220240993 bab iv litologi daerah penelitian
Post on 27-Dec-2015
34 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IV
LITOLOGI DAERAH PENELITIAN
Jenis batuan yang terdapat pada daerah penelitian terdiri dari batuan sedimen
dan batuan metamorf, dimana kelompok–kelompok batuan yang menyusun daerah
penelitan adalah termasuk dalam kompleks Melange. Adapun litologi-litologi yang
ditemukan pada daerah penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Sekis Biru
Batuan metamorf ini tersingkap dan dijumpai pada stasiun 1 yang berjarak
kurang lebih 200 meter dari stasiun 2 ke arah barat daya. Singkapan blue schist
ini ditemukan dalam keadaan lapuk sedang, dengan arah penyebaran relatif
tenggara - baratlaut dengan dimensi singkapan, panjang kurang lebih 10 meter
dan tinggi kurang lebih 2 meter.
Kenampakan lapangan batuan ini yaitu warna segar abu-abu, warna lapuk coklat
kehitaman, textur heteroblastik (granoblastik dan lepidoblastik), komposisi
mineral berupa glaukopan, kuarsa, epidote, garnet, dan muscovite, struktur
schistose dengan bidang foliasi (N 108oE/40o).
Litologi ini termasuk dalam metamorfisme dinamik, dilihat dari protolithnya
yang berada pada bagian hulu sungai Cempaga termasuk dalam metabasik atau
berprotolith dari metamorfisme batuan lempeng oceanic. Pada metamorfisme
metabasik sekis biru tingkat metamorfismenya lebih rendah dari sekis hijau atau
24
terebentuk lebih belakangan, sedangkan sekis biru pada bagian tengah lokasi
pengukuran termasuk bersumber dari batuan metapillik. Perbedaan dari sekis
biru ini adalah terbentuk pada tingkat metamorfisme lebih tinggi atau terebntuk
lebih dahulu dari sekis hijau. Batuan lempeng kontinen yang terendapkan pada
cekungan zona tumbukan lempeng kontinen dengan lempeng oceanic tertekan
sehingga akan membentuk sekis biru.
2. Eklogit dan Granulit
Eklogit dijumpai pada stasiun 1 yang berjarak kurang lebih 200 meter dari
stasiun 2 ke arah baratdaya, dimana singkapan ditemukan dalam keadaan lapuk
sedang, dengan arah penyebaran relatif tenggara-baratlaut dengan dimensi
singkapan, panjang kurang lebih 12 meter dan tinggi kurang lebih 3 meter.
Kenampakan lapangan batuan ini yaitu warna segar abu-abu, warna lapuk
kecoklatan, textur granoblastik, komposisi mineral berupa klorit, kuarsa, biotite,
garnet dan galukopan dengan struktur nonfoliasi.
Sedangkan Granulit dijumpai pada stasiun 1 yang berjarak kurang lebih 200
meter dari stasiun 2 ke arah baratdaya, dimana singkapan ditemukan dalam
keadaan lapuk sedang, dengan arah penyebaran relatif tenggara-baratlaut dengan
dimensi singkapan, panjang kurang lebih 12 meter dan tinggi kurang lebih 3
meter. Kenampakan lapangan batuan ini yaitu warna segar hijau, warna lapuk
hijau kecoklatan, textur heteroblastik (granoblastik dan lepidoblastik), komposisi
mineral berupa klorit, kuarsa, serpentinite dan talk, struktur schistose dengan
bidang foliasi (N 150oE/43o).
25
Litologi ini tersingkap pada bagian tengah lokasi pengukuran (stasiun 1), yang
terletak antara sekis biru yang termasuk dalam metaphyllitik dengan sekis biru
yang termasuk dalam metabasik. Namun demikian kedua litologi ini merupakan
batuan metamorf dengan tingkat metamorfisme yang sangat tinggi baik dari
tekanan maupun temperaturnya. Dilihat dari tingkat metamorfismenya maka
kedua litologi ini sebenarnya berada pada bagian yang paling bawah, sedangkan
keberadaannya ke permukaan disebabkan oleh tektonik atau sesar naik. Hal ini
dapat dilihat dari kondisi disekitar singkapan ini memeperlihatkan ciri sesar naik
dengan adanya jejak struktur.
Berdasarkan ciri litologi dan kenampakan lapangan maka eklogit dan granulit ini
dapat dikorelasikan dengan metamorf Bontoria yang berumur Trias (Rab
Sukamto,1985)
3. Sekis Hijau
Batuan metamorf ini dijumpai pada stasiun 1, 2 dan juga dijumpai pada hampir
setiap bagian dari stasiun pengukuran Measuring Section (MS), dimana
singkapan ditemukan umumnya dalam keadaan lapuk sedang, dengan arah
penyebaran relatif tenggara-baratlaut dengan dimensi singkapan, panjang yang
bervariasi disetiap tempat ditemukannya litologi ini yang berkisar antara 12
meter – 55 meter.
Kenampakan lapangan batuan ini yaitu warna segar hijau, warna lapuk hijau
kecoklatan, textur heteroblastik (granoblastik dan lepidoblastik), komposisi
26
mineral berupa klorit, kuarsa, glaukopan, talk, dan serisit, struktur schistose
dengan bidang foliasi (N 230oE/55o) dan kemiringannya relatif kearah timur.
Litologi ini terbentuk pada lingkungan laut dalam dengan tingkat metamorfisme
yang tinggi, dan terebntuk pada metamorfisme mekanik dan kontak. Dilihat dari
protolithnya maka sekis hijau pada bagian atas (agak kearah hulu Sungai
Cempaga) merupakan berasal dari metabasik. Jadi sekis hijau ini merupakan
batuan oceanic yang terkena pengaruh tekanan dan temperatur yang tinggi akibat
pergerakan lempeng oceanic yang bertumbukan dengan lempeng kontinen serta
pengaruh vulkanisme bawah laut. Untuk batuan metabasik, proses metamorfisme
sekis hijau lebih kuat dari sekis biru sehingga sekis hijau ini akan terebntuk lebih
dahulu dari sekis biru. Sedangkan sekis hijau yang tersingkap pada bagian tengah
lokasi pengukuran Measuring Section (MS) sumbernya berasal dari metapillitik,
yang berupa endapan sedimen dari lempeng kontinen yang terpengaruh oleh
tekanan dan temperatur yang cukup tinggi sehingga termetamorfisme. Perbedaan
sekis hijau jenis ini dengan sekis biru yaitu pada tingkat metamorfisme
pembentukannya yang lebih rendah dari sekis biru. Batuan pellitik yang
terendapkan pada bagian tumbukan antara lempeng kontinen dengan lepeng
oceanic termetamorfisme oleh tekanan dan temperatur dari efek tumbukan
teresebut.
Hubungan dengan batuan yang lebih tua tidak diketahui karena tidak terasingkap
dengan baik dan juga pada bagian tertentu telah tertutupi oleh endapan-endapan
sungai. Berdasarkan ciri litologi dan kenampakan lapangan maka litologi ini
27
disebandingkan dengan batuan metamorf Bontoria yang berumur Trias (Rab
Sukamto, 1985).
4. Rijang
Batuan sedimen ini dijumpai pada Lokasi Pengukuran secara Measuring Section
(MS) yang berjarak kurang lebih 200 meter dari stasiun 2 ke arah baratdaya.
Singkapan berupa rijang juga ditemukan pada stasiun 5, dimana singkapan
ditemukan dalam keadaan lapuk sedang, dengan arah penyebaran relatif tenggara-
baratlaut dengan dimensi singkapan, panjang kurang lebih 5 meter dan tinggi
kurang lebih 1 meter. Kenampakan lapangan batuan ini yaitu warna segar coklat
kemerahan, warna lapuk coklat, textur non klastik, komposisi mineral berupa
silika, struktur berlpais (N 330oE/36o) umumnya berbentuk bodin-bodin yang
berukuran bongkah dan sebagian lagi terkekarkan.
Litologi ini terebntuk pada lingkungan laut dalam pada daerah trench atau lokasi
pertemuan antara lempeng oceanic dengan lempeng kontinen. Diman terebntuk
akibat penghancuran batuan pada zona tumbukan yang terakumulasi pada daerah
itu juga.
Hubungannya dengan batuan yang lebih tua yaitu batuan dari jenis sekis adalah
tidak selaras. Batuan ini mengalami kontak struktur berupa sesar naik dengan
batuan sekis hijau dan begitupun dengan batupasir Paremba yang dijumpai pada
stasiun 5. Bedasarkan kejadian tektonik didaerah penelitian maka litologi ini
dapat disebandingkan dengan batuan tektonik Kompleks Melange Pangkajene
yang berumur Jura (Rab Sukamto, 1985).
28
5. Batulempung Sisik
Litologi ini tersingkap pada sekitar daerah percabangan sungai Pateteyang
dengan sungai Cempaga. Penyebarannya tidak begitu luas hanya sekitar 20
sampai 30 meter secara keseluruhan.
Kenampakan dilapangan memperlihatkan warna abu-abu kecoklatan dengan
warna pada keadaan lapuk yaitu coklat kehitaman, tekstur klastik halus, struktur
berlapis dengan tebal lapisan kurang dari 1 cm. Sedangkan komposisinya berupa
mineral-mineral lempung. Pada satuan ini terdapat fragmen-fragmen
metagamping dan rijang yang tertanam didalamnya. Dan yang khas dari lempung
bersisik ini adalah banyaknya fragmen-fragmen brsar yang berukuran sampai 5
meter serta tersebar dengan fragmen berupa breksi granitik.
Beradasarkan beberapa fakta-fakta yang didapat dilapanganm maka dapat
dijelaskan bahwa keberadaan Breksi Granitik tersebut berkaitan erat dengan
aktivitas tektonik pada kala pliosen. Dimana pada saat tersebut aktivitas
tektonisme terus berlangsung yang menyebabkan kompleks akresi mengalami
subsidensi dalam bentuk pull – apart, disertai dengan pemebentukan
batulempung, sebelum batulempung tersebut mengalami litifkasi sempurna,
subduksi dan kompleks akresi terus berlangsung, yang menyebabkan terjadinya
atau adanya blok kontinen Kalimantan Timur yang jatuh kedalam cekungan yang
kemudian membentuk satuan Breksi Granitik.
Satuan ini terendapkan pada kondisi laut dalam dimana material-material halus
dari kontinen terakumulasi pada cekungan trench atau zona tumbukan lempeng.
29
Pada saat pengendapan tersebut kondisi materinya masih banyak mengandung air
dan belum terlitifikasi kuat, kemudian tertekan oleh pengaruh pergerakan
lempeng sehingga membentuk endapan seperti sisik.
6. Batupasir Silisified
Batuan sedimen ini dijumpai pada pengukuran MS, dimana singkapan ditemukan
dalam keadaan lapuk sedang, dengan arah penyebaran relatif tenggara-baratlaut
dengan dimensi singkapan, panjang kurang lebih 5 meter dan tinggi kurang lebih
60 cm.
Kenampakan lapangan batuan ini yaitu warna segar coklat kemerahan, warna
lapuk coklat, textur klastik kasar, ukuran butir 1/16 – 2 mm, komposisi material
berupa fragmen kuarsit, rijang dan sekis yang diikat oleh matriks batulempung,
struktur berlapis (N 320oE/30o).
Litologi ini terendapkan pada kondisi laut dangkal dan ikut terpengaruh oleh
aktivitas tektonik dan vulkanisme akibat proses subduksi sehingga membentuk
Batupasir silisified. Karena mengalami gangguan tektonik berupa pengangkatan
sehingga keberadaannya dijumpai terendapkan di atas rijang.
Berdasarkan rekontruksi struktur pada daerah ini maka diketahui bahwa
kedudukan litologi ini berada diatas Batulempung Sisik. Dimana hubungannya
masih normal namun terlihat dibeberapa tempat litologi ini mengalami perlipatan
Menurut peneliti terdahulu litologi batupasir silified dapat disebandingkan
dengan pembentukan mélange yang berumur Jura (Rab Sukamto,1985).
7. Batupasir Paremba
30
Litologi ini tersingkap cukup luas pada daerah pengukuran yaitu setelah
percabangan sungai Cempaga dan Sungai Pateteyang kearah hilir. Jurus secara
umum dari satuan ini adalah N 300oE sampai N340oE dengan kemiringan antara
25o - 75o. Penyebaran singkapan litologi ini cukup luas yaitu sekitar 250 meter.
Kenampakan lapangan dari litologi ini terdiri dari sebagian besar batupasir yang
berlapis berangsur menjadi pasir halus dan hancur-hancur akibat struktur dan
sebagian berubah menjadi breksai aneka bahan. Litologi ini ummnya padat,
berwarna abu-abu gelap, lapuk berwarna hitam dengan tekstur klastik.
Dilihat dari ukuran fragmennya yang berukuran pasirt maka litologi ini
terendapakan pada lingkungan transisi. Karena pengaru dari aktifitas tektonik
maka satuan ini mengalami deformasi hingga kenampakannya lebih kompak dan
mengalami penghancuran.
Dilihat dari kenampakan lapangan litologi ini maka hubungan stratigrafinya
dengan batupasir Mallawa yang umurnya lebih muda adalah hubungan struktur
sesar yaitu sesar naik. Berdasarkan penelitian dari peneliti terdahulu maka umur
dari litologi ini adalah Kapur Awal – Kapur akhir (Rab Sukamto, 1985).
8. Batupasir Mallawa
Litologi ini mempunyai penyebaran yang tidak begitu luas. Pada lokasi
pengukuran ini hanya menenpati beberapa meter saja. Litologi ini tersingkap di
Sungai Pangkajene atau bagian hilir dari lokasi pengukuran.
Kenampakan lapangan dari satuan ini adalah sangat lapuk dan banyak
terkekarkan akibat aktifitas struktur yang bekerja pada daerah tersebut, pada
31
singkapan memperlihatkan warna abu-abu kecoklatan sedangkan pada keadaan
lapuk berwarna oklat, tekstur klastik dengan ukuran butir antara 0,5 mm sampai
2 mm. Struktur berlapis dengan ketebalan antara 1 meter hingga 2 meter, jurus
dari litologi ini berkisar N295oE sampai N320oE dengan kemiringan berkisar dari
5oE hingga 25o. Mineral penyusunnya adalah mineral kuarsa dan silika serta
sedikit lempung dan plagioklas.
Dilihat dari ukran butirnya yang berukuran pasir maka litologi ini terendapkan
pada lingkungan transisi. Material –material silika bersal dari batuan yang lebih
tua yaitu dari lempeng kontinen.
Hubungan litologi ini dengan litologi yang lebih tua pada lokasi pengukuran
adalah kontak sesar naik. Ciri dari sesar naik ini dapat dilihat pada sungai
Pangkajene. Sedangkan hubungan litologi ini dengan litologi yang lebih muda
yaitu batugamping adalah berupa kontak keselarasan. Dilihat dari ciri-ciri fisik
diatas maka litologi ini diperkirakan berumur Eosen Awal hingga Eosen Akhir
(Rab Sukamto,1985).
9. Batugamping
Litologi ini dijumpai pada lokasi pengukuran adalah litologi yang paling akhir
yaitu dibagian paling hilir. Dimana pada litologi ini tidak dilakukan pengukuran
secara detail.
Kenampakan lapangan dari litologi ini adalah segar berwarna putih keabu-abuan
dan berwarna coklat tua pada singkapan lapuk, tekstur klastik dengan ketebalan
lapisan berkisar 20 cm hingga 1,5 meter. Sedangkan orientasi perlapisan dari
32
litologi ini berkisar dari N180oE hingga N210OE, tetapi secara umum
kedudukannya tidak teratur yang disebabkan pengaruh banyaknya aktifitas
struktur yang bekerja pada litologi ini. Pada zona-zona sesar terdapat banyak
breksi gamping (breksi sesar) dan zona hancuran dan bahkan juga terdapat
gamping pejal.
Litologi ini terendapkan pada kondisi lingkungan laut dangkal. Kesimpulan ini
hanya didasarkan oleh kandungan karbonatnya saja karena tidak dilakukan
pengamatan fosil makro maupun mikro. Sedangkan umur dari satuan ini yang
didasarkan pada ciri-ciri dan kenampakan lapangan dapat dikesebandingkan
dengan formasi Tonasa yang berumur Eosen Atas hingga Miosen Tengah, (Rab
Sukamto, 1985). Sedangkan hubungan litologi ini dengan litologi yang umurnya
lebih tua yaitu batupasir Mallawa adalah selaras berangsur.
Keberadaan batuan tersebut diatas pada daerah penelitian umumnya dikontrol
oleh proses tektonik. Berdasarkan tatanan batuan yang tampak dilapangan, stratigrafi
berupa rijang yang dialasi oleh mélange dengan hubungan stratigarafi berupa
ketidakselarasan. Pada bagian bawahnya terdapat battuan metamorf yang
keberadaannya dipengaruhi oleh adanya proses metamorfisme yang tinggi berupa
tekanan dan temperature yang ditunjukkan oleh keberadaan batuan metamorf tingkat
tinggi berupa eklogit, sekis biru dan granulit. Selanjutnya intrusi batuan beku berupa
basal porfiri terbentuk oleh adanya kristalisasi magma yang menerobos sampai pada
rijang melalui zona lemah membentuk dike.
33
Keberadaan litologi pada daerah penelitian berdasarkan lintasan pengukuran
MS dibatasi oleh anggota kompleks kompleks batuan Melange yang merupakan
batuan alas atau basement.
34
top related