abstrak analisis hubungan jenjang dan latar
Post on 21-Jan-2017
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ABSTRAK
ANALISIS HUBUNGAN JENJANG DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN PENGUSAHA UMKM TERHADAP PERSEPSI
PENERAPAN AKUNTANSI PADA UMKM
Oleh
Nama: Waskito AreNPM: 0711031022
Telephone: 085276576539E-mail: waskito_gayo@yahoo.co.id
Pembimbing 1: Harsono Edwin P, S.E., M.Si.Pembimbing 2: Pigo Nauli, S.E., M.Sc.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah terbukti memiliki peran dan kontribusi bagi perkembangan perekonomian Bangsa Indonesia. Pada saat terjadi krisis ekonomi di Indonesia, UMKM merupakan sektor ekonomi yang memiliki ketahanan palik baik karena disaat banyak perusahan besar yang bangkrut dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), UMKM mampu menyerap para pengangguran untuk bekerja serta bisa berkontribusi terhadap peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) bangsa ini. Kemampuan UMKM tersebut perlu untuk diberdayakan dan dikembangkan secara terus menerus sehingga mampu memberi kontribusi lebih maksimal lagi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penerapan akuntansi mempunyai peran penting untuk mencapai keberhasilan suatu usaha, termasuk mulai dari usaha kecil.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat hubungan jenjang dan latar belakang pendidikan pengusaha UMKM terhadap persepsi penerapan akuntansi pada UMKM, dengan memperoleh data secara langsung dari 50 responden yang tersebar di wilayah Kota Madya Bandar Lampung melalui angket atau kuesioner, wawancara dan pengamatan langsung terhadap sumber yang diteliti.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa jejang pendidikan pengusaha UMKM memiliki tingkat korelasi yang sedang terhadap persepsi terkait penerapan akuntansi bagi usahanya. Untuk faktor latar belakang pendidikan pengusaha UMKM berkorelasi terhadap persepsi terkait penerapan akuntansi pada UMKM dengan tingkat hubungan yang kecil atau lemah.
Kata kunci: UMKM, Jenjang Pendidikan, Latar Belakang Pendidikan, Akuntansi
ABSTRACT
ANALYSE THE RELATION BETWEEN LADDER AND ENTREPRENEUR EDUCATION BACKGROUND TO PERCEPTION OF
ACCOUNTANCY APPLYING IN UMKM
BY:
WASKITO ARE
Micro small-middle industry has been proved has role and contribution for Indonesia’s economic development. When there was an economic crisis in Indonesia, UMKM was the economic sector that has the best resilience because when so many companies are bankrupt and do Disconnection of Relation Work (PHK) , UMKM can recruit unemployements to work and can contribute to Indonesia’s Gross Domestic Product (GDP) improvement. That UMKM’s ability has to be powered and developed continually so that it can give more contribution for development of society prosperity. Accountancy applying has important role to reach the successful of an industry, including start from small industry.
This research did to know how the relation between ladder and education background of UMKM entrepreneur to perception of accountancy applying in UMKM, by obtaining data directly from 50 which is spread in Bandar Lampung through enquette or quesioner, interview and direct research to the checked sources.
From the result of research can be indicated that ladder and education background of UMKM entrepreneur has mid-rate correlation to related perception of accountancy applying for its industry. For the education background of UMKM entrepreneur factor , it correlates to related perception of accountancy applying in UMKM with the weak or small relation rate.
Key words: UMKM, education ladder, education background, accountancy.
1. PENDAHULUAN
Usaha Kecil Menengah (UKM) dan sektor ekonomi kerakyatan informal
lainnya yang sering pula disebut dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) telah bertumbuh-kembang sejak sebelum berdirinya Negara ini. Hal ini
patut kita banggakan karena kegiatan bisnis UKM ternyata telah ada sejak dulu
sebelum Indonesia merdeka. Sejumlah tokoh pergerakan kemerdekaan dahulu
dikenal sebagai pedagang handal seperti para tokoh Syarikat (Dagang) Islam.
Kini UMKM terbukti memiliki peran dan memberikan kontribusi bagi
perekonomian Bangsa Indonesia. Kemandirian dan ketahanan UMKM dalam
menghadapi krisis ekonomi 1997/1998 dan 2008/2009 disaat banyak perusahaan
besar yang bangkrut dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), UMKM
mampu menyerap para pengangguran untuk dapat bekerja kembali. Ini menjadi
bukti begitu potensialnya UMKM sebagai fondasi perekonomian nasional. Belum
lagi kemampuan UMKM dalam menyerap banyak tenaga kerja dan kontribusi
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) bangsa ini, suatu hal yang sulit dicapai
oleh jenis usaha yang lain. Pada tahun 2008 kontribusi UMKM terhadap PDB
Indonesia mencapai Rp 2.121.3 triliun atau 53,6% dari total PDB Indonesia.
Populasi UMKM yang sangat banyak dan menyebar di seluruh pelosok Indonesia
(data 2008 mencapai 99,98 % dari unit usaha yang ada) kiranya patut diperhatikan
lebih saksama karena kiprah UMKM lebih banyak di sektor riil yang sangat
bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2009 tercatat
kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia mencapai sekitar 45% atau senilai
Rp2.000 triliun, dan untuk tahun 2010 UMKM menyumbang 55,6 % terhadap
PDB harga berlaku dengan nilai investasi mencapai Rp 640,4 triliun atau 52,9 %
dari total investasi. Tak hanya itu, UMKM juga menghasilkan devisa sebesar Rp
183,8 triliun atau 20,2% dari jumlah devisa Indonesia. Besarnya kontribusi juga
terlihat dari tingginya penyerapan tenaga kerja dari sektor UMKM ini, yaitu
Hingga tahun 2010, jumlah pelaku UMKM sebanyak 52,2 juta unit usaha atau
99,91 % dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia. Jumlah tenaga kerjanya
mencapai 90,9 juta pekerja atau sebanding dengan 97,1 % dari seluruh tenaga
kerja Indonesia.
Meskipun UMKM hanyalah usaha yang kecil, namun usaha mikro, kecil
dan menengah mempunyai peran penting dan strategis bagi pertumbuhan
ekonomi negara, baik negara berkembang maupun negara maju. Pada saat krisis
ekonomi berlangsung di Indonesia, UMKM merupakan sektor ekonomi yang
memiliki ketahanan paling baik. Kemampuan UMKM tersebut perlu
diberdayakan dan dikembangkan secara terus menerus dengan berusaha
mereduksi kendala yang dialami UMKM, sehingga mampu memberi kontribusi
lebih maksimal terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Informasi akuntansi mempunyai peran penting untuk mencapai keberhasilan
suatu usaha, termasuk usaha kecil. Tetapi dalam kenyataanya, kebanyakan
pengusaha kecil di Indonesia tidak menyelenggarakan dan menggunakan
akuntansi dalam pengelolaan usahanya. Setelah dilakukan penelitian banyak para
pengusaha kecil yang tidak mengetahui apa sebenarnya akuntansi sehingga
mereka tidak mengetahui betapa pentingnya pencatatan dan pembukuan bagi
kelangsungan dan perkembangan usaha mereka.
Dengan akuntansi yang memadai maka pengusaha UMKM dapat
memenuhi berbagai kebutuhan seperti persyaratan dalam pengajuan kredit berupa
laporan keuangan, mengevaluasi kinerja, mengetahui posisi keuangan,
menghitung pajak, dan manfaat lainnya (Warsono, 2009). Pelaksanaan
pembukuan akuntansi untuk menghasilkan laporan keuangan merupakan hal yang
masih sulit bagi UMKM. Keterbatasan pengetahuan pembukuan akuntansi,
rumitnya proses akuntansi, dan anggapan bahwa laporan keuangan bukanlah hal
yang penting bagi UMKM (Said, 2009). Berbagai macam keterbatasan lain
dihadapi oleh pelaku UMKM mulai dari jenjang dan latar belakang pendidikan
yang tidak mengenal mengenai akuntansi atau tata pembukuan, kurang disiplin
dan rajinnya dalam pelaksanaan pembukuan akuntansi, hingga tidak adanya
kecukupan dana untuk mempekerjakan akuntan atau membeli software akuntansi
untuk mempermudah pelaksanaan pembukuan akuntansi. Tidak adanya
penyelenggaraan dan penggunaan akuntansi dalam kebanyakan pengelolaan
usaha kecil ditentukan oleh persepsi para pengusaha kecil atas akuntansi.
Pengusaha kecil memandang bahwa proses akuntansi tidak terlalu penting
untuk diterapkan dalam usahanya. Kreitner dan Kinicki (2001) dalam Margani
Pinasti (2007), menyatakan bahwa persepsi seseorang akan mempengaruhi
perilaku dan keputusannya. Oleh karena itu untuk dapat mendorong pengusaha
kecil menyelengggarakan dan menggunakan akuntansi, perlu dimulai dari yang
memiliki hubungan bahkan mungkin bisa mempengaruhi persepsi pengusaha
UMKM tersebut atas akuntansi yakni dari segi pendidikan.
Dalam hal pendidikan, sangat jelas bahwa skills dalam segala bidang
mulai dari buruh hingga manajer sangat menentukan keberhasilan suatu usaha.
Hasil studi empiris dari Pherson di Afrika memperlihatkan bahwa tingkat sumber
daya manusia sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan output dan
perkembangan industri rumah tangga. Peningkatan efisiensi dan produktifitas
usaha sangat dibutuhkan oleh tingkat keterampilan atau pendidikan pekerja dan
pengusaha atau manajer (Pherson, 1996).
Penelitian Murniati (2002) menyebutkan bahwa pendidikan pemilik atau
manajer berhubungan bahkan bisa mempengaruhi secara signifikan terhadap
penggunaan sistem informasi akuntansi pada perusahaan kecil. Kemampuan dan
keahlian pemilik atau manajer perusahaan kecil sangat ditentukan dari latar
pendidikan dan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh. Tingkatan
pendidikan formal yang rendah (SD sampai SMA) dari manajer perusahaan,
penggunaan sistem informasi akuntansinya akan lebih rendah dibandingkan
dengan pemilik atau manajer dengan pendidikan yang jenjangnya lebih tinggi
(Perguruan Tinggi).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan jenjang pendidikan terakhir pengusaha UMKM terhadap
persepsi penerapan akuntansi pada usahanya.
2. Bagaimana hubungan latar belakang pendidikan pengusaha UMKM terhadap
persepsi penerapan akuntansi pada usahanya.
2. LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Pendidikan
Secara universal pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu cara
untuk mengembangkan ketrampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan
dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik, tujuannya
untuk mengembangkan atau mengubah kognisi, afeksi dan konasi seseorang.
Definisi atau pengertian pendidikan antara seorang ahli dan yang lainya
tidaklah sama. Apalagi ahli-ahli pada zaman dahulu dan zaman sekarang. Berikut
beberapa definisi pendidikan :
a. Menurut Para Ahli
1. Bojonegoro
Mendidik adalah memberi tuntunan kepada manusia yang belum dewasa dalam
pertumbuhan dan perkembangannya sampai tercapai kedewasaanya.
2. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta
jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
b. Menurut Kamus dan Ensiklopedi
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.
2. Ensiklopedi Wikipedia
Education is a social science that encompasses teaching and learning specific knowledge, beliefs, and skills. The word education is derived from the Latin educare meaning “to raise”, “to bring up”, “to train”, “to rear”, via”educatio/nis”, bringing up, raising.
c. Menurut Undang-Undang:
1. UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989:
“Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang
akan datang”.
2. UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat”.
2.2. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu
suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat
indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi
merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian
diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang
diindera. Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya
pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan
integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam
diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif
berpengaruh dalam proses persepsi. Ada beberapa pengertian mengenai persepsi
itu sendiri. Persepsi didefinisikan sebagai tanggapan (Penerimaan) langsung dari
sesuatu, atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca
indranya. Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku,
Struktur; memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan
oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap
obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian
arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu
memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara
individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri.
Pengertian persepsi dinyatakan oleh Kreitner dan Kinicki (2001) dalam
Margani Pinasti (2007) adalah sebagai berikut: “perception is a cognitive process
that enables us to interpret and understand our surroundings”
Empat tahap pemrosesan informasi dalam pembentukan persepsi Kreitner dan Kinicki (2001) dalam Margani Pinasti (2007) adalah:
1. Tahap perhatian selektif yang merupakan timbulnya kesadaran akan sesuatu.
2. Tahap penyederhanaan dan interpretasi yaitu proses interpretasi informasi menjadi representasi mental.
3. Tahap penyimpanan dan pengulangan yaitu tahap penyimpanan informasi dalam memori jangka panjang.
4. Tahap penarikan informasi dan pemberian respon yang dilakukan pada saat seseorang membuat pertimbangan dan mengambil keputusan.
Persepsi dibentuk melalui empat proses serangkaian tahap di atas. Pada
tahap interpretasi, representasi mental yang dihasilkan sangat ditentukan oleh
schemata, yaitu gambaran yang dimiliki seseorang tentang sesuatu atau
peristiwa. Pengalaman riil akan membentuk schemata yang tepat dan
menghindarkan kesalahan persepsi.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi
merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu
melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat
memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses
menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan
proses belajar individu.
2.3. Akuntansi dan Informasi Akuntansi
Definisi akuntansi dikemukakan oleh American Institute of Certified
Public Accounts (AICPA) yaitu ”akuntansi adalah suatu seni pencatatan
pengelompokan dan pengiktisaran menurut cara-cara yang berarti dan
dinyatakan dalam nilai uang, segala transaksi dan kejadian yang sedikit-dikitnya
bersifat keuangan dan kemudian menafsirkan artinya”. Sedangkan American
Accounting Association menyatakan akuntansi sebagai ”proses pengumpulan,
pengidentifikasian dan pencatatan serta pengikhtisaran dari data keuangan serta
melaporkannya kepada pihak yang menggunakannya, kemudian menafsirkan
guna mengambil keputusan ekonomi” dalam Suhairi dan Wahdini (2006).
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntansi merupakan:
1. Suatu proses, artinya dari data mentah menjadi informasi yang siap dipakai.
2. Didalamnya terdapat berbagai kegiatan yaitu pengumpulan, pengidentifikasian, serta pengikhtisaran dari data keuangan.
3. Data keuangan yang telah diikhtisarkan merupakan informasi keuangan yang disampaikan kepada para pemakai yang kemudian akan ditafsirkan untuk kepentingan pengambilan keputusan ekonomi.
Akuntansi seringkali dinyatakan sebagai bahasa perusahaan yang berguna
untuk memberikan informasi yang dapat digunakan dalam proses pengambilan
keputusan. Informasi ini merupakan data yang disajikan oleh perusahaan yang
bersifat keuangan dan dinyatakan dalam istilah moneter. Secara umum setiap
perusahaan memerlukan dua macam informasi tentang perusahaanya, antara lain
perlu untuk mengetahui:
1. Berapa nilai perusahaanya dan,
2. Berapa laba atau ruginya
Kedua informasi tersebut berguna untuk :
1. mengetahui besar modal yang tertanam pada perusahaanya
2. mengetahui maju mundurnya perusahaanya
3. dasar perhitungan pajak
4. menjelaskan keadaan perusahaan bila sewaktu-waktu memerlukan kredit dari bank atau pihak lain.
5. dasar untuk mengambil kebijakan atau keputusan yang akan ditempuh
6. menarik para peminat pekerja untuk bekerja di perusahaan tersebut.
Pada awal perkembangannya akuntansi dapat dikatakan sebagai
kerajinan seni (art) karena orang yang akan memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan akuntansi harus terjun langsung dalam dunia praktik. Penyebutan
akuntansi sebagai seni sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
dalam praktiknya akuntansi melibatkan banyak pertimbangan nilai yang
menuntut keahlian untuk memilih perlakuan yang terbaik. Dalam perkembangan
selanjutnya, pengetahuan dan ketrampilan akuntansi dapat diidentifikasi dengan
jelas sehingga membentuk seperangkat pengetahuan utuh yang diajarkan melalui
institusi pendidikan. (Suwardjono 2006 : 11).
Akuntasi dikenal sebagai ilmu yang membantu kita mencatat,
mengidentifikasi, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi sehingga
memungkinkan pihak- pihak yang berkepentingan mengambil keputusan dengan
lebih tegas dan mantap setelah memahami proses tersebut (Suryo, 2007;11).
Akuntansi keuangan adalah sebuah proses yang berakhir pada pembuatan laporan
keuangan menyangkut perusahaan secara keseluruhan untuk digunakan baik oleh
pihak-pihak internal maupun pihak eksternal (Keiso, 2003;3).
Informasi menunjuk pada fakta-fakta dan pengetahuan yang tersedia yang
menjadi kebutuhan penting untuk seluruh kegiatan operasional dalam organisasi.
Tanpa informasi yang tepat waktu dan akurat, baik para karyawan maupun
manajer tidak akan dapat membuat keputusan secara efektif dan efisien. Garrison
dalam Saboet (1994;20) mengatakan bahwa dalam kegiatan manajerial, informasi
dibutuhkan oleh manajer dalam rangka melaksanakan tiga fungsi utamanya,
yaitu: merencanakan kegiatan, mengendalikan kegiatan dan membuat keputusan.
Informasi akuntansi keuangan yang dimaksud adalah informasi akuntansi
keuangan yang disajikan untuk manajer dan disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK). Wujud nyata informasi akuntansi keuangan tersebut
adalah laporan keuangan yang terdiri dari : neraca, laporan laba-rugi, laporan
perubahan modal dan arus kas. Anak Suryo dalam Akuntansi untuk UKM (2007;
11) mengatakan pada dasarnya pengguna informasi akuntansi dibedakan menjadi
dua yaitu pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal adalah pihak pemilik
bisnis, sementara pihak eksternal bisa dipecah lagi menjadi beberapa bagian.
Seperti sudah disinggung sedikit sebelumnya tadi, yang dimaksud pihak
internal adalah pemilik bisnis rumahan tersebut. Hal ini agak berbeda dengan
bisnis besar dimana yang dimaksud pihak internal adalah pihak manajemen
(pengelola) sedangkan pemilik dimaksukkan pada kategori pihak eksternal.
Penyebabnya adalah skala bisnis besar yang menuntut operasional pengelolaan
lebih luas, dimana pemilik perusahaan tidak terjun langsung mengelola
perusahaan tersebut. Bagi pihak internal dalam bisnis rumahan, yakni pemilik
informasi akuntansi yang diperoleh bisa berguna untuk melakukan tiga hal ini
yakni:
a. Mengembangkan
Bagian mana saja dalam bisnis rumahan itu yang perlu
dikembangkan, apakah bagian produksinya, distribusinya atau pemasarannya.
Jika masing- masing pos terlihat masih kekurangan dana, maka
kemungkinan besar pemilik akan befikir untuk menambahkan dana dikemudian
hari agar bagian itu bisa dikembangkan lagi.
b. Mengurangi
Hal yang sama bisa juga terjadi jika pemilik ingin mengurangi
beberapa bagian yang terlibat kelebihan atau tidak efektif.
c. Mengontrol
Dalam evaluasi tahunan biasanya pemilik akan segera mengetahui kondisi
keuangannya karena berbagai informasi yang tersedia dalam berbagai bentuk
laporan keuangan. Pada saat seperti inilah fungsi kontrol juga dilakukan pemilik
agar bisnisnya semakin bisa berkembang.
2.4. Definisi dan Kriteria UMKM di Indonesia
Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah
(UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain
itu, kelompok ini terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis
ekonomi. Maka sudah menjadi keharusan penguatan kelompok usaha mikro, kecil
dan menengah yang melibatkan banyak kelompok. Usaha Mikro Kecil Menengah
adalah bentuk suatu badan usaha yang dapat berupa perusahaan perseorangan,
persekutuan, seperti misalnya firma dan CV, maupun perseroan terbatas. UMKM
dapat dikategorikan menjadi 3 terutama berdasarkan aset dan omzet sebagaimana
tercantum di Undang-Undang 20 tahun 2008 (dalam Sony Warsono, Endra
Murti, Arsyadi Ridha, Arif Darmawan 2010).
Kriteria usaha yang termasuk dalam UMKM telah diatur dalam payung
hukum berdasarkan undang-undang. Pada tanggal 4 Juli 2008 telah ditetapkan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut ada beberapa kriteria yang dipergunakan
untuk mendefinisikan Pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Pengertian-pengertian UMKM tersebut adalah:
1. Usaha Mikro
Kelompok usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut.
a. Aset kurang atau sama dengan Rp 50 juta
b. Omzet kurang atau sama dengan Rp 300 juta
2. Usaha Kecil
Kelompok usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tersebut.
a. Aset kurang atau sama dengan Rp 500 juta
b. Omzet kurang atau sama dengan Rp 2,5 miliar
3. Usaha Menengah
Kelompok usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut.
a. Aset minimal Rp 500 juta atau sama dengan Rp 10 miliar
b. Omzet minimal Rp 2,5 miliar atau sama dengan Rp 50 miliar
Tabel 1.
Kriteria UMKM menurut UU No. 20 Tahun 2008 digolongkan
berdasarkan jumlah aset dan omset yang dimiliki oleh suatu usaha
No UsahaKriteria
Asset Omset
1 Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta
2 Usaha Kecil > 50 Juta – 500 Juta > 300 Juta – 2,5 Miliar
3 Usaha Menengah > 500 Juta – 10 Miliar > 2,5 Miliar – 50 Miliar
Sumber: (http://galeriukm.web.id/news/kriteria-usaha-mikro-kecil-dan-menengah-
umkm, diunduh 2 Juni 2012)
2.3. Pengembangan Hipotesis
Persepsi merupakan suatu proses dari individu dalam memilih, mengelola,
dan menginterpretasikan suatu rangsangan yang diterimanya kedalam suatu
penilaian terkait apa yang ada disekitarnya (Schiffman dan Kanuk, 2010).
Persepsi menjadi titik awal seseorang dalam menilai dan menjalankan suatu hal,
termasuk penerapan akuntansi dalam suatu usaha. Dengan memandang bahwa
akuntansi merupakan hal yang penting bagi berkembangnnya usaha, maka akan
mendorong para pengusaha untuk memulai melakukan pencatatan dan pembukuan
atau bagi yang sudah memulai dapat lebih lagi meningkatkan kualitas laporan
keuangannya.
Terdapat dua hal yang dapat berhubungan dengan persepsi pengusaha
terkait pentingnya pembukuan dan pelaporan keuangan bagi tumbuh dan
berkembangnya usaha yaitu latar belakang pendidikan dan jenjang pendidikan
terakhir. Murniati (2002) menemukan bahwa pengusaha dengan jenjang
pendidikan formal yang rendah cenderung tidak memiliki persiapan dan
penggunaan informasi akuntansi yang memadai dibandingkan pengusaha yang
memiliki pendidikan formal lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan materi
akuntansi yang lebih tinggi didapatkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Faktor lain yang erat hubungannya dengan proses belajar adalah latar
belakang pendidikan. Latar belakang pendidikan pengusaha UMKM baik yang
berasal dari bidang Akuntansi, Ekonomi ataupun bidang lainnya dapat
berhubungan terhadap persepsi seorang pengusaha terkait pentingnya penerapan
akuntansi bagi tumbuh dan berkembangnya suatu usaha. Pengusaha yang
memiliki latar belakang pendidikan dari ekonomi khususnya bidang akuntansi
semestinya memahami akuntansi dengan baik dan bagaimana pentingya
penerapan akuntansi tersebut dalam perusahaan demi berkembangnya suatu usaha.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan adalah:
H1 : Jenjang pendidikan terakhir pengusaha UMKM berhubungan positif terhadap persepsi penerapan akuntansi pada UMKM
H2 : Latar belakang pendidikan pengusaha UMKM berhubungan positif terhadap persepsi penerapan akuntansi pada UMKM
3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2005 dalam Sucipto,
2007). Populasi dalam penelitian ini adalah para pengusaha UMKM yang tersebar
di wilayah Kota Madya Bandar Lampung.
3.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian terkecil dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2004 dalam Sucipto, 2007). Metode sampling yang
digunakan adalah convenience sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan
kemudahan, sehingga penulis mempunyai kebebasan untuk memilih sampel yang
paling cepat dan mudah (Herawaty dan Susanto, 2008).
Menurut Roscoe dalam buku research Methods For Busines (1992 : 50)
memberikan saran-saran sebagai berikut:
a. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian kuantitatif adalah antara
30 sd 500.
b. Bila penelitian melakukan analisis multivariat (korelasi atau regresi)
maka naggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti.
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah berjumlah 50 responden, yaitu
pengusaha yang memiliki usaha mikro, kecil dan menengah yang berlokasi di
wilayah Kota Madya Bandar Lampung.
3.3. Sumber Data
Data yang akan digunakan adalah bersumber dari data primer. Data primer
merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui angket
atau kuesioner, wawancara dan pengamatan langsung terhadap sumber yang
diteliti. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner
lengkap (pengembangan dari Rudiantoro dan Siregar, 2011) kepada pengusaha
UMKM yang ada di Bandar Lampung. Selain menggunakan data dari kuesioner,
penelitian ini juga ditunjang dengan proses wawancara langsung kepada beberapa
pengusaha UMKM selaku pihak responden yang menjalankan usahanya.
3.4. Jenis Data
1. Data Kualitatif
Data kualitatif merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk bukan
angka. Karena sifatnya, maka untuk dapat diolah menjadi informasi yang berguna
data jenis ini harus diubah dahulu menjadi data kuantitatif atau dikuantifikasikan
untuk dapat diperoses, mengingat statistik hanya dapat memproses data yang
berupa angka.
Data kualitatif dapat berupa:
a. Nominal (skala nominal) yaitu data yang diperoleh dengan cara kategorisasi atau klasifikasi.
b. Ordinal (skala ordinal) yaitu data yang diperoleh dengan cara kategorisasi atau klasifikasi, tetapi diantara data tersebut terdapat hubungan.
c. Interval (skala interval) yaitu data yang diperoleh dengan cara pengukuran, dimana jarak dua titik pada skala diketahui.
d. Rasio (skala rasio) yaitu data yang diperoleh dengan cara pengukuran, dimana jarak dua titik pada skala sudah diketahui dan mempunyai titik 0 mutlak, dimana angka nol, bagian dari satuan hitung.
2. Data Kuantitatif
a. Berdasarkan Parameternya
Statistik Parametrik berhubungan dengan inferensi statistik (pengambilan
keputusan) yang membahas parameter-parameter populasi. Statistik Parametrik
dicirikan menggunakan jenis data interval atau rasio serta distribusi data
(populasinya) normal atau bisa dikatakan mendekati normal.
b. Berdasarkan Jumlah Variabelnya
Analisis Multivariat yaitu ada dua atau lebih pengukuran (variabel) untuk
n sampel, dimana analisis antar variabel dilakukan bersamaan. Alat analisis yang
digunakan biasanya adalah korelasi dan atau regresi.
3.5. Uji Instrumen Penelitian
3.5.1. Uji Kualitas Data
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh koesioner tersebut
(Ghozali, 2006). Dalam penelitian ini, uji validitas yang digunakan dengan
melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total
skor konstruk Untuk memastikan bahwa masing-masing pertanyaan akan
diklasifikasikan pada variabel-variabel yang telah ditentukan (construct validity),
dilakukan pengujian validitas dengan skor total.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya kekonsistenannya, pengukuran reliabilitas menggunakan indeks
numeric yang disebut koefisien korelasi. Uji reliabilitas dilakukan dengan internal
konsistensi dengan teknik analisis Alpha Cronbach. Pada penelitian kali ini,
pengukuran reliabilitas menggunakan One Shot atau pengukuran sekali saja. Di
sini pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan
pertanyaan lain atau mengkur korelasi antar jawaban pertanyaan. Suatu konstruk
atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60
(Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2006)
3.6. Model Analisis Penelitian
3.6.1. Analisis Deskriptif
Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian
(seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) berdasarkan fakta yang nampak
atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1998: 36, dalam Wulan, 2012).
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan
menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat
yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi,
atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung. Penelitian deskriptif bisa
juga berupa meringkas dan memberi penjelasan data, untuk memberi gambaran
distribusi dan sebaran data.
3.6.2. Analisis Kuantitatif
Salah satu alat untuk analisis kuantitatif adalah dengan korelasi dimana
analisis korelasi merupakan bagian dari penerapan statistika yang digunakan
untuk mengetahui keeratan atau derajat kekuatan hubungan linier dari suatu
variabel dengan variabel lain. Keeratan suatu hubungan ini dinyatakan dengan
besaran nilai korelasi (r) yang nilainya berada dalam rentang -1 sampai dengan 1.
Jika nilai yang diperoleh semakin dekat ke angka 1 itu berarti hubungan semakin
kuat dan arah hubungan tersebut adalah searah, tanda positif menunjukkan arah
yang sama atau searah. Sebaliknya jika nilai yang diperoleh semakin dekat ke
angka -1 itu berarti hubungan semakin kuat dah arah hubungan tersebut adalah
berkebalikan, tanda negatif menunjukkan ke arah yang berbeda. Untuk dapat
memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan baik besar
atau kecil, dapat berpedoman pada ketentuan yang ada sebagai berikut:
Tabel 2. Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
(Sumber: Sugiono, 2007, Statistika untuk penelitian, Bandung , Alfabeta)
Sedangkan besaran nilai koefisien korelasi Pearson Product Moment dapat juga
dicari dengan menggunakan rumus di bawah ini:
rix=n∑ ix−¿¿¿
Keterangan:
rix = Koefisien korelasii = Skor itemx = Skor total dari x,n = jumlah banyaknya subjek
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden
Beberapa karakteristik responden yang dapat digambarkan berdasarkan
hasil kuesioner yang telah diberikan kepada 50 responden di Bandar Lampung
yang memiliki usaha baik dalam skala mikro, kecil maupun menengah juga
meliputi jenis usaha, jenjang pendidikan terakhir dan latar belakang pendidikan.
Masing-masing karakteristik tersebut dijelaskan secara ringkas sebagai berikut.
4.1.1. Distribusi Responden Berdasarkan Skala Usaha
Berdasarkan hasil penelitian terhadap skala usaha di Bandar Lampung dari
50 responden. Sebagian besar yang menjadi responden adalah usaha mikro yaitu
24 responden atau sebesar 48%.
4.1.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Usaha
Berdasarkan hasil penelitian terhadap jenis usaha di Bandar Lampung dari 50
responden. Sebagian besar yang menjadi responden adalah jenis usaha
perdangangan yaitu 45 responden atau sebesar 90%.
4.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan Terakhir
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Jenjang Pendidikan Terakhir di
Bandar Lampung dari 50 responden. Sebagian besar yang menjadi responden
adalah jenjang SMA/Sederajat yaitu 25 responden atau sebesar 50%.
4.1.4. Distribusi Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Latar Belakang Pendidikan di
Bandar Lampung dari 50 responden. Sebagian besar yang menjadi responden
adalah dari latar belakang lainnya (Ilmu Pengetahuan Alam, dan lai-lain) yaitu 18
responden atau sebesar 36%.
4.2. Analisis Hasil Penelitian
4.2.1. Uji Kualitas Data
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh koesioner tersebut
(Ghozali, 2006). Dalam penelitian ini, uji validitas yang digunakan dengan
melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total
skor konstruk, indikator valid apabila pertanyaan tersebut memiliki nilai p value <
0,01. Pada tampilan output SPSS versi.17 didapat hasil sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Uji Validitas
Item Pertanyaan Pearson’s Correlation
Sig (2-tailed) /p Value Keterangan
Jenjang Pendidikan 0.576 0.000 Valid
Latar Belakang Pendidikan 0.628 0.000 Valid
Persepsi 1 0.779 0.000 Valid
Persepsi 2 0.639 0.000 Valid
Persepsi 3 0.784 0.000 Valid
Persepsi 4 0.792 0.000 Valid
Persepsi 5 0.614 0.000 Valid
Persepsi 6 0.772 0.000 Valid
Persepsi 7 0.902 0.000 Valid
Persepsi 8 0.932 0.000 Valid
Persepsi 9 0.853 0.000 Valid
Sumber: hasil olahan peneliti diambil dari output SPSS.
Dari Tabel 7. di atas terlihat hasil pengujian validitas dari masing-masing
indikator jenjang pendidikan, latar belakang pendidikan dan persepsi 1 sampai
persepsi 9. Dari hasil yang disajikan bahwa masing-masing indikator pertanyaan
adalah valid. Definisi valid tersebut karena keseluruhan butir pertanyaan memiliki
nilai p value < 0,05.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu koesioner yang merupakan
indikator dari variabel atau konstruk. Suatu koesioner dikatakan reliabel atau
handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil.
Pada penelitian kali ini, pengukuran reliabilitas menggunakan One Shot atau
pengukuran sekali saja. Di sini pengukurannya hanya sekali dan kemudian
hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengkur korelasi antar
jawaban pertanyaan. SPSS versi.17 memberikan fasilitas untuk mengukur
reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel
dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally, 1967
dalam Ghozali, 2006) Dari hasil SPSS didapat sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Pengujian Reabilitas
Variabel Cronbach Alpha (α) Keterangan
Jenjang Pendidikan 0,602 Reliabel
Latar Belakang Pendidikan 0,728 Reliabel
Persepsi 0,917 Reliabel
Sumber: hasil olahan peneliti dari output SPSS.
Dari Tabel 8. di atas didapat hasil Cronbach Alpha (α) untuk semua variabel
Pengetahuan, Pengalaman dan Keahlian berturut-turut 0,602; 0,728; dan 0,917
yang menunjukkan semua variabel reliabel karena memiliki Cronbach Alpha >
0,05.
4.4.2. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif (Descriptive Statistics) merupakan statistik yang
menggambarkan fenomena yang ada dari data. Statistik ini menyediakan nilai
frekuensi, pengukur tendensi pusat (measures of central tendency), dispersi dan
pengukur-pengukur bentuk (measure of shape).
Tabel 9. Statistik Deskriptif
Variabel N Minimum Maksimum Rerata Simpangan Baku
PT 50 1 5 2,60 0,990
LB 50 1 5 3,54 1,297
PS 50 0 26 11,42 7,791
Sumber: hasil olahan peneliti dari output SPSS
Keterangan :
PT: Pendidikan terakhir respondenLB: Latar belakang pendidikan respondenPS: Persepsi responden terkait penerapan akuntansi
Dari Tabel 9. dapat diketahui bahwa rata-rata jenjang pendidikan trakhir
responden (PT) adalah sebesar 2.60 yang berarti pendidikan terakhir dari
responden rata-rata hingga jenjang SMA/SMK atau yang sederajat.
Variabel latar belakang pendidikan responden (LB) memiliki rerata sebesar 3,54
yang berarti rata-rata latar belakang pendidikan responden adalah diluar bidang
ekonomi (diluar akuntansi, ekonomi atau manajemen). Nilai rerata untuk variabel
persepsi (PS) pengusaha UMKM terhadap pentingya laporan keuangan adalah
sebesar 11.42 yang tergolong cukup besar.
4.2.2. Analisis Kuantitatif
Untuk dapat melihat hubungan antar variabel, bisa dilihat di Tabel 10.
yang disajikan korelasi antar variabel.
Tabel 10. Korelasi Variabel
Variabel PT LB PS
PT 1 ,215* ,428**
LB ,215* 1 ,310**
PS ,428** ,310** 1
** signifikan α = 1% (2-tailed) * signifikan α = 5% (2-tailed)
Dari Tabel 10. (korelasi variabel) menunjukkan bahwa variabel persepsi (PS)
berkorelasi positif dengan variabel jenjang pendidikan terakhir (PT) dengan
tingkat hubungan korelasi sedang yaitu dengan koefisien sebesar 0,428.
Sedangkan untuk variabel latar belakang pendidikan (LB) juga berkorelasi positif
dengan variabel persepsi tetapi dengan tingkat hubungan korelasi yang rendah
yaitu dengan koefisien sebesar 0,310. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa
variabel yang berhubungan lebih kuat terhadap variabel persepsi terkait penerapan
akuntansi pada UMKM adalah variabel PT.
4.3. Pembahasan Hipotesis
Keeratan suatu hubungan ini dinyatakan dengan besaran nilai korelasi (r)
yang nilainya berada dalam rentang -1 sampai dengan 1. Jika nilai yang diperoleh
semakin dekat ke angka 1 itu berarti hubungan semakin kuat dan arah hubungan
tersebut adalah searah, tanda positif menunjukkan arah yang sama atau searah.
Sebaliknya jika nilai yang diperoleh semakin dekat ke angka -1 itu berarti
hubungan semakin kuat dah arah hubungan tersebut adalah berkebalikan, tanda
negatif menunjukkan ke arah yang berbeda.
4.3.1. Hipotesis 1
Dari hasil pengujian penelitian dapat dilihat di Tabel 10. bahwa variabel
jenjang pendidikan terakhir (PT) pengusaha UMKM berhubungan positif
terhadap persepsi terkait penerapan akuntansi bagi usahanya (PS) dengan
koefisien sebesar 0,428. Hal ini menunjukkan bahwa Hipotesis 1a (H1a) didukung
dengan tingkat hubungan yang tidak begitu kuat atau bisa dikatakan memiliki
hubungan yang sedang karena memiliki tingkat hubungan koefisien dalam rentang
(0.40 – 0.599)..
Dengan demikian berarti persepsi pengusaha UMKM terkait pentingnya
penerapan akuntansi bagi usahanya memiliki hubungan positif dengan jenjang
pendidikan terakhir pengusahanya, walaupun hubungannya tidak begitu kuat. Dari
hasil kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar jenjang pendidikan terakhir
responden pada tingkat SMA dan Sarjana, hal ini berarti pendidikan terakhir
mulai dari tingkat SMA sudah mulai memandang penting untuk membuat atau
menerapkan akuntansi bagi usahanya.
4.3.2. Hipotesis 2
Untuk variabel latar belakang pendidikan (LB) pengusaha UMKM juga
memiliki hubungan yang positif terhadap persepsi terkait penerapan akuntansi
bagi usahanya (PS) dengan tingkat hubungan korelasi yang rendah yaitu dengan
koefisien sebesar 0,310. Hal ini menunjukkan bahwa Hipotesis 1b (H1b)
didukung dengan tingkat hubungan yang rendah karena memiliki tingkat
hubungan koefisien dalam rentang (0.20 – 0.399).
Dengan demikian berarti persepsi pengusaha UMKM terkait pentingnya
penerapan akuntansi bagi usahanya juga memiliki hubungan dengan latar
belakang pendidikan pengusahanya, tetapi tingkat hubungan rendah atau kecil.
Latar belakang pendidikan pengusaha UMKM dari 50 responden mayoritas
berasal dari bidang ilmu pengetahuan sosial dan lainya, sehingga kemungkinan
hal ini menyebabkan memiliki hubungan yang rendah terhadap persepsi
pentingnya penerapan akuntansi pada UMKM.
Berdasarkan hasil kuesioner sekitar 58 % responden (29 responden)
menilai laporan keuangan sangat penting dalam perkembangan usaha. Dengan
demikian, berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
pengusaha UMKM memang telah menganggap bahwa pembukuan akuntansi dan
pelaporan keuangan merupakan suatu hal yang penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan usaha mereka, serta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
kegiatan usahanya.
Persepsi pentingnya pembukuan dan pelaporan keuangan tersebut muncul
dari semakin besarnya kebutuhan untuk memiliki suatu laporan keuangan untuk
berbagai tujuan seperti persyaratan pengajuan kredit, evaluasi usaha, dan sebagai
sumber informasi untuk ekspansi usaha. Basri dan Nogroho (2009) menyebutkan
bahwa permasalahan utama dari UKM berkaitan dengan manajemen keuangan,
pengajuan kredit, pelatihan keahlian tenaga kerja, pelatihan kewirausahaan dan
lail-lain. Banyak dari pengusaha UMKM mulai memperhatikan proses
pembukuan dan pelaporan keuangan untuk dapat mengatasi permasalahan
manajemen keuangan serta kredit tersebut.
Penulis meyakini bahwa permasalahan tentang pengelolaan dana
merupakan salah satu faktor kunci yang dapat menyebabkan keberhasilan atau
justru kegagalan UMKM. Meskipun banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi
UMKM tetapi persoalan-persoalan di UMKM lazimnya muncul akibat kegagalan
UMKM dalam mengelola dana. Kesalahan dalam pengelolaan dana berupa kas
dapat menyebabkan UMKM secara mendadak mengalami kekurangan uang tunai
untuk menjalankan operasional harian. Kekurang-cermatan pengelolaan dana
menyebabkan wirausahawan mencampuradukkan dana perusahaan dengan dana
pribadi. Selanjutnya, pengelolaan dana dana yang buruk berakibat perusahaan
tidak dapat mendeteksi, mencengah maupun mengoreksi tindak kecurangan yang
terjadi di perusahaan.
Metoda praktis dan sistematis dalam pengelolaan dana di perusahaan
bisnis, termasuk UMKM adalah dengan menerapkan atau mempraktikan akuntasi
secara baik. Pada prinsipnya akuntansi adalah sebuah sistem yang mengolah
transaksi menjadi informasi keuangan. Dengan demikain, akuntansi menjadikan
UMKM dapat memperoleh berbagai informasi keuangan yang penting dalam
menjalankan bisnisnya. Walaupun akuntansi dapat menyediakan informasi
keuangan yang penting bagi kesuksesan UMKM tetapi sampai saat ini masih
banyak UMKM yang belum menerapkan akuntansi tersebut. Padahal kita tahu
bahwa akuntansi merupakan kegitan pokok yang harus dilakukan untuk
pengelolaan dana dan memberi manfaat yang luar biasa bagi perusahaan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Akuntansi mempunyai peran penting untuk mencapai keberhasilan suatu
usaha, termasuk usaha kecil. Tetapi dalam kenyataanya, kebanyakan pengusaha
kecil di Indonesia tidak menyelenggarakan dan menggunakan akuntansi dalam
pengelolaan usahanya. Pengusaha kecil memandang bahwa proses akuntansi
tidak terlalu penting untuk diterapkan dalam usahanya. Tidak adanya
penyelenggaraan dan penggunaan akuntansi dalam kebanyakan pengelolaan
usaha kecil ditentukan oleh persepsi para pengusaha kecil atas akuntansi. Kreitner
dan Kinicki (2001) dalam Pinasti (2007), menyatakan bahwa persepsi seseorang
akan mempengaruhi perilaku dan keputusannya.
Penelitian Murniati (2002) menyebutkan bahwa pendidikan pemilik atau
manajer berhubungan bahkan bisa mempengaruhi secara signifikan terhadap
persepsi penggunaan sistem informasi akuntansi pada perusahaan kecil.
Kemampuan dan keahlian pemilik atau manajer perusahaan kecil sangat
ditentukan dari latar belakang dan jenjang pendidikan formal yang pernah
ditempuh.
Dari sedikit permasalahan diatas diambil sebuah tujuan dari penelitian ini
yaitu ingin mengetahui dan menganalisis tentang hubungan jenjang pendidikan
terakhir dan latar belakang pendidikan pengusaha UMKM terhadap persepsi
penerapan akuntansi bagi UMKM. Dengan adanya tujuan penelitian itu
diharapkan bisa mengetahui langsung persepsi tentang hubungan jenjang
pendidikan terakhir dan latar belakang pendidikan pengusaha UMKM terhadap
persepsi penerapan akuntansi bagi UMKM.
5.1. Kesimpulan
Respoden UMKM dalam penelitian ini yang terdiri dari 50 sampel
pengusaha UMKM yang ada di Bandar Lampung memiliki persepsi bahwa
penerapan akuntasi dalam ini pembukuan akuntansi dan pelaporan keuangan
merupakan hal yang cukup penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
usahanya. Berdasarkan analisis kuantitatif untuk melihat korelasi antar variabel
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor jenjang pendidikan terakhir pengusaha UMKM berhubungan positif
(memiliki korelasi positif) terhadap persepsi terkait penerapan akuntansi bagi
usahanya, walaupun tingkat hubungannya tidak begitu kuat. Hubungan yang
tidak begitu kuat ini kemungkinan karena sekitar 60 % tingkat pendidikan
responden dari jenjang SMA kebawah sehingga hubungannya tidak terlalu kuat
terhadap persepsi mereka terkait penerapan akuntansi pada UMKM.
2. Faktor latar belakang pendidikan pengusaha UMKM juga berhubungan positif
(memiliki korelasi positif) terhadap persepsi pengusaha terkait pentingnya
penerapan akuntansi bagi usahanya walaupun tingkat hubungannya kecil atau
lemah. Hubungan ini lemah kemungkinan karena responden yang berlatar
belakang khusus dari akuntansi hanya terdapat 10 %.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini terkait dengan jumlah responden yang menjadi
sampel mungkin masih terlalu sedikit. Selain itu masih terdapat beberapa variabel
lain yang belum dimasukkan dan memiliki kemungkinan untuk berhubungan
terhadap pembentukan persepsi pengusaha seperti variabel gender, ukuran usaha,
lama usaha berdiri dan latar belakang keluarga. Penelitian ini baru sekedar melihat
hubungan antara faktor pendidikan (jenjang dan latar belakang) pengusaha
UMKM dengan persepsi penerapan akuntansi pada UMKM.
5.3. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis beberapa saran yang diajukan
adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah melalui kementrian Koperasi dan UKM serta jajarannya dinas
koperasi dan UKM yang ada di masing-masing daerah supaya ikut berperan
langsung dalam mensosialisasikan penerapan akuntansi kepada pengusaha
UMKM melalui media dan sarana yang ada, mengingat UMKM juga memiliki
peran dan memberikan kontribusi bagi tumbuh dan berkembangnya perekonomian
bangsa Indonesia.
2. Untuk instansi atau lembaga terkait seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
Perguruan Tinggi, perbankan serta lembaga pembina UMKM supaya bisa terus
berperan aktif dalam melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman tentang
penerapan akuntansi kepada pengusaha UMKM tersebut baik dalam bentuk
seminar maupun membuat pelatihan secara langsung dan berkelanjutan.
3. Saran penulis untuk penelitian selanjutnya adalah terkait responden yang
dijadikan sampel penelitian supaya dapat fokus pada satu kelompok UMKM yaitu
kelompok menengah, kecil, atau mikro saja karena masing-masing memiliki
karakteristik yang cukup berbeda serta memperbanyak jumlah respondennya.
Kemudian selain melihat hubungan pendidikan dengan persepsi terkait penerapan
akuntansi pada UMKM, untuk panalitian selanjutnya kemungkinan bias sekalian
melihat seberapa besar pengaruhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Baas, Timo dan Mechthild Schrooten. (2006). Relationship Banking and SMEs :
A Theoretical Analysis. Small Business Economic Vol 27.
Basri, Yuswar Zainul dan Mahendro Nugroho. (2009). Ekonomi Kerakyatan :
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti
Bank Mandiri. A Research Note on The Theory of SME : Bank
Relationship. Small Business Economic, Vol 10.
Cziráky, Tiśma, dan Pisarović. (2005). Determinant Of Low Approval Rate In
Croatia. Small Business Economic, Vol 25
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Universitas Diponegoro: Semarang.
Hilmy Vanoes Saboet. 1994. Pentingnya Informasi akuntansi dalam
kehidupan Manajemen, Majalah Ekonomi No. 11 – Th. III – 1994.
Jati, Hironnymus, Bala, Beatus, dan Otnil Nisnoni. (2004). Menumbuhkan
Kebiasaan Usaha Kecil Menyusun Laporan Keuangan. Jurnal Bisnis dan
Usahawan, II No. 8, 210 – 218.
Jogianto. (2004). Metodologi penelitian Bisnis. Yokyakarta : BPFE UGM.
Keiso, Donald E. 2003. “Akuntansi Intermediate”. Edisi Kesepuluh Jakarta:
Erlangga.
Muhammad Akhyar Adnan dan Anggra Septriningsari. 2004. Peranan
Informasi Akuntansi Dalam Keberhasilan Perusahaan. (Studi pada Usaha
Kecil dan Menengah di Blitar).
Murniati. (2002). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyiapan dan
Penggunaan Informasi Akuntansi pada Pengusaha Kecil dan Menengah di
Jawa Tengah. Semarang : Universitas Diponegoro.
Pinasti, M. (2001). Penggunaan Informasi Akuntansi dalam Pengelolaan Usaha
Para Pedagang Kecil di Pasar Tradisional Kabupaten Banyumas. Jurnal
Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi, No 1 Vol 3.
Rudiantoro, Rizki dan Sylvia Veronica Siregar. (2011) Kualitas Laporan
Keuangan Umkm Serta Prospek Implementasi SAK ETAP. Makalah SNA
XIV, Aceh
Schiffman, Leon G dan Leslie L Kanuk. (2010). Consumer Behavior. New
Jearsey: Pearson Education, Inc.
Siregar, Sylvia Veronica, S Nurwahyu Harahap, dan Wasilah. (2011). Evaluasi
Tantangan Penerapan Standar Akuntansi Entitas Tanpa Akuntabilitas
Publik (SAK ETAP) untuk Usaha Kecil dan Menengah. Proposal Hibah
RUUI.
Suryo, Anak. 2007. “Akuntansi untuk UKM”. Edisi Kedua Yogyakarta:
Media Pressindo.
Sugiono. (2007). Satistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Warsono, Sony dan Endra Murti. (2010). Akuntansi UMKM Ternyata Mudah
Dipahami dan Dipraktikkan. Yogyakarta : Asgard Chapter Winarno.
Wibowo, Agung Edy. (2012). Aplikasi Praktis SPSS Dalam Penelitian.
Yogyakarta : Gava Media.
Woro Idha Lestari. 2006. “Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi manajer
atas informasi akuntansi keuangan terhadap keberhasilan mengelola
perusahaan kecil dan menengah”. Skripsi sarjana tidak diterbitkan, STIE
Perbanas Surabaya.
Aries Musnandar. (2011). www.uin-malang.ac.id/index.php
Depkop Website, http://infoukm.wordpress.com
top related