repository.usd.ac.idrepository.usd.ac.id/27010/2/043114002_full.pdf · 2018-05-28 · integral...
Post on 03-Jul-2019
407 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam mempelajari kalkulus peubah banyak, seringkali kita jumpai
berbagai masalah dalam pengintegralan. Masalah sederhana yang sering muncul
dalam pengintegralan adalah tentang bagaimana menghitung suatu integral yang
daerah pengintegralannya sulit untuk diintegralkan. Misalnya, pada perhitungan
integral lipat dua dari fungsi dua variabel atau pada integral lipat tiga dari fungsi
tiga variabel seringkali kita jumpai beberapa kesulitan perhitungan dalam
mengintegralkan fungsi tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan suatu
transformasi yaitu transformasi koordinat yang mentransformasikan integral dari
suatu koordinat ke koordinat yang lain melalui perubahan variabel. Transformasi
koordinat yang terjadi dalam pengintegralan misalnya transformasi koordinat dari
koordinat Cartesius ke dalam koordinat kutub, koordinat tabung, atau ke dalam
koordinat bola. Jadi, melalui transformasi koordinat dan adanya perubahan
variabel dalam integral lipat maka konsep Jacobian atau determinan Jacobi dapat
digunakan. Determinan Jacobi digunakan sebagai upaya untuk mempermudah
perhitungan integral lipat.
Transformasi koordinat ialah pemetaan sebuah sistem koordinat pada
sebuah sistem koordinat yang lain. Tujuan adanya transformasi koordinat adalah
untuk menemukan suatu daerah baru yang lebih sederhana dan untuk
mempermudah perhitungan pada integral lipat yang rumit menjadi lebih
2
sederhana. Misalnya, untuk setiap pasangan terurut ),( yx dalam daerah asal yang
berhubungan dengan pasangan terurut ),( vu dalam daerah lawan, dapat
dinyatakan dalam bentuk:
),(),( vuyxT = ……………………………………. (1)
Persamaan (1) digambarkan sebagai berikut:
Jika setiap pasangan ),( vu ditentukan oleh ),( yx maka u dan v merupakan fungsi
dari x dan y. Fungsi x dan y ini akan digunakan dalam proses penggantian variabel
menurut C.G. Jacobi. Fungsi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
( ) ( )yxgvyxfu ,,, == ...............................................(2)
di mana fungsi ),( yxf dan ),( yxg adalah kontinu dan mempunyai turunan
parsial pertama yang kontinu. Persamaan (2) menggambarkan suatu transformasi
koordinat T dari bidang-xy ke bidang-uv.
Seorang matematikawan Perancis bernama Cauchy merupakan orang
pertama yang menggunakan determinan khusus yang melibatkan turunan parsial,
tetapi pada tahun 1804-1851, seorang ilmuwan matematika berasal dari Jerman
yang bernama Carl Gustav Jacob Jacobi mengembangkan teori determinan dan
transformasi untuk menyelesaikan permasalahan berbagai integral dalam
y
x
(x,y)
u
(u,v)
vT
3
perhitungan integral lipat. Determinan yang telah dikembangkannya tersebut
dikenal sebagai determinan Jacobi.
Misalnya, dalam mengintegralkan fungsi
dxdyeR
yx∫∫ +− )( 22
di mana R adalah daerah integral pada koordinat Cartesius yang dibatasi oleh
lingkaran 222 ryx =+ atau }.),({ 222 ryxyxR =+= Penyelesaian integral
lipat dua pada fungsi )( 22 yxe +− tidaklah mudah untuk diintegralkan seperti biasa.
Untuk itu, diperlukan transformasi koordinat ke koordinat yang lain misalnya
ditransformasikan ke dalam koordinat kutub. Jika daerah integral R pada
koordinat Cartesius ditransformasikan ke daerah integral S pada koordinat kutub
maka perubahan variabel dari koordinat Cartesius ke koordinat kutub dituliskan
θcosrx = dan θsinry = .
Jadi, dengan adanya transformasi koordinat melalui perubahan variabel tersebut
akan mengubah integral dalam x dan y ke integral dalam r dan θ sehingga
perhitungan pada integral menjadi lebih mudah untuk di integralkan dan
dituliskan
dAedxdyeS
r
R
yx ∫∫∫∫ −+− =222 )(
di mana pada koordinat kutub θθ
ddrr
yxdA),(),(
∂∂
= dan bentuk),(),(
θryx
∂∂
merupakan determinan Jacobi dari transformasi tersebut.
4
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas pada skripsi ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan determinan Jacobi?
2. Bagaimana menggunakan determinan Jacobi dalam menyelesaikan
masalah dalam perhitungan integral lipat?
C. Batasan Masalah
Pembahasan masalah determinan Jacobi dalam skripsi ini hanya dibatasi pada
penerapan determinan Jacobi pada fungsi dengan dua atau tiga variabel.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk:
1. Membahas transformasi dua variabel atau tiga variabel dari daerah asal
tertentu ke dalam sistem koordinat baru dengan daerah asal baru.
2. Menentukan turunan-turunan parsial dari sistem persamaan implisit
dengan dua variabel dan tiga variabel.
3. Menggunakan determinan Jacobi dalam menghitung integral lipat dua
atau integral lipat tiga.
5
E. Metode Penulisan
Penulisan skripsi ini menggunakan metode studi pustaka yaitu dengan
menggunakan buku-buku dan makalah yang telah dipublikasikan sehingga
tidak ditemukan hal baru.
F. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk memperdalam pengetahuan dalam mempelajari kalkulus peubah
banyak.
2. Memberikan wawasan mengenai peranan determinan Jacobi di dalam
mempelajari kalkulus peubah banyak.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Tujuan Penulisan
E. Metode Penulisan
F. Manfaat Penulisan
G. Sistematika Penulisan
6
BAB II TRANSFORMASI
A. Sistem Koordinat
B. Transformasi Koordinat
C. Fungsi Implisit: 0),,(,0),( == zyxfyxf
BAB III INTEGRAL LIPAT
A. Integral Lipat Dua
B. Integral Lipat Tiga
C. Determinan Jacobi pada Integral Lipat
BAB IV PENUTUP
7
BAB II
TRANSFORMASI
A. Sistem Koordinat
Ada beberapa macam sistem koordinat yang akan dibahas pada bab
II ini, di antaranya sistem koordinat Cartesius, sistem koordinat kutub,
sistem koordinat tabung, dan sistem koordinat bola.
1. Sistem Koordinat Cartesius Dua Dimensi
Dua orang Prancis bernama Pierre de Fermat dan Rene Descartes
telah memperkenalkan sistem koordinat yang sekarang kita kenal dengan
sebutan sistem koordinat Cartesius atau sistem koordinat siku-siku
(rectanguler). Sistem koordinat Cartesius dua dimensi merupakan sistem
koordinat yang terdiri dari dua sumbu yang saling tegak lurus satu dengan
yang lain di mana keduanya terletak pada satu bidang yaitu bidang-xy.
Perpotongan kedua sumbu tersebut dinamakan titik asal dan diberi tanda
O. Dasar pemikiran Pierre dan Descartes adalah untuk menunjukkan
kedudukan titik P pada bidang dengan pasangan bilangan yang ditulis
dengan lambang ),( yx di mana x adalah jarak pada sumbu X (diukur dari
O) yang disebut absis dan y adalah jarak pada sumbu Y (diukur dari O)
yang disebut ordinat (Gambar 2.1).
8
2. Sistem Koordinat Kutub
Selain dengan sistem koordinat Cartesius yang merupakan jarak
berarah dari dua sumbu yang tegak lurus, kedudukan suatu titik pada
bidang dapat juga dinyatakan dalam suatu sistem koordinat yang
diperkenalkan oleh Newton yaitu sistem koordinat polar atau sistem
koordinat kutub. Sistem koordinat kutub dimulai dengan menetapkan
suatu titik tetap misalkan titik O yang disebut titik kutub atau titik asal dan
sinar tetap Ox yang disebut sumbu kutub atau sinar awal. Sumbu kutub
dimulai dari titik kutub dan diperluas sampai tak hingga ke satu arah, yang
biasanya dibuat mendatar dan mengarah ke kanan seperti pada (Gambar
2.2). Sumbu kutub ini berhimpit dengan sumbu X positif di dalam sistem
koordinat Cartesius.
Andaikan P titik sebarang pada bidang, maka titik P pada bidang
dapat ditentukan jika jarak dari O ke P diketahui, misalnya r adalah jarak
dari O ke P dan jika sudut antara sumbu kutub dan garis OP adalah θ
maka koordinat titik P adalah ),( θr dan ditulis ),( θrP (Gambar 2.3).
P(x, y)
X O
Y
y
xGambar 2.1
9
Hubungan antara koordinat kutub dengan koordinat Cartesius tampak
pada (Gambar 2.4)
Apabila titik kutub dan titik asal dihimpitkan, demikian pula sumbu kutub
dan sumbu X positif juga dihimpitkan, maka terdapat hubungan antara
koordinat kutub dengan koordinat Cartesius titik P:
θθ sin,cos ryrx == dan xy
=θtan jika 0≠x (2.1)
Tampak bahwa
222 ryx =+ (2.2)
),(),( yxPrP =θ
Y
X
y
θ
r
x Gambar 2.4
O
P ),( θr
Sumbu kutub
Gambar 2.2
θO
r
xx OSumbu kutub
Gambar 2.3
10
3. Sistem Koordinat Cartesius Tiga Dimensi
Sistem koordinat Cartesius tiga dimensi pada prinsipnya sama
dengan sistem koordinat Cartesius dua dimensi, yaitu dengan
menambahkan satu sumbu koordinat yaitu sumbu Z yang ketiganya saling
tegak lurus sehingga dalam koordinat tegak, sebuah titik P mempunyai
koordinat ),,( zyxP di mana x adalah jarak pada sumbu X yang disebut
absis, y adalah jarak pada sumbu Y yang disebut ordinat, dan z adalah
jarak pada sumbu Z yang disebut applikat. Titik O merupakan titik pusat
dari ketiga sumbu koordinat X, Y, dan Z (Gambar 2.5).
4. Sistem Koordinat Tabung (Silinder)
Suatu sistem koordinat lain dalam ruang dimensi tiga adalah
koordinat tabung (silinder). Pada koordinat tabung digunakan koordinat
kutub r dan θ sebagai pengganti x dan y dalam sistem koordinat
Cartesius dan koordinat z yang sama dengan koordinat dalam sistem
koordinat Cartesius. Jika ),,( zyx merupakan koordinat Cartesius suatu
titik P dalam ruang berdimensi tiga maka koordinat tabung dari suatu titik
),,( zyxP
Y
Z
xy
O
X
y
Gambar 2.5
11
P mempunyai koordinat ),,( zrP θ dengan ),( θr adalah koordinat kutub
dari proyeksi P pada bidang-XY dan z koordinat Cartesius proyeksi P
pada sumbu Z (Gambar 2.6).
Hubungan antara koordinat Cartesius dan koordinat tabung ditentukan
oleh
θθ sin,cos ryrx == dan zz = (2.3)
dan tampak bahwa
xyyxr =+= θtan,222 jika 0≠x (2.4)
5. Sistem Koordinat Bola
Sistem koordinat yang ketiga dalam ruang dimensi tiga dinamakan
koordinat bola. Sebuah titik P memiliki koordinat bola ),,( φθρ di mana
ρ (rho) = OP adalah jarak dari titik asal O ke P, dan θ adalah sudut
kutub Q yaitu proyeksi P pada bidang-xy dan φ menyatakan besarnya
Y
X
Z
),,( zrP θ
θ r
z
Gambar 2.6
)0,,( θr
12
sudut antara sumbu z positif dengan garis OP (Gambar 2.7). Pada
koordinat bola dinyatakan bahwa
πφπθρ ≤≤≤≤≥ 0,20,0 (2.5)
Hubungan koordinat bola dan koordinat Cartesius digambarkan sebagai
berikut
Jika dilihat pada gambar 2.7 maka
φρθθ sin,sin,cos === OQOQyOQx (2.6)
Karena φρ sin=OQ maka
φρθφρθφρ cos,sinsin,cossin === zyx (2.7)
dan tampak bahwa
2222 zyx ++=ρ (2.8)
y
x
z
θ
φ ρ
Gambar 2.7 Q
O
),,( φθρP
13
B. Transformasi Koordinat
Definisi 2.1 (Transformasi koordinat):
Transformasi koordinat adalah pemetaan sebuah sistem koordinat pada
sebuah sistem koordinat yang lain.
Sistem persamaan
⎩⎨⎧
==
),(),(
yxgvyxfu
secara umum mendefinisikan transformasi atau pemetaan dari bidang-xy
ke bidang-uv. Suatu fungsi T yang domain (daerah asal) dan range (daerah
hasil) adalah himpunan bagian dari RR × maka untuk setiap pasangan
terurut ),( yx dalam domain yang bersesuaian dengan suatu pasangan
terurut tunggal ),( vu dalam range adalah
),(),( vuyxT = .
Fungsi T tersebut dapat diperlihatkan secara geometri seperti pada ilustrasi
di bawah ini, di mana titik ),( vu dalam bidang-uv bersesuaian dengan titik
),( yx dalam bidang-xy, sehingga ),( vu disebut sebagai image (peta) dari
),( yx di bawah T.
14
Karena setiap pasangan ),( vu ditentukan oleh (x, y), jadi u dan v adalah
fungsi dari x dan y sehingga
),(),(
yxgvyxfu
==
di mana fungsi f dan g mempunyai daerah asal yang sama seperti T.
Pilihan sistem koordinat yang digunakan bergantung pada persoalan yang
dihadapi. Oleh karena itu, perlu diketahui transformasi koordinatnya
misalnya, sistem koordinat Cartesius dengan sistem koordinat kutub,
sistem koordinat tabung atau sistem koordinat bola.
Misalnya, diberikan transformasi koordinat persamaan
),(),,( yxgvyxfu == dan daerah pada bidang-uv disekat dengan garis
vertikal ...,,, 321 cucucu === dan garis horizontal ...,,, 321 dvdvdv ===
maka kurva yang bersesuaian untuk fungsi f dan g dapat dituliskan
ji dyxgvcyxfu ==== ),(,),(
di mana i = 1, 2, 3,… dan j = 1, 2, 3,… menentukan suatu hubungan
“kurvilinier” yang membagi daerah dalam bidang-xy. Gambar di bawah ini
y
x
v
u
(x, y) . . (u, v)
T
),(),( vuyxT =
15
akan mengilustrasikan empat kurva dari tiap jenis persamaan di atas yang
menghubungkan suatu transformasi T tertentu di mana jenis kurva pada
bidang-xy diperoleh tergantung pada persamaan fungsi f dan g yang
diberikan.
Contoh 2.1:
Misalkan T merupakan transformasi koordinat dari bidang-xy ke bidang-uv
yang ditentukan dengan persamaan
yxvyxu 2,2 −=+=
a. Tentukan peta dari (0,1), (1,2), dan (2,-3).
b. Dalam bidang-uv, digambarkan garis vertikal u = 2, u = 4, u = 6, u = 8,
dan garis horizontal v = -1, v = 1, v = 3, v = 5. Gambarkan hubungan yang
bersesuaian dengan kurva-u dan kurva-v dalam bidang-xy.
16
Penyelesaian:
a. Untuk menentukan peta dari (0,1), (1,2), dan (2,-3) dapat
menggunakan persamaan:
)2,2(),(),( yxyxvuyxT −+==
sehingga peta dari (0,1), (1,2), dan (2,-3) adalah:
T(0,1) = (2,-2), T(1,2) = (5,-3), dan T(2,-3) = (-4,8)
b. Persamaan garis untuk u = 2, u = 4, u = 6, u = 8, dan persamaan garis
untuk v = -1, v = 1, v = 3, v = 5 dalam bidang-uv terlihat pada gambar di
bawah ini, dan untuk menentukan persamaan garis pada bidang-xy
berdasarkan fungsi u dalam bidang-uv adalah:
82,62,42,22 =+=+=+=+ yxyxyxyx
dan untuk menentukan persamaan garis dalam bidang-xy berdasarkan
fungsi v dalam bidang-uv adalah:
52,32,12,12 =−=−=−−=− yxyxyxyx
Jadi, hubungan yang bersesuaian dengan kurva-u dan kurva-v dalam
bidang-xy digambarkan sebagai berikut:
17
Dari gambar di atas dapat diperlihatkan bahwa daerah pada bidang-xy
yang berupa jajargenjang dapat ditransformasikan ke dalam bidang-uv
yang berupa daerah persegi yang lebih sederhana.
Contoh 2.2:
Sebuah daerah R dalam bidang-xy dibatasi oleh 2,6 =−=+ yxyx dan
0=y . Tentukan daerah 'R dalam bidang-uv di mana R dipetakan dengan
transformasi ., vuyvux −=+=
Penyelesaian:
Daerah R yang dibatasi oleh garis-garis
2,6 =−=+ yxyx , dan 0=y
jika digambarkan pada bidang-xy akan membentuk suatu segitiga
sebarang.
Untuk persamaan garis
6=+ yx
jika ditransformasikan ke dalam bidang-uv maka akan diperoleh
persamaan garis
3626)()(
===−++
uuvuvu
Dengan cara yang sama, untuk persamaan garis
2=− yx
18
jika ditransformasikan dalam bidang-uv maka akan diperoleh persamaan
garis
1222)()(
===−−+
vvvuvu
Sedangkan untuk 0=y jika ditransformasikan dalam bidang-uv maka
akan diperoleh persamaan garis
0=− vu atau vu = .
Jadi, dengan adanya transformasi vuyvux −=+= , maka daerah R
yang berupa segitiga sebarang dalam bidang-xy akan menjadi segitiga
siku-siku pada daerah 'R dalam bidang-uv yang dibatasi oleh ,1,3 == vu
dan vu = seperti pada gambar berikut:
Contoh 2.3:
Sebuah daerah R dalam bidang-xy yang dibatasi oleh 222 ayx =+ ,
0,222 ==+ xbyx dan 0=y di mana ba <<0 .
19
Tentukanlah daerah 'R di mana R dipetakan dengan transformasi
,sin,cos θθ ryrx == di mana πθ 20,0 ≤≤>r .
Penyelesaian:
Daerah R yang dibatasi oleh
0=x , 0=y , 222 ayx =+ dan 222 byx =+
pada bidang-xy berupa seperempat lingkaran di mana ba <<0 . Jika
transformasi yang diketahui
,sin,cos θθ ryrx == di mana πθ 20,0 ≤≤>r
ditransformasikan pada 222 ayx =+ dan 222 byx =+ maka akan
didapatkan persamaan dalam bidang- θr sebagai berikut
22
2222
22222
222
)sin(cos)sin()cos(
arar
arrayx
=
=+
=+
=+
θθ
θθ
dan
22
2222
22222
222
)sin(cos)sin()cos(
brbr
brrbyx
=
=+
=+
=+
θθ
θθ
atau berturut-turut dapat dituliskan
ar = dan br = .
20
Untuk persamaan garis 0=x di mana bya ≤≤ dengan adanya
transformasi ,sin,cos θθ ryrx == di mana πθ 20,0 ≤≤>r akan
didapatkan persamaan garis dalam bidang- θr sebagai berikut
2
0cos0cos
πθ
θθ
=
==r
Persamaan garis 2πθ = dalam bidang- θr terletak pada interval garis
bra ≤≤ .
Untuk persamaan garis 0=y di mana bxa ≤≤ dengan adanya
transformasi ,sin,cos θθ ryrx == di mana πθ 20,0 ≤≤>r akan
didapatkan persamaan garis dalam bidang- θr sebagai berikut
00sin0sin
===
θθθr
Persamaan garis 0=θ dalam bidang- θr terletak pada interval garis
bra ≤≤ . Jadi, daerah R dalam bidang-xy yang berupa seperempat
lingkaran dengan adanya transformasi ,sin,cos θθ ryrx == dan
πθ 20,0 ≤≤>r akan berubah menjadi daerah yang lebih sederhana
yaitu persegi panjang pada daerah 'R dalam bidang- θr yang dibatasi oleh
ar = , br = , 2πθ = dan 0=θ pada interval garis bra ≤≤ seperti pada
gambar di bawah ini:
21
C. Fungsi Implisit
Definisi 2.2 (Fungsi Implisit):
Fungsi implisit adalah suatu fungsi di mana variabel bebas dan variabel
tak bebasnya diletakkan pada ruas yang sama, biasanya dinyatakan dalam
bentuk 0),( =yxF .
Suatu bentuk persamaan
0),( =yxF
menentukan y sebagai suatu fungsi dari x, yang ekuivalen dengan
)(xfy = di mana x disebut variabel bebas sedangkan y disebut variabel
tak bebas. Dengan memandang y sebagai fungsi dari x, turunan dari kedua
sisi terhadap x dapat ditentukan. Persamaan dalam bentuk
),,( yxfz =
22
menunjukkan bahwa x dan y adalah variabel bebas dan variabel tak bebas z
adalah suatu fungsi dari kedua variabel bebas x dan y. Bentuk persamaan
),( yxfz = jika dituliskan dalam bentuk implisit menjadi 0),,( =zyxF .
Definisi 2.3 (Turunan Parsial Dua Variabel):
Jika ),,( yxfz = maka turunan parsial dari z terhadap x pada ),( yx
didefinisikan dan ditulis
hyxfyhxf
xz
h
),(),(lim0
−+=
∂∂
→,
di mana y tetap dan limitnya ada.
Turunan parsial dari z terhadap y pada ),( yx didefinisikan dan ditulis
hyxfhyxf
yz
h
),(),(lim0
−+=
∂∂
→,
di mana x tetap dan limitnya ada.
Definisi 2.4 (Turunan Parsial Tiga Variabel):
Jika ),,( zyxfw = adalah suatu fungsi dari tiga variabel x, y, dan z maka
turunan parsial dari w terhadap x pada ),,( zyx didefinisikan dan ditulis
hzyxfzyhxf
xw
h
),,(),,(lim0
−+=
∂∂
→,
di mana y, z tetap dan limitnya ada.
Turunan parsial dari w terhadap y pada ),,( zyx didefinisikan dan ditulis
hzyxfzhyxf
yw
h
),,(),,(lim0
−+=
∂∂
→,
di mana x, z tetap dan limitnya ada.
23
Turunan parsial dari w terhadap z pada ),,( zyx didefinisikan dan ditulis
hzyxfhzyxf
yw
h
),,(),,(lim0
−+=
∂∂
→,
di mana x, y tetap dan limitnya ada.
Contoh 2.4:
Diberikan ,sincos),( yxeyxf xy= tentukan xz ∂∂ / dan yz ∂∂ / .
Penyelesaian:
Misalkan ,sincos),( yxeyxfz xy== maka berdasarkan definisi 2.2
untuk menentukan xz ∂∂ / dengan menganggap y tetap dan yz ∂∂ / dengan
menganggap x tetap akan didapatkan:
)sincos(sin
sin)sin(sincos
xxyye
yxeyxyexz
xy
xyxy
−=
−+=∂∂
)cossin(cos
coscossincos
yyxxe
yxeyxxeyz
xy
xyxy
+=
+=∂∂
Contoh 2.5:
Diberikan )ln(3),( 222 yxxyxyxf ++−= , tentukan xz ∂∂ / dan yz ∂∂ / .
24
Penyelesaian:
Misalkan )ln(3),( 222 yxxyxyxfz ++−== maka berdasarkan definisi
2.2 untuk menentukan xz ∂∂ / dengan menganggap y tetap dan yz ∂∂ /
dengan menganggap x tetap akan diperoleh:
22
22
23
232
yxyy
yz
yxxyx
xz
++−=
∂∂
++−=
∂∂
Contoh 2.6:
Diberikan 23sin),( yxyxxeyxf y +⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−= , tentukan xz ∂∂ / dan yz ∂∂ / .
Penyelesaian:
Misalkan 23sin),( yxyxxeyxfz y +⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−== maka berdasarkan definisi
2.2 untuk menentukan xz ∂∂ / dengan menganggap y tetap dan yz ∂∂ /
dengan menganggap x tetap akan diperoleh
yxyx
yxxe
yz
yxyx
ye
xz
y
y
32
22
2cos
3cos1
+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=
∂∂
+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
∂∂
25
Contoh 2.7:
Diberikan ,222 xzzyyxw −+= tentukan ./,/,/ zwywxw ∂∂∂∂∂∂
Penyelesaian:
Berdasarkan definisi 2.3, penyelesaian untuk menentukan xw ∂∂ / dengan
menganggap y dan z tetap, dengan menganggap x dan z tetap dan
untuk menentukan zw ∂∂ / dengan menganggap x dan y tetap akan
diperoleh
,2 2zxyxw
−=∂∂ ,22 yzx
yw
+=∂∂ dan .23 zxy
zw
−=∂∂
Teorema 2.1 (Aturan Rantai)
Jika ),,( yxfz = ),(tFx = dan ),(tGy = dan jika xz ∂∂ / dan yz ∂∂ /
limitnya ada dan dtdx / dan dtdy / kontinu, maka
dxdy
yz
dtdx
xz
dtdz
⋅∂∂
+⋅∂∂
=
Bukti:
Misalkan bahwa ),,( yxfz = ),(tFx = dan ).(tGy = Ini berarti bahwa z
adalah suatu fungsi dari t dan dapat dituliskan )),(),(( tGtFfz = sehingga
dapat ditentukan turunan untuk z terhadap t. Berdasarkan definisi 2.2
diperoleh:
yw ∂∂ /
26
htGtFfhtGtFf
hhtGtFfhtGhtFf
htGtFfhtGhtFf
dtdz
h
h
))(),(())(),(())(),(())(),((lim
))(),(())(),((lim
0
0
−++
+−++=
−++=
→
→
htGhtG
tGhtGtGtFfhtGtFf
htFhtF
tFhtFhtGtFfhtGhtFf
h
)()()()(
))(),(())(),((
)()()()(
))(),(())(),((lim0
−+−+−+
+
−+−+
+−++=
→
dengan mengganti )()( tFhtFi −+= dan )()( tGhtGj −+= akan
didapatkan
dtdy
yz
dtdx
xz
htGhtG
jyxfjyxf
htFhtF
ijyxfjyixf
htGhtG
jtGtFfjtGtFf
htFhtF
ijtGtFfjtGitFf
dtdz
jih
jih
⋅∂∂
+⋅∂∂
=
−+−++
−++−++=
−+−++
−++−++=
→→→
→→→
)()(),(),(
)()(),(),(lim
)()())(),(())(),((
)()())(),(())(,)((lim
000
000
■
Contoh 2.8:
Jika txyxz sin,22 =+= dan tey = , tentukan ./ dtdz
27
Penyelesaian:
Berdasarkan teorema 2.1 untuk menentukan ./ dtdz adalah
)cos(22cos2
t
t
yetxeytx
dtdy
yz
dtdx
xz
dtdz
+=
⋅+⋅=
∂∂
+∂∂
=
Dengan mengganti tx sin= dan tey = , didapatkan persamaan hasil
tersebut dalam t menjadi
)cos(sin2 2tettdtdz
+=
Teorema 2.2:
Jika ),( yxfz = dan )(xgy = dan jika xz ∂∂ / dan yz ∂∂ / ada dan dxdy /
kontinu, maka
dxdy
yz
xz
dxdz
⋅∂∂
+∂∂
=
Bukti:
Misalkan ),( yxfz = dan ),(xgy = hal ini berarti bahwa z adalah fungsi
dari x dan dapat ditulis ))(,( xgxfz = . Berdasarkan definisi 2.2, turunan
dari z terhadap x adalah:
hxgxfhxgxf
hhxgxfhxghxf
hxgxfhxghxf
dxdz
h
h
))(,()(,())(,()(,(lim
))(,()(,(lim
0
0
−++
+−++=
−++=
→
→
28
hxghxg
xghxgxgxfhxgxf
hxfhxf
xfhxfhxgxfhxghxf
h
)()()()(
))(,()(,(
)()()()(
))(,()(,(lim0
−+⋅
−+−+
+
−+⋅
−++−++
=→
Dengan mengganti )()( xghxgj −+= maka,
dxdy
yz
xz
dxdz
hxghxg
jyxfjyxf
hjyxfjyhxf
hxghxg
jxgxfjxgxf
xfhxfxfhxf
hjxgxfjxghxf
jh
jh
⋅∂∂
+∂∂
=
−+⋅
−++⋅
+−++=
−+⋅
−++
−+−+
⋅+−++
=
→→
→→
)()(),(),(1),(),(lim
)()())(,())(,(
)()()()())(,())(,(lim
00
00
Jadi, terbukti bahwa dxdy
yz
xz
dxdz
⋅∂∂
+∂∂
= ■
Contoh 2.9:
Jika 22 yxyxz ++= dan ,sin xy = tentukan ./ dxdz
Penyelesaian:
Berdasarkan teorema 2.2, maka penyelesaian dxdz / untuk
22 yxyxz ++= dan xy sin= adalah
29
xxxxxxyxyx
dxdy
yz
xz
dxdz
cos)sin2()sin2(cos)2()2(
+++=+++=
⋅∂∂
+∂∂
=
Teorema 2.3:
Jika persamaan 0),( =yxF , xF ∂∂ / dan yF ∂∂ / keduanya ada dan
0/ ≠∂∂ yF maka dxdy / ada dan
yFxF
dxdy
∂∂∂∂
−=//
Bukti:
Berdasarkan teorema 2.2 dengan memisalkan 0),( == yxFz , maka,
0/ =dxdz sehingga
dxdy
yz
xz
dxdy
yz
xz
dxdz
⋅∂∂
+∂∂
=
⋅∂∂
+∂∂
=
0
karena 0/ ≠∂∂ yz , penyelesaian untuk dxdy / adalah
yFxF
yzxz
dxdy
∂∂∂∂
−=∂∂∂∂
−=//
// ■
Contoh 2.10:
Diberikan 422 =+ yx , tentukan dxdy / .
Penyelesaian:
Karena persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk fungsi implisit
04),( 22 =−+= yxyxF
30
Berdasarkan teorema 2.3 penyelesaian untuk dxdy / adalah:
yx
yx
yFxF
dxdy
−=−=∂∂∂∂
−=22
// .
Contoh 2.11:
Diketahui 133 =+ yx , tentukan dxdy / .
Penyelesaian:
Misalkan 01),( 33 =−+= yxyxF , maka 23xxF=
∂∂ dan 23y
yF=
∂∂ .
Jadi, berdasarkan teorema 2.3, penyelesaian untuk dxdy / adalah:
2
2
2
2
33
//
yx
yx
yFxF
dxdy
−=−=∂∂∂∂
−=
karena 0133 =−+ yx dapat dituliskan 3 31 xy −= , maka penyelesaian
untuk dxdy / menjadi
3 23
2
)1(//
xx
yFxF
dxdy
−−=
∂∂∂∂
−= .
Persamaan dalam bentuk
0),,( =zyxF
merupakan fungsi dari tiga buah variabel x, y dan z yang mempunyai
turunan parsial yang kontinu. Misalnya z, sebagai suatu fungsi dari dua
variabel yang lain yaitu
),( yxfz =
maka xz ∂∂ / dan yz ∂∂ / dapat ditentukan.
31
Teorema 2.4:
Jika ,0),,( =zyxF ke tiga turunan parsial dari F ada dan 0/ ≠∂∂ zF ,
maka xz ∂∂ / dan yz ∂∂ / ada dan
zFyF
yz
zFxF
xz
∂∂∂∂
−=∂∂
∂∂∂∂
−=∂∂
//,
//
Bukti:
Andaikan 0),,( =zyxF dan z sebagai suatu fungsi dari dua variabel
lainnya dan ditulis ),( yxfz = maka xz ∂∂ / dan yz ∂∂ / dapat ditentukan.
Turunan dari kedua sisi 0),,( =zyxF terhadap x, jika diketahui bahwa
),( yxfz = dan x dan y adalah variabel bebas maka dapat ditulis
0=∂∂⋅
∂∂
+∂∂⋅
∂∂
+∂∂⋅
∂∂
xz
zF
xy
yF
xx
xF
Tentu saja 1/ =∂∂ xx dan karena x dan y merupakan variabel bebas
sehingga ,0/ =∂∂ xy dan persamaan di atas dapat ditulis dengan:
0=∂∂⋅
∂∂
+∂∂
xz
zF
xF .
Jadi, penyelesaian untuk xz ∂∂ / adalah:
zFxF
xz
∂∂∂∂
−=∂∂
// .
Turunan dari kedua sisi 0),,( =zyxF terhadap y, dengan mengingat
bahwa ),( yxfz = dan x dan y adalah variabel bebas maka:
0=∂∂⋅
∂∂
+∂∂⋅
∂∂
+∂∂⋅
∂∂
yz
zF
yy
yF
yx
xF
32
Karena x dan y merupakan variabel bebas dan 0/ =∂∂ yx dan ,1/ =∂∂ yy
persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
0=∂∂⋅
∂∂
+∂∂
yz
zF
yF .
Jadi, penyelesaian untuk yz ∂∂ / adalah:
zFyF
yz
∂∂∂∂
−=∂∂
// ■
Contoh 2.12:
Diberikan persamaan ,0222 =++ xzzyyx tentukan xz ∂∂ / dan yz ∂∂ / .
Penyelesaian:
Jika ,0),,( 222 =++= xzzyyxzyxF maka menurut teorema 2.4 adalah:
zxyyzx
zFyF
yz
zxyzxy
zFxF
xz
22
//
22
//
2
2
2
2
++
−=∂∂∂∂
−=∂∂
++
−=∂∂∂∂
−=∂∂
Teorema 2.5:
Jika
0),,(0),,(
==
zyxGzyxF
dan jika semua turunan parsial dari dua fungsi ada dan
,0),(),(≠
∂∂
zyGF
Maka dxdy / dan dxdz / keduanya ada dan
33
),(),(),(),(
,
),(),(),(),(
zyGFxyGF
dxdz
zyGFzxGF
dxdy
∂∂∂∂
−=
∂∂∂∂
−=
dimana
zG
yG
zF
yF
zyGF
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
=∂∂
),(),(
Bukti:
Misalkan dua persamaan dalam ,, yx dan z
0),,(0),,(
==
zyxGzyxF
Turunan parsial dari kedua persamaan di atas terhadap x berdasarkan
teorema 2.1 yang merupakan perluasan untuk tiga variabel dapat ditulis
0
,0
=⋅∂∂
+⋅∂∂
+∂∂
=⋅∂∂
+⋅∂∂
+∂∂
dxdz
zG
dxdy
yG
xG
dxdz
zF
dxdy
yF
xF
atau
.
,
xG
dxdz
zG
dxdy
yG
xF
dxdz
zF
dxdy
yF
∂∂
−=⋅∂∂
+⋅∂∂
∂∂
−=⋅∂∂
+⋅∂∂
Jadi, akan diperoleh dua persamaan yang simultan dalam dxdy / dan
dxdz / . Penyelesaian untuk menentukan dxdy / dan dxdz / dengan
menggunakan determinan (aturan Cramer), sehingga
34
zG
yG
zF
yF
zG
xG
zF
xF
zG
yG
zF
yF
zG
xG
zF
xF
dxdy
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−
∂∂
∂∂
−
=
dan
zG
yG
zF
yF
xG
yG
xF
yF
zG
yG
zF
yF
xG
yG
xF
yF
dxdz
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−∂∂
∂∂
−∂∂
=
Untuk
zG
yG
zF
yF
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
determinan ini disebut Jacobian dan ditulis .),(),(
zyGF
∂∂
Jadi, penyelesaian dxdy / dan dxdz / dapat ditulis dengan bentuk
),(),(),(),(
,
),(),(),(),(
zyGFxyGF
dxdz
zyGFzxGF
dxdy
∂∂∂∂
−=
∂∂∂∂
−=
di mana 0),(),(≠
∂∂
zyGF ■
35
Dengan cara yang sama pada teorema 2.5, maka kita dapat menurunkan
empat turunan kemungkinan yang lainnya yaitu dzdy
dzdx
dydz
dydx ,,,
sebagai berikut:
),(),(),(),(
zxGFzyGF
zG
xG
zF
xF
zG
yG
zF
yF
zG
xG
zF
xF
zG
yG
zF
yF
dydx
∂∂∂∂
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−
∂∂
∂∂
−
= , dimana .0),(),(≠
∂∂
zxGF
),(),(),(),(
zxGFyxGF
zG
xG
zF
xF
yG
xG
yF
xF
zG
xG
zF
xF
yG
xG
yF
xF
dydz
∂∂∂∂
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−∂∂
∂∂
−∂∂
= , dimana .0),(),(≠
∂∂
zxGF
),(),(),(),(
yxGFyzGF
yG
xG
yF
xF
yG
zG
yF
zF
yG
xG
yF
xF
yG
zG
yF
zF
dzdx
∂∂∂∂
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−
∂∂
∂∂
−
= , dimana .0),(),(≠
∂∂
yxGF
36
),(),(),(),(
yxGFzxGF
yG
xG
yF
xF
zG
xG
zF
xF
yG
xG
yF
xF
zG
xG
zF
xF
dzdy
∂∂∂∂
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−∂∂
∂∂
−∂∂
= , dimana .0),(),(≠
∂∂
yxGF
Dengan adanya dua persamaan implisit dalam tiga variabel ,, yx dan z
maka kita dapat menentukan mana yang akan menjadi variabel bebas dan
variabel tak bebas dari persamaan tersebut. Misalnya, kita memilih x
sebagai variabel tak bebas maka y dan z sebagai variabel bebas, jika y
sebagai variabel tak bebas maka x dan z sebagai variabel bebas, dan jika z
sebagai variabel tak bebas maka x dan y sebagai variabel bebas sehingga
terdapat enam kemungkinan turunan fungsi implisit yang terjadi.
Contoh 2.13:
Diberikan 4222 =++ zyx dan 1=xyz , tentukan dxdy / .
Penyelesaian:
Misalkan F dan G fungsi implisit dari dua persamaan di atas dan ditulis
0104222
=−==−++=
xyzGzyxF
Untuk menentukan turunan dxdy / dari dua persamaan di atas, maka dapat
ditentukan turunan dari kedua fungsi F dan G terhadap x sebagai berikut
37
0
,0
=⋅∂∂
+⋅∂∂
+∂∂
=⋅∂∂
+⋅∂∂
+∂∂
dxdz
zG
dxdy
yG
xG
dxdz
zF
dxdy
yF
xF
atau
.
,
xG
dxdz
zG
dxdy
yG
xF
dxdz
zF
dxdy
yF
∂∂
−=⋅∂∂
+⋅∂∂
∂∂
−=⋅∂∂
+⋅∂∂
Berdasarkan teorema 2.5 penyelesaian untuk menentukan dxdy / dengan
menggunakan aturan Cramer sebagai berikut
xyxzzy
xyyzzx
zG
yG
zF
yF
zG
xG
zF
xF
zyGFzxGF
dxdy
22
22
),(),(),(),(
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂∂∂
−=
)()(
2222
22
22
22
22
zyxzxyxzxyyzyx
−−
−=
−−
−=
dimana .0)( 22 ≠−zyx
Dengan langkah yang sama seperti di atas maka penyelesaian untuk
menentukan dxdz / adalah:
38
xyxzzy
yzxzxy
zG
yG
zF
yF
xG
yG
xF
yF
zyGFxyGF
dxdz
22
22
),(),(),(),(
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂∂∂
−=
)()(
2222
22
22
22
22
zyxxyzxzxy
zxzy
−−
−=
−−
−=
dimana .0)( 22 ≠−zyx
Selain itu, kita dapat menentukan empat kemungkinan turunan lainnya
yaitu dzdy
dzdx
dydz
dydx ,,, .
Penyelesaian untuk menentukan dydx / adalah
xyyzzx
xyxzzy
zG
xG
zF
xF
zG
yG
zF
yF
zxGFzyGF
dydx
22
22
),(),(),(),(
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂∂∂
−=
)()(
2222
22
22
22
22
zxyxyxyzyxxzxy
−−
−=
−−
−=
dimana .0)( 22 ≠−zxy
39
Penyelesaian untuk menentukan dydz / adalah
)()(
2222
22
22
),(),(),(),(
22
22
22
22
zxyyxzyzyx
zyzx
xyyzzx
xzyzyx
zG
xG
zF
xF
yG
xG
yF
xF
zxGFyxGF
dydz
−−
−=
−−
−=
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂∂∂
−=
dimana .0)( 22 ≠−zxy
Penyelesaian untuk menentukan dzdx / adalah
xzyzyx
xzxyyz
yG
xG
yF
xF
yG
zG
yF
zF
yxGFyzGF
dzdx
22
22
),(),(),(),(
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂∂∂
−=
)()(
2222
22
22
22
22
yxzyzx
zyzxxyxz
−−
−=
−−
−=
dimana .0)( 22 ≠−yxz
40
Penyelesaian untuk menentukan dzdy / adalah
)()(
2222
22
22
),(),(),(),(
22
22
22
22
yxzzxy
zyzxyzyx
xzyzyx
xyyzzx
yG
xG
yF
xF
zG
xG
zF
xF
yxGFzxGF
dzdy
−−
−=
−−
−=
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
−=
∂∂∂∂
−=
dimana .0)( 22 ≠−yxz
41
BAB III
INTEGRAL LIPAT
Pada bab ini, kita menganggap bahwa integral dari fungsi dua variabel
, merupakan daerah pada bidang dan integral dari fungsi tiga variabel
, , merupakan daerah pada ruang. Integral dari fungsi dua variabel atau
integral dari fungsi tiga variabel disebut integral lipat dan didefinisikan sebagai
limit dari jumlah Riemann. Selain itu, akan dibicarakan juga mengenai
transformasi koordinat pada variabel integrasi dengan memperkenalkan
determinan Jacobi. Determinan Jacobi digunakan sebagai upaya untuk
mempermudah perhitungan pada integral lipat.
A. Integral Lipat Dua
Integral untuk fungsi satu variabel dapat diperluas menjadi fungsi
dengan beberapa variabel. Misalnya, integral untuk fungsi dengan dua
variabel disebut integral lipat dua sedangkan integral untuk fungsi dengan
tiga variabel disebut integral lipat tiga. Untuk integral lipat dua dari fungsi
dengan dua variabel, batasannya adalah bahwa fungsi dua variabel tersebut
terdefinisi pada suatu daerah tertutup di . Daerah tertutup paling sederhana
di adalah persegi panjang tertutup. Misalkan R adalah sebuah persegi
panjang tertutup dengan sisi-sisi sejajar dengan sumbu-sumbu koordinat yaitu
},|),{( dycbxayxR ≤≤≤≤=
42
Untuk menetapkan integral lipat dua diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut. Bentuklah sebuah partisi P dari R yang membentuk garis-garis
yang sejajar dengan sumbu-x dan sumbu-y seperti pada gambar 3.1.
Pembuatan partisi ini membagi R menjadi persegi panjang-persegi panjang
yang lebih kecil sebanyak n dan dinotasikan dengan kR di mana
.,...,2,1 nk = Misalkan bagian persegi panjang kR mempunyai panjang
kxΔ dan lebar kyΔ maka luas daerah persegi panjang kR adalah
kkk yxA ΔΔ=Δ .
Panjang diagonal terpanjang dari kR yang dilambangkan dengan P
disebut norma partisi P, dengan kata lain { }kAmaksP Δ= . Untuk setiap
kR di mana nk ,...,2,1= pada daerah ,R jika diambil sebarang titik
),( kk yx di kR maka kita dapat mendefinisikan integral lipat dua dengan
menggunakan penjumlahan Riemann.
Gambar 3.1
43
Definisi 3.1: (Jumlah Riemann)
Misalkan f fungsi dua variabel yang didefinisikan pada daerah R dan
misalkan },,2,1:{ nkRP k L== adalah partisi dalam R. Bentuk
penjumlahan Riemann f untuk P adalah
∑=
Δn
kkkk Ayxf
1),(
di mana ),( kk yx pada kR dan kAΔ adalah luas dari .kR
Definisi 3.2: (Integral Lipat Dua)
Misalkan f adalah fungsi dengan dua variabel yang didefinisikan pada
sebuah persegi panjang tertutup R. Jika
∑=
→Δ
n
kkkkP
Ayxf10
),(lim
ada, maka f dapat diintegralkan di R. Integral lipat dua dari f atas R
dinyatakan dengan ∫∫R
dAyxf ),( sehingga
∑∫∫=
→Δ=
n
kkkkP
R
AyxfdAyxf10
),(lim),(
Integral lipat dua pada koordinat Cartesius atas daerah R dapat dihitung
dengan menggunakan integral berulang. Misalkan R merupakan daerah
persegi panjang dengan batas },|),{( dycbxayxR ≤≤≤≤= maka
integral lipat dua dari fungsi , pada daerah R adalah
∫ ∫∫∫ ∫ ∫ ==b
a
d
cR
d
c
b
a
dxdyyxfdydxyxfdAyxf ),(),(),(
44
Dalam koordinat Cartesius, atau .
Contoh 3.1:
Hitung integral lipat dua berikut ini
dAyxR
)2( 22 +∫∫
dimana }40,60|),{( ≤≤≤≤= yxyxR
Penyelesaian:
Dengan menggunakan integral berulang, perhitungan integral tersebut
adalah:
{ }
544256288
)4(4)4(72
472
)1272(
123
216
23
)2()2(
3
4
0
3
4
0
2
4
0
2
4
0
6
0
23
4
0
6
0
2222
|
|
=+=
+=
+=
+=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+=+
∫
∫
∫
∫ ∫∫∫
yy
dyy
dyy
dyxyx
dydxyxdAyxR
Contoh 3.2
Hitung integral lipat dua ∫∫ −R
dAyx )32( 2 , dimana R daerah di bidang xoy
pada koordinat Cartesius yang memuat titik-titik ),( yx dengan 21 ≤≤− x
dan 31 ≤≤ y .
45
Penyelesaian:
Integral lipat dua pada koodinat Cartesius dengan menggunakan integral
berulang dapat dihitung sebagai berikut
( )
243612
296
28118
296
96
3326
316
33
2
)32(
)32()32(
3
1
2
3
1
3
1
2
1
3
1
3
3
1
2
1
2
3
1
2
1
22
−=−=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−=
−=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +−
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−=
−=−
∫
∫
∫
∫ ∫
∫ ∫∫∫
−
−
−
yy
dyy
dyyy
dyxyx
dydxyx
dydxyxdAyxR
B. Integral Lipat Tiga
Perluasan integral lipat dua menjadi integral lipat tiga serupa
seperti perluasan integral lipat satu menjadi integral lipat dua. Sebuah
fungsi f tiga variabel x, y, dan z yang didefinisikan atas daerah B yang
berbentuk kotak dengan sisi-sisi sejajar bidang koordinat (gambar 3.3).
Untuk menetapkan integral lipat tiga diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut. Bentuklah sebuah partisi P dari B dengan melewatkan bidang-
bidang melalui B sejajar dengan bidang koordinat, sehingga memotong B
46
menjadi kotak-kotak yang lebih kecil misalnya nBBB ,,, 21 K . Pilih
( )kkk zyx ,, suatu titik sembarang pada kotak kB yang ditunjukkan pada
gambar di bawah ini
Jika ( )kkk zyx ,, adalah suatu titik di dalam kB , maka penjumlahan
∑=
Δn
kkkkk Vzyxf
1
),,(
disebut suatu penjumlahan Riemann f untuk P di mana kkkk zyxV ΔΔΔ=Δ
adalah volume kB . Jika limit tersebut ada maka limit tersebut disebut
integral lipat tiga f atas B dan dinyatakan dengan
∫∫∫ ∑=
→Δ=
B
n
kkkkkP
VzyxfdVzyxf10
),,(lim),,(
Integral lipat tiga pada koodinat Cartesius atas daerah B yang dibatasi oleh
},,|),,{( lzkdycbxazyxB ≤≤≤≤≤≤= dapat juga ditunjukkan
dengan integral berulang sebagai berikut
Gambar 3.3
47
∫∫∫ ∫ ∫ ∫=B
l
k
d
c
b
a
dzdydxzyxfdVzyxf ),,(),,(
berarti bahwa , , diintegralkan pertama kali terhadap x dengan
menganggap y dan z konstan, kemudian hasilnya diintegralkan terhadap y
dengan menganggap z konstan dan akhirnya hasil yang terakhir
diintegralkan terhadap z.
Contoh 3.3:
Hitunglah ∫∫∫Q
dVzxy 233 dimana
}20,41,31|),,{( ≤≤≤≤≤≤−= zyxzyxQ
Penyelesaian:
Integral lipat tiga pada koodinat Cartesius atas daerah Q yang dibatasi oleh
}20,41,31|),,{( ≤≤≤≤≤≤−= zyxzyxQ dapat dihitung dengan
menggunakan integral berulang sebagai berikut:
]
]
( )
]4144
4
1
33
4
1
31
32
4
1
3
1
3
4
1
3
1
20
33
4
1
3
1
2
0
2323
9
436
4
8
33
yy
dyyy
dyyx
dydxxy
dydxzxy
dydxdzzxydVzxyQ
−=
−=
=
=
=
=
∫
∫
∫ ∫
∫ ∫
∫ ∫ ∫∫∫∫
−
−
−
−
48
]
204082048
8 41
4
=−=
= y
Contoh 3.4:
Hitunglah integral lipat tiga ∫∫∫B
dVxyz 2 , dengan B adalah kotak segiempat
yang diberikan oleh }30,21,10|),,{( ≤≤≤≤−≤≤= zyxzyxB
Penyelesaian:
Integral lipat tiga pada koodinat Cartesius atas daerah B yang dibatasi oleh
}30,21,10|),,{( ≤≤≤≤−≤≤= zyxzyxB dapat dihitung dengan
menggunakan integral berulang sebagai berikut:
dzz
dzzz
dzzy
dzdyyz
dzdyyzx
dzdydxxyzdVxyzB
∫
∫
∫
∫ ∫
∫ ∫
∫ ∫ ∫∫∫∫
=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
=
−
−
−
−
3
0
2
3
0
22
2
1
3
0
22
3
0
2
1
2
1
0
3
0
2
1
22
3
0
2
1
1
0
22
43
444
4
2
2
49
427
4
3
0
3
=
⎥⎦
⎤=
z
C. Determinan Jacobi pada Integral Lipat
Dalam menghitung integral lipat pada suatu daerah R seringkali
dipergunakan sistem koordinat yang lain selain sistem koordinat Cartesius.
Kadang-kadang perhitungan integral lipat dua dalam koordinat Cartesius
membutuhkan perhitungan yang rumit. Oleh karena itu, untuk lebih
menyederhanakan perhitungan pada integral lipat dua kita dapat
mentransformasikan koordinat Cartesius ke dalam koordinat kutub.
Transformasi koordinat dilakukan dengan menggunakan teorema Green.
Transformasi dengan menggunakan teorema Green ini penting karena
dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan perhitungan integral
dengan lebih mudah.
Teorema 3.1: (Teorema Green)
Misalkan R adalah suatu domain dalam bidang-xy dan misalkan C kurva
tertutup sederhana di R yang berlawanan dengan arah jarum jam. Jika M
dan N adalah fungsi-fungsi kontinu dan mempunyai turunan parsial
pertama yang kontinu di R, maka
50
Bukti:
Misalkan , dan , , teorema ini akan dibuktikan
untuk daerah R dalam batas
, : ,
dan
, : ,
seperti terlihat pada gambar berikut ini
Pokok masalah yang harus dibuktikan adalah memperlihatkan bahwa
(3.1)
atau
(3.2)
Untuk membuktikan persamaan (3.1), pandang R sebagai daerah dengan
batas-batas , : , dan misalkan
dan adalah kurva-kurva batas atas dan batas bawah seperti pada
gambar dibawah ini
51
sehingga
∫∫
∫∫
∫∫
∫ ∫
−=
+=
+=
=
b
a
b
a
a
b
b
a
CC
C C
dxyxfdxyxf
dxyxfdxyxf
dxyxfdxyxf
dxyxfdxM
),(),(
),(),(
),(),(
),(
21
Dengan memisalkan sehingga parameter dan dinyatakan oleh
: ,
: ,
maka,
∫∫
∫∫
∫∫∫
−=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=
−=
b
a
b
a
b
a
b
a
b
a
b
aC
dttgtfdttgtf
dtdtdxtgtfdt
dtdxtgtf
dxyxfdxyxfdxM
))(,())(,(
))(,())(,(
),(),(
21
21
52
[ ]
[ ]
dtdyyf
dtytf
dttgtftgtf
b
a
tg
tg
b
a
tgytgy
b
a
∫ ∫
∫
∫
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
∂∂
−=
−=
−−=
==
)(
)(
)()(
12
2
1
2
1),(
))(,())(,(
karena , maka
∫∫
∫∫
∫ ∫
∫ ∫
∂∂
−=
∂∂
−=
∂∂
−=
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
∂∂
−=
R
R
b
a
xg
xg
b
a
xg
xg
dAy
M
dAyf
dxdyyf
dxdyyf
)(
)(
)(
)(
2
1
2
1
Dengan cara yang sama, untuk membuktikan persamaan (3.2) pandang R
sebagai daerah dengan batas-batas
, : ,
dan misalkan dan adalah kurva-kurva batas atas dan batas bawah
seperti pada gambar di bawah ini
53
sehingga,
∫∫
∫ ∫+=
=
21
),(),(
),(
CC
C C
dyyxgdyyxg
dyyxgdyN
∫∫
∫∫
+−=
+=
d
c
d
c
d
c
c
d
dyyxgdyyxg
dyyxgdyyxg
),(),(
),(),(
Dengan memisalkan sehingga parameter dan dinyatakan oleh
: ,
: ,
maka,
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )[ ]
[ ]
dtdxxg
dttxg
dttthgtthg
dttthgdttthg
dtdtdytthgdt
dtdytthg
dtdtdytthgdt
dtdytthgdyN
d
c
th
th
d
c
thxthx
d
c
d
c
d
c
d
c
d
c
d
c
d
cC
∫ ∫
∫
∫
∫∫
∫∫
∫∫∫
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
∂∂
=
=
−=
−=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛−=
==
)(
)(
)()(
12
12
12
21
2
1
2
1),(
),(),(
),(),(
),(),(
),(),(
karena , maka
54
dydxxg
dydxxg
d
c
th
th
d
c
th
th
∫ ∫
∫ ∫
∂∂
=
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
∂∂
=
)(
)(
)(
)(
2
1
2
1
∫∫
∫∫
∂∂
=
∂∂
=
R
R
dAxN
dAxg
Jadi terbukti bahwa
Perhitungan integral lipat dua atau integral lipat tiga melalui suatu
transformasi koordinat dilakukan dengan menggunakan penggantian
variabel (substitusi). Penggantian variabel dalam integral lipat dua
∫∫R
dAyxf ),( misalkan dengan menggunakan persamaan
),(),,( vugyvufx == (3.3)
dimana f dan g mempunyai turunan parsial pertama yang kontinu.
Persamaan (3.3) merupakan suatu transformasi koordinat T dari bidang-uv
ke bidang-xy. Jika kita menggunakan persamaan (3.3) untuk mengganti x
dan y pada integral lipat dua maka pengintegralan menjadi fungsi dari u
dan v. Tujuan dari transformasi koordinat ini adalah untuk menemukan
daerah S pada bidang-uv yang dipetakan dari R di bawah T seperti
diilustrasikan pada gambar berikut sedemikian sehingga
55
, , , , .
Untuk merubah variabel pada integral lipat dua memerlukan perkiraan
pembatasan yang cocok pada daerah dan fungsi yang terjadi. Fungsi u dan
v diperkenalkan pada definisi berikut ini yang akan digunakan dalam
proses pergantian variabel.
Definisi 3.3: (determinan Jacobi atau Jacobian)
Jika ),(),,( vugyvufx == maka determinan Jacobi dari x dan y
terhadap u dan v, dinotasikan dengan ),(/),( vuyx ∂∂ adalah
uy
vx
vy
ux
vy
uy
vx
ux
vuyxvuJ
∂∂
∂∂
−∂∂
∂∂
=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
=∂∂
=),(),(),(
Melalui transformasi koordinat dengan menggunakan penggantian
variabel dan determinan Jacobi pada definisi 3.3 maka didapatkan teorema
berikut ini.
R (x,y) .
S . (u,v)
C K
y v
x u
T
56
Teorema 3.2:
Jika ),(),,( vugyvufx == adalah transformasi koordinat, maka
∫∫∫∫ ∂∂
=SR
dudvvuyxvugvufFdxdyyxF),(),()),(),,((),(
Bukti:
Kita mulai dengan memisalkan , sedemikian sehingga / .
Melalui teorema 3.1 dengan memisalkan didapatkan
)4.3(),(
)],([),(
∫
∫
∫∫
∫∫∫∫
=
=
∂∂
=
∂∂
=
C
C
R
RR
dyyxG
dyN
dxdyxN
dxdyyxGx
dxdyyxF
Misalkan kurva K pada bidang-uv diberikan parameter dengan
, , dimana .
,
melalui transformasi koordinat dengan persamaan
, dan , ,
persamaan parameter untuk kurva C pada bidang-xy menjadi
, ,
, , (3.5)
57
dimana . Oleh karena itu, penyelesaian integral garis
∫C
dyyxG ),( pada persamaan (3.4) dengan penggantian khusus untuk x dan
y. Untuk menyederhanakan notasi dengan memisalkan
, , , .
Dengan menerapkan aturan rantai untuk y pada persamaan (3.5)
didapatkan
.
Akibatnya,
∫
∫∫
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ Ψ
∂∂
+∂∂
=
=
b
a
CC
dttvyt
uytG
dtdtdytGdyyxG
)(')(')(
)(),(
ϕ
karena dan , kita dapat memandang integral
garis pada kurva C sebagai integral garis yang mengelilingi kurva K pada
bidang-uv. Jadi,
[ ]
[ ]
)6.3(
),(),,(
)(')('))(),(()),(),((
)(')(')(),(
∫
∫
∫
∫∫
∂∂
+∂∂
=
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
∂∂
+∂∂
=
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ Ψ
∂∂
+∂∂
ΨΨ=
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ Ψ
∂∂
+∂∂
=
K
K
b
a
b
aC
dvvyGdu
uyG
dvvydu
uyvugvufG
dttvyt
uyttgttfG
dttvyt
uytGdyyxG
ϕϕϕ
ϕ
58
di mana G sebagai suatu singkatan dari [ ]),(),,( vugvufG . Integral garis
pada sisi sebelah kanan dari persamaan (3.6) dapat ditulis dalam bentuk
dimana uyGM∂∂
= dan .vyGN∂∂
=
Dengan menggunakan teorema 3.1, didapatkan
dvduuy
vy
vy
uy
yG
uy
vx
vy
ux
xG
dvduuy
vy
yG
vx
xG
vy
uy
yG
ux
xG
dvduuy
vG
vy
uG
dvduuy
vG
uvyG
vy
uG
vuyG
dvduv
MuNdvNduM
S
S
S
S
K S
∫∫
∫∫
∫∫
∫∫
∫ ∫∫
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
∂∂
−∂∂
∂∂
∂∂
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
∂∂
−∂∂
∂∂
∂∂
=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∂∂
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
∂∂
+∂∂
∂∂
−∂∂
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
∂∂
+∂∂
∂∂
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
∂∂
−∂∂
∂∂
=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
∂∂
+∂∂
∂−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
∂∂
+∂∂
∂=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
−∂∂
=+
22
dvduuy
vx
vy
ux
xG
dvduyG
uy
vx
vy
ux
xG
S
S
∫∫
∫∫
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
∂∂
−∂∂
∂∂
∂∂
=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∂∂
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
∂∂
−∂∂
∂∂
∂∂
= )0(
karena / , dan dengan menggunakan definisi 3.3 diperoleh
( )
( ) dvduvuyxvugvufF
dvduvuyxyxFdvNduM
S
SK
∫∫
∫∫∫
∂∂
=
∂∂
=+
),(),(),(),,(
),(),(,
Dengan mengkombinasikan persamaan (3.4) dan (3.6) terbukti bahwa
∫∫∫∫ ∂∂
=SR
dudvvuyxvugvufFdxdyyxF),(),()),(),,((),( ▪
59
Contoh 3.5:
Gunakan toerema 3.2 untuk mendapatkan penyelesaian bentuk untuk
koordinat kutub
∫∫∫∫ =SR
ddrrrrfdAyxf θθθ )sin,cos(),(
Penyelesaian:
Pada koordinat kutub, kita mempunyai r dan sebagai pengganti u dan v.
Suatu cara untuk mengubah integral pada koordinat Cartesius
∫∫R
dAyxf ),( ke integral pada koordinat kutub melalui dua langkah.
Pertama, mengganti variabel x dan y menjadi fungsi dari r dan .
Misalkan , merupakan titik pada koordinat Cartesius maka dalam
koordinat kutub didapatkan hubungan
cos dan sin (3.7)
Kemudian langkah kedua, pada persamaan (3.7) dengan menggunakan
definisi 3.3 didapatkan
rrrrr
yry
xrx
ryxrJ =+=
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
=∂∂
= )sin(coscossinsincos
),(),(),( 22 θθ
θθθθ
θ
θθ
θ
Dalam koordinat Cartesius atau sedangkan dalam
koordinat kutub menjadi | , | atau | , | .
Jadi, dengan menggunakan teorema 3.2, perubahan variabel dari koordinat
Cartesius ke koordinat kutub dituliskan sebagai berikut
60
∫∫
∫∫∫∫=
∂∂
=
S
SR
ddrrrrf
ddrr
yxrrfdAyxf
θθθ
θθ
θθ
)sin,cos(
),(),()sin,cos(),(
dimana S merupakan daerah integrasi pada koordinat kutub.
Contoh 3.6:
Hitunglah
dimana R adalah daerah berbentuk setengah lingkaran yang dibatasi oleh
garis x dan kurva √1 seperti pada gambar berikut ini
x
y
)0,1()0,1(−
21 xy −=11=r
0=θπθ =
bidang-
Penyelesaian:
Pada koordinat Cartesius bidang-xy, perhitungan integral tersebut susah
untuk diintegralkan sehingga dibutuhkan transformasi koordinat ke
koordinat kutub dengan menggunakan persamaan
61
cos , sin dan
sehingga dengan adanya penggantian variabel tersebut didapatkan
determinan Jacobi sebagai berikut
rrrrr
yry
xrx
ryxrJ =+=
−=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
=∂∂
= )sin(coscossinsincos
),(),(),( 22 θθ
θθθθ
θ
θθ
θ
Daerah setengah lingkaran pada koordinat Cartesius untuk titik (-1,0) dan
(1,0) sesuai dengan 0 dan pada koordinat kutub bidang- .
Selain itu, karena , maka √1 pada koordinat
Cartesius sesuai dengan 1 pada koordinat kutub bidang- . Batas-
batas koordinat kutub bidang- digambarkan sebagai berikut dengan
0 dan 0 1
bidang-
sehingga, perhitungan integral lipat di atas dengan batas 0 dan
0 1 pada bidang menjadi
62
∫
∫
∫ ∫
∫ ∫∫∫
−=
⎥⎦⎤=
=
=+
π
π
π
π
θ
θ
θ
θθ
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
)1(21
21
),(
2
2
222
de
de
ddrre
ddrrJedAe
r
r
r
R
yx
)1(2
)1(21
0
−=
⎥⎦⎤−=
e
e
π
θπ
Jadi, melalui transformasi perubahan variabel dari koordinat Cartesius ke
koordinat kutub dan dengan adanya determinan Jacobi maka perhitungan
integral lipat dua yang rumit akan lebih mudah untuk diintegralkan.
Contoh 3.7:
Hitung dydxyxD∫ ∫ + 22 , dimana D adalah daerah dalam bidang-xy yang
dibatasi oleh x2 + y2 = 4 dan x2 + y2 = 9.
Penyelesaian:
Batas daerah D pada koordinat Cartesius bidang-xy yang dibatasi oleh
4 dan 9 bila dinyatakan dalam gambar akan
berbentuk suatu lingkaran. Untuk mempermudah perhitungan kita
menyatakan dalam koordinat kutub , . Transformasi dari
koordinat Cartesius ke koordinat kutub memberikan persamaan
63
θθ sin,cos ryrx ==
sehingga x2 + y2 = r2. Dengan menggunakan transformasi ini, daerah D
pada bidang-xy akan ditransformasikan menjadi daerah S pada bidang- .
Lingkaran dengan batas x2 + y2 = 4 memiliki jari-jari 2 dan lingkaran
dengan batas x2 + y2 = 9 memiliki jari-jari 3. Determinan Jacobi dari
transformasi berdasarkan definisi 3.3 dapat dituliskan
rrrrr
yry
xrx
rJ =+=−
=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
= )sin(coscossinsincos
),( 22 θθθθθθ
θ
θθ
Melalui penggantian variabel dari koordinat Cartesius pada bidang-xy ke
koordinat kutub pada bidang- maka akan membentuk persegi panjang
yang dibatasi oleh 2, 3, dan 0, 2 . Jadi,
perhitungan integral lipat dua dengan menggunakan teorema 3.2
didapatkan
∫
∫
∫
∫ ∫
∫ ∫
∫ ∫∫∫
=
−=
⎥⎦⎤=
=
⋅=
=+
π
π
π
π
θ
θ
θ
θ
θ
θθ
2
0
32
0
3
3
2
2
0
3
2
0
3
2
2
22
319
)23(31
31
),(
d
d
dr
ddrr
ddrrr
ddrrJrdydxyx
S
SD
64
D
0 2 3 x 2π
π
0 1 2 3 r
S
θ y
Bidang-xy Bidang-rθ
( )
338
023
193
19 2
0
π
π
θπ
=
−=
⎥⎦⎤=
Jadi, melalui transformasi koordinat dengan perubahan variabel dari
koordinat Cartesius ke koordinat kutub dan dengan adanya determinan
Jacobi maka perhitungan integral lipat dua yang rumit akan lebih mudah
untuk diintegralkan. Transformasi koordinat dari koordinat Cartesius ke
koordinat kutub dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalam perhitungan integral lipat tiga dari fungsi tiga variabel
seringkali dijumpai juga kesulitan dalam pengintegralan. Untuk itu,
diperlukan transformasi dari koordinat Cartesius ke dalam koordinat
tabung atau ke koordinat bola. Untuk mentransformasikan integral dari
koordinat Cartesius ke dalam koordinat tabung atau ke koordinat bola
65
diperlukan juga metode determinan Jacobi. Misalkan transformasi integral
lipat tiga dengan persamaan
, , , , , , , ,
maka determinan Jacobi dapat didefinisikan sebagai berikut:
Definisi 3.5:
Jika , , , , , , dan , , , maka
determinan Jacobi , , dan z terhadap , , dan w, dinyatakan dengan
),,(),,(),,(
wvuzyx
wz
vz
uz
wy
vy
uy
wx
vx
ux
wvuJ∂∂
=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
=
Transformasi koordinat pada integral lipat dua dalam teorema 3.2 dapat
diperluas untuk integral lipat tiga dan dinyatakan pada teorema berikut ini:
Teorema 3.3:
Misalkan bahwa daerah S pada bidang-uvw ditransformasikan ke daerah R
pada bidang-xyz dengan transformasi T satu satu dan ditentukan dengan
, , , , , , , , , dimana , dan
mempu-nyai turunan parsial pertama yang kontinu pada S. Jika f kontinu
pada R dan determinan Jacobi ),,(),,(
wvuzyx
∂∂ tidak nol pada S, maka
66
∫∫∫∫∫∫ ∂∂
=SR
dudvdwwvuzyxwvuhwvugwvufFdVzyxF),,(),,()},,(),,,(),,,({),,(
Pada teorema 3.3 tidak dibuktikan karena pembuktian teorema 3.3 sejalan
dengan teorema 3.2.
Contoh 3.8:
Gunakan teorema 3.3 untuk mengubah penyelesaian integral lipat tiga
pada koordinat tabung:
∫∫∫∫∫∫ =GB
dzddrrzrrfdVzyxf θθθ ),sin,cos(),,(
Penyelesaian:
Pada koordinat tabung, kita mempunyai , , dan z untuk menggantikan
, , dan w. Misalnya daerah B pada bidang-xyz adalah peta dari daerah G
pada bidang- di bawah transformasi T yang dinyatakan sebagai
perubahan variabel ke koordinat tabung dengan persamaan yaitu
zzryrx === ,sin,cos θθ
Determinan Jacobi dari transformasi tersebut adalah
rr
rr
rr
zrzyxzrJ
=+=
+=
−=
∂∂
=
)sin(cossincos
1000cossin0sincos
),,(),,(),,(
22
22
θθ
θθ
θθθθ
θθ
67
Jadi, penyelesaian integral lipat tiga dari koordinat Cartesius ke dalam
koordinat tabung berdasarkan teorema 3.3 dinyatakan sebagai berikut
zdddrrzrrf
dzddrzrzyxzrrfdVzyxf
z
z
rr
rr
B G
∫ ∫ ∫
∫∫∫ ∫∫∫
=
∂∂
=
2
1
2
1
2
1
)(
)(
),(
),(
),sin,cos(
),,(),,(),sin,cos(),,(
θθ
θθ
θ
θ
θθθ
θθ
θθ
Contoh 3.9:
Hitunglah integral lipat tiga xddydzyxx yx
yx∫ ∫ ∫
− −−
+
+1
0
1
0
22/322
2 22
22
)( dengan
menggunakan koordinat tabung.
Penyelesaian:
Penyelesaian integral tersebut sangat rumit bila diselesaikan dengan
menggunakan koordinat Cartesius sehingga kita dapat mentransformasikan
ke dalam koordinat tabung dengan menggunakan persamaan
zzryrx === ,sin,cos θθ
Determinan Jacobi dari transformasi tersebut adalah
1000cossin0sincos
),,(),,(),,(
θθθθ
θθ
rr
zrzyxzrJ
−=
∂∂
=
rr
rr
=+=
+=
)sin(cossincos
22
22
θθ
θθ
68
Dari persamaan θθ sin,cos ryrx == didapatkan 222 ryx =+ sehingga
pada koordinat Cartesius batas 222 yxz −−= akan menjadi 22 rz −=
pada koordinat tabung. Jadi, untuk setiap nilai r dan tetap, nilai z akan
berubah-ubah dari 2r sampai 22 r− . Batas untuk 21 xy −= pada
koordinat Cartesius dapat dituliskan 122 =+ yx sehingga pada koordinat
tabung dapat dinyatakan 1=r . Jadi, untuk setiap nilai dan z tetap, pada
koordinat tabung nilai r berubah-ubah dari 0 sampai 1. Karena pada
koordinat Cartesius r berubah-ubah dari 0 sampai 1 maka nilai akan
berubah-ubah dari 0 sampai . Jadi, perhitungan integral lipat tiga ke
dalam koordinat tabung dapat dituliskan sebagai berikut:
]
θ
θ
θ
θ
θ
θ
θ
θθ
π
π
π
π
π
π
π
π
d
drr
ddrrr
ddrrr
ddrrr
ddrr
ddrdzrr
ddrdzzrzyxrxddydzyx
z r
r
r
r
r
r
x yx
yx
∫
∫
∫ ∫
∫ ∫
∫ ∫
∫ ∫
∫ ∫ ∫
∫ ∫ ∫∫ ∫ ∫
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
−=
−=
−=
=
=
∂∂
=+
−
−
−− −−
+
2/
0
2/
0
1
0
75
2/
0
1
0
64
42/
0
1
0
2
42/
0
1
0
2
42/
0
1
0
2
2/
0
1
0
23
2/
0
1
0
22/32
1
0
1
0
22/322
71
512
752
)(2
)1(2
)22(
)(
),,(),,()()(
2
2
2
2
2
2
2 22
22
69
352
0235
4354
3522
] 2/
0
2/
0
π
π
θ
θ π
π
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
=
= ∫ d
Jadi, dengan adanya transformasi koordinat dari koordinat Cartesius ke
koordinat tabung akan diperoleh perhitungan integral lipat tiga yang lebih
sederhana.
Contoh 3.10:
Gunakan teorema 3.3 untuk pengubah penyelesaian integral lipat tiga pada
koordinat bola:
∫∫∫ ∫∫∫=B G
dddfdVzyxf θφρφρφρθφρθφρ sin)cos,sinsin,cossin(),,( 2
Penyelesaian:
Pada koordinat bola, kita mempunyai , , dan untuk menggantikan
, , dan w. Misalnya daerah B pada bidang-xyz adalah peta dari daerah G
pada bidang- di bawah transformasi T yang dinyatakan sebagai
perubahan variabel ke koordinat bola dengan persamaan yaitu
φρθφρθφρ
cossinsincossin
===
zyx
Determinan Jacobi dari transformasi tersebut adalah
70
φρ
φφφρ
θθφρθθφφρ
φρθφρθφφρθφφρ
θφρθφρφρ
θφφρθφφρφ
θφρθφθφρθφ
φρθφρθφρθφρθφρ
φ
φρφθφρθφρθφθφρθφρθφ
θφρ
sin)sin(cossin
)sin(cossin)sin(cossincossinsincossinsinsincoscossincos
)sinsincossin(sin)sinsincoscossincos(cos
0cossinsinsinsinsincossin
sincossinsincos
sinsincoscoscos
0sincoscossinsincossinsin
sinsincoscoscossin),,(
2
222
22322222
232232222222
2222
2222
=
+=
+++=
+++=
++
+=
+−
+−
=
−
−=J
Jadi, penyelesaian integral lipat tiga dari koordinat Cartesius ke dalam
koordinat bola berdasarkan teorema 3.3 dinyatakan sebagai berikut:
θφρφρφρθφρθφρ
θφρθφρ
φρθφρθφρ
θ
θ
θφ
θφ
θφρ
θφρ∫ ∫ ∫
∫∫∫ ∫∫∫
=
∂∂
=
2
1
2
1
2
1
)(
)(
),(
),(
2 sin)cos,sinsin,cossin(
),,(),,()cos,sinsin,cossin(),,(
dddf
dddzyxfdVzyxfB G
Contoh 3.11:
Hitunglah
/
dimana B adalah satuan bola pada .
Penyelesaian:
Perhitungan integral lipat tiga di atas sangat rumit bila dikerjakan
pada koordinat Cartesius sehingga kita membutuhkan transformasi
71
koordinat yang lain untuk mempermudah perhitungan. Transformasi
koordinat ke koordinat bola tampaknya bisa digunakan dengan alasan
dapat diganti dengan satu variabel pada koordinat bola
dengan . Jika G adalah daerah dengan batas-batas
0 1, 0 2 , 0
dan transformasi pada koordinat bola diberikan oleh persamaan
φρθφρθφρ
cossinsincossin
===
zyx
dengan determinan Jacobi dari transformasi tersebut adalah
φρφρφ
θφρθφρθφθφρθφρθφ
θφρ sin0sincos
cossinsincossinsinsinsincoscoscossin
),,( 2=−
−=J
maka dengan menggunakan transformasi koordinat ke koordinat bola dan
dengan adanya determinan Jacobi, perhitungan integral lipat tiga di atas
menjadi
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]∫
∫
∫ ∫
∫ ∫
∫ ∫ ∫
∫∫∫ ∫∫∫
+−=
−=
−=
=
=
=++
1
0
2
1
00
2
1
0 0
2
1
0 0
20
2
1
0 0
2
0
2
)()(
0coscos2
cos2
02sin
sin
sin
),,(
3
3
3
3
3
2/322/3222
ρπρπ
ρφρπ
ρφπφρ
ρφθφρ
ρφθφρ
ρφθθφρ
ρ
πρ
πρ
ππρ
π πρ
ρ
de
de
dde
dde
ddde
dddJedVeB G
zyx
72
[ ]
[ ]( )1
343
4
)3(3
4
4
112
1
0
1
0
2
1
0
2
1
0
2
3
3
3
3
−=
=
=
=
+=
∫
∫
∫
e
e
de
de
de
π
π
ρρπ
ρρπ
ρρπ
ρ
ρ
ρ
ρ
Jadi, melalui transformasi koordinat ke koordinat bola maka perhitungan
integral lipat tiga dapat dengan mudah diselesaikan.
73
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya dalam
skripsi ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1. Transformasi koordinat adalah pemetaan sebuah sistem koordinat pada
sebuah sistem koordinat yang lain. Tujuan adanya transformasi koordinat
adalah untuk menemukan suatu daerah baru yang lebih sederhana dan
untuk mempermudah perhitungan pada integral lipat yang rumit menjadi
lebih sederhana. Sistem koordinat yang digunakan adalah sistem koordinat
Cartesius, sistem koordinat kutub, sistem koordinat tabung dan sistem
koordinat bola. Pada sistem persamaan
),(),(
yxgvyxfu
==
secara umum mendefinisikan transformasi atau pemetaan dari bidang-xy
ke bidang-uv seperti gambar di bawah ini.
Dengan sistem persamaan tersebut dapat ditentukan perubahan variabel
dari fungsi x dan y menjadi fungsi u dan v.
y
x
v
u
(x, y) . . (u, v)
74
2. Untuk mentransformasikan fungsi ),( yxF pada koordinat Cartesius ke
dalam koordinat kutub dengan menggunakan perubahan variabel
θθ sin,cos ryrx == . Untuk mentransformasikan fungsi ),,( zyxF
pada koordinat Cartesius ke dalam koordinat tabung dengan menggunakan
perubahan variabel θθ sin,cos ryrx == dan zz = sedangkan untuk
mentransformasikan fungsi ),,( zyxF pada koordinat Cartesius ke dalam
koordinat bola dengan menggunakan perubahan variabel
.cos,sinsin,cossin φρθφρθφρ === zyx
3. Transformasi koordinat dari bidang-xy ke bidang-uv dapat dilakukan
dengan menggunakan teorema Green. Melalui teorema Green, perhitungan
pada integral lipat dua maupun integral lipat tiga yang rumit akan lebih
mudah untuk diintegralkan. Dengan teorema Green dapat dibuktikan jika
),(),,( vugyvufx == adalah transformasi koordinat, maka
∫∫∫∫ ∂∂
=SR
dudvvuyxvugvufFdxdyyxF),(),()),(),,((),(
Bentuk ),(),(
vuyx
∂∂ merupakan determinan Jacobi dari x dan y terhadap u dan
v, dinotasikan dengan
uy
vx
vy
ux
vy
uy
vx
ux
vuyxvuJ
∂∂
∂∂
−∂∂
∂∂
=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
=∂∂
=),(),(),(
75
Determinan Jacobi pada fungsi tiga variabel dengan perubahan variabel
, , , , , , dan , , didefinisikan
),,(),,(),,(
wvuzyx
wz
vz
uz
wy
vy
uy
wx
vx
ux
wvuJ∂∂
=
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
=
sehingga perubahan variabel dari bidang-xyz ke dalam bidang-uvw melalui
transformasi koordinat dan determinan Jacobi untuk fungsi tiga variabel
adalah
∫∫∫∫∫∫ ∂∂
=SR
dudvdwwvuzyxwvuhwvugwvufFdVzyxF .),,(),,()},,(),,,(),,,({),,(
Dengan adanya perubahan variabel melalui transformasi koordinat maka
determinan Jacobi dapat ditentukan untuk mempermudah perhitungan
pada integral lipat yang rumit menjadi lebih sederhana.
76
DAFTAR PUSTAKA
Purcell, Edwin J., Rigdom, Steven E. & Varberg, Dale. (2003). Kalkulus edisi ke
delapan. Jakarta: Erlangga.
Robert, Murray Spingel. (2006). Kalkulus Lanjut Edisi Kedua Schaum’s Out
Lines. Jakarta: Erlangga.
Smith, Robert T., Minton, Ronald B. (1955). Calculus Second Edition. United
States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
Stewart, James. (2003). Kalkulus Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Swokowski, Earl W. (1980). Calculus with Analytic Geometry. United States of
America: Pearson Education, Inc.
top related