84831390 askep lansia dengan stroke 1
Post on 16-Apr-2015
130 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan
waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang
menetapkan 60 tahun, 65 tahun, dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO)
menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang
berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa
penduduk Indonesia 8,5% yang mengalami stroke yaitu lansia.
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi
secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Insiden
stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali
lebih besar pada pria dibanding wanita. Kecenderungan pola penyakit neurologi
terutama gangguan susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan
penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena
proses degenerative system saraf tampaknya sedang merambah naik di Indonesia.
Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini.
Selain itu, usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat sehingga
semakin banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan
kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering
dialami oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling
penting bagi semua jenis stroke. Maka dari itu dengan adanya permasalahan
diatas, penulis mengambil judul Askep Lansia dengan stroke.
1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia
dengan Stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui Definisi stroke
b. Mahasiswa mampu mengetahui Etiologi dari stroke
c. Mahasiswa mampu mengetahui Patofisiologi stroke
d. Mahasiswa mampu mengetahui Penatalaksanaan stroke
e. Mahasiswa mampu mengetahui dan membuat Askep Lansia dengan Stroke
C. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Stroke?
b. Apa penyebab dari penyakit Stroke?
c. Bagaimana patofisiologi penyakit Stroke?
d. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan penyakit Stroke?
e. Bagaimana cara membuat asuhan keperawatan Lansia dengan Stroke?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan
Suddarth, 2002 : hal. 2131 ).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak ( Elizabeth J. Corwin, 2001 : hal. 181 ).
Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa deficit neurologis fokal atau global yang langsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran otak non traumatic (Mansjoer 2000: 17)
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari
proses patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis,
ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 2002 : 964).
Stroke adalah gangguan darah di pembuluh arteri yang menuju ke otak
(Mardjono, 2000: 54).
3
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat.
Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya
penyebab selain daripada gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada stroke adalah
gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu.
2. Epidemiologi
Di seluruh bagian dunia, stroke merupakan penyakit yang terutama
mengenai populasi usia lanjut. Insidensi pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi 55-
64 tahun. Di Inggris stroke merupakan penyakit kedua setelah infark miokard akut
(AMI) sebagai penyebab kematian utama usia lanjut, sedangkan di Amerika
stroke masih merupakan penyebab kematian usia lanjut ketiga. Dengan makin
meningkatnya upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi, diabetes mellitus,
dan gangguan lemak, insiden stroke di Negara-negara maju makin menurun.
3. Jenis stroke
Menurut Lumbantobing (2002 : 5) kelainan yang terjadi akibat gangguan
peredaran darah stroke dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena adanya
penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu :
stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik, yang
disebabkan oleh embolus.
Harsono (2002 : 30) membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk
klinisnya antara lain :
1) Serangan Iskemia Sepintas atau Transient Ischemic Attack (TIA).
4
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurologik Defisit
(RIND).
Gejala neurologik timbul ± 24 jam, tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution).
Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.
4) Completed Stroke
Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
b. Perdarahan (Stroke Hemoragi). Stroke hemoragik disebabkan oleh
pembuluh darah yang bocor atau pecah di dalam atau di sekitar otak sehingga
menghentikan suplai darah ke jaringan otak yang dituju. Selain itu, darah
membanjiri dan memampatkan jaringan otak sekitarnya sehingga mengganggu
atau mematikan fungsinya.
Dua jenis stroke hemoragik:
Perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral adalah perdarahan di
dalam otak yang disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan
pembuluh darah (aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh
salah satu kondisi tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah
tinggi kronis. Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari
semua stroke, tetapi memiliki persentase tertinggi penyebab kematian
akibat stroke.
Perdarahan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan
dalam ruang subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan
lapisan tengah (arachnoid mater) dari jaringan selaput otak (meninges).
5
Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam
arteri. Perdarahan subarachnoid adalah kedaruratan medis serius yang
dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian. Stroke ini juga satu-
satunya jenis stroke yang lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pada pria.
4. Etiologi
1. Thrombosis.
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama thrombosis serebral dan merupakan penyebab yang paling umum terjadi.
Tanda-tanda thrombosis serebral ini bervariasi. Sakit kepala merupakan awitan
yang umum terjadi. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif, atau
kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari
hemoragi intraserebral atau embolisme serebral. Secara umum thrombosis serebral
tidak terjadi secara tiba-tiba. Kehilangan bicara sementara, hemiplegia,
atau parastesia pada setengah tubuh dapat menjadi awitan paralisis berat
pada beberapa jam atau hari. Thrombosis ini tidak hanya terjadi pada pembuluh
darah otak tetapi dapat juga terjadi di pembuluh darah leher.
2. Embolisme serebral
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta
infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya
menyumbat arteriserebral tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi
serebral.
3. Iskemia serebral
6
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi serebral
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (ekstradural atau epidural),
dibawah durameter (subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarakhnoid),
atau dalam substansia otak (hemoragi intraserebral). Hemoragi intraserebral
merupakan yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral.
5. Faktor resiko
- Faktor risiko utama
Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya
pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran
darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
sampai berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran
aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel
otak.
Penyakit Jantung
Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan stroke.
Dikemudian hari seperti penyakit jantung reumatik, penyakit jantung
koroner dengan infark obat jantung dan gangguan irana denyut jantung.
7
Factor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau
sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel / jaringan-
jaringan yang telah mati ke aliran darah.
- Faktor resiko tambahan
1) Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida.
Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk
terjadinya asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang
diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah.
2) Kegemukan atau obesitas
3) Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan
mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan
peningkatan kekentalan darah.
4) Riwayat keluarga dengan stroke
5) Lanjut usia
6. Manefestasi klinis
Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori)
Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh.
8
Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia
(bicara defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya)
Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-
spasial, kehilangan sensori
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Disfungsi kandung kemih
Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul
bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain
bersifat:
Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa
jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut
Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam
wujud sama, memperberat atau malah menetap.
Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic
neurologic defisit (RIND).
Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat
yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution.
Sudah menetap/permanent (Harsono,1996, hal 67)
9
7. Patofisiologi
a. Stroke Hemoragic
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama
kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar
duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater, (hemoragi
subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi
otak (hemoragi intraserebral).
1. Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.
2. Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya
sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural
biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan
hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi
subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
3. Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada
area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak.
Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma.
4. Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Pada orang yang lebih muda dari 40
10
tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-
vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi
arteri tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan
oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia.
Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar,
makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi
mengalami penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
b. Stroke Non Hemoragic
Terbagi atas 2 yaitu :
1. Pada stroke trombotik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin
menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran
arah ini menyebabakan iskemi yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam
waktu 72 jam daerah tersebut akan mengalami edema dan lama kelamaan
akan terjadi nekrosis. Lokasi yang tersering pada stroke trombosis adalah
di percabangan arteri carotis besar dan arteri vertebra yang berhubungan
dengan arteri basiler. Onset stroke trombotik biasanya berjalan lambat.
2. Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari
bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di
pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah
percabangan lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah
atau Middle Carotid Artery ( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh
emboli akan menyebabkan iskemi.
11
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
stroke antara lain adalah:
a. Angiografi
Arteriografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak
gangguan. Suatu kateter dimasukkan dengan tuntunan fluoroskopi dari arteria
femoralis di daerah inguinal menuju arterial yang sesuai kemudian zat warna
disuntikkan.
b. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
c. EEG (Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di
daerah yang mengalami gangguan.
d. Pungsi Lumbal
a) Menunjukan adanya tekanan normal
b) Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan
e. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
12
(Doenges E, Marilynn, 2000 hal 292).
9. Komplikasi
Komplikasi utama pada stroke menurut Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal
2131 yaitu :
a. Hipoksia Serebral
b. Penurunan darah serebral
c. Luasnya area cedera
10. Penatalaksanaan
a. Perawatan umum stroke
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan
stroke di Indonesia, mengemukakan hal-hal berikut:
Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan
oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang
tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita
dibiarkan beristirahat.
Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
13
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan
oleh stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari percobaan
pada hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar glukosa darah yang
meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu, kadar glukosa yang
melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian suntikan subkutan
insulin.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan
bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips kontinyu selama
2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan memberikan
dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati penyebabnya.
Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau
kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3
derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan pada otak.
Selain itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat pada keadaan
hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai efek baik, selama
kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar jendela
kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun,
dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan
intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa
murni atau hipotonik.
Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah
subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.
14
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
1) Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan
sdalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara intravena.
2) Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini
kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
3) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini
merilekskan otot polos pembuluh darah.
4) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler
mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan
otak yang mengalami iskemik.
b. Perawatan pasca stroke
Sekali terkena serangan stroke tidak membuat pasien terbebas dari stroke.
Selain menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserangkembali
di kemudian hari. Pasca stroke biasanya penderita memerlukan rehabilitasi serta
terapi psikis seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat
bantu di unit orthotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien, seperti
berbagi rasa, terapi wisata, dan sebagainya. Selain itu, juga dilakukan community
based rehabilitation (rehabilitasi bersumberdaya masyarakat) dengan melakukan
penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu
menolong, setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan
meningkatkan pemulihan dan integrasi dengan masyarakat. Bahaya yang
menghantui penderita stroke adalah serangan stroke berulang yang dapat fatal atau
kualitas hidup yang lebih burukdari serangan pertama. Bahkan ada pasien yang
mengalami serangan stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut
15
tidak mengendalikan faktor risiko stroke. Bagi mereka yang sudah pernah terkena
serangan stroke, Gaya hidup sehat haruslah menjadi pilihan agar tidak kembali
diserang stroke, seperti: berhentimerokok, diet rendah lemak atau kolesterol dan
tinggi serat, berolahragateratur 3 X seminggu (30-45 menit), makan secukupnya,
dengan memenuhi kebutuhangizi seimbang, menjaga berat badan jangan sampai
kelebihan berat badan,berhenti minum alkohol dan atasi stres.
1) Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia.
Pencegahan komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang
diharapkan. Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan keterbatasan dan
deficit klien lansia juga merupakan hal yang penting bagi keberhasilan program
rehabilitasi stroke.
Aktivitas kehidupan sehari-hari
Selain memposisikan klien dan latihan rentang gerak , suatu program
rehabilitasi stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan sehari-hari
termasuk makan, berdandan, hygiene, mandi, dan yang sejenisnya. Dengan
melibatkan ahli terapi fisik dan okupasi dapat meningkatkan kemampuan perawat
untuk merencanakan perawatan.
Evaluasi tingkat sensorik motorik , pengukuran rentang gerak sendi , dan
kekuatan otot adalah tujuan spesifik bagi ahli terapi dan perawat. Pemeriksaan
genggaman , kekuatan trisep, dan keseimbangan memberikan data yang berharga
untuk perencanaan strategi kompensasi untuk menyelesaikan tugas tugas
perawatan diri. Propriosepsi, sensasi,dan tonus otot dievaluasi. Suatu pengkajian
yang seksama juga termasuk tingkat deficit neurologis yang mungkin telah di
alami oleh klien akibat stroke. Data tersebut termasuk kemampuan klien untuk
mandi, berpakaian, makan, ke toilet, dan berpindah. Selain itu, status fungsi usus
dan kandung kemih klien adalah informasi yang sangat penting untuk
perencanaan perawatan. Fungsi penglihatan dan pendengaran dikaji dan setiap
penyimpangan dimasukkan dalam pendekatan tim.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien dengan
terus memberikan peluang untuk melakukan tugas yang mampu ia lakukan.
16
Perawat adalah kunci pemberi perawatan dalam proses rehabilitasi,
mengkoordinasikan asuhan perawatan dan terapi rehabilitative. Dengan
memperhatikan tujuan ini, perawat dapat memaksimalkan potensi klien tersebut.
2) Kognisi dan komunikasi
Konfusi, disorientasi, dan maslah komunikasi adalah akibat yang sering
dari stroke. Maslah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan disartria,
perawat perlu menyertakan teknik komunikasi yang memfasilitasi kemampuan
klien untuk memahami kata-kata. Teknik komunikasi tersebut meliputi berbicara
secara perlan-lahan, memberikan petunjuk sederhana(satu pada satu waktu),
membatasi distraksi, dan mendengar secara aktif.Selain itu, menghubungkan kata-
kata dengan objek,menggunakan pengulangan dan kata-kata yang banyak, dan
mendorong keluarga untuk membawa objek kecil yang dikenal oleh klien dan
untuk menyebutkan nama objek-objek tersebut dapat meningkatkan pola
komunikasi.Dapat juga digunakan papan abjad,mesin tik,dan program computer
untuk membantu pemahaman klien tentang lingkungannya. Mengevaluasi
penglihatan dan pendengaran dapat juga membantu mengatasi masalah
yang,sekali dapat diperbaiki, secara drastic akan meningkatkan komunikasi.
3) Dukungan psikologis
Klien lanjut usia mengalami berbagai kehilangan berdasar dengan
terjadinya stroke, mencakup perubahan citra tubuh, fungsi tubuh, dan perubahan
peran. Dukungan psikologis diarahkan agar dalam menghadapi kehilangan ini
dapat mendorong keberhasilan adaptasi dan penyesuaian. Tujuan yang realistis
dapat ditetapkan hanya setelah perawat mengkaji gaya hidup klien sebelumnya,
tipe kepribadian, perilaku koping, dan aktivitas pekerjaan. Dengan menyediakan
situasi untuk penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, perawat member
klien suatu kesempatan untuk memperoleh kendali atas lingkungannya. Keadaan
seperti itu dapat sederhana seperti membiarkan klien untuk memilih di antara dua
aktivitas, untuk memutuskan waktu terapi, untuk memilih pakaian, dan untuk
membuat pilihan makanan. Memfokuskan pada kekuatan dan kemampuan klien
daripada terhadap deficit dapat mendorong harapan klien tersebut.
17
Depresi sering terjadi dengan terjadinya kehilangan fungsi tubuh dan
perubahan peran dan citra tubuh. Konsultasikan kepada seorang perawat
kesehatan mental untuk membantu mengatasi masalah ini. Klienn lansia mungkin
mengalami suatu perasaan isolasi dan pengasingan. Keluarga mungkin
memerlukan dukungan emosional dan psikologis ketika berusaha untuk
memahami apa arti kehilangan bagi klien. Jika kebutuhan untuk mendapatkan
dukungan keluarga ini tidak diperhatikan, klien mungkin mempertimbangkan
untuk bunuh diri.Ajarkan anggota keluarga tentang depresi dan peringatkan
mereka terhadap tanda dan gejala yang penting dalam memberikan dukungan
psikososial.
Kelabilan emosional dan ledakan-ledakan mungkin terjadi setelah stroke.
anggota keluarga yang telah diajarkan tentang strategi komunikasi dan bagaimana
cara bermain peran dalam situasi yang potensial akan menjadi lebih percaya
diri.dalam merawat klien. merujuk keluarga dan klien pada pelayanan pendukung
seperti pelayanan kesehatan di rumah, Kelompok pendukung, dan respite care
dapat mengurangi beban ketergantungan yang mungkin mengikuti stroke
melibatkan manajemen factor-faktor yang pada akhirnya dapat membuat
perbedaan dalam memelihara kemandirian maksimum dan menurunkan
komplikasi sekunder yang dapat berkembang dari penyakit kronis yang
melumpuhkan. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan
masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat
memperlihatkan masalah-masalah emosional dan perilakunya mungkin berbeda
dari keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien
mungkin akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang
jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada
keluarga tentang perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku
pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu
istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari kelelahan yang
18
berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima
atau perilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang
berusaha untuk belajar kembali satu ketrampilan.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
1) Data Subyektif :
Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis.
Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
2) Data obyektif :
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis
( hemiplegia ) , kelemahan umum.
Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
1) Data Subyektif :
19
Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
2) Data obyektif :
Hipertensi arterial
Disritmia, perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta
abdominal
c. Integritas ego
1) Data Subyektif :
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
2) Data obyektif:
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan
kesulitan berekspresi diri
d. Eliminasi
1) Data Subyektif:
Inkontinensia, anuria
distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak
adanya suara usus( ileus paralitik )
e. Makan/ minum
20
1) Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
2) Data obyektif:
Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum
dan faring )
Obesitas ( factor resiko )
f. Sensori neural
1) Data Subyektif:
Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
2) Data obyektif:
21
Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam ( kontralateral )
Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
sisi ipsi lateral
g. Nyeri / kenyamanan
1) Data Subyektif :
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
2) Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
h. Respirasi
22
1) Data Subyektif:
Perokok ( factor resiko )
Tanda:
1.1 Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
1.2 Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
1.3 Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
i. Keamanan
1) Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri
j. Interaksi social
1) Data obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
23
k. Pengajaran / pembelajaran
1) Data Subjektif :
Riwayat hipertensi keluarga, stroke
Penggunaan kontrasepsi oral
l. Pertimbangan rencana pulang
Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan ,
perawatan diri dan pekerjaan rumah
(Doenges E, Marilynn, 2000 hal 292).
2. Diagnosa Keperawatan
Dx 1 :
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit
oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Dibuktikan oleh :
1) Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori
2) Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan
3) Defisit sensori , bahasa, intelektual dan emosional
24
4) Perubahan tanda-tanda vital
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi :
1) Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori
/ motorik
2) Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
3) Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan
Intervensi :
1) Monitor dan catat status neurologis secara teratur
R/ melihat penurunan dan peningkatkan saraf
2) Monitor tanda-tanda vital
R/ menentukan keadaan klien
3) Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0
R/ melihat reaksi dan fungsi
4) Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur, perubahan
lapang pandang / persepsi lapang pandang
R/ mengurangi penurunan penglihatan
5) Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami
gangguan fungsi
R/ mengurangi penurunan fungsi
6) Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
25
R/ agar tidak kaku
7) Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur
kunjungan sesuai indikasi
R/ Untuk kenyamanan
Kolaborasi
2) Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
3) Berikan medikasi sesuai indikasi
4) Antifibrolitik, misal aminocaproic acid ( amicar )
5) Antihipertensi
6) Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
7) Manitol
Dx : 2
Ketidakmampuan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular,
ketidakmampuan dalam persespi kognitif.
Dibuktikan oleh :
Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik : kelemahan,
koordinasi, keterbatasan rentang gerak sendi, penurunan kekuatan otot.
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ; Tidak ada kontraktur, foot drop.
1) Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari
bagian tubuh
26
2) Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana
permulaannya
3) Terpeliharanya integritas kulit
Intervensi :
1) Ubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring )
R/ mencegah terjadinya dekubitus
2) Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas
R/ agar tidak terjadinya kekakuan
3) Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat
selama periode paralysis flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral
R/ kenyamanan klien
4) Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi
R/ untuk kenyamanan
5) Bantu meningkatkan keseimbangan duduk
R/ untuk kenyamanan
Kolaborasi
8) Konsul ke bagian fisioterapi
9) Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik
10)Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi
Dx 3 :
27
Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan
neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih.
Ditandai :
1) Gangguan artikulasi
2) Tidak mampu berbicara / disartria
3) ketidakmampuan moduasi wicara , mengenal kata , mengidentifikasi objek
4) Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif.
Tujuan pasien / kriteria evaluasi
1) Pasien mampu memahami problem komunikasi
2) Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
3) Menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi :
1) Bantu menentukan derajat disfungsi
R/ agar tidak terjadinya disfungsi
2) Sediakan bel khusus jika diperlukan
R/ mencegah kegawatdaruratan
3) Sediakan metode komunikasi alternative
R/ kenyamanan
4) Antisipasi dan sediakan kebutuhan pasien
28
R/ untuk kenyamanan
5) Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
R/ terciptanya saling kepercayaan
6) Bicara dengan nada normal
R/ mencegah terjadinya prasanka buruk dan mengurangi keadaan
Kolaborasi : Konsul dengan ahli terapi wicara
Dx 4 :
Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi,
perpaduan ( trauma / penurunan neurologi), tekanan psikologis
( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan).
Ditandai ;
1) Disorientasi waktu, tempat , orang
2) Perubahan pola tingkah aku
3) Konsentrasi jelek, perubahan proses piker
4) Ketidakmampuan untuk mengatakan letak organ tubuh
5) Perubahan pola komunikasi
6) Ketidakmampuan mengkoordinasi kemampuan motorik.
Tujuan / kriteria hasil :
29
1) Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada level
biasanya.
2) Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat
3) Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi
Intervensi :
1) Kaji patologi kondisi individual
R/ mencegah penurunan kesadaran
2) Evaluasi penurunan visual
R/ mencegah penurunan kesadaran
3) Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh
R/ agar pasien tidak tersinggung
4) Sederhanakan lingkungan
R/ untuk kenyamanan dan memepercepat kesembuhan
5) Bantu pemahaman sensori
R/ mengurangi ketidak reaksi saraf
6) Beri stimulasi terhadap sisa-sisa rasa sentuhan
R/ mengurangi kematian sel-sel saraf
7) Lindungi psien dari temperatur yang ekstrim
R/ menjaga kenyamanan
30
8) Pertahankan kontak mata saat berhubungan
R/ meningkatkan kepercayaan
9) Validasi persepsi pasien
R/ menentukan keluhan
Dx 5 :
Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan
dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot.
Ditandai dengan :
Kerusakan kemampuan melakukan AKS misalnya ketidakmampuan
makan ,mandi, memasang/melepas baju, kesulitan tugas toileting.
Kriteria hasil:
1) Melakukan aktivitas perwatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
2) Mengidentifikasi sumber pribadi /komunitas dalam memberikan bantuan
sesuai kebutuhan
3) Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kenutuhan
perawatan diri
Intervensi:
1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 1-4)
untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
2) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri,
tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
31
3) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk
menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan.
4) Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan
pola normal tersebut. Kadar makanan yang berserat, Anjurkan untuk minum
banyak dan tingkatkan aktivitas.
5) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau
keberhasilannya.
Kolaborasi :
1) Berikan supositoria dan pelunak feses
2) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/okupasi
Dx 6 :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk,
ketidakmampuan mengatasi lender.
Kriteria hasil :
1) Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
2) Ekspansi dada simetris
3) Bunyi napas bersih saaatauskultasi
4) Tidak terdapat tanda distress pernapasan
5) GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
32
2) Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan
memmberikan pengeluaran sekresi yang optimal
3) Penghisapan sekresi
4) Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
5) Berikan oksigenasi sesuai advis
6) Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
Dx 7 :
Gangguan pemenuhan nutrisi b.d reflek menelan turun,hilang rasa ujung
lidah.
Ditandai dengan:
1) Keluhan masukan makan tidak adekuat
2) Kehilangan sensasi pengecapan
3) Rongga mulut terinflamasi
Kriteria evaluasi :
1) Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu
makan
2) BB stabil
3) Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat
Intervensi :
1) Pantau masukan makanan setiap hari
R/ untuk menentukan intake dan output
33
2) Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
R/ melihat penuruna BB
3) Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai program
R/ menjaga keseimbangan BB
4) Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu
manis,berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
R/ untuk kenyamanan
5) Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah
R/ melihat output
Kolaborasi:
1) Pemberian anti emetic dengan jadwal regular
2) Vitamin A,D,E dan B6
3) Rujuk ahli diit
4) Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral
34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi
secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke
juga menjadi salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama.
Stroke dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi)
Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak, dan Perdarahan
(Stroke Hemoragi) Terjadi pecahnya pembuluh darah otak.
Faktor-faktor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke yaitu
faktor risiko utama seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit Jantung,
Transient Ischemic Attack (TIA) dan faktor resiko tambahan seperti Kadar lemak
darah yang tinggi termasuk kolesterol dan trigliserida, Kegemukan atau obesitas,
Merokok, Riwayat keluarga dengan stroke, Lanjut Usia, Penyakit darah tertentu
35
seperti polisitemia dan leukemia, Kadar asam urat darah tinggi, Penyakit paru-
paru menahun.
B. Saran
Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca khususnya
perawat dengan kasus stroke mengetahui tentang: Faktor-faktor resiko yang dapat
ditemui pada lansia dengan stroke, laboratorium yang perlu dilakukan dan asuhan
keperawatan pada lansia dengan sroke.
36
DAFTAR PUSTAKA
Ancowitz, A. 1993. The Stroke Book. New York : William Morrow and
Company, inc.
Hudak Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Edisi VI Volume II. Jakarta :
EGC.
Lumbantobing. 2001. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Marilynn E, Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Pahria, Tuti, dkk. 2002. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : EGC.
http://www.suyotohospital.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=80:rehabilitasi-pasca-stroke-memberi-
kualitas-hidup-lebih-baik&catid=3:artikel&Itemid=2
http://www.ekahospital.com/id/rehabilitation-as-the-important-stroke-
treatment/
http://www.g-excess.com/5017/pengertian-dan-macam-macam-serta-
penyebab-terjadinya-stroke/
http://medicastore.com/brown_seaweed/obat_rawat_stroke.htm
http://www.klikdokter.com/tanyadokter/read/2008/11/02/2035/rehabilitasi-
stroke
37
top related