library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2012-1... · web viewauditor tidak...
Post on 19-Jul-2019
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori – Teori Umum
2.1.1 Evaluasi
Menurut Arikunto dan Cepi (2008 : 2), Evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil sebuah keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini
adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak
decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil
berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah proses mengumpulkan
informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan.
2.1.2 Sistem
Menurut Gondodiyoto (2007 : 108), sistem adalah kumpulan elemen –
elemen atau sumber daya yang saling berkaitan secara terpadu, terintegrasi
dalam suatu hubungan hirarkis tertentu, dan bertujuan untuk mencapai
tujuan tertentu.
8
9
Dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem adalah kumpulan berbagai elemen
yang terdapat di perusahaan untuk mecapai tujuan.
2.1.3 Informasi
Menurut Gondodiyoto (2007 : 107), informasi adalah data yang diolah
menjadi bentuk yang lebih berguna, lebih bermanfaat dan lebih berarti bagi
yang menerimanya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa informasi adalah kumpulan data – data yang
diproses agar berguna bagi pemakainya.
2.1.4 Sistem Informasi
O’Brien (2008 : 6) mendefinisikan, “Information system can be any orgenized
combination of people, hardware, software, communication networks, and
data resources that collect, transform, disseminates information in an
organization”. Yang berarti Sistem Informasi adalah suatu kesatuan yang
terdiri dari manusia, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komputer dan
sumber daya yang mengumpulkan, mentransformasikan dan mendistribusikan
informasi di dalam suatu organisasi.
Menurut Gondodiyoto (2007 : 112), sistem informasi masih dapat
didefinisikan sebagai kumpulan elemen – elemen atau sumber daya dan
10
jaringan prosedur yang saling berkaitan secara terpadu, terintegrasi dalam
suatu hubungan hierarki tertentu dan bertujuan untuk mengolah data menjadi
informasi.
Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem
informasi adalah kumpulan elemen – elemen yang mengolah data menjadi
informasi yang dibutuhkan dalam perusahaan.
2.1.5 Audit Sistem Informasi
Menurut Kusrini (2007), Audit Sistem Informasi merupakan pengumpulan
dan evaluasi bukti-bukti untuk menentukan apakah sistem komputer yang
digunakan telah dapat melindungi aset milik organisasi, mampu menjaga
integritas data, dapat membantu pencapaian tujuan organisasi secara efektif,
serta menggunakan sumber daya yang dimiliki secara efisien.
Menurut pendapat Ron Weber (1999 : 10), “Information systems auditing is
the process of collecting and evaluating evidence to determine whether a
computer systems safeguards assets, maintains data integrity, achieves
organizational goals effectively and consumes resources efficiently”.
Pengertiannya secara garis besar adalah audit sistem informasi adalah proses
pengumpulan data dan pengevaluasian bukti untuk menentukan apakah suatu
sistem komputer telah mengamankan aset, mengelola integritas data,
11
menjadikan tujuan organisasi tercapai secara efektif, dan menggunakan
sumber daya secara efisien.
Berdasarkan pendapat – pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa audit
sistem informasi adalah proses pengumpulan data dan bukti agar diketahui
apakah sistem telah mengamankan aset, mengelola integritas data, mencapai
tujuan perusahaan, dan sumber daya telah digunakan secara efisien.
2.1.6 Sistem Informasi Akuntansi
Pengertian sistem informasi akuntansi menurut Rama dan Jones (2008 : 6)
adalah suatu subsistem dari sistem informasi manajemen yang menyediakan
informasi akuntansi dan keuangan, juga informasi lain yang diperoleh dari
pengolahan rutin atas transaksi akuntansi.
Pengertian sistem informasi akuntansi menurut Midjan dan Susanto (2008 :
72) adalah kumpulan (integrasi) dari sub sistem/komponen baik phisik
maupun non phisik yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain
secara harmonis untuk mengolah data transaksi yang berkaitan dengan
masalah keuangan menjadi informasi keuangan.
12
Berdasarkan pendapat – pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sistem
informasi akuntansi adalah kumpulan dari komponen – komponen yang
berhubungan untuk mengolah data transaksi menjadi informasi akuntasi.
2.1.7 Tujuan Audit Sistem Informasi
Menurut Kusrini (2007), tujuan audit sistem informasi adalah untuk meninjau
dan mengevaluasi pengendalian internal yang melindungi sistem tersebut.
Ketika melakukan audit sistem informasi, seorang auditor harus memastikan
tujuan-tujuan ini terpenuhi:
1. Perlengkapan keamanan melindungi perlengkapan komputer, program,
komunikasi, dan data dari akses yang tidak sah, modifikasi atau
penghancuran.
2. Pengembangan dan perolehan program dilaksanakan sesuai dengan otorisasi
khusus dan umum dari pihak manajemen.
3. Modifikasi program dilaksanakan dengan otorisasi dan persetujuan dari pihak
manajemen.
4. Pemrosesan transaksi, file laporan dan catatan komputer lainnya telah akurat
dan lengkap.
5. Data sumber yang tidak akurat atau yang tidak memiliki otorisasi yang tepat
diidentifikasi dan ditangani sesuai dengan kebijakan manajerial yang telah
ditetapkan.
6. File data komputer telah akurat, lengkap dan dijaga kerahasiaannya.
13
2.1.8 Metode Audit Sistem Informasi
Menurut Gondodiyoto (2007 : 451), dalam melakukan audit sistem informasi
dapat dilakukan dengan tiga pendekatan:
1. Audit disekitar komputer (Audit Around The Computer)
Dalam pendekatan ini, auditor dapat melangkah pada perumusan
pendapat hanya dengan menelaah struktur pengendalian dan
melaksanakan pengujian transaksi dan prosedur verifikasi saldo
perkiraan dengan cara sama seperti pada sistem manual. Auditor
tidak perlu menguji pengendalian sistem informasi berbasis
komputer klien (yaitu terhadap file, program data di dalam
komputer), melainkan cukup terhadap input dan output sistem
informasi saja.
Keunggulan menggunakan pendekatan ini adalah :
a. Pelaksanaan auditnya lebih sederhana.
b. Auditor yang meiliki pengetahuan minimal dibidang
komputer dapat dilatih dengan mudah untuk melaksanakan
audit.
Kelemahannya adalah jika lingkungan berubah, kemungkinan
sistem itu akan berubah dan perlu penyesuaian sistem atau program
– programnya, bahkan mungkin struktur data, sehingga auditor
tidak dapat menilai/menelaah apakah sistem masih berjalan dengan
baik.
14
2. Audit melalui komputer (Audit Through The Computer)
Dalam pendekatan ini, auditor melakukan pemeriksaan langsung
terhadap program program dan file komputer yang ada pada audit
sistem informasi berbasis komputer. Auditor menggunakan bantuan
software komputer atau dengan cek logika atau listing program
untuk menguji logika program dalam rangka pengujian
pengendalian yang ada dalam komputer. Selain itu, auditor juga
dapat meminta penjelasan dari pada teknisi komputer mengenai
spesifikasi sistem dan program yang diperiksanya.
Keunggulan menggunakan pendekatan ini adalah :
a. Auditor dapat menilai kemampuan sistem komputer
tersebut untuk menghadapi perubahan lingkungan.
b. Auditor memperoleh kemampuan yang besar dan efektif
dalam melakukan pengujian terhadap sistem komputer.
c. Auditor akan merasa lebih yakin terhadap kebenaran hasil
kerjanya.
Kelemahannya adalah pendekatan ini memerlukan biaya yang besar
dan memerlukan tenaga ahli yang terampil.
3. Audit dengan komputer (Audit With The Computer)
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan komputer dan
software untuk mengotomatisasi prosedur pelaksanaan audit.
Pendekatan ini merupakan cara audit yang sangat bermanfaat,
khususnya dalam pengujian substantif atas file dan record
15
perusahaan. Software audit yang digunakan merupakan program
komputer auditor untuk membantu dalam pengujian dan evaluasi
kehandalan data, file dan record perusahaan.
Keunggulan menggunakan pendekatan ini adalah dapat
melaksanakan tugas audit yang terpisah dari catatan klien yaitu
dengan mengambil copy data atau file untuk di test dengan
komputer lain. Kelemahannya adalah upaya dan biaya untuk
pengembangan relatif besar.
2.1.9 Penilaian Risiko
Menurut Griffiths (2007 : 18) setelah memperoleh bukti audit yang cukup
beserta temuannya dengan menggunakan instrumen pengumpulan bukti, audit
dilanjutkan dengan menggunakan matriks penilaian risiko guna merumuskan dan
mempertajam analisa terhadap bukti evaluasi dan temuan agar dapat
merumuskan dan menyimpulkan opini dengan melakukan perbandingan dan
penilaian terhadap tingkat risiko dan pengendalian yang ada.
2.1.10 Jenis Risiko
Menurut Gondodiyoto (2009 : 110-111), Risiko dari berbagai sudut
pandang dapat dibedakan dalam beberapa jenis :
1. Risiko Bisnis (Business Risks)
Risiko bisnis adalah risiko yang dapat disebabkan oleh faktor – faktor intern
maupun ekstern yang berakibat kemungkinan tidak tercapainya tujuan
organisasi (Business Goal Objectives).
16
2. Risiko bawaan (Inherent Risk)
Risiko bawaan ialah potensi kesalahan atau penyalahgunaan yang melekat
pada suatu kegiatan jika tidak ada pengendalian internal.
3. Risiko Pengendalian (Control Risk)
Dalam suatu organisasi yang baik seharusnya sudah ada risk assessment, dan
dirancang pengendalian internal secara optimal terhadap setiap potensi risiko.
Risiko pengendalian ialah masih adanya risiko meskipun sudah ada
pengendalian.
4. Risiko Deteksi (Detection Risk)
Risiko deteksi adalah risiko yang terjadi karena prosedur audit yang dilakukan
mungkin tidak dapat mendeteksi adanya error yang cukup materialitas atau
adanya kemungkinan fraud.
5. Risiko Audit (Audit Risk)
Risiko audit sebenarnya adalah kombinasi dari inherent risk, control risk, dan
detection risk. Risiko audit adalah risiko bahwa hasil pemeriksaan auditor
ternyata belum dapat mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.
2.1.11 Teknik Penaksiran Risiko
Menurut Gondodiyoto (2007 : 489), dalam menetapkan fungsi/area/unit
yang akan di audit, auditor memiliki berbagai pilihan bergantung pada risiko
subjek audit. Ada beberapa metode untuk melakukan penilaian risiko, yaitu :
17
a. Pendekatan penaksiran dengan sistem scoring sistem
Pendekatan ini digunakan dengan mengutamakan audit berdasarkan pada
evaluasi faktor-faktor risiko.
b. Penilaian risiko secara judgemental
Yaitu keputusan dibuat berdasarkan pengetahuan bisnis, instruksi manajemen
eksekutif, sejarah kehilangan, tujuan bisnis dan faktor – faktor lingkungan.
c. Teknik kombinasi
2.1.12 Penetapan Penilaian Risiko dan Pengendalian
Menurut Gondodiyoto (2007 : 559), penilaian risiko dan pengendalian
internal dapat dilakukan dengan menggunakan :
a. Matriks Penilaian Risiko
Matriks penilaian risiko adalah metode analisis dengan menghitung
aspek risiko (dampak) dan tingkat keterjadian risiko tersebut, dengan
nilai : L (low) nilai -1, M (medium) nilai -2, H (high) diberi nilai -3.
Teknik perhitungan nilai risiko menggunakan rasio antara dampak
dengan keterjadian :
1. Risiko Kecil (Low) nilainya berkisar antara -1 dan -2, seperti :
a. Jika dampak Low (-1) dan keterjadian Low (-1), maka nilai
risiko adalah - 1, artinya nilai risiko dari dampak dan
keterjadian adalah kecil.
18
b. Jika dampak Low (-1) dan keterjadian Medium (-2), maka nilai
risiko adalah -2, artinya nilai risiko dari dampak dan keterjadian
adalah kecil.
c. Jika dampak Medium (-2) dan keterjadian Low (-1), maka nilai
risiko adalah -2, artinya nilai risiko dari dampak dan keterjadian
adalah kecil.
2. Risiko Sedang (Medium) nilainya antara -3 dan -4 adalah :
a. Jika dampak Low (-1) dan keterjadian High (-3), maka nilai
risiko adalah -3, artinya nilai risiko dari dampak dan keterjadian
adalah sedang.
b. Jika dampak Medium (-2) dan keterjadian Medium (-2), maka
nilai risiko adalah -4, artinya nilai risiko dari dampak dan
keterjadian adalah sedang.
c. Jika dampak High (-3) dan keterjadian Low (-1), maka nilai
risiko adalah -3, artinya nilai risiko dari dampak dan keterjadian
adalah sedang.
3. Risiko Tinggi (High) nilainya antara -6 dan -9, seperti :
a. Jika dampak Medium (-2) dan keterjadian High (-3), maka nilai
risiko adalah -6, artinya nilai risiko dari dampak dan keterjadian
adalah tinggi.
b. Jika dampak High (-3) dan keterjadian Medium (-2), maka nilai
risiko adalah -6, artinya nilai risiko dari dampak dan keterjadian
adalah tinggi.
19
c. Jika dampak High (-3) dan keterjadian High (-3), maka nilai
risiko adalah -9, artinya nilai risiko dari dampak dan keterjadian
adalah tinggi.
b. Matriks Penilaian Pengendalian
Matriks penilaian pengendalian adalah metoda analisis desain
(rancangan) dan tingkat efektifitas pengendalian internal. Besarnya
tingkatan efektifitas dan desain (rancangan) dinyatakan dengan : L
(Low) diberi nilai (-1), M (Medium) diberi nilai (-2), dan H (High)
diberi nilai (-3).
Teknik perhitungan dalam matriks penilaian pengendalian
menggunakan fungsi perkalian antara efektifitas dengan desain
(rancangan). Kriteria penilaian dalam matriks pengendalian terdiri
dari :
1. Pengendalian kecil (Low) nilainya berkisar antara -1 dan -2,
seperti :
a. Jika efektifitas Low (-1) dan desain Low (-1), maka nilai
pengendalian adalah -1, artinya nilai pengendalian dari
efektifitas dan desain adalah kecil.
b. Jika efektifitas Low (-1) dan desain Medium (-2), maka nilai
pengendalian adalah -2, artinya nilai pengendalian dari
efektifitas dan desain adalah kecil.
20
c. Jika efektifitas Medium (-2) dan desain Low (-1), maka nilai
pengendalian adalah -2, artinya nilai pengendalian dari
efektifitas dan desain adalah kecil.
2. Pengendalian sedang (Medium) nilainya antara -3 dan -4, seperti :
a. Jika efektifitas Low (-1) dan desain High (-3), maka nilai
pengendalian adalah -3, artinya nilai pengendalian dari
efektifitas dan desain adalah sedang.Jika efektifitas Medium (-
2) dan desain Medium (-2), maka nilai pengendalian adalah -4,
artinya nilai pengendalian dari efektifitas dan desain adalah
sedang.
b. Jika efektifitas High (-3) dan desain High (-3), maka nilai
pengendalian adalah -3, artinya nilai pengendalian dari
efektifitas dan desain adalah sedang.
3. Pengendalian tinggi (High) nilainya antara -6 dan -9, seperti :
a. Jika efektifitas Medium (-2) dan desain High (-3), maka nilai
pengendalian adalah -6, artinya nilai pengendalian dari
efektifitas dan desain adalah tinggi.
b. Jika efektifitas High (-3) dan desain Medium (-2), maka nilai
pengendalian adalah -6, artinya nilai pengendalian dari
efektifitas dan desain adalah tinggi.
c. Jika efektifitas High (-3) dan desain High (-3), maka nilai
pengendalian adalah -9, artinya nilai pengendalian dari
efektifitas dan desain adalah tinggi.
21
Penetapan tingkat efektifitas antara risiko dan pengendalian adalah
sebagai berikut :
a. Jika jumlah penilaian risiko dan pengendalian adalah 0, maka
tingkat pengendalian dan risiko adalah normal, artinya setiap
risiko yang terjadi dapat ditanggulangi (dicover) oleh
pengendalian yang ada.
b. Jika jumlah penilaian risiko dan pengendalian positif, maka
pengendalian adalah baik. Tetapi jika nilai pengendalian terlalu
tinggi dibanding risiko, maka kemungkinan akan terjadi
kelebihan pengendalian (over control) yang menyebabkan
terjadinya pemborosan dalam operasional.
c. Jika jumlah penilaian risiko dan pengendalian negatif, maka
pengendalian adalah buruk. Sehingga perlu dilakukan
peningkatan terhadap pengendalian karena risiko yang dihadapi
besar.
2.1.13 Komponen Pengendalian
2.1.13.1 Pengendalian Umum
a. Pengendalian Manajemen Keamanan (Security Management Control)
Menurut Weber (1999 : 256), Pengendalian Manajemen Keamanan
meliputi perlindungan terhadap asset dan fungsi sistem informasi, yang dapat
diimplementasi. Berikut beberapa ancaman terhadap sistem informasi beserta
cara penanganannya:
22
1. Kebakaran
Tindakan pengamanan untuk ancaman kebakaran adalah :
a. Memiliki alarm kebakaran otomatis yang diletakkan di ruangan
dimana aset – aset sistem informasi berada.
b. Memiliki tabung kebakaran yang diletakkan pada lokasi yang
mudah dijangkau.
c. Gedung tempat penyimpanan aset sistem informasi dibangun dari
bahan yang tahan api.
2. Banjir
Tindakan pengamanan untuk ancaman kebanjiran, antara lain :
a. Memiliki atap, dinding dan lantai yang dibuat dari bahan yang
tahan air.
3. Perubahan tegangan sumber energi
Tindakan pengamanan untuk mengatasi perubahan tegangan sumber
energi listrik, dapat menggunakan stabilizer ataupun Uninterruptible
Power Supply (UPS) yang mampu mengatasi masalah yang terjadi
ketika tegangan listrik tiba – tiba turun.
4. Polusi
Tindakan pengamanan untuk mengantisipasi polusi adalah dengan
membuat situasi kantor bebas debu, tidak memperbolehkan
23
membawa binatang peliharaan serta melarang pegawai membawa
atau meletakkan minuman di dekat peralatan komputer.
5. Virus dan Worm
Tindakan pengamanan untuk mengantisipasi virus dan worm adalah :
a. Preventif, dapat dengan menginstal anti virus dan di-update
secara berkala, melakukan scan atas file yang akan digunakan.
b. Detektif, melakukan scan secara rutin untuk mendeteksi adanya
virus maupun worm.
c. Korektif, memastikan back up data bebas virus dan worm,
pemakaian anti virus terhadap file yang terinfeksi.
b. Pengendalian Manajemen Operasional (Operational Management Control)
Menurut Gondodiyoto (2007 : 331), pengendalian manajemen
operasional merupakan jenis pengendalian intern yang didesain untuk
pengelolaan sumberdaya dan operasi teknologi informasi ( TI ) pada suatu
organisasi.
24
Secara keseluruhan Pengendalian Operasional bertanggung jawab
terhadap hal-hal sebagai berikut :
1. Pengoperasian Komputer (Computer Operations)
Tipe pengendalian yang harus dilakukan adalah :
a. Menentukan perawatan terhadap hardware / software
agar dapat berjalan dengan baik.
2. Pengoperasian jaringan ( Network Operation )
Pengendalian yang dilakukan adalah seperti memonitor dan
memelihara jaringan dan pencegahan terhadap akses oleh
pihak yang tidak berwenang. Pengendalian sistem
komunikasi data antara lain jalur komunikasi, Hardware,
Cryptology, Software.
3. Persiapan dan Pengentrian data ( Preparation and Entry Data )
Fasilitas – fasilitas yang ada harus dirancang untuk memiliki
kecepatan dan keakuratan data serta telah dilakukan pelatihan
terhadap pengentrian data.
4. Documentation and Program Library
Orang yang bertanggung jawab atas dokumentasi mempunyai
beberapa fungsi yang harus dilakukan yaitu :
a. Memastikan bahwa semua dokumentasi disimpan
25
secara aman.
b. Memastikan bahwa hanya orang yang mempunyai
otorisasi saja yang bisa mengakses dokumentasi.
7. Help Desk / Technical Support
Ada dua fungsi utama help desk / technical support yaitu :
a. Membantu end user dalam menggunakan hardware
dan softwareyang berhubungan dengan end user
seperti microcomputer, spreadsheet packages, database
management packages, dan local area networks.
b. Menyediakan technical support untuk sistem produksi
dengan dilengkapi suatu penyelesaian masalah yang
berhubungan dengan hardware, software, dan database.
Menurut Gondodiyoto (2007 : 331), pengendalian manajemen operasi
diterapkan dengan mencakup hal – hal sebagai berikut :
a. Pemisahan tugas dan fungsi.
b. Pengendalian personil.
c. Pengendalian perangkat keras.
d. Pengendalian jaringan.
26
e. Manajemen operasi.
Programming management bertanggung jawab dalam proses
pemrograman sistem yang baru, merawat sistem lama dan menyediakan
perangkat lunak ( Software ) pendukung.
2.1.13.2 Pengendalian Aplikasi
a. Boundary Control
Weber (1999 : 370), menyatakan bahwa Subsistem boundary
menghubungkan antara user dengan sistem komputer dan dengan komputer itu
sendiri, mengendalikan sifat dan fungsi pengendalian akses. Pengendalian
dalam subsistem boundary mempunyai tiga tujuan yaitu :
1. Untuk memastikan bahwa pemakai komputer adalah
orang yang berwenang.
2. Untuk memastikan bahwa identitas yang diberikan oleh
pemakai benar.
3. Untuk membatasi tindakan yang dapat dilakukan pemakai
saat menggunakan komputer ketika melakukan tindakan
otorisasi.
Menurut Weber (1999) terdapat beberapa jenis pengendalian batasan
diantaranya adalah :
1. Access Control
Jenis kontrol yang digunakan pada subsistem boundary adalah kontrol
27
akses. Kontrol akses melarang pemakaian komputer yang tidak
berwenang, membatasi tindakan yang dapat dilakukan oleh pemakai, dan
memastikan bahwa pemakai hanya memperoleh sistem komputer yang
asli.
2. Personel Identification Numbers
PIN adalah teknik yang digunakan secara luas untuk mengidentifikasikan
individu. Sebuah PIN merupakan password yang sederhana, biasanya
merupakan nomor rahasia seseorang yang berhubungan dengan individu
tersebut dan digunakan untuk verifikasi keotentikan individu.
3. Audit Trail Control
Diketahui ada dua jenis jejak audit yang harus ada pada subsistem
Boundary, yaitu :
1. Jejak audit akuntansi untuk menjaga catatan setiap
kejadian pada subsistem.
2. Jejak audit operasional untuk menjaga catatan pemakaian
sumber daya yang berhubungan dengan setiap kejadian dan
subsistem.
b. Input Control
Menurut Weber (1999 : 420), Pengendalian input bertanggung jawab
untuk mengirimkan data dan instruksi dari pengguna kepada sistem
aplikasi. Input merupakan salah satu tahap dalam sistem komputerisasi
yang paling krusial dan mengandung risiko. Risiko yang dihadapi
28
misalnya:
1. Data transaksi yang ditulis oleh pelaku transaksi salah ( error).
2. Kesalahan pengisian dengan kesengajaan.
3. Penulisan tidak jelas sehingga dibaca salah oleh
orang lain.
Tipe pengendalian yang berhubungan dengan
pengendalian input, yaitu :
1. Data input Methods
Mengingat bahwa cara yang dilakukan oleh auditor untuk mengevaluasi
control terhadap sistem aplikasi adalah dengan menelusuri jenis – jenis
transaksi pada sistem, maka untuk dapat melakukan tugas itu dengan
baik mereka harus mengerti bagaimana cara sistem tersebut bekerja
terutama pada proses input data.
Dengan cara memahami metode input data yang digunakan pada aplikasi
maka auditor dapat mengembangkan cara pengendalian terhadap kekuatan
maupun kelemahan dari input subsistem tersebut.
2. Source Document Design
Beberapa dokumen data menggunakan dokumen sumber untuk mencatat
data yang akan dimasukkan pada komputer. Sumber daya dokumen
digunakan bila terdapat interval waktu antara waktu terjadinya data dengan
waktu input berbeda. Proses desain sumber data dimulai setelah analisis
terhadap sumberdaya yang telah dilakukan, apa saja data yang akan
direkam pada sumber data tersebut, bagaimana cara data tersebut
29
direkam, siapa yang akan merekam data, bagaimana data tersebut
disiapkan dan dimasukkan dalam komputer dan bagaimana data tersebut
ditangani, disimpan dan diarsip.
3. Data Entry Screen Design
Jika data dimasukkan ke dalam monitor, maka diperlukan desain yang
berkualitas terhadap layar tampilan masukkan data (Data input) agar
mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dan agar tercapainya
efektif dan efisien masukkan data pada subsistem input.
4. Check Digits
Pada beberapa kasus kesalahan pengetikan data dapat berdampak serius.
Pengendalian data yang digunakan untuk menjaga terjadinya kesalahan
adalah dengan melakukan check digit. Check digit ini biasanya digunakan
pada berbagai aplikasi untuk mendeteksi kesalahan, seperti pada proses
kartu kredit, proses rekening bank dan lain – lain.
5. Batch Control
Cara kontrol yang mudah dan efektif untuk melakukan pengendalian
terhadap masukkan data (Data input) adalah batch control. Batching
adalah proses pembentukkan suatu transaksi yang memiliki hubungan satu
sama lainnya.
6. Validation of Data Input
Data yang dimasukkan pada aplikasi harus segera divalidasikan setelah
diinput.
30
7. Instruction Input
Memastikan bahwa kuantitas dari data input. Data masukkan cenderung
untuk mengikuti pola yang telah terstandarisasi.
8. Audit trial Control
Jejak audit pada subsistem input memelihara kronologis kejadian data dari
waktu ke waktu dan instruksi yang diterima serta yang dimasukkan pada
sistem aplikasi sampai pada waktu penentuan data tersebut valid dan dapat
dikirim kepada subsistem yang lain, yang terdapat pada aplikasi.
c.Output Control
Menurut Weber (1999:615), Pengendalian output menyediakan fungsi
yang menentukan isi data yang akan tersedia bagi pengguna, cara data
diubah dan dipresentasikan kepada pengguna, dan cara data akan
disediakan dan didistribusikan ke pengguna.
Ada beberapa pengendalian yang harus diperhatikan dalam
melakukan pengendalian atas output yang dihasilkan, yaitu :
1. Stationery supplies storage controls
Orang yang menggunakan printer untuk mencetak laporan biasanya
memiliki jumlah formulir preprinted yang cukup banyak, sebagai contoh
invoice untuk memudahkan kontrol terhadap formulir tersebut penggunaan
warna kertas dapat dilakukan sehingga memudahkan pencarian dan
pemakaian formulir tersebut.
2. Report program execution controls
Auditor harus memperhatikan tiga hal yang berhubungan dengan
31
pelaksanaan program pembuatan laporan, yaitu :
1. Hanya orang yang memiliki wewenang saja yang dapat
menjalankan program.
2. Wewenang yang diberikan kepada orang yang dapat
menjalankan perintah pembuatan laporan harus sesuai dengan
kebutuhan. Jadi laporan dibuat selengkap mungkin sesuai
dengan kebutuhan yang memerlukan laporan tersebut.
3. Program pembuatan laporan yang menghasilkan laporan
dalam jumlah banyak harus memiliki fasilitas checkpoint /
restart.
3. Printing controls
Kontrol terhadap pencetakan laporan memiliki tiga tujuan, yaitu :
1. Untuk mencegah pihak yang tidak berwenang melihat data
sensitif yang terkandung pada laporan tersebut.
2. Untuk memastikan bahwa kontrol yang tepat telah dilakukan pada
proses pencetakan laporan.
4. Report collection controls
Ketika output sudah dihasilkan maka harus diperhatikan keamanannya
agar output tidak hilang, diambil oleh pihak yang tidak berwenang.
5,User / client services review controls
Sebelum output dikirim ke pemakai, maka perlu dilakukan pemeriksaan
atas kualitas output yang dihasilkan. Pemeriksaan yang bisa dilakukan
dapat berupa pemeriksaan atas nomor halaman yang tidak tercetak
32
karena printer kehabisan tinta, kualitas tulisan, media penyimpanan
telah diberi label yang memadai, halaman laporan yang hilang, dan
halaman laporan yang tercetak miring.
6. Report distribution controls
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam pengiriman laporan ke
pemakai, yaitu :
1. Output harus disimpan pada tempat yang terkunci dan
terjangkau oleh pemakai.
7. User output controls
Pemakai dapat dilibatkan untuk melakukan kontrol terhadap output yang
dihasilkan karena pemakai sudah terbiasa dengan output yang mereka
terima maka sangat mudah bagi mereka untuk mengetahui terjadinya
kesalahan pada output.
8.Storage controls
Ada tiga hal utama yang harus dilakukan sehubungan dengan media
penyimpanan output, yaitu :
1. Output harus disimpan ditempat yang mudah dijangkau
sehingga bila output tersebut diperlukan mudah untuk ditemukan.
2. Output harus disimpan dengan aman.
3. Kontrol terhadap keluar masuk output harus dilakukan bila
output menggunakan mekanisme kontrol persediaan.
9. Retention controls
Keputusan tentang berapa lama output disimpan harus dilakukan.
33
2.2 Teori – Teori Khusus
2.2.1 Koperasi
Undang-Undang (UU) No. 25 tahun 1992 pasal 1 ayat 1, mendefinisikan
koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prisnsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Menurut International labor organization (ILO) (Subandi, 2010 : 18),
koperasi ialah suatu kumpulan orang, biasanya yang memiliki kemampuan
ekonomi terbatas, yang melalui suatu bentuk perusahaan yang diawasi secara
demokratis, masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal
yang diperlukan dan bersedia menanggung risiko serta menerima imbalan yang
sesuai dengan usaha yang mereka lakukan.
2.2.2 Koperasi Simpan Pinjam
Menurut Burhanuddin (2010 : 14) Koperasi simpan pinjam adalah
koperasi yang didirikan guna memberikan kesempatan kepada para anggotanya
untuk memperoleh pinjaman atas dasar kebaikan.
Menurut Rudianto (2006 : 76) koperasi simpan pinjam adalah koperasi
yang kegiatannya untuk menghimpun dana dan menyalurkan melalui kegiatan
34
simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon
anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.
2.2.3 Syarat untuk pendirian koperasi simpan pinjam
1. Dua rangkap salinan akta pendirian koperasi dari notaris (NPAK).
2. Berita acara rapat pendirian koperasi.
3. Daftar hadir rapat pendirian koperasi.
4. Fotocopy KTP pendiri (urutannya disesuaikan dengan daftar hadir agar
mempermudah pada saat verifikasi).
5. Kuasa pendiri (pengurus terpilih) untuk mengurus permohonan pengesahan
pembentuka koperasi.
6. Surat bukti penyetoran modal sendiri pada awal pendirian KSP berupa deposito
pada bank pemerintah atas nama menteri Negara koperasi dan UKM, dilengkapi
dengan bukti penyetoran dari anggota kepada koperasi.
7. Rencana kerja koperasi minimal 3 (tiga) tahun kedepan (rencana permodalan,
neraca awal, rencana kegiatan usaha (business plan), rencana bidang organisasi
& SDM).
8. Kelengkapan administrasi organisasi dan pembukuan.
9. Daftar susunan pengurus dan pengawas.
10. Nama dan riawayat hidup calon pengelola yang dilengkapi dengan :
a. Bukti telah mengikuti pelatihan / magang usaha simpan pinjam koperasi.
35
b. Surat keterangan berkelakukan baik.
c. Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda
dengan pengurus dan pengawas.
d. Surat pernyataan pengelola tentang kesediaannya untuk bekerja secara purna
waktu.
11. Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga antara pengurus.
12. Daftar sarana kerja.
13. Permohonan ijin menyelenggarakan usaha simpan pinjam.
14. Surat pernyataan bersedia untuk diperiksa dan dinilai kesehatan koperasinya oleh
pejabat yang berwenang.
15. Surat pernyataan status kantor koperasi dan bukti pendukungnya.
16. Struktur organisasi KSP.
2.2.4 Tambahan persyaratan pendirian koperasi apabila memiliki usaha unit
simpan pinjam (USP)
1. Surat bukti penyetoran modal sendiri pada awal pendirian, berupa deposito
pada bank pemerintah atas nama menteri Negara koperasi dan UKM.
2. Rencana kerja paling sedikit 3 (tiga) tahun.
3. Kelengkapan administrasi organisasi & pembukuan USP dikelola secara
khusus dan terpisah dari pembukuan koperasinya.
4. Nama dan riwayat hidup pengurus dan pengawas.
36
5. Surat perjanjian kerja antara pengurus koperasi dengan pengelola USP
koperasi.
6. Nama dan riwayat hidup calon pengelola yang dilengkapi dengan :
a. Bukti telah mengikuti pelatihan / magang usaha simpan pinjam koperasi.
b. Surat keterangan berkelakuan baik.
c. Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan
semenda dengan pengurus dan pengawas.
d. Surat pernyataan pengelola tentang kesediaannya untuk bekerja secara
purna waktu.
7. Permohonan ijin menyelenggarakan usaha simpan pinjam.
8. Surat pernyataan bersedia untuk diperiksa dan dinilai kesehatan USP
koperasinya oleh pejabat yang berwenang.
9. Struktur organisasi usah unit simpan pinjam (USP).
2.2.5 Pelaksanaan Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang pelaksanaan
kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi, Presiden Republik Indonesia,
menimbang :
a. Bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota
koperasi, maka kegiatan usaha simpan pinjam perlu ditumbuhkan dan
dikembangkan;
37
b. Bahwa kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a harus dikelola secara
berdaya guna dan berhasil guna;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan sebagai
pelaksanaan Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, maka dipandang perlu untuk mengatur kegiatan usaha
simpan pinjam oleh Koperasi dalam Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3502);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH
KOPERASI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
38
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan:
1. Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan
usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang
bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan,
koperasi lain dan atau anggotanya.
2. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya
usaha simpan pinjam.
3. Unit Simpan Pinjam adalah unit koperasi yang bergerak di bidang
usaha simpan pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha
Koperasi yang bersangkutan.
4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon
anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada
koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan koperasi
berjangka.
5. Simpanan Berjangka adalah simpanan di koperasi yang
penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara
penyimpan dengan koperasi yang bersangkutan.
6. Tabungan Koperasi adalah simpanan di koperasi yang
39
penyetorannya dilakukan berangsur-angsur dan penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati
antara penabung dengan koperasi yang bersangkutan dengan
menggunakan Buku Tabungan Koperasi.
7. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara Koperasi dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran
sejumlah imbalan.
8. Menteri adalah Menteri yang membidangi koperasi.
BAB II
ORGANISASI
Bagian Pertama
Bentuk Organisasi
Pasal 2
1) Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi
Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam.
2) Koperasi Simpan Pinjam dapat berbentuk Koperasi Primer atau
Koperasi Sekunder.
40
3) Unit Simpan Pinjam dapat dibentuk oleh Koperasi Primer atau
Koperasi Sekunder.
Bagian Kedua
Pendirian
Pasal 3
1) Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan mengenai persyaratan dan tata
cara pengesahan Akta Pendirian dan perubahan Anggaran Dasar
Koperasi.
2) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam
diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dengan tambahan lampiran:
a) Rencana kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
b) Administrasi dan pembukuan;
c) Nama dan riwayat hidup calon Pengelola
d) Daftar sarana kerja.
e) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku
sebagai izin usaha.
41
Pasal 4
1) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi yang membuka
Unit Simpan Pinjam diajukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
2) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berlaku sebagai izin usaha.
Pasal 5
1) Koperasi yang sudah berbadan hukum dan akan memperluas
usahanya di bidang simpan pinjam wajib mengadakan perubahan
Anggaran Dasar dengan mencantumkan usaha simpan pinjam
sebagai salah satu usahanya.
2) Tatacara perubahan Anggaran Dasar dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Permintaan pengesahan perubahan Anggaran Dasar diajukan
dengan disertai tambahan lampiran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2).
42
4) Pengesahan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) berlaku sebagai izin usaha. Bagian Ketiga Jaringan
Pelayanan
Pasal 6
1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat membuka jaringan
pelayanan simpan pinjam.
2) Jaringan pelayanan simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) berupa :
a) Kantor Cabang yang berfungsi mewakili Kantor Pusat
dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun
dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang
memutuskan pemberian pinjaman.
b) Kantor Cabang Pembantu yang berfungsi mewakili Kantor
Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk
menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai
wewenang menerima permohonan pinjaman tetapi tidak
mempunyai wewenang untuk memutuskan pemberian
pinjaman;
43
c) Kantor Kas yang berfungsi mewakili Kantor Cabang
dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun
dana.
Pasal 7
1) Pembukaan Kantor Cabang harus memperoleh persetujuan dari
Menteri.
2) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas tidak
diperlukan persetujuan Menteri tetapi harus dilaporkan kepada
Menteri paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak pembukaan
kantor.
BAB III
PENGELOLAAN
Pasal 8
1) Pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam dilakukan oleh
Pengurus.
2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dilakukan oleh Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.
3) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung
jawab kepada Pengurus.
44
4) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa
perorangan atau badan usaha, termasuk yang berbentuk badan
hukum.
5) Dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), Pengelola wajib mengadakan kontrak kerja dengan
Pengurus.
Pasal 9
1) Dalam hal Pengelola adalah perorangan, wajib memenuhi
persyaratan minimal sebagai berikut:
a) Tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang
keuangan dan atau dihukum karena terbukti melakukan
tindak pidana di bidang keuangan;
b) Memiliki akhlak dan moral yang baik;
c) Mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah
mengikuti pelatihan simpan pinjam atau magang dalam
usaha simpan pinjam.
2) Dalam hal Pengelola adalah badan usaha wajib memenuhi
persyaratan minimal sebagai berikut:
a) Memiliki kemampuan keuangan yang memadai;
b) Memiliki tenaga managerial yang berkualitas baik.
45
Pasal 10
Dalam hal Pengurus secara langsung melakukan pengelolaan terhadap
usaha simpan pinjam maka berlaku ketentuan mengenai persyaratan
Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
Pasal 11
a) Dalam hal pengelolaan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu)
orang, maka:sekurang-kurangnya 50% (lima puluh
perseratus) dari jumlah Pengelola wajib mempunyai
keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti
pelatihan di bidang simpan pinjam atau magang dalam
usaha simpan pinjam.
b) Di antara Pengelola tidak boleh mempunyai hubungan
keluarga sampai derajat ke satu menurut garis lurus ke
bawah maupun ke samping.
Pasal 12
46
1) Pengelolaan Unit Simpan Pinjam dilakukan secara terpisah dari
unit usaha lainnya.
2) Pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya
penyelenggaraan kegiatan unit yang bersangkutan, dipergunakan
untuk keperluan sebagai berikut:
a) Dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan
nilai transaksi;
b) Pemupukan modal Unit Simpan Pinjam;
c) Membiayai kegiatan lain yang menunjang Unit Simpan
Pinjam.
3) Sisa pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya dan
keperluan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diserahkan
kepada koperasi yang bersangkutan untuk dibagikan kepada
seluruh anggota koperasi.
4) Pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam
diajukan oleh Pengurus Unit Simpan Pinjam untuk mendapat
persetujuan para anggota yang telah mendapat pelayanan dari Unit
Simpan Pinjam.
Pasal 13
1) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh Koperasi Simpan Pinjam setelah
dikurangi dana cadangan, dipergunakan untuk :
47
a) Dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan
jumlah dana yang ditanamkan sebagai modal sendiri pada
koperasi dan nilai transaksi;
b) Membiayai pendidikan dan latihan serta peningkatan
ketrampilan;
c) Insentip bagi Pengelola dan karyawan;
d) Keperluan lain untuk menunjang kegiatan koperasi.
2) Penentuan prioritas atau besarnya dana untuk penggunaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, dan d
diputuskan oleh Rapat Anggota.
Pasal 14
1) Dalam menjalankan usahanya, Penglola wajib memperhatikan
aspek permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna
menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak
yang terkait.
2) Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya
dan harus ditingkatkan;
b) Setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan
tambahan modal sendiri;
48
c) Antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal
penyertaan harus berimbang.
3) Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a) Penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek;
b) Ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang
telah dihimpun.
4) Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan
didasarkan pada kemampuan membayar kembali;
b) Ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan
dengan kekayaan harus berimbang.
5) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau
keuntungan ditetapkan dalam jumlah yang wajar untuk
dapat memupuk permodalan,pengembangan usaha,
pembagian jasa anggota dengan tetap mengutamakan
kualitas pelayanan;
b) Ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan
dengan aktiva harus wajar.
49
6) Untuk menjaga kesehatan usaha, Koperasi Simpan Pinjam atau
Unit Simpan Pinjam tidak dapat menghipotekkan atau
menggadaikan harta kekayaannya.
7) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 15
1) Pengelola Koperasi berkewajiban merahasiakan segala sesuatu
yang berhubungan dengan simpanan berjangka dan tabungan
masing-masing penyimpan kepada pihak ketiga dan kepada
anggota secara perorangan, kecuali dalam hal yang diperlukan
untuk kepentingan proses peradilan dan perpajakan.
2) Permintaan untuk mendapatkan keterangan mengenai simpanan
berjangka dan tabungan sehubungan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh pimpinan
instansi yang menangani proses peradilan atau perpajakan kepada
Menteri.
BAB IV
PERMODALAN
Pasal 16
50
1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan modal sendiri dan
dapat ditambah dengan modal penyertaan.
2) Koperasi yang memiliki Unit Simpan Pinjam wajib menyediakan
sebagian modal dari koperasi untuk modal kegiatan simpan
pinjam.
3) Modal Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
berupa modal tetap dan modal tidak tetap.
4) Modal Unit Simpan Pinjam dikelola secara terpisah dari unit
lainnya dalam Koperasi yang bersangkutan.
5) Jumlah modal sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
modal tetap Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) tidak boleh berkurang jumlahnya dari jumlah yang
semula.
6) Ketentuan mengenai modal yang disetor pada awal pendirian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
Pasal 17
1) Selain modal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16,
Koperasi Simpan Pinjam dapat menghimpun modal pinjaman
dari:
a) Anggota;
51
b) Koperasi lainnya dan atau anggotanya
c) Bank dan lembaga keuangan lainnya;
d) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e) Sumber lain yang sah.
2) Unit Simpan Pinjam melalui Koperasinya dapat menghimpun
modal pinjaman sebagai modal tidak tetap dari:
a) Anggota;
b) Koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c) Bank dan lembaga keuangan lainnya
d) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e) Sumber lain yang sah.
3) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan dengan
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
BAB V
KEGIATAN USAHA
Pasal 18
1) Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dari dan untuk
anggota, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain
dan atau anggotanya.
52
2) Calon anggota koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan
pokok harus menjadi anggota.
Pasal 19
1) Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
adalah:
a) Menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan
koperasi dari anggota dan calon anggotanya, koperasi lain
dan atau anggotanya;
b) Memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya,
koperasi lain dan atau anggotanya.
2) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam wajib memegang teguh prinsip pemberian
pinjaman yang sehat dengan memperhatikan penilaian kelayakan
dan kemampuan pemohon pinjaman.
3) Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dalam
melayani koperasi lain dan atau anggotanya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian
kerjasama antar koperasi.
53
Pasal 20
1) Dalam melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf b, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam mengutamakan pelayanan kepada anggota.
2) Apabila anggota sudah mendapat pelayanan pinjaman sepenuhnya
maka calon anggota dapat dilayani.
3) Apabila anggota dan calon anggota sudah mendapat pelayanan
sepenuhnya, koperasi lain dan anggotanya dapat dilayani
berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi yang
bersangkutan.
4) Pinjaman kepada anggota koperasi lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) diberikan melalui koperasinya.
Pasal 21
1) Rapat Anggota menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
pemberian pinjaman baik kepada anggota, calon anggota, koperasi
lain dan atau anggotanya.
54
2) Ketentuan mengenai batas maksimum pinjaman kepada anggota
berlaku pula bagi pinjaman kepada Pengurus dan Pengawas.
Pasal 22
1) Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun, setelah
melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat:
a) Menempatkan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka,
tabungan, sertifikat deposito pada bank dan lembaga
keuangan lainnya;
b) Pembelian saham melalui pasar modal;
c) Mengembangkan dana tabungan melalui sarana investasi
lainnya.
2) Ketentuan mengenai penempatan dana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 23
1) Penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 dan Pasal 19 dilakukan dengan pemberian imbalan.
55
2) Imbalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh
Rapat Anggota.
Pasal 25
Untuk terciptanya usaha simpan pinjam yang sehat, Menteri menetapkan
ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian usaha
koperasi.
Pasal 26
1) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam melalui
koperasi yang bersangkutan wajib menyampaikan laporan berkala
dan tahunan kepada Menteri.
2) Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi tahunan bagi Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam tertentu wajib terlebih dahulu
diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan.
3) Tatacara dan pelaksanaan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 27
56
1) Menteri dapat melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam, baik secara berkala maupun
setiap waktu apabila diperlukan.
2) Dalam hal terjadi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam wajib
memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-
berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang
diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala
keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam yang
bersangkutan.
Pasal 28
1) Dalam hal Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
mengalami kesulitan yang mengganggu kelangsungan usahanya,
Menteri dapat memberikan petunjuk kepada Pengurus untuk
melakukan tindakan sebagai berikut:
a) Penambahan modal sendiri dan atau modal penyertaan;
b) Penggantian Pengelola;
c) Penggabungan dengan koperasi lain;
57
d) Penjualan sebagian aktiva tetap;
e) Tindakan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dianggap
mengalami kesulitan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
apabila mengalami salah satu atau gabungan dari hal-hal sebagai
berikut:
a) Terjadi penurunan modal dari jumlah modal yang
disetorkan pada waktu pendirian;
b) Penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek;
c) Jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar dari jumlah
simpanan berjangka dan tabungan;
d) Mengalami kerugian
e) Pengelola melakukan penyalahgunaan keuangan;
f) Pengelola tidak melaksanakan tugasnya.
3) Dalam hal kesulitan tidak dapat diatasi, Koperasi Simpan Pinjam
dan Unit Simpan Pinjam dapat dibubarkan sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan ini.
top related