ali hasan g0107019 · alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala...
Post on 26-Jan-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN EMOSI
DENGAN OPTIMISME PADA PENDERITA DIABETES
MELLITUS ANGGOTA AKTIF PERSADIA
(PERSATUAN DIABETES INDONESIA)
CABANG SURAKARTA
SKRIPSI
Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi
Oleh :
Ali Hasan
G 0107019
Pembimbing:
1. Dra. Salmah Lilik, M.Si. 2. Rin Widya Agustin, S. Psi., M.Psi.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
MOTTO
Rintangan tidak harus menghentikan Anda. Jika Anda menabrak tembok, jangan
berbalik dan menyerah. Carilah cara untuk mendekatinya, melaluinya, atau
memutarinya.
(Michael Jordan)
Orang yang kehilangan harapan, bisa kehilangan segala-galanya.
(Congreve)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
PERSEMBAHAN
Orang-orang yang sangat aku cintai,
dengan doa, cinta, bimbingan, dan kesabarannya
dalam menuntunku mencapai cita-cita dan harapanku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
karya ini. Satu hal yang penulis sadari, bahwa karya ini dapat terselesaikan
karena bantuan dari berbagai pihak. Rasa terima kasih sudah sepantasnya penulis
sampaikan dengan hati yang tulus kepada segenap pihak atas segala partisipasinya
dalam pelaksanaan dan penyelesaian karya ini. Untuk itu dengan kerendahan hati,
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM selaku
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dra. Salmah Lilik, M.Si. selaku pembimbing utama atas segala
bimbingan, waktu, masukan, kesabaran dan bantuannya dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Ibu Rin Widya Agustin, S.Psi., M.Psi. selaku pembimbing pendamping atas
segala bimbingan, bantuan, nasihat, dan kesabaran dalam mengarahkan dan
membimbing penulis dalam penyusunan karya ini.
5. Ibu Dra. Makmuroch, MS. Selaku penguji utama atas segala bantuan,
masukan, dan kesediaannya untuk menjadi penguji penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
6. Ibu Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si. selaku penguji pendamping atas segala
bantuan, masukan, dan kesediaannya untuk menjadi penguji penulis.
7. Seluruh staf pengajar, staf tata usaha, staf perpustakaan, dan segenap pegawai
di Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta atas segala ilmu yang sangat berharga selama penulis menempuh
studi serta dukungan dan bantuannya selama ini.
8. Prof. Dr. Djoko Hardiman, dr., SpPD, KEMD, FINASIM selaku Ketua
PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia) Cabang Surakarta atas izin,
informasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian di PERSADIA.
9. Bapak H. Sutarto, BA selaku Ketua Unit Gemolong, dr. Sri Berlianti selaku
Ketua Unit RSI Klaten, Ibu Endang Rahayu selaku Ketua Unit Ngeringo
Indah, Ibu Hj. Suminarti Jaelani selaku Ketua Unit Perumnas Palur, Ibu Hj.
Ningsih Margito selaku Ketua Unit PMI Karanganyar, dan Drs. Ariyanto,
M.Pd. selaku Ketua Unit RSUD Dr. Moewardi Surakrta atas izin, informasi,
dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian di Unit PERSADIA.
10. Bu Tuti, Pak Manto, Bu Kus, Mbak Fitri, Mbak Tety Selaku Pengurus dan
Instruktur PERSADIA Cabang Surakarta atas segala informasi, bantuan,
kesediaan, dan kerjasamanya untuk membantu penulis selama penelitian.
11. Bapak dan Ibuku, kakak dan adik-adikku, dan seluruh keluarga besar atas
segala cinta kasih, doa, dan dukungan yang tiada henti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
12. Untuk Aan dan Seluruh teman-teman angkatan 2007 yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu; terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama
ini.
13. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Psikologi FK UNS atas
bantuan, semangat, dan dukungannya selama ini secara langsung maupun
tidak langsung.
Penulis berharap semoga segala kebaikan dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara
dapat dibalas oleh Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini
dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Amin.
Surakarta, November 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN EMOSI DENGAN OPTIMISME PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
ANGGOTA AKTIF PERSADIA (PERSATUAN DIABETES INDONESIA) CABANG SURAKARTA
Ali Hasan, G0107019
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta Sikap optimis ditunjukkan dengan sikap tidak menyerah dalam
menghadapi permasalahan, memiliki ekspektasi yang baik pada masa depan dalam kehidupannya dan mempunyai cara berfikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Penyakit diabetes mellitus menyebabkan perubahan pola hidup bagi penderitanya. Penderita diabetes mellitus harus menjalani pengaturan pola makan yang ketat dan rutin menjalani pengobatan. Hal tersebut menimbulkan suatu reaksi emosi yang negatif dan tak jarang menyebabkan hilangnya semangat hidup penderita diabetes mellitus. Penderita diabetes mellitus diharapkan memiliki optimisme yang tinggi agar penderita diabetes mellitus berperilaku lebih sehat guna mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, serta memperkecil risiko komplikasi yang timbul akibat penyakit diabetes mellitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerimaan diri dan dukungan emosi dengan optimisme pada penderita diabetes mellitus anggota aktif PERSADIA cabang Surakarta.
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita DM anggota aktif PERSADIA cabang Surakarta. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala optimisme, skala penerimaan diri, dan skala dukungan emosi. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama adalah analisis regresi berganda, selanjutnya untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga menggunakan analisis korelasi parsial.
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda, diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,780; p = 0,000 (p < 0,05) dan F hitung 65,354 > F tabel 3,10. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dan dukungan emosi dengan optimisme pada penderita DM. Secara parsial menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dengan optimisme penderita DM dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,630; serta terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan emosi dengan optimisme penderita DM yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,251. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,609 atau 60,9%; terdiri atas kontribusi penerimaan diri terhadap optimisme sebesar 48,771% dan kontribusi dukungan emosi terhadap optimisme sebesar 12,106%. Ini berarti masih terdapat 39,1% faktor lain yang mempengaruhi optimisme. Kata kunci: penerimaan diri, dukungan emosi, optimisme, diabetes mellitus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN SELF-ACCEPTANCE AND EMOTIONAL SUPPORT TOWARD OPTIMISM AMONG
PEOPLE WITH DIABETES MELLITUS ACTIVE MEMBER OF PERSADIA (PERSATUAN DIABETES
INDONESIA) BRANCH SURAKARTA
Ali Hasan, G0107019
Psychology Department, Medical Faculty Sebelas Maret University
Optimistic attitude is shown by demeanor of not giving up in facing problems, having good expectations of the future in life and having realistic positive way of thinking in looking into a problem. Diabetes mellitus causes changes of life style in people who suffer. People with diabetes mellitus have to undergo strict dietary system and continuous treatments. The condition affects negative emotion reaction and frequently loss of life spirit comes up in people who suffer. People with diabetes mellitus are supposed to be strongly optimistic in order to be well-behaved for the sake of getting their health well maintained and enhanced and diminish the risk of complication arising from diabetes mellitus. The purpose of this research was to find out the correlation between self-acceptance and emotional support toward optimism in people with diabetes mellitus active member of PERSADIA branch Surakarta.
The population in this research was people with diabetes mellitus active member of PERSADIA branch Surakarta. The sampling used in this research was cluster random sampling. Data collection instruments used in this research were optimism scale, self-acceptance scale, and emotional support scale. Data analysis technique used to examine the first hypothesis was multiple regressive analysis, then partial correlation analysis was used to examine the second and the third hypothesis.
Based on multiple linear regressive analysis, the value of correlation coefficient (R) 0,780; p = 0,000 (p < 0,05) and F count 65,354 > F table 3,10. The result indicated significant correlation between self-acceptance and emotional support toward optimism in people with diabetes mellitus. Partially it indicated significant correlation between self-acceptance toward optimism in people with diabetes mellitus with correlation coefficient (r) 0,630; and significant correlation between emotional support toward optimism in people with diabetes mellitus with correlation coefficient (r) 0,251. The value of R2 in this research was 0,609 or 60,9%; consisted of self-acceptance contribution toward optimism was 48,771% and emotional support contribution toward optimism was 12,106%. That meant there were 39,1% of other factors affecting optimism.
Keywords: self-acceptance, emotional support, optimism, diabetes mellitus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
ABSTRAK .................................................................................................... x
ABSTRACT .................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 14
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 15
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 17
A. Optimisme Penderita Diabetes Mellitus .......................................... 17
1. Pengertian Optimisme Penderita Diabetes Mellitus ................... 17
2. Aspek dan Ciri-Ciri Optimisme ................................................. 36
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Optimisme Penderita
Diabetes Mellitus ........................................................................ 39
B. Penerimaan Diri ............................................................................... 43
1. Pengertian Penerimaan Diri ........................................................ 43
2. Aspek dan Ciri-Ciri Individu yang Menerima Dirinya .............. 44
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri ................ 50
4. Dampak dari Adanya Penerimaan Diri ...................................... 51
C. Dukungan Emosi .............................................................................. 53
1. Pengertian Dukungan Emosi ...................................................... 53
2. Aspek Dukungan Emosi ............................................................. 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
3. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Emosi .......................... 57
4. Fungsi dan Manfaat Dukungan Emosi ....................................... 59
D. Hubungan antara Penerimaan Diri dan Dukungan Emosi dengan
Optimisme pada Penderita Diabetes Mellitus .................................. 60
1. Hubungan antara Penerimaan Diri dengan Optimisme pada
Penderita Diabetes Mellitus ....................................................... 60
2. Hubungan antara Dukungan Emosi dengan Optimisme pada
Penderita Diabetes Mellitus ....................................................... 63
3. Hubungan antara Penerimaan Diri dan Dukungan Emosi
dengan Optimisme pada Penderita Diabetes Mellitus ................ 66
E. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 70
F. Hipotesis .......................................................................................... 71
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 72
A. Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................... 72
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................ 72
C. Populasi, Sampel, dan Sampling ...................................................... 75
D. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 77
E. Validitas dan Reliabilitas ................................................................. 84
F. Metode Analisis Data ....................................................................... 86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 87
A. Persiapan Penelitian ......................................................................... 87
B. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 106
C. Hasil Analisis Data dan Interpretasi ................................................ 108
D. Pembahasan ..................................................................................... 123
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 130
A. Kesimpulan ...................................................................................... 130
B. Saran ................................................................................................ 131
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 134
LAMPIRAN .................................................................................................. 139
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Data Populasi Penelitian .................................................... 76
Tabel 2. Tabel Sistem Penilaian Aitem Skala ........................................... 79
Tabel 3. Blue Print dan Sebaran Distribusi Aitem Skala Optimisme ........ 80
Tabel 4. Blue Print dan Sebaran Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri 82
Tabel 5. Blue Print dan Sebaran Distribusi Aitem Skala Dukungan
Emosi ........................................................................................... 84
Tabel 6. Daftar Unit Anggota PERSADIA Cabang Surakarta 91
Tabel 7. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Optimisme .................. 98
Tabel 8. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Penerimaan Diri ......... 100
Tabel 9. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Dukungan Emosi ........ 102
Tabel 10. Distribusi Aitem Skala Optimisme Untuk Penelitian .................. 103
Tabel 11. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri Untuk Penelitian ......... 104
Tabel 12. Distribusi Aitem Skala Dukungan Emosi Untuk Penelitian ........ 105
Tabel 13. Tabel Jumlah Responden Untuk Penelitian ................................. 106
Tabel 14. Hasil Uji Normalitas .................................................................... 108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvii
Tabel 15. Hasil Uji Linearitas Antara Optimisme dengan Penerimaan Diri 109
Tabel 16. Hasil Uji Linearitas Antara Optimisme dengan Dukungan
Emosi ........................................................................................... 110
Tabel 17. Hasil Uji Multikolinearitas .......................................................... 111
Tabel 18. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Optimisme dengan Penerimaan
Diri ........................................................................................................ 112
Tabel 19. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Optimisme dengan Dukungan
Emosi ............................................................................................ 113
Tabel 20. Hasil Uji Autokorelasi ................................................................. 114
Tabel 21. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R) .................. 116
Tabel 22. Hasil Uji-F ................................................................................... 117
Tabel 23. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ...................................... 117
Tabel 24. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi r .................................. 118
Tabel 25. Hasil Korelasi Parsial Penerimaan Diri dengan Optimisme ....... 119
Tabel 26. Hasil korelasi Parsial Dukungan Emosi dengan Optimisme ....... 119
Tabel 27. Deskripsi Data Penelitian ............................................................ 121
Tabel 28. Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Penelitian .................. 122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran .................................................................. 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Skala Uji Coba ...................................................................... 139
Lampiran B Distribusi Skor Uji Coba (Try Out) ...................................... 149
Lampiran C Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................ 158
Lampiran D Skala Penelitian .................................................................... 165
Lampiran E Distribusi Skor Skala Penelitian ........................................... 174
Lampiran F Analisis Data Penelitian ....................................................... 189
Lampiran G Kelengkapan Administrasi ................................................... 203
Lampiran H Jadwal Penelitian .................................................................. 216
Lampiran I Dokumentasi ......................................................................... 219
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit dimana tubuh penderitanya
tidak bisa mengendalikan kadar gula (glukosa) dalam darah (Sustrani, dkk, 2005).
Penyakit diabetes mellitus sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi
kesehatan umat manusia pada abad 21. Laporan statistik dari Internasional
Diabetes Federation (IDF) tahun 2011 menyebutkan bahwa jumlah penderita DM
mencapai angka 366 juta. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat setiap
tahunnya, dan jumlah penderita DM diperkirakan akan mencapai 552 juta pada
tahun 2030 (Brussels, 2011). Data kesehatan dunia (WHO) tahun 2003
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, jumlah penderita DM mencapai 194
juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 333 juta pada tahun 2025 dan
setengah dari angka tersebut terjadi dinegara berkembang, termasuk dinegara
Indonesia. Angka kematian akibat penyakit diabetes mellitus tergolong tinggi,
yaitu mencapai 4,6 juta per tahun (Anna, 2011).
Menurut survei yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO),
jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 8,4 juta orang,
jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia. Sedangkan dari hasil
survei International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2005, Indonesia
menduduki ranking ke-3 terbesar di dunia. Padahal pada tahun 2003 Indonesia
masih menduduki ranking ke-5 di bawah Amerika, tapi pada tahun 2005 ranking
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Indonesia naik menjadi ranking ke-3 dengan penderita DM terbesar, mengeser
Rusia yang pada tahun 2003 menduduki ranking ke-3 (www.indodiabetes.com).
Penderita DM di Indonesia setiap tahun jumlahnya terus bertambah, pada 2030
jumlahnya diperkirakan mencapai 21,3 juta orang. Demikian perkiraan yang
disampaikan pakar ilmu kesehatan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dr. Yunani (Rahmad, 2010).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Semarang tahun 2011 jumlah
penderita DM di Propinsi Jawa Tengah sebanyak 509.319 orang (Kristiana, 2011).
Salah satu kota di Provinsi jawa Tengah dengan jumlah kasus diabetes mellitus
terbanyak adalah kota Surakarta. Pada tahun 2008 Surakarta menempati peringkat
ketiga kota di provinsi Jawa Tengah dengan prevalensi penyakit diabetes mellitus
tertinggi ketiga setelah kota Cilacap dan Tegal (Nugrahini, 2010). Sedangkan di
tahun 2009 kota Surakarta menjadi kota dengan prevalensi penyakit diabetes
mellitus tipe II tertinggi di provinsi Jawa Tengah (Dinkesjateng, 2009). Menurut
laporan Dinas Kesehatan Kota Surakarta, pada tahun 2009 jumlah penderita DM
di puskesmas sebanyak 12.685 kasus dan di rumah sakit sebanyak 29.165 kasus
(Purnamatari, 2011).
Diabetes mellitus merupakan salah satu kelompok penyakit gangguan
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes mellitus adalah kondisi saat
produksi insulin sel beta pankreas terganggu atau respon target berkurang. Insulin
memungkinkan sel untuk menyerap glukosa dan mengubahnya menjadi energi.
Apabila kerja insulin terganggu atau jumlahnya tidak mencukupi akibatnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kemampuan tubuh melakukan metabolisme glukosa menurun dan akibatnya kadar
glukosa dalam darah meningkat. Apabila kondisi tersebut berlangsung dalam
jangka panjang akan dapat merusak berbagai organ tubuh. Penderita DM berisiko
tinggi terkena penyakit jantung karena diabetes mellitus mendorong
aterosklorosis atau terjadinya plak pada pembuluh darah. Sekitar 80% pasien
diabetes meninggal karena penyakit jantung. (Rachmawati, 2008)
Diabetes mellitus apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan
timbulnya komplikasi. Salah satu komplikasi pada penderita DM adalah koma
hipoglikemia. Jika menderita komplikasi ini maka penderita akan mengalami
pusing, gemetar, pandangan mata berkunang-kunang, pandangan mata menjadi
gelap, keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai kehilangan
kesadaran. Apabila tidak segera tertolong dapat terjadi kerusakan otak dan
berakhir dengan kematian. (Kartika dan Hasanat, 2008).
Diabetes mellitus tergolong penyakit kronik yang tidak bisa sembuh
sempurna dan memerlukan perawatan (manajemen diabetes) seumur hidup.
Empat komponen dalam manajemen diabetes adalah pengobatan medis, diet, olah
raga dan monitoring kadar gula darah (Cox & Gordon-Frederick, dalam Hasanat,
2009). Tujuan pengelolaan penyakit diabetes mellitus adalah untuk
menghilangkan keluhan/gejala diabetes sehingga penderita dapat menikmati
kehidupan yang sehat dan nyaman serta mencegah timbulnya komplikasi
(Waspadji, dkk., 2007).
Manajemen penyakit yang harus dilakukan oleh seorang penderita DM
membuat penderita DM harus menjalani diet yang ketat dan rutin menjalani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
pengobatan. Hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan pada diri penderita
seperti, penderita merasa lemah karena harus membatasi makanan terutama
makanan yang mengandung kalori dan gula yang tinggi. Padahal makanan
tersebut yang biasanya menjadi sumber tenaga utama bagi manusia. Tenaga yang
seharusnya digunakan untuk beraktifitas, seperti bekerja, belajar atau sekedar
melakukan rutinitas sehari-hari, akibat penyakitnya itu menjadi terhambat.
Seorang yang menderita penyakit diabetes mellitus pasti akan mengalami
perubahan dalam kehidupannya. Tidak semua penderita DM mampu dan mau
melakukan perubahan pada pola hidupnya. Bagi penderita DM melakukan
perubahan pola hidup seperti yang sudah di tetapkan sangatlah susah bahkan bisa
jadi hal itu menimbulkan keputusasaan. (Badaria dan Astuti, 2004).
Perubahan pola hidup yang dialami penderita DM menimbulkan suatu
reaksi emosi negatif serta konflik dari diri penderita. Emosi negatif yang muncul
dari penderita DM berupa marah, rasa bersalah, cemas dan sedih (Kirkley, dalam
Kartika & Hasanat, 2008). Cahyani (2010) menyebutkan seorang yang menderita
penyakit diabetes mellitus mengalami stres dan merasa putus asa dengan
keadaanya khususnya ketika di awal mengetahui bahwa dirinya menderita
penyakit diabetes mellitus. Perasaan tersebut membuat seorang penderita DM
merasa kehilangan semangat hidup. Beberapa gejala dari hilangnya semangat
hidup penderita DM diantaranya adalah penderita DM akan selalu selimuti dengan
sikap pesimis, penilaian negatif dan pasrah pada lingkungan, perasaan jenuh dan
sikap aphatis terhadap hidup (Frankl, dalam Cahyani, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Penderita DM yang memandang dirinya secara negatif, akan merasa putus
asa dengan keadaannya. Hal tersebut dapat memperburuk kondisi kesehatanya
karena reaksi emosi yang muncul dalam diri penderita DM mempengaruhi
kepatuhan dalam menjalani diet (Miller & Schnoll, dalam Kartika dan Hasanat,
2008).
Di tengah kondisi yang dihadapi penderita DM, individu diharapkan
memiliki sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu bertahan dengan tetap
memiliki harapan-harapan yang baik akan masa depan, bahkan dengan penyakit
yang dihadapinya. Bagi seorang penderita DM sikap optimis sangatlah dibutuhkan
berkaitan dengan penyesuaian diri dengan pola hidupnya. Seseorang yang
menderita penyakit diabetes mellitus akan terus menerus mengidap penyakit
tersebut seumur hidupnya, oleh karena itu dibutuhkan penyesuaian dengan pola
hidup yang berubah akibat penyakit diabetes mellitus. Penyesuaian pola hidup
tersebut mencakup perubahan pola makan, olah raga, dan minum obat atau terus
menyuntikkan insulin setiap harinya dan seumur hidupnya (Badaria dan Astuti,
2004).
Individu yang mempunyai sikap optimis adalah individu yang memiliki
pola pandang positif, memiliki harapan masa depan yang baik meskipun dengan
banyak tantangan dan kemalangan dikenal dengan individu yang memiliki
optimisme (Carver & Scheier, dalam Snyder & Lopez, 2002). Optimisme
merupakan sikap selalu memiliki harapan baik dalam segala hal serta
kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang menyenangkan. Dengan kata lain
optimisme adalah cara berpikir atau paradigma berpikir positif (Carver, dkk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1993). Orang yang optimis adalah orang yang memiliki ekspektasi yang baik pada
masa depan dalam kehidupannya. Masa depan mencakup tujuan dan harapan-
harapan yang baik dan positif mencakup seluruh aspek kehidupannya (Carver &
Scheier, dalam Snyder & Lopez, 2002).
Optimisme dapat mengarahkan seseorang untuk mengatasi tekanan dalam
dirinya lebih efektif dan menurunkan resiko jatuh sakit (Scheier, dkk, dalam
Taylor, 2009). Sikap optimis akan membuat individu untuk mengambil langkah
yang lebih efektif, aktif dan persisten yang mungkin dapat memperbaiki prospek
jangka panjang terhadap penyesuaian psikologis dan kesehatan (Segerstom, dkk,
dalam Taylor, 2009). Fournier, dkk, (2003) menyebutkan bahwa optimisme
membuat seorang penderita penyakit kronis, khususnya penyakit diabetes mellitus
yang membutuhkan manajemen yang ketat lebih mudah beradaptasi dengan
keadaanya dan lebih bisa mengontrol keadaanya. Selain itu Kavanagh, dkk,
(1993) juga menyebutkan bahwa optimisme adalah prediktor yang relevan dari
fungsi psikologis dan fisik pada pasien yang menderita penyakit diabetes mellitus.
Perawatan penyakit diabetes mellitus yang ketat membuat seseorang malas
untuk menjalaninya. Salah satu usaha untuk meningkatkan kesadaran penderita
DM untuk melakukan manajemen diabetes adalah klub diabetes. Tujuan dari klub
diabetes adalah untuk membantu para penderita DM dalam mengelola
penyakitnya. Kegiatan dalam klub diabetes tersebut antara lain senam diabetes,
konsultasi tentang pengobatan dan informasi penyakit diabetes mellitus dengan
dokter, pemeriksaan gula darah dan tekanan darah (www. ssdiacare.com).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Di kota Surakarta terdapat beberapa klub diabetes, baik yang terdaftar
secara resmi maupun yang belum terdaftar secara resmi. Klub diabetes di kota
Surakarta antara lain PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia), Prolanis
(Program Pengelolaan Penyakit Kronis) dan klub diabetes yang didirikan oleh
perorangan atau instansi. Dari beberapa klub diabetes yang ada di kota Surakarta,
PERSADIA termasuk klub diabetes yang mempunyai banyak anggota dan aktif
melakukan kegiatan manajemen penyakit diabetes mellitus. PERSADIA di kota
Surakarta merupakan salah satu cabang dari PERSADIA pusat. PERSADIA
cabang Surakarta mempunyai 16 unit yang tersebar di wilayah Surakarta dan
sekitarnya dengan jumlah anggota sebanyak 1356 yang terdiri dari penderita DM
dan non penderita (Supriyanto, 2012).
Penelitian mengenai optimisme ini akan dilaksanakan pada anggota
PERSADIA cabang Surakarta karena beberapa alasan, diantaranya adalah
berdasarkan interview yang telah dilakukan peneliti kepada beberapa pengurus
PERSADIA cabang Surakarta didapatkan informasi bahwa PERSADIA cabang
Surakarta belum pernah digunakan sebagai tempat penelitian mengenai optimisme
oleh peneliti sebelumnya. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa beberapa anggota
PERSADIA cabang Surakarta diduga pesimis dengan keadaanya karena jarang
melakukan manajemen diabetes secara rutin. Berdasarkan beberapa alasan
tersebut, peneliti memutuskan PERSADIA cabang Surakarta sebagai lokasi
penelitian mengenai optimisme.
Sikap optimis tidak terlepas dari karakter kepribadian yang dimiliki
seseorang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi cara berfikir optimis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
seseorang, baik faktor dari dalam diri sendiri maupun faktor yang berasal dari luar
dirinya (Nurtjahyati dan Ratnaningsih, 2011). Faktor dalam diri sendiri salah
satunya adalah cara individu tersebut dalam memandang dirinya. Sikap menerima
keadaan membuat seseorang lebih positif dalam memandang dirinya (Goodhart,
dalam Tentama, 2007).
Penerimaan penderita DM terhadap kondisinya membantu penderita DM
lebih positif dalam memandang dirinya. Penerimaan diri sebagai suatu keadaan
dimana seseorang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri, mengakui dan
menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk yang ada pada diri
dan memandang positif terhadap kehidupan yang telah dijalani (Ryff, dalam
Rizkiana dan Retnaningsih, 2009). Hjelle, dkk, (1992) menyebutkan bahwa
penerimaan diri merupakan ciri kepribadian yang masak, sehingga individu yang
dapat menerima diri akan mempunyai pandangan yang positif terhadap apa yang
ada dalam dirinya.
Menurut Calhoun dan Acocella (1990), penerimaan diri merupakan aset
pribadi yang berharga karena mempunyai pengaruh terhadap penyesuaian diri
yang dilakukan oleh individu, sehingga sifat-sifat dalam dirinya seimbang dan
terintegrasi. Orang-orang yang penerimaan dirinya positif, berarti orang itu
mampu memahami dirinya dan menerima kenyataan bahwa dirinya berbeda
dengan orang lain. Menerima dirinya sendiri, berarti seseorang harus dapat
menyesuaikan diri dengan masyarakat dan kehidupanya.
Bagi beberapa orang, menerima kenyataan bahwa dirinya adalah penderita
DM merupakan hal yang menyakitkan dan berlarut-larut. Malangnya beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
orang tak pernah mampu untuk menyesuaikan dirinya baik secara emosional
maupun fisik, bahkan ada beberapa orang yang menolak dan menyangkal
diagnosis dokter. Beberapa penderita yang menolak diagnosa dokter akan
menolak pula dalam menggunakan obat-obatan dan menyuntikan insulin serta
tidak mau merubah pola hidupnya seperti yang dianjurkan oleh dokter. Hal ini
mengindikasikan rendahnya penerimaan diri penderita DM (Badaria dan Astuti,
2004).
Penderita DM dapat membangkitkan semangat hidup yang lebih optimis
dalam menjalani hidup dengan berusaha ikhlas dalam menerima penyakit yang
diderita serta melakukan hal-hal yang bermanfaat didalam kehidupan sehari-hari
(Cahyani, 2010). Satyaningtyas dan Abdullah (2010) mengatakan bahwa terdapat
hubungan positif antara penerimaan diri dan kebermaknaan hidup pada
penyandang cacat fisik. Semakin positif penerimaan diri maka akan semakin
tinggi kebermaknaan hidup. Frankl (dalam Schultz, 1991) menyebutkan ciri
seseorang yang mempunyai kebermaknaan hidup ialah sikap optimis dalam diri
individu tersebut.
Selain faktor dari dalam individu, optimisme juga dipengaruhi faktor dari
luar. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi optimisme adalah dukungan
dari orang-orang terdekat (Fayed, dkk, 2011). Individu yang mendapatkan
dukungan yang lebih dari keluarga dan teman-temanya memiliki kesehatan yang
lebih baik dan lebih cepat pulih dari masalah kesehatan dibandingkan dengan
orang yang kurang mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya. Keluarga
dapat memberikan pengaruh yang positif dalam membantu merencanakan apa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
yang harus ditempuh untuk mewujudkan harapannya. Harapan yang tinggi
(optimisme) terkait dengan perasaan yang kuat terhadap dukungan dari orang-
orang terdekat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Karademas (2006), yang
menganggap dukungan sosial dapat menggambarkan pengetahuan tentang diri
(menjadi mampu) dan dunia (menjadi ramah) yang mana akan menghasilkan
penilaian mengenai masa depan yang mungkin lebih bermanfaat (optimisme) dan
menimbulkan status kesehatan yang lebih baik.
Dukungan sosial adalah bantuan, kenyamanan, kepedulian maupun
penghargaan dari individu atau kelompok individu lain (Sarafino, 1994). House &
Khan (1985) menyebutkan dukungan sosial terdiri dari empat bentuk yaitu,
dukungan emosi, dukungan penilaian atau penghargaan, dukungan informasi, dan
dukungan instrumental. Dukungan emosi, mencakup ungkapan empati,
kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan penilaian
atau penghargaan, meliputi ungkapan formal, dorongan untuk maju, serta
membantu seseorang untuk melihat segi-segi positif yang ada dalam dirinya
dibandingkan dengan keadaan orang lain yang berfungsi untuk menambah
penghargaan diri. Dukungan informatif, meliputi pemberian nasihat-nasihat,
petunjuk, saran-saran dan umpan balik. Dukungan instrumental, mencakup
bantuan langsung, sesuai dengan yang dibutuhkan orang lain.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus PERSADIA, penderita
DM anggota aktif PERSADIA memperoleh dukungan informatif, instrumental
dan penghargaan dari keikutsertaannya di klub. Dukungan informatif diperoleh
anggota dari penyuluhan yang diadakan setiap minggunya. Dukungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
penghargaan yang diperoleh anggota klub lebih besar dibandingkan dengan
penderita yang tidak tergabung dalam klub. Sesama anggota merasa memiliki
masalah yang sama, sehingga sesama anggota klub saling menguatkan satu sama
lain. Berkaitan dengan dukungan instrumental, berdasarkan penuturan dari
pengurus klub penderita DM yang menjadi anggota aktif lebih disiplin dalam
melakukan pengobatan (Supriyanto, 2012). Penderita DM yang menjadi anggota
klub mendapatkan dukungan informatif, instrumental, dan penghargaan dari
keikutsertaanya dalam klub. Berbeda dengan ketiga dukungan diatas, dukungan
emosi yang diperoleh penderita DM anggota klub tidak sama. Hal tersebut
dikarenakan dukungan emosi lebih banyak diberikan oleh orang terdekat.
Dukungan emosi merupakan salah satu bentuk dukungan yang penting
bagi seorang penderita DM. Dukungan emosi merupakan dukungan yang
diberikan oleh orang lain yang berupa ungkapan emosi, kepedulian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan (House & Khan, 1985). Stephens & Long
(dalam Urbayatun, 2008), menyebutkan sejumlah penelitian yang menemukan
bahwa emotional support, sebagai salah satu aspek dari social support yang paling
konsisten memprediksi perubahan positif dalam menghadapi krisis. Corneil
(1998) juga menyebutkan bahwa dukungan emosi sebagai bentuk yang paling
penting dari dukungan sosial karena merupakan dasar dari ketiga bentuk
dukungan yang lain. Hal ini didapatkan dari kenyataan bahwa aspek-aspek
dukungan emosi seperti perasaan empati, kepedulian, dan kemampuan untuk
mendengarkan merupakan dasar yang nantinya akan menggerakkan orang-orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
di lingkungan seorang individu untuk memberikan aspek-aspek lain dalam
dukungan sosial kepada individu yang bersangkutan.
Adanya dukungan dari lingkungan sekitar seperti diperhatikan, dicintai
dan dihargai kepada individu saat sedang mengalami kesulitan dapat
meningkatkan kehidupan individu tersebut kearah yang lebih baik (Jhonson and
Jhonson, dalam Purba, 2006). Teman dan keluarga dapat memberikan dukungan
emosi dengan meyakinkan orang bahwa ia adalah individu yang berharga yang
dirawat. Kehangatan dan pengasuhan yang diberikan oleh orang lain dapat
memberikan keyakinan yang lebih besar pada seseorang yang sedang mengalami
masa sulit dalam kehidupanya (Taylor, 2009).
Dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, pasangan, teman-
teman, rekan kerja, dan dokter menimbulkan semangat hidup penderita DM.
Orang-orang terdekat memberikan kasih sayang, perhatian, dan memberikan
pengarahan dan semangat agar tetap sabar, ikhlas, tegar dan optimis dalam
menjalankan hidup. Perasaan penderita senang dan bahagia, karena dapat menjalin
hubungan yang akrab dengan orang-orang terdekat. Hidup penderita DM lebih
berharga dan bermakna, karena orang-orang terdekat tidak menganggap penderita
DM sebagai orang yang sakit dan mereka tetap memberikan dukungan perhatian,
dan kasih sayang, sehingga penderita DM menjadi lebih kuat dan bersemangat
(optimis) dalam menjalankan hidup (Cahyani, 2010).
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa secara bersama-sama
penerimaan diri dan dukungan emosi terkait dengan optimisme pada penderita
DM. Penderita DM dapat membangkitkan semangat hidup yang lebih optimis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dalam menjalankan hidup dengan berusaha ikhlas dalam menerima penyakit yang
diderita. Penerimaan penderita DM terhadap kondisinya diharapkan lebih
membantu penderita DM lebih positif dalam memandang dirinya. Penerimaan diri
sebagai suatu keadaan dimana seseorang memiliki sikap yang positif terhadap diri
sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan
buruk yang ada pada diri dan memandang positif terhadap kehidupan yang telah
dijalani.
Ada kalanya penderita DM tidak mampu menerima penyakit yang
dideritanya. Ketidakmampuan menerima penyakit yang dideritanya ditandai
dengan ketidakmampuan penyesuaian diri penderita dengan kondisi yang sedang
dihadapinya. Banyak respon yang ditunjukkan penderita, diantaranya
menyangkal, depresi atau marah-marah, merasa jengkel, menarik diri dari
lingkunganya atau merasa putus asa (Jhonson dalam Badaria dan Astuti, 2004).
Respon yang seperti ini tidak akan berlangsung seterusnya, lama kelamaan
penderita harus menunjukkan bahwa masa penolakanya sudah berakhir dan
kenyataan yang ada pada dirinya harus benar-benar diterimanya. Kesadaran dan
penerimaan penderita terhadap penyakit diabetes mellitus tergantung penderita itu
sendiri dan dukungan dari orang-orang disekitarnya (Badaria dan Astuti, 2004).
Dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, pasangan, teman-
teman, rekan kerja subjek, dan dokter diharapkan dapat menimbulkan semangat
hidup penderita DM. Orang-orang terdekat memberikan dukungan emosi berupa
kasih sayang, perhatian, dan memberikan pengarahan dan semangat agar tetap
sabar, ikhlas, tegar dan optimis dalam menjalani hidup. Penderita DM akan lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
merasa senang dan bahagia apabila dapat menjalin hubungan yang akrab dengan
orang-orang terdekat. Hidup penderita DM akan lebih berharga dan bermakna
apabila orang-orang terdekat tidak menganggap penderita DM sebagai orang yang
sakit dan tetap memberikan dukungan perhatian, dan kasih sayang sehingga
penderita DM diharapkan menjadi lebih kuat dan optimis dalam menjalani hidup.
Optimisme pada penderita DM diharapkan dapat membuat seseorang berperilaku
lebih positif guna mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, serta
memperkecil risiko komplikasi yang timbul akibat penyakit diabetes mellitus.
Dari uraian diatas, penderita DM yang dapat menerima keadaan dirinya dan
mendapat dukungan emosi dari orang-orang terdekatnya akan membuat penderita
DM lebih optimis dalam menjalani kehidupanya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat hubungan antara penerimaan diri dengan optimisme pada
penderita diabetes mellitus anggota aktif PERSADIA cabang Surakarta.
2. Apakah terdapat hubungan antara dukungan emosi dengan optimisme pada
penderita diabetes mellitus anggota aktif PERSADIA cabang Surakarta.
3. Apakah terdapat hubungan antara penerimaan diri dan dukungan emosi
dengan optimisme pada penderita diabetes mellitus anggota aktif PERSADIA
cabang Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
C. Tujuan
1. Mengetahui hubungan antara penerimaan diri dengan optimisme pada
penderita diabetes mellitus anggota aktif PERSADIA cabang Surakarta.
2. Mengetahui hubungan antara dukungan emosi dengan optimisme pada
penderita diabetes mellitus anggota aktif PERSADIA cabang Surakarta.
3. Mengetahui hubungan antara penerimaan diri dan dukungan emosi dengan
optimisme pada penderita diabetes mellitus anggota aktif PERSADIA cabang
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoretis
Memberikan sumbangan informasi dalam bidang ilmu psikologi terutama
psikologi klinis dan psikologi sosial, khususnya mengenai optimisme
penderita DM dalam kaitanya dengan penerimaan diri dan dukungan emosi.
2. Praktis
a. Bagi penderita DM, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan untuk dapat meningkatkan optimisme dalam menjalani
kehidupanya dengan lebih meningkatkan penerimaan diri dan dukungan
emosi.
b. Bagi pihak keluarga penderita DM, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan untuk membantu penderita DM untuk lebih
bisa menerima keadaanya dan menjadi lebih optimis dengan cara
memberikan dukungan emosi kepada penderita DM yang sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
menjalani perawatan agar penderita DM lebih bisa menjalani proses
perawatan kesehatannya dan menjalani kehidupan seperti semula.
c. Bagi peneliti selanjutnya, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
melakukan penelitian selanjutnya, khususnya penelitian mengenai
hubungan antara penerimaan diri dan dukungan emosi dengan optimisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Optimisme Penderita Diabetes Mellitus
1. Pengertian Optimisme Penderita Diabetes Mellitus
a. Penderita Diabetes Mellitus (DM)
1) Diabetes Mellitus (DM)
a) Pengertian
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai
penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan
penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam
darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam
tubuh. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi hormon insulin
dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan
insulin secara efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula dalam darah
(Sustrani, dkk, 2005).
Menurut American Diabetes Association, diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Kartika &
Hasanat, 2008).
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang
ditandai dengan keadaan kadar glukosa yang melebihi normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Penyakit diabetes mellitus apabila di biarkan tak terkendali maka akan
menimbulkan komplikasi-komplikasi yang dapat berakibat fatal
(Pranadji, dkk, 2000).
Berdasarkan uraian diatas, diabetes mellitus merupakan penyakit
gangguan metabolisme dimana keadaan kadar glukosa dalam darah
melebihi normal yang disebabkan kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya.
b) Karakteristik/Tanda & Gejala Penyakit Diabetes Mellitus
Gejala khas dari penyakit diabetes mellitus adalah poliura (banyak
mengeluarkan urin), polidipsia (banyak minum/cepat merasa haus),
lemas, berat badan turun (meskipun nafsu makan meningkat atau
polifagia), hipergliklemia, dan glukosaria. Gejala lain dari penyakit
diabetes mellitus adalah kesemutan, gatal, dan mata kabur. Jika ada
keluhan dan gejala khas serta ditemukanya hasil pemerikasaan glukosa
darah > 200 mg/dl, hal tersebut sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis diabetes mellitus. (Pranadji, dkk, 2000).
c) Jenis Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes mellitus secara garis besar dibedakan menjadi
dua tipe, yaitu:
(1) Diabetes mellitus tipe I
Diabetes mellitus tipe 1, insulin-dependent diabetes mellitus
(IDDM). Pasien penyakit diabetes tipe pertama ini menghasilkan
insulin dengan jumlah yang tidak mencukupi atau sama sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
tidak memproduksi insulin. Karena insulin diperlukan untuk
mengubah gula darah menjadi gula simpanan (glikogen), keadaan
kurang atau tanpa insulin tersebut menyebabkan gula darah yang
berlebihan tidak dapat disimpan. Dengan demikian kadar gula
akan naik hingga mencapai kadar yang sangat tinggi dan tidak
sebanding lagi dengan jumlah hidrat arang yang kita makan. Untuk
mengimbangi kekurangan produksi insulin, pasien harus
memperoleh suntikan insulin di bawah kulit sebelum makan. Depot
insulin ini nantinya dilepas secara perlahan bersamaan dengan
penyerapan gula dari makanan. Dengan cara ini diharapkan agar
kecepatan pelepasan insulin dapat mengimbangi kecepatan
penyerapan gula sehingga kadar gula 2 jam sesudah makan dapat
dipertahankan pada ketinggian yang semestinya, yaitu kurang lebih
180 mg%. Nilai ini merupakan kadar gula yang aman pada saat dua
jam sesudah makan bagi pasien penyakit gula. Dengan cara
demikian komplikasi penyakit gula yang sering berkaitan dengan
kadar gula darah yang lebih tinggi bisa dihindari. Pasien penyakit
gula tipe I ditemukan pada mereka yang berusia muda (juvenil-
onset), bersifat bawaan dan memperlihatkan gejala yang lebih berat
daripada tipe II sehingga memerlukan pengawasan medis yang
lebih ketat. Pasien jenis diabetes ini tidak dapat diatasi hanya
dengan obat-obat antidiabetes yang umum (Hartono, 1995).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
(2) Diabetes mellitus tipe II
Diabetes mellitus tipe II, Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM). Pasien penderita penyakit ini masih dapat memproduksi
insulin, namun sel-sel sasaran seperti sel-sel otot serta lemak yang
seharusnya mengambil gula dengan adanya insulin tidak
memberikan respon yang normal terhadap insulin. Sel-sel tersebut
menjadi bandel dan menolak mengambil gula dari dalam darah
dengan bantuan insulin. Mungkin peristiwa ini bisa diibaratkan
seperti gembok pintu sel yang tidak bisa dibuka sekalipun
kuncinya ada. Karena tidak bisa disimpan ditempat lain, gula yang
dimakan akan tetap berada dalam darah dan jumlahnya akan naik
sehingga jumlahnya akan naik sehingga tercapai kadar yang tinggi.
Kadar gula yang tinggi akan merangsang islet cells untuk
memproduksi lebih banyak insulin. Insulin ekstra ini memiliki
kemampuan guna mengatasi sebagian kebandelan sel untuk
sementara waktu sehingga kadar gula dapat menurun. Karena itu
pasien penyakit gula tipe II pada mulanya akan memperlihatkan
kadar gula yang normal dengan kadar insulin yang tinggi. Baru
setelah penyakit gula yang dideritanya semakin berlanjut, islet cells
menghasilkan sedikit insulin dalam keadaan kadar gula darah yang
tinggi. Pada stadium ini, pasien mulai memerlukan pemberian
obat-obat untuk menggalakkan kerja islet cells dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
memproduksi insulin atau bahkan membutuhkan insulin dari luar.
Pasien yang memerlukan insulin menunjukkan stadium lanjut
penyakit gula tipe II. Pasien penyakit gula tipe II umumnya
bertubuh gemuk dan proses terjadinya lebih dipengaruhi oleh
lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan. Jenis diabetes ini
sering tanpa disertai keluhan dan kalaupun ada keluhan atau
gejalanya lebih ringan daripada tipe I. Karena itu, pasien penyakit
gula yang timbul pada usia dewasa (adult-onset) kerapkali bisa
ditanggulangi hanya dengan diet dan olahraga (Hartono, 1995).
d) Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus
Menurut Pranadji, dkk, (2000) komplikasi dari penyakit diabetes
mellitus dapat dibedakan menjadi komplikasi yang bersifat akut dan
menahun atau kronis.
(1) Komplikasi akut
Komplikasi akut meliputi ketoacidosis diabetika (DKA),
koma non-ketosis hiperosmolar (koma hiperglikemia), dan
higlemia. Meskipun pada DKA dan koma hiperosmolaritas
terdapat hiperglikemia, tetapi DKA dibedakan dengan
hiperglikemia (hiperosmolaritas). Pada DKA terdapat ketonemia
dan ketonuria. Pada keduanya terdapat kenaikan kadar gula darah
yang kadang-kadang dapat mencapai 400 mg/dl, dehidrasi dan
drowsiness sampai koma. Keduanya memerlukan terapi insulin
untuk menurunkan gula darah dengan cepat. Hipoglikemia adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
suatu keadaan dengan kadar gula darah yang menurun sampai
kurang dari 50 mg/dl. Keadaan ini pada penderita diabetes
biasanya timbul karena pemberian insulin yang berlebihan.
Ketoacidosis diabetika (DKA) sering terjadi pada penderita
diabetes tipe I (IDDM). Penyakit tersebut biasanya dipercepat oleh
suatu penyakit akut, misalnya penyakit infeksi, trauma, gangguan
kardiovaskuler, stress emosi, dan penghentian pemberian insulin.
Suatu penyakit infeksi dapat menyebabkan gula darah penderita
diabetes menjadi tidak terkontrol yang bila dibiarkan dapat
berakhir dengan DKA.
Sebelum menunjukkan tanda-tanda DKA, penderita sering
mengeluh poliuri dan polidipsi selama beberapa hari, yang disertai
dengan rasa mual, muntah, tidak nafsu makan, dan kadang-kadang
sakit perut. Pemeriksaan darah pada penderita DKA menunjukkan
hiperglikemia, gula darahnya berkisar 200-1000 mg/dl. Selain
terdapat peningkatan kadar keton plasma, reaksi darah juga
menunjukkan tanda-tanda asidosis, yaitu ph darah < 7,2 dan HCO3
15 mEq/L. Penderita DKA menunjukkan tanda-tanda dehidrasi,
takhipneu (nafas cepat), dan aseton halitos (nafas berbau seperti
aseton). Kesadaran penderita menurun, dan dapat sampai terjadi
koma.
Sindrom non-ketosis hiperosmolar, terutama terjadi pada
penderita diabetes tipe II. Gejalanya terjadi dehidrasi, hipovolemia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dan kesadaran menurun sampai koma. Gula darah meningkat dari
600 mg/dl sampai 1000 mg/dl, tetapi tidak disertai dengan ketosis.
Hal tersebut kemungkinan disebabkan masih terdapat sisa-sisa
insulin yang cukup untuk menekan terjadinya liposis. Pada
umumnya sindrom ini terjadi setelah diabetes penderita tidak
terkontrol, poliura, dan polidipsi.
Gejala akut timbul akibat kurangnya konsumsi cairan, yang
dapat dipercepat dengan adanya infeksi, stroke, infark jantung, atau
gangguan pencernaan. Dengan adanya kekurangan cairan akan
mengakibatkan gangguan kesadaran penderita.
Hipoglikemia, terutama ditemui pada penderita IDDM,
terjadi akibat pemberian insulin yang berlebihan. Gejala
hipoglikemia ringan sering terjadi pada penderita yang terlambat
makan atau penderita yang meningkatkan latihan (olah raga).
Gejalanaya seperti yang ditunjukkan pada orang yang menderita
kelaparan, misalnya keringat dingin, gemetar, berdebar-debar,
pusing atau sakit kepala ringan. Bila tidak cepat diatasi, penderita
akan merasa berputar-putar dan dapat pingsan. Pada kasus yang
berat dapat terjadi kekejangan. Hal yang serius dapat terjadi bila
kejadian ini timbul saat penderita sedang tidur dan tidak
mengetahui serangan sehingga keesokan harinya ia tidak bangun.
Sebagai pedoman, bila berkeringat di tengah malam, hal ini
merupakan tanda-tanda dari hipoglikemia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(2) Komplikasi kronis
Komplikasi kronis atau komplikasi yang bersifat menahun
pada umumnya terjadi pada penderita yang telah mengidap
penyakit diabetes mellitus selama 5-10 tahun. Komplikasi kronis
dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu komplikasi
mikrovaskuler (microangiopathy) dan komplikasi makrovaskuler
yang merupakan komplikasi khas dari diabetes lebih disebabkan
hiperglikemia yang tidak terkontrol. Komplikasi makrovaskuler
lebih disebabkan karena kelainan kadar lipid darah. Komplikasi
makrovaskuler pada penderita diabetes yang tidak terkontrol
menyebabkan hipertrigliseridemia (kadar trigliserida darah yang
tinggi) dan perubahan kadar kolesterol darah secara kualitatif.
(a). Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi dimana
pembuluh-pembuluh rambut menjadi kaku/menyempit
sehingga organ yang didarahinya kekurangan suplai darah.
Organ-organ yang biasanya terkena yaitu mata, ginjal dan
syaraf-syaraf perifer. Pada mata akan terjadi renopati, pada
ginjal dikenal dengan nefropati, dan pada syaraf perifer dikenal
neuropati.
(i). Retinopati diabetika
Meskipun diabetes dapat menyebabkan beberapa bentuk
kerusakan pada mata, seperti katarak dan glukoma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
(meningkatnya tekanan pada bola mata), tetapi bentuk
kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk
retinopati yang dapat menyebabkan kebutaan.
Kerusakan pada retina, terutama pada tempat-tempat
tertentu, dapat menyebabkan fungsi penglihatan menurun
secara drastis. Gangguan awal pada retina tidak
menimbulkan keluhan-keluhan pada penderita sehingga
tidak mengetahui permasalahan yang dihadapi sampai
diperiksakan oleh ahli mata dengan ophtalmoskop. Bila
gangguan ini dibiarkan, dan kerusakan menjadi sangat
progresif serta menyerang daerah penting (makula) maka
penderita dapat kehilangan penglihatan.
(ii). Nefropati diabetika
Nefropati diabetika adalah gangguan ginjal yang
diakibatkan karena penderita mengidap diabetes dalam
waktu yang cukup lama. Gangguan ini timbul setelah
penderita mengidap diabetes 10 tahun lebih. Gangguan ini
tidak selalu menyerang setiap penderita diabetes , tetapi
kurang lebih 50% penderita IDDM selama 15-20 tahun
menderita gangguan ini.
(iii). Neuropati diabetika
Gangguan ini merupakan akibat dari pengurangan suplai
darah ke jaringan-jaringan syaraf tersebut. Neuropati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
diabetika dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu
polineuropati simetris, neuropati autonomis, neuropati
asimetris, dan amiotropi. Yang paling sering ditemui
adalah polineuropati simetris yang menyerang kaki atau
tangan secara simetri. Indera perasa pada kaki atau tangan
penderita berkurang terutama sebatas daerah stocking
glove. Tanda atau gejala klinik yang ditimbulkan neuropati
automis tergantung dari organ yang diserang. Pada
umumnya penderita yang mengidap neuropati jenis ini juga
mengidap polineuropati simetris. Gejala yang dapat
ditimbulkan oleh penyakit ini antara lain impotensi,
gangguan pada kandung kencing, dan gangguan sistem
pencernaan. Neuropati asimetris atau disebut juga dengan
mononeuropati, dapat menyerang syaraf ke III, IV, atau VI
yang dapat menyebabkan kelumpuhan otot-otot penggerak
bola mata. Mononeuropati yang sering ditemui adalah
gangguan reflek pupil. Di samping itu, mononeuropati juga
dapat menyerang syaraf-syaraf perifer. Amiotropi diabetika
sering menyerang pria lanjut usia. Gejalanya terjadi
kelemahan dan atrofi (pengurusan) otot-otot paha yang
sering disertai dengan rasa sakit pada otot-otot yang
bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
(b). Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh darah arteri yang lebih besar sehingga menyebabkan
atherosklerosis. Walaupun atherosklerosis dapat terjadi pada
seseorang yang bukan pengidap diabetes, tetapi adanya
diabetes mempercepat terjadinya atherosklerosis. Akibat
atherosklerosis ini antara lain penyakit jantung koroner,
hipertensi, stroke, dan gangrene pada kaki.
Pengidap diabetes mudah mendapatkan gangrene pada kakinya
karena beberapa hal. Pertama, pengidap diabetes mudah
mendapatkan infeksi. Penyebabnya karena terjadi penurunan reaksi
sel-sel limfosit, kadar gula yang tinggi merupakan media yang baik
untuk berkembangbiaknya mikroorganisme dan gangguan pada
sistem vaskuler. Kedua, adanya atherosklerosis mengakibatkan
aliran darah terutama pada tempat-tempat yang jauh dari jantung,
misalnya ujung kaki menjadi terganggu. Ketiga, adanya neuropati
mengakibatkan fungsi sensorik (alat perasa/peraba) menjadi
menurun.
e) Faktor Resiko Diabetes Mellitus
Darmono (2002), menyebutkan faktor-faktor yang dapat memicu
terjadinya diabetes mellitus, antara lain :
(1) Kelompok usia dewasa tua (>40 tahun)
(2) Kegemukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(3) Tekanan darah tinggi
(4) Riwayat keluarga DM
(5) Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 g
(6) Riwayat DM pada kehamilan
(7) Dislipidemia
f) Perawatan
Pengelolaan DM menurut Waspadji, dkk, (2007) tujuan jangka
pendeknya adalah menghilangkan keluhan atau gejala DM dan
mempertahankan rasa nyaman serta sehat. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya yaitu mencegah terjadinya komplikasi, seperti
makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan
akhir menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita DM.
Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan cara
memperbaiki kelainan pada darah yang terjadi pada pasien DM, seperti
kelainan kadar glukosa darah, lipid, pemantauan tekanan darah dan
pengaturan berat badan. Langkah utama yang harus dilakukan dalam
mengelola DM adalah pengelolaan secara non farmakologis yang
berupa perencanaan makan dan kegiatan fisik (Olahraga). Apabila
dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang
ditentukan belum tercapai, maka dilanjutkan dengan pengelolaan
secara farmakologis. Pada keadaan gawat darurat tertentu pengelolaan
farmakologis dapat langsung diberikan. Pengelolaan farmakologis
umumnya berupa pemberian suntikan insulin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Pengelolaan penyakit DM meliputi perencanaan makan, latihan
fisik atau olah raga dan perawatan dengan obat dan insulin.
a) Perencanaan makan
Tujuan penatalaksanaan diet atau perencanaan makanan pada
penderita DM adalah mencapai dan mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati normal, mencapai dan mempertahankan
lipid mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan kronik
serta meningkatkan kualitas hidup. Dalam membuat perencanaan
makanan yang cocok untuk pasien DM harus dilakukan secara
individu yang disesuaikan dengan cara hidupnya, pola jam kerja,
latar belakang kulturnya, tingkat pendidikan dan penghasilannya.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat 60-70%, protein 10-15%,
lemak 20-25%.
b) Latiahan fisik atau olah raga
Manfaat olahraga bagi penderita DM yaitu penurunan kadar
glukosa darah, dan mencegah kegemukan yang ikut berperan
dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi atero genik,
gangguan lipid darah, peningkatan tekanan darah, dan
hiperkoagulasi darah. Keadaan-keadaan ini mengurangi resiko
Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan meningkatkan kualitas hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
diabetisi dengan meningkatnya kemampuan kerja dan juga
memberikan keuntungan secara psikologis.
Olahraga pada penderita DM dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif, sehingga
secara langsung olahraga dapat menyebabkan penurunan glukosa
darah. Demikian pula yang didapatkan dari hasil sebuah penelitian
bahwa olahraga aerobik yang teratur akan mengurangi kebutuhan
insulin sebesar 30-50% pada penderita DM tipe 1 yang terkontrol
dengan baik. Sedangkan penderita DM tipe 2 yang dikombinasikan
dengan penurunan berat badan akan mengurangi kebutuhan insulin
hingga 100%. Prinsip olah raga pada penderita DM sama saja
dengan prinsip olahraga secara umum yaitu memenuhi hal berikut
ini antara lain: frekuensi, intensitas, time (durasi) dan tipe (jenis).
Hal yang perlu diperhatikan setiap kali melakukan olahraga adalah
tahap-tahap (urutan kegiatan) yang meliputi pemanasan, latihan
inti, pendinginan, dan peregangan.
c) Obat anti diabetik
Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan
jasmani teratur namun pengendalian kadar glukosa darah belum
tercapai, perlu ditambahkan obat anti diabetik
Menurut Tjokroprawiro (1999) di Indonesia ada 3 obat anti
diabetes yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
(1) Tipe 1 (Short Acting)
Jenis ini mempunyai paruh waktu sekitar 4 jam, daya kerjanya
cepat, diberikan 1-3 kali sehari (pagi-siang-sore) yang termasuk
kelompok ini adalah: rastinon, orinase, nadisan, dymelor,
tolenase, glimidin.
(2) Tipe 2 (intermediet acting)
Memiliki paruh waktu antara 5-8 jam, diberikan 1-2 kali sehari
(pagi dan siang jangan pagi dan sore) apabila diberikan cukup
sekali sehari, berikanlah pada pagi hari saja. Termasuk
golongan ini adalah glibenclamide (euglukon, daonil),
golongan gliclazide (diamicron), golongan gliquidone
(glurenorm) dan golongan glipizide (minidiab).
(3) Tipe 3 (Long Acting)
Mempunyai paruh waktu antara 24-36 jam, diberikan sekali
saja setiap pagi jangan diberikan dalam dosis terbagi.
2) Penderita Diabetes Mellitus
Penderita diabetes mellitus adalah seseorang yang sudah
dinyatakan mengidap penyakit diabetes mellitus. Seseorang yang
dinyatakan menderita diabetes mellitus apabila sudah dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah dan dinyatakan positif mengidap
penyakit diabetes mellitus. Diagnosis DM harus didasarkan atas
pemeriksaan kadar glukosa darah. Saat ini banyak dipasarkan alat
pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan
dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang
dianjurkan. Untuk lebih memastikan diagnosis penyakit diabetes
mellitus, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan
dilaboratorium klinik yang terpercaya. (Shahab, 2006)
Diabetes millitus penyakit kronik yang tidak bisa sembuh
sempurna dan membutuhkan perawatan seumur hidup. Perawatan
penderita DM yang meliputi pengaturan pola makan, aktifitas dan
menjalani terapi pengobatan. Perawatan tersebut bertujuan untuk
mengendalikan kadar gula darah tetap normal dan mencegah terjadinya
kosekuensi yang tidak diinginkan, selain itu pengendalian DM tersebut
dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama dan kompleks. Proses
perawatan ini memungkinkan penderita DM mengubah gaya hidupnya
sehari-hari sehingga dapat mempengaruhi pandangan pasien terhadap
dirinya. Bagi beberapa orang mengalami kesulitan untuk
menyesuaikan dengan perubahan pola hidup yang terjadi akibat
penyakitnya dan memilih tidak menjalankan pola hidup yang sudah
dianjurkan. Hal tersebut akan berakibat fatal karena dapat
memperburuk penyakitnya dan memperbesar resiko terjadinya
komplikasi dari penyakit diabetes mellitus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
b. Optimisme
Sikap optimis disebut dengan optimisme. Optimisme adalah
kepercayaan bahwa kejadian di masa depan akan memiliki hasil yang
positif. Orang yang optimis adalah orang yang memiliki ekspektasi yang
baik pada masa depan dalam kehidupannya. Masa depan mencakup tujuan
dan harapan-harapan yang baik dan positif yang mencakup seluruh aspek
kehidupan. Individu yang optimis memiliki kecenderungan untuk selalu
mengharapkan hasil yang positif, sedangkan individu yang pesimis
umumnya mengharapkan hal-hal buruk untuk terjadi. (Carver & Scheier,
dalam Snyder & Lopez, 2002).
Optimisme adalah cara berfikir yang positif dan realistis dalam
memandang suatu masalah. Berfikir positif adalah berusaha mencari hal
terbaik keadaan terburuk. Optimisme dapat membantu meningkatkan
kesehatan secara psikologis, memiliki perasaan yang baik, melakukan
penyelesaian masalah dengan cara yang logis sehingga hal ini dapat
meningkatkan kekebalan tubuh (Segerstrom, 1998).
Seligman (2008) telah menguraikan optimisme sebagai gaya
penjelasan yang berakar dari teori atribusi. Menurut pendekatan ini, gaya
penjelasan optimis menghubungkan peristiwa yang baik yang terjadi pada
dirinya bersifat pribadi, permanen dan pervasive sedangkan kejadian
buruk yang terjadi pada dirinya bersifat eksternal (bersumber dari luar),
sementara dan spesifik. Sebaliknya, gaya penjelasan pesimis peristiwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
yang baik terjadi karena faktor internal, bersifat sementara dan spesifik.
Sedangkan peristiwa buruk yang terjadi bersifat permanen dan pervasive.
Berdasarkan beberapa pengertian dari beberapa ahli yang telah
diuraikan diatas, maka didapatkan pengertian optimisme adalah
kepercayaan bahwa kejadian di masa depan akan memiliki hasil yang
positif, orang yang optimis memiliki ekspektasi yang baik pada masa
depan dalam kehidupannya dan mempunyai cara berfikir yang positif dan
realistis dalam memandang suatu masalah.
c. Optimisme Penderita Diabetes Mellitus
Diabetes milletus merupakan penyakit kronis yang tidak bisa
sembuh sempurna dan membutuhkan perawatan seumur hidup. Penyakit
diabetes mellitus apabila dibiarkan tak terkendali maka akan menimbulkan
komplikasi-komplikasi yang dapat berakibat fatal. Individu yang
menderita penyakit diabetes mellitus harus menjalani pola hidup yang
ketat yang mengharuskan penderita DM membatasi/ mengatur pola makan
dan aktifitasnya. Penderita DM juga harus menjalani terapi pengobatan.
Penderita DM harus mengkonsumsi obat-obatan dan menyuntikan
insulin/terapi insulin secara rutin. Pengelolaan penyakit diabetes mellitus
tujuan jangka pendeknya adalah menghilangkan keluhan atau gejala DM
dan mempertahankan rasa nyaman serta sehat. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian pada penderita DM (Waspadji, dkk, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Di tengah kondisi yang dihadapi penderita DM, individu
diharapkan memiliki sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu
bertahan dengan tetap memiliki harapan-harapan yang baik akan masa
depan, bahkan dengan penyakit yang dihadapinya. Individu yang memiliki
pola pandang positif, memiliki harapan masa depan yang baik meskipun
dengan banyak tantangan dan kemalangan dikenal dengan individu yang
memiliki optimisme (Carver & Scheier, dalam Snyder & Lopez, 2002).
Optimisme adalah kepercayaan bahwa kejadian di masa depan
akan memiliki hasil yang positif (Carver & Scheier, dalam Snyder &
Lopez, 2002). Segerstrom (1998), menjelaskan optimisme adalah cara
berfikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah.
Optimisme dapat membantu seorang penderita dalam menyikapi gangguan
yang dimilikinya. Optimisme membantu dalam melakukan pertolongan
sendiri ketika sedang menghadapi permasalahan, dan juga menjadi motif
tersendiri bagi seoarang penderita untuk terus berusaha mencapai kualitas
hidup yang lebih baik (Primardi & Hadjam, 2011).
Optimisme pada penderita DM adalah sikap optimis dari individu
yang menderita penyakit diabetes mellitus. Sikap optimis dari penderita
DM ditunjukkan dengan sikap tidak menyerah dengan keadaanya yang
diakibatkan oleh penyakit diabetes mellitus. Penderita DM tetap berusaha
untuk hidup normal meskipun harus menjalani hidupnya yang serba
dibatasi. Optimisme yang tinggi dari penderita DM membuat seseorang
berperilaku lebih sehat untuk mempertahankan dan meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
kesehatannya, serta memperkecil risiko komplikasi yang timbul akibat
penyakit diabetes mellitus. Fournier, dkk, (2003) menyebutkan bahwa
optimisme membuat seorang penderita penyakit kronis, khususnya
penyakit diabetes mellitus yang membutuhkan manajemen yang ketat lebh
mudah beradaptasi dengan keadaanya dan lebih bisa mengontrol
keadaanya. Selain itu Kavanagh, dkk, (1993) juga menyebutkan bahwa
optimisme adalah prediktor yang relevan dari fungsi psikologis dan fisik
pada pasien yang menderita penyakit diabetes mellitus.
2. Aspek dan Ciri-ciri Optimisme
Berdasarkan explanatory style (gaya penjelasan) dari Seligman, individu
dalam menghadapi peristiwa dapat dibedakan antara individu yang optimis
dan individu yang pesimis. Seligman (2008), menjelaskan tiga aspek dalam
diri individu dalam menghadapi peristiwa yang dihadapinya sebagai berikut :
a. Permanence
Merupakan gaya penjelasan masalah yang berkaitan dengan waktu,
yaitu temporer dan permanen. Orang yang pesimis akan memandang
kegagalan/ kejadian yang menekan sebagai sesuatu yang permanen atau
menetap sedangkan untuk kejadian baik pada dirinya merupakan sesuatu
yang bersifat temporer. Sebaliknya orang optimis akan memandang
kejadian buruk yang menimpa dirinya sebagai sesuatu yang bersifat
temporer Sedangkan untuk kejadian-kejadian baik, orang optimis akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
memandang kejadian baik yang terjadi pada mereka bersifat permanen
atau menetap.
b. Pervasiveness
Merupakan gaya penjelasan yang berkaitan dengan dimensi ruang
lingkup, dibedakan menjadi spesifik dan universal. Orang-orang yang
pesimis akan mengungkapkan pola fikir dalam peristiwa yang
tidak menyenangkan dengan cara universal, sedangkan orang yang optimis
dengan cara spesifik. Sebaliknya untuk peristiwa yang baik yang terjadi
pada mereka orang yang pesimis memandang kejadian itu secara spesifik,
sedangkan orang yang optimis memandang kejadian itu secara universal.
c. Personalization
Merupakan gaya penjelasan masalah yang berkaitan dengan sumber
penyebab, internal dan eksternal. Orang yang optimis memandang penyebab
masalah-masalah yang menekan dari sisi lingkungan (eksternal) sedangkan
orang yang pesimis akan melihat kegagalan dari sisi dirinya (internal). Hal
sebaliknya berlaku dalam memandang peristiwa yang menyenangkan. Orang
yang optimis menghargai kemampuan dirinya atas keberhasilan yang diraih,
sedangkan orang yang pesimis menganggap keberhasilan sebagai akibat dari
situasi di luar dirinya. Individu dalam melakukan personalization ini ada cara
lain yang dapat dilakukan yaitu general self-blame dan behavior self-blame.
General self-blame berarti menyalahkan diri sendiri secara permanen
(berlangsung lama) dan pervasive (semua aspek kehidupan), sedangkan
behavior self-blame berarti menyalahkan diri sendiri tetapi secara temporer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
(tidak lama) dan spesifik pada aspek kehidupan tertentu. Berdasarkan uraian
di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ekspresi optimisme dan
pesimisme adalah permanence (penggunaan waktu), pervasiveness
(penggunaan dimensi ruang lingkup) dan personalization (sumber masalah).
Dalam melakukan personalization terdapat dua cara yaitu general self-blame
(menyalahkan diri sendiri terhadap apa yang terjadi dan sulit untuk
dimaafkan) sedangkan behavioral self-blame (menyalahkan diri sendiri
terhadap apa yang terjadi yang bersifat sementara dan pada hal hal yang
lebih jelas).
Menurut Carver & Scheier (dalam Snyder & Lopez, 2002)
mengungkapkan ciri-ciri orang yang optimis sebagai berikut:
a. Percaya diri
Merasa percaya diri dan yakin bahwa mampu mengendalikan atas masa
depannya. Individu merasa yakin bahwa dirinya mempunyai kekuasaan
yang besar sekali terhadap keadaan yang mengelilinginya. Keyakinan
bahwa individu menguasai keadaan ini membantu dirinya lebih percaya
diri dalam melakukan sesuatu karena merasa yakin semua yang dikerjakan
akan berjalan dengan baik.
b. Berharap sesuatu yang baik yang terjadi
Seorang yang optimis yakin bahwa sesuatu yang baik yang akan terjadi
pada dirnya. Meskipun sedang menghadapi situasi yang sulit, orang
optimis akan tetap yakin bahwa dapat menyelesaikanya dan pada akhirnya
akan mendapat sesuatu yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
c. Mempunyai gaya penjelasan yang fleksibel
Orang yang optimis mempunyai gaya penjelasan yang fleksibel dalam
memandang kejadian yang menimpa dirinya, sedangkan orang yang
pesimis mempunyai gaya penjelasan yang kaku.
d. Jarang terkena stres dalam menghadapi situasi yang sulit
Penelitian menunjukkan orang yang optimis cenderung lebih jarang
mengalami stres. Hal ini kemungkinan disebabkan karena orang yang
optimis akan selalu mempunyai pandangan yang positif terhadap situasi
buruk yang sedang dihadapi. Orang yang optimis biasanya akan mencari
jalan keluar yang lain apabila sedang mengalami kesusahan atau usahanya
gagal. Oleh karena itu orang yang optimis cenderung jarang terkena stres.
Berdasarkan uraian diatas, aspek yang akan digunakan dalam pembuatan
skala dalam penelitian ini adalah aspek optimisme milik Seligman (2008),
meliputi aspek permanence, aspek pervasiveness, dan aspek personalization.
Pertimbangan pemakaian aspek dari ahli diatas dikarenakan aspek dari ahli
tersebut lebih lengkap dan sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Optimisme Penderita Diabetes
Mellitus
Nurtjahyati dan Ratnaningsih (2011), mengemukakan beberapa hal yang
mempengaruhi cara berfikir optimis dalam diri seseorang, baik dari dalam diri
individu maupun dari luar individu. Faktor dari dalam individu berupa faktor
egosentris, yaitu sifat-sifat yang dimiliki tiap individu yang didasarkan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
fakta bahwa tiap pribadi adalah unik dan berbeda dengan pribadi lain. Faktor
egosentris ini berupa aspek-aspek kepribadian yang memiliki keunikan sendiri
dan berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lain, seperti minat, percaya
diri, harga diri dan motivasi Vinacle (dalam Nurtjahyati dan Ratnaningsih,
2011). Carver & Scheier (dalam Snyder & Lopez, 2002) menyebutkan bahwa
individu yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi merasa yakin dengan
apa yang dikerjakanya dan yakin bahwa yang dikerjakan akan berjalan dengan
baik. Motivasi mempengaruhi tingkat optimisme seseorang karena motivasi
berisi tentang motif seseorang dan bagaimana motif ini dikeluarkan dalam
kebiasaan orang tersebut. Motivasi yang tinggi seseorang akan mendorong
terciptanya keyakinan yang besar dari individu akan kemampuanya dalam
melakukan sesuatu. Minat mendorong seseorang lebih untuk lebih menyukai
sesuatu dan berusaha keras untuk mewujudkanya, minat terhadap sesuatu hal
akan merasa lebih yakin akan berhasil dalam melakukanya. Berdasarkan teori
explanatory style Seligman (2008), Ketika suatu hal yang buruk terjadi, maka
individu dapat menyalahkan dirinya sendiri (internal) atau dapat menyalahkan
orang lain dan lingkungan (eksternal). Orang yang mempunyai harga diri yang
positif akan cenderung mempunyai gaya penjelasan optimis, yaitu tidak
menyalahkan dirinya. Sedangkan orang yang mempunyai harga diri yang
negatif akan cenderung menyalahkan dirinya atas kejadian buruk yang terjadi
pada dirinya.
Faktor dari luar individu berupa faktor etnosentris, yaitu sifat-sifat yang
dimiliki oleh suatu kelompok atau orang lain yang menjadi ciri khas dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
kelompok atau jenis lain. Faktor etnosentris ini berupa keluarga, status sosial,
jenis kelamin, agama dan kebudayaan (Vinacle dalam Nurtjahyati dan
Ratnaningsih, 2011). Keluarga meliputi keadaan ekonomi keluarga, jumlah
saudara kandung, anak ke berapa dan jumlah kakak yang sudah bekerja.
Artinya semakin baik keadaan ekonomi keluarga maka diharapkan orang akan
semakin memiliki orientasi yang kuat terhadap masa depan karena tidak
terganggu oleh adanya pemenuhan kebutuhan primer manusia. Jenis kelamin
mempengaruhi berpikir optimis karena perempuan secara kodrati lebih terikat
oleh norma norma sosial, kebudayaan maupun norma agama dibandingkan
laki-laki sehingga hal tersebut mampu menghambat kemajuan dan
perkembangan perempuan dalam meraih cita-cita atau keberhasilannya di
masa depan sedangkan laki-laki lebih memiliki kebebasan karena tidak terikat
oleh norma-norma sosial atau kebudayaan sehingga lebih mudah dalam
pencapaian tujuan di masa depan. Agama merupakan suatu bentuk keyakinan
yang dimiliki seseorang yang dapat diaplikasikan dalam bentuk doa. Dengan
kata lain orang yang rajin berdoa, berarti benar-benar memiliki tujuan hidup
yang jelas. Kebudayaan merupakan segala sesuatu yang dipelajari dari pola
perilaku normatif meliputi ciri-ciri, pola pikir, merasakan dan bertindak.
Semakin baik kebudayaan yang dimiliki seseorang dalam lingkungan
hidupnya maka akan semakin optimis orang tersebut (Shofia, 2009).
Berdasarkan uraian diatas, maka faktor yang mempengaruhi optimisme
antara lain faktor dari luar individu yaitu faktor etnosentris yang berupa
keluarga, status sosial, jenis kelamin, agama dan kebudayaan, faktor dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dalam individu yaitu faktor egosentris yang berupa seperti minat, percaya diri,
harga diri dan motivasi. Bagi penderita DM sikap optimis dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik dari dalam individu itu sendiri maupun bantuan dari
orang-orang disekitarnya. Sikap optimis pada penderita DM ditunjukkan
dengan sikap tidak menyerah dengan keadaanya yang diakibatkan oleh
penyakit diabetes mellitus. Penderita DM tetap berusaha untuk hidup normal
meskipun harus menjalani hidupnya yang serba dibatasi. Individu dapat
memandang positif keadaan yang dialaminya apabila penderita DM sudah
dapat menerima keadaan dirinya yang serba sulit yang diakibatkan oleh
penyakit diabetes mellitus. Harga diri yang tinggi merupakan ciri dari
seseorang memiliki sikap optimis. Ciri individu yang mempunyai harga diri
tinggi adalah orang yang menghormati diri sendiri, superior, rasa kebanggaan,
penerimaan diri dan menyukai diri sendiri. Harga diri yang tinggi dari
penderita DM membuat seorang penderita DM lebih mudah menerima
keadaanya. Penderita DM yang sudah mampu menerima kondisi dirinya lebih
dimungkinkan memiliki sikap optimis dalam memandang kehidupanya, selain
itu faktor dari luar yang mempengaruhi optimisme dalah satunya yaitu
dukungan dari orang-orang terdekat. Dukungan dari orang terdekat lebih
mempercapat penderita dalam menerima keadaanya dan membuat penderita
lebih positif dalam memandang keadaanya dan tidak menyerah dalam
menjalani kehidupan dengan segala kesulitan yang dihadapi akibat penyakit
diabetes mellitus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
B. Penerimaan Diri
1. Pengertian Penerimaan Diri
Menurut Shereer (dalam Cronbach, 1954) penerimaan diri adalah sikap
individu untuk menerima kenyataan pada dirinya berupa kekurangan dan
kelebihanya, serta mampu mengaktualisasikan kehidupanya di masyarakat dan
berusaha untuk melakukan hal-hal yang terbaik untuk dirinya. Supratiknya
(1995) menjelaskan bahwa penerimaan diri adalah penghargaan yang tinggi
terhadap diri sendiri atau lawanya dan tidak bersikap sinis terhadap dirinya.
Allport (dalam Hjelle, dkk., 1992), penerimaan diri adalah toleransi individu
atas peristiwa-peristiwa yang membuat frustrasi atau menyakitkan sejalan
dengan menyadari kekuatan-kekuatan pribadinya. Sedangkan menurut
Maslow (dalam Hjelle, dkk., 1992) penerimaan diri adalah sikap menerima
dirinya dengan keterbatasan, kelemahan, kerapuhannya individu ini bebas dari
rasa bersalah, malu, dan rendah diri, juga dari kecemasan akan penilaian orang
lain terhadap dirinya.
Jersild (dalam Hurlock, 1974) menjelaskan bahwa seseorang yang
menerima dirinya adalah seseorang yang memiliki penilaian yang realistis
terhadap kemampuannya yang berkesinambungan dengan penghargaan
terhadap keberhargaan dirinya, jaminan dari dirinya tentang kestandaran
pendiriannya tanpa merasa terendahkan oleh opini orang lain dan penilaian
realistis dari keterbatasan dirinya tanpa menyalahkan dirinya secara tidak
rasional. Orang yang menerima dirinya mengenali kemampuan dirinya dan
dengan bebas mereka dapat menggunakan kemampuan dirinya walaupun tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
semua dari kemampuannya tersebut diinginkan. Mereka juga mengenali
kelemahan dirinya tanpa perlu menyalahkan dirinya.
Calhoun dan Acocella (1990) menjelaskan bahwa penerimaan diri
berkaitan dengan konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif dapat
membantu memahami dan menerima fakta-fakta yang begitu berbeda dengan
dirinya, sehingga sifat-sifat dalam dirinya seimbang dan terintegrasi.
Penerimaan diri berarti kemampuan memahami dirinya dan menerima
kenyataan bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Dalam menerima dirinya
sendiri, seseorang harus dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dan
kehidupanya.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli yang diuraikan diatas, maka
didapat pengertian penerimaan diri sebagai suatu keadaan dimana seorang
individu memiliki penilaian positif terhadap dirinya, serta mengakui segala
kelebihan maupun kekurangan yang ada di dalam dirinya tanpa malu atau
perasaan bersalah dan dapat menyusuaikan diri dengan masyarakat dan
kehidupanya.
2. Aspek dan Ciri-Ciri Individu yang Menerima Dirinya Sendiri
Supratiknya (1995) menjelaskan aspek-aspek penerimaan diri, antara
lain: pembukaan diri, penerimaan terhadap orang lain dan kesehatan
psikologis. Penjelasan lebih rinci mengenai aspek-aspek tersebut diuraikan
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
a. Pembukaan diri
Penerimaan diri seseorang dapat terlihat dari pembukaan dirinya terhadap
orang lain. Seseorang yang memiliki pembukaan diri membiarkan orang
lain tahu tentang dirinya, termasuk apa yang dirasakan dan dipikirkanya.
Pembukaan diri ditandai dengan kemampuan mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan reaksi kepada orang lain, serta merasa tertarik dengan
kegiatan yang bersifat pengungkapan diri.
b. Penerimaan terhadap orang lain
Seseorang yang menerima dirinya memiliki penerimaan terhadap orang
lain. Apabila kita berfikiran positif tentang diri kita, maka kita pun akan
berfikir tentang orang lain. Sebaliknya apabila kita menolak diri kita maka
kita pun akan menolak orang lain. Penerimaan terhadap orang lain ditandai
dengan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain dan bersedia menerima
bantuan atau peran dari orang lain.
c. Kesehatan psikologis
Kesehatan psikologis merupakan kualitas perasaan yang dimiliki
seseorang terhadap dirinya sendiri. seseorang yang sehat secara psikologis
memandang dirinya sebagai individu yang disenangi, memiliki
kemampuan, yakin bahwa dirinya merupakan individu yang berguna atau
pantas, serta adanya keyakinan untuk dapat diterima orang lain.
Jersild (1978) mengemukakan beberapa ciri-ciri penerimaan diri sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
a. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan
Individu yang memiliki penerimaan diri berfikir lebih realistik tentang
penampilan dan bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan orang lain.
Individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik
mengenai dirinya yang sebenarnya.
b. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain
Individu yang memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan
kekuatan dalam dirinya lebih baik daripada individu yang tidak memiliki
penerimaan diri.
c. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri
Seorang individu yang terkadang merasakan infeoritas/disebut dengan
infeority complex adalah seorang individu yang tidak memiliki sikap
penerimaan diri dan hal tersebut akan mengganggu penilaian yang realistik
atas dirinya.
d. Respon atas penolakan dan kritikan
Individu yang memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritikan, namun
demikian individu mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan
bahkan dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut.
e. real self ideal self
Individu yang memiliki penerimaan diri adalah individu yang
mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik
dalam batas-batas memungkinkan individu ini mungkin memiliki ambisi
yang besar, namun tidak mungkin untuk mencapainya walaupun dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
jangka waktu yang lama dan menghabiskan energinya. Oleh karena itu,
dalam mencapai tujuannya individu mempersiapkan dalam konteks yang
mungkin dicapai, untuk memastikan dirinya tidak akan kecewa saat
nantinya.
f. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain
Hal ini berarti apabila seorang individu menyayangi dirinya, maka akan
lebih memungkinkan baginya untuk menyayangi orang lain.
g. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri
Menerima diri dan menuruti diri merupakan dua hal yang berbeda.
Apabila seorang individu menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti
individu memanjakan dirinya. Individu yang menerima dirinya akan
menerima dan bahkan menuntut pembagian yang layak akan sesuatu yang
baik dalam hidup dan tidak mengambil kesempatan yang tidak pantas
untuk memiliki posisi yang baik atau menikmati sesuatu yang bagus.
Semakin individu menerima dirinya dan diterima orang lain, semakin
individu mampu untuk berbaik hati.
h. Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup
Individu dengan penerimaan diri mempunyai lebih bayak keleluasaan
untuk menikmati hal-hal dalam hidupnya. Individu tersebut tidak hanya
leluasa menikmati sesuatu yang dilakukannya. Akan tetapi, juga leluasa
untuk menolak atau menghindari sesuatu yang tidak ingin dilakukannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
i. Aspek moral penerimaan diri
Individu dengan penerimaan diri bukanlah individu yang berbudi baik dan
bukan pula individu yang tidak mengenal moral, tetapi memiliki
fleksibilitas dalam pengaturan hidupnya. Individu memiliki kejujuran
untuk menerima dirinya sebagai apa dan untuk apa nantinya, dan tidak
menyukai kepura-puraan.
j. Sikap terhadap penerimaan diri
Menerima diri merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang.
Individu yang dapat menerima beberapa aspek hidupnya, mungkin dalam
keraguan dan kesulitan dalam menghormati orang lain.
Sheerer (Cronbach,1954) menjelaskan lebih lanjut mengenai karakteristik
individu yang dapat menerima dirinya, yaitu:
a. Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi
persoalan. Individu yang menerima dirinya dengan positif mempunyai
keyakinan bahwa ia akan dapat menghadapi persoalan-persoalan yang
dihadapinya.
b. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan
sederajat dengan orang lain. Individu ini mempunyai keyakinan bahwa ia
dapat berarti atau berguna bagi orang lain dan tidak memiliki rasa rendah
diri karena merasa sama dengan orang lain yang masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan.
c. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada
harapan ditolak orang lain. Ini berarti individu tersebut tidak merasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
sebagai orang yang menyimpang dan berbeda dengan orang lain, sehingga
mampu menyesuikan dirinya dengan baik dan tidak merasa bahwa ia akan
ditolak oleh orang lain.
d. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri. Artinya,
individu ini lebih mempunyai orientasi keluar dirinya sehingga mampu
menuntun langkahnya untuk dapat bersosialisasi dan menolong sesamanya
tanpa melihat atau mengutamakan dirinya sendiri.
e. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. Berarti
individu memiliki keberanian untuk menghadapi dan menyelesaikan
segala resiko yang timbul akibat perilakunya.
f. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif. Sifat ini
tampak dari perilaku individu yang mau menerima pujian, saran dan
kritikan dari orang lain untuk pengembangan kepribadiannya lebih lanjut.
g. Individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya
ataupun mengingkari kelebihannya.
Berdasarkan uraian diatas, aspek yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah aspek penerimaan diri milik Supratiknya (1995), meliputi aspek
pembukaan diri, aspek penerimaan terhadap orang lain dan kesehatan
psikologis yang dikolaborasikan dengan ciri-ciri penerimaan diri Jersild
(1978), meliputi persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan, sikap
terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain, perasaan
inferioritas sebagai gejala penolakan diri, respon atas penolakan dan kritikan,
keseimbangan antara dan , penerimaan diri dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
penerimaan orang lain, menuruti kehendak dan menonjolkan diri, spontanitas
dan menikmati hidup, aspek moral penerimaan diri dan sikap terhadap
penerimaan diri. Ciri-ciri tersebut kemudian didistribusikan ke dalam aspek-
aspek yang dikemukakan Supratiknya. Pertimbangan penulis dalam
mengkolaborasikan aspek dan ciri-ciri dari ahli diatas karena penulis menilai
ciri-ciri dari ahli tersebut susuai dengan aspek yang penulis pakai, selain itu
aspek dan ciri-ciri dari ahli tersebut sesuai dengan penelitian yang penulis
lakukan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri
Hurlock (1974), menyatakan penerimaan diri dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, diantaranya adalah :
a. Aspirasi yang realistis
Individu yang mampu menerima dirinya harus realistis tentang dirinya dan
tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai.
b. Keberhasilan
Agar individu menerima dirinya, individu harus mampu mengembangkan
faktor peningkat keberhasilan sehingga potensinya berkembang secara
maksimal.
c. Wawasan diri
Kemampuan dan kemauan menilai diri secara realistis serta menerima
kelemahan serta kekuatan yang dimiliki akan meningkatkan penerimaan
diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
d. Wawasan sosial.
Kemampuan melihat diri pada individu seperti pandangan orang lain
tentang diri individu tersebut menjadi suatu pedoman untuk
memungkinkan berperilaku sesuai harapan individu.
e. Konsep diri yang stabil.
Bila individu melihat dirinya dengan satu cara pada suatu saat dan cara
lain pada saat lain, yang kadang menguntungkan dan kadang tidak, akan
menyebabkan ambivalensi pada dirinya. Agar tercapainya kestabilan dan
terbentuknya konsep diri positif, significant others memposisikan diri
individu secara menguntungkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diperoleh faktor yang
mempengaruhi penerimaan diri adalah adanya aspirasi yang realistik,
keberhasilan, wawasan diri, wawasan sosial, dan konsep diri yang stabil.
4. Dampak dari Adanya Penerimaan Diri
Menurut Hurlock (1974), individu yang semakin baik dalam menerima
dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuaian diri dan sosialnya.
Kemudian Hurlock membagi dampak dari penerimaan diri dalam dua kategori
yaitu:
a. Penyesuaian diri.
Salah satu karakteristik dari orang yang memiliki penyesuaian diri
yang baik adalah lebih mengenali kelebihan dan kekurangannya, biasanya
memiliki keyakinan diri (self confidence) dan harga diri (self esteem).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Selain itu orang dengan penerimaan diri yang baik juga lebih dapat
menerima kritik, dibandingkan dengan orang yang kurang dapat menerima
dirinya. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat
mengevaluasi dirinya secara realistik, sehingga dapat menggunakan semua
potensinya secara efektif. Hal tersebut dikarenakan memiliki anggapan
yang realistik terhadap dirinya maka akan bersikap jujur dan tidak
berpura-pura.
b. Penyesuaian sosial.
Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk
memberikan perhatiannya pada orang lain, seperti menunjukkan rasa
empati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat
mengadakan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan
orang yang merasa rendah diri atau merasa tidak adekuat sehingga mereka
itu cenderung untuk bersikap berorientasi pada dirinya sendiri.
Ryff (1996) menjelaskan bahwa penerimaan diri penting bagi terwujudnya
kondisi sehat secara mental. Individu yang memiliki penerimaan diri yang
rendah, apabila merasa tidak puas dengan dirinya, merasa kecewa dengan
kehidupan yang telah dijalaniya, mengalami kesulitan dengan sejumlah
kualitas pribadinya dan ingin menjadi individu yang berbeda dengan dirinya
saat ini. Oleh karena itu wujud dari penerimaan diri dalam kehidupan sehari-
hari adalah dengan bersikap positif terhadap dirinya sendiri.
Anderson (1959) menuturkan bahwa penerimaan diri penting untuk
mengintegrasikan tubuh, pikiran dan jiwa kita. Selain itu penerimaan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
adalah faktor utama yang membentuk kepribadian yang sehat (Hurlock, 1974).
Secara umum penerimaan diri dapat membuat seseorang bersikap lebih positif
terhadap penyakitnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka didapatkan bahwa penerimaan diri
memiliki dampak bagi penyesuaian diri individu dan penyesuaian individu
secara sosial, dan kondisi sehat secara mental. Selain itu individu yang
menerima dirnya dapat membuat pribadi individu tersebut sehat, membuat
seseorang bersikap lebih positif terhadap penyakitya.
C. Dukungan Emosi
1. Pengertian Dukungan Emosi
Dukungan emosi merupakan salah satu aspek dari dukungan sosial.
Dukungan sosial adalah bantuan, kenyamanan, kepedulian maupun
penghargaan dari individu atau kelompok individu lain (Sarafino, 1994).
Dukungan sosial menurut House & Khan (1985) adalah suatu bentuk
hubungan sosial yang bersifat menolong. Dukungan sosial meliputi empat
aspek yaitu, dukungan emosi, dukungan penilaian atau penghargaan,
dukungan informasi, dan dukungan instrumental. Corneil (1998) menyebutkan
bahwa aspek yang memiliki peran terpenting diantara keempat aspek
dukungan sosial tersebut adalah dukungan emosi. Hal ini dikarenakan
dukungan emosi adalah dasar bagi ketiga aspek yang lain yaitu, dukungan
penghargaan atau penilaian, dukungan informasi, dan dukungan instrumental.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Dukungan emosi merupakan dukungan yang diberikan oleh orang lain
yang berupa ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang
bersangkutan (House & Khan, 1985). Corsini (1999) menyatakan bahwa
dukungan emosi adalah penentraman hati, dorongan dan persetujuan yang
diterima dari seorang individu atau kelompok. Dukungan emosi menjadi
faktor utama dalam mempertahankan semangat.
Sarafino (1994), menjelaskan dukungan emosi merupakan dukungan
yang diberikan kepada individu dari individu lain yang mencakup ungkapan
empati, kepedulian dan perhatian. Dukungan emosional merupakan ekspresi
dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. Kesediaan
untuk mendengarkan keluhan seseorang akan memberikan dampak positif
sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu
merasa nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi
berbagai tekanan dalam hidup mereka.
Berdasarkan beberapa definisi yang diuraikan diatas, maka dukungan
emosi adalah dukungan yang diberikan oleh orang lain yang berupa ungkapan
empati, kepedulian, kehangatan personal, cinta dan perhatian yang
memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi
kecemasan saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka.
2. Aspek Dukungan Emosi
Menurut House dan Khan (1985) dukungan emosi mencakup hal-hal
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
a) Perhatian
Pehatian atau attention berupa kemauan untuk mendengarkan dan
kesediaan untuk didengar. Berusaha agar individu tidak merasa sendiri
disaat ia paling membutuhkan orang disekitarnya.
b) Kepercayaan
Kepercayanaan yang diberikan membuat seseorang lebih bisa menghadapi
krisis karena ia lebih yakin bahwa ia mampu menangani permasalahan
yang sedang ia hadapi.
c) Penghargaan
Penghargaan yang diberikan dapat berupa penghargaan secara verbal
maupun non verbal. Penghargaan dari orang-orang terdekat individu yang
dalam suasana tertekan merasa dihargai sehingga individu tersebut lebih
mudah keluar dari suasana tertekan yang sedang dialaminya.
d) Kasih sayang
Kasih sayang atau afeksi yaitu semacam status kejiwaan yang disebabkan
oleh pengaruh dari eksternal. Pemberian kasih sayang berupa kata-kata
misalnya: sayangku, cintaku, manisku dan sebagainya atau dengan
perbuatan misalnya: menepuk bahu, menggandeng, mencium, memeluk
dan sebagainya.
e) Empati
Empati yang dimaksud berupa kemampuan untuk merasakan keadaan
emosional orang lain, merasa simpatik, dan mencoba membantu
menyelesaikan masalah dan mengambil perspektif orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
f) Kepedulian
Kepedulian yang dimaksud dapat berupa ikut merasakan penderitaan yang
sedang dialami orang lain dan bisa diajak berbagi. Kepedulian membuat
sesorang merasa bahwa ia tidak sendiri.
Sarafino (1994) menyebutkan bahwa dukungan emosi mencakup beberapa
hal sebagai berikut :
a) Ungkapan empati
Ikut merasakan apa yang orang lain rasakan sehingga dapat dengan mudah
mengerti keadaan seseorang. Hal ini penting karena disaat seseorang
sedang mengalami keadaan yang buruk yang menimpa dirinya, disaat
itulah mereka sangat membutuhkan orang lain.
b) Kepedulian
Kepedulian lebih dari empati, kepedulian membuat seseorang ingin
membantu menyelesaikan permasalahan atau kesusahan yang sedang
dialami orang lain.
c) Perhatian
Perhatian yang diberikan kepada seseorang menjadi sangat berharga
apabila seseorang yang sedang dalam kesusahan menjadi sangat berarti
baginya.
d) Kasih sayang
Kasih sayang atau afeksi dapat membuat seseorang yang sedang
mengalami kesusahan merasa lebih ringan dalam menghadapinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
e) Kepercayaan
Kepercayaan atau trust membuat seseoarang lebih bisa mengatasi
permasalanya dan menjadi tidak mudah menyerah dengan keadaanya yang
sedang dalam kesusahan.
f) Perasaan didengar
Individu yang sedang dalam kesusahan akan lebih bisa mengatasi
keadaanya apabila ada orang lain yang bisa diajak berbagi, mau
mendengarkan keluh kesahnya dan memberikan masukan-masukan yang
sangat dibutuhkan seseorang yang sedang dalam kesusahan.
Berdasarkan uraian diatas, aspek-aspek yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah aspek dukungan emosi milik Sarafino (1994), meliputi
aspek ungkapan empati, aspek kepedulian, aspek perhatian, aspek kasih
sayang, aspek kepercayaan, dan aspek perasaan ingin didengar. Pertimbangan
pemakaian aspek dari ahli tersebut dikarenakan kedua aspek dari ahli diatas
mempunyai kesamaan sehingga peneliti memilih salah satu ahli dari kedua
ahli untuk digunakan dalam penelitian ini.
3. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Emosi
Sarafino (1994), menjelaskan setidaknya ada 3 faktor yang menyebabkan
seseorang menerima dukungan :
a. Potensi Penerima Dukungan
Tidak mungkin seseorang memperoleh dukungan emosi seperti yang
diharapkannya jika dia tidak bersosialisasi, tidak pernah menolong orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
lain, dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa dia sebenarnya
memerlukan pertolongan. Beberapa orang tidak perlu assertive untuk
meminta bantuan orang lain, atau merasa bahwa mereka seharusnya tidak
tergantung dan menyusahkan orang lain.
b. Potensi Penyedia Dukungan
Seseorang yang seharusnya menjadi penyedia dukungan bisa saja tidak
mempunyai sesuatu yang dibutuhkan orang lain, atau mungkin mengalami
stress sehingga tidak memikirkan orang lain, atau bisa saja tidak sadar
akan kebutuhan orang lain.
c. Komposisi dan Struktur Jaringan Sosial
Maksud dari jaringan sosial adalah hubungan yang dimiliki individu
dengan orang-orang dalam keluarga dan lingkungannya. Hubungan ini
dapat bervariasi dalam ukuran (jumlah orang yang sering berhubungan
dengan individu), frekuensi hubungan (seberapa sering individu bertemu
dengan orang-orang tersebut), komposisi (apakah orang-orang tersebut
keluarga, teman, rekan kerja, dan sebagainya), dan kedekatan hubungan.
Berdasarkan uraian diatas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi
dukungan emosi adalah adanya potensi penerima dukungan, potensi penyedia
dukungan dan komposisi dan struktur jaringan sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
4. Fungsi dan Manfaat Dukungan Emosi
Emmons & Colby (1995) mengatakan bahwa dukungan emosi membuat
seseorang merasa bahwa ia dirawat dan dihargai, selain itu dukungan emosi
berhubungan dengan pengurangan tekanan psikologis yang dialami seseorang.
Sarason (1999) menjelaskan bahwa individu dengan dukungan emosi yang
tinggi memiliki pengalaman hidup yang lebih baik, harga diri yang lebih
tinggi, serta memiliki pandangan yang lebih positif terhadap kehidupan
dibandingkan individu dengan dukungan emosi yang rendah. Sebaliknya,
dukungan emosi yang rendah berhubungan dengan locus of control yang
eksternal, ketidakpuasan hidup dan adanya hambatan-hambatan dalam
melakukan tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari.
Menurut Sundberg, dkk, (2007) terdapat beberapa manfaat dukungan
emosi pada kesehatan antara lain:
a. Mengurangi kemungkinan jatuh sakit
b. Mempercepat kesembuhan
c. Mengurangi kematian akibat penyakit serius
d. Mengurangi komplikasi selama hamil dan melahirkan
e. Mengurangi frekuensi wabah herpes
f. Memperbaiki penyesuaian terhadap penyakit arteri koroner
g. Memperbaiki dan mempercepat penyembuhan dari penyakit ginjal,
leukimia pada masa kanak-kanak, dan stroke
h. Memperbaiki kontrol terhadap diabetes
i. Mengurangi penderitaan akibat arthritis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
j. Meningkatkan kepatuhan terhadap aturan pemakaian obat
Berdasarkan uraian diatas, maka didapatkan fungsi dari dukungan emosi
adalah dapat membuat seseorang merasa bahwa ia dirawat dan dihargai, dapat
mengurangi tekanan psikologis yang dialami seseorang, memberikan
pengalaman hidup yang lebih baik, dapat membuat seseorang memiliki harga
diri yang lebih tinggi, serta memiliki pandangan yang lebih positif terhadap
kehidupan, meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik, mempercepat
kesembuhan, mengurangi kematian akibat penyakit serius, memperbaiki
kontrol terhadap diabetes, meningkatkan kepatuhan terhadap aturan
pemakaian obat.
D. Hubungan antara Penerimaan Diri dan Dukungan Emosi dengan
Optimisme pada Penderita Diabetes Mellitus
1. Hubungan antara Penerimaan Diri dengan Optimisme pada
Penderita Diabetes Mellitus
Penderita DM diharapkan memiliki sikap positif dari dalam dirinya
untuk mampu bertahan dengan tetap memiliki harapan-harapan yang baik
akan masa depan, bahkan dengan penyakit yang dihadapinya. Individu
yang memiliki pola pandang positif, memiliki harapan masa depan yang
baik meskipun dengan banyak tantangan dan kemalangan dikenal dengan
individu yang memiliki optimisme. Optimisme pada penderita diabetes
mellitus membuat penderita lebih semangat dalam menjalani kehidupanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
walaupun kehidupanya menjadi lebih berat akibat penyakit diabetes
mellitus.
Sikap optimis dipengaruhi beberapa faktor, salah satu faktor yang
mempengaruhi optimisme adalah cara individu tersebut memandang
dirinya. Sikap menerima keadaan membuat seseorang lebih positif dalam
memandang dirinya (Goodhart, dalam Tentama, 2007).
Ryff (dalam Angraeni dan Cahyanti, 2012) mengungkapkan bahwa
individu yang memiliki penerimaan diri yang baik menunjukkan
karakteristik: memiliki sikap positif terhadap dirinya, mengakui dan
menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik yang bersifat baik
maupun buruk, serta merasa positif dengan kehidupan.
Sedangkan individu dengan taraf penerimaan diri yang rendah
(buruk), cenderung sulit untuk memahami karakteristik dirinya sendiri.
Individu cenderung memiliki pandangan yang negatif terhadap
kemampuan atau potensi dirinya, menolak atau mengingkari keadaan dan
kondisi yang dialaminya. Individu tersebut kurang memiliki motivasi
untuk mencapai suatu hal yang positif dalam kehidupanya, tidak puas
terhadap dirinya, serta selalu bersikap pesimis (Jersild, 1978).
Penerimaan penderita DM terhadap kondisinya membantu
penderita DM lebih positif dalam memandang dirinya. Penerimaan diri
sebagai suatu keadaan dimana seseorang memiliki sikap yang positif
terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri
termasuk kualitas baik dan buruk yang ada pada diri dan memandang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
positif terhadap kehidupan yang telah dijalani (Ryff, dalam Rizkiana dan
Retnaningsih, 2009). Hjelle, dkk, (1992) menyebutkan bahwa penerimaan
diri merupakan ciri kepribadian yang masak, sehingga individu yang dapat
menerima diri akan mempunyai pandangan yang positif terhadap apa yang
ada dalam dirinya.
Satyaningtyas dan Abdullah (2010) mengungkapkan semakin
positif penerimaan diri maka akan semakin tinggi kebermaknaan hidup.
Frankl (dalam Schultz, 1991) menyebutkan ciri seseorang yang
mempunyai kebermaknaan hidup ialah sikap optimis dalam diri individu
tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang penderita DM bisa
lebih optimis dalam menjalani kehidupanya apabila ia sudah dapat
menerima keadaan dirinya dengan segala perubahan yang dialami dalam
kehidupanya yang disebabkan penyakit diabetes mellitus. Pernyataan
tersebut didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Chang (2008)
yang menunjukkan adanya hubungan positif antara penerimaan diri
dengan optimisme.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa penderita DM
yang memiliki penerimaan terhadap dirinya yang positif memiliki
penilaian yang tinggi mengenai dirinya, sehingga individu merasa mampu
menghadapi kesulitan yang ditimbulkan akibat penyakit yang dideritanya.
Dengan demikian dimungkinkan penderita DM tersebut memiliki sikap
optimis dalam menjalani kehidupanya. Sedangkan penderita DM dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
penerimaan diri yang rendah cenderung memandang dirinya secara negatif
sehingga individu cenderung pesimis dalam menghadapi kehidupanya.
2. Hubungan antara Dukungan Emosi dengan Optimisme pada
Penderita Diabetes Melllitus
Perubahan pola hidup yang dialami penderita DM menimbulkan
suatu reaksi emosi negatif serta konflik dari diri penderita. Emosi negatif
yang muncul dari penderita DM berupa marah, rasa bersalah, cemas dan
sedih (Kirkley, dalam Kartika & Hasanat, 2008). Cahyani (2010)
menyebutkan seorang yang menderita penyakit diabetes mellitus
mengalami stres dan merasa putus asa dengan keadaanya khususnya ketika
di awal mengetahui bahwa mereka menderita penyakit diabetes mellitus.
Perasaan tersebut membuat seorang penderita DM merasa kehilangan
semangat hidup.
Dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, suami,
teman-teman, rekan kerja subjek, dan dokter menimbulkan semangat
hidup penderita DM. Mereka semua memberikan kasih sayang, perhatian,
dan memberikan pengarahan dan semangat agar tetap sabar, ikhlas, tegar
dan optimis dalam menjalankan hidup. Perasaan subjek senang dan
bahagia, karena dapat menjalin hubungan yang akrab dengan orang-orang
terdekat. Hidup penderita DM lebih berharga dan bermakna, karena orang-
orang terdekat subjek tidak menganggap subjek sebagai orang yang sakit
dan mereka tetap memberikan dukungan perhatian, dan kasih sayang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
sehingga subjek menjadi lebih kuat dan bersemangat dalam menjalankan
hidup (Cahyani, 2010).
Hal tersebut didukung dengan pendapat Astuti dan Budiyani,
(2010) yang mengatakan bahwa ketika individu menerima dukungan
emosional berupa kehangatan, kepedulian dan empati maka individu akan
merasa diperhatikan. Pengalaman tersebut membuat individu merasa
bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan disayangi. Pengalaman tersebut
akan dapat menuntun pada suatu keyakinan bahwa dirinya masih berarti
bagi orang-orang terdekatnya.
Dukungan akan dirasakan sangat berharga ketika seseorang berada
dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Seseorang yang mendapat
dukungan sosial akan merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai yang
selanjutnya akan merasakan kepuasan dalam hidup dan dapat menghadapi
tantangan dan masalah-masalahnya dengan lebih efektif. Sebaliknya,
seorang yang tidak atau kurang mendapatkan dukungan emosi, apalagi
dalam situasi yang banyak konflik, akan merasa diasingkan, mengalami
kesunyian dan kehampaan hidup (Astuti dan Budiyani, 2010).
Berkaitan dengan dukungan emosi, Bastaman (1996) menjelaskan
bahwa dukungan dari orang lain pada saat seseorang mengalami
kekecewaan atau tekanan akan memperkaya pengalaman batin,
memberikan keyakinan diri, mengubah cara pandang negatif, dan
membantu memberikan pemahaman terhadap nilai-nilai yang dapat
membentuk makna hidup seseorang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Sarafino (1994) mengatakan bahwa dukungan emosi dapat
berfungsi sebagai pelindung dari perasaan tertekan dan dapat mengubah
pandangan negatif individu terhadap situasi yang penuh stres. Dukungan
emosi yang diberikan agar dapat meyakinkan bahwa setiap masalah ada
jalan keluarnya, atau menghibur hati seseorang ketika seseorang merasa
hidupnya tidak berarti lagi. Hal-hal ini akan dapat membantu seseorang
mendapatkan pengharapan.
Bastaman (dalam Astuti dan Budiyani, 2010) mengemukakan
bahwa harapan mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang
menemukan makna hidup didalamnya. Pengharapan mengandung makna
hidup karena adanya keyakinan akan terjadinya perubahan yang lebih
baik, ketabahan menghadapi keadaan yang lebih baik, ketabahan
menghadapi keadaan buruk dan sikap optimis menyongsong masa
depannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa penderita DM
yang mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat khususnya
dukungan emosi akan mengurangi perasaan negatif yang dalam dirinya,
sehingga individu merasa mampu menghadapi kesulitan yang ditimbulkan
akibat penyakit yang dideritanya. Dengan demikian dimungkinkan
penderita DM tersebut memiliki sikap optimis dalam menjalani
kehidupanya. Sedangkan penderita DM dengan yang kurang mendapatkan
dukungan emosi akan cenderung sulit lepas dari emosi negatif sehingga
individu cenderung pesimis dalam menghadapi kehidupanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
3. Hubungan antara Penerimaan Diri dan Dukungan Emosi dengan
Optimisme pada Penderita Diabetes Mellitus
Perubahan pola hidup yang dialami penderita DM menimbulkan
suatu reaksi emosi negatif serta konflik dari diri penderita. Emosi negatif
yang muncul dari penderita DM berupa marah, rasa bersalah, cemas dan
sedih (Kirkley, dalam Kartika & Hasanat, 2008). Penderita DM yang
memandang dirinya secara negatif, akan merasa putus asa dan menjadi
sulit untuk dapat menerima keadaannya. Hal tersebut dapat memperburuk
kondisi kesehatanya karena reaksi emosi yang muncul dalam diri penderita
DM mempengaruhi kepatuhan dalam menjalani diet (Miller & Schnoll,
dalam Kartika dan Hasanat, 2008).
Di tengah kondisi yang dihadapi penderita DM, individu
diharapkan memiliki sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu
bertahan dengan tetap memiliki harapan-harapan yang baik akan masa
depan, bahkan dengan penyakit yang dihadapinya. Bagi seorang penderita
DM sikap optimis sangatlah dibutuhkan berkaitan dengan penyesuaian diri
dengan pola hidupnya. Seseorang yang menderita penyakit diabetes
mellitus akan terus menerus mengidap penyakit tersebut seumur hidupnya,
oleh karena itu dibutuhkan penyesuaian dengan pola hidup yang berubah
akibat penyakit diabetes mellitus. Penyesuaian pola hidup tersebut
mencakup perubahan pola makan, olah raga, dan minum obat atau terus
menyuntikkan insulin setiap harinya dan seumur hidupnya (Badaria dan
Astuti, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Sikap optimis penderita DM dalam menjalani kehidupanya tidak
lepas dari karakter kepribadian yang dimiliki seseorang. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi cara berfikir seseorang, baik faktor dari dalam
diri sendiri maupun faktor yang berasal dari luar dirinya. Faktor dalam diri
sendiri contohnya adalah cara individu tersebut memandang dirinya. Sikap
menerima keadaan membuat seseorang lebih positif dalam memandang
dirinya (Goodhart, dalam Tentama, 2007).
Penerimaan penderita DM terhadap kondisinya membantu
penderita DM lebih positif dalam memandang dirinya. Penerimaan diri
sebagai suatu keadaan dimana seseorang memiliki sikap yang positif
terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri
termasuk kualitas baik dan buruk yang ada pada diri dan memandang
positif terhadap kehidupan yang telah dijalani (Ryff, dalam Rizkiana dan
Retnaningsih, 2009). Berdasarkan hasil penelitian (Satyaningtyas dan
Abdullah, 2010) terdapat hubungan positif antara penerimaan diri dan
kebermaknaan hidup pada penyandang cacat fisik. Semakin positif
penerimaan diri maka akan semakin tinggi kebermaknaan hidup. Frankl
(dalam Schultz, 1991) menyebutkan ciri seseorang yang mempunyai
kebermaknaan hidup ialah sikap optimis dalam diri individu tersebut.
Selain faktor dari dalam individu, optimisme juga dipengaruhi
faktor dari luar. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi optimisme
adalah dukungan dari orang-orang terdekat (Fayed, dkk, 2011). Individu
yang mendapatkan dukungan yang lebih dari keluarga dan teman-temanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
memiliki kesehatan yang lebih baik dan lebih cepat pulih dari masalah
kesehatan dibandingkan dengan orang yang kurang mendapat dukungan
dari orang-orang terdekatnya. Keluarga dapat memberikan pengaruh yang
positif dalam membantu merencanakan apa yang harus ditempuh untuk
mewujudkan harapannya. Harapan yang tinggi (optimisme) terkait dengan
perasaan yang kuat terhadap dukungan dari orang-orang terdekat. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Karademas (2006), yang menganggap
dukungan sosial dapat menggambarkan pengetahuan tentang diri (menjadi
mampu) dan dunia (menjadi ramah) yang mana akan menghasilkan
penilaian mengenai masa depan yang mungkin lebih bermanfaat
(optimisme) dan menimbulkan status kesehatan yang lebih baik.
Dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, suami,
teman-teman, rekan kerja subjek, dan dokter menimbulkan semangat
hidup penderita DM. Mereka semua memberikan kasih sayang, perhatian,
dan memberikan pengarahan dan semangat agar tetap sabar, ikhlas, tegar
dan optimis dalam menjalankan hidup. Perasaan penderita senang dan
bahagia, karena dapat menjalin hubungan yang akrab dengan orang-orang
terdekat. Hidup penderita DM lebih berharga dan bermakna, karena orang-
orang terdekat tidak menganggap penderita DM sebagai orang yang sakit
dan orang-orang terdekat tetap memberikan dukungan perhatian, dan kasih
sayang, sehingga penderita DM menjadi lebih kuat dan bersemangat dalam
menjalankan hidup (Cahyani, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Hal tersebut didukung dengan pendapat Astuti dan Budiyani,
(2010) yang mengatakan bahwa ketika individu menerima dukungan
emosional berupa kehangatan, kepedulian dan empati maka individu akan
merasa diperhatikan. Pengalaman tersebut membuat individu merasa
bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan disayangi. Pengalaman tersebut
akan dapat menuntun pada suatu keyakinan bahwa dirinya masih berarti
bagi orang-orang terdekatnya
Berkaitan dengan dukungan emosi, Bastaman (1996) menjelaskan
bahwa dukungan dari orang lain pada saat seseorang mengalami
kekecewaan atau tekanan akan memperkaya pengalaman batin,
memberikan keyakinan diri, mengubah cara pandang negatif, dan
membantu memberikan pemahaman terhadap nilai-nilai yang dapat
membentuk makna hidup seseorang.
Sarafino (1994) mengatakan bahwa dukungan emosi dapat
berfungsi sebagai pelindung dari perasaan tertekan dan dapat mengubah
pandangan negatif individu terhadap situasi yang penuh stres. Dukungan
emosi yang diberikan agar dapat meyakinkan bahwa setiap masalah ada
jalan keluarnya, atau menghibur hati seseorang ketika seseorang merasa
hidupnya tidak berarti lagi. Hal-hal ini akan dapat membantu seseorang
mendapatkan pengharapan.
Bastaman (dalam Astuti dan Budiyani, 2010) mengemukakan
bahwa harapan mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang
menemukan makna hidup didalamnya. Pengharapan mengandung makna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
hidup karena adanya keyakinan akan terjadinya perubahan yang lebih
baik, ketabahan menghadapi keadaan yang lebih baik, ketabahan
menghadapi keadaan buruk dan sikap optimis menyongsong masa
depannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa individu dengan
penerimaan diri yang positif disertai dengan dukungan emosi yang tinggi,
akan menjadi lebih mudah terbebas dari emosi negatif, lebih semangat
menjalani pengobatan, dan optimis dapat menjalani kehidupan dengan
normal.
E. Kerangka Pemikiran
Penderita penyakit diabetes mellitus pertama kali didiagnosis menderita
diabetes dan harus menjalani hidup dengan diabetes biasanya mengalami
reaksi emosi yang negatif berupa penolakan, marah, sedih sampai kehilangan
semangat hidup. Selain itu penderita DM harus menjalani pola hidup yang
ketat, seperti pengaturan makan, aktifitas dan harus mengkonsumsi obat-
obatan agar dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi. Sikap optimis
diperlukan bagi para penderita diabetes mellitus agar dapat menjalani
kehidupan dengan lebih baik dan mengurangi resiko terjadinya komplikasi-
komplikasi dari penyakit ini. Dukungan emosi dan penerimaan diri
memungkinkan penderita untuk lebih bisa menerima keadaanya dan tetap
optimis dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara penerimaan diri dengan optimisme pada penderita
diabetes meliitus
2. Terdapat hubungan antara dukungan emosi dengan optimisme pada penderita
diabetes mellitus
3. Terdapat hubungan antara penerimaan diri dan dukungan emosi dengan
optimisme pada penderita diabetes mellitus
(3)
(2)
(1)
Optimisme
Penerimaan Diri
Penderita DM Penderita DM
Dukungan Emosi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga variabel yang terdiri atas satu variabel
kriterium dan dua variabel prediktor. Variabel-variabel dalam penelitian ini
antara lain :
Variabel Kriterium : Optimisme
Variabel Prediktor I : Penerimaan Diri
Variabel Prediktor II : Dukungan Emosi
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal
yang didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi). Penyusunan definisi
operasional variabel penelitian ini perlu, karena definisi operasional variabel
penelitian akan menunjuk alat pengambil data mana yang cocok untuk
digunakan. Definisi operasional variabel penelitian dalam penelitian ini ialah :
1. Optimisme
Optimisme merupakan suatu gaya penjelasan dari seseorang dalam
menghadapi suatu kejadian yang menghubungkan peristiwa yang baik
yang terjadi pada dirinya bersifat pribadi, permanen dan pervasive
sedangkan untuk kejadian buruk yang terjadi pada dirinya bersifat
eksternal (bersumber dari luar), sementara dan spesifik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Pengukuran optimisme dalam penelitian ini menggunakan Skala
Optimisme. Skala Optimisme yang akan digunakan merupakan modifikasi
model Skala Likert dengan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti
berdasarkan teori optimisme Seligman (2008), meliputi aspek
permanence, aspek pervasiveness, dan aspek personalization. Skor pada
skala semakin tinggi menunjukkan semakin tinggi optimismenya,
Sebaliknya skor skala semakin rendah menunjukkan semakin rendah
optimismenya (pesimis).
2. Penerimaan Diri
Penerimaan diri diartikan sebagai suatu keadaan dimana seorang
individu mempunyai pembukaan diri dan penerimaan terhadap orang lain
serta mempunyai kesehatan psikologis yang lebih baik.
Pengukuran penerimaan diri dalam penelitian ini akan
menggunakan Skala Penerimaan Diri. Skala Penerimaan Diri yang akan
digunakan merupakan modifikasi model Skala Likert dengan skala yang
dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan kolaborasi dari teori penerimaan
diri Supratiknya (1995) dan Jersild (1978), yaitu aspek dari Supratiknya
(1995), meliputi aspek pembukaan diri, aspek penerimaan terhadap orang
lain dan kesehatan psikologis dan ciri - ciri penerimaan diri Jersild (1978),
meliputi persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan, sikap
terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain, perasaan
inferioritas sebagai gejala penolakan diri, respon atas penolakan dan
kritikan, keseimbangan antara dan , penerimaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
diri dan penerimaan orang lain, menuruti kehendak dan menonjolkan diri,
spontanitas dan menikmati hidup, aspek moral penerimaan diri dan sikap
terhadap penerimaan diri. Ciri-ciri tersebut kemudian didistribusikan ke
dalam aspek-aspek penerimaan diri Supratiknya. Skor pada skala semakin
tinggi menunjukkan semakin tinggi penerimaan dirinya, Sebaliknya skor
skala semakin rendah menunjukkan semakin rendah penerimaan dirinya.
3. Dukungan Emosi
Dukungan emosi dalam penelitian ini diartikan sebagai frekuensi
ungkapan empati, kepedulian, perhatian, kasih sayang, dan kepercayaan,
dan kebutuhan akan perasaan ingin didengar yang diberikan oleh orang
disekitar seperti keluarga, rekan, tenaga medis maupun terapis yang
memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi
kecemasan saat menghadapi berbagai tekanan hidup atau situasi yang
tidak menyenangkan.
Pengukuran dukungan emosi dalam penelitian ini akan
menggunakan Skala Dukungan Emosi. Skala Dukungan Emosi yang akan
digunakan merupakan modifikasi model Skala Likert dengan skala yang
dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori dukungan emosi Sarafino
(1994), meliputi aspek ungkapan empati, aspek kepedulian, aspek
perhatian, aspek kasih sayang, aspek kepercayaan, dan aspek perasaan
ingin didengar. Skor pada skala semakin tinggi menunjukkan semakin
tinggi dukungan emosi yang diterimanya, Sebaliknya skor skala semakin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
rendah menunjukkan semakin rendah tingkat dukungan emosi yang
diterimanya.
C. Populasi, Sampel, dan Sampling
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat
berupa manusia, hewan, gejala, nilai peristiwa, sikap hidup, dan
sebagainya sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian
(Bungin, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah penderita DM yang
tergabung dalam PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia) cabang
Surakarta dan aktif mengikuti kegiatan rutin PERSADIA yang diadakan
setiap seminggu sekali yang terdiri atas 307 anggota, yang terbagi dalam
16 unit. Kriteria aktif dalam penelitian ini adalah apabila anggota aktif
mengikuti kegiatan rutin sekurang-kurangnya satu kali dalam satu minggu
selama dua bulan terakhir. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 16
unit anggota PERSADIA cabang Surakarta dengan jumlah penderita DM
yang termasuk anggota aktif adalah 307 anggota, dengan rincian data
populasi dapat dilihat pada tabel 1:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Tabel 1. Tabel Data Populasi Penelitian
No Unit Jumlah Responden 1 Rumah Sakit Dr. Oen Surakarta 35 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta 32 3 Perumnas Palur 18 4 Popongan 5 5 Gemolong 22 6 RSI Klaten 28 7 Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru 45 8 Gunung Sari 5 9 Rumah Sakit Kasih Ibu 30 10 GKJ 10 11 Rumah Sakit Dr. Oen Sawit 25 12 Kusma Hati 10 13 Kebak Keramat 12 14 PMI Karanganyar 19 15 Puskesmas Jaten II 2 16 Ngeringo Indah 9
Jumlah 307
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster
sampel yaitu sampel yang sudah dikelompokkan, yang dimaksud sebagai
kelompok dalam penelitian ini adalah unit PERSADIA yang tergabung
dalam PERSADIA cabang Surakarta. Arikunto (2006) menyebutkan
apabila jumlah responden dalam penelitian besar, lebih dari 100, maka
dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%. Berdasarkan hal tersebut maka
dari keseluruhan populasi yaitu 16 unit, penulis memilih 25% untuk
sampel penelitian yaitu minimal 4 unit. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan dua unit untuk pelaksanaan uji coba dan empat unit
digunakan untuk pelaksanaan penelitian.
3. Sampling
Sampling merupakan metodologi untuk memilih dan mengambil
individu-individu masuk kedalam sampel yang representatif. Teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
pengambilan sampel merupakan cara untuk memperkecil kekeliruan
generalisasi dari sampel ke populasi (Suryabrata, 2006). Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
teknik cluster random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak
untuk memberikan kesempatan yang sama kepada masing-masing unit
untuk dijadikan sampel penelitian, dengan terlebih dahulu
mengidentifikasikan semua unit yang tergabung dalam PERSADIA
cabang Surakarta tersebut untuk didaftar sebagai anggota populasi
kemudian mengundinya. Berdasarkan hasil pengundian, dari 16 unit
anggota populasi diperoleh 2 unit yaitu unit gemolong dan unit PMI
Karanganyar digunakan untuk pelaksanaan uji coba. Sedangkan 4 unit
yaitu unit RSUD Dr. Moewardi, unit RSI Klaten, unit Perumnas Palur, dan
unit Ngringo Indah digunakan untuk penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Sumber data adalah sesuatu yang menjadi sumber untuk
memperoleh sebuah data. Data penelitian ini diperoleh langsung dari
responden yang merupakan penderita DM yang tergabung dalam
PERSADIA cabang Surakarta. Data tersebut berupa respons atau
tanggapan atas pernyataan yang diajukan peneliti dalam skala penelitian,
baik Skala Optimisme, Skala Penerimaan Diri, dan Skala Dukungan
Emosi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Peneliti juga menggunakan data pendukung yang diperoleh dari
tempat penelitian yaitu bagian administrasi kantor PERSADIA cabang
Surakarta dan Unit PERSADIA anggota PERSADIA cabang Surakarta
yang berupa informasi tentang jumlah dan kondisi anggota yang terdaftar
dalam PERSADIA cabang Surakarta.
2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan tiga alat ukur berupa skala yang
digunakan sebagai alat pengumpul data, yaitu: Skala Optimisme, Skala
Penerimaan Diri, dan Skala Dukungan Emosi. Semua skala yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan model skala Likert yang
telah dimodifikasi, yaitu dengan menghilangkan pilihan ragu-ragu atau
netral, sehingga hanya akan digunakan empat pilihan jawaban. Skala
dibuat sebagai pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable dengan
empat alternatif jawaban yang telah disediakan, yaitu sangat sesuai (SS),
sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Skala dengan
empat alternatif pilihan jawaban lebih disarankan karena apabila ada lima
alternatif jawaban, responden cenderung memilih alternatif yang ada di
tengah, yang dirasa aman dan hampir tidak berpikir (Arikunto, 2006).
Penilaian item favorable bergerak dari skor 4 (sangat sesuai), skor 3
(sesuai), skor 2 (tidak sesuai), dan skor 1 (sangat tidak sesuai). Sedangkan
penilaian item unfavorable bergerak dari skor 1 (sangat sesuai), skor 2
(sesuai), skor 3 (tidak sesuai), dan skor 4 (sangat tidak sesuai).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Tabel 2. Tabel Sistem Penilaian Aitem Skala
Aitem Favorable Skor Aitem Unfavorable Skor Sangat Sesuai (SS) 4 Sangat Sesuai (SS) 1 Sesuai (S) 3 Sesuai (S) 2 Tidak Sesuai (TS) 2 Tidak Sesuai (TS) 3 Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 Sangat Tidak Sesuai (STS) 4
Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian, maka pada penelitian
ini akan digunakan tiga macam skala, yaitu:
a. Skala Optimisme
Skala Optimisme dalam penelitian ini berdasarkan pada teori
optimisme milik Seligman (2008), meliputi aspek permanence, aspek
pervasiveness, dan aspek personalization.
Skala Optimisme ini terdiri dari 36 aitem, yaitu 18 aitem
favourable dan 18 aitem unfavourable. Oleh karena itu, skor tiap aitem
favourable bergerak dari empat sampai satu, dan unfavourable bergerak
dari satu sampai empat. Penentuan tingkat optimis yang dimiliki oleh
responden dapat dilihat dari jumlah skor Skala. Semakin tinggi jumlah
skor yang diperoleh, maka semakin menunjukkan optimisme yang tinggi
terhadap dirinya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah jumlah skor
yang diperoleh berarti semakin menunjukkan optimisme yang rendah
terhadap dirinya.
Blue print Skala Optimisme yang berdasarkan pada teori
optimisme Seligman (2008) dapat dilihat pada tabel 3:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Tabel 3. Blue Print dan Sebaran Distribusi Aitem Skala Optimisme
( Sebelum Uji Coba)
No. Aspek Indikator Nomor Aitem
Jumlah Favourable Unfavourable
1. Permanence a. Memandang kejadian baik sebagai suatu yang permanen (menetap)
1, 13, 25 10, 22, 34 6
b. Memandang kejadian buruk sebagai suatu yang temporer (sementara)
7, 19, 31 4, 16, 28 6
2. Pervasiveness a. Memandang kejadian baik sebagai suatu yang universal (terjadi di semua bidang)
11, 23, 35 2, 14, 26 6
b. Memandang kejadian buruk sebagai suatu yang spesifik (terjadi pada hanya satu bidang )
5, 17, 29 8, 20, 32 6
3. Personalization a. Memandang kejadian baik terjadi akibat usahanya (faktor internal)
3, 15, 27 12, 24, 36 6
b. Memandang kejadian buruk bersumber dari luar dirinya (eksternal)
9, 21, 33 6, 18, 30 6
Jumlah 18 18 36 Prosentase 50% 50% 100%
b. Skala Penerimaan Diri
Skala Penerimaan Diri dalam penelitian ini berdasarkan pada
kolaborasi teori penerimaan diri dari Supratiknya (1995) dan Jersild
(1978), yaitu aspek penerimaan diri Supratiknya (1995), meliputi aspek
pembukaan diri, aspek penerimaan terhadap orang lain dan aspek
kesehatan psikologis dan ciri - ciri penerimaan diri Jersild (1978), meliputi
persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan, sikap terhadap
kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain, perasaan inferioritas
sebagai gejala penolakan diri, respon atas penolakan dan kritikan,
keseimbangan antara dan , penerimaan diri dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
penerimaan orang lain, menuruti kehendak dan menonjolkan diri,
spontanitas dan menikmati hidup, aspek moral penerimaan diri dan sikap
terhadap penerimaan diri. Ciri-ciri tersebut kemudian didistribusikan ke
dalam aspek-aspek yang penerimaan diri Supratiknya.
Skala Penerimaan Diri ini terdiri dari 36 aitem, yaitu 18 aitem
favourable dan 18 aitem unfavourable. Oleh karena itu, skor tiap aitem
favourable bergerak dari empat sampai satu, dan unfavourable bergerak
dari satu sampai empat. Penentuan tingkat penerimaan diri yang dimiliki
oleh responden dapat dilihat dari jumlah skor Skala. Semakin tinggi
jumlah skor yang diperoleh, maka semakin menunjukkan penerimaan yang
tinggi terhadap dirinya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah jumlah
skor yang diperoleh berarti semakin menunjukkan penerimaan yang
rendah terhadap dirinya.
Blue print Skala Penerimaan Diri yang berdasarkan pada teori
penerimaan diri Supratiknya (1995) dan Jersild (1978) dapat dilihat pada
tabel 4:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Tabel 4. Blue Print dan Sebaran Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri
( Sebelum Uji Coba)
No. Aspek Indikator Nomor Aitem
Jumlah Favourable Unfavourable
1. Pembukaan diri a. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan
16, 32 7, 26 4
b. Kemampuan pengungkapan pikiran dan perasaan
1, 20 13, 30 4
c. Tidak menutup diri dari orang lain
10, 24 4, 28 4
2. Penerimaan terhadap orang lain
a. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain
18, 33 27 3
b. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri
8 22, 35 3
c. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain
14 2, 25 3
d. Sikap terhadap penerimaan diri
5, 21 11 3
3. Kesehatan psikologis
a. Respon atas penolakan dan kritikan
3 19, 34 3
b. Keseimbangan antara real-self dan ideal-self
17, 29 23 3
c. Penerimaan diri, menuruti kehendak dan menonjolkan diri
36 9 2
d. Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup
31 15 2
e. Aspek moral penerimaan diri
12 6 2
Jumlah 18 18 36 Prosentase 50% 50% 100%
c. Skala Dukungan Emosi
Skala Dukungan Emosi dalam penelitian ini berdasarkan pada teori
dukungan emosi Sarafino (1994), meliputi aspek ungkapan empati, aspek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
kepedulian, aspek perhatian, aspek kasih sayang, aspek kepercayaan, dan
aspek perasaan ingin didengar.
Skala Dukungan Emosi ini terdiri dari 48 aitem, yaitu 24 aitem
favourable dan 24 aitem unfavourable. Oleh karena itu, skor tiap aitem
favourable bergerak dari empat sampai satu, dan unfavourable bergerak
dari satu sampai empat. Penentuan tingkat dukungan emosi yang diterima
oleh responden dapat dilihat dari jumlah skor Skala. Semakin tinggi
jumlah skor yang diperoleh, maka semakin menunjukkan tingginya
dukungan emosi yang diterima. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah
jumlah skor yang diperoleh berarti semakin menunjukkan rendahnya
dukungan emosi yang diterima.
Blue print Skala Dukungan Emosi yang berdasarkan pada teori
dukungan emosi Sarafino (1994) dapat dilihat pada tabel 5:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Tabel 5. Blue Print dan Sebaran Distribusi Aitem Skala Dukungan Emosi
( Sebelum Uji Coba)
No. Aspek Indikator Nomor Aitem
Jumlah Favourable Unfavourable
1. Ungkapan empati
a. Memahami keadaan orang lain
1,31 13,43 4
b. Mengalami hal yang sama
19,37 7,25 4
2. Kepedulian a. Perasaan ingin membantu meringankan beban permasalahan
14,44 2,32 4
b. Membantu mengatasi kesusahan
8,26 20,38 4
3. Perhatian a. Menanyakan kondisi yang sedang dialami
3,33 15,45 4
b. Memperhatikan kegiatan yang dilakukan
21,39 9,27 4
4. Kasih sayang a. Kehangatan dan keakraban
16,46 4,34 4
b. Melayani dengan tulus 10,28 22,40 4
5. Kepercayaan a. Kepercayaan untuk dapat mengatasi permasalahan
5,35 17,47 4
b. Motivasi untuk dapat menghadapi masalah
23,41 11,29 4
6. Perasaan ingin di dengar
a. Kebutuhan akan kehadiran orang lain
18,48 6,36 4
b. Kebutuhan akan teman berbagi
12,30 24,42 4
Jumlah 24 24 48 Prosentase 50% 50% 100%
E. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas Alat Ukur
Validitas alat ukur adalah sejauh mana alat ukur itu mengukur apa
yang dimaksudkan untuk diukur. Validitas alat ukur menunjuk pada
derajat fungsi mengukur suatu tes atau derajat kecermatan ukur suatu tes
(Suryabrata, 2006). Analisis validitas alat ukur dalam penelitian ini
didasarkan pada validitas isi, yakni telaah dan revisi butir pernyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
berdasarkan pendapat profesional (professional judgement), yaitu dosen
pembimbing. Langkah selanjutnya adalah mencari korelasi antara tiap-tiap
skor aitem dengan skor total aitemnya yang disebut dengan model uji
validitas internal. Uji validitas internal dalam penelitian ini menggunakan
teknik bivariate Pearson atau sering disebut sebagai korelasi product
moment Pearson, yaitu dengan cara mengkorelasikan tiap-tiap skor aitem
dengan skor total (Priyatno, 2008). Guna mempermudah perhitungan,
penelitian ini menggunakan bantuan program Statistical Product and
Service Solution (SPSS) versi 16.00 for windows.
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil
ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas
dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada pada rentang
0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati
angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas, sebaliknya koefisien
reliabilitas yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendah
reliabilitas (Azwar, 2010).
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan formula Alpha
Cronbach. Guna mempermudah perhitungan, digunakan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16. 00 for windows.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi berganda untuk melakukan pengujian dan pembuktikan secara
statistik hubungan antara penerimaan diri dan dukungan emosi secara
bersama-sama dengan optimisme, serta menggunakan uji korelasi parsial
untuk mengetahui hubungan tiap-tiap variabel independen (penerimaan diri
dan dukungan emosi) dengan optimisme. Guna mempermudah perhitungan,
maka digunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS)
versi 16.0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah Penelitian
Pemahaman terhadap tempat penelitian dan persiapan mengenai segala
sesuatu yang berkaitan dengan jalannya penelitian merupakan tahap awal yang
dilakukan peneliti sebelum melaksanakan penelitian. Penentuan tempat penelitian
ini disesuaikan dengan populasi yang sebelumnya telah ditetapkan oleh peneliti
sehingga penelitian mengena
Emosi dengan Opttimisme pada Penderita Diabetes Mellitus Anggota Aktif
yang merupakan anggota PERSADIA cabang Surakarta.
Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) merupakan suatu organisasi
sosial yang beranggotakan para diabetesi, dokter, petugas kesehatan yang lain dan
para simpatisan yang bertujuan untuk berpartisipasi dalam peningkatan kesehatan
masyarakat pada umumnya, dan para diabetesi pada khususnya. PERSADIA
adalah organisasi yang bersifat bebas, berorientasi kepada kepentingan
masyarakat, dan tidak mencari keuntungan materi maupun keuntungan yang lain.
Tujuan PERSADIA ialah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia
khususnya para diabetisi melalui kegiatan promotif, preventif, dan kuratif serta
kemandirian para diabetisi agar hidup sehat bersama diabetes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
PERSADIA dibentuk berdasarkan kesadaran bahwa menghadapi diabetisi
tidak dapat melakukannya manajemen diabetes sendiri sepenuhnya, maka perlu
bantuan dari tenaga professional, keluarga, masyarakat sekitarnya dan pemerintah,
maka sejak tahun 1972 terbentuk perkumpulan-perkumpulan diabetes dibeberapa
kota besar di Indonesia. Perkumpulan tersebut terdiri dari dokter, tenaga
professional lain (perawat, ahli gizi), diabetisi, keluarga diabetesi serta mereka
yang berminat. Dengan tujuan yang sama perkumpulan tersebut melaksanakan
kegiatannya masing-masing secara mandiri.
Namun dengan kesadaran akan tanggung jawab serta kehendak luhur untuk
mendayagunakan serta meningkatkan kesejahteraan diabetisi (penyandang
diabetes), maka timbul keinginan untuk membentuk suatu wadah yang bersifat
nasional. Himbauan untuk itu telah beberapa kali diajukan sejak tahun 1983 antara
lain pada suatu symposium yang diadakan oleh PDB (Perkumpulan Diabetes
Bandung) tahun 1983. Pada suatu forum antar perkumpulan Diabetes di Surakarta
tanggal 22 Maret 1986 yang dihadiri oleh 11 perkumpulan dirintis untuk
pelaksanaan pembentukan suatu Perkumpulan Diabetes Nasional lengkap dengan
AD dan ART. Untuk sementara persatuan itu disebut Federasi Diabetes Indonesia.
Secara resmi federasi ini bertemu di Bandung pada tanggal 12 Juli 1986 untuk
melakukan kongres untuk mengesahkan organisasi dan pengesahan AD & ART.
Pada pertemuan tersebut akhirnya semua bersepakat dan bertekad untuk
membentuk perkumpulan diabetes nasional dengan nama, seperti yang diusulkan
oleh Prof. dr. Utoyo Soekaton, Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) yang
tata cara kerjanya diatur dalam AD & ART yang telah disahkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Dengan demikian PERSADIA berdiri pada 12 Juli 1986, sebagai assosiasi
perkumpulan-perkumpulan diabetes yang sebelumnya telah berdiri di 11 kota
besar di Indonesia. Perkumpulan anggota Persadia tersebut pada mulanya disebut
sebagai Perkumpulan Anggota namun pada Kongres Nasional Persadi II, Juli
1992, diadakan perubahan-perubahan dan Perkumpulan Anggota tersebut diubah
menjadi Cabang. Kedudukan Pengurus Besar adalah disalah satu ibu kota
Provinsi.
Maksud dan tujuan Persadia :
a. Menghimpun para diabetisi, simpatisan dan dokter-dokter yang berkecimpung
dalam hal kesehatan diabetisi Indonesia.
b. Memupuk persatuan serta kesadaran guna mengembangkan, memajukan dan
memelihara pengetahuan mengenai diabetisi mellitus untuk diamalkan bagi
kepentingan kesejahteraan para diabetisi Indonesia pada khususnya dan
kemanusiaan pada umumnya.
c. Ikut berperan aktif dalam pelaksanaan program pemerintah dibidang
kesehatan khususnya dalam hal mengatasi masalah diabetes di Indonesia.
d. Mengadakan dan memelihara hubungan dengan persatuan-persatuan sejenis di
dalam dan Luar Negeri.
Usaha-usaha untuk realisasi tujuan organisasi antara lain adalah :
a. Mendirikan suatu badan antara lain berbentuk yayasan sosial untuk
menghimpun dana guna menunjang kegiatan-kegiatan sosial bagi kepentingan
para diabetisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
b. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial terjadwal, khusus bagi
kepentingan para diabetisi antara lain, penyuluhan, pelatihan, temu wicara,
baik langsung maupun melalui berbagai media yang dapat disebar luaskan
kepada para diabetisi.
c. Menyediakan media-media informasi dan memberikan motivasi kepada para
profesional terkait diabetes, untuk menyumbangkan pendapat, saran, tulisan
ilmiah, tulisan ilmiah populer, yang dapat disebar luaskan kepada para
diabetisi.
d. Memberikan motivasi kepada para profesional terkait diabetes untuk
meningkatkan dan menyumbangkan ilmu yang dimiliki, yang bermanfaat bagi
para diabetisi.
e. Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan periodik guna memelihara serta
meningkatkan eksistensi organisasi dalam aspek-aspek struktur organisasi,
semangat kebersamaan seluruh pengurus dan anggota organisasi, kegiatan-
kegiatan sosial, peningkatan dan penerapan ilmu, penyebaran informasi, yang
semuanya ditujukan untuk kepentingan para diabetisi.
PERSADIA cabang Surakarta merupakan bagian dari PERSADIA.
Anggota yang terdaftar di PERSADIA cabang Surakarta berjumlah 1356 yang
berada di 16 unit yang tersebar di wilayah Surakarta dan sekitarnya. Unit
PERSADIA yang merupakan anggota dari PERSADIA cabang Surakarta yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Tabel 6. Daftar Unit PERSADIA Cabang Surakarta
a. Unit RSUD Dr. Moewardi Surakarta i. Unit Kebak Keramat b. Unit RSI Klaten j. Unit Popongan c. Unit Rumah Sakit Dr. Oen Surakarta k. Unit Ngeringo Indah d. Unit Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru l. Unit GKJ e. Unit Rumah Sakit Dr. Oen Sawit m. Unit Kusma Hati f. Unit PMI Karanganyar n. Unit Puskesmas Jaten II g. Unit Perumnas Palur o. Unit Gunung Sari h. Unit Gemolong p. Unit Rumah Sakit Kasih Ibu
Kegiatan dalam PERSADIA cabang Surakarta antara lain senam diabetes
yang dilaksanakan minimal sekali dalam seminggu, cek gula darah, penyuluhan,
dan seminar. Kegiatan senam diabetes dilaksanakan di semua unit tetapi untuk
penyuluhan dan cek gula darah hanya dilakukan oleh unit yang berada di bawah
rumah sakit. Sedangkan seminar biasanya diadakan oleh PERSADIA cabang
Surakarta dengan mengundang seluruh anggota.
PERSADIA cabang Surakarta dipilih sebagai lokasi penelitian dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a. antara Penerimaan Diri dan Dukungan Emosi
dengan Optimisme tempat tersebut.
b. Berdasarkan hasil interview dengan salah seorang pengurus PERSADIA
cabang Surakarta didapatkan informasi bahwa beberapa anggota PERSADIA
cabang Surakarta diduga mengalami masalah dengan manajemen diabetes.
Beberapa anggota tidak mengikuti kegiatan dan jarang melakukan kontrol
terhadap penyakitnya.
c. Adanya ijin yang diperoleh untuk mengadakan penelitian di tempat tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Dari gambaran di atas, dapat diketahui bahwa PERSADIA cabang
Surakarta merupakan suatu wadah bagi para penderita DM untuk mempermudah
dalam pengelolaan penyakit diabetes mellitus. Pada kenyataanya banyak penderita
DM anggota PERSADIA yang jarang mengikuti kegiatan yang dilaksanakan di
PERSADIA, hal tersebut kemungkinan disebabkan kurangnya sikap optimis dari
anggota sehingga banyak anggota yang tidak yakin usahanya dalam mengelola
penyakit diabetes mellitus akan berdampak positif bagi kesehatanya.
2. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian berjalan lancar dan
terarah. Hal-hal yang dipersiapkan adalah berkaitan dengan perijinan dan
penyusunan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian.
a. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan
yang diajukan pada pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian.
Peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada
Kepala Unit PERSADIA yang tergabung dalam PERSADIA cabang
Surakarta dengan nomor 1055/UN27.06.7.1/TU/2012. Setelah peneliti
memperoleh ijin dan berkoordinasi dengan pihak pengurus PERSADIA
di masing-masing unit, peneliti dapat melaksanakan penelitian sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
b. Persiapan Alat Ukur
Penelitian ini menggunakan tiga skala psikologi, yaitu Skala
Optimisme, Skala Penerimaan Diri, dan Skala Dukungan Emosi.
1) Skala Optimisme
Optimisme dalam penelitian ini diungkap dengan
menggunakan Skala Optimisme berdasarkan pada aspek-aspek yang
diungkapkan oleh Seligman (2008), meliputi aspek permanence,
aspek pervasiveness, dan aspek personalization. Skala disusun
sendiri oleh peneliti yang terdiri dari 18 aitem favourable dan 18
aitem unfavourable.
Skala Optimisme ini merupakan skala model Likert, terdiri
atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat pilihan
jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan
sangat tidak sesuai (STS). Penilaian aitem favourable bergerak dari
skor 4 (sangat sesuai), 3 (sesuai), 2 (tidak sesuai), 1 (sangat tidak
sesuai), sedangkan penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1
(sangat sesuai), 2 (sesuai), 3 (tidak sesuai), 4 (sangat tidak sesuai).
Semakin tinggi skor skala optimisme yang diperoleh subjek
menunjukkan semakin tinggi optimisme subjek, dan sebaliknya
semakin rendah skor yang diperoleh subjek menunjukkan semakin
rendah optimisme dari subjek tersebut. Distribusi aitem Skala
Optimisme dapat dilihat pada tabel 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
2) Skala Penerimaan Diri
Penerimaan diri dalam penelitian ini diungkap dengan
menggunakan Skala Penerimaan Diri berdasarkan aspek-aspek
penerimaan diri yang dikemukakan oleh Supratiknya (1995) yang
dikolaborasikan dengan ciri - ciri penerimaan diri yang dikemukakan
oleh Jersild (1978). Aspek penerimaan diri Supratiknya (1995),
meliputi aspek pembukaan diri, aspek penerimaan terhadap orang
lain dan aspek kesehatan psikologis dan ciri - ciri penerimaan diri
Jersild (1978), meliputi persepsi mengenai diri dan sikap terhadap
penampilan, sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan
orang lain, perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri, respon
atas penolakan dan kritikan, keseimbangan antara dan
, penerimaan diri dan penerimaan orang lain, menuruti
kehendak dan menonjolkan diri, spontanitas dan menikmati hidup,
aspek moral penerimaan diri dan sikap terhadap penerimaan diri.
Skala disusun sendiri oleh peneliti yang terdiri dari 18 aitem
favourable dan 18 aitem unfavourable.
Skala Penerimaan Diri ini merupakan skala model Likert,
terdiri atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat
pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai
(TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Penilaian aitem favourable
bergerak dari skor 4 (sangat sesuai), 3 (sesuai), 2 (tidak sesuai), 1
(sangat tidak sesuai), sedangkan penilaian aitem unfavourable
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
bergerak dari skor 1 (sangat sesuai), 2 (sesuai), 3 (tidak sesuai), 4
(sangat tidak sesuai). Semakin tinggi skor Skala Penerimaan Diri
yang diperoleh subjek menunjukkan semakin tinggi penerimaan diri
subjek, dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek
menunjukkan semakin rendah penerimaan diri dari subjek tersebut.
Distribusi aitem Skala Penerimaan Diri dapat dilihat pada tabel 4.
3) Skala Dukungan Emosi
Dukungan emosi dalam penelitian ini diungkap
menggunakan Skala Dukungan Emosi berdasarkan aspek-aspek
dukungan emosi yang dikemukakan oleh Sarafino (1994), meliputi
aspek ungkapan empati, aspek kepedulian, aspek perhatian, aspek
kasih sayang, aspek kepercayaan, dan aspek perasaan ingin didengar.
Skala disusun sendiri oleh peneliti yang terdiri dari 24 aitem
favourable dan 24 aitem unfavourable.
Skala Dukungan Emosi ini merupakan skala model Likert,
terdiri atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat
pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai
(TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Penilaian aitem favourable
bergerak dari skor 4 (sangat sesuai), 3 (sesuai), 2 (tidak sesuai), 1
(sangat tidak sesuai), sedangkan penilaian aitem unfavourable
bergerak dari skor 1 (sangat sesuai), 2 (sesuai), 3 (tidak sesuai), 4
(sangat tidak sesuai). Semakin tinggi skor skala dukungan emosi
yang diperoleh subjek menunjukkan semakin tinggi dukungan emosi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
yang diterima subjek, dan sebaliknya semakin rendah skor yang
diperoleh subjek menunjukkan semakin rendah dukungan emosi
yang diterima subjek tersebut. Distribusi aitem Skala Dukungan
Emosi dapat dilihat pada tabel 5.
3. Pelaksanaan Uji Coba
Sebelum skala penelitian digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji
coba untuk mengetahui indeks daya beda aitem-aitem dari tiap-tiap skala dan
reliabilitas skala tersebut. Uji coba dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 21
September 2012 di Unit Gemolong dengan jumlah responden 22 dan hari
Jumat tanggal 28 September 2012 di unit PMI Karanganyar dengan jumlah
responden 19. Jumlah anggota PERSADIA dari kedua unit tersebut adalah
41. Dari 41 eksemplar yang dibagikan, semua terkumpul dan memenuhi
syarat untuk dilakukan skoring serta dianalisis validitas dan reliabilitasnya.
4. Analisis Validitas Aitem dan Reliabilitas Skala
Setelah dilakukan pemberian skor pada hasil pengisian skala,
selanjutnya dilakukan seleksi aitem skala psikologi untuk mendapatkan aitem
valid dari masing-masing skala yang akan dipergunakan dalam proses analisis
data. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dianalisis untuk
mengetahui indeks daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur.
Uji validitas internal dalam penelitian ini menggunakan teknik
Bivariate Pearson atau sering disebut sebagai korelasi Product Moment
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Pearson, yaitu dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor aitem
dengan skor total. Pengujian validitas internal menggunakan uji dua ekor
dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
a. Jika r hitung r tabel (uji 2 ekor dengan signifikansi 0,05) maka aitem
tersebut berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
b. Jika r hitung r tabel (uji 2 ekor dengan signifikansi 0,05) maka aitem
tersebut tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak
valid).
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur.
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada
dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien
reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas.
Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0, berarti
semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2010). Menurut Ghozali (2009), suatu
variabel dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai Cronbach 0,60.
a. Skala Optimisme
Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai korelasi antara skor
aitem dengan skor total. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r
tabel. Pada taraf signifikansi 0,05 dan N = 41 diperoleh nilai r tabel
sebesar 0,308. Hasil uji validitas Skala Optimisme dapat diketahui bahwa
dari 36 aitem, terdapat 5 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem 1, 9, 11,
17 dan 34. Adapun aitem yang dinyatakan valid sebanyak 31 aitem dengan
indeks daya beda berkisar antara 0,317 sampai dengan 0,820 yaitu aitem 2,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,
28, 29, 30, 31, 32, 33, 35, dan 36. Rincian distribusi aitem valid dan gugur
Skala Optimisme dapat dilihat pada tabel 7. Indeks daya beda masing-
masing aitem Skala Optimisme terlampir.
Tabel 7. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Optimisme
No Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah Favourable unfavourable
valid gugur valid gugur valid gugur 1. Permanence a. Memandang
kejadian baik sebagai suatu yang permanen (menetap)
13, 25 1 10, 22 34 4 2
b. Memandang kejadian buruk sebagai suatu yang temporer (sementara)
7, 19, 31
- 4, 16, 28 - 6 -
2. Pervasiveness a. Memandang kejadian baik sebagai suatu yang universal (terjadi di semua bidang)
23, 35 11 2, 14, 26 - 5 1
b. Memandang kejadian buruk sebagai suatu yang spesifik (terjadi pada hanya satu bidang )
5, 29 17 8, 20, 32 - 5 1
3. Personalization a. Memandang kejadian baik terjadi akibat usahanya (faktor internal)
3, 15, 27
- 12, 24, 36
- 6 -
b. Memandang kejadian buruk bersumber dari luar dirinya (eksternal)
21, 33 9 6, 18, 30 - 5 1
Jumlah 14 4 17 1 31 5 Prosentase 38,89% 11,11% 47,22% 2,78% 86,11% 13,89%
Hasil uji reliabilitas Skala Optimisme menunjukkan koefisien
reliabilitas sebesar 0,910. Hal ini berarti bahwa koefisien reliabilitas Skala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Optimisme termasuk dalam kategori tinggi, sehingga Skala Optimisme
dianggap cukup handal untuk digunakan sebagai alat ukur suatu penelitian.
Penghitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
b. Skala Penerimaan Diri
Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai korelasi antara skor
aitem dengan skor total. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r
tabel. Pada taraf signifikansi 0,05 dan N = 41 diperoleh nilai r tabel
sebesar 0,308. Hasil uji validitas Skala Penerimaan Diri dapat diketahui
bahwa dari 36 aitem, terdapat 7 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem
9, 11, 12, 17, 20, 21, dan 24. Adapun aitem yang dinyatakan valid
sebanyak 29 aitem dengan indeks daya beda berkisar antara 0,320 sampai
dengan 0,700 yaitu aitem 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 22,
23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan 36. Rincian distribusi
aitem valid dan gugur Skala Penerimaan Diri dapat dilihat pada tabel 8.
Indeks daya beda masing-masing aitem Skala Penerimaan Diri terlampir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Tabel 8. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Penerimaan Diri
No Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah
Favourable unfavourable Valid gugur valid gugur valid gugur
1. Pembukaan diri
a. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan
16, 32 - 7, 26 - 4 -
b. Kemampuan pengungkapan pikiran dan perasaan
1 20 13, 30 - 3 1
c. Tidak menutup diri dari orang lain
10 24 4, 28 - 3 1
2. Penerimaan terhadap orang lain
a. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain
18, 33 - 27 - 3 -
b. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri
8 - 22, 35 - 3 -
c. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain
14 - 2, 25 - 3 -
d. Sikap terhadap penerimaan diri
5 21 - 11 1 2
3. Kesehatan psikologis
a. Respon atas penolakan dan kritikan
3 - 19, 34 - 3 -
b. Keseimbangan antara real-self dan ideal-self
29 17 23 - 2 1
c. Penerimaan diri, menuruti kehendak dan menonjolkan diri
36 - - 9 1 1
d. Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup
31 - 15 - 2 -
e. Aspek moral penerimaan diri
- 12 6 - 1 1
Jumlah 13 5 16 2 29 7 prosentase 36,11% 13,89% 44,44% 5,56% 80,56% 19,44%
Hasil uji reliabilitas Skala Penerimaan Diri menunjukkan koefisien
reliabilitas sebesar 0,864. Hal ini berarti bahwa koefisien reliabilitas Skala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Penerimaan Diri termasuk dalam kategori tinggi, sehingga Skala
Penerimaan Diri dianggap cukup handal untuk digunakan sebagai alat ukur
suatu penelitian. Penghitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran.
c. Skala Dukungan Emosi
Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai korelasi antara skor
aitem dengan skor total. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r
tabel. Pada taraf signifikansi 0,05 dan N = 41 diperoleh nilai r tabel
sebesar 0,308. Hasil uji validitas Skala Dukungan Emosi dapat diketahui
bahwa dari 48 aitem, terdapat 5 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem
2, 6, 24, 39, dan 43 . Adapun aitem yang dinyatakan valid sebanyak 43
aitem dengan indeks daya beda berkisar antara 0,352 sampai dengan 0,841
yaitu aitem 1, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,20, 21,
22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 44,
45, 46, 47, dan 48. Rincian distribusi aitem valid dan gugur Skala
Dukungan Emosi dapat dilihat pada tabel 9. Indeks daya beda masing-
masing aitem Skala Dukungan Emosi terlampir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Tabel 9. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Dukungan Emosi
No Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah Favourable Unfavourable
Valid Gugur valid Gugur valid gugur 1. Ungkapan
empati a. Memahami keadaan
orang lain 1,31 - 13 43 3 1
b. Mengalami hal yang sama
19,37 - 7,25 - 4 -
2. Kepedulian a. Perasaan ingin membantu meringankan beban permasalahan
14,44 - 32 2 3 1
b. Membantu mengatasi kesusahan
8,26 - 20,38 - 4 -
3. Perhatian a. Menanyakan kondisi yang sedang dialami
3,33 - 15,45 - 4 -
b. Memperhatikan kegiatan yang dilakukan
21 39 9,27 - 3 1
4. Kasih sayang a. Kehangatan dan keakraban
16,46 - 4,34 - 4 -
b. Melayani dengan tulus
10,28 - 22,40 - 4 -
5. Kepercayaan a. Kepercayaan untuk dapat mengatasi permasalahan
5,35 - 17,47 - 4 -
b. Motivasi untuk dapat menghadapi masalah
23,41 - 11,29 - 4 -
6. Perasaan ingin di dengar
a. Kebutuhan akan kehadiran orang lain
18,48 - 36 6 3 1
b. Kebutuhan akan teman berbagi
12,30 - 42 24 3 1
Jumlah 23 1 20 4 43 5 Prosentase 47,92% 2,08% 41,67% 8,33% 89,58% 10,42%
Hasil uji reliabilitas Skala Dukungan Emosi menunjukkan
koefisien reliabilitas sebesar 0,955. Hal ini berarti bahwa koefisien
reliabilitas Skala Dukungan Emosi termasuk dalam kategori tinggi,
sehingga Skala Dukungan Emosi dianggap cukup handal untuk digunakan
sebagai alat ukur suatu penelitian. Penghitungan dan perincian
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian
Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, langkah selanjutnya
butir-butir aitem yang valid dipergunakan untuk mengambil data yang
sesungguhnya, sedangkan butir-butir yang gugur tidak diikutsertakan dalam
pengambilan data yang sesungguhnya.
Tabel 10. Distribusi Aitem Skala Optimisme untuk Penelitian
No. Aspek Indikator Nomor Aitem
Jumlah Favourable Unfavourable
1. Permanence c. Memandang kejadian baik sebagai suatu yang permanen (menetap)
13, 25 (1) 10, 22 4
d. Memandang kejadian buruk sebagai suatu yang temporer (sementara)
7, 19, 31 (25) 4, 16, 28 (29) 6
2. Pervasiveness c. Memandang kejadian baik sebagai suatu yang universal (terjadi di semua bidang)
23, 35 (11) 2, 14, 26 5
d. Memandang kejadian buruk sebagai suatu yang spesifik (terjadi pada hanya satu bidang )
5, 29 (17) 8, 20, 32 (30) 5
3. Personalization c. Memandang kejadian baik terjadi akibat usahanya (faktor internal)
3, 15, 27 12, 24, 36 (31) 6
d. Memandang kejadian buruk bersumber dari luar dirinya (eksternal)
21, 33 (9) 6, 18, 30 (28) 5
Jumlah 14 17 31 Prosentase 45,16% 54,84% 100%
Keterangan:
Nomor aitem dalam tanda kurung (...) dan dicetak tebal adalah nomor baru untuk
aitem valid Skala Optimisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Tabel 11. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri untuk Penelitian
No. Aspek Indikator Nomor Aitem
Jumlah Favourable Unfavourable
1. Pembukaan diri d. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan
16 (8), 32 (22)
7 (1), 26 (27) 4
e. Kemampuan pengungkapan pikiran dan perasaan
1 (16) 13 (9), 30 (23) 3
f. Tidak menutup diri dari orang lain
10 (2) 4 (17), 28 3
2. Penerimaan terhadap orang lain
e. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain
18 (10), 33 (24)
27 (3) 3
f. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri
8 (18) 22 (11), 35 (25) 3
g. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain
14 (4) 2 (19), 25 (29) 3
h. Sikap terhadap penerimaan diri
5 (12) - 1
3. Kesehatan psikologis
f. Respon atas penolakan dan kritikan
3 (20) 19 (5), 34 (13) 3
g. Keseimbangan antara real-self dan ideal-self
29 (26) 23 (21) 2
h. Penerimaan diri, menuruti kehendak dan menonjolkan diri
36 (6) - 1
i. Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup
31 (14) 15 (7) 2
j. Aspek moral penerimaan diri
- 6 (15) 1
Jumlah 13 16 29 Prosentase 44,83% 55,17% 100%
Keterangan:
Nomor aitem dalam tanda kurung (...) dan dicetak tebal adalah nomor baru untuk
aitem valid Skala Penerimaan Diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Tabel 12. Distribusi Aitem Skala Dukungan Emosi untuk Penelitian
No. Aspek Indikator Nomor Aitem
Jumlah Favourable Unfavourable
1. Ungkapan empati
c. Memahami keadaan orang lain
1,31 13 3
d. Mengalami hal yang sama
19,37 (38) 7,25 4
2. Kepedulian c. Perasaan ingin membantu meringankan beban permasalahan
14,44 (41) 32 (2) 3
d. Membantu mengatasi kesusahan
8,26 20,38 (32) 4
3. Perhatian c. Menanyakan kondisi yang sedang dialami
3,33 (43) 15,45 (36) 4
d. Memperhatikan kegiatan yang dilakukan
21 9,27 3
4. Kasih sayang c. Kehangatan dan keakraban
16,46 (33) 4,34 (39) 4
d. Melayani dengan tulus 10,28 22,40 (42) 4
5. Kepercayaan c. Kepercayaan untuk dapat mengatasi permasalahan
5,35 (37) 17,47 (34) 4
d. Motivasi untuk dapat menghadapi masalah
23,41 (40) 11,29 4
6. Perasaan ingin di dengar
c. Kebutuhan akan kehadiran orang lain
18,48 (35) 36 (6) 3
d. Kebutuhan akan teman berbagi
12,30 42 (24) 3
Jumlah 23 20 43 Prosentase 50% 50% 100%
Keterangan:
Nomor aitem dalam tanda kurung (...) dan dicetak tebal adalah nomor baru untuk
aitem valid Skala Dukungan Emosi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus anggota
aktif PERSADIA cabang surakarta sebanyak 4 unit, yaitu unit RSUD Dr.
Moewardi Surakarta, unit RSI Klaten, unit Perumnas Palur dan unit Ngeringo
Indah. Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan secara random
dengan teknik cluster random sampling, yaitu dengan melakukan randomisasi
terhadap unit, bukan terhadap subjek secara individual, kemudian cara
pemilihannya dengan menggunakan undian.
Jumlah anggota dari keempat unit tersebut adalah 87 anggota sedangkan
jumlah anggota yang hadir untuk mengikuti penelitian adalah 87 anggota,
dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 13. Tabel Jumlah Responden untuk Penelitian
Unit Jumlah Responden RSUD Dr. Moewardi Surakarta 32 RSI Klaten 28 Perumnas Palur 18 Ngeringo Indah 9 Jumlah 87
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilakukan pada tanggal 9 Oktober 2012 di Unit
Perumnas Palur, 13 Oktober 2012 di Unit RSI Klaten, 14 Oktober 2012 di
Unit RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dan 18 Oktober 2012 di Unit Ngeringo
Indah dengan menggunakan alat ukur berupa Skala Optimisme yang terdiri
dari 31 aitem, Skala Penerimaan Diri yang terdiri dari 29 aitem dan Skala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Dukungan Emosi yang terdiri dari 43 aitem. Pembagian dan pengisian skala
dilakukan secara klasikal setelah para anggota selesai melakukan kegiatan
senam dan penyuluhan.
Dari 87 eksemplar skala yang disebar terkumpul 87 eksemplar skala,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan kelengkapan data terhadap masing-masing
87 eksemplar skala tersebut. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan semua
skala yang berjumlah 87 eksemplar yang layak untuk dilakukan skoring.
3. Pelaksanaan skoring
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah memberikan
skor untuk keperluan analisis data. Skor Skala Optimisme, Skala Penerimaan
Diri, dan Skala Dukungan Emosi bergerak dari 1-4 dengan memperhatikan
sifat aitem favourable dan unfavourable. Skor dari aitem favourable adalah 4
untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk pilihan jawaban sesuai (S),
2 untuk tidak sesuai (TS), dan 1 untuk sangat tidak sesuai (STS). Sedangkan
skor aitem unfavourable adalah 1 untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS), 2
untuk sesuai (S), 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS), dan 4 untuk jawaban
sangat tidak sesuai (STS). Kemudian skor yang diperoleh dari subjek
penelitian dijumlahkan untuk masing-masing skala. Total skor skala yang
diperoleh dari subjek penelitian ini dipakai dalam analisis data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
C. Hasil Analisis Data dan Interpretasi
Penghitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi dasar, yang
meliputi uji normalitas dan uji linearitas, serta uji asumsi klasik, yang meliputi uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Penghitungan
analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan komputer program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.00 for windows.
1. Uji Asumsi Dasar
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Jika analisis menggunakan metode
parametrik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi, yaitu data
berasal dari distribusi yang normal (Priyatno, 2008). Uji normalitas dalam
penelitian ini menggunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan
taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika nilai
signifikansi lebih besar 5% atau 0,05.
Tabel 14. Hasil Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Optimisme .079 87 .200* .981 87 .218
Penerimaan Diri .085 87 .170 .982 87 .280
Dukungan Emosi .091 87 .073 .973 87 .066
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Berdasarkan hasil di atas, dapat dilihat pada kolom Kolmogorov-
Smirnov dan dapat diketahui bahwa nilai signifikansi optimisme sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
0,200 0,05 ; nilai signifikansi penerimaan diri sebesar 0,170 0,05 ;
serta nilai signifikansi dukungan emosi sebesar 0,073 0,05. Karena nilai
signifikansi untuk seluruh variabel lebih besar dari 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data pada variabel optimisme, penerimaan diri, dan
dukungan emosi berdistribusi normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Pengujian
ini perlu dilakukan agar hasil analisis yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan dalam pengambilan beberapa kesimpulan
penelitian yang diperlukan (Sudarmanto, 2005). Pengujian pada program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16 menggunakan
Test for Linearity dengan taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan
mempunyai hubungan yang linear bila nilai signifikansi (Linearity) kurang
dari 0,05 (Priyatno, 2008).
Tabel 15. Hasil Uji Linearitas antara Optimisme dengan Penerimaan Diri
ANOVA Table
Sum of Squares Df
Mean Square F Sig.
Optimisme * Penerimaan Diri
Between Groups
(Combined) 4310.895 34 126.791 5.031 .000
Linearity 3274.149 1 3274.149 129.916 .000
Deviation from Linearity
1036.746 33 31.417 1.247 .234
Within Groups 1310.507 52 25.202
Total 5621.402 86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Tabel 16. Hasil Uji Linearitas antara Optimisme dengan Dukungan Emosi
ANOVA Table
Sum of Squares Df
Mean Square F Sig.
Optimisme * Dukungan Emosi
Between Groups
(Combined) 3242.719 34 95.374 2.085 .008
Linearity 1974.004 1 1974.004 43.153 .000
Deviation from Linearity
1268.715 33 38.446 .840 .699
Within Groups 2378.683 52 45.744
Total 5621.402 86
Tabel tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara penerimaan
diri dengan optimisme menghasilkan nilai signifikansi pada Linearity
sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi yang dihasilkan kurang dari 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel penerimaan diri dengan
optimisme terdapat hubungan yang linear. Selain itu, diantara dukungan
emosi dengan optimisme juga menghasilkan nilai signifikansi pada
Linearity sebesar 0,008. Karena nilai signifikansi yang dihasilkan kurang
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara dukungan emosi dengan
optimisme terdapat hubungan yang linear.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi
antar variabel bebas (independen). Prasyarat yang harus terpenuhi dalam
model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Pada pembahasan ini
uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance inflation
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
factor (VIF) pada model regresi. Pada umumnya, apabila nilai VIF lebih
besar dari 5, maka suatu variabel bebas mempunyai persoalan
multikolinearitas dengan variabel bebas yang lain (Priyatno, 2008).
Tabel 17. Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 34.096 5.906 5.773 .000
Penerimaan Diri
.456 .061 .639 7.437 .000 .631 1.585
Dukungan Emosi .143 .060 .204 2.378 .020 .631 1.585
Dependent Variable: Optimisme
Berdasarkan hasil penghitungan di atas, dapat diketahui bahwa
nilai variance inflation factor (VIF) kedua variabel bebas, yaitu variabel
penerimaan diri dan dukungan emosi adalah 1,585. Hal tersebut
menunjukkan bahwa antarvariabel independen tidak terdapat persoalan
multikolinearitas, karena nilai VIF yang didapat kurang dari 5.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam
model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. Metode
pengujian untuk uji heteroskedastisitas pada penelitian ini menggunakan
uji Park dan melihat titik-titik pada pola scatterplots. Priyatno (2008)
menjelaskan bahwa Uji Park yaitu meregresikan nilai residual (Lnei2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
dengan masing-masing variabel independen (LnX1 dan LnX2). Kriteria
pengujian adalah sebagai berikut:
1. Ho : tidak ada gejala heteroskedastisitas
2. Ha : ada gejala heteroskedastisitas
3. Ho diterima apabila t tabel t hitung t tabel yang berarti tidak
terdapat heteroskedastisitas dan Ho ditolak apabila t hitung t tabel
atau t hitung < t tabel, yang berarti terdapat heteroskedastisitas.
Metode pengambilan keputusan pada uji heterokedastisitas dengan
melihat scatterplots yaitu jika titik-titik menyebar dengan pola yang tidak
jelas di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi
(Priyatno, 2010).
Tabel 18.
Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Optimisme dengan Penerimaan Diri Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) .403 9.020 .045 .964
lnx1 .265 2.058 .014 .129 .898
a. Dependent Variable: lnei2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Tabel 19. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Optimisme dengan Dukungan Emosi
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 12.565 14.812 .848 .399
lnx2 -2.288 3.080 -.080 -.743 .460
a. Dependent Variable: lnei2
Hasil penghitungan di atas menunjukkan bahwa nilai t hitung
adalah 0,129 dan -0,743. Nilai t tabel dapat dicari dengan df = n 2 atau df
= 87 2 = 85 pada pengujian dua ekor (signifikansi 0,025), didapat nilai
tabel sebesar 1,98827. Karena t hitung (0,129 dan -0,743) berada pada t
tabel t hitung t tabel, sehingga -1,98827 0,129 dan -0,743
1,98827 maka Ho diterima, artinya pengujian antara Lnei2 dengan LnX1
dan Lnei2 dengan LnX2 tidak ada gejala heteroskedastisitas. Perhitungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
ini didukung dengan hasil uji heterokedastisitas dengan menggunakan
scatterplot yang menunjukkan bahwa titik-titik menyebar tidak jelas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi
antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model
regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi
dalam model regresi (Priyatno, 2008). Pengujian autokorelasi dalam
penelitian ini menggunakan uji DW (Durbin-Watson). Secara umum,
panduan mengenai angka Durbin-Watson (D-W) untuk mendeteksi
autokorelasi dapat diambil patokan sebagai berikut (Santoso, 2000).
1) Angka D-W di bawah -2 berarti terdapat autokorelasi positif
2) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak terdapat autokorelasi
3) Angka D-W di atas +2 berarti terdapat autokorelasi negatif.
Tabel 20.
Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .780a .609 .599 5.117 1.962 a. Predictors: (Constant), Dukungan Emosi, Penerimaan Diri b. Dependent Variable: Optimisme
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Gambar 2. Pengujian Autokorelasi
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 1,962.
Hasil tersebut menjelaskan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi
dalam penelitian ini, karena nilai D-W sebesar 1,962 berada di antara -2
sampai +2. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
tidak ditemukan masalah autokorelasi pada model regresi dalam penelitian
ini.
3. Uji Hipotesis
a. Uji Simultan F
Pengujian hipotesis dengan F test bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara
simultan (bersama-sama). Hasil F-test menunjukkan variabel independen
secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen jika nilai p-value (pada kolom Sig.) lebih kecil dari level of
significant yang ditentukan, yaitu taraf signifikansi 0,05 atau nilai F hitung
(pada kolom F) lebih besar dari nilai F tabel. Signifikan berarti hubungan
1,962 (Hasil Uji D-W)
Positive autocorrelation
No autocorrelation Negative autocorrelation
-2 -1 0 +1 +2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
yang terjadi dapat berlaku untuk populasi, atau dengan kata lain dapat
digeneralisasikan (Priyatno, 2008). Hasil F-test dari output program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16 dapat dilihat pada
tabel Anova.
Nilai koefisien korelasi ganda (R) pada Model Summary digunakan
untuk mengetahui hubungan antara dua variabel independen terhadap
variabel dependen secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa
besar hubungan yang terjadi antara variabel independen (X1 dan X2)
secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Nilai R berkisar antara 0
sampai dengan 1. Apabila nilai R semakin mendekati 1 berarti hubungan
yang terjadi semakin kuat, sebaliknya apabila nilai r semakin mendekati 0
maka hubungan yang terjadi semakin lemah (Priyatno, 2008).
Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi ganda,
adalah sebagai berikut:
Tabel 21. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R) No. Interval Nilai R Interpretasi 1. 0,000 0,199 Sangat Rendah 2. 0,200 0,399 Rendah 3. 0,400 0,599 Sedang 4. 0,600 0,799 Kuat 5. 0,800 1,000 Sangat Kuat
Pada Model Summary juga ditunjukkan nilai koefisien determinasi
(R2) untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel
independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen (Y).
Apabila nilai R2 sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun persentase
sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
variabel dependen, sebaliknya apabila nilai R2 sama dengan 1, maka
persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen
terhadap variabel dependen adalah sempurna.
Tabel 22. Hasil Uji-F
ANOVAb
Model Sum of Squares
Df Mean Square F Sig.
1 Regression 3422.144 2 1711.072 65.354 .000a
Residual 2199.259 84 26.182
Total 5621.402 86
a. Predictors: (Constant), Dukungan Emosi, Penerimaan Diri b. Dependent Variable: Optimisme
Tabel 23.
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .780a .609 .599 5.117
a. Predictors: (Constant), Dukungan Emosi, Penerimaan Diri b. Dependent Variable: Optimisme
Berdasarkan hasil penghitungan di atas, didapatkan nilai p-value
(pada kolom Sig.) sebesar 0,000 dari nilai taraf signifikansi 0,05
sedangkan nilai F hitung sebesar 65.354 dari nilai F tabel sebesar 3,10.
Hal ini berarti bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat
diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan diri
dan dukungan emosi dengan optimisme.
Nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,780
menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara penerimaan diri
dan dukungan emosi dengan optimisme. Hasil penghitungan tersebut juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2). Nilai ini digunakan untuk
mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1 dan
X2) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Nilai R2 (R Square)
sebesar 0,609 atau 60,9%, yang berarti bahwa persentase sumbangan
pengaruh variabel independen yakni penerimaan diri dan dukungan emosi
terhadap variabel dependen yakni optimisme sebesar 60,9%. Sisanya
sebesar 39,1% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam penelitian ini.
b. Uji Korelasi Parsial
Uji korelasi parsial dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel di mana variabel lain yang dianggap berpengaruh
dikendalikan atau dibuat tetap (Priyatno, 2008). Nilai korelasi (r) berkisar
antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan
antara dua variabel semakin kuat. Sebaliknya nilai mendekati 0 berarti
hubungan antara dua variabel semakin lemah.
Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi, adalah
sebagai berikut:
Tabel 24. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi (r)
No. Interval Koefisien Korelasi (r)
Interpretasi
1. 0,000 0,199 Sangat Rendah 2. 0,200 0,399 Rendah 3. 0,400 0,599 Sedang 4. 0,600 0,799 Kuat 5. 0,800 1,000 Sangat Kuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Tabel 25. Korelasi Parsial Penerimaan Diri dengan Optimisme
Correlations
Control Variables Optimisme Penerimaan Diri
Dukungan Emosi
Optimisme Correlation 1.000 .630
Significance (2-tailed) . .000
df 0 84
Penerimaan Diri Correlation 630 1.000
Significance (2-tailed) .000 .
df 84 0
Tabel 26.
Korelasi Parsial Dukungan Emosi dengan Optimisme Correlations
Control Variables Optimisme Dukungan Emosi
Penerimaan Diri
Optimisme Correlation 1.000 .251
Significance (2-tailed) . .020
df 0 84
Dukungan Emosi Correlation .251 1.000
Significance (2-tailed) .020 .
df 84 0
Berdasarkan penghitungan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Nilai korelasi parsial antara penerimaan diri dengan optimisme (rx1y)
dimana variabel dukungan emosi dikendalikan adalah sebesar 0,630
menunjukkan hubungan yang kuat antara antara penerimaan diri dengan
optimisme. Arah hubungan yang terjadi adalah positif, karena nilai r
positif, artinya semakin tinggi penerimaan diri maka akan semakin
tinggi optimisme.
b. Nilai korelasi parsial antara dukungan emosi dengan optimisme (rx2y)
dimana variabel penerimaan diri dikendalikan adalah sebesar 0,251
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
menunjukkan hubungan yang rendah antara dukungan emosi dengan
optimisme. Arah hubungan yang terjadi adalah positif, karena nilai r
positif, artinya semakin tinggi dukungan emosi maka akan semakin
tinggi optimisme.
4. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif
Sumbangan relatif dan sumbangan efektif memberikan informasi
tentang besarnya sumbangan pengaruh masing-masing variabel independen
atau prediktor terhadap variabel dependen dalam model regresi. Perbedaan
antara sumbangan relatif dengan sumbangan efektif yaitu sumbangan relatif
menunjukkan ukuran besarnya sumbangan suatu variabel independen
terhadap jumlah kuadrat regresi, sedangkan sumbangan efektif menunjukkan
besarnya sumbangan suatu variabel independen terhadap keseluruhan
efektifitas garis regresi yang digunakan sebagai dasar prediksi. Hasil
penghitungan menunjukkan:
a. Sumbangan relatif penerimaan diri terhadap optimisme sebesar 80,114%
dan sumbangan relatif dukungan emosi terhadap optimisme sebesar
19,886%.
b. Sumbangan efektif penerimaan diri terhadap optimisme sebesar 48,771%
dan sumbangan efektif dukungan emosi terhadap optimisme sebesar
12,106%. Total sumbangan efektif penerimaan diri dan dukungan emosi
terhadap optimisme ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0,609 atau 60,9%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Penghitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
5. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum
mengenai kondisi penerimaan diri, dukungan emosi, dan optimisme pada
subjek yang diteliti.
Tabel 27. Deskripsi Data Penelitian
Skala Jml Sbjk
Data Hipotetik
M SD
Data Empirik
M SD Skor Min
Skor Maks
Skor Min
Skor Maks
Op 87 31 124 77,5 15,5 69 112 88.44 8.085
P D 87 29 116 72,5 14,5 57 108 88.70 11.332
D E 87 43 172 107,5 21,5 98 165 123.01 11.578
Keterangan: Jml Sbjk : Jumlah Subjek Min : Minimal Maks : Maksimal M : Rerata SD : Standar Deviasi
Berdasarkan tabel statistik, kemudian dilakukan kategorisasi subjek
secara normatif guna memberikan intepretasi terhadap skor skala.
Kategorisasi yang digunakan adalah kategorisasi jenjang berdasarkan pada
model distribusi normal. Tujuan dari kategorisasi ini adalah menempatkan
subjek ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang
menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2010).
Kontinum jenjang ini akan dibagi menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang,
dan tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Apabila subjek digolongkan dalam tiga kategori, maka akan didapat
kategorisasi serta distribusi skor sebagai berikut:
Tabel 28. Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Penelitian
Variabel
Kategorisasi Subjek Rerata Empirik
Kategori Skor Jumlah Persentase
Optimisme Rendah X < 62 - -
Sedang 61 70,11% 88,44 Tinggi 26 29,89%
Penerimaan Diri
Rendah X < 58 1 1,15% Sedang 57 65,52% 88.70 Tinggi 29 33,33%
Dukungan Emosi
Rendah X < 86 - - Sedang 62 71,26% 123.01 Tinggi 25 28,74%
a. Optimisme
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 87 subjek penelitian, 61
anggota atau sekitar 70,11% anggota memiliki tingkat optimisme yang
sedang, 26 anggota atau sekitar 29,89% anggota memiliki tingkat
optimisme tinggi dan tidak ada yang memiliki tingkat optimisme yang
rendah. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa subjek
secara umum memiliki tingkat optimisme yang sedang.
b. Penerimaan Diri
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 87 subjek penelitian, 1
anggota atau sekitar 1,15% anggota memiliki tingkat penerimaan diri
rendah, 57 anggota atau sekitar 65,52% anggota memiliki tingkat
penerimaan diri yang sedang, dan 29 anggota atau sekitar 33,33% anggota
memiliki tingkat penerimaan diri tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
dapat diketahui bahwa subjek secara umum memiliki tingkat penerimaan
diri yang sedang.
c. Dukungan Emosi
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 87 subjek penelitian, 62
anggota atau sekitar 71,26% anggota memiliki tingkat penerimaan
dukungan emosi yang sedang, 25 anggota atau sekitar 28,74% anggota
memiliki tingkat penerimaan dukungan emosi tinggi dan tidak ada yang
memiliki tingkat penerimaan dukungan emosi yang rendah. Berdasarkan
data tersebut, maka dapat diketahui bahwa subjek secara umum memiliki
tingkat penerimaan dukungan emosi yang sedang.
D. Pembahasan
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis pertama yang diajukan
dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan
antara penerimaan diri dan dukungan emosi dengan optimisme pada penderita
diabetes mellitus anggota aktif PERSADIA cabang Surakarta. Hal tersebut
didasarkan atas hasil output program Statistical Product and Service Solution
(SPSS) versi 16.00 for windows dengan menggunakan penghitungan analisis
regresi linier berganda, yakni nilai p-value sebesar 0,000 nilai taraf signifikansi
0,05 sedangkan nilai F hitung sebesar 65.354 F tabel sebesar 3,10 serta nilai
koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,780 menunjukkan bahwa
terjadi hubungan signifikan yang kuat antara penerimaan diri dan dukungan emosi
dengan optimisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Penerimaan diri dan dukungan emosi secara bersama-sama mempunyai
hubungan yang signifikan dengan optimisme. Individu dengan penerimaan diri
yang tinggi disertai dengan dukungan emosi yang tinggi pula dari orang-orang
terdekat akan memiliki pandangan yang lebih positif mengenai keadaan dirinya
sehingga ia akan merasa lebih optimis dalam menjalani kehidupanya meskipun
individu tersebut mengalami kondisi yang sulit akibat penyakit diabetes mellitus.
Hal ini sejalan dengan pendapat Ryff (dalam Angraeni dan Cahyanti,
2012) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang baik
menunjukkan karakteristik: memiliki sikap positif terhadap dirinya, mengakui dan
menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik yang bersifat baik maupun
buruk, serta merasa positif dengan kehidupan. Menurut Jersild (1978) individu
dengan taraf penerimaan diri yang rendah (buruk), cenderung sulit untuk
memahami karakteristik dirinya sendiri. Individu tersebut memiliki pandangan
yang negatif terhadap kemampuan atau potensi dirinya, menolak atau
mengingkari keadaan dan kondisi yang dialaminya. Selain itu individu tersebut
kurang memiliki motivasi untuk mencapai suatu hal yang positif dalam
kehidupanya, tidak puas terhadap dirinya, serta selalu bersikap pesimis.
Selain menerima keadaan dirinya keberadaan orang-orang terdekat
mempunyai peran penting dalam meningkatkan optimisme. Bastaman (1996)
menjelaskan bahwa dukungan dari orang lain pada saat seseorang mengalami
kekecewaan atau tekanan akan memperkaya pengalaman batin, memberikan
keyakinan diri, mengubah cara pandang negatif, dan membantu memberikan
pemahaman terhadap nilai-nilai yang dapat membentuk makna hidup seseorang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Karademas (2006), yang menganggap
dukungan sosial dapat menggambarkan pengetahuan tentang diri (menjadi
mampu) dan dunia (menjadi ramah) yang mana akan menghasilkan penilaian
mengenai masa depan yang mungkin lebih bermanfaat (optimisme) dan
menimbulkan status kesehatan yang lebih baik. Salah satu bentuk dukungan sosial
yang paling dibutuhkan oleh penderita DM ialah dukungan emosi. Corneil (1998)
menyebutkan bahwa dukungan emosi adalah dasar bagi ketiga dukungan yang
lain. Selain itu Corsini (1999) menyatakan bahwa dukungan emosi menjadi faktor
utama dalam mempertahankan semangat. Dukungan dari orang-orang terdekat
seperti keluarga, suami, teman-teman, rekan kerja subjek, dan dokter
menimbulkan semangat hidup penderita DM. Mereka semua memberikan kasih
sayang, perhatian, dan memberikan pengarahan dan semangat agar tetap sabar,
ikhlas, tegar dan optimis dalam menjalankan hidup (Cahyani, 2010).
Skor tertinggi pada Skala Penerimaan Diri terletak pada aspek kesehatan
psikologis, dengan skor rata-rata sebesar 2,84. Seseorang sehat secara psikologis
memandang dirinya sebagai individu yang disenangi, memiliki kemampuan, yakin
bahwa dirinya merupakan individu yang berguna atau pantas, serta adanya
keyakinan untuk dapat diterima orang lain. Keyakinan akan memiliki kemampuan
dan pandangan bahwa dirinya merupakan individu yang berguna menjadikan
seseorang lebih optimis dalam menjalani kehidupanya. Hal tersebut dikarenakan
individu merasa mampu menghadapi semua masalah dalam kehidupanya.
Sama halnya dengan Skala Penerimaan Diri, pada Skala Dukungan Emosi
juga terdapat aspek dengan skor paling tinggi di antara skor pada aspek lainnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
yaitu aspek kepercayaan dengan skor rata-rata sebesar 3,36. Kepercayaan yang
diberikan orang lain membuat seseorang lebih bisa mengatasi permasalahanya dan
menjadi tidak mudah menyerah dengan keadaanya yang sedang dalam kesulitan.
sikap tidak mudah menyerah merupakan salah satu ciri individu yang mempunyai
sikap optimis. Tanpa adanya kepercayaan dari orang lain, seseorang cenderung
akan merasa bahwa dirinya tidak mampu menghadapi masalah dan pesimis dapat
menyelesaikan permasalahan yang sedang individu hadapi.
Nilai korelasi parsial antara penerimaan diri dengan optimisme (rx1y)
adalah sebesar 0,630 dengan p-value < 0,05 menunjukkan hubungan signifikan
yang kuat antara penerimaan diri dengan optimisme. Arah hubungan yang terjadi
adalah positif, karena nilai r positif, artinya semakin tinggi penerimaan diri maka
akan semakin tinggi optimisme. Sebaliknya semakin rendah penerimaan diri maka
semakin rendah optimisme. Nilai korelasi parsial antara dukungan emosi dengan
optimisme (rx2y) sebesar 0,251 dengan p-value < 0,05. Nilai tersebut menunjukan
adanya hubungan positif signifikan yang rendah antara dukungan emosi dengan
optimisme.
Dari hasil uji korelasi parsial di atas dapat dilihat bahwa dibandingkan
dengan dukungan emosi, penerimaan diri memiliki korelasi yang lebih tinggi
dengan optimisme. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penerimaan terhadap kondisi
yang sedang dialami merupakan hal yang utama bagi seorang penderita DM.
Tanpa adanya penerimaan terhadap kondisi dirinya, individu akan selalu
berfikiran negatif. Sehingga dukungan dari orang lain menjadi kurang
berpengaruh. Hal tersebut yang menyebabkan seorang menjadi pesimis dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
menjalani kehidupanya. Hjelle, dkk, (1992) menjelaskan bahwa seorang individu
yang dapat menerima diri akan mempunyai pandangan yang positif terhadap apa
yang ada dalam dirinya. Ryff (dalam Rizkiana dan Retnaningsih, 2009)
menyebutkan bahwa penerimaan diri sebagai suatu keadaan dimana seseorang
memiliki sikap mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas
baik dan buruk yang ada pada diri dan memandang positif terhadap kehidupan
yang telah dijalani.
Terkait dengan dukungan emosi, dapat dijelaskan bahwa penderita DM
membutuhkan dukungan emosional berupa kehangatan, kepedulian dan empati
maka individu akan merasa diperhatikan. Sarafino (1994) mengatakan bahwa
dukungan emosi dapat berfungsi sebagai pelindung dari perasaan tertekan dan
dapat mengubah pandangan negatif individu terhadap situasi yang penuh stres.
Dukungan emosi yang diberikan agar dapat meyakinkan bahwa setiap masalah
ada jalan keluarnya, atau menghibur hati seseorang ketika seseorang merasa
hidupnya tidak berarti lagi. Hal-hal ini akan dapat membantu seseorang
mendapatkan pengharapan. Bastaman (dalam Astuti dan Budiyani, 2010)
mengemukakan bahwa harapan mengandung nilai-nilai yang memungkinkan
seseorang menemukan makna hidup didalamnya. Pengharapan mengandung
makna hidup karena adanya keyakinan akan terjadinya perubahan yang lebih baik,
ketabahan menghadapi keadaan yang lebih baik, ketabahan menghadapi keadaan
buruk dan sikap optimis menyongsong masa depannya.
Nilai R Square sebesar 0,609 menunjukkan bahwa sumbangan dari
penerimaan diri dan dukungan emosi secara bersama-sama terhadap optimisme
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
pada anggota aktif PERSADIA cabang Surakarta yaitu sebesar 60,9%. Sedangkan
sisanya sebesar 39,1% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam penelitian ini seperti minat, kreativitas, percaya diri, harga diri
dan motivasi. Nilai R Square yang didapat juga merupakan hasil penjumlahan dari
sumbangan efektif kedua variabel bebas. Sumbangan efektif dari penerimaan diri
terhadap optimisme sebesar 48,771% sedangkan sumbangan efektif dari
dukungan emosi terhadap optimisme sebesar 12,106%. Terlihat bahwa
penerimaan diri memberikan pengaruh yang lebih besar daripada pengaruh yang
diberikan dukungan emosi terhadap optimisme.
Berdasarkan hasil kategorisasi Skala Optimisme, diketahui bahwa skor
optimisme subjek penelitian berada pada kategori sedang dengan persentase
70,11%, yaitu sebanyak 61 anggota. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tingkat optimisme anggota PERSADIA cabang Surakarta berada pada kategori
sedang. Adapun berdasarkan hasil kategorisasi Skala Penerimaan Diri, secara
umum penerimaan diri subjek berada pada kategori sedang. Hal ini bisa dilihat
dari skor penerimaan diri dalam penelitian ini bahwa sekitar 65,52% yaitu
sebanyak 57 anggota memiliki tingkat penerimaan diri yang sedang. Hal ini
disebabkan karena subjek mengalami kesulitan-kesulitan dalam menjalani
manajemen diabetes atau penderita DM mengalami komplikasi yang membuat
seorang penderita DM menjadi sulit menerima dirinya. Hasil kategorisasi tingkat
penerimaan dukungan emosi, diketahui bahwa subjek penelitian memiliki tingkat
penerimaan dukungan emosi pada kategori sedang dengan persentase sebesar
71,26%, yaitu sebanyak 62 anggota. Hal ini karena kurangnya pengertian dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
anggota keluarga maupun orang-orang terdekat penderita DM bahwa memberikan
dukungan emosi berupa ungkapan empati, kepedulian dan perhatian penting bagi
penderita DM.
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan
yang kuat antara penerimaan diri dan dukungan emosi dengan optimisme pada
penderita diabetes mellitus anggota aktif PERSADIA cabang Surakarta. Penelitian
ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah hipotesis dalam penelitian ini
terbukti serta reliabilitas skala yang digunakan dalam penelitian ini termasuk
dalam kategori baik sehingga dianggap cukup handal untuk digunakan sebagai
alat ukur suatu penelitian. Meskipun penelitian ini memiliki beberapa kelebihan,
namun peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki kelemahan dan
keterbatasan yang harus diperbaiki dalam penelitian pada masa yang akan datang,
diantaranya jumlah responden masih berada dalam lingkup yang kecil, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah responden yang lebih banyak dan
ruang lingkup yang lebih luas, juga dapat dilakukan dengan menggunakan
variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan signifikan yang kuat antara penerimaan diri dan dukungan
emosi dengan optimisme pada penderita diabetes mellitus anggota aktif
PERSADIA cabang Surakarta.
2. Secara parsial terdapat hubungan positif signifikan yang kuat antara
penerimaan diri dengan optimisme. Artinya semakin tinggi penerimaan diri
maka semakin tinggi optimisme. Sebaliknya semakin rendah penerimaan diri
maka semakin rendah optimisme.
3. Secara parsial terdapat hubungan positif signifikan yang rendah antara
dukungan emosi dengan optimisme. Artinya semakin tinggi dukungan emosi
yang diterima maka semakin tinggi optimisme. Sebaliknya semakin rendah
dukungan emosi yang diterima maka semakin rendah optimisme.
4. Sumbangan relatif penerimaan diri terhadap optimisme sebesar 80,114% dan
sumbangan relatif dukungan emosi terhadap optimisme sebesar 19,886%.
Sumbangan efektif penerimaan diri terhadap optimisme sebesar 48,771% dan
sumbangan efektif dukungan emosi terhadap optimisme sebesar 12,106%.
Sehingga total sumbangan efektif penerimaan diri dan dukungan emosi
terhadap optimisme adalah 60,9%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
5. Tingkat optimisme, penerimaan diri, dan dukungan emosi pada subjek
penelitian termasuk dalam kategori sedang.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan
saran sebagai berikut:
1. Bagi penderita DM
Bagi penderita DM dengan penerimaan diri dan dukungan emosi dalam
tingkat sedang diharapkan dapat mengembangkan penerimaan diri dan
membuka diri untuk menerima dukungan emosi dari orang terdekat dalam
rangka meningkatkan optimisme. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
berusaha memandang penyakitnya bukan sebagai sesuatu yang sangat
mengerikan dan mulai menerima kondisinya dan berusaha untuk menyesuaikan
dengan keadaan diri yang menderita penyakit diabetes mellitus. Sedangkan
bagi penderita DM dengan penerimaan diri dan dukungan emosi yang tinggi
diharapkan dapat mempertahankannya. Bagi penderita DM secara umum
diharapkan lebih mengembangkan penerimaan diri agar lebih positif dalam
memandang keadaanya dan lebih membuka diri menerima dukungan emosi
dari orang terdekat, sehingga penderita DM lebih optimis dalam menjalani
kehidupanya meskipun menderita penyakit diabetes mellitus.
2. Bagi orang terdekat penderita
Orang-orang terdekat diharapkan dapat memberikan dukungan emosi
kepada penderita DM berupa ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan dari orang-orang terdekat
mempermudah seorang penderitra DM untuk menerima kondisinya dan
membantu penderita DM keluar dari situasi sulit yang diakibatkan penyakit
diabetes mellitus, selain itu dukungan dari orang terdekat dapat meningkatkan
semangat hidup penderita DM. Memberikan dukungan emosi dapat dilakukan
dengan cara memberikan perhatian, menghibur dan memberikan semangat
kepada penderita DM.
3. Bagi pengurus PERSADIA dan pihak-pihak terkait yang turut bertanggung
jawab terhadap permasalahan penyakit diabetes mellitus
Bagi pengurus serta pihak-pihak terkait yang turut bertanggung jawab
terhadap permasalahan penyakit diabetes diharapkan dapat membantu
penderita DM mengembangkan penerimaan diri dan dukungan emosi serta
memberikan perlakuan-perlakuan yang sesuai sebagai upaya meningkatkan
sikap optimis dari penderita DM, yaitu dengan cara memberikan motivasi
kepada penderita DM agar tidak putus asa dalam menghadapi kondisi yang
diakibatkan penyakit daibetes mellitus.
4. Bagi peneliti lain
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan tema yang sama, diharapkan untuk lebih memperluas ruang lingkup,
misalnya dengan memperluas populasi atau menambah variabel-variabel lain,
seperti percaya diri, harga diri, status sosial, motivasi ataupun kebudayaan.
Dengan demikian, hasil yang didapat lebih bervariasi sehingga kesimpulan
yang diperoleh lebih komprehensif. Selain itu, pelatihan pengembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
penerimaan diri sangat dibutuhkan bagi penderita DM, karena hal tersebut
dapat meningkatkan optimisme penderita DM.
top related