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat.
Analisis Daya Saing Revealed Comparative Advantage (RCA)
Salah satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan
komparatif atau tingkat daya saing suatu industri dari suatu negara adalah dengan
pendekatan Revealed Comparative Advantage (RCA).Metode RCA didasarkan
pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan
keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur
adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu wilayah yang
kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.
RCA dapat didefinisikan bahwa jika pangsa ekspor komoditi tekstil dan produk
tekstil Jawa Barat didalam total ekspor produk dari suatu negara lebih besar
dibandingkan pangsa ekspor komoditi TPT di dalam total ekspor produk
Indonesia, diharapkan Negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam
produksi dan ekspor komodititekstil dan produk tekstil. Apabila nilai RCA lebih
besar dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif untuk
komoditi tekstil dan produk tekstil. Sebaliknya, jika nilainya lebih kecil dari satu
berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tekstil dan produk tekstil rendah.
Secara matematis RCA dapat dituliskan seperti persamaan 1.
RCAij =XLi / XLw
Xi / Xw.................................................................. (1)
Dimana :
XLi = nilai ekspor industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat
XLw = nilai total ekspor ( industri TPT dan lainnya) Jawa Barat
Xi = nilai ekspor industry TPT di Indonesia
Xw = nilai total ekspor di Indonesia
t = 1980,…..,2010
19
Nilai daya saing dari suatu industri ada dua alternatif, yaitu :
1. Jika nilai RCA > 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif pada
komoditi sehingga suatu industri memiliki daya saing kuat.
2. Jika nilai RCA < 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif pada
komoditi sehingga suatu industri memiliki daya saing lemah .
Keunggulan metode RCA ini, metode ini dapat dikatakan merupakan
metode yang sederhana dan menurut Basri (2002) dalam bukunya yang berjudul
Perekonomian Indonesia, RCA dapat mengevaluasi peranan ekspor suatu
komoditas dalam ekspor total negara tersebut, dibandingkan dengan pangsa
komoditas tersebut dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu Melalui analisis
perhitungan RCA, posisi daya saing dan ekspor produk TPT di pasar nasional
dapat diketahui.
Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan
nilai RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut :
Indeks RCA = RCAt ................................................................. (2)
RCAt-1
Dimana :
RCAt = nilai RCA tahun ke sekarang (t)
RCAt-1 = nilai RCA tahun sebelumnya (t-1)
t = 1981,..., 2010
Nilai indeks RCA berkisar nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA sama
dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor tekstil dan
produk tekstil Jawa Barat di pasar nasional tahun sekarang sama dengan tahun
sebelumnya. Nilai indeks RCA lebih kecil dari satu berarti terjadi penurunan RCA
atau kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat di pasar nasional tahun
sekarang lebih rendah dibanding dengan tahun sebelumnya.Nilai indeks RCA
lebih besar dari satu berarti terjadi peningkatan RCA atau kinerja ekspor tekstil
dan produk tekstil Jawa Barat di pasar nasional tahun sekarang lebih tinggi
dibanding dengan tahun sebelumnya.
Keuntungan menggunakan mrtode atau indeks RCA adalah bahwa indeks
ini mempertimbangkan keuntungan intrinsik komoditas ekspor tertentu dan
konsisten dengan perubahan di dalam suatu ekonomi produktivitas dan faktor
anugerah alternatif.Selain itu, keunggulan dari metode ini juga adalah mengurangi
dampak pengaruh campur tangan pemerintah, sehingga keunggulan komparatif
suatu komoditi dari waktu ke waktu dapat terlihat secara jelas.Namun,
bagaimanapun indeks ini tidak dapat membedakan antara peningkatan di dalam
faktor sumberdaya dan penerapan kebijakan perdagangan yang sesuai. Kelemahan
dalam
metode RCA ini, diantaranya :
1. Pengukuran berdasarkan nilai RCA ini mengesampingkan
pentingnyapermintaan domestik, ukuran dasar domestik, dan
perkembangannya.
2. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang
sedang berlangsung tersebut sudah optimal
3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi
dimasa yang akan datang.
20
Analisis Daya saing (Potter’s Diamond)
Keunggulan kompetitif dalam penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan Potter’s Diamond.Metode ini merupakan metode kualitatif yaitu
menganalisi tiap komponen dalam Potter’s Diamond, dan dapat dilihat seperti
Gambar 5.
a) Factor condition (FC) yaitu faktor-faktor produksi seperti Sumber Daya Alam,
Sumber Daya Manusia, Modal, infrastruktur dan IPTEK.
b) Demand Condition (DC) yaitu keadaan permintaan atas barang dan jasa dalam
negeri.
c) Related and supporting Industries (RSI) yaitu keadaan industri pendukung
dan terkait yang dapat meningkatkan efisiensi dan sinergi industri.
d) Firm strategy, Structure and Rivalry (FSSR) yaitu strategi yang digunakan
perusahaan pada umumnya, struktur industri serta keadaan kompetisi dalam
industri.
Selain itu terdapat komponen lain yang terkait dengan keempat komponen
utama tersebut yaitu peran pemerintah dan kesempatan. Keempat faktor utama
dan dua faktor pendukung tersebut saling berinteraksi, dari hasil analisis faktor
penentu daya saing selanjutnya ditentukan komponen yang menjadi keunggulan
dan kelemahan daya saing industritekstil dan produk tekstil Jawa Barat.Hasil
keseluruhan interaksi antar komponen yang saling mendukung sangat menentukan
perkembangan yang dapat menjadi competitive advantage dari suatu industri.
Gambar 5.Diamond of competitive advantage
Sumber : Potter, 1998
Model Regresi Linear Berganda
Metode analisis yang digunakan untuk melakukan analisis faktor-faktor
yang memengaruhi daya saing tekstil dan produk tekstil Jawa Barat adalah regresi
linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode
kuadrat terkecil biasa, dengan asumsi-asumsi tertenu.Metode Ordinary Least
Square (OLS) mempunyai beberapa sifat statistik yang membuatnya menjadi satu
Strategi dan
Struktur
Persaingan
Kondisi Faktor
Industri Terkait dan
Pendukung
Demand
Condition
21
metode analisis regresi yang paling kuat.Menurut Koutsoyianis (1997), terdapat
beberapa kelebihan metode Ordinary Least Square (OLS) seperti berikut:
1. Hasil estimasi parameter yang diperoleh dengan metode OLS memiliki
beberapa kondisi optimal (BLUE)
2. Tata cara pengolahan data dengan dengan metode OLS relatif mudah daripada
metode ekonometrika lain, serta tidak membutuhkan data yang terlalu banyak.
3. Metode OLS telah banyak digunakan dalam peneltian ekonomi dengan
berbagai macam hubungan antar variable dengan hasil yang memuaskan.
4. Mekanisme pengolahan data dengan metode OLS mudah dipahami.
5. Metode OLS juga merupakan bagian dari kebanyakan metode ekonometrik
yang lain meskipun dengan penyesuaian di beberapa bagian.
Beberapa sifat penduga yang utama agar metode OLS dapat digunakan
adalah tidak bias, efisien dan varian minimum (Nachrowi dan Usman, 2003).
Asumsi-asumsi atau persyaratan yang melandasi estimasi koefisien regresi dengan
metode OLS berdasarkan teori Gauss-Markov sebagai berikut:
1. E(ui) = 0 atau E(ui) atau E(Yi ) = β1 + β2Xi
uimenyatakan variable-variabel lain yang memengaruhi Yi akan tetapi tidak
terwakili di dalam model.
2. Tidak ada korelasi antara ui dan uj {cov (ui , uj )= 0}; i≠j
3. Homokedastisitas : yaitu besarnya varian ui sama arau car (ui) = σ2
untuk
setiap i.
4. Kovarian antara ui dan Xi nol. {cov (ui,Xi ) )= 0}.Asumsi tersebut sama artinya
bahwa tiidak ada korelasi antara ui , Xi.
5. Model regresi dispesifikasikan secara benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah:
a) Model harus berpijak pada landasan teori
b) Perhatikan variable-variabel yang diperlukan.
c) Bagaiman bentuk fungsinya.
Sifat yang akan dimiliki oleh estimator pada model regresi OLS dengan
memenuhi asumsi-asumsi di atas adalah BLUE. Ragam minimum (efisien) dan
konsisten serta berasal dari model yang linear. Selain itu, nilai estimasi dari
contoh (sample) akan mendekati populasi.
Dalam penelitian ini untuk menganalisi faktor-faktor yang memengaruhi
daya saing industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat, yang diperoleh dari hasil
penelitian dan jurnal terdahulu, dapat dilihat dari produktivitas, jumlah tenaga
kerja, nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika, inflasi, upah minimum dan
dummy krisis. Secara matematis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing
industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dapat ditulis sebagai berikut :
DSt = α0 + α1Prodt + α2JmlhTk + α3NT +α4INF + α5UMP + α6 Dkt+e1t……(3)
Yang kemudian untuk menyamakan variable yang digunakan di dalam
persamaan, persamaan akan diubah ke dalam bentuk double log (kecuali variable
yang sudah dalam bentuk persen) menjadi:
DSt=α0+α1Prodt+α2LnJmlhTkt+α3LnNt++α4INFt+α5LnUMPt+α6Dkt+e1t.........(4)
22
Dimana :
DSt = Daya Saing (%)
Prodt = Produktivitas (%)
LnJMlhTKt = Jumlah tenaga Kerja (%)
LnNTt = Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (%)
INFt = Nilai inflasi (%)
LnUMPt = Nilai UMP Jawa Barat (%)
Dkt = Dummy krisis
e1t, e2t = Kesalahan pengganggu (galat)
Pengujian Parameter Persamaaan Regresi
Untuk mendapatkan model terbaik, perlu dilakukan pengujian-pengujian
sebagai berikut:
Uji Koefisien Determinan (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar total
variasi variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model. R² menunjukan
besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai
R2akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel yang
dimasukan kedalam model.
R- Squared = RSS
TSS
dimana :
RSS = Jumlah kuadrat regresi
TSS = Jumlah kuadrat total
Nilai koefisien determinasi yang digunakan adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R
2 = 1
berarti 100 persen keragaman dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel independennya. Sedangkan R2 = 0 berarti tidak satupun variabel
dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Selain
nilai R2
terdapat juga nilai adjusted- R2. Nilai ini digunakan untuk
membandingkan dua model, semakin besar nilai R2 adj maka makin baik model
tersebut.R2 adj dapat digunakan untuk membandingkan dua model karena nilai
R2adj sudah mengalami koreksi terhadap derajat bebas model sehingga dua model
yang berbeda derajat bebasnya dapat dibandingkan secara adil.
Uji F-statistik
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen dalam model secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel
dependen.Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan distribusi F dengan
membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada
hasil analisis.
23
Perumusan hipotesis:
H0 :β1 = β2 = β3 = βk = 0, variabel independen secara simultan tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen
H1 : β1 ≠ β2 ≠ ... ≠ βn ≠ 0, variabel independen secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen
Uji statistik F dapat dihitung dengan formula:
Fhitung =R2/(k-1)
(1-R2)/(n-k)
Dimana:
R2 : jumlah kuadrat regresi
(1- R2) : jumlah kuadrat sisa
n : jumlah pengamatan
k : jumlah parameter
Kriteria uji:
Probability F-Statistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan simpulkan
minimalada variabel bebas (independent) yang mempengaruhi variabel tak bebas
(dependent).
Probability F-Statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada
variabel bebas (independent) yang mempengaruhi variabel tak bebas (dependent).
Uji t-statistik
Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel
bebas(independent) atau untuk menguji secara statistik apakah regresi dari
masing-masingvariabel independen yang dipakai secara terpisah berpengaruh
nyata atautidak terhadap variabel dependen.
Hipotesis:
H0 :βk = 0 (variabel independen k tidak mempengaruhi variabel dependen)
H1 :βk ≠ 0 (variabel independen k mempengaruhi variabel dependen)
Kriteria uji:
Probability t-Statistic < (α), maka tolak H0 dan simpulkan variabel independen
kberpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya.
Probability t-Statistic > (α), maka terima H0 dan simpulkan variabel independen k
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya.
Uji Asumsi Klasik
Terdapat tiga asumsi yang harus diuji dalam analisis regresi, yaitu
multikoleniaritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.Selain itu, ada uji
normalitas untuk melihat apakah error term menyebar normal atau tidak.
24
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat error term. Jika data sampel yang
digunakan dalam penelitian kurang dari 30 maka perlu dilakukan uji normalitas
dan jika sampel lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi normal. Karena
data yang digunakan dalam penelitian ini kurang dari 30, maka uji normalitas
perlu dilakukan.Uji normalitas ini disebut Jarque-Bera Test (J-B) yang
pengujiannya dilakukan pada error term yang harus terdistribusi secara
normal.Kriteria uji yang digunakan adalah :
Hipotesis:
H0 :error term terdistribusi normal
H1 :error term tidak terdistribusi normal
Kriteria uji:
Jika nilai probabilitas > taraf nyata (α) maka terima H0 dan kesimpulannya
errorterm terdistribusi normal.
Jika nilai probabilitas < taraf nyata (α) maka tolak H0 dan kesimpulannya
errorterm tidak terdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas
Asumsi lain yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala
multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya korelasi yang kuat
antarsesama variabel bebas (eksogen). Uji multikolinearitas dalam Minitab 16
dinamakan uji kolinearitas, yaitu untuk melihat apakah terjadi korelasi yang kuat
antara variabel-variabel independennya. Pengujiannya ada dua cara yaitu:
1. Nilai korelasi dua variabel independen mendekati satu
2. Nilai korelasi parsial akan mendekati nol
Setelah itu ada atau tidaknya kolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF
(Variance Inflation Error), apabila nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat
gejala multikolinearitas.Jika hasil estimasi memiliki nilai R² dan Adjusted R² yang
tinggi tetapi memiliki banyak nilai t-stat yang tidak signifikan sementara hasil F-
stat nyasignifikan, maka hal ini mengindikasikan adanya multikolinearitas
(Juanda, 2009).
Uji Autokorelasi
Uji yang digunakan dalam mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan
menggunakan uji Durbin Watson Statistic (D-W).Jika nilai statistik D-W berada
pada kisaran angka dua, menunjukkan bahwa tidak terdapatnya autokorelasi, dan
begitu juga sebaliknya. Jika semakin jauh dari angka dua, maka akan terjadi
peluang autokorelasi yang besar baik itu autokorelasi positif maupun negatif.
Karena uji D-W memiliki beberapa kelemahan, maka untuk menguji autokorelasi
dapat juga dengan menggunakan uji yang dikembangkan oleh Breusch-Godfrey.
Uji ini dikenal dengan uji Lagrange Multiplier Test. Kriteria uji yang digunakan
untuk mendeteksi autokorelasi dengan uji Lagrange Multiplier, yaitu:
25
1. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Square > taraf nyata (α) yang digunakan,
maka model persamaan yang digunakan tidak mengandung autokorelasi.
2. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Square < taraf nyata (α) yang digunakan,
maka model persamaan yang digunakan mengandung autokorelasi.
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika ragam error tidak
konstan.Gejalaheteroskedastisitas menunjukan bahwa model tersebut tidak
memenuhi syarat sebagai model yang baik. Model yang baik adalah jika
memenuhi ragam error yang sama. Gejala tersebut dapat ditunjukan melalui uji
Breush-Pagan pada program Eviews 6.
Hipotesis:
H0 : Homoskedastisitas
H1 : Heteroskedatisitas
Dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini 0,05 (5
persen).Sehingga apabila nilai p-value lebih dari 0,05 (5 persen) maka terima H0
yang artinya ragam residual homogen atau biasa disebut tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model yang diteliti.
GAMBARAN UMUM
Keunggulan Jawa Barat
Keunggulan Jawa Barat dari dominasi sektor industri pengolahan yang
didukung oleh industri kreatif yang melekat pada pencapaian value added yang
lebih tinggi pada tiap-tiap sub sektor, terutama sub sektor tekstil, pakaian dan alas
kaki, sub sektor industri makanan, sub sektor industri pengolahan lainnya yakni
kerajinan tangan, dan juga pada produk jasa berbasis teknologi informasi dan seni.
Program restrukturisasi mesin Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang telah
berjalan sejak tahun 2007, merupakan upaya pemerintah dalam peningkatkan
kemampuan sub sektor ini merespon permintaan ekspor. Keunggulan lain yang
dimiliki Jawa Barat adalah keunggulan lokasi yang menarik sebagai daerah tujuan
investasi, maka PMA di Jawa Barat pun berpotensi meningkat. Aliran PMA
global meningkat dengan cepat pada akhir tahun 2009 yang didorong oleh
berakhirnya resesi di semester II-2009, sehingga kawasan industri terutama di
wilayah Bogor, Bekasi, Karawang, Bandung, Cimahi akan kembali menerima
aliran PMA tersebut. Diperkuat dengan semakin luasnya implementasi program
Pelayanan Terpadu Satu Pintu baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Diproyeksikan ke depan adanya strategi pendekatan revitalisasi kembali kawasan-
kawasan industri Jawa Barat sejalan dengan perubahan-perubahan global ke depan,
dan diliat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pada tahun 2007 masih
didominasi oleh sektor Industri Manufaktur sebesar 43.76 persen, sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 20.84 persen dan sektor Pertanian
sebesar 13.01 persen.
26
Tabel 3Produk domestik regional bruto Jawa Barat tahun 2006-2010
Uraian Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
PDRB adh
berlaku (juta Rp) 473.556.757 542.272.108 593.914.351 597.759.642 645.414.329
Kontribusi
sektor industri
manufaktur (%)
45.24 41.21 43.37 44.21 44.26
Kontribusi
sektor perdagangan,
hotel dan restoran
(%)
19.40 22.31 26.41 25.13 22.41
Kontribusi
sektor pertanian (%) 11.12 12.45 12.87 11.45 12.61
Sumber : BPS Jawa Barat, 2010
Perkembangan Industri TPT Jawa Barat
Lokasi industri TPT di Jawa Barat tersebar di wilayah-wilayah
Kabupaten/Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi,
Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Karawang. Provinsi Jawa Barat merupakan
daerah utama produksi TPT di Indonesia, hal tersebut terbukti dengan terdapatnya
57 persen pabrik TPT di Jawa Barat dan berpusat di Kecamatan Majalaya,
Kabupaten Bandung. Pada Gambar 6terlihat banyaknya perusahaan TPT yang
terdapat di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2006 sampai tahun 2010.
Gambar 6 Perkembangan jumlah perusahaan TPT di Jawa Barat
Sumber :BPS Jawa Barat,2010
Jumlah perusahaan TPT dari tahun 2006 hingga 2010 cenderung mengalami
peningkatan, walaupun terjadi pengurangan pada 2009 yang dikarenakan industri
TPT Jawa Barat terkena dampak dari krisis Amerika namun pada 2010
mengalami peningkatan kembali yang sangat tinggi yakni sebesar 253
perusahaan. Hal ini menandakan bahwa para investor baik asing maupun dalam
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
1700
2006 2007 2008 2009
Jumlah Perusahaan
Jumlah
Perusahaan
27
negeri mulai memiliki kepercayaan untuk berinvestasi di Provinsi Jawa Barat
dalam kondisi perekonomian yang dimiliki Indonesia pada masa sekarang ini
Peranan Industri TPT terhadap Perekonomian Jawa Barat
Perkembangan perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari industri
tekstil dan produk tekstil yang memberikan kontribusi bagi devisa negara. Peran
penting lainnya adalah sumbangan lapangan pekerjaan yang begitu besar bagi
sebuah negara, tahun 2007 jumlah industri tekstil dan garmen di Indonesia
mencapai 2820 perusahaan. Penyebaran industri tekstil dan garmen di Indonesia
terpusat di pulau Jawa dan lebih dari 50 persen industri tersebut berada di wilayah
Jawa Barat.Tumbuh dan kembangnya industri tekstil dan produk tekstil di Jawa
barat tidak dapat dipungkiri oleh besarnya antusias para sektor-sektor
pendukungnya.
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan industri andalan
dalam menghasilkan devisa dan penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak
dapat memenuhi kebutuhan di dalam negeri, serta memiliki nilai tambah dalam
mengembangkan perekonomian daerah. Beberapa tahun terakhir terjadi
perkembangan yang kurang kondusif.hal ini disebabkan oleh berbagai
permasalahan yang kompleks yang dihadapi industri TPT dewasa ini antara lain
menyangkut permasalahan internal (internal perusahaan/iklim usaha di dalam
negeri) dan permasalahan eksternal (persaingan dan isu-isu internasional).
Indutri tekstil dan produk tekstil di Jawa Barat, khususnya di wilayah
Bandung terdapat lebih dari 300 perusahaan tekstil dan produk tekstil yang
tersebar di 8 wilayah, yaitu wilayah Bojonegara, wilayah Cibeunying, wilayah
Gede Bage, wilayah Karees, wilayah Tegalega, wilayah Ujung Berung, wilayah
Cimahi dan wilayah Padalarang. Proporsi penyebaran industri tekstil dan garmen
terbesar berada di wilayah Tegallega (sepanjang kecamatan Astana Anyar hingga
Banjaran) sebesar 25 persen, lalu diikuti oleh wilayah Cimahi (sepanjang
kecamatan Cimahi Utara hingga Cimahi Selatan) sebesar 21 persen dan wilayah
Gede Bage (sepanjang kecamatan Bandung Kidul hingga kecamatan Bojong
Soang) sebesar 17 persen. Dengan dampak yang sedemikian besarnya industri
tekstil dan produk tekstil dapat menjadi salah satu industri yang dominan di
wilayah Jawa Barat.Dukungan ekspor dari hasil industri tekstil dan produk tekstil
dapat mendorong laju pertumbuhan pendapatan per kapita di Jawa Barat (BPS
2008, Jawa Barat).
Sektor industri TPT merupakan salah satu sektor andalan bagi
perekonomian Jawa Barat, selain itu, industri TPT juga berperan sebagai salah
satu komoditi ekspor unggulan. Tabel 4 menunjukkan bahwa diantara kelompok
barang nonmigas,industri TPT merupakan kelompok yang memiliki nilai ekspor
terbesar keduasetelah kelompok mesin dan pesawat mekanik, perlengkapan
elektronik serta bagiannya. Pada tahun 2008 nilai ekspor industri TPT mencapai
5.088 juta US Dollardan meningkat menjadi 5.655 juta US Dollarpada tahun 2010.
Terlihat pada Tabel 4 bahwa dari beberapa ekspor komoditas unggulan
tersebut, komoditas TPT merupakan salah satu komoditas terbesar dalam industri
pengolahan.Subsektor industri TPT merupakan salah satu sektor andalan
bagiperekonomian Jawa Barat, secara keseluruhan sumbangan sektor industri
28
TPT terhadap ekspor non migas Jawa Barat menunjukkan peningkatan. Industri
TPT merupakan salah satu komoditi ekspor terbesar Jawa Barat, Selain itu
industri TPT merupakan industri yang bersifat padat karya dimana mampu
menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar yaitu sebanyak 502.234 orang pada
tahun 2010, dengan demikian sektor industri TPT merupakan industri yang
memiliki penyerapan tenaga kerja tinggi atau kedua terbesar di Jawa Barat
setelah sektor pertanian. Hal ini juga menunjukkan bahwa Industri TPT
merupakan sektor penting dan strategis dalam pembangunan Jawa Barat selama
ini. Besarnya kontribusi yang diberikan oleh sektor industri TPT memberikan arti
bahwa sampai saat ini perekonomian Jawa Barat masih didominasi oleh sektor
industri
Tabel 4 Ekspor non migas menurut kelompok barang (juta US Dollar)
Kelompok Komoditi Tahun
2008 2009 2010
Mesin dan Pesawat Mekanik 6.501.408,21 7.066.202,45 8.344.359,21
Tekstil dan Barang dari Tekstil 5.088.097,90 4.623.458,45 5.655.883,98
Plastik, Karet, Barang Plastik 1.843.278,49 1.790.066,6 2.146.478,25
Logam Tidak Mulia 1.146.931,56 641.165,08 797.557,14
Pulp, dan Kertas 1.039.862,65 975.510,16 1.086.243,83
Kendaraan, Pesawat Terbang 986.758,39 677.597,86 990.965,03
Produk Industri Kimia 690.800,50 584.108,0 788.436,9
Makanan,MinumanKeras 477.230,03 512.752,57 712.269,45
Barang dari Batu, Semen. 333.184,08 251.654,94 325.859,99
Alas Kaki, Payung 353.213,05 335.887,21 449.955,71
Alat Optik, Kedokteran. 350.413,99 302.710,93 339.841,13
Kayu, Barang dari Kayu, 186.107,64 165.039,94 192.641,43
Kulit dan Barang dari Kulit 181.615,34 150.340,98 184.388,91
Produk Nabati 162.933,2 168.269,53 178.993,03
Lemak, Minyak dan Malam 53.106,5 55.330,57 84.789,78
Lain-lain 939.066,56 804.864,04 962.614,88
JUMLAH
20.334.008,18 19.104.959,40 23.241.278,66
Sumber :BPS Jawa Barat,2011
Kinerja Ekspor Industri tekstil dan Produk Tekstil Jawa Barat
Realisasi volume dan nilai ekspor komoditas TPT di Jawa Barat cenderung
berfluktuatif, dengan nilai ekspor terbesar yakni pada tahun 2008 sebesar 5,08 M
US$ dan ternyata pada tahun berikutnya yakni pada tahun 2009 mengalami
penurunan kembali masing-masing senilai US 4.6 M US$ 3.2 M. Kemudian pada
Tahun 2010 volume dan nilai ekspor industri TPT ini kembali meningkat menjadi
1.082.536 ton dengan nilai US$ 5.65 M.
29
Tabel 5 Realisasi ekspor TPT Jawa Barat tahun 2007-2010
Tahun Nilai ekspor
(ribu US$)
Laju
Pertumbuhan
Volume
ekspor (ton)
Laju
Pertumbuhan
(%)
2007 3822000 7.41 973.562 -5.29
2008 5088097 13.4 1.082.536 11.1
2009 4623458 -9,08 963.167 -5.89
2010 5655883 12.3 1.082.536 11.2
Sumber :BPS Jawa Barat, 2011
Dilihat dari nilai ekspor, walaupun berfluktuatif tetapi industri tekstil dan
produk tekstil Jawa Barat memilki potensi yang tinggi besar karena nilai ekspor
yang cukup besar yang dapat mempengaruhi perekonomian bagi Jawa Barat
bahkan nasional.
Industri TPT hingga saat ini masih merupakan industri andalan, sampai
dengan Tahun 2010 jumlah Unit Usaha 713 UU, Nilai Investasi Rp56.100.032,60
dengan penyerapan Tenaga Kerja mencapai 127.780 orang, juga memberikan
kontribusi terhadap perekonomian Jawa Barat. Keberadaan pengolahan produk
TPT di wilayah Jawa Barat sekitar 57 persen secara Nasional. Besaran potensi
unit usaha Industri TPT Jawa Barat saat ini sekitar 1.003 unit usaha (Sumber API).
Kontribusi industri pengolahan terhadap perekonomian Jawa Barat mencapai
43.48 persen, 10.65 persen diantaranya disumbang dari Industri Tekstil, Barang
Kulit & Alas Kaki (BPS Jawa Barat, 2010).
Kinerja Impor TPT di Jawa barat.
Tingginya minat masyarakat terhadap produk-prouk tekstil impor
menunjukkan daya saing sebagian pelaku usaha di industri TPT Indonesia masih
relatif rendah sehingga belum mampu mengimbangi daya saing industri TPT dari
luar negeri, khususnya Cina. Dengan semakin banyaknya produk TPT impor yang
masuk ke pasar dalam negeri, serta kesulitan industri TPT lokal untuk
meningkatkan daya saing, maka beban para pelaku usaha industri TPT di
Indonesia akan semakin bertambah berat. Masuknya produk-produk TPT dari
negara pesaing ke pasar dalam negeri, termasuk adanya impor ilegal.Apabila
kendala-kendala ini kedepan tidak dapat teratasi, tentunya dapat menjadi ancaman
terhadap perkembangan industri TPT dalam negeri. Khususnya untuk impor TPT
di provinsi Jawa Barat masih cukup tinggi, dapat dilihat dari Gambar 7 dibawah
berikut, selisih dari tahun 2008 ke tahun 2009 memang mengalami penurunan
impor yaitu sebesar 416.98 US$, namun pada tahun 2010 mengalami peningkatan
yang cukup tinggi yakni sebesar 811.523 US$.
30
Gambar 7 Kinerja impor TPT Jawa Barat 2008-2010
Sumber:BPSJawa Barat,2010
Terlihat masih tingginya impor bagi industri TPT di provinsi Jawa Barat,
sedangkan Provinsi Jawa Barat sendiri merupakan sentral produksi industri TPT
Indonesia hal ini menjadi ironi pasalnya salah satu penyebabnya ialah karena
sudut pandang masyarakat di Jawa Barat dan masyarakat luar Jawa Barat yang
lebih mempercayai kualitas barang-barang impor dibandingkan dengan produk
lokal. Hal ini juga akan mengancam tingkat daya saing industri TPT Jawa Barat
dengan negara-negara penghasil produk industri TPT.
HASIL PEMBAHASAN
Daya saing Industri TPT Jawa Barat (Keunggulan Komparatif)
Analisis daya saing industri Tekstil dan Produk Tekstil Jawa Barat
menggunakan pendekatan Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode
RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya
menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel
yang diukur adalah kinerja ekspor komoditi TPT Jawa Barat terhadap total ekspor
TPT dan lainnya yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam
perdagangan Indonesia.
RCA dapat didefinisikan bahwa jika pangsa ekspor TPT Jawa Barat
didalam total ekspor produk Jawa Barat lebih besar dibandingkan pangsa ekspor
TPT di dalam total ekspor produk Indonesia, diharapkan Jawa Barat memiliki
keunggulan komparatif dalam produksi dan ekspor. Apabila nilai RCA lebih besar
dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif untuk industri TPT.
Sebaliknya, jika nilainya lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk
komoditas TPT rendah. Analisis daya saing industri TPT Jawa Barat dihitung
sejak tahun 1981 hingga 2010 meskipun beberapa saat pernah mengalami
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
2008
2009
2010
31
penurunan jumlah ekspor karena adanya gejolak permintaan komodi TPT di
dalam negeri.
Terlihat dari hasil analisis ditampilkan pada Tabel 6, nilai RCA memiliki
kemampuan daya saing komoditas tekstil dan produk tekstil Jawa Barat
mengalami peningkatan secara berangsur-angsur. Diawali pada tahun 1981 hingga
tahun 1982, nilai perhitungan RCA berada di posisi kurang dari satu yaitu pada
tahun 1981 sebesar 0.98 pada tahun 1982 sebesar 0.97 menandakan Provinsi Jawa
Barat mempunyai keunggulan komparatif untuk komoditas tekstil dan produk
tekstil yang rendah, bisa juga diartikan bahwa pangsa pasar tekstil dan produk
tekstil Jawa Barat lebih rendah daripada pangsa pasar tekstil dan produk tekstil
pesaingnya di Indonesia, ini diesebabkan karena produksi TPT Jawa Barat yang
masih sangat rendah karena lemahnya nilai ekspor industri TPT Jawa Barat yang
dikarenakan pengutamaan ekspor non migas bagi Indonesia sendiri baru mulai
digalakkan sejak tahun 1983.
Sejak tahun 1983, ekspor non migas menjadi perhatian dalam memacu
pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari
penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor.Konsumen
dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang
domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim.Persaingan sangat tajam antar
berbagai produk.Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu
daya saing suatu produk, sehingga peningkatan daya saing industri TPT Jawa
Barat pun dimulai pada tahun 1983.
Tahun 1983-1986 nilai RCA yang dimiliki oleh komoditas industri tekstil
dan produk tekstil Jawa Barat lebih besar dari satu yang berarti bahwa Provinsi
Jawa Barat mempunyai keunggulan komparatif pada komoditas tekstil dan produk
tekstil tinggi, salah satu penyebabnya karena adanya kebijakan outward looking
dan deregulasi dalam perdagangan dan investasi pada pertengahan 1980-an
menguntungkan strategi orientasi ekspor industri tekstil Indonesia. Pemerintah
telah menciptkan iklim investasi yang memadai untuk mendorong ekspansi
produk tekstil domestik, dan turunnya biaya produksi di industri tekstil di
Indonesia. Pada era proteksi tinggi, industri tekstil Indonesia terhambat oleh
tingginya tarif bahan baku dari luar negeri. Liberalisasi impor setelah tahun 1985
telah menghapus proteksiada tahun 1985 sehingga Indonesia bahkan Jawa Barat
telah mulai meningkatkan ekspor tekstil dan pakaian jadi (BKPM, 2011)
Tahun 1987-1994 industri TPT Jawa Barat mengalami penurunan yang
dikarenakan salah satu masalah yang dihadapi dunia usaha umumnya maupun
industri TPT khususnya adalah memburuknya tingkat pertumbuhan ekonomi
global, kebijaksanaan uang ketat dan tingkat suku bunga tinggi. Memburuknya
pertumbuhan ekonomi menyebabkan pertumbuhan TPT tidak sebaik tahun
sebelumnya, sedangkan kebijaksanaan uang ketat dan suku bunga tinggi akan
mengahambat rehabilitas maupun moderinasasi mesin-mesin yang sudah tua dan
tidak efisien lagi.
Pada tahun 1995-1997 sektor industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat
mulai mengalami peningkatan kembali dengan melihat nilai RCA yang dimiliki
lebih dari satu, hal ini dikarenakan terjadi peningkatan dalam jumlah
produksinya dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya, peningkatan
produksi ini terutama disebabkan oleh meningkatnya konsumsi dan
permintaan tekstil baik di dalam negeri maupun di luar negeri, namun pada
32
tahun 1998 terjadi penurunan yang cukup besar yang dikarenakan terjadi krisis.
Nilai RCA dipengaruhi oleh nilai ekspor yang dihitung dalam dollar AS, hasil
analisis ditampilkan pada Tabel 6
Tabel 6 Hasil perhitungan RCA dan indeks RCA
Sumber:Hasil pengolahan menggunakan program Ms. Excel 2007
Ketika krisis ekonomi, nilai ekspor akan berkurang secara drastis. Hal ini
disebabkan nilai ekspor yang dihitung dalam dollar AS dipengaruhi oleh nilai
tukar rupiah yang saat itu terdepresiasi, sehingga nilai RCA pada tahun tersebut
menurun secara drastis. Akan tetapi, menurut teori perdagangan internasional
Tahun RCA Daya Saing Industri TPT Jawa
Barat Indeks RCA
1981 0.98010 Lemah 0
1983 0.97002 Lemah 0.98979
1983 1.01319 Kuat 1.04452
1984 1.03089 Kuat 1.01746
1985 1.02346 Kuat 0.99279
1986 1.061937 Kuat 1.03759
1987 0.870201 Lemah 0.81925
1988 0.67120 Lemah 0.77149
1989 0.55177 Lemah 0.82206
1990 0.50545 Lemah 0.91605
1991 0.47047 Lemah 0.93079
1992 0.51622 Lemah 1.09724
1993 0.66748 Lemah 1.29301
1994 0.87995 Lemah 1.31831
1995 1.03896 Kuat 1.18070
1996 1.07430 Kuat 1.03401
1997 1.08736 Kuat 1.01215
1998 0.96306 Lemah 0.88568
1999 1.19044 Kuat 1.23610
2000 1.20786 Kuat 1.01463
2001 1.12431 Kuat 0.93083
2002 1.04298 Kuat 0.92765
2003 1.10321 Kuat 1.05774
2004 1.02388 Kuat 0.92809
2005 1.01316 Kuat 0.98953
2006 1.01649 Kuat 1.00328
2007 1.06382 Kuat 1.04656
2008 1.13579 Kuat 1.06765
2009 1.00030 Kuat 0.88070
2010 1.17422 Kuat 1.17386
33
ketika nilai tukar terdepresiasi akan berdampak pada kenaikan jumlah ekspor
barang tersebut. Hal ini disebabkan antara lain karena dengan terdepresiasinya
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, sehingga harga barang tersebut menjadi
relatif lebih murah di mata para importer luar negeri, namun menurut data yang
diperoleh dari BPS Jawa Barat, volume ekspor menunjukkan penurunan yang
cukup signifikan pada masa krisis. Pada masa krisis dimana nilai tukar
berfluktuasi dari Rp2900/US$ pada tahunn 1997 ke kisaran Rp10.000/US$ dan
sempat menembus ke angka Rp16.000/US$ pada tahun 1998, yang kemudiam ke
kisaran Rp7.800/US$ pada tahun 1999 dan kembali pada kisaran Rp8400/US,
ternyata dapat mempengaruhi jumlah ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat
yang semula pada tahun 1997 sebesar 1.527.656 kilogram dan pada tahun 1998
menjadi 1.501.693 kilogram.
Pada masa setelah krisis, kondisi daya saing tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat membaik Pada tahun 1999 hingga tahun 2010, nilai perhitungan RCA
mengalami peningkatan hingga berada diposisi lebih dari satu yang berarti bahwa
Provinsi Jawa Barat mempunyai keunggulan komparatif pada komoditas TPT
tinggi karena pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kementrian Industri melakukan
berbagai usaha untuk melakukan peningkatan daya saing industri tekstil dan
produk tekstil teresebut karena besarnya potensi dan sumbangannya terhadap
PDRB maupun devisa negara. Salah satu upayanya melakukan restrukturisasi
mesin-mesin teksil pada tahun 2007, dan industri TPT Jawa Barat yang berbasis
ekspor, dan pada massa krisis terjadi depsresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar
yang menguntungkan dalam perdagangan internasional sehingga pada masa
setelah krisis nilai tukar yang cukup tinggi dibandingkan pada masa sebelum
krisis menyebabkan industri TPT Jawa Barat memiliki nilai ekspor yang lebih
tinggi dibandingkan pada massa sebelum krisis.
Tahun 2009 terjadi penurunan nilai ekspor walaupun nilai RCA tidak
memliki dampak hingga kurang dari satu, tapi penurunan nilai ekspor pada tahun
tersebut disebabkan karena pada tahun tersebut Jawa Barat mulai merasakan
dampak dari dibelakukannya perdagangan bebas, yakni produk TPT Jawa Barat
ini kalah bersaing dengan produk testil dari Cina di salah negara tujuan ekspor
TPT utama Jawa Barat yakni Amerika Serikat. Namun, pada tahun 2010 Industri
Jawa Barat kembali mengalami peningkatan nilai ekspor hal ini merupakan kerja
sama pemerintah daerah dan kementrian industri Indonesia yang mendorong daya
saing industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dengan salah satunya
peningkatan kualitas SDM para pekerja di industri TPT Jawa Barat dengan
melakukan pelatihan-pelatihan dan perbaikan teknologi secara bertahap.
Selain dapat menganalisis daya saing industri tekstil dan Industri
Indonesia, bisa juga melihat kinerja ekspor ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat di pasar dunia setiap tahunnya sejak tahun 1981 hingga 2010 dengan indeks
RCA. Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan
nilai RCA tahun sebelumnya.Berdasarkan hasil perhitungan indeks RCA dari
Tabel. diatas, maka dapat dijelaskan bahwa pada tahun 1981 nilai indeks RCA
bernilai nol, berarti tidak terjadi perubahan pada kinerja ekspor tekstil dan produk
tekstil Jawa Barat di pasar nasional 1981 sama dengan tahun 1980. Pada tahun
1982 nilai indeks RCA meningkat mendekati angka 1 sebesar 0.989, berarti terjadi
peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional
tahun 1982 lebih tinggi dibandingkan tahun 1981. Pada tahun 1983 nilai indeks
34
RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.04452, berarti terjadi peningkatan
kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat di pasar nasional tahun 1983
lebih rendah dibandingkan tahun 1982. Pada tahun 1984 nilai indeks RCA lebih
besar dari satu yaitu sebesar 1.01746, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor
tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional dibandingkan tahun 1983.
Pada tahun 1985 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar
0.99279, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat dipasar nasional tahun 1985 lebih rendah dibandingkan tahun 1984. Pada
tahun 1986 nilai indeks RCA lebih dari satu yaitu sebesar 1.03759, berarti terjadi
peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat di pasar nasional
1986 lebih tinggi dibandingkan tahun 1985. Pada tahun 1987 nilai indeks RCA
lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.81925, berarti terjadi penurunan kinerja
ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat di pasar nasional tahun 1987 lebih
rendah dibandingkan tahun 1986. Pada tahun 1988 nilai indeks RCA lebih kecil
dari satu yaitu sebesar 0.77149, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor tekstil dan
produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional tahun 1988 lebih rendah dibandingkan
tahun 1987. Pada tahun 1989 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar
0.82206, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat dipasar nasional dibandingkan tahun 1988.Pada tahun 1990 nilai indeks
RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.91605, berarti terjadi penurunan kinerja
ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional dibandingkan tahun
1989.
Pada tahun 1991 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar
0.93079, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat dipasar nasional tahun 1991 lebih tinggi dibandingkan tahun 1990. Pada
tahun 1992 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.09724, berarti
terjadi peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar
nasional tahun 1992 lebih rendah dibandingkan tahun 1991. Pada tahun 1993 nilai
indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.29301, berarti terjadi
peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Badan dipasar nasional
tahun 1993 lebih tinggi dibandingkan tahun 1992. Pada tahun 1994 nilai indeks
RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.31831, berarti terjadi peningkatan
kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional tahun 1994
lebih tinggi dibandingkan tahun 1993.
Pada tahun 1995 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar
1.18070, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat dipasar nasional tahun 1995 lebih tinggi dibandingkan tahun 1994. Pada
tahun 1996 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.03401, berarti
terjadi peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar
nasional tahun 1996 lebih tinggi dibandingkan tahun 1995. Pada tahun 1997 nilai
indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.01215, berarti terjadi
peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional
tahun 1997 lebih tinggi dibandingkan tahun 1996.
Pada tahun 1998 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar
0.88568, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat dipasar nasional tahun 1998 lebih rendah dibandingkan tahun 1997. Pada
tahun 1999 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.23610, berarti
terjadi peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar
35
nasional tahun 1999 lebih tinggi dibandingkan tahun 1998. Pada tahun 2000 nilai
indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 1.01463, berarti terjadi
peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional
tahun 2000 lebih tinggi dibandingkan tahun 1999. Pada tahun 2001 nilai indeks
RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.93083, berarti terjadi penurunan kinerja
ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional tahun 2001 lebih
rendah dibandingkan tahun 2000. Pada tahun 2002 nilai indeks RCA lebih kecil
dari satu yaitu sebesar 0.92765, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor tekstil dan
produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional tahun 2002 lebih rendah dibandingkan
tahun 2001. Pada tahun 2003 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar
1.05774, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat dipasar nasional tahun 2003 lebih rendah dibandingkan tahun 2002.
Pada tahun 2004 nilai indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar
0.92809, berarti terjadi penurunan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat dipasar nasional tahun 2004 lebih rendah dibandingkan tahun 2003. Pada
tahun 2005 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar 0.98953, berarti
terjadi penurunan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar
nasional tahun 2005 lebih rendah dibandingkan tahun 2004 Pada tahun 2006 nilai
indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 1.00328, berarti terjadi peningkatan
kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional tahun 2006
lebih rendah dibandingkan tahun 2005.
Pada tahun 2007 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar
1.04656, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa
Barat dipasar nasional tahun 2006 lebih tinggi dibandingkan tahun 1995. Pada
tahun 2008 nilai indeks RCA lebih besar dari satu yaitu sebesar106.765,berarti
terjadi peningkatan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar
nasional tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Pada tahun 2009 nilai
indeks RCA lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.88070, berarti terjadi penurunan
kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional tahun 2009
lebih rendah dibandingkan tahun 2008. Pada tahun 2010 nilai indeks RCA lebih
besar dari satu yaitu sebesar 1.17386, berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor
tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipasar nasional tahun 2010 lebih tinggi
dibandingkan tahun 2009.
Analisis Daya Saing Industri TPT Tekstil Jawa Barat
(Keunggulan Kompetitif)
Dalam perdagangan dunia strategi persaingan adalah hal yang sangat
menentukan dalam mencapai keberhasilan atau kegagalan, hal ini berlaku baik
untuk suatu perusahaan, industri maupun negara. Terlebih lagi dalam, era
perdagangan bebas, dimana halangan perdagangan (trade barriers)baik yang
bersifat tarif maupun non tarif tidak lagi menjadi penghambat dalam perdagangan.
Suatu negara tidak bisa lagi menggantungkan keunggulannya hanya kepada
keunggulan komparatif yang dimilikinya sebagai endowment factors yaitu faktor
yang dimiliki secara alamiah, tetapi juga harus didukung dengan keunggulan
kompetitif yang kuat. Keunggulan kompetitif dapat dilihat dengan mrtode Potter’s
Diamond, dan ada empat unsur penting yang dapat menetukan mengapa industri
36
tertentu dalam suatu negara dapat memenangkan persaingan internasional, yaitu
kondisi faktor, kondisi permintaan, keberadaan industri pendukung, kondisi
persaingan dan strukutur persaingan dalam negeri.
Kondisi Faktor
Kondisi faktor sumberdaya berpengaruh terhadap daya saing industri tekstil
dan produk tekstil. Penggunaan faktor produksi yang efektif dan efisien akan
mampu meningkatkan produktivitas suatu usaha. Demikian juga penggunaan
faktor produksi yang harus dilakukan dalam usaha industri tekstil dan produk
teksil. Output yang dihasilkan oleh perusahaan tergantung pada teknik produksi
yang digunakan dengan jumlah input yang tetap dan dengan penggunaan teknik
produksi yang lebih efisien, maka akan lebih besar output yang mampu dihasilkan
oleh suatu industri.
Masalah penggunaan faktor produksi yang yang ada secara apa adanya dan
dikelola dengan menajemen dan teknik yang seadanya menjadi kendala utama.
Padahal Jawa Barat memiliki faktor produksi yang lebih banyak dibandingkan
dengan provinsi lain seperti tenaga kerja, dan produksi TPT yang melimpah yang
sebenarnya harus mampu dikombinasikan dengan baik.
Tabel 7 Jumlah tenaga kerja pada sektor industri TPT di Jawa Barat tahun 2001-
2010
Sumber : BPS Jawa Barat, 2012
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
peningkatan daya saing produk TPT Jawa Barat bahkan nasional di pasar global
diantara faktor-faktor yang lainnya, yaitu: perbankan, energi, infrastruktur dan
jarak/letak geografis negara Indonesia. Tekstil dan produk tekstil Jawa Barat
memiliki jumlah tenaga kerja yang cukup besar yang dapat dilihat pada Tabel 7
yang secara bertahap meningkatkan penyerapan tenaga kerja bagi provinsi Jawa
Barat tersebut. Masalah tenaga kerja yang dihadapi industri TPT Jawa Barat
bahkan nasional yang mengakibatkan industri ini sulit bersaing dengan industri
TPT dari negara-negara lain adalah rendahnya produktivitas pekerja dan tenaga
professional, yakni disektor industri weaving untuk bidang pemasaran. Demikian
juga tantangan yang dihadapi penyelenggara pendidikan bidang busana harus
mampu menyediakan SDM berkualitas dan kompeten di bidang busana dari aspek
disain, material, teknologi dan nilai fungsi produk fashion di berbagai bidang
kehidupan sehingga mampu menciptakan tren produk fashion di pasar domestik
dan internasional, yang perlu disadari untuk menghasilkan produk dan SDM
Tahun
Jumlah Tenaga
Kerja (orang)
Tahun Jumlah Tenaga Kerja
(orang)
2001 530 469 2006 545 940
2002 500 103 2007 507 144
2003 468 692 2008 445 349
2004 382 118 2009 472 682
2005 451 218 2010 502 234
37
berkualitas dibutuhkan hubungan sinergis antara dunia usaha dan industri dengan
lembaga pendidikan.
Modal merupakan aspek penting dalam industri, dengan ketidakseterdian
modal suatu industri tidak dapat bekerja.Demikian juga dengan industri tekstil dan
produk tekstil Jawa Barat, dimana ketersedian akses untuk memperoleh modal
dari lembaga keuangan yang cukup sulit karena serapan kredit untuk subsektor
industri tekstil dan produk tekstil tergolong rendah karena masih adanya anggapan
bahwa TPT merupakan sunset industri.Pangsa kredit ke subsektor TPT masih
sebesar 2.19 persen dengan angka pertumbuhan kredit sebesar 19.4 persen. Angka
ini masih lebih rendah jika dilihat dari pertumbuhan total kredit secara nasional
sebesar 23.1 persen . Total kredit secara nasional sebesar Rp1.780,35 triliun
dan untuk industri pengolahan 280.95 triliun sedangkan untuk subsektor TPT
jumlahnya hanya sebesar Rp38.97 triliun tetapi, dibandingkan dengan triwulan
I/2010 jumlah ini mengalami peningkatan. (Bisnis Jawa Barat, 2010).
Teknologi merupakan faktor yang cukup penting dalam pengembangan
industri.kompleksitas masalah yang dihadapi akan menyulitkan industri tekstil
dan produk tekstil (TPT) menghadapi persaingan dengan negara-negara produsen
TPT lainnya. Kinerja ekspor selama lima tahun terakhir cenderung melambat. Hal
ini merupakan dampak dari kompleksitas berbagai faktor yang dihadapi industri
TPT.Masalah teknologi merupakan salah satu faktor penghambat bagi produksi
industri tekstil dan produk tekstil di Jawa Barat, terdapat dua faktor potensial yang
melemahkan daya saing, pertama faktor internal seperti teknologi permesinan
yang sudah usang, mesin dan peralatan industri TPT yang sudah tua sehingga
produktivitas maupun kualitas produksinya relatif rendah. (Kementerian
Perindustrian).
Apabila dilihat dari segi infrastruktur yang menunjang industri tekstil dan
produk tekstilJawa Barat, ketersediaan infrastruktur masih kurang memadai.
Permasalahan yang dihadapi antara lain seperti rendahnya fasilitas transportasi
melalui diversifikasi moda dan peningkatan produktifitas kinerja pelabuhan,
dalam proses pengirman barang atau jasa menggunakan waktu yang cukup lama.
Permasalahan kedua adalah dengan mengatur biaya THC agar lebih
kompetitif.Walaupun biaya THC kita sempat turun pada tahun 2005, namun biaya
tersebut masih relatif tinggi di banding negara-negara lainnya.Di bidang energi,
permasalahan pokoknya adalah keterbatasan suplai dari PLN yang belum dapat
memenuhi kebutuhan industri.Padahal kepastian ketersediaan suplai energi adalah
hal utama dalam dunia industri. Berkaitan dengan tarif, sebenarnya tarif PLN
sudah cukup kompetitif yaitu sebesar 4 cent/kwh, akan tetapi harga aplikasinya
(applied rate) karena adanya program dayamax, multiguna,PPJU dan PPn
menjadi tidak kompetitif (8 cent/kwh).(API Jawa Barat, 2007).
Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan domestik untuk komoditi tekstil dan produk tekstil di
Jawa Barat masih cukup rendah dibandingkan dengan permintaan ekspornya,
tingkat konsumsi masyarakat Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 8 sebagai
berikut.
38
Tabel 8 Tingkat konsumsi masyarakat Jawa Barat terhadap produk industri
TPT Jawa Barat
Jenis
komoditi Satuan 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Tekstil dan
produk tekstil Ton 1.87 1.92 2.07 2.02 2.09 2.13
Sumber : BPS Jawa Barat, 2011
Untuk kondisi permintaan pasar luar negeri, pasar utama yang dimiliki
industri tekstil dan produk tekstil Indonesia ialah Amerika serikat dan Jepang,
berikut data ekspor TPT Indonesia dengan tujuan negaranya AS dan Jepang.
Tabel 9 Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke AS dan Jepang
Tahun 2007 2008 2009 2010
Amerika
Serikat
3.759.300.081 3.796.091.942 3.479.813.510 4.140.962.070
Jepang 499.017.151 536.172.276 469.890.989 620.070.694
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2013.
Terlihat bahwa perkembangan ekspor yang industri TPT Indonesia ke
negara AS dan Jepang cenderung mengalami peningkatan, sehingga bisa
dikatakan permintaannya pun ikut meningkat dari tahun-ketahun.Industri TPT
Indonesia yang cukup besar di dominasi oleh TPT Jawa Barat pun
mengindikasikan bahwa permintaan industri TPT Jawa Barat untuk pasar
utamanya ialah AS dan Jepang tergolong cukup besar pula, apabila dilihat lebih
lanjut dapat dikatakan bahwa industri tekstil dan produk tekstil lebih ditunjukan
untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri dibandingkan untuk memenuhi
permintaan pasar domestik.
Akan tetapi, jika dilihat dari kondisi pangsa pasar yang dimiliki untuk
komoditi teksil dan produk tekstil Jawa Barat di pasar domestik, pangsa pasar
yang dimiliki Jawa Barat pada tahun 2008 hanya 22 persen karena industri TPT
ini masih kalah bersaing terutama dengan Cina, namun permintaan pada industri
TPT Jawa Barat berpotensi akan terus meningkat untuk di massa yang akan
datang, dilihat dari populasi penduduk Indonesia maupun di Provinsi Jawa Barat
sendiri yang terus meningkat, Penduduk Jawa Barat berdasarkan hasi BPS Jawa
Barat 2008 berjumlah sebesar 42.19 juta jiwa terdiri dari penduduk laki-laki
sebesar 21.26 juta jiwa (50.39 persen) dan penduduk perempuan sebesar 20.93
juta jiwa (49.61persen).Di Indonesia, Jawa Barat merupakan provinsi dengan
jumlah penduduk terbesar dibandingkan dengan provinsi lain (API Jawa Barat,
2008)
39
Industri Pendukung
Industri pendukung memiliki peranan dalam mengembangkan tekstil dan
produk tekstil yang ada, industri pendukung dalam faktor produksi diantaranya :
1. Industri mesin-mesin tekstil, komponen mesin tekstil, industri kimia tekstil,
dan asesoris.
Menurut API Jawa Barat, dapat dilihat dalam permasalahan penggunaan
teknologi industri TPT Jawa Barat yaitu penggunaan teknologi permesinan
yang sudah usang, mesin dan peralatan industri TPT yang sudah tua sehingga
produktivitas maupun kualitas produksinya relatif rendah, hal ini dapat terjadi
apabila indusri pendukung industri mesin-mesin tekstil dan industri komponen
mesin tekstil tidak dapat bekerja dengan baik dalam hal penyediaan mesin-
mesin baru yang lebih baik dan berinovasi tinggi.
2. Transportasi memegang perananan yang penting dalam meningkatkan kinerja
ekspor.
Pelabuhan laut merupakan sarana pendukung yang penting untuk kelancaran
ekspor dan berpengaruh besar pada harga jual produk di pasar
internasional.Transportasi yang murah juga merupakan hal yang menjadi
permasalahan bagi komoditas ekspor. Mengingat biaya pengangkutan dapat
menimbulkan peningkatan harga jual barang ekspor, contohnya sebagai
komparasidari Singapura ke Jepang biaya kapal USD 600 dan biaya pelabuhan
USD 200, sementara dari Jakarta ke Medan biaya kapal Rp 6 juta sedangkan
biaya pelabuhan Rp 3.5 juta. Dalam persaingan ekspor dengan negara
lain .Indonesia seringkali kalah bersaing dalam hal tersebut.(API, 2007)
3. Industri jasa pelatihan khususnya dalam pelatihan tenaga kerja.
Misalnya pelatihan tenaga kerja dalam desain printing dan desain tenun dan
pengetahuan bahan tekstil dan teknologi garmen dimana nilai produk juga
ditentukan oleh desain produk yang dihasilkan. Sementara di Jawa Barat
bahkan scara nasional, Indonesia masih memiliki kualitas desain yang kurang
dapat bersaing dengan produsen industri TPT dari negara luar terutama Cina,
dan tenaga kerja yang terampil yang memiliki desain yang unik dan
pengetahuan yang cukup sehingga dapat menarik pasar lebih tinggi
dibandingkan Indonesia.
Persaingan, Struktur, dan Strategi Perusahaan
Beberapa fakor yang dapat dikategorikan kedalam faktor penentu
persaingan dan strategi perushaan adalah :
1. Diferensiasi produk, identitas produk dan informasi.
Dalam menghadapi pasar bebas industri TPT harus mampu menghasilkan
produk tekstil yang berkualitas, halus dan indah, high function, inovatif dan
kompetitif untuk mendukung pengembangan produk fashion guna
membangun Indonesia fashion image dengan brand dalam negeri. Demikian
juga tantangan yang dihadapi penyelenggara pendidikan bidang busana harus
mampu menyediakan SDM berkualitas dan kompeten di bidang busana dari
aspek disain, material, teknologi dan nilai fungsi produk fashion di berbagai
bidang kehidupan sehingga mampu menciptakan tren produk fashion di pasar
40
domestik dan internasional Diferensiasi produk sebagai bagian dari strategi
merebut pasar nampaknya masih belum begitu diperhatikan dari para
perusahaan. Hal ini nampak dari kurangnya perhatian pengusaha terhadap
desain akhir yang digunakan cenderung kurang menarik. Dengan melakukan
perlakuanakhir yang berbeda akan mampu menciptkan produk yang berbeda
pula. Hal inilah yang akan mempengaruhi pola konsumsi karena komoditas
yang bersangkutan akan dianggap sebagai komoditas yang berbeda meski
sebenarnya berasal dari bahan baku yang sama.
2. Adanya merk tertentu pada suatu kemasan akan ikut mempengaruhi posisi dan
kemampuan daya saing perusahaan. Dengan adanya merk maka konsumen
akan cepat mengetahui apakah komoditas tersebut sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan atau tidak. Masalah pengepakan dan pemberian merk,
nampaknya masih kurang diperhatikan dari pengusaha. Para produsen belum
menyadari bahwa pengepakan yang baik dan pemberian merk merupakan
masalah bagi mereka, padahal salah satu kelemahan dalam industri ini ialah
pengepakan dan pemberian merk (labeling).
3. Faktor penentu lainnya ialah adalah akses informasi yang mampu diperoleh
oleh suatu perusahaan. Dalam era globalisasi sekarang ini, siapa yang
memiliki akses terhadap informasi lebih banyak maka akan mampu
memenangkan persaingan. Demikian juga dengan akses pasar terhadap produk
industri tekstil dan produk tekstil. Informasi pasar potensial dan efektif perlu
didapat, terutama desain yang sedang digemari di masyarakat. Hal ini dapat
dilakukan dengan pengenalan produk secara domestik, nasional dan
internasional, dalam hal ini diharapkan pemerintah mampu membantu
pengenalan produk industri tekstil dan produk tekstil tersebut (BSN, 2013).
Dari segi struktur, struktur yang dimiliki industri TPT Jawa Barat dapat
dilihat dari banyaknya perusahaan TPT yang belokasi di Jawa Barat, beikut data
2008-2010 jumlah perusahaan TPT di Jawa Barat:
Tabel 10 Jumlah perusahaan Industri TPT Jawa Barat 2008-2010
Tahun Jumlah Perusahaan
2008 1650
2009 1627
2010 1880
Sumber :BPS Jawa Barat, 2010
Dalam Tabel 10 terlihat banyaknya perusahaan yang merupakan bentuk
struktur yang dimiliki oleh industri TPT Jawa Barat yang memiliki lebih 1500
perusahaan TPT yang berlokasi di Jawa Barat, sehingga bisa dikatakan struktur
yang di TPT Jawa Barat memiliki struktur yang cukup baik, dalam
perkembangannya perusahaan TPT di Jawa Barat dari tahun 2009 ke 2010
mengalami peningkatan yang cukup besar yakni sebesar 267 perusahaan.
Dalam persaingan dilihat dari kondisi persaingan produk TPT di pasar dunia
dalam beberapa tahun terakhir ini semakin ketat, khususnya setelah era pasca
kuota.Apalagi setelah munculnya negara-negara pesaing baru seperti Thailand,
Malaysia, dan Vietnam. Menurut API 2009 negara-negara berikut merupakan
jumlah pengimpor TPT yang cukup banyak di Indonesia, sehingga dapat
41
menurunkan tingkat daya saing industi TPT Jawa Barat bahkan bagi industri TPT
Indonesia.
Tabel 11 Tingkat Impor TPT ke Indonesia
Negara Nilai Impor TPT ke Indonesia
2008 2009 2010
Cina 1.025.035.193 1.034.915.291 1.682.332.145
Thailand 172.932.491 156.668.440 228.429.771
Malaysia 101.400.700 74.806.072 108.935.593
Vietnam 53.652.267 63.647.433 110.880.186
Sumber : Kementrian Perindustrian Indonesia, 2013
Di pihak lain teknologi proses dan jaringan pemasaran masih dikuasai oleh
Multinational Corporation (MNCs), sedangkan negara maju masih banyak yang
mengenakan proteksi yang berbentuk non tariff barrier (lingkungan, sosial,
dumping, tenaga kerja dan lain-lain.). Namun sebaliknya, kalangan perusahaan
Indonesia masih kurang aktif berpromosi ke luar negeri.Bahkan kinerja ekspor
TPT Indonesia masih jauh tertinggal dengan Vietnam.Perbaikan kualitas agar
menjaga daya saing industri tekstil dalam negeri. Apalagi Indonesia akan ikut
serta dalam ASEAN EconomicCommunity/AEC atau masyarakat ekonomi
ASEAN.
Peranan Pemerintah
Peran pemerintah daerah Jawa Barat dalam mendukung perkembangan
industri tekstil dan produk tekstil sangat diharapkan oleh pengusaha-pengusaha
industri dan konsumen, pemerintah telah berupaya untuk memajukan
pengembangan industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat, salah satunya dapat
dilihat dari indikasi rencana program prioritas dalam Perubahan RPJM Daerah
Provinsi Jawa Barat yaitu industri TPT sebagai program penataan struktur dan
peningkatan kemampuan teknologi industri dengan sasaran:
1. Mendorong tumbuhnya industri-industri andalan masa depan (industri agro,
industri kreatif dan industrit eknologi informasi komunikasi)
2. Meningkatnya sinergitas pengembangan industri;
3. Meningkatnya penguasaan teknologi industri terutama industri tekstil dan
produk tekstil, industri keramik, industri logam, serta teknologi informasi
komunikasi;
4. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja oleh industri besar.
Terdapat pula Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1980 yakni Ketentuan
Wajib Uji Barang-Barang Hasil Industri Tekstil Dalam Wilayah Provinsi Daerah
Tingkat I Jawa Barat bahwa mengingat pesatnya perkembangan industri tekstil
khususnya di Jawa Barat, maka untuk melindungi baik kepentingan masyarakat
konsumen maupun produsen terhadap mutu barang-barang hasil industri tekstil
yang diperdagangkan, yang dimaksud dianataranya ialah pengujian/pemeriksaan
atas suatu barang hasil industri tekstil secara fisis dan atau kimiawi di
laboratorium, dan terdapat jaminan mutu yang menyatakan bahwa suatu barang
hasil industri tekstil telah memenuhi suatu standar kualitas yang ditetapkan
sebelumnya. Selain hal tersebut, pemerintah Provinsi Jawa Barat telah
42
memfasilitasi dan menerima audiensi dari PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung
(JIEP) dalam relokasi kawasan industri tekstil dan industri lainnya ke kawasan
industri tekstil Majalengka.Pada pertemuan fasilitasi tersebut diarahkan untuk
dikembangkan kerjasama Businessto Business dalam pengembangan Kawasan
Industri Tekstil di Majalengka. Pada tahun 2012, Pemerintah Provinsi Jawa Barat
akan menyiapkan kajian perencanaan kawasanAerocity, dimana didalamnya
termasuk kawasan rencana pengembangan industri tekstil.
Serta terdapat juga peran Kementrian Perindustrian dalam upaya
pengembangan industri prioritas di Jawa Barat agar sejalan dengan Kebijakan
Industri Nasional, untuk mengembangkan 11 industri prioritas yang berbasis padat
karya (TPT, alas kaki,furniture), industri kecil menengah, industri barang modal,
industri berbasis sumber daya alam, dan industri pertumbuhan tinggi, serta 3
industri prioritas khusus. Pada Tahun 2010-2014, dalam rangka meningkatkan
daya saing industri nasional, Kemenperin mempunyai lima fokus kebijakan yaitu :
1. Mendorong penyebaran industri manufaktur ke seluruh wilayah Indonesia,
terutama ke wilayah yang industrinya belum tumbuh secara optimal, namun
wilayah tersebut memiliki sumber daya yang melimpah;
2. Meningkatkan kompetensi inti industri daerah dengan mendorong
dihasilkannya produk-produk yang bernilai tambah tinggi;
3. Memperdalam struktur industri nasional dengan mendorong tumbuhnya
industri pionir dalam rangka melengkapi pohon industri. Selama ini industri
hilir di dalam negeri belum tumbuh secara maksimal seperti industri hilir
CPO, kakao dan karet;
4. Mendorong tumbuhnya industri komponen dan industri pendukung di dalam
negeri untuk mengurangi ketergantungan bahan baku dan komponen impor
seperti pada industri elektronika, otomotif dan permesinan; dan
5. Meningkatkan daya saing industri prioritas yang sesuai dengan amanat Perpres
No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional.
Namun kekurangan dari pemerintah salah satunya ialah kurangnya
melakukan promosi atau melakukan pameran-pameran untuk memperkenalkan
produk TPT Jawa Barat di luar negeri sehingga salah satunya berdampak pada
sektor industri TPT Jawa Barat yaitu kurang dikenalnya produk industri tersebut
secara internasional.
Kesempatan
Dalam RKPD Jawa Barat tahun 2011oleh menjelaskan bahwa Jawa Barat
memiliki keunggulan lokasi yang menarik sebagai daerah tujuan investasi, maka
PMA di Jawa Barat pun berpotensi meningkat. Aliran PMA global meningkat
dengan cepat pada akhir tahun 2009 yang didorong oleh berakhirnya resesi di
semester II-2009, sehingga kawasan industri terutama di wilayah Bogor, Bekasi,
Karawang, Bandung, Cimahi akan kembali menerima aliran PMA tersebut.
Terlebih jika kawasan industri di daerah-daerah tersebut akhirnya terpilih sebagai
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) maka aliran PMA akan lebih besar lagi
dibandingkan dengan tahun 2009. Diperkuat dengan semakin luasnya
implementasi program pelayanan terpadu satu pintu baik di tingkat provinsi
maupun kabupaten/kota. Diproyeksikan ke depan adanya strategi pendekatan
43
revitalisasi kembali kawasan-kawasan industri Jawa Barat sejalan dengan
perubahan-perubahan global ke depan (Bappeda Jawa Barat, 2013)
Diliat dari minat jumlah proyek PMA dan PMDN industri teksti Jawa
Barat ini masih berpotensi sangat besar dengan jumlah investasinya lebih dari Rp3
Miliar, dapat dilihat pada Tabel 12 sebagai berikut.
Tabel 12 Minat Jumlah Proyek (izin pinsip) PMA dan PMDN di Jawa Barat
menurut Sektor Usaha periode Januari sd Desember 2010
Peringkat Sektor Usaha
Jumlah
Proyek
(buah)
Investasi
(Rp.)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Ind. Logam, Mesin & Elektronik
Industri Tekstil
Industri Lainnya
Ind. Karet dan Plastik
Industri Makanan
Ind. Kimia dan Farmasi
Perdagangan & Reparasi
Ind. Kendaraan Bermotor & Alat
Transportasi Lain
Jasa Lainnya
Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki
Ind. Kertas dan Percetakan
Listrik, Gas dan Air
Industri Kayu
Hotel & Restoran
Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik
dan Jam
Konstruksi
Peternakan
Perumahan, Kawasan Ind & Perkantoran
Tanaman Pangan & Perkebunan
Kehutanan
Perikanan
Total
101
68
55
51
34
29
29
23
11
9
8
4
3
2
2
1
1
1
0
0
0
0
0
0
9.365.827.385.481
3.299.783.977.402
12.653.385.491.000
8.453.090.572.048
3.522.745.688.869
4.858.593.669.000
801.330.539.941
873.732.309.250
324.500.000.000
908.080.072.000
526.169.340.000
2.971.500.000,000
16.000.000.000
122.500.000.000
43.221.000.000
900.000.000.000
35.000.000.000
3.000.000/000
0
0
0
0
0
49.678.460.044.991
Sumber :BKPPMD Jawa Barat, 2010
Terlihat peringkat industri TPT ini berada pada peringkat kedua setelah
industri logam, mesin an elektronik. Kesempatan lainnya yang dimiliki industri ini
ialah permintaan TPT Jawa Barat untuk ekspor masih terbuka dan industri
TPTtelah mampu mengikuti standar internasional (ISO 9001, ISO 14001) dan
juga permintaan tekstil Jawa Barat untuk ekspor masih terbuka produk tekstil
telah internasional. Berikut gambar ringkasan menggunakan Potter’s Diamond
44
Gambar 8 Ringkasan analisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri
TPT dengan pendekatan Potterr's Diamond
Pemerintah
- Perda Nomor 6 tahun 1980 yakni Ketentuan Wa jib Uji
Barang-Barang Hasil Industri Tekstil Dalam Wilayah
Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat (+)
- Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat yaitu
industri TPT sebagai program penataan struktur dan
peningkatan kemampuan teknologi (+)
- Kurangnya promosi luar negeri (-)
- Memiliki jumlah tenaga kerja yang
cukup besar(+) - Ketersedian akses untuk memperoleh
modal dari lembaga keuangan yang
cukup sulit karena serapan kredit untuk subsektor industri tekstil dan produk
tekstil di tergolong rendah(-)
- Teknologi permesinan yang sudah usang, mesin dan peralatan industri TPT
yang sudah tua(-)
- Diferensiasi produk sebagai bagian dari
strategi merebut pasar nampaknya masih
belum diperhatikan(-)
- Munculnya negara-negara pesaing baru
seperti Thailand, Malaysia, dan
Vietnam(-)
- Jumlah perusahaan TPT yang berada di
Jawa Barat dari tahun ke tahun
meningkat(+)
Kondisi
Faktor
Strategi, struktur,
dan Persaingan
Kondisi
Permintaan
Industri Pendukung
- Kurangnya kerja sama dengan industri mesin-mesin tekstil dan industri komponen
mesin tekstil (-)
- industri jasa pelatihan khususnya dalam pelatihan tenaga kerja misalnya pelatihan
tenaga kerja dalam desain printing dan desain tenun(-)
- Populasi penduduk yang besar
meningkatkan permintaan tekstil
dan produk tekstil (+) - Industri tekstil dan produk
tekstil berorienatsi ekspor dan
masih tingginya nilai ekspor di pasar utama yakni Negara Cina
dan Jepang.(-)
- Minat PMA terhadap industri TPT
yang tinggi(+) - -Permintaan ekspor masih terbuka
(+)
- -Industri tekstil telah mampu mengikuti standar internasional(+)
Kesempatan
45
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Industri Tekstil dan
Produk Tekstil Jawa Barat
Analisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat daya saing industri TPT
Provinsi Jawa Barat didapat dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil atau
biasa disebut OLS (Ordinary Least Square). Data-data yang diperoleh diolah
menggunakan Microsoft Office Excel 2007kemudian data-data yang telah diolah
tersebut diestimasikan menjadi sebuah model dengan menggunakanEviews 6
danMinitab 16.Menurut (Gudjarati, 2004) model ekonometrika yang baik
harusmemenuhi kriteria ekonometrika dan kriteria statistik. Suatu model dapat
dikatakan baik apabila memenuhi asumsi klasik, seperti harus terbebas dari gejala
multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.
Tabel 13 Hasil estimasi faktor-faktor yang mepengaruhi daya saing industri tekstil
dan produk tekstil Jawa Barat
Variable Coefficient Prob.
PROD 0.414501 0.0495*
LnNT 0.192923 0.0090*
LNUMP 0.006437 0.9136
LnJmlhTK -0.092317 0.5485
INF -0.002163 0.0012*
DUMMY 0.029179 0.7324
C -0.201425 0.9183
AR(1) 0.805124 0.0002
R-squared 0.852533
Adjusted R-squared 0.803378
F-statistic 17.34358
Prob(F-statistic) 0.000000
*) Signifikan pada taraf nyata : 5%
Sumber: Hasil pengolahan menggunakan program Eviews 6
Faktor-faktor yang digunakan pada persamaan daya saing industri TPT
Jawa Barat (DS) adalah Produktivitas (Prod), Upah Minimum Provinsi Jawa Barat
(UMP), Nilai Tukar (Nt), Inflasi (Inf), Jumlah tenaga kerja (JmlhTk) pada sejktor
industri TPT di Provinsi Jawa Barat dan Dummy Krisis. Hasil regresi pada Tabel
10 menunjukan bahwa terdapat 3 dari 6 variabel independen yang berpengaruh
nyata terhadap tingkat daya saing industri TPT Jawa Barat dengan taraf nyata 0,05
(5 persen). Variabel-variabel tersebut adalah Produktivitas, Nilai tukar dan Inflasi
dengan nilai probabilitas masing-masing sebesar 0,0495 ; 0,0090 dan 0.0012
(Tabel 13). Sedangkan variabel independen yang tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat daya saing industri TPT Jawa Barat dalah variabel UMP, jumlah
tenaga kerja dan variabel dummy krisis dengan nilai probabilitasnya sebesar
0.9136 ; 0.5485 dan 0.7324.
46
Hasil regresi menunjukan bahwa variabel produktivitas, nilai tukar, inflasi
berpengaruh terhadap tingkat daya saing industri TPT Provinsi Jawa Barat,
sedangkan variabel UMP, jumlah tenaga kerja dan dummy krisis tidak
memengaruhi tingkat daya saing industri TPT Provinsi Jawa Barat sehingga
didapatkan persamaan regresi sebagai berikut:
DS = -0.201425 + 0.414501 Prod + 0.192923Ln Nt - 0.002163 Inf
Dari hasil estimasi berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa produktivitas
berpengaruh positif signifikan terhadap daya saing industri tekstil dan produk
tekstil Jawa Barat dengan koefisien sebesar 0.41450 artinya jika produktivitas
meningkat sebesar satu persen maka daya saing industri TPT Jawa Barat
meningkat sebesar 0.414501 persen, cateris paribus. Pada dasarnya daya saing
identik dengan produktivitas karena peningkatan produktivitas berarti bahwa
tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan meningkat
sehingga dapat memberikan keunggulan (keuntungan) dan erat kaitannya dengan
peningkatan kemampuan aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi. Peningkatan
produktivitas terutama faktor total produksi sangat menentukan kemampuan daya
saing suatu industri pada tingkat global, regional maupun dalam negeri.
Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (US$) mempunyai pengaruh
positif signifikan terhadap daya saing industri TPT Jawa Barat dengan koefisien
sebesar 0.192923 artinya jika nilai tukar nominal rupiah terhadap mata uang asing
mengalami peningkatan yang berarti terjadi depresiasi pada mata uang rupiah
sebesar satu persen maka daya saing industri tekstil dan produk tekstil Indonesia
meningkat sebesar 0.192923 persen, asumsi cateris paribus. Depresiasi rupiah
setelah krisis disatu sisi berhasil meningkatkan daya saing industri TPT Jawa
Barat.Hal ini dikarenakan ketika mata uang Indonesia lemah terhadap mata uang
asing (US$) maka harga komoditi TPT yang ditawarkan Indonesia lebih murah
dibandingkan dengan harga TPT yang ditawarkan dunia, yang berarti bahwa harga
TPT Indonesia mempunyai kompetitif yang baik.Ketika harga TPT Indonesia
lebih kompetitif dibanding negara-negara lain di dunia menunjukkan bahwa
industri TPT Jawa Barat memiliki tingkat daya saing yang kuat di pasar nasional
maupun dunia.
Upah minimum memperlihatkan nilai positif akan tetapi tidak signifikan
pada taraf nyata lima persen dan tidak sesuai hipotesis. Hasil yang tidak signifikan
dimungkinkan terjadi karena peningkatan upah minimum bagi perusahan-
perusahaan merupakan kenaikan upah dan tambahan biaya yang akan direspon
perusahaan salah satunya dengan mengurangi produksinyadisebut dengan efek
skala produksi (scale effect), sedangkan dalam jangka panjang kenaikan upah
akan menyebabkan perusahaan melakukan penyesuaian terhadap input yang
digunakan. Perusahaan akan menggunakan teknologi padat modal dalam proses
produksinya dan mengganti tenaga kerja dengan barang modal seperti mesin, dll.
Penurunan penggunaan tenaga kerja karena adanya penggantian atau penambahan
penggunaan mesin-mesin/teknologi disebut dengan efek substitusi tenaga kerja
(capital intensive), dan dalam konteks hubungan industrial antara buruh dan pihak
manajemen perusahaan, diyakini bahwa upah buruh merupakan indikator penting
untuk mengurangi konflik diantara dua pihak tersebut. Apabila upah buruh
meningkat maka konflik industrial akan menyempit.
47
Jumlah tenaga kerja mempunyai nilai negatif tidak signifikan pada taraf
nyata lima persen dan tidak sesuai hipotesis. Hasil yang tidak signifikan
dimungkinkan terjadi karena pada industri TPT Jawa barat telah menyerap tenaga
kerja yang sangat tinggi setiap tahunnya, sehingga peningkatan tenaga kerja dapat
menurunkan daya saing industri tersebut apalagi apabila penyerapan tenaga kerja
tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan modal, energi dan teknologi. Hal ini,
disesuaikan dengan teori ekonomi dalam fungsi produksi, dimana fungsi produksi
= f (tenaga kerja, modal, energi, teknologi).
Tingkat inflasi mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap daya
saing industri TPT Jawa Barat dengan koefisien sebesar 0.002179 artinya jika
tingkat inflasi menurun sebesar satu persen maka daya saing industri TPT maka
daya saing industri TPT Jawa Barat meningkat sebesar 0.002179 persen, asumsi
cateris paribus. Inflasi cenderung meningkat sejalan dengan perkembangan
perekonomian dunia yang mendorong kenaikan harga-harga komoditas global.
Tingkat inflasi tersebut menyebabkan harga industri TPT Jawa Barat lebih tinggi
daripada hargaTPT provinsi-provinsi pesaing di Indonesia. Ketika harga TPT
Jawa Barat lebih tinggi daripada harga TPT nasional berarti industri TPT tersebut
tidak memiliki keunggulan kompetitif dalam harga sehingga industri TPT Jawa
Barat kalah bersaing dengan negara-negara pesaing di dunia.
Variabel dummy krisis yang ditandai dengan kenaikan tingkat resiko dan
peningkatan pada semua biaya input menunjukkan nilai positif tidak signifikan
pada taraf nyata lima persen dan tidak sesuai hipotesis. Hasil yang tidak signifikan
dimungkinkan terjadi karena pada saat krisis terjadi depresiasi nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika dan menurut teori perdagangan internasional ketika nilai
tukar terdepresiasi akan berdampak pada kenaikan jumlah ekspor barang tersebut.
Hal ini disebabkan antara lain karena dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS, sehingga harga barang tersebut menjadi relatif lebih murah di
mata para importir luar negeri namun dalam masa krisis memiliki tingkat resiko
dan ketidakpastian yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia, kenaikan
tingkat resiko menyebabkan para investor enggan untuk menanamkan modalnya
ke Indonesia. Hal ini sangat berdampak buruk kepada industri TPT Jawa Barat
karena industri tersebut membutuhkan modal besar dari para investor dalam
berproduksi, tetapi karena tingkat resiko tinggi maka tidak ada investasi yang
masuk ke industri tersebut untuk menambah modal.
Berdasarkan kriteria statistik yang terdapat pada Tabel 13 diperoleh nilai
koefisien determinasi atau nilai R-squared sebesar 0.852533 (85.25 persen) yang
artinya seluruh variabel bebas pada model secara bersamaan memberi pengaruh
yang cukup besar terhadap daya saing industri TPT Jawa Barat. Hal ini
menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) model adalah
baik.Model ini mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas didalamnya sebesar
85.25 persen dan sisanya 14.75 dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Model ini merupakan model terbaik karenauntuk mendapatkan model
terbaik dalam model telah dilakukan pengujian-pengujian.Menurut Gujarati
(2004), model yang baik harus memenuhi asumsi model linear klasik yang artinya
model terbebas dari masalah multikolineritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas
serta didasarkan pada asumsi bahwa faktor kesalahan menyebar secara normal.
Tahap uji asumsi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
48
1. Kriteria statistik lain yang dipakai yaitu uji F. Berdasarkan kriteria statistik
pada Tabel 13. diperoleh nilai Uji F-statistik sebesar 117.34358 dengan
probabilitas F-statistik sebesar 0.00000 pada taraf nyata 5 persen.
Berdasarkan pengujian diatas, karena nilai probabilitas F-statistik lebih
kecil dari alpha 5 persen maka dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu
variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap daya saing industri TPT
Jawa Barat..
2. Uji T Hasil uji t-statistik dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dari
masing-masing variabel bebas tersebut. pada Tabel 13. dapat disimpulkan
bahwa produktivitas, nilai tukar dan inflasi berpengaruh nyata terhadap
tingkat daya saing industri TPT Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen (5%),
sedangkan jumlah tenaga kerja, UMP dan dummy krisis tidak berpengaruh
nyata terhadap tingkat daya saing industri TPT Jawa Barat pada taraf nyata
5 persen (5%).
3. Hasil uji normalitas dianalisis melalui nilai probabilitas yang diperoleh
untuk menentukan bahwa error term pada model dapat terdistribusi
normal. Untuk menguji apakah data yang diteliti terdistribusi normal atau
tidak digunakan Jarque-Bera Test (J-B) dengan hipotesis H0 : residual
menyebar normal dan H1 : residual tidak menyebar normal. Berdasarkan
hasil statistik pada data yang diteliti,menghasilkan nilai Jarque-Bera Test
(J-B) sebesar 0.905717 dengan taraf nyatasebesar 0,05 (5 persen). Karena
nilai Jarque-Bera Test (J-B) yang dihasilkan lebihdari taraf nyata 5 persen
maka terima H0, yang artinya residual telah menyebarnormal (Lampiran
9.)
4. Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan
linear diantara semua atau beberapa variabel bebas dari model regresi.
Pada penelitian ini, gejela terdapat atau tidaknya multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor). Pada Lampiran 5. dapat
dilihat bahwa nilai VIF semua variabel independen kurang dari 10,
sehingga tidak ada multikolinearitas.
5. Uji autokorelasi yang digunakan untuk melihat galat tidak menyebar bebas
dilakukan dengan melihat nilai-p dari Uji Breusch-Godfrey Serial
Correlation. Hipotesis pada uji ini adalah H0 : Tidak ada autokorelasi dan
H1: Ada autokorelasiPada Lampiran 5. dapat diketahui nilai probabilitas
pada penelitian kali ini adalah sebesar 0.0722 lebih besar dari taraf nyata
sebesar 0.05 (5 persen) artinya galat tidak menyebar bebas atau tidak ada
autokorelasi.
6. Uji yang terakhir adalah uji heteroskedastisitas yang dilakukan
menggunakan uji Breusch-Pagan-Godfrey dapat dilihat dari nilai-p.
Hipotesis pada uji ini adalah H0 : Homoskedastisitas dan H1 :
Heteroskedastisitas, dengan melihat taraf nyata P-value lebih besar dari
0,05 (5 persen) maka terima H0 yang artinya asumsi homoskedastisitas
terpenuhi. Nilai p-value pada penelitian ini sebesar 0.5757 yang lebih
besar dari taraf nyata 0.05 artinya ragam residual homogen atau tidak
terjadi heteroskedastisitas (Lampiran 7)
49
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Industri tekstil dan Produk teksil Jawa Barat memiliki daya saing yang cukup
tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional. Hal ini dapat dilihat dari hasil
perhitungan RCA yang didominasi oleh angka lebih dari satu selama periode
1981-2010, sedangkan dari analisis komoponen daya saing industri tekstil dan
produk tekstil Jawa Barat memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan
industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat yang dapat menyebabkan daya
saing industri tekstil dan produk tekstil tinggi tersebut adalah faktor pemerintah,
permintaan dan kesempatan. Akan tetapi kondisi faktor, faktor industri terkait
dan pendukung, faktor persaingan serta struktur dan strategi perusahaan masih
terdapat beberapa kelemahan dibandingkan dengan keunggulannyanamun
kelemahan tersebut dapat diminimalisasi dengan proteksi dari pemerintah
melalui kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan daya saing industri tekstil
dan produk tekstil Jawa Barat, sehingga dari kedua metode yang digunakan
dalam penelitian ini terlihat bahwa potensi tingkat daya saing yang dimiliki
industri TPT Jawa Barat masih cukup besar.
2. Daya saing industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat dipengaruhi secara
signifikan bernilai positif oleh produktivitas dan nilai tukar Indonesia terhadap
dollar Amerika, dan inflasi berpengaruh secara signifikan bernilai negatif,
sedangkan jumlah tenaga kerja, UMP dan dummy krisis tidak berpengaruh
terhadap daya saing industri TPT Provinsi Jawa Barat.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan untuk
peningkatan daya saing industri tekstil dan produk tekstil Jawa Barat adalah:
1. Pemerintah daerah harus bisa mendorong kinerja ekspor TPT Jawa Barat
untuk mempertahankan kawasan ini sebagai pusat industri TPT nasional.
Misalnya dengan mengadakan program perkenalan dan promosi pemakaian
produk TPT Jawa Barat secara domestik maupun nasional.
2. Pelaku usaha harus selalu berinovasi dalam membuat produk-produk
terbarunya dengan bantuan dari lembaga keuangan untukmemberikan
kemudahan permodalan bagi pelaku usaha industri TPT Jawa Barat, sehingga
para pelaku usaha bisa memunculkan produk khas yang selalu berbeda.
3. Pelaku usaha juga harus berusaha lebih memperhatikan pola pengembangan
teknologi, diversifikasi produk dan peningkatan produktivitas serta persaingan
dagang khususnya para pesaingdari provinsi lain maupun dari negara lain.
4. Meningkatkan kualitas produk eksporyang meliputi aspek design, bahan baku
dan nilai fungsi produk fashion dengan dasar peningkatan kualitas tenaga
kerja atau SDM yang dimiliki industri TPT tersebut, sehingga mampu
menciptakan tren produk fashion di pasar domestik dan internasional.
50
DAFTAR PUSTAKA
[API] Asosiasi Pertekstilan Indonesia. 2007. Revitalisasi Daya Saing Industri
Tektsil dan Produk Tekstil (TPT Indonesia).Jakarta(ID): API.
[API] Asosiasi Pertekstilan Indonesia.2013. Kinerja Industri Tekstil dan Produk
Tekstil Jawa Barat 2000-2008.[API Online].[diacu dari 1 Maret 2013].
Tersedia dari : www.apijawabarat.blogspot.com.
Arief S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi.Jakarta(ID): UIPress.
[Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2013.Rencana Kerja
Pemerintah2011. [Bappeda Online]. [ diunduh 18 April 2013]. Tersedia dari:
www.jabarprov.go.id/root/RKPD/2011/pdf
[Bappenas] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2013. Peraturan
Presiden No. 7 tahun 2005 [Bappenas Online].[diacu 28 Mei 2013]. Tersedia
dari: http://www.bappenas.go.id/node/131/57/
Basri. 2002. Peekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga
Bisnis Jawa Barat. 2013. Pemeberian Total Kredit Secara Nasional di Sektor
Industri pada tahun 2010. [Bisnis Jabar Online].[diacu 8 Febuari 2013].
Tersedia dari :http://www.bisnis-jabar.com/index.php.
[BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal.2011. Kajian Pengembangan
Industri Tekstil dan Produk Tekstil.[BKPM online]. [diacu 29 Mei 2013].
Tersedia dari: http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/202011.pdf
[BKPPMD] Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi
Jawa Barat. 2013. Minat Jumlah Proyek (izin pinsip) PMA dan PMDN di Jawa
Barat menurut Sektor Usaha periode Januari sd Desember 2010. [BKPPMD
Online]. [diacu dari 29 Mei 2013]. Tersedia dari :www.westjavainvest.com
[BPS] Badan Pusat Statistik Pusat. 2012 Industri Pengolahan Skala Sedang dan
BesarBerbagai Edisi.Jakarta(ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Provinsi Jawa Barat dalam Angka Berbagai
Edisi.Bandung(ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik Pusat. 2010. Keadaan Tenaga Kerja di
IndonesiaBerbagai Edisi.Jakarta(ID): BPS.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013. SNI Penguat Daya Saing Pangsa
Industri TPT Indonesia 2009. [BSN Online].[diunduh 07
Maret2013].Tersediadari :http://www.bsn.go.id/files//BAB_2.pdf
[BSNP] Badan Standar Pendidikan Nasional.Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional 41 Tahun 2007 [BSPN Online]. [diacu 27 Mei 2013]. Tersedia dari:
http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=105/ Departemen Perindustrian. 2003. Laporan Akhir : Analisa Daya Saing ProdukIndustri
Tekstil dan Produk Tekstil. Jakarta(ID): Departemen Perindustrian.
Dumairy. 2000. Perekonomian Indonesia. Jakarta(ID): Penerbit Erlangga.
Firdaus A.H. 2007. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Pasar Amerika Serikat
[Skripsi].Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Bogor.
Gudjarati D. 2004.Ekonometrika Dasar. Zain Sumarno dan Zein [penerjemah].
Jakarta(ID): Erlangga.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan.Bogor(ID):IPB Press.
51
Kementrian Perindustrian. 2013. Data Ekspor TPT Indonesia Ke Negara AS dan
Jepang Tahun 2007-2010. [Kementrian Online]. [diunduh 28 Mei 2013].
Tersedia dari :www.kemenperin.go.id/data/ekspor/TPT/
Kementrian Perindustrian. 2013. Data Impor TPT Ke Indonesia Oleh Cina,
Thailand, Vietnam, Malaysia Tahun 2010.[Kementrian Online]. [diunduh 28
Mei 2013]. Tersedia dari :www.kemenperin.go.id/data/impor/TPT/
Kementrian Perindustrian Indonesia. 2013. Kemenprin Dorong Daya Saing
Industri TPT Jawa Barat.. [Kemenprin Online].[diunduh18 Februari 2013].
Tersedia dari :www. kemenperin.go.id/artikel/28/.
Kementerian Tenagakerja dan Transmigrasi.1980-2010. Data dan Informasi
Ketenagakerjaan Indonesia.Jakarta(ID) : Kementerian Tenagakerja dan
Transmigrasi
Koutsoyianis A. 1977. Theory of Econometrics Second Edition. USA.
Harper&Row Publisher.
Mankiw Gregory N. 2007. Teori Makroekonomi. Edisi ke-6.Nurmawan
[penerjemah].Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Mulyani S. 2007. Dampak Restrukturisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Terhadap Kinerja Perekonomian Jawa Barat Dengan Menggunakan Metode
Input-Output [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Bogor.
Nachrowi D, Usman, H. 2003. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika.
Jakarta(ID) : Universitas Indonesia
Nicholson W. 1999.Teori Mikroekonomi : Prinsip Dasar Dan Perluasan Jilid 2.
Daniel Wirajaya [penerjemah]. Jakarta(ID): Binarupa Aksara
Porter M.E. 1998. The Competitive Advantage of Nations.New York.Free Press.
Pusat Data dan Informasi Tenaga Kerja. 2011. Upah Minimum Per Provinsi.
[Pusdatinaker Online].[diacu 21 Februari 2013]. Tersedia dari :
www.pusdatinakerbalitfo.depnakertrans.go.id/ .
Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta(ID): Penerbit Erlangga
Soleh A. 2012. Kontribusi dan Daya Saing Ekspor Sektor Unggulan Dalam
Perekonomian Jawa Tengah.Diponegoro Journal of Economics.1-13(1):2012.
Tambunan.2001. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang.Jakarta(ID):
Ghalia Indonesia.
Todaro M.P. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Kedelapan Jilid
2.Jakarta(ID): Erlangga.
Verma S. 2002. Export Competitiveness of Indian Textile and Garment Industry.
Working Paper.94(1):2002.
Widiati R, M. Kuncoro. 2006. Industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia
tahun 1996 dan 2001 dengan menggunakan pendekatan Cluster dan SCP
Approach. Journal of Sosiosains.19(1):2006.
Zhang Jiambong. 2012. Competitiveness of Chinese Industries - A Comparison
with the EU. Review Journal of European Studies 04(1):2012
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1. Perhitungan RCA
Tahun TPT JAWA
BARAT TPT dan lainnya
TPT
INDONESIA
Ekspor
INDONESIA RCA
1981 100900 8900112 289890994 25164500000 0.9801
1982 137101 8674320 362230218 22268300000 0.97002
1983 171600 8872881 403571804 21145900000 1.01319
1984 250750 9681530 477614774 21868000000 1.03089
1985 285670 9599011 541486719 18586700000 1.02346
1986 449735 9010800 694941489 14805100000 1.061937
1987 485260 9217260 1025259739 17135600000 0.870201
1988 497071 9901178 1423105412 19218500000 0.6712
1989 509239 10110410 2022762272 22158900000 0.55177
1990 524689 9911991 2688899159 25675300000 0.50545
1991 647475 982019 4010391078 29142213000 0.47047
1992 912957 10100000 5957301523 33967000000 0.51622
1993 1046615 10310330 6021088758 38823000000 0.66748
1994 1263870 9964422 5784992233 40053431000 0.87995
1995 1312768 9505381 6063757517 45418000000 1.03896
1996 1433638 10109305 6572576064 49814875000 1.0743
1997 1527656 10270898 7310386555 53443641000 1.08736
1998 1501693 10198914 7433859100 48847654000 0.96306
1999 2486312 13963170 7279201336 48665414000 1.19044
2000 3504000 21500000 8377396706 62124000000 1.20786
2001 3203000 20572779 7799109000 56320938000 1.12431
2002 3896000 30663000 6963260000 57158869000 1.04298
2003 4198979 32722000 7102139000 61058207000 1.10321
2004 3151000 28584870 7707010000 71585104000 1.02388
2005 3446000 33599952 8671109000 85660000000 1.01316
2006 3614000 37896010 9474000000 1.00799E+11 1.01649
2007 3822000 38643480 10608000000 1.14101E+11 1.06382
2008 5088097 59021002 10400000000 1.3702E+11 1.13579
2009 4623458 57179218 9418000000 1.1651E+11 1.0003
2010 5655883 67733587 11220000000 1.57779E+11 1.17422
54
Lampiran 2. Hasil perhitungan indeks RCA industri TPT Jawa Barat
Tahun RCA Indeks RCA
1981 0.984122762 0
1982 0.971644886 0.989795918
1983 1.012205744 1.044525773
1984 1.304409884 1.017469576
1985 1.032287633 0.992792635
1986 1.075234265 1.037595021
1987 0.880769634 0.81925764
1988 0.677975462 0.771494253
1989 0.55176766 0.822064958
1990 0.505454505 0.916051978
1991 0.500423484 0.930794342
1992 0.526670925 1.097243182
1993 0.648241037 1.293014606
1994 1.000710003 1.318316654
1995 1.034438397 1.180703449
1996 1.074834575 1.034014784
1997 1.087358741 1.012156753
1998 0.963059278 0.885686433
1999 1.190442138 1.236103813
2000 1.280703019 1.014634489
2001 1.124317232 0.930831251
2002 1.042978415 0.927656332
2003 1.103211401 1.057747991
2004 1.023879669 0.92809166
2005 1.013164678 0.989530023
2006 0.984563281 1.003286746
2007 1.063824473 1.04656659
2008 1.135797146 1.067654651
2009 1.000307025 0.880709226
2010 1.174229451 1.173869044
55
Lampiran 3. Data nominal periode 1981-2010
Tahun
Jumlah
TK Output (Rp) Input (Rp)
Produktivitas
(%) Inflasi (%) UMP(Rp)
Nilai Tukar
(Rp/Us$)
1981 87050 400390690 278608390 1.437109234 7.20 18780 632
1982 89007 489012980 363987658 1.343487806 8,98 19500 661
1983 98715 558161444 396474894 1.407810311 10.9 19500 909
1984 114055 846915450 563216262 1.503712707 9.78 20250 1026
1985 170246 1476725527 1026283907 1.438905469 2.79 20250 1111
1986 174120 1955637037 1264521244 1.546543442 11.29 20250 1283
1987 238528 1850949500 1071147313 1.728006482 2.32 20250 1644
1988 215021 3319543421 2452399212 1.353590152 111.24 22500 1686
1989 241078 4462523900 3219605760 1.386046688 6.64 22500 1770
1990 316393 5804274578 4060809996 1.429339118 7.56 22500 1843
1991 495278 9339563897 6725686490 1.388640983 8.99 36000 1950
1992 608357 12936164000 8842431000 1.462964653 4.56 54000 2030
1993 674725 15282149000 10412190000 1.46771707 9.76 54000 2087
1994 707597 18945627000 12224385000 1.549822506 6.78 66000 2161
1995 756712 22748663000 14458318000 1.573396228 10.54 114000 2249
1996 783745 29435143000 19033393000 1.546500038 8.70 138000 2383
1997 789035 30466788000 19641568000 1.55113828 13.10 156000 2909
1998 525000 42983310000 28050105000 1.532376082 83.56 172000 10014
1999 616192 61359334000 40675663000 1.508502369 1.37 195800 7855
2000 655889 60286294000 37620876000 1.602469172 5,73 230000 9595
2001 530469 43384963000 29896398000 1.451176928 11/5 270000 10400
2002 500103 47583773000 30698625000 1.550029456 11.8 245000 8940
2003 468692 52847824000 35525482000 1.487603293 6.8 280779 8465
2004 382118 46992027823 40019349000 1.17423269 6.1 320000 9290
2005 451218 49329240064 44141688000 1.117520473 10.5 366500 9830
2006 545940 53325732925 42209958000 1.263344847 13.1 408260 9020
2007 507144 80495413000 52145130000 1.543680359 6.70 516000 9419
2008 445349 70344851000 47813766000 1.471225902 9.80 568183 9666
2009 472682 87199263000 49693196000 1.754752562 4.80 628191 9447
2010 502234 96831388000 50999890300 1.820227209 5.10 671500 9036
56
Lampiran 4. Data nominal 1981-2010 (dalam bentuk Logarima natural)
Tahun
Ln Jumlah
TK
Ln UMP Ln Nilai Tukar
(Rp/US$)
1981 11.3742 9.84054 6.448889
1982 11.39647 9.87816 6.493753
1983 11.49999 9.87816 6.812345
1984 11.6444 9.915910 6.933423
1985 12.4501 9.915910 7.013015
1986 12.0675 9.915910 7.156956
1987 12.3822 10.02127 7.404887
1988 12.2784 10.02127 7.430114
1989 12.3922 10.02127 7.478734
1990 12.6647 10.49127 7.519149
1991 13.1128 10.89673 7.575584
1992 13.3185 10.89673 7.615791
1993 13.4220 13.39999 7.643482
1994 13.4696 11.64395 7.678326
1995 13.5367 11.83500 7.718240
1996 13.5718 11.95761 7.776115
1997 13.5785 12.05815 7.975566
1998 13.1711 12.18484 9.217739
1999 13.3310 12.34583 8.968905
2000 13.3937 12.50617 9.168997
2001 13.1815 12.40901 9.249561
2002 13.1225 12.54532 9.098290
2003 13.0577 12.67607 9.043695
2004 12.8534 12.81175 9.136693
2005 13.0197 12.91965 9.193194
2006 13.2102 13.01177 9.107199
2007 13.1365 13.15386 9.105484
2008 13.0061 13.25210 9.176369
2009 13,0066 13.35059 9.153452
2010 13,1268 13.41729 9.108971
57
Lampiran 5. Hasil Estimasi dengan Model Ordinary Least Square
Dependent Variable: RCA
Method: Least Squares
Date: 05/09/13 Time: 17:35
Sample (adjusted): 1982 2010
Included observations: 29 after adjustments
Convergence achieved after 36 iterations
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. VIF
PROD 0.414501 0.198829 2.084709 0.0495 1.2
LnNT 0.192923 0.067040 2.877744 0.0090 9.9
LNUMP 0.006437 0.058598 0.109845 0.9136 6.8
LnJmlhTK -0.092317 0.151393 -0.609780 0.5485 5.2
INF -0.002163 0.000577 -3.748462 0.0012 1.1
DUMMY 0.029179 0.084193 0.346570 0.7324 7.0
C -0.201425 1.940441 -0.103804 0.9183
AR(1) 0.805124 0.179549 4.484149 0.0002
R-squared 0.852533 Mean dependent var 0.948007
Adjusted R-squared 0.803378 S.D. dependent var 0.216737
S.E. of regression 0.096106 Akaike info criterion -1.617786
Sum squared resid 0.193962 Schwarz criterion -1.240601
Log likelihood 31.45790 Hannan-Quinn criter. -1.499656
F-statistic 17.34358 Durbin-Watson stat 1.418162
Prob(F-statistic) 0.000000
Inverted AR Roots .81
58
Lampiran 6. Uji Autokorelasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing
Industri TPTJawa Barat
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 2.103737 Prob. F(2,19) 0.1495
Obs*R-squared 5.257649 Prob. Chi-Square(2) 0.0722
Lampiran 7. Uji Heteroskedastisitas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya
Saing Industri TPT Jaw Barat
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic 0.806548 Prob. F(6,22) 0.5757
Obs*R-squared 5.228878 Prob. Chi-Square(6) 0.5148
Scaled explained SS 2.997840 Prob. Chi-Square(6) 0.8091
Lampiran 8. Correlation Matrix
RCA PROD NT LNUMP LNKRJA INF
DUMMY
RCA 1.000000 0.318953 0.546630 0.406777 0.075989 0.018440 0.552871
PROD 0.318953 1.000000 0.351287 0.343445 0.416287 0.014064 0.186408
NT 0.546630 0.351287 1.000000 0.881155 0.750014 0.163622 0.837024
LNUMP 0.406777 0.343445 0.881155 1.000000 0.764973 0.085706 0.780823
LNKRJA 0.075989 0.416287 0.750014 0.764973 1.000000 0.096824 0.412439
INFLASI 0.018440 0.014064 0.163622 0.085706 0.096824 1.000000 0.189178
DUMMY 0.552871 0.186408 0.837024 0.780823 0.412439 0.189178 1.000000
59
Lampiran 9.Uji Normalitas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya
SaingIndustri TPT Jawa Barat.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-0.2 -0.1 -0.0 0.1 0.2
Series: ResidualsSample 1982 2010
Observations 29
Mean -1.01e-11
Median 0.006891Maximum 0.186138
Minimum -0.184770Std. Dev. 0.083230Skewness -0.422701Kurtosis 3.186691
Jarque-Bera 0.905717Probability 0.635808
60
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Almira Rosalina lahir pada tanggal 01 September 1991 di
Bogor.Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Dahlan
Jambek dan Sri Herlina Nasution.Jenjang pendidikan penulis dimulai di SDN
Polisi 5, lalu melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Bogor, kemudian melanjutkan
pendidikan ke SMAN 2 Bogor dan lulus pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur
Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK) IPB dan diterima sebagai
mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen
top related