alzmer gero
Post on 26-Nov-2015
20 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penuaan merupakan hal yang umum dialami oleh makhluk hidup.
Penuaan sendiri terjadi akhibat adanya kelemahan dan kegagalan fisik
maupun mental yang disebabkan oleh disfungsi fisiologik. Penuaan sendiri
mengakhibatkan kemunduran dari beberapa organ tubuh termasuk juga pada
persarafan.
Sistem saraf merupakan sistem organ pada makhluk hidup yang
terdiri atas serabut saraf yang tersusun atas sel-sel saraf yang saling
terhubung dan esensial untuk persepsi sensoris indrawi, aktivitas motorik
volunter dan involunter organ atau jaringan tubuh, dan homeostasis berbagai
proses fisiologis tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan paling rumit dan
paling penting karena terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling
terhubung dan vital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan.
Sistem saraf atau nervous system memiliki peran yang sangat penting
di dalam tubuh manusia, seperti untuk mengendalikan gerakan tubuh,
menunjang perkembangan bahasa, ingatan dan pikiran. Dengan sistem saraf
yang sehat setiap manusia bisa melakukan kegiatan setiap hari dengan baik.
Sesuai fungsinya sel saraf pada sistem saraf manusia dibedakan menjadi
empat macam, yang antara lain saraf sensorik yang berfungsi mengirim
pesan (impuls) dari reseptor menuju sistem saraf pusat, saraf motorik yang
berfungsi mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot, saraf penghubung
(asosiasi) fungsinya menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf
sensorik atau dengan sel saraf lainnya yang terdapat didalam sistem saraf
pusat dan saraf adjustor yang berfungsi menghubungkan saraf sensorik
dengan saraf motorik di sumsum tulang belakang dan otak.
Seiring terjadinya penuaan banyak kemunduran yang timbul dari
system saraf. Salah satu penyakit yang ditimbulkan dari kemunduran pada
system saraf ini adalah penyakit Alzhiemer yang merupakan sejenis
penyakit penurunan fungsi saraf otak yang kompleks dan progresif.
Penyakit Alzheimer merupakan gangguan fungsi kognitif yang
onsetnya lambat dan gradual, degenerative, sifatnya progresif dan permanen.
Awalnya pasien akan mengalami gangguan fungsi kognitif dan secara
perlahan-lahan akan mengalami gangguan fungsi mental yang berat.
Penyakit ini memperlihatkan keadaan dimana daya ingatan seseorang
merosot dengan parahnya sehingga pengidapnya tidak mampu mengurus diri
sendiri Penyakit Alzheimer pertama kali ditemukan pada tahun 1907 oleh
ahli Psikiatri Jerman yaitu Alois Alzheimer. Dia menemukan penyakit ini
setelah mengobservasi seorang wanita yang bernama Auguste D (51 tahun)
dari tahun 1901 sampai wanita ini meninggal pada tahun 1906. Wanita
tersebut mengalami gangguan intelektual dan memori tetapi tidak
mengalami gangguan anggota gerak, koordinasi dan reflek.
Untuk itu kami membahas tentang hubungan antara gangguan pada
sistem persarafan yang termasuk didalamnya adalah penyakit Alzheimer
dengan terjadinya penuaan pada lansia.
1.2Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penilisan makalah ini adalah untuk
membahas tentang konsep dan asuhan keperawatan pada
lansia dengan gangguan system persarafan umumnya dan
penyakit Alzheimer khususnya.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah :
Mengetahui konsep gangguan system persarafan pada
lansia
Mengetahui konsep penyakit Alzheimer pada lansia
Mengetahui Penanganan Penyakit Alzheimer Pada
Lansia
Mengetahui Asuhan Keperawatan yang diberikan pada
Lansia yang mengalami gangguan persarafan.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
a.1Anatomi Fisiolgi Sistem Saraf Pada Lansia
Sistem persarafan pada manusia yang normal, maupun pada
lansia yang telah mengalami perubahan adalah sebagai
berikut :
a. Otak
Perbandingan pada otak yang normal dan otak
otak pada lansia yang telah mengalami perubahan
fungsi adalah sebagai berikut : Otak Normal terletak di
dalam rongga kepala, yang pada orang dewasa sudah
tidak dapat lagi membesar, sehingga bila terjadi
penambahan komponen rongga kepala sehingga dapat
meningkatkan TIK. Berat otak ≤ 350 gram pada saat
kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram
pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada
usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari
berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-
rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak
mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel
neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari
susunan saraf pusat.
Sedangkan pada lansia, Penuaan otak kehilangan
100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan
signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan
200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat
otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara
berangsur angsur tonjolan dendrite dineuron hilang
disusul membengkaknya batang dendrit dan batang
sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian
sel.
Pada semua sel terdapat deposit lipofusin
(pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma,
kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria.
RNA, Mitokondria dan enzyme sitoplasma menghilang,
inklusi dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler
menjadi kurus dan degenerasi granulovakuole.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat
pada individu lebih dari 60 tahun dan menyebabkan
gangguan persepsi, analisis dan integrita, input
sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran
sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi).
Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan
melambat.
b. Saraf otonom
Perbandingan pada saraf otonom yang normal dan
saraf otonom pada lansia yang telah mengalami
perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut :
Normal
Saraf simpatis
Bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan
pernafasan serta menurunkan aktifitas saluran
cerna.
Saraf Parasimpatis
Bekerjanya berlawanan dari saraf simpatis.
Lansia
Pusat penegndalian saraf otonom adalah
hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan sebagai
penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut
adalah penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine,
noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada
ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan
asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan
enzim utama kolin-asetilase.Terdapat perubahan
morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah
reseptor kolin.
Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya
hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan
atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi
serebral rusak sehingga mudah terjatuh.
c. Sistem Saraf Perifer
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal
dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah
mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah
sebagai berikut:
Normal
Saraf Aferen
Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari
maupun tidak, dari kepala, pembuluh darah dan
ekstermitas. Saraf eferen menyampaikan
rangsangan dari luar ke pusat
Saraf Eferen
Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik dari
otak menuju ke luar dari susunan saraf pusat ke
berbagai sasaran (sel otot/kelenjar).
Lansia
Saraf Aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen,
sehingga terjadi penurunan penyampaian informasi
sensorik dari organ luar yang terkena ransangan.
Saraf Eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi
sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya
penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf
perifer.
d. Medulla Spinalis
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal
dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah
mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah
sebagai berikut:
normal
Fungsinya :
Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu, Cornu
motorik/ cornu ventralis.
Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks
lutut.
Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan
sendi menuju cerebellum.
Mengadakan komun ikasi antara otak dan semua
bagian tubuh.
Lansia
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi,
sehingga mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di
mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot
dan sendinya secara maksimal.
a.2Defenisi
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh
setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik
secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi
dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Sistem saraf merupakan sistem organ pada makhluk hidup yang
terdiri atas serabut saraf yang tersusun atas sel-sel saraf yang saling
terhubung dan esensial untuk persepsi sensoris indrawi, aktivitas motorik
volunter dan involunter organ atau jaringan tubuh, dan homeostasis berbagai
proses fisiologis tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan paling rumit dan
paling penting karena terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling
terhubung dan vital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan.
Sistem saraf atau nervous system memiliki peran yang sangat penting
di dalam tubuh manusia, seperti untuk mengendalikan gerakan tubuh,
menunjang perkembangan bahasa, ingatan dan pikiran. Dengan sistem saraf
yang sehat setiap manusia bisa melakukan kegiatan setiap hari dengan baik.
Sesuai fungsinya sel saraf pada sistem saraf manusia dibedakan menjadi
empat macam, yang antara lain saraf sensorik yang berfungsi mengirim pesan
(impuls) dari reseptor menuju sistem saraf pusat, saraf motorik yang
berfungsi mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot, saraf penghubung
(asosiasi) fungsinya menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf
sensorik atau dengan sel saraf lainnya yang terdapat didalam sistem saraf
pusat dan saraf adjustor yang berfungsi menghubungkan saraf sensorik
dengan saraf motorik di sumsum tulang belakang dan otak.
Alzheimer atau kepikunan merupakan sejenis penyakit penurunan fungsi
saraf otak yang kompleks dan progresif yang disebabkan karena berkurangnya gizi
diotak. Alzheimer digolongkan kedalam salah satu dari jenis dementia yang
dicirikan dengan melemahnya percakapan, kewarasan, ingatan, pertimbangan,
perubahan kepribadian dan tingkah laku yang tidak terkendali.
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan
gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif
dan kemampuan untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ). Alzheimer
merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat,
intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan
untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian
penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan
kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas
(patofisiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan
penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan
menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan
wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun.
(Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003)
a.3 Etiologi
Belum ada penyebab yang pasti mengenai penyakit ini, namun terdapat
beberapa faktor presdisposisi diantaranya :
Faktor genetik
Usia
Infeksi virus lambat
Lingkungan
Imunologi
Trauma
a.4 Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang
dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut
(masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit
protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor
amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada
korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan
kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid
dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan
morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan
morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang
menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi
pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang
berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP,
protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang
terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting
dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari
protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak
dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal
terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing –
masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan
interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti
kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron
yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid
(A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan
dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP)
yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan
dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen –
fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang
berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya
bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak
yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal
bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon
pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap
stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga
berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.
a.5 Manifestasi klinis
Manifestasi/ gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit
Alzheimer diantaranya :
Kehilangan daya ingat/memori
Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Kesulitan berbahasa.
Kesulitan tidur
Disorientasi waktu dan tempat
Penurunan kemampuan dalam memutuskan sesuatu
Emosi labil
Apatis
Tonus otot / kekakuan otot
Ketidakmampuan mendeteksi bahaya
a.6 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer
diantaranya :
Infeksi
Malnutrisi
Kematian
a.7 Penatalaksanaan medis
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab
dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif
seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan simptomatik:
a. Inhibitor kolinesterase
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat
digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil
(Aricept), galantamin (Razadyne), & rivastigmin Pemberian obat ini
dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian
berlangsung
ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan
penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu
makan.
b. Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada
nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride : Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan
peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan
placebo selama periode yang sama.
c. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi
pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan
perbaikan klinis yang bermakna.
d. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat
disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal.
Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2
reseptor agonis
Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
e. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian
oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki
gejala tersebut.
Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti
depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
f. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam
mitokondria dengan bantuan enzyme ALC transferase.
Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin
asetiltransferase.
Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi
kognitif (Yulfran, 2000)
2.8 Pemeriksaan Diganostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai
berikut :
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan :
atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus
temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,
korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-
filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine,
epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya
demensia.
Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi
nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat
amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor
protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan
kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada
neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan
sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks
somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque
ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque
berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran
histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron
pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada
neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus
temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala,
nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan
substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada
nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada
lokusseruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis,
nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan
saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi
merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan
dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan
secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini
sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan
insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal,
oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak
Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak
terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan
amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan
immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak
pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
alzheimer.
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau
tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara
rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan
untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak
yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi,
kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi
diagnostik yang penting karena :
1. Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang
dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi
akibat penuaan yang normal.
2. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan
deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor
metabolik, dan gangguan psikiatri
3. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang
diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
c. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita
Alzheimer antemortem.
CT Scan :
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya
selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi
kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada
penyakit ini
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel
berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan
status mini mental
MRI :
peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler
(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini
merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan
kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta
pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit
alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran
(atropi) dari hipokampus.
EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang
suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan
gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
penurunan aliran darah
metabolisme O2
glukosa didaerah serebral
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan
defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak
digunakan secara rutin
Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada
penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk
menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan
hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang
dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Adapun pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan penyakit
Alzheimer diantaranya :
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, status
perkawinan, golongan darah, dan hubungan pasien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat penyakit dahulu yaitu penyakit apa saja yang pernah diderita
pasien, baik penyakit yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit
Alzheimer, maupun yang tidak.
Riwayat penyakit sekarang yaitu penyakit yang diderita pasien saat ini,
dalam kasus ini penyakit Alzheimer.
Riwayat penyakit keluarga yaitu penyakit yang pernah diderita anggota
keluarga yang lain, baik yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit
Alzheimer maupun yang tidak.
3. Pengkajian PsikoSosial Spiritual
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien menglami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
didapatkan pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan mudah marah, dan
tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting pada pasien dengan penyakit
Alzheimer adalah penurunan kognitif dan memori (ingatan).
4. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah.
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara
program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal
yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
5. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode
emboli (merupakan factor predisposisi).
6. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan
persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,
penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah
dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu
untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa
membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin
menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat
membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-
jalan.
7. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan
diare.
8. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi)
perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari
terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak
makan (mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak
semakin kurus (tahap lanjut).
9. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal
yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi,
lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan
kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain
untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat
makan.
10. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan
kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan,
pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan
kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku (
diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh
atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral
vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodik
( sebagai faktor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder
pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam
menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-
ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-
penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca
dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).
11. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi
faktor predisposisi atau faktor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka
bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
12. Interaksi sosial
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. faktor psikososial sebelumnya;
pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang
muncul.
Tanda : Kehilangan kontrol sosial,perilaku tidak tepat.
13. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami
penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses
senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi,
hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan.
Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf
kranial I-XII :
a. Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi
penciuman
b. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai
dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami
keturunan ketajaman penglihatan
c. Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
d. Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
f. Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis
serta penurunan aliran darah regional
g. Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif
h. Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
vasikulasi dan indera pengecapan normal
B. Masalah-masalah Akibat Perubahan Sistem Persarafan
Pada Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
dari atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang di derita
Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara ilmiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya
dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua setiap
individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya
orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi
kekurangan – kekurangannya yang menyolok (deskripansi).
Adapun masalah-masalah perubahan sistem persarafan pada
lansia adalah sebagai berikut, yaitu :
1. Gangguan pola istirahat tidur
Seringkali lansia mengalami perubahan pola tidur
atau perbandiangan bangun dan pengaturan suhu pada
lansia. Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih
banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan
gangguan dalam tidur. Gangguan pola tidur dan
pengaturan suhu terjadi akibat adanya penurunan pada
hypothalamus pada lansia.
2. Gangguan gerak langkah (GAIT)
Pada usia lanjut secara fisiologik terdapat perubahan
gerak langkah menjadi lebih pendek dengan jarak kedua
kaki lebih lebar, rotasi pinggul menurun dan gerak lebih
lambat (Hadi Martono, 1992).
Keadaan ini sering diperberat oleh gangguan mekanik
akibat penyakit yang menyertai, antara lain adanya
arthritis, deformasi sendi, kelemahan fokal atau
menyeluruh, neuropati, gangguan visual atau vestibuler
atau gangguan integrasi di SSP (Friedman, 1995).
3. Gangguan persepsi sensori
Perubahan sensorik terjadi pada jalur sistem sensori
dimulai dari reseptor hingga ke korteks sensori, merubah
transmisi atau informasi sensori. Pada korteks lobus
parietal sangat penting dalam interpretasi sensori dengan
pengendaian penglihatan, pendengaran, rasa dan regulasi
suhu. Hilang atau menurunnya sensori rasa nyeri,
temperature dan rabaan dapat menimbulkan masalah
pada lansia.
4. Gangguan eliminasi BAB dan BAK
Perubahan sistem saraf pada lansia juga sering
terjadi pada sistem pencernaan maupun pada sistem
urinari. Hal ini disebabkan karena pada lansia terjadi
penurunan sistem saraf perifer, dimana lansia menjadi
tidak mampu untuk mengontrol pengeluaran BAB maupun
BAK, sehingga bisa menimbulkan beberapa masalah,
seperti konstipasi, obstipasi, inkontinensia urin, dll.
5. Kerusakan komunikasi verba
Pada lansia sering terjadi kerusakan komunikasi
verbal, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan atau
ketidakmampuan untuk menerima, memproses,
mentransmisikan dan menggunakan sistem simbol.
Adapun yang menjadi penyebab lain masalah tersebut
dikarenakan terjadinya perubahan pada persarafan di
sekitar wajah.
seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen,
dan makan (Kart, 1963).
Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz
1 Mandi Dapat
mengerjaka
n sendiri
Sebagaian/pada
bagian tertentu
dibantu
Sebagian besar/
seluruhnya
dibantu
2 Berpakaia
n
Seluruhnya
tanpa
bantuan
Sebagian/ pada
bagian tertentu
dibantu
Seluruhnya
dengan bantuan
3 Pergi ke
toilet
Dapat
mengerjaka
n sendiri
Memerlukan
bantuan
Tidak dapat pergi
ke WC
4 Berpindah Tanpa Dengan bantuan Tidak dapat
(berjalan) bantuan melakukan
5 BAB dan
BAK
Dapat
mengontrol
Kadang-kadang
ngompol / defekasi
di tempat tidur
Dibantu
seluruhnya
6 Makan Tanpa
bantuan
Dapat makan
sendiri kecuali hal-
hal tertentu
Seluruhnya
dibantu
Klasifikasi:
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.
D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi
lain
E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet
dan 1 fungsi lain
F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet
dan 1 fungsi lain
G : Tergantung untuk 6 fungsi.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau
bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak
melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
meskipun dianggap mampu.
Pengkajian status kognitif/afektif (status mental)
Pemeriksaan status mental memberikan sampel perilaku
dan kemampuan mental dalam fungsi intelektual.
Pemeriksaan singkat terstandarisasi digunakan untuk
mendeteksi gangguan kognitif sehingga fungsi intelektual
dapat di uji melalui satu/dua pertanyaan untuk masing-
masing area. Saat instrumen skrining mendeteksi
terjadinya gangguan, pemeriksaan lebih lanjut kemudian
akan dilakukan.
Short portable mental status questionnaire (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan
intelektual. Pengujian terdiri dari 10 pertanyaan yang
berkenaan dengan orientasi, riwayat pribadi, memori
dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri,
memori jauh, dan kemampuan matematis atau
perhitungan (Pfeiffer, 1975).
Dengan memandang proses penuaan dari perspective yang luas
dapat membimbing kearah strategi yang lebih kreatif untuk
melakukan intervensi terhadap lansia. Perubahan structural yang
paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian lain
dari system saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan ukuran
otak yang di akibatkan oleh atropi girus dan dilatasi sulkus dan
ventrikel otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling
besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron.
Penurunan aliran darah serebral dan penggunaan oksigen
juga telah diketahui akan terjadi selama proses penuaan.
Perubahan dalam system neurologis dapat termasuk kehilangan
dan penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang
diketahui pada usia 80 tahun. Penurunan dopamine dan
beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap
terjadinya perubahan neurologis fungsional. Secara fungsional,
mungkin terdapat suatu perlambatan reflek tendon profunda.
Terdapat kecendrungan kearah tremor dan langkah yang
pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar
top related