addh (rii)
Post on 27-Oct-2015
15 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Anak dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak
yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan perhatian yang
timbulnya lebih sering, lebih persisten dengan tingkat yang lebih berat jika
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Di samping gejala di atas, anak-anak
dengan ADHD juga menunjukkan beberapa gejala lain seperti adanya ambang
toleransi frustasi yang rendah, disorganisasi dan prilaku agresif. Kondisi ini tentunya
menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi anak dalam menjalankan fungsinya
sehari-hari, seperti berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga dan yang terpenting
adalah mengganggu prestasi belajar anak. Secara keseluruhan membuat penurunan
kualitas hidup anak dengan ADHD di kemudian hari.
Gejala-gejala ADHD ini pada umumnya telah timbul sebelum anak berusia
tujuh tahun. Walaupun demekian, biasanya orang tua dari anak dengan ADHD baru
membawa anaknya ke ruang konsultasi saat anak mulai bersekolah normal. Pada saat
itu anak dituntut untuk mampu mengontrol perilaku mereka dan mengikuti peraturan
yang berlaku disekolah. Keluhan yang sering disampaikan adalah anak nakal, tidak
kenal takut, berjalan-jalan didalam kelas, seringkali berbicara dengan kawannya pada
saat pelajaran berlangsung, dan sebagainya. Pada anak yang berusia kurang dari 4
tahun, kondisi ini seringkali sulit dibedakan apakah anak menderita gangguan ini atau
merupakan suatu hal yang wajar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Namun
pada anak dengan ADHD, gejala yang muncul tampak lebih sering dan intensitasnya
lebih berat jika dibandingkan dengan anak lain dengan taraf perkembangan yang
sama.1
1
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A DEFINISI
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah kelainan pada masa
kanak-kanak yang sering menetap hingga dewasa dan dikaitkan dengan defisit
perkembangan kognitif dan fungsional dan gangguan komorbiditas. Gangguan
cenderung terjadi di dalam satu keluarga dan banyak studi menemukan bahwa ADHD
diwariskan, yang menunjukkan dominasi pengaruh genetik pada etiologi gangguan.
Sementara studi tersebut tidak mengecualikan pentingnya faktor lingkungan, studi
tersebut menyatakan bahwa dalam kebanyakan kasus ini berhubungan dengan faktor-
faktor genetic, Meskipun adanya pengecualian pada lingkungan.2
Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas (Attention-deficit/hyperactivity
disorder-ADHD) terdiri atas pola yang tidak menunjukkan atensi yang persisten
dan/atau perilaku yang impulsif serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada
yang diharapkan pada anak dengan usia dan tingkat perkembangan yang serupa.Untuk
memenuhi kriteria diagnosis ADHD beberapa gejala harus ada sebelum usia 7 tahun,
meskipun banyak anak tidak terdiagnosis sebelum usia 7 tahun, saat perilaku mereka
menimbulkan masalah di sekolah dan di tempat lain. Hendaya akibat tidak adanya
atensi dan/atau hiperaktivitas-impulsivitas harus ada pada sedikitnya dua keadaan dan
mengganggu fungsi secara sosial, akademik,dan aktivitas ekstrakurikular yang sesuai
perkembangan. Gangguan ini tidak boleh ada di dalam perjalanan gangguan
perkembangan pervasif, skizofrenia, ata gangguan psikotik lain, serta tidak boleh
disebabkan oleh gangguan jiwa lain.3
Klasifikasi gangguan ADHD digolongkan dalam tiga subtipe;
1. Tipe kombinasi (paling sering). Individu memiliki enam atau lebih gejala
gangguan pemusatan perhatian dan enam gejala atau lebih gejala hiperaktivitas
dan impulsivitas.
2. Tipe inatentif predominan. Individu memiliki enam atau lebih gejala gangguan
pemusatan perhatian dan gejala hiperaktivitas dengan impulsivitas dari enam.
3. Tipe hiperaktivitas dan impulsivitas predominan. Individu memiliki enam atau
lebih gejala hiperaktivitas dengan impulsivitas dan gejala gangguan pernapasan
kurang dari enam.4
2
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi ADHD di seluruh dunia diperkirakan antara 2-9.5 % diantaranya
anak usia sekolah. Di Amerika Serikat, prevalensi ADHD antara 2-20 % dari jumlah
anak-anak usia sekolah dasar. Sedangkan penelitian di Inggris menunjukkan angka
0.5-1 % dan di Taiwan angka prevalensi dari kasus ADHD ini adalah 5-10 %.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tanjung dkk, pada sejumlah SD di
wilayah Jakarta Pusat pada tahun 2000-2001 didapatkan 4.2 % dari sekitar 600 anak
sekolah dasar kelas 1-3 mengalami ADHD. Saputro D (2000) dalam penelitiannya
pada anak-anak usia sekolah dasar di Kabupaten Sleman-DIY menemukan angka
prevalensi ADHD sekitar 9.5 %. Pada tahun 2003, sebanyak 51 anak dari sekitar 215
anak sekolah dasar di diagnosis ADHD di Poli Klinik Jiwa Anak dan Remaja Rumah
sakit Cipto Mangunkusom0 (RSCM).
Prevalensi ADHD dipengaruhi oleh jenis kelamin dan anak. Angka kejadian
ADHD pada anak nremaja dan dewasa dikatakan lebih rendah jika dibandingkan
dengan anak usia sekolah dasar. Anak laki-laki memiliki insidensi yang lebih tinggi
untuk mengalami gangguan ini dibandingkan dengan anak perempuan dengan rasio 3-
4 : 1.1
C. ETIOLOGISampai saat ini belum ditentukan penyebab pasti dari ADHD. Dari berbagai
penelitian yang telah dilakukan dikatakan adanya keterlibatan dari faktor genetik,
struktur anatomi dan neurokimiawi otak terhadap terjadinya ADHD.1
Faktor Genetik. Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup
concordance yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara
kandung anak hiperaktif juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki
gangguan dibandingkan populasi umum. Saudara kandung tersebut dapat mempunyai
gejala hiperaktif yang menonjol sedangkan saudara kandung yang lain dapat
mempunyai gejala defisit atensi yang menonjol. Pola biologis anak-anak dengan
gangguan ini memiliki risiko yanglebih tinggi untuk ADHD dibandingkan orang tua
adaptif.
Kerusakan Otak. Diperkirakan bahwa beberapa anak yang menderita ADHD
mengalami kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama
periode janin dan dan perinatal. Kerusakan otak yang dihipotesiskan mungkin dapat
3
disebabkan karena gangguan sirkulasi, toksik, metabolik, mekanis, atau fisik pada
otak selama masa bayi awal yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan trauma.
Tanda-tanda neurologis nonfokal (halus) ditemukan dengan angka yang lebih tinggi
pada anak dengan ADHD dibandingkan dengan populasi umum
Faktor Neurokimia. Obat yang paling luas dipelajari dalam terapi ADHD,
yaitu stimulan, memengaruhi dopamin dan norephinepfrine, sehingga menimbulkan
hipotesis neurotransmitter yang mencakup kemungkinan disfungsi pada kedua sistem
adrenergik dan dopaminergik. Secara keseluruhan, tidak ada bukti jelas yang
mengaitkan satu neurotransmitter didalam timbulnya ADHD, tetapi banyak
neurotransmitter dapat terlibat di dalam prosesnya.
Faktor Neurofisiologis. Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai pola
elektroensefalogram (EEG) abnormal nonspesifik yang tidak beraturan dibandingkan
dengan kontrol normal. Sejumlah studi yang menggunakan positron emission
tomography (PET) menemukan berkurangnya aliran darah otak serta laju metabolik di
area lobus frontalis anak-anak dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol.
Pemindaian PET juga menunjukkan bahwa remaja perempuan dengan gangguan ini
memiliki metabolisme glukosa yang berkurang secara global dibandingkan dengan
kontrol normal perempuan dan laki-laki serta pada laki-laki dengan gangguan ini.
Satu teori menjelaskan temuan ini dengan menganggap bahwa lobus frontalis anak-
anak dengan ADHD melakukan mekanisme inhibisinya dengan tidak adekuat pada
struktur yang lebih rendah, suatu efek yang menghasilkan disinhibisi.
Faktor Psikososial. Peristiwa psikik yang memberikan stress, gangguan pada
keseimbangan keluarga, serta faktor pencetus ansietas lain turut berperan di dalam
mulainya atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi dapat mencakup temperamen
anak, faktor familial-genetik, dan tuntutan masyarakat untuk patuh dengan cara
berperilaku atau berpenampilan dengan cara yang rutin.2
Cook EH dan rekan (1995) dan Barkley dan rekan (2000), menyatakan adanya
peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di daerah limbic dan
lobus prefrontal akibat dari perubahan aktivitas hipersensitivitas transporter
dopamine. Hal ini dikaitkan dengan gangguan pada fungsi neurotransmisi
dopaminergik di area frontostriatokortikal. Kondisi ini membuat anak dengan ADHD
mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi eksekutifnya, berupa kontrol diri
yang buruk dan gangguan dalam menginhibisi perilaku. Secara teoritis, dengan
bertambahnya usia, seorang anak seharusnya mampu melakukan control diri dengan
4
baik dan mengendalikan perilakunya dengan lebih terarah sehingga mampu
melakukan tuntutan yang datang dari lingkungan sekitarnya. Tetapi kondisi ini
tidaklah berjalan mulus pada anak dengan ADHD. Hal ini karena adanya
hipersensitivitas transporter dopamine sehingga anak menunjukkan:
a) Gangguan non-verbal working memory, dengan gambaran berupa:
Kehilangan rasa “kesadaran” akan waktu
Ketidakmampuan untuk menyimpan informasi didalam otaknya
Persepsi yang tidak sesuai terhadap suatu obyek/kejadian
Perencanaan dan pertimbangan yang buruk
b) Gangguan internalisiation of selfdirected speech, berupa:
Kesulitan mengikuti peraturan yang berlaku
Tidak disiplin
Self guidance dan self questioning yang buruk
c) Gangguan regulasi, motivasi dan tingkat ambang kesadaran diri yang
buruk. Kondisi ini memberikan gejala seperti:
Kesulitan dalam menyensor semua bentuk reaksi emosi, ambang
tol;eransi terhadap frustasi yang rendah
Hilangnya regulasi diri dalam bidang motivasi dan dorongan kehendak
d) Gangguan kemmapuan merekontruksi berbagai perilaku yang sudah di
observasi dalam usaha untuk membangun suatu bentuk perilaku baru
untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan yang sudah ditargetkan, berupa:
Keterbatasan untuk menganalisis perilaku-perilaku dan melakukan
sintesis ke dalam bentuk yang baru
Ketidakmampuan untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan taraf
usianya
Komplikasi perinatal juga dikaikan dengan timbulnya ADHD pada seorang
anak. Studi retrospektif pada anak dengan ADHD menunjukkan adanya komplikasi
perinatal yang lebih sering jika dibandingkan dengan anak tanpa ADHD. Beberapa
komplikasi perinatal yang sering ditemukan adalah perdarahan antepartum, persalinan
lama, nilai APGAR yang rendah dalam menit pertama kelahiran, dan lain-lain.
Milberger dan rekan (1997) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ibu perokok
dalam masa kehamilan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak
dengan ADHD. Whitaker dkk (1997) menemukan bahwa bayi dengan berat badan
5
lahir rendah yang disertai dengan kerusakan substansia alba mempunyai risiko lebih
tinggi untuk menderita ADHD di kemudian harinya.
Walaupun masih kontroversi, beberapa kondisi seperti alergi, diet dan
pebgaruh logam berat juga dikaitkan dengan terjadinya ADHD. ADHD mungkin akan
bertambah berat pada anak dengan beberapa penyakit fisik tertentu seperti
abnormalitas fungsi tyroid, infeksi telinga berulang dan tuli sensorineural.1
D. GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS
Perilaku anak ADHD seringkali berlebih dibandingkan dengan anak tanpa
ADHD. Gejala kesulitan memusatkan perhatian, overaktivitas, impulsivitas dan
kesulitan berinteraksi dengan lingkungannya sangat tergantung dengan usia anak.
Semakin muda usia anak. Semakin muda usia anak, semakin kurang kemampuan anak
untuk mengontrol prilakunya. Anak usia pra sekolah dengan ADHD akan bergerak
dengan aktif di dalam ruangan dan terangsang untuk menyentuh dan memanipulasi
semua benda, sesuka hati. Anak-anak ini sering melompat-lompat, berlari-lari atau
memanjat-manjat tanpa kontrol seakan-akan digerakkan oleh mesin. Mereka menjadi
liar dan overaktif, berisik dan sulit dikendalikan saat berinteraksi dengan teman-teman
sebayanya.
Anak-anak usia sekolah mungkin menunjukkan perilaku hiperaktif dan
impulsivitas yang lebih ringan dibandingkan anak usia pra sekolah. Mereka sering
mengalami kesulitan memutuskan perhatian di dalam kelas, tampak melamun, atau
berpreokupasi. Anak sulit diam di tempat duduknya dan bergerak-gerak dengan
gelisah. Kesulitan memusatkan perhatian berpengaruh pada prestasi akademik anak di
sekolah, yang tampak dalam bentuk kecerobohan menulis, membuat kesalahan-
kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan, dan tidak mampu untuk rapi. Di rumah,
orang tua menggambarkan anaknya sebagai anak yang tidak mau patuh bahkan untuk
perintah yang paling sederhanapun, dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan rumah
sampai tuntas.1
Gejala ADHD sebagaimana tercantum dalam “Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder” terdiri dari tiga gejala utama, yaitu;
1. Inatensitivitas atau tidak ada perhatian atau tidak menyimak, terdiri dari:
a. Gagal menyimak yang rinci
b. Kesulitan bertahan pada satu aktivitas
6
c. Tidak mendengarkan sewaktu diajak bicara
d. Sering tidak mengikuti instruksi
e. Kesulitan mengatur jadwal tugas dan kegiatan
f. Sering menghindar dari tugas yang memerlukan perhatian lam
g. Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk tugas
h. Sering beralih perhatian oleh stimulus dari luar
i. Sering pelupa dalam kegiatan sehari hari
2. Impulsivitas atau tidak sabaran, bisa impulsif motorik dan impulsif verbal atau
kognitif, terdiri dari:
a. Sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai
b. Sering mengalami kesulitan menunggu giliran
c. Sering memotong atau menyela orang lain
d. Sembrono, melakukan tindakan bernahaya tanpa pikir panjang
e. Sering berteriak di kelas
f. Tidak sabaran
g. Usil, suka mengganggu anak lain
h. Permintaannya harus segera dipenuhi
i. Mudah frustasi dan putus asa
3. Hiperaktivitas atau tidak bisa diam, terdiri dari:
a. Sering menggerakkan kaki atau tangan dan sering menggeliat
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas
c. Sering berlari dan memanjat
d. Mengalami kesulitan melakukan kegiatan dengan tenang
e. Sering bergerak seolah diatur oleh motor penggerak
f. Sering bicara berlebihan
Diagnosis ADHD biasanya ditentukan dengan menggunakan kriteria diagnosis
yang terdapat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV – Text
revesion (DSM-IV TR) dari American Psychiatric Association berdasarkan Pedoman
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) yang sesuai dengan
International Classification of Disease X (ICD X)
Berdasarkan DSM IV maka kriteria diagnostic ADHD adalah sebagai berikut:
a. Salah satu dari (1) atau (2):
7
1. Terdapat minimal enam (atau lebih) gejala-gejala inatensi berikut yang
menetap dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan
sampai ke tingkat yang maladaptive dan tidak sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
Sering gagal untuk memberikan perhatian yang baik terhadap hal-hal
yang rinci atau sering melakukan kesalahan yang tidak
seharusnya/ceroboh terhadap pekerjaan sekolah, pekerjaan lain atau
aktivitas-aktivitas lainnya
Sering mengalami kesulitan untuk mempertahankan perhatian dalam
melakukan tugas tanggung jawabnya atau dalam kegiatan bermain
Sering tampak tidak mendengarkan (acuh) pada waktu diajak berbicara
Sering tidak mampu mengikuti aturan atau intruksi dan gagal dalam
menyelesaikan tugas-tugas sekolah, kegiatan sehari-hari atau pekerjaan
di tempat kerja (tidak disebabkan oleh karena Gangguan Perilaku
Menentang atau kesulitan untuk memahami intruksi
Sering mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan tugas tanggung
jawab atau aktivitas-aktivitasnya
Seringkali menghindari, tidak suka atau menolak kegiatan yang
memerlukan konsentrasi lama seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah
Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk kegiatan atau
aktivitasnya (seperti mainan, buku-buku, atau peralatan-peralatan
lainnya)
Mudah teralih perhatiannya oleh stimulus yang dari luar
Mudah lupa akan kegiatan yang dilakukan sehari-hari
2. Terdapat minimal enam (atau lebih) gejala-gejala hiperaaktivitas-
impulsivitas berikut yang menetap dan telah berlangsung sekurang-
kurangnya 6 (enam) bulan sampai ke tingkat yang maladaptive dan tidak
sesuai dengan tingkat perkembangan anak:
Hiperaktivitas
(a) Sering gelisah dengan tangga atau kaki atau menggeliat di kursi
(b) Sering meninggalkan bangku di ruang kelas atau di situasi lain padahal
diharapkan ia tetap duduk
8
(c) Sering berlari di sekeliling atau memanjat pada situasi yang tidak sesuai
(pada remaja atau orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan gelisah
subjektif)
(d) Sering memiliki kesulitan di dalam bermain atau terlibat di dalam aktivitas
senggang diam-diam
(e) Sering “sangat aktif” atau sering bertindak seolah-olah “dikendalikan oleh
motor”
(f) Sering bicara berlebihan
Impulsivitas
a) Sering menjawab pertanyaan segera sebelu pertanyaannya selesai
b) Sering memiliki kesulitan dalam menunggu giliran
c) Sering mengganggu orang lain (misal, memotong percakapan atau permainan)
A. Beberapa geala hiperaktif-impulsif atau inatensi yang menyebabkan hendaya
terjadi sebelum usia 7 tahun
B. Beberapa hendaya akibat gejala ada dalam dua atau lebih keadaan (misal, di
sekolah [atau tempat kerja] dan di rumah)
C. Harus ada bukti jelas adanya hendaya di dalam fungsi sosial, akademik, atau
pekerjaan yang secara klinis bermakna
D. Gejala tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan perkembangan
pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain serta tidak disebabkan oleh
gangguan jiwa lain (misal, gangguan mood, gangguan ansietas, gangguan
disosiatif, atau gangguan kepribadian)
Berdasarkan PPDGJ III, gangguan hiperkinetik dimasukkan dalam satu
kelompok besar yang disebut sebgai Gangguan perilaku dan emosional dengan onset
biasanya pada masa kanak dan remaja. Gangguan ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
1. Gangguan aktivitas dan perhatian
2. Gangguan tingkah laku hiperkinetik
3. Gangguan hiperkinetik lainnya
4. Gangguan hiperkinetik yang tak terinci
9
Pedoman diagnosis gangguan hiperkinetik ini berdasarkan PPDGJ II adalah:
Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua
ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada
lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik).
Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas
dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini
seringkali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan
minatnya terhadap tugas yang satu, karena perhatiannya tertarik kepada
kegiatan lainnya (sekalipun kajian laboratorium pada umumnya tidak
menunjukkan adanya derajat gangguan sensorik atau perceptual yang tidak
biasa). Berkurangnya dalam ketekunan dan perhatian ini seharusnya hanya
didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang
sama.
Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya
dalam situasi yang menuntut keadaan relative tenang. Hal ini, tergantung
dari situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau melompat-lompat
sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang
menghendaki anak tetap duduk, terlalu banyak bicara dan rebut, atau
kegugupan/kegelisahan dan berputar-putar (berbelit-belit). Tolak ukur untuk
penilaiannya adalah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dalam konteks
apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anak
lain yang sama umur dan IQ nya. Cirri khas perilaku ini paling nyata di
dalam situasi yang terstruktur dan diatur yang menuntut suatu tingkat sikap
pengendalian diri yang tinggi.
Gambaran penyerta tidak cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu
diagnosis, namun demikian dapat mendukung. Kecerobohan dalam
hubungan-hubungan sosial, kesembronoan dalam situsi yang berbahaya dan
sikap yang secara impulsive melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan
dengan mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampau
cepat menjawab pertanyan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan
orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya), semua ini merupakan ciri
gambaran penyerta.
10
Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah
dicatat secar terpisah (dibawah F80-F89; Gangguan perkembangan
psikologis) bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari
diagnosis aktual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya
Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi
ataupun criteria inklusi untuk diagnosis utamanya, tetapi ada tidaknya
gejala-gejala itu dijadikan dasar untuk subdivisi utama dari gangguan
tersebut.
F 90.0, gangguan aktivitas dan perhatian. kriteria umum mengenai gangguan
hiperkinetik (F 90) telah terpenuhi, tetapiu kriteria untuk gangguan tingkah
laku (F 91) tidak terpenuhi. Termasuk gangguan pemusatan perhatian dan
hiperkinetik.
F 90.1, gangguan tingkah laku hiperkinetik. Memenuhi kriteria menyeluruh
mengenai gangguan hiperkinetik (F 90) dan juga kriteria menyeluruh
mengenai gangguan tingkah laku (F 91).1,5
E. Diagnosis banding dan kormobiditas
Beberapa gangguan dapat menyerupai atau menyertai ADHD. Gangguan
medis yang sering menyerupai ADHD yaitu epilepsi, sindroma tourette, gejala sisa
dari trauma kepala, gangguan penglihatan atau pendengaran, kekurangan zat Fe,
gangguan tidur. Gangguan psikiatri yang sering menyerupai ADHD adalah gangguan
penyesuaian, gangguan cemas, gangguan depresi, gangguan afektif bipolar, serta
retardasi mental. Adapun, gangguan medis yang sering menyertai (kormobiditas)
dengan ADHD adalah gangguan depresi yang timbul sekunder akibat kegagalan
reaksi penyesuaian anak dengan ADHD dengan tuntutan dari lingkungan sekitarnya.
Gangguan psikiatri yang seringkali menyertai ADHD yaitu gangguan belajar,
gangguan tingkah laku, gangguan perilaku menentang, serta gangguan obsesi
kompulsif. Berbagai penelitian menunjukkan 35% kasus ADHD juga disertai dengan
gangguan perilaku menentang dan sekitar 25%-75% kasus ADHD disertai dengan
gangguan suasana perasaan.1
11
Dampak dari ADHD terhadap tumbuh kembang seorang anak.
F. Tatalaksana
ADHD adalah gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi klinis
yang beragam. Saat ini belum ada terapi yang diakui untuk menyembuhkan anak
ADHD secara total. Berdasarkan evidance based, tatalaksana ADHD adalah
pendekatan kompherensif dengan prinsip Multi Treatment Approach (MTA), yaitu
dengan mendapatkan terapi obat dan juga diberikan terapi psikososial seperti terapi
perilaku, terapi kognitif,-perilaku, serta latihan keterampilan sosial. Disamping itu,
juga dengan memberikan psikoedukasi kepada orangtua, pengasuh maupun guru yang
sehari-harinya berhadapan dengan anak ADHD.
Perilaku perawatan dalam studi MTA termasuk tiga pendekatan:
1) Pelatihan untuk orang tua: Membantu orang tua belajar tentang ADHD dan cara-
cara untuk mengelola perilaku ADHD.
12
Gangguan Perilaku
Usia Pra sekolah
-Kesulitan akademik-Sosialisasi buruk-Terdapat problem citra diri-Berurusan dengan hukum-Merokok-Risiko untik mendapatkan trauma atau cedera
-Kegagalan dalam pekerjaan-Problem dalam membina hubungan interpersonal-Risiko mendapatkan cedera atau kecelakaan
-Kegagalan akademik-Kesulitan dalam pekerjaan-Terdapatnya problem citra diri-Penggunaan zat / obat-obatan-Risiko mendapatkan cidera / kecelakaan
-Gangguan Perilaku-Kegagalan akademik-Terganggunya hubungan dengan teman saya-Terdapatnya problem citra diri
Usia sekolah RemajaUsia disaat perguruan tinggi
Dewasa
2) Pengobatan khusus untuk anak: Membantu anak-anak dan remaja dengan ADHD
belajar untuk mengembangkan sosial, akademik, dan keterampilan memecahkan
masalah
3) Intervensi Berbasis Sekolah: membantu guru untuk bertemu anak-anak dalam
memenuhi kebutuhan pendidikan dengan mengajarkan mereka keterampilan untuk
mengelola perilaku anak-anak ADHD di dalam kelas (seperti hadiah, konsekuensi,
dan kartu laporan harian dikirim ke orang tua).6
Tujuan utama penatalaksanaan anak ADHD adalah memperbaiki pola perilaku
dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari dengan memperbaiki fungsi
kontrol diri, sehingga anak mampu untuk memenuhi tugas tanggung jawab nya secara
optimal sebagaimana usianya. Tujuan lainnya adalah memperbaiki pola adaptasi dan
penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk suata kemampuan adaptasi terbentuk
suatu kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matur sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
1. Pendekatan psikofarmakologi pada anak dengan ADHD.
Obat yang merupakan pilihan pertama adalah obat golongan psikostimulan.
Terdapat 3 macam golongan obat psikostimulan yaitu golongan Metilfenidat
(terdapat di Indonesia), golongan Deksamfetamin, golongan Pamolin. Menurut
Barley dkk, efektivitas pemberian obat golongan metilfenidat sebesar 60-70%
dalam mengurangi gejala hiperaktivitas-impulsivitas dan inatensi. Efek samping
yang ditemukan dalam pemberian obat ini antara lain penarikan diri dari
lingkungan sosial, over fokus, letargi, agitasi, iritabel, mudah menangis, cemas,
sulit tidur, penurunan nafsu makan, sakit kepala, pusing dan timbulnya tics yang
tidak ada sebelumnya. Efek samping ini biasanya timbul pertama kali pemakaian
obat atau jika terjadi peningkatan dosis obat yang diberikan. Biasanya gejala efek
samping obat akan hilang dalam beberapa jam setelah obat dihentikan atau
dosisnya diturunkan. Penghentian pemakaian obat ini biasanya dilakukan secara
bertahap untuk terjadi rebound phenomena.
Jenis Obat Dosis Efek Lama Kerja Perhatian
13
SampingMetilfenidat (tablet, 10mg dan 20 mg)
0,3-0,7mg/KgBB /hr.Biasanya dimulai 5mg/hr(pagi). DosisMax 60mg/hr.
Insomnia, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, sakit kepala, iritabel.
Untuk jenis intermediate release(IR), lama kerja obat 3-4 jam. Mula kerja obat cepat (30-60 menit). Efektif 70% kasus;keamanan cukup terjamin.
Tidak dianjurkan pada pasien dengan kecemasan tinggi, tics motorik dan riwayat keluarga dengan sindroma Tourette
Metilfenidat (slow release,20mg)
Dosis dimulai dengan 20mg(pagi), dan dapat ditingkatkan dengan dosis 0,3-0,7mg/kgBB/hari. Kadang-kadang perlu ditambahkan 5-10mg (pagi).Dosis max 60mg/hr
Insomnia, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, sakit kepala, iritabel.
Untuk jenis slow release, sekitar 7 jam. Terutama berguna untuk remaja dengan GPPH sehingga dapat menghindari pemberian obat di siang hari.
Awitan kerja lambat (1-2jam setelah pemberian obat oral);tidak dianjurkan pada pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi, tics motorik atau riwayat keluarga dengan sindroma Tourette’s
Metilfenidat-OROS (18mg,36mg,54mg)
Dosis dimulai dengan 18mg, 1 hari sekali di pagi hari.Dosis ditingkatkan dengan dosis
Insomnia, penurunan nafsu makan, penurunan berat
Untuk jenis osmotic release oral system, sekitar 12 jam dengan kadar plasma
Tidak dianjurkan pada pasien dengan kecemasan
14
0,3-0,7mg/kgBB/hr
badan, sakit kepala, iritabel
obat yang relatif stabil
tinggi, tics motorik dan riwayat keluarga dengan sindroma Tourette
Obat golongan antidepresan juga dapat digunakan pada anak dengan ADHD.
Obat ini bekerja sebagai inhibitor metabolisme dopamin dan norepineprin. Obat
antidepresan seperti imipramin dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan
dalam mengurangi gejala ADHD, tetapi efikasinya lebih rendah dari obat golongan
psikostimulan. Pemakaian obat ini pada anak menjadi terbatas karena efek samping
dari obat ini terhadap kardiovaskuler, neurologik, dan anti kolinergik.
Obat antidepresan lain yaitu golongan penghambat ambilan serotonin yang
bekerja secara spesifik / serotonin specific reuptake inhibitor (SSRI), misalnya
flouxetine. Pemberian flouxatine 0,6 mg/KgBB dapat memberikan respon sebesar
58% pada anak ADHD yang berusia7-15 tahun.
Obat antidepresan golongan penghambat monoamin oksidase, seperti
moclobemide dengan dosis 3-5mg/KgBB/hari yang dibagi dalam 2 dosis pemberian.
Obat golongan antipsikotik seperti risperidon, obat antikonvulsi seperti golongan
carbamazepin, dan obat antihipertensi seperti klonidin juga bermanfaat mengurangi
gejala ADHD pada anak.
2. Pendekatan psikososial pada anak dengan ADHD yaitu
a. Adanya pelatihan keterampilan sosial pada anak dengan ADHD sehingga
diharapkan anak tersebut akan lebih mengerti norma-norma sosial dan mampu
berinteraksi serta beraksi sesuai dengan norma yang ada.
b. Edukasi bagi orang tua dan guru kelasnya, agar anak dengan ADHD
mendapatkan suatu bentuk terapi perilaku yang disebut sebagai modifikasi
perilaku.
c. Modifikasi perilaku merupakan teknik perilaku dengan mengguanakan prinsip
ABC (Antecendents Behaviour and Consequences).Dalam modifikasi
perilaku, orangtua diharapkan merubah antecendents dan consequences
15
sehingga diharapkan anak dapat mengubah perilaku yang awalnya kurang
adaptif menjadi lebih adaptif dengan lingkngan sekitarnya. Teknik ini
umumnya membutuhkan waktu cukup lama dan dijalankan secara konsisten.
d. Selain itu, edukasi dan pelatihan pada guru merupakan hal yang sangat penting
karena salah satu permasalahan anak dengan ADHD adalah permasalahan
akademis, dan edukasi ini juga dapat menghindari angggapan buruk terhadap
anak dengan ADHD dan guru diharapkan akan meningkatkan kemampuan
dalam mengempati sikap, perilaku dan reaksi emosi anak didik dengan
ADHD.
Kebutuhan akan kelompok dukungan keluarga atau kelompok antar
orangtua. Di dalam kelompok ini, orangtua akan merasa lebih nyaman dan
terbuka mengemukakan masalah yang dihadapi anak mereka, serta lebih
mudah mengekspresikan apa yang mereka rasakan serta dapat saling berbagi
pengalaman dalam menangani berbagai masalah yang dihadapi anak mereka.1
16
BAB III
KESIMPULAN
Permasalahan maupun penyelesaian masalah anak dengan ADDH perlu
mendapatkan perhatian yang lebih, terutama dari praktisi kesehatan jiwa yang bekerja
dalam dunia anak. Angka kejadian ADDH yang cukup tinggi di masyarakat (4-10 %
dari populasi anak usia sekolah dasar). Merupakan sinyal bagi kita semua untuk mulai
memikirkan apa yang sebaiknya dan seharusnya dulakukan saat ini dan di masa
mendatang. Anak-anak ADDH merupakan anak yang dengan kebutuhan khusus oleh
karena itu perencanaan dan tatalaksana yang akan diberikan haruslah dirancang
sedemikian rupa sehingga mencakup seluruh aspek kehidupan anak dan juga
keluarganya.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. T. Wiguna. 2010. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Badan penerbit
FKUI : Jakarta. Hal 441-454
2. Asherson, Philip Phd. ADHD and Genetics. Encyclopedia on Early Chilhood
Development;2010;1-8
3. Sadock, J. Benjamin, Virginia A. Sadock. 2010. Gangguan Defisit Atensi. EGC :
Jakarta. Hal 597-601.
4. US Department of health anf human service. Attention Deficit Hiperactivity Disorder
(ADHD). National Instute of Mental Health.2008;1-28
5. Maslim, Rusdi. 2003. Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya
Pada Masa Kanak dan Remaja dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya : Jakarta. Hal 136-137
6. American Academy of Child and Adolescent Psychiatry and American Psychiatric.
ADHD parents medication guides;2010;1-28
18
top related