7. telaah pustaka
Post on 12-Dec-2015
213 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Famili Cyprinidae
Ikan famili Cyprininae dengan ciri khas mempunyai dua pasang sungut
(Nelson, 1994). Menurut Saanin(1984), ikan Cyprinidae diklasifikasikan sebagai
berikut:
Phylum : chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Pisces
Subclass : Teleostei
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Jenis ikan yang paling banyak terdapat pada setiap perairan umum adalah
ikan beunteur (Puntius binotatus) dan tawes ( puntius javanicus). Jenis ikan yang
sering dibudidayakan adalahikan mas (Cyprinus caprio), tawes (Puntius javanicus)
dan nilem (Osteochillud hasselti) (Hussen, 1999). Penelitian kusumasari (2006)
tentang struktur komunitas ikan di Waduk PB Jenderal Soedirman dan sungai
sekitarnya menemukan 6 spesies famili Cyprinidae yaitu Puntius orphoides, Puntius
binitatus, Rasbora lateristriata, Cyprinus carpio, Osteochillus hasseltu dan Puntius
javanicus.
B. Kekayaan Spesies dan Kelimpahan
Kekayaan spesies adalah jumlah spesies dalam suatu komunitas (Fausch et.
al., dalam Andoyo, 2004). Menurut Suwarso et al., (1998) menyatakan bahwa pada
umumnya komunitas tidak semuanya mengandung jumlah spesies yang sama,
tergantung dari kestabilan ekosistem yang mendukung komunitas tersebut. Diversitas
spesies dapat diartikan sebagai kekayaan jenis yang terdapat dalam suatu area di
dalam komunitas ekologi sedangkan kelimpahan merupakan salah satu petunjuk dari
kepadatan relatif dari suatu organisme di suatu tempat tertentu, kelimpahan
dinyatakan dalam jumlah atau berat dari suatu jenis biota dalam suatu komunutas
(Krebs, 1978).
C. Distribusi Ikan di Perairan
Distribusi atau penyebaran ikan dapat dapt dilihat dari 3 sudut, yaitu geologis,
geografis dan ekologis. Distribusi geologis ialah penyebaran suatu spesies yang
berhubungan dengan waktu atau zaman periode umur bumi ketika spesies itu
terdapat. Distribusi geografis adalah penyebaran suatu spesies ikan berdasarkan
tempat ditemukan, sedangkan distribusi ekologis yaitu penyebaran suatu jenis ikan
erat kaitannya dengan faktor lingkungan. (Bond, 1987; Moyle dan Cech, 1998dan
Sjafei et. al., 1989 dalam Natawiji, 2005). Distribusi ikan pada suatu perairan
mempunyai pola-pola yang berbeda tergantung dari pengaruh kondisi lingkungan
dan kemampuan masing-masing spesies untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungan . Pola distribusi ini sebagai hasil tingkah laku individu-individu di dalam
populasi tersebut terhadap lingkungan (Effendie, 1997).
Distribusi dari biota air ditentukan oleh bebeapa faktor antara lain:
a. Dispersal yaitu suatu spesies bisa tidak terdapat pada suatu tempat karena tidak
memiliki kemampuan untuk menyebar.
b. Tingkah laku menentukan keseragaman habitat untuk hidup sesuai dengan
tingkah lakunya.
c. Hubungan antar spesies pada lingkungan tempat hidupnya akan melakukan
hubungan dengan organisme lain baik yang bersifat kompetisi maupun predasi.
d. Sifat fisika dan kimia perairan, organisme yang dapat menyesuaikan dengan
kondisi sifat fisika kimia perairan akan mampu bertahan hidup pada lingkungan
tersebut (Krebs, 1978).
D. Kualitas Fisika dan Kimia Air
Menurut Krebs (1978) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan
distribusi dari biota air adalah sifat fisik-kimia perairan. Organisme yang dapat
menyesuaikan dengan kondisi sifat fisika-kimia perairan akan mampu hidup.
Menurut Odum (1971), penyebaran jenis dan hewan akuatik ditentukan oleh kualitas
lingkungan yang ada seperti sifat fisika, kimia dan biologisnya.Kehidupan ikan di
suatu perairan dipengaruhi oleh volume air mengalir, kecepatan arus, temperatur, pH,
CO2 bebas dan konsentrasi O2 terlarut (Whitton, 1975).
Temperatur merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena
merupakan faktor pembatas bagi ekosistem perairan dan akan membatasi kehidupan
organisme akuatik (Odum, 1971). Menurut Sucipto dan Eko (2006) menyatakan
bahwa Suhu mematikan (lethal) hampir untuk semua spesies ikan berkisar 10-11° C
selama beberapa hari. Nafsu makan ikan akan terganggu apabila suhu air berada
dibawah 16-17° C. Kemampuan reproduksi ikan akan mengalami penurunan pada
temperatur dibawah 21° C.
4
Arus merupakan faktor pembatas yang mempunyai pernana sangat penting
dalam perairan, baik pada ekosistem mengalir (lotik) maupun ekosistem menggenang
(lentic). Hal ini disebabkan karena dengan adanya arus akan mempengaruhi
distribusi organisme, gas-gas terkarut dan mineral yang terdapat di dalam air (Barus,
2002).
Menurut Soetomo (2000) bahwa kekeruhan akan mempengaruhi jumlah
cahaya matahari yang masuk ke dalam suatu perairan. Air yang keruh antara lain
disebabkan oleh partikel tanah, daya ikatnya terhadap oksigen akan berkurang dan
mungkin mengurangi batas pandang ikan. Sehingga selera makan dan efesiensi
penggunaan makanan berkurang. Menurut Wardoyo (1981) tingkat kekeruhan air
yang baik untuk pemeliharaan ikan yaiut < 50 NTU.
Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan
organisme akuatik. Ph dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas
fotosintesa, suhu air, dan terdapatnya anion dan kation. Apabila pH perairan naik
aktivitas fotosintesa juga naik, penurunan pH disebabkan oleh CO2 hasil respirasi
hewan atautumbuhan air. Kisaran pH yang baik untuk kegatan budidaya ikan
menurut Djarijah (1994) adalah 6,5-8,6.
Oksigen trlarut merupakan salah atu unsur utama bagi metabolisme ikan dan
organisme akuatik terutama untuk proses respirasi dan sebagai petunjuk kulaitas air
dari suatu perairan (Odum, 1971). Kandungan Oksigen yang tidak mencukupi
kebutuhan hidup suatu organisme dalam perairan dapat menyebabkan penurunan
daya tahan hidupnya, jika terlalu rendah akan menyebabkan kematian(Fardiaz,
1992).
Karbondioksida (CO2) bebas merupakan faktor pembatas bagi kehidupan
ikan. Sucipto dan Eko (2005), menyatakan bahwa nilai CO2 ditentukan antara lain
oleh pH dan suhu. Karbondioksida bebas bila mencapai 20 ppm merupakan racun
bagi ikan, sedangkan pada angka 12 ppm ikan akan menjadi stres. Keterkaitan CO2
bebas dalam air berbanding terbalik dengan O2 terlarut. O2 terlarut tinggi maka akan
menurunkan CO2 bebas (Wardoyo, 1981 dalam putro, 2003).
Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan gambaran secara tidak
langsung dari bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba
aerob untuk mengoksidasi bahan organikmenjadi karbondioksida dan air (Davis,
1955). Effendie (2003), menyatakan bahwa tingginya kandungan BOD menyebabkan
menurunkankandungan oksigen terlarut, bahkan dapat menjadi kondisi anoksik
5
sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan optimal biota air yang dipelihara didalam
perairan.
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan
nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Kadar nitrat yang tidak tercemar
biasanya lebih tinggi dari pada kadar amonium. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan
alami hampir tidak [ernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar nitratlebih dari 5 mg/l
menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas
manusia dan tinja hewan (Effendie, 2003).
Fosfor di perairan terdapat dalam senyawa anorganik yaitu orthofosfat,
polifosfat serta dalam bentuk fosfat organik (Alaert dan Santika, 1987). Menurut
Handi (2003), orthofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tumbuhan akuatik, seangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis
membentuk orthofosfat terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan sebagai sumber.
Setelah masuk kedalam tumbuhan (Fitoplankton) kemudian fosfat anorganik akan
mengalami perubahan menjadi organofosfat. Kadar fosfor total pada perairan alami
jarang melebihi 1 mg.L-1.
Substrat dasar perairan sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus dan tegangan
pada dasar perairan. Hynes (1972), menyataakan kecepatan arus 121 cm/detik jenis
substrat dasarnya berupa batu karang, 91 cm/detik substratnya berupa batu besar, 60
cm/detik substratnya berupa batu kecil, 30 cm/detik substrat dasarnya batu kerikil, 20
cm/detik substrat dasarnya berupa pasir dan 12 cm/detik jenis substratnya berupa
lumpur.
6
top related