abstrak - sinta.unud.ac.id · the research goal was to knowing judicial review of the share...
Post on 16-Mar-2019
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Untuk meningkatkan jumlah investasi asing di Indonesia, diperlukan langkah-
langkah yang dilakukan oleh pemerintah yaitu menetapkan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal mengenai pengaturan kepemilikan saham.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kajian yurisidis terhadap
pengaturan kepemilikan saham yang berimbang pada Penanaman Modal Asing yang
berbentuk PT.JointVenture dan perlindungan hukum terhadap pemegang saham yang
memiliki saham yang berimbang jika terjadi sengketa. Jenis penelitian yang
digunakan adalah jenis penelitian normatif.
Dalam kontrak joint venture diatur tentang pembagian saham. Pihak asing
dapat memiliki saham maksimal 95% dan domestik minimal 5%. Dari kerjasama ini
akan membentuk badan hukum baru, yang merupakan perpaduan antara badan hukum
asing dengan badan hukum domestik. Perlindungan hukum terhadap pemegang
saham sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 namun
perlindungan ini kurang jelas karna tidak secara jelas memberikan perlindungan
hukum terhadap pemegang saham mayoritas minoritas atau pemegang saham yang
memiliki kepemilikan saham yang berimbang.
Kata Kunci : Investasi, Saham, Sengketa, Perlindungan Hukum
ABSTRACT
To increase the foreign investment in Indonesia, the necessary steps that have been
taken by the government that enacted Act Number 25 Of 2007 about investment, by
share ownership arrangements impartial .
The research goal was to knowing judicial review of the share ownership
arrangements impartial in PT.PMA (PT.Joint Venture) and the legal protection of the
shareholders who own shares in the event of a dispute impartial. Type used in this
paper is a normative legal research.
In a joint venture contract is set on the division of share. Foreign parties can have a
maximum of 95% and a minimum of 5% of domestic. Of this cooperation will form a
new legal entity which is a blend of foreign legal entities with domestic legal entities.
Legal protection of the shareholders has been Act Number 25 Of 2007, but this
protection is less clear because we are not expressly provide legal protection against
the majority of the minority or a shareholders with a shareholding impartial.
Keywords : Investment, Share, Legal Action, Legal Protection
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM……………. . ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI……………… iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI…………… . iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN…………………………………… v
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. . vi
ABSTRAK…………………………………………………………………. ix
ABSTRACT………………………………………………………………... . x
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. xi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………. . 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 6
1.3 Ruang Lingkup Masalah .......................................................... 7
1.4 Orisinalitas ............................................................................... 7
1.5 Tujuan Penelitian ..................................................................... 10
1.5.1 Tujuan Umum ............................................................... 10
1.5.2 Tujuan Khusus ............................................................. 10
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................... 11
1.6.1 Manfaat Teoritis ............................................................ 11
1.6.2 Manfaat Praktis ............................................................ 11
1.7 Landasan Teoritis ..................................................................... 11
1.8 Metode Penelitian ..................................................................... 21
1.8.1 Jenis Penelitian ............................................................. 21
1.8.2 Jenis Pendekatan .......................................................... 22
1.8.3 Sumber Bahan Hukum ................................................. 22
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ........................... 23
1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum .................................... 24
BAB II TINJAUAN UMUM PENANAMAN MODAL ASING DAN
KEPEMILIKAN SAHAM…………………………………… ... 26
2.1 Penanaman Modal Asing…………………………………… 26
2.1.1 Pengertian Penanaman Modal Asing ..................... 26
2.1.2 Bentuk-Bentuk Penanaman Modal Asing Secara
Langsung ................................................................. 28
2.1.3 Fasilitas Penanaman Modal .................................... 33
2.2 Kepemilikan Saham ............................................................ 36
2.2.1 Pengertian Saham .................................................... 36
2.2.2 Jenis-Jenis Kepemilikan Saham .............................. 40
2.2.3 Prinsip-Prinsip Umum Kepemilikan
Saham……………. ................................................ 44
BAB III PENGATURAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM
PENANAMAN MODAL ASING (PT.JOINT VENTURE) ..... 47
3.1 Prosedur Kepemilikan Saham Dalam Penanaman Modal
Asing ........................................................................................ 47
3.2 Dasar Hukum Perjanjian Joint Venture.................................... 53
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG
SAHAM JIKA TERJADI SENGKETA TERHADAP
KEPEMILIKAN SAHAM YANG BERIMBANG PADA
PMA(PT.JOINT VENTURE)...................................................... 57
4.1 Upaya Penyelesaian Sengketa Dalam Penanaman Modal
Pada PMA (PT.Joint Venture) ................................................. 57
4.2 Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham Yang
Memiliki Kepemilikan Saham Yang Berimbang Jika terjadi
Sengketa Pada PMA(PT.JOINT VENTURE) ........................ 64
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 67
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 67
5.2 Saran ......................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kelangsungan pembangunan nasional sangat membutuhkan dana. Dana
yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi tersebut tidak dapat dicukupi
dari investasi pemerintah dan swasta nasional saja. Oleh karena itu, untuk
menutupi kekurangan dana dari dalam negeri tersebut dibutuhkan modal dari
luar negeri atau modal asing.
Penanaman modal asing (PMA) terutama di negara-negara yang sedang
berkembang termasuk di Indonesia adalah diperuntukan bagi pengembangan
usaha dan menggali potensi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
memanfaatkan potensi-potensi modal, skill atau managerial, dan teknologi yang
dibawa serta para investor asing untuk akselerasi pembangunan ekonomi negara
berkembang sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus-menerus
serta tidak merugikan kepentingan nasional.1
Penanaman modal asing yang dilaksanakan di Indonesia diharuskan
dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan hukum Indonesia dan
berkedudukuan di Indonesia. Jadi, suatu perusahaan penanam modal asing (PT.
Penanam Modal Asing) selain tunduk pada Undang – Undang Nomor 40 Tahun
1 Rosyidah Rakmawati, 2003, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era
Global, Bayumedia, Malang, h. 8
2007 tentang Perseroan Terbatas, juga tunduk kepada Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal beserta seluruh peraturan
pelaksanaannya. Apabila perusahaan tersebut tidak dalam bentuk Perseroan
Terbatas (PT), maka fasilitas yang diberikan untuk penanam modal asing tidak
berlaku bagi penanam modal asing yang tidak berbentuk Perseroan Terbatas
(PT).
Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal baik
penanaman modal di dalam negeri maupun di luar negeri untuk melakukan
usaha di wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya disebutkan juga bahwa
penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melaksanakan
usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing
sepenuhnya maupun yang bergabung dengan penanaman modal dalam negeri
(Pasal 1 angka 3 UUPM).
Undang-Undang Penanaman Modal juga memberikan definisi yuridis
tentang modal asing, dimana modal asing adalah modal yang dimiliki oleh
negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan
hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh
modalnya dimiliki oleh pihak asing (Pasal 1 angka 8).
Penggunaan modal dalam PT untuk kegiatan usaha hanya dapat
digunakan dengan persetujuan perseroan yang ditempuh dengan mekanisme dan
kesepakatan para pemegang saham yang dituangkan dalam anggaran dasar.
Sehingga setiap tindakan dalam PT merupakan tindakan atas nama perseroan
dan tidak bisa dilakukan hanya dengan persetujuan orang
perorangan semata. Demikian pula, bentuk penyertaan modal asing dalam suatu
PT yang dapat dibuktikan dengan saham. Pengalokasian modal dengan bentuk
saham ini memiliki maksud dan tujuan yang di antaranya menentukan :
(i) besar suara dalam pengambilan keputusan terhadap tindakan perseroan dan
(ii) menentukan besar dividen dan/atau kerugian (tanggung jawab) yang akan
diterima/diderita atas kegiatan usaha perseroan.
Secara umum syarat-syarat pendirian perseroan terbatas penanaman
modal asing yang diperlukan adalah hampir sama dengan pendirian perseroan
terbatas bukan PMA (PT umum). Bedanya hanya terletak pada status
kewarganegaraan salah satu pemegang saham perseroan. Namun sebelum
dibuatkan akta pendiriannya terlebih dahulu harus mengajukan permohonan ijin
pendirian kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengenai
maksud dan tujuan dan didirikannnya perseroan terbatas. Permohonan ini
diajukan oleh para calon pemegang saham disertai dengan data-data lengkap,
besarnya modal serta lingkup usaha yang akan diajukan.
Modal asing dalam pendirian PT ada 2 sumbemya, yaitu :
a. Penanaman modal asing secara penguasaan penuh atas semua modal yang
ditanamkan.
b. Penanaman modal asing atas dasar kerja sama patungan “Joint Venture”
dengan modal yang terbagi.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa pendirian perusahaan yang
menggunakan badan hukum Indonesia dan berbentuk PT serta berkedudukan
dalam wilayah Indonesia merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh penanaman
modal asing bilamana ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
Mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam UU penanaman Modal
No.25 Tahun 2007, maka yang disebut sebagai “Penanaman Modal Asing”,
harus memenuhi beberapa unsur berikut :
1. Merupakan kegiatan menanam modal
2. Untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
3. Dilakukan oleh penanam modal asing
4. Menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.
Adapun bentuk penanaman modal ini dapat dilakukan melalui beberapa
cara, diantaranya :
1. Mengambil bagian saham pada saat pendirian Perseroan Terbatas
2. Membeli saham
3. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (UU PMA
Pasal 5 Ayat 3)
Berdasarkan pengertian ini, maka dapat diketahui bahwa setiap
Perusahaan yang didalamnya terdapat Modal Asing, tanpa melihat batasan
jumlah modal tersebut dapat dikategorikan sebagai PMA.
Ketentuan Pasal 5 Ayat (3) UU PMA yang berbunyi
“Penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman
dalam bentuk pereroan terbatas dilakukan dengan :
a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
b. membeli saham; dan
c. melakukan cara lain dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Bunyi ketentuan pasal 5 (3) UU PMA menimbulkan kabur norma, yang
menimbulkan implikasi yuridis baik secara normatif maupun empiris. Secara
normatif ketentuan tersebut mengandung makna bahwa terjadi keragu-raguan
dalam mengetahui berapa jumlah minimal atau maximal dalam kepemilikan
saham bagi penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri.Hal ini
dapat menimbulkan terjadinya konflik dikemudian hari antara para penanam
modal baik penanam modal asing maupun dalam negeri dalam pembagian
saham dalam suatu perusahaan.
Saham merupakan sejumlah uang yang diinvestasikan oleh investor
dalam suatu perseroan. Atas investasi itu pada umumnya pemegang saham
mendapat keuntungan dari perseroan dalam deviden sebanding dengan besarnya
uang yang diinvestasikan.
Kepemilikan atas suatu saham, memberikan hak pada pemilik saham.
Hak-hak tersebut diatur dalam Pasal 52 ayat (1) UUPT, yakni :
1. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
2. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi:
3. Menjalankan hak lain berdasarkan UUPT hak pemegang saham juga dapat
dikategorikan juga ke dalam :
a. Hak untuk melakukan pengendalian terhadap PT, berlaku bagi pemegang
saham mayoritas/pengendali
b. Hak untuk melakukan pengawasan terhadap PT, dinikmati oleh
pemegang saham minoritas (non-pengendali).
Namun apabila dalam suatu PT terdapat kepemilikan saham yang
memiliki jumlah saham yang berimbang yaitu 50:50 maka para pemegang
saham tersebut memiliki hak yang sama dalam mengendalikan suatu PT.
Salah satu contoh yangterjadi yaitu mengenai kepemilikan saham yang
terdapat pada PT.GRASS RESTAURANT AND LOUNGE adalah perusahaan
yang bergerak dibidang :
a. Jasa konsultasi pariwisata.
b. Usaha penyediaan makanan dan minuman.
c. Pemesanan akomodasi, restaurant, tempat konvensi dan tempat
pertunjukan seni budaya.
d. Pemesanan akomodasi, restaurant dan tiket.
e. Restaurant dan bar.
Dalam perusahaan tersebut terdapat pemegang saham yang memiliki
kepemilikan saham yang berimbang yaitu 50:50 sehingga kedua pemegang
saham tersebut memiliki hak yang sama dalam mengendalikan PT tersebut.
Ketika terjadi suatu kepentingan yang mendesak terhadap perusahaan tersebut
tentunya akan melibatkan para pemegang saham yang mengambil keputusan,
namun ketika terjadi kepemilikan saham 50:50 tentunya tidak ada posisi
dominan dari para pemegang saham tersebut.
Berdasarkan uraian singkat diatas maka penulis merasa perlu diadakan
penelitian mengenai “KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENGATURAN
KEPEMILIKAN SAHAM YANG BERIMBANG PADA PENANAMAN
MODAL ASING YANG BERBENTUK JOINT VENTURE (STUDI PADA
PT.GRASS RESTAURANT AND LOUNGE)” .
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan dua
permasalahan sehubungan dengan judul skripsi ini , yaitu :
1. Bagaimana pengaturan terhadap kepemilikan saham yang berimbang dalam
Penanaman Modal Asing yang berbentuk PT.Joint Venture?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang saham yang memiliki
kepemilikan saham yang berimbang jika terjadi sengketa pada Penanaman
Modal Asing yang berbentuk PT.Joint Venture?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan tentang materi
yang diuraikan, hal ini disebabkan untuk mencegah agar materi yang dibahas
tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka ruang lingkup yang akan
dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut2 :
Hubungannya dengan permasalahan yang pertama, maka disini akan
diuraikan tentang pengaturan terhadap kepemilikan saham dalam PT.Penanaman
Modal Asing. Sedangkan permasalahan yang kedua terbatas pada mekanisme
perlindungan hukum terhadap pemegang saham jika terjadi sengketa terhadap
kepemilikan saham yang berimbang.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan hasil dari penulisan penelitian ditemukan suatu pemikiran
dan pemaparan asli dari suatu penulis demi orisinalitas penelitian yang dibuat
dan dikembangkan sendiri oleh penulisnya. Walaupun adanya pembahasan yang
menyerupai dari judul penelitian yang saya buat tapi dalam seginya pembahasan
berbeda. Peneliti menampilkan 3 skripsi pembahasannya berbeda antara lain :
2 M Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok MateriMetode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet I, Ghalia
Indonesia, Jakarta, h.43.
Tabel 1.1. Daftar Penelitian Yang Sejenis.
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1.
Kedudukan
Pemegang Saham
Minoritas Terhadap
Hak Suara Pada
Perseroan Terbatas
Di Tinjau Dari UU
No.40 Tahun 2007
I Gusti Ayu Made
Christina Dewi,
Fakultas Hukum
Universitas
Udayana
Denpasar Tahun
2010
1. Bagaimanakah
Kedudukan
Rapat Umum
Pemegang
Saham ditinjau
dari Undang-
Undang No. 40
tahun 2007?
2. Bagaimanakah
Perlindungan
Hukum
Pemegang
Saham Minoritas
di Tinjau dari
Undang-Undang
No.40 Tahun
2007?
2. Tinjauan Hukum
Tentang
Felicia Halim,
Fakultas Hukum
1. Bagaimanakah
Perlindungan Hukum
Kepemilikan
Saham
Asing Dalam
Perusahaan
Penanaman Modal
Kerjasama
Patungan
(Studi Pada
PT. INALUM)
Universitas
Sumatera Utara
Medan Tahun
2009
Pemegang Saham
Minoritas di Tinjau
dari Undang-Undang
No.40 Tahun 2007?
2.Bagaimana Manfaat
Penanaman Modal
Langsung dan
Bagaimana
Penanaman Modal
Asing Di Indonesia ?
Tabel 1.2. Daftar Penelitian Penulis
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1. Kajian Yuridis
Terhadap Pegaturan
Kepemlikan Saham
Yang Berimbang
pada Penanaman
Modal Asing yang
berbentuk PT.Joint
Venture ( Studi
Margareth Vera
Sonia Korassa
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
Tahun 2016
1.Bagaimana pengaturan
terhadap kepemilikan
saham yang berimbang
dalam Penanaman
Modal Asing yang
berbentuk PT.Joint
Venture?
2.Bagaimana
Pada PT.Grass
Restaurant And
Lounge)
perlindungan hukum
terhadap pemegang
saham yang memiliki
kepemilikan saham yang
berimbang jika terjadi
sengketa pada
Penanaman Modal
Asing yang berbentuk
PT.Joint Venture?
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari penulis yang hendak dicapai adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menambah wawasan pengaturan kepemilikan
saham PT.PMA.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap para pemegang
saham yang memiliki saham yang berimbang dalam suatu PT.PMA.
1.5.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulis yang hendak dicapai adalah sebagai
berikut :
1. Untuk memahami lebih dalam bagaimana pengaturan kepemilikan
saham dalam suatu PT.PMA
2. Untuk memahami dan mendalami bagaimana perlindungan hukum
terhadap para pemegang saham yang memiliki saham yang
berimbang dalam penyelesaian sengketa kepemilikan saham dalam
PT. PMA.
1.6 Manfaat Penelitian
Melalui penulisan ini terdapat adanya manfaat penelitian dibagi menjadi
dua yaitu secara teoritis dan secara praktis. Adapun penjelasannya sebagai
berikut :
1.6.1 Manfaat Teoritis
1. Sumbangan pemikiran kepemilikan saham dalam suatu PT. PMA.
2. Manfaat pengetahuan bagi konsep-konsep ahli hukum dalam
mengidentifikasi dan menganalisa dibidang kepemilikan saham
dalam PT. PMA.
1.6.2 Manfaat Praktis
Dari segi praktis, diharapkan hasil penulisan ini dapat berguna
sebagai berikut :
1. Dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal
untuk mengetahui pengaturan kepemilikan saham.
2. Dapat memberikan informasi mengenai perlindungan hukum
terhadap para pemegang saham yang memiliki kepemilikan saham
yang berimbang.
1.7 Landasan Teoritis
Landasan Teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas dan
pendapat-pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran dan
permasalahan yang dianalisis, dalam setiap penelitian harus disertai dengan
pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik yang erat
antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta
konstruksi data. Dan karena itu maka terlebih dahulu sangat diperlukan atau
dikemukakan beberapa teori berupa pendapat para ahli yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti.
Teori yang dipakai membahas permasalahan sedang diteliti dalam skripsi
ini antara lain :
a. Teori Perlindungan Hukum
Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa :
Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat
dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku
di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenangwenangan.
Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis,
sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang
harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.3
Menurut Philipus M. Hadjon, dibedakan dua macam perlindungan
hukum, yaitu :4
1. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya permasalahan atau sengketa.
2. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk menyelesaikan
permasalahan atau sengketa yang timbul.
b. Teori Kepastian Hukum
Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori
yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori
kepastian hukum. Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian
yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu
mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua
3 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia,Bina Ilmu, ,
Surabaya, h. 205
4 Ibid , h.117
berupa keamanan hukum bagi individu dan kesewenangan pemerintah karena
dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara
terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam
undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim
antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakimn lainnya untuk kasus
yang serupa yang telah di putuskan.5
Bagi investor asing, hukum dan Undang-Undang menjadi salah satu
tolak ukur untuk menentukan kondusif tidaknya kondisi investasi di suatu
Negara. Pelaku usaha yang menanamkan modalnya di negara berkembang
sangat mempertimbangkan kondisi hukum di negara tersebut. Infrastruktur
hukum bagi investor menjadi instrument penting dalam menjamin investasi
mereka. Secara umum kepastian hukum sebagai konsep menekankan pada
perkataan kepastian dan mengenai kepastian itu sendiri, kepastian hukum
mengarah pada deskripsi tentang hukum yang meyakinkan, teliti, tepat dan
pasti. Kepastian hukum sangat dibutuhkan oleh investor sebab dalam
melakukan investasi selain tunduk kepada ketentuan hukum investasi juga
ketentuan lain yang terkait dan tidak bisa dilepaskan begitu saja.6 Kepastian
5 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group,
Jakarta, h 158
6 Sentosa Sembiring, 2010, Hukum Investasi, Nuansa Aulia, Bandung, h.32.
hukum dalam hukum investasi positif yang dilaksanakan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal berkaitan
erat dengan kebijakan dasar penanaman modal sebagaimana dimaksud Pasal 4
ayat (2) yang menempatkan pemerintah agar :
a. Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan
penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;
b. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan berusaha
bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan
berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan
kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Di dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman.
Modal, asas kepastian hukum ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf
a, dalam penjelasannya :
“Asas dalam Negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan
peraturan perUndang-Undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan
dan tindakan dalam bidang penanaman modal”.
Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa kepastian hukum
mengandung persamaan dengan supermasi hukum. Isu supermasi hukum yang
berkembang bersamaan dengan urgensi adanya hukum yang pada dasarnya
bertujuan mewujudkan keadilan. Keadilan tercapai karena setiap orang
diberikan bagian sesuai jasanya sedangkan dalam hal hukum bertujuan
mewujudkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Kebahagian ini terwujud
apabila setiap orang memperoleh kesempatan sama di barengi penciptaan
ketertiban. Oleh karena itu, supermasi hukum dan kepastian hukum tampak
memiliki hubungan saling melengkapi.
Dapat ditujukan bahwa pengertian terhadap penanaman modal oleh
masing-masing Negara penerima modal tergantung atau ada keterkaitan
dengan salah satu teori yang dianut ataukah merupakan variasi dari berbagai
teori. Hal ini dapat dilihat pada masing-masing pengaturan Negara peneriman
modal terhadap keberadaan penanaman modal khususnya penanaman modal
asing yang dinyatakan dalam berbagai peraturan Perundang-Undangan
Penanaman Modal masing-masing Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal sekaligus mengatur 2 (dua) bentuk penerimaan modal :
- Penanaman modal asing (foreign investment) dan
- Penanaman modal lokal (domestic investment)
Namun semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Republik Indonesia no. 1 Tahun
1967 tentang penanaman modal asing sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 6 Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam
negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia
No. 11 Tahun 1970, dengan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum di atur dengan peraturan pelaksanaan yang baru.
(Pasal 37 Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2007).
Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal Pasal 1 ayat (1) memberikan definisi penanaman modal
sebagai berikut:
“Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal,
baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing
untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia”.
Selanjutnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2007
Pasal 1 ayat (2) menyebutkan :
“Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanaman modal dalam negeri dengan menggunakan
modal dalam negeri”.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 Pasal
1 ayat (3) menyebutkan :
“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal
asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal
dalam negeri”.
Bagi Negara tempat diiakukannya kegiatan penanaman modal (host
country) kehadiran penanaman modal asing tidak saja penting dari
segi perolehan devisa atau untuk melengkapi keterbatasan biaya
pembangunan, tetapi efek lain yang ditimbulkan oleh kegiatan
penanaman modal pada pembangunan ekonomi host country, antara
lain penyediaan lapangan kerja, penghematan devisa melalui
pengembangan industri non-migas, pembangunan daerah-daerah
tertinggal alih teknologi dan peningkatan sumber daya manusia.7
7 Erman Rajagukguk, 2005, Hukum Investasi di Indonesia, Fakultas Hukum Indonesia, Jakarta,
h. 20-39
Dengan demikian kehadiran penanam modal asing memberikan
sejumlah manfaat bagi tuan rumah (host country,). Manfaat secara langsung di
peroleh dan pemasukan tambahan devisa yang berasal dari modal yang
dibawa dana pajak-pajak yang dibayar kepada Negara. Kegiatan penanaman
modal asing dapat pula mengakibatkan sejumlah dampak negatif, misalnya :
semakin buruknya distribusi pendapatan karena terjadinya perbedaan tingkat
upah antara golongan pekerja, mendorong pola konsumsi mewah pada
masyarakat host country, ketidak keseimbangan neraca pembayaran yang
dapat saja terjadi karena impor lebih besar dari ekspor, oleh karena itu
diperlukan keseimbangan pengaturan.
Melihat kondisi Indonesia setidaknya ada lima alasan mendasar
mengapa Indonesia membutuhkan penanaman modal asing saat ini :
a) Penyediaan lapangan kerja
b) Mengembangkan industri substitusi impor
c) Mendorong berkembangnya industri barang-.barang non-migas
d) Pembangunan daerah-daerah tertinggal
e) Alih teknologi
Kegiatan penanaman modal secara patungan yang di jalin antara
penanaman modal dalam negeri dengan penanaman modal asing yang tetap di
cantumkan kembali pada Pasal 1 ayat (3) UU No. 25 Tahun 2007 telah
berlangsung sejak pemerintahan Indonesia membuka kesempatan penanaman
modal asing di Indonesia pada tahun 1967.8
Kerja sama antara penanam modal asing dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk seperti join venture, joint enterprise, kontrak karya, product
sharing, maupun bentuk kerja sama lainnya. Joint venture merupakan kerja
sama antara penanaman modal asing dengan pengusaha nasional berdasarkan
suatu perjanjian/kontrak tanpa membentuk suatu badan hukum baru,
sedangkan joint enterprise, mewujudkan kerja samanya dengan pembentukan
suatu perusahaan atau badan hukum baru.
Sedangkan production sharing perjanjian kerja sama kredit antara
modal asing dan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada semua
pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk
mengekspor hasilnya kepada Negara pemberi kredit.
Menurut Erman Rajagukguk dkk, Joint Venture merupakan suatu
kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional
berdasarkan suatu perjanjian(kontraktual).9
Unsur-unsur dalam Joint Venture adalah:
a. Kerjasama dua pihak atau lebih
8 Jonker Sihombing, 2009, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, PT. Alumni, Bandung.,
h..71
9 H.Salim HS.,M.S dan Budi Sutrisno,S.H.,M.Hum,2014, Hukum Investasi Di
Indonesia,PT.RajaGrfindo Persada, Jakarta, h.206
b. Ada modal
c. Ada surat perjanjian
sebagai bentuk adanya kerjasama antara dua belah pihak, maka dalam
joint venture harus ada surat perjanjian yang berfungsi untuk mengikat kedua
belah pihak tersebut. Dalam joint venture karena melibatkan orang lain, maka
perlu diperhatikan dan diteliti apakah pihak yang diajak bekerja sama tersebut
adalah pihak yang bisa dipertanggungjawabkan.
Joint Venture atau usaha patungan ini dikategorikan sebagai kegiatan
penanaman modal asing(PMA) sebagaimana didefinisikan dalm Pasal 1 huruf
(c) UU PMA.
Berdasarkan Pasal 27 UU PMA, maka Pemerintah mengoordinasikan
kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi Pemerintah
dengan Bank Indonesia, antar instansi Pemerintah dengan Pemerintah daerah.
Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal ini dilakukan oleh
Badan Kepala Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). BKPM merupakan
lembaga independen non-departemen yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden. Presiden kemudian menetapkan Peraturan Presiden No.90
Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 3 september
2007.
Dengan kewenangan yang diberikan, BKPM mengeluarkan Peraturan
Kepala BKPM No.13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara
Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal pada 23 Desember 2009.
Perselisihan dan sengketa dua pihak yang melakukan kerja sama
mungkin saja terjadi. Terjadinya perselisihan dan sengketa ini seringkali
disebabkan salah satu pihak tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat
dengan baik ataupun karna ada pihak yang melakukan wanprestasi, sehingga
merugikan pihak lain.
Bab XV Pasal 32 mengatur mengenai penyelesaian sengketa. Dalam
pasal tersebut diuraikan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang
digunakan apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal. Cara
penyelesaian sengketa tersebut antara lain :
1. Musyawarah atau Mufakat
2. Mediasi
3. Arbitrase
4. Pengadilan
Sengketa antara para pihak dalam perusahaan Joint Venture dilakukan
secara arbitrase. Pemilihan arbitrase bisa dilakukan dengan menunjuk badan
arbitrase atau membentuk arbitrase ad hoc. Tempat arbitrase mempunyai dua
kemungkinan yaitu didalam negeri dan diluar negeri. Pelaksanaan arbitrase luar
negeri masuk dalam ruang lingkup konvensi New York 1958 tentang Pengakuan
dan Pelaksanaan Keputusan arbitrase Luar Negeri.
1.8 Metode Penelitian
Adapun metodologi penelitain yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut :
Menurut pendapat dari Kartini Kartono, metode penelitian adalah cara-
cara berpikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan
penelitian dan guna mencapai tujuan penelitian.10 Adapun menurut dengan sifat
dan keilmuan ilmu hukum yang bersifat sui generis, penelitian hukum
mempunyai karakter yang khusus dan kekhususan sifat tersebut maka penelitian
hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu penelitian hukum normatif dan
penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian
penulisan hukum yang berdasarkan pada teron-teori hukum, literatur-literatur
dan perundang-undangangan. Sedangkan penelitian hukum empiris yaitu suatu
penelitian yang melakukan dengan observasi atau penelitian dengan secara
langsung terjun kelapangan guna untuk mendapatkan kebenaran yang akurat
dalam penulisan skripsi.
1.8.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini ialah
penelitian yuridis normatif, yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa
penelitian ini menggunakan analisa terhadap peraturan perundang-
undangan yang menjelaskan tentang aspek-aspek hukum yang terkait
10 Kartini Kartono, 1995, Metode Pembuatan kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar
Maju, Bandung, h.58
dengan pengaturan kepemilikan saham dalam suatu PT.PMA
berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal.11
1.8.2 Jenis Pendekatan
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang
digunakan didalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang
(statue approach), pendekatan kasus (case approach).12
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
Bahan Hukum yang diteliti dalam penelitian hukum normatif ada
dua jenis yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder:13
1. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain yang
terkait dengan penelitian. Secara khusus penelitian ini bahan hukum
primernya adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum sekunder yaitu bahan hukum yang bersumber dari
penelitian kepustakaan, yaitu bahan yang diperoleh tidak secara
11 M. Iqbal Hasan.Op.Cit.,h.43.
12 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelilian Hukum Cet.2, Kencana, Jakarta, h.93
13 M. Iqbal Hasan, Op.Cit, h.83
langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-
data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum.14
yang termasuk bahan hukum sekunder antara lain :
a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat yaitu :
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal.
b. Bahan Hukum Sekunder yakni bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer. Misalnya karya-karya
ilmiah, Rancangan Undang-Undang, dan juga hasil dari suatu
penelitian yang terkait dengan penanaman modal.
c. Bahan Hukum Tersier, misalnya artikel-artikel, majalah-majalah,
surat kabar, internet, kamus, dan ensiklopedia.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh
melalui studi kepustakaan baik melalui penelusuran peraturan
Perundang-Undangan, dokumen-dokumen maupun literatur-literatur
ilmiah dan penelitian para pakar yang sesuai dan berkaitan dengan objek
dan permasalahan yang akan diteliti.
14 H. Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23.
Untuk mendapatkan bahan hukum primer, sekunder dan tersier
tersebut, dilakukan penelusuran kepustakaan dibeberapa tempat antara
lain :
- Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar.
- Perpustakaan Daerah Denpasar.
1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum
Setelah bahan-bahan baik primer maupun sekunder yang
dibutuhkan terkumpul, maka bahan hukum tersebut akan diubah dan
dianalisa dengan menggunakan teknik pengolahan data secara kualitatif
yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang
teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif, sehingga
memudahkan pemahaman dan interprestasi data.15
Penggunaan metode analisis kualitatuf didasarkan atas
pertimbangan :
- Data yang dianalisis diperoleh dari berbagai sumber.
- Sifat dasar bahan hukum yang dianalisis adalah menyeluruh serta
memerlukan informasi yang mendalam.
Selanjutnya untuk menjawab persoalan dari penelitian ini, metode
atau cara penyimpulan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif
15 Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.1770.
yaitu dengan menarik suatu kesimpulan dari bahan-bahan yang sifatnya
umum ke khusus untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran
sehingga memperoleh gambaran yang jelas mengenai perlindungan dan
pengaturan kepemilikan saham dalam suatu PT.PMA berdasarkan
Undang-Undang Nomor 25 Tabun 2007 tentang Penanaman Modal.
top related