alternatif pengelolaan kelautan dan perikanan...

12
ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Achmad Fachruddin Syah Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Jl Raya Telang PO BOX 2 Kamal Bangkalan Madura E-mail:[email protected] ABSTRAK Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumber kekayaan alam yang sangat besar, yang salah satunya adalah di bidang kelautan dan perikanan. Potensi di bidang kelautan dan perikanan belum sepenuhnya termanfaatkan secara optimal untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional sehingga dibutuhkan perubahan paradigma dalam pengelolaannya. Perubahan paradigma ini mencakup perubahan pandangan bahwa laut adalah milik bersama seluruh rakyat dan bahwa negara sebagai wakil dari seluruh rakyat memiliki tanggung jawab untuk menyediakan sumber daya manusia kelautan dan perikanan yang cerdas dan cukup, teknologi yang handal dan memadai, iklim pasar yang kondusif serta menjaga agar sumber daya laut ini dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kata kunci: kelautan dan perikanan, ketahanan pangan, perubahan paradigm PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan dan hak dasar dari setiap manusia. Ketahanan pangan adalah akses setiap orang sepanjang waktu pada pangan yang cukup jumlahnya, bermutu dan aman untuk hidup sehat (World Food Summit, 1996 dalam Jaya, 2009). Sedangkan menurut UU No 7 tahun 1996, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pangan meliputi komoditas tanaman, peternakan dan perikanan; yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumberdaya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan baku mutu perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Menurut Hariyadi (2011), aspek ketahanan pangan meliputi tiga hal yaitu: (1). Ketersediaan pangan, yang meliputi: kecukupan jumlah, kecukupan mutu, kecukupan gizi dan keamanan, (2). Keterjangkauan, yang meliputi: keterjangkauan fisik, ekonomi dan sosial, kesesuaian dengan referensi, kesesuaian kebiasaan dan budaya dan kesesuaian dengan kepercayaan, (3). Kecukupan Konsumsi, yang meliputi: kecukupan asupan (intake), kualitas pengolahan pangan, kualitas sanitasi dan higiene, kualitas air dan kualitas pengasuhan anak. Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Upload: ngoxuyen

Post on 02-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DALAM

MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Achmad Fachruddin Syah

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

Jl Raya Telang PO BOX 2 Kamal Bangkalan Madura

E-mail:[email protected]

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumber kekayaan alam yang

sangat besar, yang salah satunya adalah di bidang kelautan dan perikanan. Potensi di

bidang kelautan dan perikanan belum sepenuhnya termanfaatkan secara optimal untuk

mewujudkan ketahanan pangan nasional sehingga dibutuhkan perubahan paradigma

dalam pengelolaannya. Perubahan paradigma ini mencakup perubahan pandangan

bahwa laut adalah milik bersama seluruh rakyat dan bahwa negara sebagai wakil dari

seluruh rakyat memiliki tanggung jawab untuk menyediakan sumber daya manusia

kelautan dan perikanan yang cerdas dan cukup, teknologi yang handal dan memadai,

iklim pasar yang kondusif serta menjaga agar sumber daya laut ini dapat dimanfaatkan

secara berkelanjutan.

Kata kunci: kelautan dan perikanan, ketahanan pangan, perubahan paradigm

PENDAHULUAN

Pangan merupakan kebutuhan dan hak dasar dari setiap manusia. Ketahanan

pangan adalah akses setiap orang sepanjang waktu pada pangan yang cukup jumlahnya,

bermutu dan aman untuk hidup sehat (World Food Summit, 1996 dalam Jaya, 2009).

Sedangkan menurut UU No 7 tahun 1996, ketahanan pangan adalah kondisi

terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan

yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pangan

meliputi komoditas tanaman, peternakan dan perikanan; yaitu segala sesuatu yang

berasal dari sumberdaya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang

diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan

tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Mutu pangan

adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan

baku mutu perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.

Menurut Hariyadi (2011), aspek ketahanan pangan meliputi tiga hal yaitu: (1).

Ketersediaan pangan, yang meliputi: kecukupan jumlah, kecukupan mutu, kecukupan

gizi dan keamanan, (2). Keterjangkauan, yang meliputi: keterjangkauan fisik, ekonomi

dan sosial, kesesuaian dengan referensi, kesesuaian kebiasaan dan budaya dan

kesesuaian dengan kepercayaan, (3). Kecukupan Konsumsi, yang meliputi: kecukupan

asupan (intake), kualitas pengolahan pangan, kualitas sanitasi dan higiene, kualitas air

dan kualitas pengasuhan anak.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 2: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

PERMASALAHAN PANGAN

Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem

ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi

menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi

kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi

mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh

rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup

sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi

berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi

kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya. Situasi

ketahanan pangan di negara Indonesia masih lemah. Hal ini ditunjukkan antara lain

oleh: (a) jumlah penduduk rawan pangan (tingkat konsumsi < 90% dari rekomendasi

2.000 kkal/kap/hari) dan sangat rawan pangan (tingkat konsumsi <70 % dari

rekomendasi) masih cukup besar, yaitu masing-masing 36,85 juta dan 15,48 juta jiwa

untuk tahun 2002; (b) anak-anak balita kurang gizi masih cukup besar, yaitu 5,02 juta

dan 5,12 juta jiwa untuk tahun 2002 dan 2003 (Khomsan, 2003)

Kebutuhan pangan di dunia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya

jumlah penduduk di dunia. Pada tahun 1930, penduduk dunia hanya 2 miliar dan 30

tahun kemudian pada tahun 1960 baru mencapai 3 miliar. Lonjakan penduduk dunia

mencapai peningkatan yang tinggi setelah tahun 1960, hal ini dapat dilihat dari jumlah

penduduk tahun 2000an yang mencapai kurang lebih 6 miliar orang, tentu saja dengan

pertumbuhan penduduk ini akan mengkibatkan berbagai permasalahan diantaranya

kerawanan pangan. Di Indonesia, permasalah pangan tidak dapat dihindari, walaupun

sering disebut sebagai negara agararis yang sebagian besar penduduknya adalah petani.

Kenyataannya masih banyak kekurangan pangan yang melanda Indonesia, hal ini

seiring dengan meningkatnya penduduk. Bahkan dua peneliti AS pernah menyampaikan

bahwa pada tahun 2100, penduduk dunia akan mengahadapi krisis pangan (Nasoetion,

2008). Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi satu-satunya permasalahan yang

menghambat untuk menuju ketahanan pangan nasional. Berkurangnya lahan pertanian

yang dikonversi menjadi pemukiman dan lahan industri, telah menjadi ancaman dan

tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri dalam

bidang pangan.

Menurut Jaya (2009), beberapa permasalahan pangan di Indonesia diantaranya

adalah sebagai berikut:

(1) Inkonsistensi dan sinergi kebijakan ketahanan pangan antar sektor dan antar pusat

maupun daerah.

(2) Program ketahanan pangan yang sesuai dan bisa diandalkan untuk pencapaian

target MDGs.

(3) Pengembangan teknologi, SDM dan kelembagaan bagi ketahanan pangan.

(4) Produksi dan produktivitas pangan rendah.

(5) Efisiensi distribusi, perdagangan dan pemasaran produk pangan antar waktu dan

wilayah.

(6) Rendahnya daya beli masyarakat terhadap pangan yang terkait dengan tingginya

kemiskinan dan pengangguran.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 3: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

(7) Rendahnya konsumsi pangan

(8) Mutu gizi pangan penduduk, terutama kelompok rawan dan miskin.

(9) Keamanan pangan, terutama penggunaan bahan berbahaya.

(10) Pengetahuan dan perilaku penganekaragaman pangan yang belum memadai.

Sedangkan menurut Sucipto (2012), pemenuhan pangan rakyat bukan soal

sederhana. Apalagi, pangan menjadi obyek spekulasi dan liberalisasi. Diskursus konsep

ketahanan pangan (food security) dan kedaulatan pangan (food soveranity) untuk

memenuhi pangan sedang terjadi. Pangan juga terkait ketersediaan (availability),

keterjangkauan (accessibility), penerimaan (acceptability), dan simbul kesejahteraan

rakyat (people’s welfare).

Pembebasan bea masuk yang ditetapkan pemerintah selama setahun untuk 57

pos tarif komoditas beras, gandum, kedelai, bahan baku pupuk dan pakan ternak tahun

2011 mendorong impor pangan. Susu impor 90% kebutuhan, gula 30%, garam 50%,

gandum 100%, kedelai 70%, daging sapi 30%. Padahal kecuali gandum, pangan di atas

bisa diproduksi dalam negeri.

Tiga kemungkinan terjadinya krisis pangan. Pertama, produksi lebih kecil dari

konsumsi. Kedua, produksi lebih dari konsumsi, tetapi secara fisik tidak terdistribusi

pada konsumen karena infrastruktur tidak mendukung meski daya beli konsumen

menjangkau. Ketiga, produksi lebih dari konsumsi dan secara fisik dapat terdistribusi ke

konsumen, namun harga tidak terjangkau konsumen.

POTENSI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA

Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa di

bidang kelautan dan perikanan. Lautan Indonesia adalah Marine Mega Biodiversity

terbesar di dunia: 8500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 spesies terumbu

karang. SDI meliputi ikan pelagis, demersal, ikan karang, udang, lobster dan cumi-

cumi.Total potensi lestari 6.409.210 ton/tahun, produksi 4.069.420 ton/tahun, tingkat

pemanfaatan 63,49% (LIPI-BRKP, 2001). Kalau potensi ini dapat dikelola dengan baik

dan berkelanjutan, maka pasti akan memberikan kesejahteraan bagi warganya.

Sebagai sebuah gambaran tentang luas perairan dan panjang garis pantai

Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Luas Perairan dan Panjang Garis Pantai Indonesia

Luas Laut Indonesia 5.8 juta km2

Luas Perairan Kepulauan

(Laut Nusantara ) 2.3 juta km2

Luas Perairan Teritorial 0.8 juta km2

Luas Perairan ZEE Indonesia 2.7 juta km2

Panjang Garis Pantai Indonesia 81290 km

Sumber: Dishidros TNI AL, 1987

Luasnya perairan menggambarkan luasnya “lahan” bagi perikanan tangkap,

sedang panjang garis pantai menggambarkan area budidaya kelautan. Namun demikian,

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 4: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

menurut data dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tingkat exploitasi sumber

daya ikan di setiap wilayah pengelolaan perikanan Indonesia tidak sama.

Tabel 2. Tingkat Exploitasi Sumber Daya Ikan di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan

Indonesia

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa ada kawasan yang sudah

“overfishing”, misalnya di Laut Jawa. Hal ini menyebakan penghasilan nelayan di

kawasan itu menjadi relatif rendah. Hal lain yang juga menambah masalah yaitu di

Laut Jawa jumlah nelayannya adalah yang terbanyak. Sementara kawasan yang masih

“Underexploited” atau “Moderate” adalah di kawasan yang relatif jauh, sulit dijangkau

atau bergelombang besar misalnya di Laut Banda atau Samudra Hindia (Barat

Sumatera), sehingga umumnya baru dinikmati nelayan berteknologi tinggi yang

umumnya dikuasai oleh pemodal asing.

Dengan kondisi yang berbeda tersebut mengakibatkan volume hasil tangkapan

di laut menjadi bervariasi. Tabel 3 menunjukkan distribusi volume produksi perikanan

tangkap menurut provinsi, yaitu dari hasil yang dilaporkan pada Dinas Kelautan dan

Perikanan setempat.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 5: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

Tabel 3. Volume Produksi Perikanan Tangkap di Laut Menurut Propinsi

Sumber : DKP (2007): Analisis Data Kelautan dan Perikanan 2007

Tabel 4 menunjukkan data serupa untuk perikanan budidaya, yang hasil total di

Indonesia mencapai 3,2 juta ton pada tahun 2007, sedangkan Tabel 5 menunjukkan

potensi perikanan budidaya. Dengan menggabungkan Tabel 4 dan Tabel 5 memberikan

kemungkinan akan didapatkan data produktifitas lahan perikanan di tiap tempat, yang

mungkin berkorelasi dengan kemampuan sumber daya manusia, teknologi yang

digunakan serta faktor alam.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 6: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

Tabel 4. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi

Sumber : DKP (2007): Analisis Data Kelautan dan Perikanan 2007

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 7: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

Tabel 5. Potensi Lahan Budidaya di Indonesia Menurut Provinsi

Sumber : DKP (2007): Analisis Data Kelautan dan Perikanan 2007

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Amhar (2009) dengan

menggunakan Tabel 3 sampai dengan Tabel 5 dapat diketahui bahwa total produksi

perikanan di Indonesia adalah pada kisaran 7,9 juta ton. Andaikata ini hanya

dikonsumsi oleh kebutuhan domestik 230 juta rakyat Indonesia, maka konsumsi ikan

per kapita adalah sekitar 34 kg per tahun atau hampir 100 gram per hari. Karena sekitar

854 ribu ton (11% dari total) diekspor dalam berbagai jenis komoditas (Tabel 6), maka

ketersediaan ikan perkapita adalah sekitar 30 kg per tahun, atau 85 gram per hari.

Semua data DKP ini sesuai dengan data BPS, yaitu konsumsi ikan dan udang

baik segar maupun diawetkan pada tahun 2005 adalah 0,765 kg per minggu (sebanding

sekitar 100 gram per hari), jauh lebih tinggi dari konsumsi daging sapi dan ayam yang

hanya 0,082 kg per minggu. Sedang dari sisi pengeluaran perkapita sebulan untuk ikan

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 8: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

adalah Rp. 12.881,- pada tahun 2005, sementara untuk daging adalah Rp. 6.716,- Jadi

kalau dihitung dengan rupiah, nilai rata-rata produk ikan adalah sekitar Rp. 4000 / kg

sehingga nilai total produk perikanan Indonesia adalah sekitar Rp. 31,6 Trilyun.

Bila dibandingkan secara internasional, produk perikanan Indonesia baru sekitar

10% dari Cina – negara yang lebih banyak mencari ikan di perairan Internasional (Tabel

7).

Tabel 6. Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi Utama

Tabel 7. Volume Produksi Perikanan Dunia Menurut Negara

Amhar (2009) juga menambahkan bahwa produk kelautan baru memasukkan

revenue sekitar 2,3 Milyar US$ per tahunnya. Andaikata semuanya diekspor, nilainya

bisa mencapai 20,9 Milyar US$. Namun karena 89% adalah pasar dalam negeri dalam

rupiah, dan sudah didapatkan nilainya hanya setara dengan Rp. 31,6 Trilyun, maka bila

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 9: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

angka export dan domestik ini digabungkan, dengan kurs Rp. 10.000 / US$, didapatkan

angka total Rp. 54,6 Trilyun.

Nilai ini adalah nilai yang mengalir di rumah tangga nelayan dan perusahaan

perikanan yang untuk perikanan tangkap maupun budidaya mencapai 2,3 juta buah.

Jadi angka rata-rata penghasilan mereka per tahun adalah setara Rp. 23,7 juta per rumah

tangga. Bila setiap rumah tangga nelayan terdiri dari 4 anggota keluarga, maka

penghasilan perkapita mereka adalah Rp. 5,9 juta per tahun atau atau Rp. 16.260,- per

hari. Kalau menurut standar Bank Dunia, angka penghasilan di bawah 2 US$ (Rp.

20.000) per hari adalah sudah di bawah garis kemiskinan. Kenyataannya memang

nelayan sering merupakan yang termiskin dalam strata sosial di Indonesia, bahkan lebih

memiriskan lagi.

Kondisi ini terjadi dimungkinkan karena tiga hal pokok yaitu:

(1) distribusi kemampuan modal dan teknologi nelayan sangat timpang. Sebagian besar

nelayan adalah nelayan bermodal kecil, tidak terdidik, lemah teknologi, mudah

goncang oleh perubahan cuaca maupun kenaikan harga bahan bakar, dan terindas

oleh rentenir dan lintah darat.

(2) distribusi sebaran wilayah nelayan yang tidak merata, sehingga di suatu lokasi sudah

overfishing maupun alamnya telah rusak akibat pencemaran maupun penggunaan

teknik penangkapan ikan yang merusak, namun di lokasi lain masih kurang tergali,

atau justru dimanfaatkan oleh illegal fishing asing berteknologi tinggi, yang patroli

angkatan laut tidak mampu mencegahnya.

(3) sistem pasar yang hanya menguntungkan pengusaha perikanan besar, yang

umumnya milik asing, tetapi tidak menguntungkan para nelayan, negara maupun

konsumen akhir.

Sedangkan yang masuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak pada

Departemen Kelautan dan Perikanan tidaklah signifikan, yakni hanya pada kisaran 200

Milyar Rupiah (Tabel 8).

Tabel 8. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Departemen Kelautan dan Perikanan

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 10: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

Dengan ini semua, maka kiranya diperlukan suatu alternatif manajemen

pengelolaan perikanan yang dilandasi oleh perspektif yang agak berbeda.

ALTERNATIF MANAJEMEN PENGELOLAAN

Beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran dalam hal pengelolaan kelautan dan

perikanan dalam rangka menunjang ketahanan pangan diantaranya adalah:

1. Sumber Daya Laut adalah milik bersama

Berdasarkan pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, sumber daya alam yang

menguasai orang hajat hidup orang banyak pada hakekatnya tidak bisa dimiliki

perorangan, dan seharusnya dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyatnya. Jalan

raya, mata air di daerah tandus, sumber api abadi dan sejenisnya, harus dimiliki bersama

oleh manusia. Laut memiliki banyak fungsi, baik sebagai jalan raya, sebagai habitat

bagi mahluk air, maupun sebagai sumber energi dan mineral. Oleh karena itu laut harus

ditetapkan sebagai milik bersama.

Karena itu tidak boleh ada dominasi penguasaan laut oleh mereka yang memiliki

teknologi tinggi. Tidak seperti selama ini, mereka yang memiliki pukat harimau,

ditambah dengan teknologi sonar dan GPS untuk mencari ikan, ditambah dengan pabrik

pengolahan ikan terapung, dapat mengeruk ikan sebanyak-banyaknya, sehingga praktis

nelayan-nelayan kecil tidak kebagian apa-apa. Untuk itu negara mesti mengatur agar

kompetisi berjalan sehat, misalnya nelayan berteknologi tinggi hanya boleh beroperasi

di area yang nelayan sederhana tidak sanggup mencapainya. Namun sistem konsesi

semacam ini tetap harus diawasi dengan ketat, jangan sampai secara keseluruhan

merusak ekosistem dan merugikan rakyat sebagai pemilik hakiki dari area laut itu.

2. Negara mengatur agar tersedia SDM kelautan dan perikanan dalam jumlah yang

cukup dan cerdas.

Pada saat yang sama, negara memberdayakan para nelayan-nelayan kecil dengan

pendidikan yang gratis atau murah, mensubsidi upgrade teknologi yang dipakai, hingga

memberikan pinjaman modal tanpa bunga sehingga mereka juga dapat meningkatkan

produktifitasnya.

Semua ini tetap dengan menghitung keberlanjutan sumber daya laut yang ada,

sehingga overfishing dapat dihindarkan. Bila mana di suatu wilayah jumlah nelayan

tangkap sudah terlalu banyak, maka negara harus melakukan upaya konversi mereka

sehingga menjadi nelayan budidaya, atau masuk ke industri pasca panen.

3. Negara mendorong agar tersedia teknologi kelautan dan perikanan yang handal dan

memadai

Dominasi kapal-kapal asing yang berteknologi tinggi harus diatasi dengan upaya

negara mendorong penguasaan dan alih teknologi kelautan dan perikanan sehingga tidak

lagi didikte oleh korporasi asing. Banyak sekali teknologi yang terkait di sini, yang

memerlukan kerja keras para peneliti dan perekayasa. Teknologi itu mulai dari rancang

bangun kapal, alat navigasi, elektronika telekomunikasi, alat penerima citra satelit

pendeteksi keberadaan ikan, sonar, jaring pukat harimau, hingga pabrik pengolah ikan

terapung.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 11: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

Mereka yang berhasil melakukan terobosan teknologi harus diberi penghargaan

yang layak, agar tidak justru menjual teknologi ini ke asing, yang kemudian

menerapkan aturan hak atas kekayaan intelektual yang merugikan diri sendiri.

4. Negara memberikan iklim pasar yang kondusif

Pasar yang tidak kondusif ditandai oleh terjadinya asimetri dari kekuatan penjual

(yaitu nelayan) dan pembeli (yaitu tengkulak pedagang ikan). Penjual bisa sangat

lemah ketika produk ikan tangkapnya terancam busuk bila tidak laku, sementara kredit

modal dia melaut terus berjalan dan berbunga seiring dengan waktu. Sebaliknya,

pembeli bisa sangat lemah ketika penjual sangat sedikit, yakni tinggal nelayan

berteknologi tinggi, setelah banyak nelayan modal kecil kalah tergusur persaingan.

Negara perlu menciptakan badan penyangga semacam BULOG untuk produk

perikanan, agar ketika harga turun, negara membelinya dengan harga wajar yang lebih

tinggi dari harga pasar, dan pada saat harga tinggi melepasnya lagi ke pasar dengan

harga wajar yang lebih rendah dari harga pasar. Negara boleh saja menjadi monopoli

atau monopsoni selama tidak mengambil untung, namun semata-mata untuk mengurus

urusan rakyat.

5. Negara menjaga agar sumber daya laut akan berkelanjutan.

Pada saat yang sama, untuk wilayah yang memerlukan teknologi tinggi

bermodal besar, negara melalui BUMN-nya dapat mengambil alih sehingga sumber

daya laut ini dapat sepenuhnya memberikan pemasukan bagi negara untuk diberikan

kepada rakyat. Negara tidak menyerahkan optimasi ini kepada pasar, karena pasar

cenderung hanya memikirkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Selama ini tidak ada

ekonomi pasar yang berhasil mengoptimasi diri dalam soal lingkungan.

Agar wilayah laut tetap lestari, negara juga harus menjaga agar laut tidak

tercemar, baik oleh limbah ataupun kecelakaan di laut, oleh operasi penangkapan ikan

yang menggunakan bahan berbahaya (misalnya bom ikan) maupun oleh bahan

pencemaran yang berasal dari darat.

Untuk itu negara wajib menjaga agar tidak ada pencemaran maupun illegal-

fishing, baik dari kapal-kapal asing yang memasuki laut tanpa izin, ataupun dari kapal-

kapal berizin namun beroperasi di luar wilayah yang ditentukan. Angkatan bersenjata

negara mesti diperkuat agar mampu menjaga perbatasan sekaligus mendeteksi posisi

tiap kapal yang berizin dan mengeceknya secara cepat dalam database, apakah mereka

beroperasi di wilayah yang ditentukan atau tidak. Negaralah yang harus pro aktif

berhadapan dengan korporat asing yang melakukan illegal fishing, pencemaran atau

pelanggaran wilayah operasi, bukannya nelayan kecil yang lemah, atau Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM).

KESIMPULAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam yang salah

satunya adalah di bidang kelautan dan perikanan. Akan tetapi sumberdaya alam tersebut

belum mampu dikelola dengan baik untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Diperlukan alternatif manajemen pengelolaan yang baru di bidang kelautan dan

perikanan agar sumberdaya alam tersebut dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal dan

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 12: ALTERNATIF PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/...KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-DALAM...bahwa laut adalah milik bersama ... pangan adalah akses setiap orang

berkesinambungan. Dengan manajemen pengelolaan tersebut diharapkan dapat

meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat khususnya para nelayan.

DAFTAR PUSTAKA

Amhar, F. 2009. “Perpekstif Islam mengenai Pengelolaan Perikanan dalam

Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional”. Makalah dalam Seminar

Pengelolaan Perikanan dalam Perspektif Islam. FPIK-IPB

BRKP dan LIPI. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Kerjasama PRPT-

BRKP-DKP dan PPPO-LIPI, Jakarta. 125 hal.

BPS. 2006. Beberapa Indikator Penting Sosial Ekonomi Indonesia.

(http://www.bps.go.id/leaflet/bookletjuli2006.pdf)

DKP. 2007. Analisis Data Kelautan dan Perikanan 2007

(http://statistik.dkp.go.id/download/StatistikKP_2007/Buku_1.htm)

DKP. 2007. Data Potensi, Produksi Dan Ekspor/Impor Kelautan dan Perikanan 2007

(http://statistik.dkp.go.id/download/StatistikKP_2007/Buku_2.htm)

DKP. 2007. Data dan Informasi Kelautan dan Perikanan, 2007

(http://statistik.dkp.go.id/download/StatistikKP_2007/Buku_3.htm)

Hariyadi, P. 2011. Tantangan Ketahanan Pangan Nasional” Makalah dalam seminar dan

Sosialisasi Program Indofood Riset Nugraha 2011. UGM-Yogyakarta

Jaya, I. 2009. “Peluang, Tantangan Dan Agenda Riset Ketahanan Pangan Bidang

Perikanan”. Makalah dalam Seminar Pengelolaan Perikanan dalam Perspektif

Islam. FPIK-IPB

Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada

Nasoetion. 2008. “Tantangan Menuju Ketahanan Pangan”

http://www.coopindonesia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=60&

Itemid=76

Purbayanto, A. 2009. “Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Dalam Menopang Ketahanan

Pangan Nasional”. Makalah dalam Seminar Pengelolaan Perikanan dalam

Perspektif Islam. FPIK-IPB

Sucipto. 2012. “Mengurai Problema Pemenuhan Pangan Rakyat”. IPB

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012