akuntan muda juli 2011

64

Upload: dhienna-ayoe

Post on 22-Oct-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Akuntan Muda Juli 2011
Page 2: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 1

Pengantar

Edisi Juli 2011 ini istimewa karena Profesor Suwardjono (FEB UGM)

menyumbangkan tulisan yang berjudul ‘Peran dan Martabat Bahasa

Indonesia dalam Pengembangan Ilmu’. Artikel ini menarik terutama karena

keengganan banyak orang untuk mempercangih atau memajukan

kemampuan berbahasanya terkait pengembangan ilmu. Padahal, kemajuan

suatu ilmu justru terlihat dari seberapa banyak jargon (istilah spesifik bidang

tertentu) yang muncul. Selain itu, mulai edisi ini Profesor Suwardjono juga

mengisi pojok ‘Ejaan SWD’. Ejaan SWD akan membahas aspek bahasa yang

terdapat dalam suatu kata. Di sini, terutama sekali diharapkan bahwa kita

dapat meneladani kegiatan bernalar dalam memutuskan sesuatu yang

digunakan dalam hal-hal yang sifatnya ilmiah.

arie rahayu

Penasihat

Prof. Dr. Zaki Baridwan, MSc.; Prof. Dr. Suwardjono, MSc.

Redaksi: Arie Rahayu, Arif Perdana, Hesty Wulandari, Yeni Januarsi

Blog: http://akuntanmuda.wordpress.com/

E-mail: [email protected] atau [email protected]

Foto diambil dari website Microsoft Office: http://office.microsoft.com/en-us/

Page 3: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 2

Daftar Isi

1 Pengantar

3 Pelaporan Keuangan berbasis Web/Internet

6 (Kolom) Tanya Uni Hesty: Penyusutan/Depreciation

12 Belajar IFRS: Metode Penilaian Sediaan dengan Net Realizable Value

(NRV) berdasarkan PSAK No.14 (Revisi 2008)

21 Peran dan Martabat Bahasa Indonesia dalam Pengembangan Ilmu

47 Menjelajah SSRN

58 Kecurangan (Fraud) dalam Akuntansi dan Tanggung Jawab Auditor

dalam Mendeteksinya

63 Ejaan SWD: Abstrak atau Abstraksi?

Page 4: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 3

Pelaporan Keuangan Berbasis Pelaporan Keuangan Berbasis Pelaporan Keuangan Berbasis Pelaporan Keuangan Berbasis

Web/InternetWeb/InternetWeb/InternetWeb/Internet

Ketiadaan batas antara negara di era

informasi saat ini menyebabkan penyajian

informasi keuangan secara tradisional

dirasakan tidak efektif, efisien dan

ekonomis. Biaya yang dikeluarkan dapat

berasal dari biaya pencetakan maupun

distribusi. Investor-investor pada suatu

perusahaan, kini tidak

hanya berada dalam

satu wilayah geografis.

Keberadaan mereka

terpecah di berbagai

wilayah. Demikian pula

dengan investor-

investor potensial yang

dapat digarap oleh perusahaan untuk

menanamkan modalnya. Informasi utama

yang diperlukan oleh investor adalah

berkaitan dengan keuangan. Jika

perusahaan modern masih menggunakan

cara tradisional dalam penyajian dan

pendistribusian informasi bisnis dan

keuangannya, kompetitifitas perusahaan

tersebut akan sangat rendah

dibandingkan dengan perusahaan lain

yang telah menggunakan saluran

teknologi informasi dalam pelaporan

keuangannya.

Internet memberikan kemudahan

dalam menjangkau wilayah geografis yang

lebih luas, dengan biaya

yang lebih murah namun

aksesibilitas yang cepat dan

akurat. Penyajian informasi

bisnis dan keuangan

berbasis internet juga dapat

dilakukan dengan lebih

fleksibel dan dapat

disesuaikan dengan

kebutuhan pengguna untuk mendukung

keputusan bisnis mereka. Penggunaan

sarana web/internet dalam penyajian

laporan keuangan dari waktu ke waktu

semakin berkembang, mulai dari yang

sifatnya hanya sebagai saluran distribusi

laporan keuangan tercetak yang

didigitasikan hingga yang sifatnya

Page 5: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 4

interaktif dan memberikan kemungkinan

bagi pengguna untuk melakukan

kustomasi sesuai kebutuhannya.

Secara lebih lengkap, IASC (1999)

membagi penggunaan internet sebagai

saluran penyajian dan pendistribusian

laporan keuangan pada tiga tahapan,

yaitu:

1. Perusahaan menggunakan internet

hanya sebagai saluran untuk

mendistribusikan laporan

keuangannya yang telah dicetak

dalam format digital seperti file

dengan format pengolah kata atau

portable data file (PDF).

2. Perusahaan menggunakan internet

untuk menyajikan laporan keuangan

mereka dalam format web, yang

memungkinkan mesin pencari

mengindeks data-data tersebut,

sehingga mesin pencari dan pengguna

dapat dengan mudah menemukan

informasi tersebut.

3. Perusahaan menggunakan internet

tidak hanya sebagai saluran distribusi

laporan keuangan, tetapi juga

menyediakan cara yang lebih

interaktif sehingga pengguna tidak

hanya dapat melihat laporan

keuangan baku yang dikeluarkan oleh

perusahaan, tetapi mereka juga dapat

mengkustomasi sendiri informasi-

informasi yang ada dalam laporan

keuangan tersebut, sehingga lebih

bermanfaat bagi mereka tanpa harus

mengeluarkan biaya tambahan dan

bahkan pengguna informasi pun

dapat mengkonversinya dalam format

file atau cetakan yang mereka

perlukan untuk pengambilan

keputusan.

Ada dua hal yang harus diperhatikan

dalam pelaporan keuangan dengan

menggunakan web yaitu isi (content) dan

cara penyampaiannya (presentation).

Penyampaian laporan keuangan dengan

hanya mendigitasi dokumen tercetak tidak

memberikan banyak manfaat kepada

pengguna. Hal ini dikarenakan hanya

sekedar mengubah format, tidak ada nilai

lebih yang diperoleh dari pengguna

laporan keuangan terkecuali kecepatan

dan kemudahan dalam aksesibilitas data.

Isi atau konten dapat saja disajikan

baik dalam format tercetak (paper-based)

ataupun format digital. Isi meliputi

pengungkapan informasi bisnis dan

keuangan dari suatu perusahaan, baik

yang bersifat partial atau interim maupun

tahunan. Perhatian serius perlu diberikan

oleh perusahaan dalam cara penyajian

(presentasi) informasi keuangan dan

Page 6: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 5

bisnis tersebut. Setiap pengguna memiliki

kebutuhan yang beragam, tidak semua

elemen-elemen dan informasi yang tersaji

di dalam laporan

keuangan yang

dipublikasikan melalui

web memiliki manfaat

yang sama bagi setiap

pengguna. Dalam

konteks seperti ini,

perusahaan harus dapat memanfaatkan TI

untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Teknologi informasi memungkinkan

perusahaan untuk menyajikan cara yang

lebih interaktif kepada pengguna dalam

mengakses laporan keuanngan mereka.

Kustomasi dan personalisasi elemen-

elemen laporan keuangan dapat dilakukan

dengan mudah oleh setiap pengguna. Di

samping itu, TI juga seharusnya menjadi

intermediasi yang baik antara perusahaan

dan pengguna sehingga pengguna dapat

memperoleh informasi yang tepat, akurat,

bernilai, dan dalam format yang berbeda-

beda dan biasa

digunakan oleh

mereka.

Berkaitan dengan

pelaporan keuangan

internet, faktor yang

menjadi penentu

utama adalah cara laporan keuangan

disajikan kepada pengguna. Pengguna

informasi keuangan internet akan terpicu

menggunakannya ketika model

penyajiannya bersifat interaktif dan

memungkinkan pengguna untuk

memperoleh informasi yang berbeda

dengan informasi yang disajikan dalam

laporan keuangan berbasis kertas (paper-

based financial statement).

(Oleh: Arif Perdana)

Referensi:

Debreceny, R., G. L. Gray & A. Rahman. 2002. The Determinants of Internet Financial

Reporting. Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 21, pp. 371–394.

IASC. 1999. Business Reporting on the Internet. International Accounting Standards

Committee, London.

Page 7: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 6

Tanya Uni Hesty

Uni Hesty saat ini mengajar di jurusan akuntansi Politeknik Caltex di

kota bertuah Pekanbaru dan akan segera mengajar di Fakultas

Ekonomi Universitas Islam Negri Sutan Syarif Kasim Pekanbaru. Uni

menamatkan S1 di Universitas Andalas, Padang. Setelah berkutat

dengan kuliah selama 5,5 tahun dengan nilai ala kadarnya, meneruskan

kuliah profesi akuntan dan menamatkan studi S2 di kampus biru UGM,

tempat yang kemudian mengubahnya menjadi pencinta pembelajaran.

Silakan kirim pertanyaan apa saja seputaran akuntansi kepada Uni Hesty melalui e-mail di :

[email protected]

Penyusutan/Depreciation

Apa itu Penyusutan?

Kita pasti pernah memiliki barang-barang yang bisa dipakai dalam jangka waktu yang cukup

panjang. Waktu yang cukup panjang adalah hal yang ukurannya relatif, namun untuk ukuran

masa pakai ini yang menjadi ukuran adalah lebih dari 1 tahun; jadi bisa saja 2 tahun, 5 tahun

atau mungkin 10 tahun. Sebagai contoh kita bisa menggunakan barang elektronik. Laptop

yang saya punya dibeli pada tahun 2006 dengan harga Rp. 6.000.000. Setelah dipakai terus

menerus selama 5 tahun. Maka jika dinilai kembali, bisa dipastikan nilai yang tersisa dari

laptop saya hanya sepersekian dari nilai pada saat awal saya membelinya dulu. Mengapa

bisa begitu?. Hal ini terjadi karena laptop saya mengalami penurunan kemampuan untuk

terus bisa digunakan dengan kata lain, laptop saya mengalami penurunan kemampuan

untuk tetap bisa saya manfaatkan semaksimal mungkin. Jika pada tahun awal saya membeli

laptop saya bisa menggunakan berbagai macam aplikasi sekaligus pada saat ia dinyalakan,

maka diakhir tahun kelima ini saya hanya bisa menjalankan dua aplikasi saja. Penurunan

kemampuan tersebut bisa diartikan sebagai penyusutan atau depresiasi.

Page 8: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 7

Tidak hanya laptop atau barang elektronik saja yang mengalami penurunan

kemampuan untuk terus digunakan. Barang-barang tak bergerak yang dimiliki perusahaan

yang dipakai berulang-ulang dalam kegiatan operasional (biasa disebut sebagai aktiva tetap)

seperti bangunan, mobil, peralatan kantor dan mesin-mesin juga mengalami hal yang sama.

Secara bertahap, masing-masing akan mengalami penurunan kemampuan untuk bisa

digunakan ataupun bisa memberikan manfaat pemiliknya hingga pada akhirnya akan

menjadi barang rongsokan yang tidak bisa digunakan lagi. Pada saat memperoleh sebuah

barang, kita biasanya akan mengeluarkan sejumlah biaya, mulai dari harga yang kita bayar,

biaya administrasi, biaya pemasangan serta biaya-biaya lain yang menjadi biaya total pada

awal pembelian. Selama masa manfaat atau masa pakainya, maka biaya-biaya atas barang

tersebut harus dipindahkan secara berkala menjadi beban.

Perpindahan semua biaya atas barang-barang tersebut menjadi beban berkala itu juga

dinamakan dengan penyusutan. Hanya saja, berbeda dengan penyusutan diatas,

penyusutan dengan defenisi ini digunakan dalam pengertian akuntansi.

Namun berbeda dengan beban-beban yang lainnya, dalam depresiasi tidak ada kas yang

dilibatkan sehingga meskipun berkarakteristik sebagai beban, penyusutan tidak akan

menyebabkan uang dikeluarkan atau diterima.

Menentukan Jumlah Penyusutan yang Tepat

Untuk memperkirakan berapa jumlah yang harus dialokasikan setiap periodenya sebagai

beban penyusutan, setidaknya kita harus memiliki tiga komponen penting pendukung

penyusutan itu sendiri. Ketiga komponen itu adalah : 1. Besarnya biaya awal yang

dikeluarkan untuk mendapatkan barang-barang ini. 2. Lamanya barang tersebut bisa

memberikan manfaat (umur manfaat). 3. Nilai yang diperkirakan masih akan tersisa pada

akhir masa manfaat (nilai residu). Dari ketiga komponen tersebut diatas, masa manfaat dan

nilai residu merupakan komponen yang harus dikira-kira atau diestimasi sejak dari awal

barang-barang tersebut akan digunakan karena memang jumlah atau angka yang dihasilkan

merupakan perkiraan. Dan untuk membantu perusahaan menghitung besarnya penyusutan

yang harus dilakukan, ada beberapa metode penyusutan yang paling umum digunakan;

metode garis lurus, metode saldo menurun serta metode unit produksi

Page 9: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 8

1. Metode Garis Lurus

Metode ini membagi rata jumlah biaya yang telah dikurangkan dengan nilai residu yang

telah diestimasi dengan perkiraan masa manfaat yang diperkirakan sehingga jumlah

alokasian setiap periode akan selalu sama.

Contoh 1

Sebuah mobil yang memiliki biaya awal 10.000.000 diperkirakan akan memiliki masa

manfaat paling lama 5 tahun. Pada akhir periode, diperkirakan nilai yang tersisa dari mobil

tersebut hanya sekitar 1.000.000. Berapakah jumlah penyusutan yang harus dialokasikan

setiap bulannya?

Besarnya penyusutan tahunan yang akan dikeluarkan adalah :

Rp.10.000.0000 (biaya awal mobil) – Rp 1.000.000 (nilai residu)

------------------------------------------------------------------------------

5 tahun ( masa manfaat)

= 1.800.000

Untuk mengetahui lebih jelas tentang alokasi penyusutan mobil setiap bulan bisa dilihat

pada tabel 1 halaman berikut.

Tabel 1.

Perhitungan Alokasi Penyusutan dengan Menggunakan Metode Garis Lurus

Tahun Nilai Buku Penyusutan

0 10.000.000 0

1 10.000.000 1.800.000

2 8.200.000 1.800.000

3 6.400.000 1.800.000

4 4.600.000 1.800.000

5 2.800.000 1.800.000

6 1.000.000 0

Page 10: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 9

2. Metode Saldo Menurun Berganda

Berbeda dengan metode garis lurus yang memiliki nilai alokasi yang sama setiap tahun

hingga periode penyusutan selesai, metode saldo menurun berganda akan menghasilkan

beban yang besar dibagian awal dan terus mengecil saat periode penyusutan akan mulai

berakhir. Untuk mendapatkan besarnya jumlah yang harus dialokasi, kita bisa

mengkonversikan biaya yang dikeluarkan untuk barang tersebut dalam bentuk persentase

(100%) dan membaginya dengan masa manfaat yang diperkirakan yang kemudian dikali

dua. Jumlah persentase itulah yang akan dikalikan dengan biaya yang sebenarnya tadi.

Metode saldo menurun akan mengabaikan nilai residu namun tidak boleh dibawah nilai

estimasi residu yang diperkirakan

Contoh 2

Sebuah mobil yang memiliki biaya awal 10.000.000 diperkirakan akan memiliki masa

manfaat paling lama 5 tahun. Dengan nilai residu yang diestimasi sebesar 1.000.000 maka,

berapakah jumlah penyusutan yang harus dialokasikan setiap bulannya jika menggunakan

metode saldo menurun berganda?

Tarif penyusutan = (100%/5 tahun) 2

= (20%) 2

= 40%

Alokasi penyusutan pertahun dapat dilihat pada tabel di halaman berikut ini.

Page 11: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 10

Tabel 2

Alokasi Penyusutan dengan Menggunakan Saldo Menurun Berganda

Tahun Biaya

Penyusutan

Awal

Tahun

Nilai Buku

Awal

Tahun

Tarif Penyusutan

Tahunan

Nilai Buku

Akhir

Tahun

1 10.000.000 0 10.000.000 40% 4.000.000 6.000.000

2 10.000.000 4.000.000 6.000.000 40% 2.400.000 3.600.000

3 10.000.000 6.400.000 3.600.000 40% 1.440.000 2.160.000

4 10.000.000 7.880.000 2.160.000 40% 864.000 1.296.000

5 10.000.000 9.176.000 1.296.000 - 296.000* 1.000.000*

* angka 1.000.000 merupakan nilai residu yang diestimasi

* angka 296.000 merupakan hasil dari nilai buku awal tahun kelima-nilai estimasi residu

3. Metode Unit Produksi

Adakalanya suatu barang akan menurun kemampuannya karena jumlah unit yang telah ia

hasilkan. Untuk barang-barang atau mesin seperti ini, jumlah produksi akan

menggambarkan tingkat pemanfaatan yang berbeda setiap tahunnya sehingga sebaiknya

metode penyusutan yang dipilih adalah yang bisa memberikan nilai yang sama untuk setiap

unit yang diproduksi atau setiap jam pemakaian.

Contoh 3

Sebuah mesin fotokopi diperoleh dengan biaya 15.000.000. Mesin ini diperkirakan akan

memiliki nilai residu 3.000.000. Masa manfaat mesin diperkirakan mencapai 480.000 lembar

fotokopi. Jika dalam tahun berjalan jumlah lembar kertas yang difotokopi mencapai 1000

lembar. Maka, berapakah nilai penyusutan yang harus dialokasikan jika metode yang

digunakan adalah metode unit produksi?

Page 12: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 11

Jawab :

Nilai penyusutan per jam = Rp. 15.000.000 (biaya mesin) – Rp. 3.000.000 (nilai residu)

-------------------------------------------------------------------

480.000 (jumlah estimasi produksi)

= Rp 25/ lembar

Alokasi penyusutan pada tahun berjalan = Rp 25 x 1.000 = Rp. 25.000

Apakah Amortisasi dan Depresiasi itu Sama?

Secara defenisi, kata amortisasi dan depresiasi memiliki pengertian yang sama, yaitu

penurunan kemampuan dari suatu barang untuk menghasilkan manfaat bagi pemiliknya.

Perbedaannya dari kedua istilah itu ada pada objek yang mengalami penurunan manfaat

tersebut. Pada depresiasi, objek yang mengalami penurunan manfaat adalah barang-barang

berwujud yang tak bergerak serta dipakai berulang-ulang, seperti bangunan, mobil, mesin,

perlengkapan kantor dan lainnya. Sedangkan yang menjadi objek pada amortisasi adalah

hal-hal yang tidak berwujud yang juga memberikan manfaat berulang-ulang bagi

pemiliknya, seperti hak cipta, hak paten, merek dagang dan nama baik.

Pada depresiasi, kita bisa memilih salah satu dari beberapa metode yang ada untuk

memudahkan penghitungan alokasi depresiasi, baik itu garis lurus, saldo menurun berganda

ataupun unit produksi, sedangkan pada amortisasi metode yang digunakan hanyalah

metode garis lurus saja.

Sumber: Niswonger, et al. 1999. Prinsip –Prinsip Akuntansi. Edisi 19. Erlangga. Jakarta

Page 13: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 12

BELAJAR IFRS

METODE PENILAIAN SEDIAAN DENGAN NET

REALIZABLE VALUE (NRV) BERDASARKAN

PSAK NO.14 (REVISI 2008)

PENDAHULUAN

Tingkat sediaan sangat menentukan

parusahaan dalam menjamin

keberhasilan proses produksi dan

memenuhi permintaan pelanggan.

Selain itu jenis aset mempengaruhi

kelancaran usaha pengecer. Dibanyak

perusahaan, sediaan merupakan

bagian yang signifikan dari aset lancar,

karena biasanya jumlah sediaan

menyumbangkan persentase yang

cukup tinggi dari total aset lancar.

Yang tidak kalah pentingnya, sediaan

juga dapat mempengaruhi besarnya laba.

Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi pada PT. Indofarma Tbk. Pada kasus ini nilai

yang disajikan dalam laporan keuangan PT Indofarma pada 2001 lebih tinggi dari nilai yang

seharusnya dilaporkan (press release yang dikeluarkan oleh Bapepam pada 8 November

2004). Penyajian nilai lebih tersebut terdeteksi dari overstated penyajian nilai barang dalam

proses yang tercantum dalam laporan keuangan 2001 yang mencapai Rp28 miliar. Akibat

kelebihan penyajian tersebut, nilai harga pokok produksi menjadi lebih rendah dari nilai

yang seharusnya dilaporkan (understated). Karena harga pokok produksi rendah, maka

berakibat pada penyajian laba yang lebih tinggi dari seharusnya untuk jumlah yang sama.

Mengacu pada kerangka dasar penyajian laporan keuangan, penyajian laba yang lebih tinggi

Page 14: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 13

berdampak pada penyajian informasi yang menyesatkan dan tidak andal sehingga

merugikan pengambil keputusan.

Dari contoh kasus tersebut, dapat kita lihat pentingnya menentukan nilai sediaan

yang benar. Pada edisi ini, akan kita bahas bagaimana penilaian sediaan berdasar PSAK 14

(revisi 2008). Isu khusus dalam pembahasan ini adalah bagaimana penentuan jumlah biaya

yang diakui sebagai aset dan perlakuan akuntansi selanjutnya atas aset tersebut sampai

pendapatan terkait diakui.

SEDIAAN : TINJAUAN UMUM

Sediaan dapat terdiri dari barbagai macam jenis tergantung sifat bisnis perusahaan. Tanah

ataupun mesin produksi dapat dikatagorikan sebagai sediaan bukan aset tetap. Jika

perusahaan bergerak dalam bidang pengembangan perumahan/Real estate (developer)

maka tanah dapat dikatagorikan sebagai jenis sediaan dalam bidang bisnis ini. Dilain pihak,

bagi perusahaan yang memproduksi mesin-mesin berat untuk berproduksi, maka mesin-

mesin yang dihasilkan dapat dikatagorikan sebagai sediaan, bukan aktifa tetap. Dengan

demikian klasifikasi utama sediaan tergantung dari operasi bisnis.

Menurut PSAK No. 14 paragraf 05 (Revisi 2008) menyatakan bahwa sediaan adalah : “

aset yang (1) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, (2) dalam proses produksi

untuk penjualan tersebut, (3) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan

dalam proses produksi atau pemberian jasa. Dari definisi tersebut, maka sediaan meliputi :

1. Barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali (barang dagang)

2. barang jadi yang telah diproduksi

3. barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi

4. bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.

Dalam hal pencatatan sediaan, maka akuntansi mengenal 2 sistem pencatatan sediaan

yaitu:

1. Metode Perpetual (metode buku)

Page 15: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 14

Metode ini menyediakan catatan yang berkelanjutan tentang saldo akun sediaan dan

akan harga pokok penjualan sehingga pada akhir periode, nilai sediaan dapat langsung

ditentukan tanpa harus melakukan perhitungan fisik sediaan dan harga pokok penjulan

juga langsung dapat ditentukan.

2. Metode Periodik (metode fisik)

Dalam metode ini, sediaan barang pada akhir periode ditentukan dengan menghitung

secara fisik sediaan yang ada kerena pada saat pembelian sediaan, dicatat dalam

rekening “pembelian” bukan “sediaan “. Harga pokok penjualan ditentukan dengan

mengurangkan “biaya tersedia untuk dijual” dengan “sediaan akhir”

ISU POKOK DALAM AKUNTANSI UNTUK SEDIAAN

Sediaan dapat terdiri dari barbagai macam jenis tergantung sifat bisnis perusahaan. Tanah

ataupun mesin produksi dapat dikatagorikan sebagai sediaan bukan aset tetap. Jika

perusahaan bergerak dalam bidang pengembangan perumahan/ Real estate (developer)

maka tanah dapat dikatagorikan sebagai jenis sediaan dalam bidang bisnis ini. Dilain pihak,

bagi perusahaan yang memproduksi mesin-mesin berat untuk berproduksi, maka mesin-

mesin yang dihasilkan dapat dikatagorikan sebagai sediaan, bukan aktifa tetap. Dengan

demikian klasifikasi utama sediaan tergantung dari operasi bisnis.

Masalah yang difokuskan dalam akuntansi sediaan adalah :

1. bagaimanakah menentukan harga pokok penjualan yang dilaporkan dalam laporan laba

rugi komprehensif, dan

2. bagaimanakah menentukan nilai sediaan yang akan dilaporkan dalam Laporan posisi

keuangan.1

Dalam kaitannya dengan isu yang ke-2, untuk menentukan total nilai sediaan, maka

dipengaruhi oleh 2 keadaan yaitu : (1) jumlah fisik sediaan dan (2) nilai sediaan per unit

sediaan sehingga :

1 Penilaian persedian diartikan sebagai penentuan nilai sediaan yang akan diantumkan pada laporan posisi keuangan

Nilai Sediaan = Unit Fisik x Nilai Sediaan Per Unit

Page 16: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 15

Dalam penentuan nilai sediaan per unit, maka nilainya didasarkan pada prinsip biaya

(Cost basis). Nilai sediaan yang ditentukan berdasarkan cost basis disebut dengan metode

harga pokok (cost method). Metode ini dapat digunakan dalam keadaan dimana tidak

terjadi penyimpangan (karena perubahan tingkat harga, atau keusangan, atau kerusakan)

terhadap prinsip biaya historis atau nilai sediaan tidak menurun dibawah biaya awalnya (kos

awal). Dengan kata lain “Prinsip Biaya Historis Tidak Dapat Diterapkan Apabila

Kemampuan Untuk Menghasilkan manfaat (pendapatan) Masa Depan Tidak Lagi Sebesar

Biaya Awalnya.

PSAK 14 (revisi 2008) paragraf 23

menyatakan “Biaya persediaan, kecuali

yang disebut dalam paragraf 21,2 harus

dihitung dengan menggunakan rumus

biaya masuk pertama keluar pertama

(MPKP) atau rata-rata tertimbang.

Entitas harus menggunakan rumus

biaya yang sama terhadap semua

persediaan yang memiliki sifat dan

kegunaan yang sama. Untuk persediaan

yang memiliki sifat dan kegunaan yang

berbeda, rumusan biayayang berbeda

diperkenankan”.

Paragraf 23 tersebut menunjukkan bahwa untuk menghitung kos sediaan, metode kos

yang dapat diperkenankan adalah menggunakan metode FIFO dan WEIGHTED-AVERAGE

COST. Namun, dari dua metode tersebut, entitas harus konsisiten dalam menerapkan

metode yang dipilih pada jenis sediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang sama. Untuk

sediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda maka metode kos yang digunakan

dapat juga berbeda. Paragraf ini juga menegaskan bahwa LIFO sudah tidak diperkenankan

lagi. 3

2 Paragraf 21 menyatakan Biaya persediaan untuk item yang biasanya tidak dapat diganti dengan barang lain (not ordinary

interchangeable) dan barang atau jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek tertentu harus diperhitungkan berdasarkan

identifikasi spesifik terhadap biayanya masing masing.

3 Salah satu penyebabnya adalah metode FIFO tidak mewakili secara tepat aliran sediaan.

Metode kos dapat digunakan

ketika tidak ada penyimpangan

(karena perubahan tingkat

harga, atau keusangan) terhadap

prinsip biaya historis atau nilai

sediaan tidak menurun dibawah

biaya awalnya (cost awal).

Page 17: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 16

Metode kos dengan menggunakan FIFO dan WEIGHTED-AVERAGE COST biasanya

digunakan untuk menentukan nilai sediaan apabila pada akhir periode akuntansi nilai

sediaan tidak mengalami perubahan atau sama dengan cost awal. tetapi, apabila nilai

sediaan yang ada ditangan mengalami penurunan atau kenaikan (berubah) atau tidak

sama dengan kost awal maka nilai sediaan yang akan dilaporkan pada laporan posisi

keuangan tidak dapat lagi ditentukan dengan menggunakan dasar kos.

Dalam kondisi tersebut diatas maka sediaan harus diukur dengan menggunakan Nilai

terendah antara kos dan net realizable value (the lower of cost and net realizable value). Hal

ini sesuai dengan apa yang tertera pada PSAK No. 14 paragraf 8 (revisi 2008), yang

menyatakan bahwa: “Sediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih,

mana yang lebih rendah”. PSAK no.14 ini mengadadopsi IAS no.2 yang menyatakan bahwa

Nilai terendah antara kos dan net realizable value (selanjutnya akan disebut NRV) harus

digunakan sebagai basis dalam penilaian sediaan.

Sebelum diadopsinya

PSAK 14 (revisi 2008),

standar akuntansi keuangan

Indonesia mengharuskan

menilai sediaan dengan

menggunakan metode

Lower cost or market (LCM)

sehingga jika kita liat maka

perbedaan penilaian sediaan

antara PSAK 14 lama dengan

PSAK 14 (revisi 2008)

terletak pada nilai pasar

(berdasarkan PASK 14

sebelum revisi 2008) dan

nilai realisasi bersih

(berdasar PSAK 14 revisi

Metode kos (FIFO dan WEIGHTED-

AVERAGE COST ) TIDAK dapat

digunakan lagi ketika nilai sediaan yang

ada ditangan mengalami penurunan

atau kenaikan (berubah) atau tidak

sama dengan kost awal. Perubahan

tersebut bisa disebabkan karena rusak,

seluruh atau sebagian sediaan telah

usang, persediaan tidak dalam keadaan

normal untuk dijual atau harga jualnya

mengalami penurunan.

Page 18: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 17

2008). Sebelum kita kaji lebih dalam bagaimana teknis penentuan nilai sediaan, perlu

dibedakan antara nilai pasar (market value) dengan NRV.

Dalam PSAK paragraf 5 dinyatakan bahwa NRV adalah estimasi harga jual dalam

kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang

diperlukan untuk membuat penjualan (Paragraf 05). NRV mengacu kepada jumlah neto

yang entitas berharap untuk direalisasi dari penjualan persediaan dalam kegiatan usaha

biasa. 4 Sedangkan nilai pasar (market) mengacu pada kos untuk mengganti item sediaan

dengan cara membeli atau dengan cara produksi. Dalam penentuan nilai pasar melibatkan

batas atas (upper limit) dan batas bawah (lower limit). Upper limit mengacu pada nilai NRV

sedangkan lower limit mengacu pada nilai NRV dikurangi dengan margin profit normal.

APLIKASI PENENTUAN NILAI SEDIAAN

BERDASAR METODE NRV Vs LCM.

Untuk mengaplikasi NRV, perlu diingat bahwa kos adalah nilai akuisisi sediaan yang dihitung

dengan menggunakan salah satu dasar kos historis, yaitu FIFO atau waighted-average cost.

Sedangkan NRV adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi

biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan.

Untuk mengilutrasikan aplikasi perbandingan penentuan nilai sediaan dengan

menggunakan ke-dua metode, maka dimisalkan Sedato Company memiliki data berikut

terkait sediannya (yang dinilai dengan menggunakan basis individu) .

Item Kos* Replacement

cost

Estimasi harga

jual Biaya penyelesaian

Normal profit

margin

A Rp2 Rp 1,8 Rp2,50 Rp 0,50 24%

B 4 1,6 4,00 0,80 24%

C 6 6.6 10,00 1,00 18%

4 Dalam paragraf 6 juga dinyatakan bahwa nilai wajar mencerminkan suatu jumlah di mana persediaan yang sama dapat dipertukarkan

antara pembeli dan penjual yang berpengetahuan dan berkeinginan di pasar. Nilai realisasi neto adalah nilai khusus entitas4 sedangkan

nilai wajar tidak tergantung pada nilai khusus entitas. Nilai realisasi neto untuk persediaan bisa tidak sama dengan nilai wajar dikurangi

biaya untuk menjual (Paragraf 6).

Page 19: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 18

D 5 4,75 6,00 2,00 20%

E 1 1.05 1,20 0,25 12,5%

Keterangan * = nilai kos ini merupakan nilai sediaan Akhir yang ditentukan nilainya terlebih dahulu dengan menggunakan metyode FIFO

atau waighted-average

Dari data tersebut perhitungan nilai sediaan akhir dengan menggunakan metode the

lower of cost and net realizable value adalah sebagai berikut:

Item Kos Estimasi

harga jual (A)

Biaya penyelesaian

(B) NRV (A-B) Lower

A Rp2 Rp2,50 Rp 0,50 Rp 2,00 Rp2,00

B 4 4,00 0,80 3,20 3,20

C 6 10,00 1,00 9,00 6,00

D 5 6,00 2,00 4,00 4,00

E 1 1,20 0,25 0,95 0,95

Total Rp 18 Rp15,95

Selisih kos dan nilai NRV= 2,05

Dengan menggunakan metode LCNRV maka jurnal penyesuaian yang dibutuhkan untuk

mengakui danya penurunan nilai dari kos ke NRV (dengan menggunakan metode cadangan)

adalah :

Loss Due to Decline of Inventory to Net realizable Value ............Rp 2,05

Allowance to reduce Inventory to Net realizable Value ........... Rp 2,05

Rekening “Allowance To Reduce Inventory To NRV” akan disajikan pada Neraca sebagai

faktor pengurang sediaan (inventory) yang tampak sebagai berikut :

Inventory (at Cost) ………………………………….................... Rp 18

Allowance To Reduce Inventory To NRV ................…… 2,05

Inventory value (at NRV) ……………………….................. Rp 15,95

Jika data tersebut digunakan untuk menghitung nilai sediaan dengan menggunakan

metode Lower cost or market (LCM), maka perhitungannnya adalah:

Page 20: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 19

Item Kos

Estimasi

harga

jual (A)

Biaya

penyelesaian

(B)

NRV

(A-B)

Batas

bawah

Replacement

cost Market LCM

A Rp2 Rp2,50 Rp 0,50 Rp 2,00 Rp1,40 Rp 1,8 Rp 1,80 Rp 1,80

B 4 4,00 0,80 3,20 2,24 1,6 2,24 2,24

C 6 10,00 1,00 9,00 7,20 6.6 7,20 6,00

D 5 6,00 2,00 4,00 2,80 4,75 4,00 4,00

E 1 1,20 0,25 0,95 0,80 1.05 0,95 0,95

Total Rp 18 Rp14,99

Selisih kos dengan pasar= 3,01

Dengan menggunakan metode LCM maka jurnal penyesuaian yang dibutuhkan untuk

mengakui danya penurunan nilai dari kos ke nilai pasar (dengan menggunakan metode

cadangan) adalah :

Loss Due to Decline of Inventory to market ......... Rp 3,01

Allowance to reduce Inventory to market ................ Rp 3,01

Rekening “Allowance To Reduce Inventory To NRV” akan disajikan pada Neraca

sebagai faktor pengurang sediaan (inventory) yang tampak sebagai berikut :

Inventory (at Cost) ………………………………….................... Rp 18

Allowance To Reduce Inventory To market ................…… 3,01

Inventory value (at market) ……………………….................. Rp 14,99

Jika kita bandingkan antara metode the lower of cost and net realizable value dengan

metode Lower cost or market (LCM) maka nilai sediaan akhir memiliki nilai yang lebih kecil

jika menggunakan metode LCM, sehingga cadangan kerugian (jika menggunakan metode

cadangan) dan kerugian akibat penurunan nilai sediaan yang diakui akan menjadi lebih

besar yaitu sebesar Rp3,01 jika dibandingkan dengan mengunakan metode NRV. Jadi dapat

dikatakan bahwa metode penilaian sediaan berdasar US GAAP lebih konservatif daripada

IFRS.

Satu catatan penting yang harus kita cermati adalah nilai sediaan berdasar IFRS (atau

berdasar PSAK No.14 revisis 2008) dan berdasar US GAAP akan memberikan nilai yang

SAMA jika replacement cost (kos pengganti) LEBIH BESAR daripada NRV. Penasaran?

Page 21: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 20

Cobalah mengaplikasikannya dengan menggunakan angka yang teman-teman buat sendiri.

.Selamat mencoba!

SIMPULAN Sediaan dicatat pada kos-nya, namun jika nilai sediaan mengalami penurinan nilai dibawah

kos awal, maka terjadi pergeseran yang cukup besar dari prinsip kos historis. Apapun alasan

terjadinya penurunan nilai (keusangan, kadaluarsa, rusak, perubahan level harga)

perusahaan harus mengakui adanya penurunan nilai sediaan ke net ralizable value (NRV).

Hal ini berarti bahwa perusahaan harus meninggalkan prinsip historical kos ketika nilai guna

utilitas (kemampuan menghasilkan revenue) dari aset mengalami penuunan dibawah kos

awal.

REFERENSI Kieso, Weygandt, dan Warfield. 2010. Intremediate Accounting. Wiley. New York

Standar Akuntansiu Keuangan. 2009. Ikatan Akuntan Indonesia. Salemba Empat, jakarta.

Fay, et al. 2009. Incorporating International Financial Reporting Standards (IFRS) into

Intermediate Accounting. Virginia Tech.

Page 22: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 21

Peran dan Martabat Bahasa Indonesia

dalam Pengembangan Ilmu5

Suwardjono Fakultas Ekonomika dan Busines

Universitas Gadjah Mada

Pengantar

Makalah ini membahas masalah yang lebih sempit daripada topik yang luas yaitu “Peran

Bahasa dalam Pendidikan Anak Bangsa menuju Insan Indonesia Cerdas Kompetitif ” sebagai

tema Kongres IX Bahasa Indonesa. Penulis merasa mendapat kehormatan karena diberi

kesempatan untuk menyampaikan gagasan tentang bahasa Indonesia yang menjadi

perhatian penulis cukup lama sebagai dosen yang harus menggunakan bahasa Indonesia

dalam kegiatan pembelajaran. Perhatian timbul setelah penulis mempelajari, menggunakan,

merasakan, dan membandingkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris selama menjalankan

tugas sebagai staf pengajar di perguruan tinggi yang sebagian besar sumbernya berbahasa

Inggris. Penulis mendapatkan pemahaman dan keyakinan bahwa bahasa Indonesia cukup

kaya dan mempunyai potensi yang besar untuk menjadi bahasa pengantar ilmu pengetahun

dan teknologi pada tingkat yang sepadan dengan bahasa Inggris. Penulis berkeyakinan

bahwa bahasa Indonesia yang baku dan pada aras (level) yang memadai harus dikuasai oleh

ilmuwan dan pembelajar dalam bidang ilmu yang menjadi minatnya. Hal ini menuntut sikap

dan pandangan baru terhadap bahasa Indonesia di tengah-tengah persaingan antara

bahasa Indonesia dengan bahasa asing terutama bahasa Inggris. Makalah ini lebih

5 Makalah ini didasarkan pada dua artikel penulis yang selalu penulis kembangkan dan revisi. Dua artikel

tersebut adalah Suwardjono (1991a dan 1991b).

Page 23: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 22

memfokuskan pada pembahasan masalah dan kendala pengembangan bahasa Indonesia

daripada solusi untuk menjadikan bahasa Indonesia sama martabatnya dengan bahasa

Inggris.

Sarana utama dalam pengembangan dan penyebaran ilmu adalah bahasa. Bahasa

mempunyai ragam dan tingkat sesuai dengan tujuan dalam mencapai keefektifan

komunikasi. Untuk tujuan pengembangan ilmu, bahasa menjadi sarana komunikasi oleh

sesama ilmuwan atau pakar dalam bentuk buku atau karya tulis lainnya. Karya tulis

akademik dan ilmiah menuntut kecermatan bahasa karena karya tersebut harus

disebarluaskan kepada pihak yang tidak secara langsung berhadapan dengan penulis baik

pada saat tulisan diterbitkan maupun pada beberapa tahun sesudah itu. Kecermatan bahasa

menjamin bahwa makna yang ingin disampaikan penulis akan sama persis seperti makna

yang ditangkap pembaca tanpa terikat oleh waktu. Kesamaan interpretasi terhadap makna

akan tercapai kalau penulis dan pembaca mempunyai pemahaman yang sama terhadap

kaidah kebahasaan yang digunakan. Lebih dari itu, komunikasi ilmiah juga akan menjadi

lebih efektif kalau kedua pihak mempunyai kekayaan yang sama dalam hal kosa kata,

gramatika, idiom, dan sarana kebahasaan lainnya.

Ciri ragam bahasa keilmuan adalah kemampuan bahasa tersebut untuk mengungkapkan

gagasan dan pikiran yang kompleks dan abstrak secara cermat. Kecermatan gagasan dan

buah pikiran hanya dapat dilakukan kalau struktur bahasa (termasuk kaidah pembentukan

istilah) sudah canggih dan mantap.

Arti penting kemampuan berbahasa untuk tujuan ilmiah dan penyerapan ilmu dinyatakan

Suriasumantri (1999) seperti berikut:6

Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk

melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah

yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosa kata yang baik akan sukar

bagi seorang ilmuwan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain.

Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi

tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosa kata dan logika tata bahasa

merupakan persyaratan utama (hlm. 14).

6 Penebalan oleh penulis. Kata “di mana” seharusnya diganti “yang di dalamnya.”

Page 24: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 23

Suriasumantri selanjutnya mengemukakan bahwa bahasa merupakan sarana untuk

mengungkapkan perasaan, sikap, dan pikiran. Aspek pikiran dan penalaran merupakan

aspek yang membedakan bahasa manusia dan makluk lainnya. Selanjutnya disimpulkan

bahwa aspek penalaran bahasa Indonesia belum berkembang sepesat aspek kultural.

Demikian juga, kemampuan berbahasa Indonesia untuk komunikasi ilmiah dirasakan sangat

kurang apalagi dalam komunikasi tulisan. Hal ini disebabkan oleh proses pendidikan yang

kurang memperlihatkan aspek penalaran dalam pengajaran bahasa.

Tulisan ini membahas dua masalah kebahasaan Indonesia yaitu masalah strategi

kebahasaan nasional dan peran lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi sebagai

agen pengembangan dan perubahan bahasa untuk tujuan keilmuan. Masalah pertama

berkaitan dengan kebijakan penegasan kedudukan dan pengembangan bahasa Indonesia

sebagai bahasa keilmuan beserta masalah dan kendalanya. Masalah kedua menyangkut

peran lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi dalam mengembangkan dan

menanamkan arti penting bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar keilmuan tersebut.

Bahasa keilmuan merupakan salah satu ragam bahasa yang harus dikuasai oleh mereka yang

berkecimpung dalam dunia keilmuan dan akademik.

Poedjosoedarmo (2001) menjelaskan bahwa martabat bahasa adalah tinggi atau

rendahnya derajat bahasa di mata pemakainya atau orang asing. Kemampuan bahasa untuk

memenuhi berbagai keperluan komunikasi menentukan derajat bahasa. Semakin besar

kemampuan bahasa untuk menyampaikan segala macam cipta, rasa, dan karsa dalam suatu

masyarakat, semakin tinggi derajat bahasa itu. Agar mampu dan bermartabat tinggi bahasa

itu harus kaya dalam hal perbendaharaan kata, idiom, struktur kalimat, dan register khusus

untuk menyampaikan berbagai pesan dalam segala aspek kehidupan. Bahasa dapat

dikatakan berkemampuan dan bermartabat tinggi kalau bahasa itu digunakan dalam bidang

agama, kesusasteraan, ilmu pengetahuan, politik, hukum, dan kenegaraan.

Berdasarkan pemahaman penulis terhadap sarana kebahasaan yang tersedia, penulis

berkeyakinan bahwa bahasa Indonesia mempunyai martabat dan kemampuan yang

memadai untuk menjadi bahasa pengantar ilmu sampai pada tingkat yang tinggi seperti

bahasa asing terutama bahasa Inggris. Bahasa Indonesia dapat dikembangkan menuju ke

arah itu, khususnya untuk tujuan pengungkapan segala macam ilmu pada tingkat yang

Page 25: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 24

tinggi. Ragam bahasa keilmuan pada dasarnya merupakan ragam bahasa baku yang

memenuhi kaidah kebahasaan.

Bahasa Indonesia di Persimpangan Jalan

Bahasa merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan suatu bangsa karena bahasa

merupakan sarana untuk membuka wawasan bangsa (khususnya pelajar dan mahasiswa)

terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Dengan kata lain, tia7

merupakan sarana untuk menyerap dan mengembangkan pengetahuan. Pada umumnya,

negara maju mempunyai struktur bahasa yang sudah modern dan mantap.

Moeliono (1989) menegaskan bahwa untuk dapat memodernkan bangsa dan masyara-

kat, pemodernan bahasa merupakan suatu hal yang sangat penting. Beliau mencotohkan

apa yang dialami Jepang. Usaha pemodernan bahasa Jepang yang dirintis sejak Restorasi

Meiji telah mampu menjadi katalisator perkembangan ilmu dan teknologi di Jepang. Hal itu

dapat dicapai karena semua sumber ilmu pengetahuan dan teknologi Barat dapat

diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dengan cermat sehingga wawasan berpikir bangsa

Jepang dapat dikembangkan secara intensif lewat usaha penerjemahan secara menyeluruh

dan besar-besaran. Hal ini menciptakan insan yang cerdas dan kompetitif tanpa harus

menunggu kefasihan berbahasa asing.

Gagasan tersebut telah mendorong usaha untuk menjadikan bahasa Indonesia

sebagai bahasa yang bermartabat untuk tujuan keilmuan. Usaha ini telah ditandai dengan

dibentuknya Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang Pusat Bahasa) dan

diterbitkannya buku Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.8

Walaupun publikasi tersebut belum secara tuntas menggambarkan aspek kebahasaan yang

diharapkan, publikasi tersebut memberi isyarat bahwa untuk memantapkan kedudukan

7 Kata “tia” merupakan kata ganti untuk kata “bahasa” yang disebut sebelumnya. Kata “tia” digunakan untuk

kata ganti nomina (kata benda) tunggal sebagai pasangan ia atau dia yang merupakan kata ganti personal

(untuk orang). Untuk kata ganti nomina jamak, penulis mengusulkan dan menggunakan kata “meretia” sebagai

pasangan “mereka” dalam beberapa tulisan penulis. 8 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988); Depdikbud, Tata Bahasa Baku

Bahasa Indonesia (Jakarta: Perum Balai Pustaka, 1988). Buku pertama telah mengalami revisi dua kali tahun

1998 dan 2000.

Page 26: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 25

bahasa Indonesia perlu ada suatu pembakuan baik dalam bidang ejaan maupun tata bahasa.

Pembakuan ini merupakan suatu prasyarat untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai

bahasa keilmuan. Publikasi itu merupakan salah satu sarana untuk menuju ke status

tersebut.

Keefektifan usaha di atas dipengaruhi oleh sikap dan tanggapan masyarakat

(khususnya ilmuwan dan akademisi) terhadap bahasa Indonesia. Komunikasi ilmiah dan

profesional dalam bahasa Indonesia belum sepenuhnya mencapai titik kesepakatan yang

tinggi dalam hal kesamaan pemahaman terhadap kaidah bahasa termasuk kosa kata.

Sebagian ilmuwan dan akademisi masih memandang rendah kemampuan dan martabat

bahasa Indonesia sehingga tidak mempunyai minat untuk mengembangkannya. Bahasa

baku sering malahan menjadi bahan ejekan. Beberapa kenyataan atau faktor mungkin

menjelaskan keadaan ini dan menjadi kendala pengembangan bahasa keilmuan.

Pertama, kebanyakan orang dalam dunia akademik belajar berbahasa Indonesia

secara alamiah (bila tidak dapat dikatakan secara monkey see monkey do). Artinya orang

belajar dari apa yang nyatanya digunakan tanpa memikirkan apakah bentuk bahasa

tersebut secara kaidah benar atau tidak. Lebih dari itu, akademisi kadangkala lebih

menekankan selera bahasa daripada penalaran bahasa. Akibatnya, masalah kebahasaan

Indonesia dianggap hal yang remeh atau sepele dan dalam menghadapi masalah bahasa

orang lebih banyak menggunakan argumen “yang penting tahu maksudnya.” Orang lupa

bahwa “tahu maksudnya” juga harus dicapai pada tingkat dan keakuratan yang tinggi

khususnya untuk tujuan ilmiah. Lihat pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini dalam

subbahasan Tugas Siapa di bagian lain tulisan ini.

Kedua, bahasa Indonesia harus bersaing dengan bahasa asing (terutama Inggris).

Kenyataan ini tidak hanya terjadi pada tingkat penggunaan sehari-hari dalam kehidupan

masyarakat umum tetapi juga dalam kehidupan akademik. Cendekiawan dan orang yang

berpengaruh biasanya mempunyai kosa kata asing yang lebih luas daripada kosa kata

Indonesianya (sebagian karena tuntutan untuk belajar bahasa asing ketika belajar di luar

negeri) dan melupakan bahasa Indonesia. Akibatnya, mereka merasa lebih asing dengan

bahasa Indonesia. Selanjutnya, mereka lebih nyaman menggunakan bahasa (istilah) asing

untuk komunikasi ilmiah tanpa ada upaya sedikit pun untuk memikirkan pengembangan

Page 27: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 26

bahasa Indonesia. Media massa juga memperparah masalah terutama televisi. Nama acara

berbahasa Inggris tetapi isinya berbahasa Indonesia. Apakah bahasa Indonesia ataukah

penyelenggara acara yang miskin kosa kata? Kalau tidak, apakah menggunakan bahasa

Indonesia kurang bergengsi, kurang mampu, dan kurang bermartabat?

Ketiga, dalam dunia pendidikan (khususnya perguruan tinggi) sebagian buku referensi

atau buku ajar yang memadai dan lengkap biasanya berbahasa asing (terutama Inggris)

karena memang banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di luar negeri.

Sementara itu, kemampuan bahasa asing rata-rata pelajar dan mahasiswa dewasa ini belum

dapat dikatakan memadai untuk mampu menyerap pengetahuan yang luas dan dalam yang

terkandung dalam buku tersebut. Kenyataan tersebut sebenarnya merupakan implikasi dari

suatu keputusan strategik implisit yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap pelajar harus

sudah fasih berbahasa Inggris setamatnya dari sekolah sehingga bahasa Inggris mempunyai

Selain itu, digunakannya buku teks kedudukan istimewa dalam kurikulum sekolah.

berbahasa Inggris didasarkan pada gagasan bahwa jaman sekarang telah mengalami

globalisasi dan banyak orang berpikir bahwa globalisasi harus diikuti dengan penginggrisan

bangsa dan masyarakat. Strategi ini tidak hanya merasuki pikiran pengambil keputusan di

bidang pendidikan di tingkat institusional tetapi juga di tingkat individual guru atau dosen.

Pikiran semacam ini sebenarnya merupakan suatu kecohan penalaran (reasoning fallacy). Di

Jepang, globalisasi dimaknai sebagai pengglo balan bangsa atau negara bukan pengglobalan

individual. Di Indonesia, globalisasi tampaknya dimaknai sebagai penginggrisan masyarakat

Indonesia sampai pada lapisan masyarakat dan tingkat pendidikan yang paling bawah

(taman bermain dan taman kanak-kanak). Kalau globalisasi dimaknai dengan penginggrisan

masyarakat, yang sebenarnya terjadi adalah gombalisasi (penggombalan) masyarakat.

Keempat, kalangan akademik sering telah merasa mampu berbahasa Indonesia

sehingga tidak merasa perlu untuk belajar bahasa Indonesia atau membuka kamus bahasa

Indonesia (misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia). Akibatnya, orang sering merasa lebih

asing mendengar kata bahasa sendiri daripada mendengar kata bahasa asing. Anehnya,

kalau orang menjumpai kata asing (Inggris) yang masih asing bagi dirinya, mereka dengan

sadar dan penuh motivasi berusaha untuk mengetahui artinya dan mencarinya di dalam

kamus dan tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa kata itu aneh. Akan tetapi, kalau

mereka mendengar kata bahasa Indonesia yang masih asing bagi dirinya, dia merasa itu

Page 28: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 27

bukan bahasanya dan akan bereaksi dengan mengatakan “Apa artinya ini, kok aneh-aneh?”

dan berusaha untuk tidak pernah tahu apalagi membuka kamus dan menggunakannya

secara tepat. Dalam “Kontak Pembaca” (Tempo, 2 Mei 1992), Sofia Mansoor-Niksolihin

mengemukakan hal berikut ini.9

Sebetulnya, kata-kata itu bisa dicari sendiri dalam kamus karena memang itulah

itulah salah satu fungsi kamus. Tapi, biasanya, kamus hanya dibuka jika kita

mengalami kesulitan untuk memahami kata bahasa asing. Bila menjumpai kata

Indonesia yang tidak kita kenal, kita bukannya membuka kamus, melainkan pada

umumnya menggerutu dan merasa terganggu.

Rupanya, bukan hanya film nasional yang sulit menjadi tuan rumah di negeri

sendiri. Bahasa nasional pun ternyata sering kita anak tirikan. Menurut hemat saya,

kamus perlu dibuka setiap kali kita menjumpai kata yang tidak kita kenal, baik itu

kata asing maupun kata Indonesia. Kita terpaksa mengakui bahwa kita ini

sebenarnya miskin kosa kata bahasa sendiri. Hanya sebagian kecil yang kaya,

misalnya para penulis TEMPO. Jadi, agar dapat memahami tulisan si kaya, kitalah

yang harus memperkaya diri. Caranya? Tidak serumit menjadi konglomerat. Cukup

dengan memiliki kamus, sedikitnya KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Sikap seperti ini sebenarnya menunjukkan bahwa seseorang sudah merasa cukup dan puas

dengan bahasa awam atau alamiahnya. Dapat juga sikap semacam itu timbul karena

mentalitas rendah diri yang akut (inferiority complex) atau mental terjajah. Akademisi yang

bersikap demikian lupa bahwa kemampuan menyerap gagasan dan pengetahuan yang

kompleks dan konseptual memerlukan kemampuan berbahasa dan penguasaan kosa kata

pada tingkat yang memadai.

Pada waktu belajar di luar negeri, penulis bertemu dengan mahasiswa Amerika (teman

baik penulis) yang pada waktu itu membawa kamus The American Heritage Dictionary yang

cukup tebal. Penulis menanyakan kepadanya mengapa dia masih membawa kamus segala

toh dia sudah bisa berbahasa Inggris. Dengan nada yang cukup tinggi (mungkin dia berpikir

bahwa penulis menanyakan stupid question dan ingin memberi pelajaran kepada penulis)

dia menjawab yang kira-kira artinya demikian: “Apa kamu kira saya ini tahu semua kata

bahasa Inggris?” Pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman ini adalah bahwa seseorang

9 Dalam kutipan ini, “kata-kata itu” adalah sentana, menyura, menyoal, legah-leguh, dan nafsi-nafsi yang

terdapat di majalah TEMPO yang dikeluhkan oleh seorang pembaca melalui Kontak Pembaca. Kutipan tersebut

merupakan sebagian dari tanggapan terhadap keluhan tersebut.

Page 29: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 28

(khususnya dosen dan mahasiswa) harus belajar bahasa sendiri (Indonesia) lebih dari apa

yang diperolehnya secara alamiah.

Kelima, beberapa kalangan masyarakat termasuk profesional (karena ketidaktahuan-

nya) sering menunjukkan sikap sinis terhadap usaha-usaha pengembangan bahasa. Lebih

dari itu, menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar belum merupakan suatu

kebanggaan atau gengsi bagi penuturnya. Suatu struktur bahasa yang baik dan benar justru

sering menjadi olok-olok sebagaimana ditunjukkan seorang penulis di sebuah majalah

terkenal yang menganjurkan untuk mengganti Pusat Pembinaan Bahasa dengan Pusat

Pembinasaan Bahasa.10

Penulis tersebut tampaknya tidak dapat membedakan antara

bahasa baku dan ragam bahasa.

Kebijakan Nasional

Sampai saat ini tampaknya belum ada suatu kesamaan persepsi dan kebijakan yang tegas

(di tingkat nasional, institusi, dan individual dosen) mengenai masalah kebahasaan untuk

kepentingan pengembangan ilmu dan teknologi. Atas dasar beberapa dilema atau kendala

kebahasaan Indonesia di atas, ada suatu pertanyaan yang sangat mendasar yang dapat

dijadikan haluan suatu kebijakan strategik nasional yang penting. Manakah kebijakan

nasional yang paling efektif untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di

masa datang:

(1) mengajarkan bahasa asing (Inggris) kepada pelajar/mahasiswa sehingga mereka

dapat membaca buku-buku asing tetapi tetap menggunakan bahasa Indonesia

sebagai pengantar,

(2) menerjemahkan buku asing itu ke dalam bahasa Indonesia sehingga ilmu

pengetahuan asing itu dapat dipelajari oleh pelajar/mahasiswa Indonesia yang tidak

atau belum paham atau fasih bahasa asing pada tingkat yang memadai, atau

(3) menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di perguruan tinggi (buku teks

dan bahasa pengantar kuliah).

10

Remy Sylado, “Pusat Pembinaan Bahasa Apa Pusat Pembinasaan Bahasa,” Jakarta, Jakarta No. 173 (Oktober

1989), hlm. 84-85. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa sekarang disebut Pusat Bahasa saja.

Page 30: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 29

Dapatkah dicapai suatu keadaan yang memungkinkan bahwa ilmu pengetahuan dan

teknologi dapat segera dikuasai dan karya seni tinggi dapat segera dinikmati para pelajar

dan mahasiswa tanpa mereka harus belajar bahasa asing dulu? Tidak mudah untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Masing-masing pilihan akan membawa implikasi yang

sangat luas baik dalam kehidupan masyarakat umum maupun akademik. Yang jelas,

kebijakan manapun yang dipilih akan mempunyai implikasi dalam membangun insan

Indonesia yang cerdas dan kompetitif.

Apa yang terjadi di Indonesia dewasa ini juga merupakan refleksi dari keputusan

strategik yang sekarang dianut baik secara sadar ataupun tidak. Implikasi keputusan

strategik mengenai hal ini di Jepang dapat dijadikan contoh dan pertimbangan. Di negara

tersebut, pelajar pada tingkat pendidikan menegah dan atas tidak harus menunggu fasih

berbahasa Inggris untuk dapat menikmati karya-karya ilmiah dan karya-karya seni tinggi

asing. Akibatnya, inovasi tumbuh dengan subur dan dapat disaksikan bahwa bangsa Jepang

telah menikmati hasil keputusan strategik tersebut. Memang hasil seperti itu tidak dapat

diraih dalam waktu pendek (dan juga tidak hanya faktor bahasa yang menentukan). Akan

tetapi, tidak adakah usaha dalam diri kita untuk menuju ke sana? Tidak adakah paradigma

dan sikap baru dalam menghadapi masalah kebahasaan kita bila memang benar bahwa

kemantapan bahasa merupakan katalisator kemajuan dan penguasaan ilmu pengetahuan?

Bahasa Menunjukkan Bangsa

Kita memaklumi bahwa bahasa Inggris yang kita kenal sekarang memang dapat dikata kan

mempunyai ejaan dan struktur bahasa yang baku yang menjadi bagian penting dari

martabat dan kemampuan bahasa. Oleh karena itu, bahasa tersebut telah mencapai status

untuk digunakan sebagai bahasa keilmuan. Tentu saja kedudukan semacam itu tidak terjadi

begitu saja. Bahasa tersebut telah mengalami pengembangan dan perluasan dalam waktu

hampir tiga abad untuk mencapai statusnya seperti sekarang. Status yang demikian akhirnya

juga menjadi sikap mental bagi pemakai dan penuturnya. Artinya, kesalahan dalam

penggunaan bahasa baik tata bahasa maupun ejaan (spelling) merupakan suatu kesalahan

yang dianggap “tercela” dan memalukan apalagi di kalangan akademik. Sudah menjadi

kebiasaan umum dalam penilaian pekerjaan tulis pelajar dan mahasiswa di Amerika bahwa

Page 31: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 30

salah eja akan mengurangi skor pekerjaan tulis tersebut. Hal seperti itu dapat terjadi karena

pemilihan ejaan didasarkan pada kaidah yang baku dan bukan didasarkan atas selera

pemakai. Bandingkan dengan keadaan di Indonesia khususnya di kalangan profesional dan

akademik.

Kesadaran akan adanya pedoman yang baku mencerminkan bahwa masyarakat

mempunyai mentalitas untuk mengikuti apa yang menjadi ketentuan atau kesepakatan

bersama. Memang dalam setiap ketentuan yang baku selalu ada penyimpangan. Akan

tetapi, penyimpangan tentu saja diharapkan sangat minimal. Bila penyimpangan lebih

banyak daripada ketentuan yang baku berarti ketentuan baku tersebut praktis tidak ada

manfa atnya sama sekali. Dalam kehidupan sehari-hari, bila kebijaksanaan lebih banyak dari

ketentuan yang telah digariskan, dapat dibayangkan apa yang akan terjadi. Bila dalam

kehidupan bermasyarakat lebih banyak kebijaksanaan (yang berarti penyimpangan)

daripada ketentuan hukum yang berlaku maka kepercayaan masyarakat terhadap hukum

menjadi berkurang dan akhirnya masyarakat lebih mempercayai atau menganut jalan

simpang. Oleh karena itu, semboyan bahasa menunjukkan bangsa sebenarnya bukan

sekadar ungkapan klise melainkan semboyan yang mempunyai makna filosofis yang sangat

dalam. Sikap masyarakat terhadap bahasa barangkali dapat dijadikan indikator mengenai

sikap masyarakat dalam hidup bernegara. Mungkinkah perilaku dalam penggunaan bahasa

Indonesia dewasa ini merupakan refleksi sikap mental kita yang selalu mengharapkan

kebijaksanaan (baca: hak istimewa, prioritas, penyimpangan, atau pengecualian terhadap

hukum) daripada mengikuti ketentuan yang berlaku?

Arti Penting Bahasa Asing

Mungkin sekali banyak orang menjadi khawatir bahwa kalau bahasa Indonesia menjadi

maju dan semua buku sudah ditulis dalam bahasa Indonesia maka kemampuan pelajar dan

mahasiswa berbahasa asing menjadi berkurang sehingga tidak mampu bersaing. Sekali lagi

bersaing secara global hendaknya tidak diartikan sebagai bersaing secara individual tetapi

secara nasional. Mengembangkan dan memodernkan bahasa Indonesia di masa mendatang

tidak berarti mematikan bahasa asing. Yang sebenarnya harus dicapai adalah membuka

cakrawala pelajar dan mahasiswa terhadap pengetahuan dan teknologi sejak dini tanpa

Page 32: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 31

harus menunggu fasih berbahasa asing. Hal inilah yang perlu dipertimbangkan secara serius

sebagai kebijakan nasional. Sebagai individual, kalau kita ingin lebih melebarkan cakrawala

pengetahuan, bahasa asing jelas merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan. Masih

langkanya buku-buku keilmuan berbahasa Indonesia dewasa ini mengharuskan kita

(kalangan busines, akademik, dan ilmiah) menguasai bahasa asing (khususnya bahasa

Inggris). Jadi, belajar bahasa asing harus merupakan dorongan indi- vidual yang kuat bukan

kebijakan nasional.

Hal yang perlu dicatat adalah bahwa seseorang dapat menguasai bahasa asing

(termasuk membaca buku teks) dengan baik kalau dia juga menguasai bahasa sendiri

Indonesia) dengan baik pula. Bagaimana mungkin seseorang dapat belajar bahasa Inggris

yang mempunyai struktur yang baku dan canggih kalau dia sendiri tidak menguasai bahasa

Indonesia yang baku (dan sebenarnya juga canggih dan bermartabat) sebagai

pembandingnya? Telah disebutkan di muka, banyak orang mengeluh dan merasa sulit

belajar bahasa Inggris tetapi mereka lupa bahwa kesulitan tersebut sebenarnya disebabkan

oleh struktur bahasa Indonesianya yang masih belum memadai.

Bahasa Indonesia dalam Karya Ilmiah

Karya tulis ilmiah atau akademik menuntut kecermatan dalam penalaran dan bahasa.

Dalam hal bahasa, karya tulis semacam itu (termasuk laporan penelitian) harus memenuhi

ragam bahasa standar (formal) atau terpelajar dan bukan bahasa informal atau pergaulan.

Sugono (1997) membagi ragam bahasa atas dasar media/sarana, penutur, dan pokok

persoalan. Atas dasar media, ragam bahasa terdiri atas ragam bahasa lisan dan tulis. Atas

dasar penuturnya, terdapat beberapa ragam yaitu dialek, terpelajar, resmi, dan takresmi.

Dari segi pokok persoalan, ada berbagai ragam antara lain ilmu, hukum, niaga, jurnalistik,

dan sastra.

Ragam bahasa karya tulis ilmiah/akademik hendaknya mengikuti ragam bahasa yang

penuturnya adalah terpelajar dalam bidang ilmu tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti

kaidah bahasa baku untuk menghindari ketaksaan atau ambiguitas makna karena karya

tulis ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa karya tulis ilmiah

sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya kontekstual seperti ragam

Page 33: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 32

bahasa jurnalistik. Tujuannya adalah agar karya tersebut dapat tetap dipahami oleh

pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat karya tersebut diterbitkan.

Masalah ilmiah biasanya menyangkut hal yang sifatnya abstrak atau konseptual yang

sulit dicari alat peraga atau analoginya dengan keadaan nyata. Untuk mengungkapkan hal

semacam itu, diperlukan struktur bahasa dan kosa kata yang canggih. Ciri-ciri bahasa

keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan gagasan atau pengertian yang

memang berbeda dan strukturnya yang baku dan cermat. Dengan karakteristik ini, suatu

gagasan dapat terungkap dengan cermat tanpa kesalahan makna bagi penerimanya.

Suharsono (2001) menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam karya tulis

ilmiah berupa penelitian yaitu:

♦ Bermakna isinya

♦ Jelas uraiannya

♦ Berkesatuan yang bulat

♦ Singkat dan padat

♦ Memenuhi kaidah kebahasaan

♦ Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah

♦ Komunikasi secara ilmiah

Aspek komunikatif (keefektifan) hendaknya dicapai pada tingkat kecanggihan yang

diharapkan dalam komunikasi ilmiah. Oleh karena itu, karya ilmiah tidak selayaknya

membatasi diri untuk menggunakan bahasa (struktur kalimat dan istilah) popular

khususnya untuk komunikasi antarilmuwan. Karena makna simbol bahasa harus diartikan

atas dasar kaidah baku, karya ilmiah tidak harus mengikuti apa yang nyatanya digunakan

atau popular dengan mengorbankan makna yang seharusnya. Bahasa keilmuan tidak

selayaknya mengikuti kesalahkaprahan. Dalam kaitannya dengan hal ini, Sterling (1979)

menegaskan pendekatan penggunaan istilah akuntansi sebagai berikut:

The danger in continuing to use a nonscientific language is that we will not even

understand the questions of science, much less seek answers to those questions. If

we begin to use the language of science, we may begin to ask the right kinds of

ques tions. Asking the right kinds of questions is a long way of obtaining answers,

but it is a prerequisite.

Page 34: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 33

Another advantage of adopting the language of science is that the scientific

community has had a considerable experience in making their communication more

precise. The major contributor toward precise communication is the adoption of

technical terms by each scientific subspecialty. We accountants seem to have a

negative attitude toward technical terms. On the one hand, this attitude is well

founded since we need to communicate with nonaccountants via our financial

reports. On the other hand, the absence of technical terms inhibits communication

among accountants. The language that we currently use in trying to communicate

with each other is most imprecise. It would be wholly beneficial if we adopted

technical terms to communicate with each other and then translated those terms

into plain English when we communicate with nonaccountants (hlm. 36).

Pemenuhan kaidah kebahasaan merupakan ciri utama dari bahasa keilmuan. Oleh karena

itu, aspek kebahasaan dalam karya ilmiah sebenarnya adalah memanfaatkan kaidah

kebahasaan untuk mengungkapkan gagasan secara cermat. Kaidah ini menyangkut struktur

kalimat, diksi, perangkat peristilahan, ejaan, dan tanda baca.

Apa yang dikatakan Sterling di atas mengajarkan kepada kita bahwa kita tidak harus

takut menciptakan istilah baru hanya karena kita khawatir masyarakat akan bingung atau

tidak tahu. Dalam menciptakan istilah baru, masyarakat yang diacu hendaknya adalah

masyarakat profesional, ilmiah, atau akademik yang mempunyai kebersediaan (willingness)

dan ketekunan (diligence) untuk belajar bukan orang awam dalam pergaulan umum atau

pasar. Itulah sebabnya badan penyusun standar di Amerika, Financial Accounting Standards

Board (FASB), tidak takut menciptakan istilah baru karena mereka menetapkan standar

keilmiahan atau profesionalisma minimal masyarakat yang dituju. Hal ini dinyatakan FASB

sebagai berikut:11

Financial reporting should provide information that is useful to present and

potential investors and creditors and other users in making rational investment,

credit, and similar decisions. The information should be comprehensible to those

who have a reasonable understanding of business and economic activities and are

willing to study the information with reasonable diligence.

Kaidah kebahasaan Indonesia di perguruan tinggi menjadi masalah karena kenyataan

bahwa sebagian besar buku ilmu pengetahuan dan teknologi berbahasa Inggris sementara

proses belajar menggunakan bahasa Indonesia. Lebih dari itu, peran dosen dalam

memahamkan pengetahuan masih sangat dominan sehingga dosen sangat diharapkan

mampu berbahasa Inggris. Jadi, dosen harus mampu menyerap pengetahuan dalam bahasa

11

FASB (1991), Statement of Financial Accounting Concepts No. 1, paragraf 40. Penebalan oleh penulis.

Page 35: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 34

Inggris dan menyampaikannya dalam bahasa Indonesia. Fungsi semacam ini akan

melibatkan penerjemahan dan pembentukan istilah oleh dosen. Masalah yang paling pelik

adalah pembentukan istilah. Sayangnya, para dosen tidak berusaha sama sekali untuk

mengembangkan istilah baru karena mengira bahwa bahasa Indonesia tidak cukup kaya dan

mampu. Alih-alih mengapresiasi dan mempelajari penjabaran istilah, mereka lebih suka

Akibatnya, istilah baru menggerutu atau malah mengolok-olok pengenalan istilah baru.

tidak dibahas di kelas tetapi disembunyikan. Dalam membahas istilah di kelas, dosen tidak

harus selalu setuju dengan istilah baru tetapi harus mengajukan alasan atau penalarannya.

Tugas dosen adalah menyampaikan gagasan dengan baik bukan memaksakan seleranya.

Tidak mengenalkan dan membahas istilah baru sama saja dengan memasangi kaca mata

kuda pada mahasiswa dan menutup perbaikan potensial.

Oleh karena itu, dosen perlu memahami kaidah yang berkaitan dengan

pembentukan istilah. Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) yang dikeluarkan oleh

Pusat Bahasa merupakan sumber yang cukup baik dan memadai sebagai pedoman.

Walaupun tidak berkaitan dengan pembentukan istilah, tanda baca juga merupakan bagian

penting dalam pemaparan karya ilmiah. Pedoman penggunaan tanda baca dimuat secara

lengkap dalam Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Dalam kenyataannya, pedoman ini belum

dimanfaatkan sepenuhnya karena kurangnya apresiasi dan perhatian masyarakat akademik

dan profesional terhadapnya.

Level Bahasa

Mahasiswa sering mengeluh bahwa mereka sukar memahami suatu buku yang ditulis

dalam bahasa Indonesia. Ada berbagai alasan yang dapat menerangkan hal tersebut.

Pertama, buku yang dibacanya membahas masalah konkret dan sederhana tetapi ditulis

dengan bahasa yang kurang memadai sehingga sulit dipahami apalagi kalau pembaca hanya

menggunakan struktur bahasa alamiahnya sehingga pembaca tidak tahu bahwa struktur

bahasa dalam buku tersebut keliru dan menjadi tidak mudah dipahami maksudnya. Kedua,

mahasiswa membaca buku yang memerlukan pemikiran mendalam tetapi membacanya

seperti membaca berita di koran sehingga pemahaman tidak diperoleh. Ketiga, ini yang

justru sering terjadi, buku tersebut memang ingin mengungkapkan sesuatu yang kompleks

Page 36: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 35

dan konseptual yang memerlukan struktur bahasa dan kosa kata yang canggih dan ditulis

dalam bahasa yang sangat memadai dan baku pada tingkatnya tetapi mahasiswa

menggunakan struktur bahasa alamiahnya untuk memahami. Buku dengan tingkat bahasa

yang tinggi dibaca dengan kemampuan bahasa pada tingkat rendah. Buku dengan tingkat

bahasa standar yang tinggi dibaca dengan tingkat bahasa pergaulan umum. Sayangnya,

banyak orang yang menuduh bahwa suatu buku sulit dipahami padahal sebenarnya orang

tidak mempunyai kemampuan bahasa dan daya nalar yang memadai untuk memahami.

Alih-alih belajar bahasa, mahasiswa menuntut agar bahasa buku teks “membumi.”

Bahasa memang mempunyai aras (level) ditinjau dari luasnya kosa kata khusus

(specialized vocabulary) dan ragam bahasa. Buku bacaan asing (berbahasa Inggris) sering

diberi keterangan mengenai aras atau level bahasa yang digunakan atas dasar kosa kata

khusus dan kekompleksan struktur bahasa. Gambar 1 melukiskan level bahasa yang

digunakan untuk menandai level beberapa bacaan berbahasa Inggris.

Gambar 1. Level Bahasa

Level Contoh Penggunaan

30.000 kata ke atas Buku Shakespeare, filsafat

20.000 kata Sastra tinggi, beberapa buku klasik, filosofi

10.000 kata Buku teks ilmu sosial

5.000 kata Buku teks ilmu alam atau pasti

4.000 kata Majalah popular, koran, bacaan popular

lainnya

2.000 kata Buku cerita sederhanaan (simplified)

1.000 kata Buku teks dan cerita sekolah dasar

500 kata Belanja di swalayan, papan nama, iklan

layanan masyarakat

- Bahasa simbol atau isyarat

Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 7th Edition memuat daftar kata yang masuk dalam

Oxford 3000TM

Vocabulary Trainer (hlm. R100-R113). Kalau ditinjau dari lingkup pemakaian,

daftar kata ini dapat digunakan sebagai pengukur level bahasa. Kalau kita sudah tahu

hampir semua arti kata dan penggunaannya, berarti kita sudah berada paling tidak pada

Page 37: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 36

level 3000 kata. Akan tetapi, kalau kita tidak tahu lebih dari 150 kata (5%), kita mungkin

berada pada level di bawah 3000 kata. Kita akan mengalami hambatan untuk memahami

materi dengan level bahasa di atas level yang kita kuasai.

Oleh karena itu, kalau mahasiswa ingin menikmati dunia pengetahuan yang luas dan

tinggi, mahasiswa harus memperbaiki kemampuan bahasanya (baik Indonesia maupun

Inggris). Mahasiswa harus mempunyai kemampuan berbahasa pada tingkat yang memadai

untuk mampu menyerap gagasan dan pengetahuan yang kompleks dan konseptual. Bahasa

Mahasiswa harus meningkatkan level bahasanya. Kalau hanya mahasiswa harus “melangit.”

keterampilan teknis dan komunikasi umum yang menjadi tujuan, bahasa alamiah memang

sudah cukup. Gambar 2 melukiskan arti penting penguasaan bahasa (Indonesia dan Inggris)

kalau kita ingin berkomunikasi dan belajar dalam dua bahasa itu sama baiknya pada level

yang tinggi. Yang jelas kita akan mampu menjelajahi medan pengetahuan asing sepenuhnya

kalau kita mempunyai kemampuan bahasa pada level yang sama dengan yang digunakan

dalam bahasa sumber dan sasaran. Persoalannya adalah berapa lama diperlukan untuk

mencapai level bahasa Inggris yang tinggi? Haruskah pembelajar Indonesia belajar bahasa

Inggris (dan asing lainnya) sampai level yang tinggi untuk menjelajahi medan pengetahuan

Hal ini merupakan masalah yang harus yang dapat dijelajahi oleh orang asing?

dipertimbangan dengan saksama dalam menetapkan kebijakan nasional dalam

pengembangan bahasa Indonesia yang pada gilirannya mempunyai implikasi terhadap

pengembangan ilmu dan teknologi pada tingkat yang tinggi.

Apakah mahasiswa perlu mampu berbahasa asing (Inggris)? Kalau mahasiswa ingin

lebih melebarkan cakrawala pengetahuannya, bahasa asing jelas merupakan hal yang tidak

dapat ditinggalkan. Masih langkanya buku-buku keilmuan berbahasa Indonesia dewasa ini

mengharuskan mahasiswa menguasai bahasa asing (khususnya bahasa Inggris). Mata kuliah

dan pengetahuan lain di perguruan tinggi (yang bukan mata kuliah bahasa Inggris tetapi

menggunakan buku teks asing), walaupun membantu, bukan merupakan sarana untuk

belajar bahasa Inggris. Bahasa Inggris harus dipelajari secara khusus dan serius melalui

pelajaran dan pelatihan secara khusus. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa seseorang

dapat menguasai bahasa asing (termasuk membaca buku teks) dengan baik kalau dia juga

menguasai bahasa sendiri (Indonesia) dengan baik pula. Ini berlaku untuk mereka yang

selama hidup belum pernah hidup di masyarakat yang berbahasa Inggris secara penuh.

Page 38: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 37

Bagaimana mungkin seseorang dapat belajar bahasa Inggris yang mempunyai struktur yang

baku dan canggih kalau dia sendiri tidak menguasai bahasa Indonesia yang baku (dan

sebenarnya juga canggih) sebagai pembandingnya? Banyak orang mengeluh dan merasa

sulit belajar bahasa Inggris tetapi mereka lupa bahwa kesulitan tersebut sebenarnya

disebabkan oleh penguasaan struktur bahasa Indonesianya sendiri yang masih belum

memadai.

Gambar 2. Arti Penting Kemampuan Bahasa

Kalau hanya keterampilan teknis yang menjadi tujuan, bahasa alamiah memang

sudah cukup. Apakah ketidakpedulian kalangan akademik terhadap pengembangan bahasa

Indonesia justru disebabkan oleh kenyataan bahwa yang dipelajari di perguruan tinggi

sebenarnya hanyalah hal-hal yang sangat teknis (diketahui-hitung-hitungan) dan bukan hal-

hal yang bersifat konseptual dan filosofis?12

12

Hal ini pernah penulis kemukakan dalam artikel “Perilaku Belajar di Perguruan Tinggi,” Jurnal Akuntansi &

Manajemen STIE-YKPN, Maret 1991.

Page 39: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 38

Masalah Pembentukan Istilah

Pembentukan istilah yang konsisten dan berkaidah akan memudahkan pengartian makna

atau gagasan yang terkandung dalam simbol berupa rangkaian kata. Pembentukan istilah

yang cermat ini akan sangat terasa manfaatnya dalam bahasa keilmuan yang mensyaratkan

kecermatan ekspresi. Acapkali orang menciptakan istilah bukan dengan penalaran dan

kaidah bahasa melainkan dengan perasaan atau pengalaman saja atau bahkan dengan dasar

pendengaran. Istilah hendaknya tidak diciptakan atas dasar telinga saja tetapi yang lebih

penting adalah atas dasar apa yang ada di balik telinga. Pembentukan istilah atas dasar

telinga dapat saja dilakukan tetapi hasilnya sering tidak mengena atau bahkan menyesatkan.

Pengembangan pengetahuan dan bahasa keilmuan sering menjadi terhambat karena

orang mempertahankan apa yang sudah kaprah tetapi secara kaidah dan makna bahasa

keliru sehingga penangkapan dan pemahaman suatu konsep dalam pengetahuan tertentu

juga ikut keliru (walaupun tidak disadari).

Kemajuan bahasa Indonesia dewasa ini sebenarnya cukup menggembirakan dan

menjanjikan. Kata-kata baru (yang mula-mula dianggap asing) mulai muncul dan beberapa

kata menjadi berterima di masyarakat. Semua kata-kata baru tersebut telah dikembangkan

oleh Pusat Bahasa, ahli bahasa, dan pemakai bahasa yang mempunyai kesadaran bahasa

atas dasar perekayasaan bahasa (language engineering).

Perekayasaan bahasa adalah proses penalaran yang digunakan dalam pengembangan

istilah dan kosa kata. Dengan perekayasaan tersebut, bentuk bahasa sedapat-dapatnya

memanfaatkan sarana morfologi bahasa Indonesia. Moeliono (1986) menjelaskan bahwa

pada awal pemakaiannya seakan-akan kata-kata baru akan menjadi lebih asing dari bentuk

asingnya. Akan tetapi, dalam jangka panjang usaha ini akan sangat menunjang

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena memberi sarana untuk meneruskan

gagasan atau ilmu pengetahuan kepada mereka yang belum mengenal bahasa asing

secukupnya. Usaha perekayasaan bahasa di bidang keilmuan bertujuan agar setiap makna

istilah, baik yang berupa kata maupun yang berupa ungkapan, dapat dijabarkan dari

strukturnya. Hal ini juga akan mempunyai pengaruh terhadap kelancaran dan ketepatan

penerjemahan antarbahasa.

Page 40: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 39

Perekayasaan bahasa telah mampu dan berhasil menciptakan istilah dan kata baru

yang sifatnya menambah kosa kata dan menambah medan makna yang dapat diungkapkan

dalam bahasa Indonesia sehingga suatu pengalaman atau gagasan dapat diungkapkan

dengan simbol kata yang tepat. Kata-kata baru tersebut banyak yang sudah berterima baik

di kalangan akademik maupun masyarakat umum. Misalnya, kata pelatihan (sebagai

padanan training) mulai berterima dan banyak digunakan untuk membedakannya dengan

latihan yang merupakan padanan exercise. Kata pelaporan mulai digunakan di samping

laporan untuk membedakan makna reporting (sebagai proses) dan reports (sebagai hasil

proses). Kata rerangka perlu diciptakan untuk padanan framework untuk membedakannya

dengan kerangka yang digunakan sebagai padan kata skeleton. Di bidang ejaan,

perekayasaan bahasa menganjurkan kata praktik untuk mengganti praktek agar

pembentukan istilah turunan (praktis, praktisi dan praktikum) dapat mengikuti morfologi

bahasa secara taat asas.

Keberterimaan beberapa kata atau istilah baru dalam masyarakat dewasa ini

menunjukkan bahwa masyarakat (baik awam maupun akademik/profesional) sebenarnya

cukup lentur dan adaptif dalam menerima gagasan baru. Masyarakat umum dapat

memahami bahwa memenangkan harus diganti dengan memenangi, membawahi dengan

membawahkan, dan komoditi dengan komoditas. Oleh karena itu, dalam pengembangan

istilah kita tidak harus terbelenggu oleh apa yang nyatanya digunakan tetapi selalu

berupaya untuk menggunakan apa yang seharusnya digunakan. Penyimpangan atau

anomali memang selalu ada tetapi penyimpangan hendaknya tidak terlalu banyak. Terlalu

banyak penyimpangan sama saja artinya dengan tidak ada kaidah.

Perangkat Kata Peristilahan

PUPI mengartikan perangkat kata peristilahan sebagai kumpulan istilah yang dijabarkan

dari bentuk yang sama, baik dengan proses penambahan dan pengurangan maupun dengan

proses penurunan kata. Berikut ini adalah contoh seperangkat kata peristilahan yang

diberikan dalam PUPI (butir 1.9):

Page 41: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 40

Absorb Serap

Absorbate Zat terserap, absorbat

Absorbent (nomina) Zat penyerap, absorben

Absorbent (adjektiva) Berdaya serap

Absorber Penyerap

Absorptivity Kedayaserapan, daya serap

Absortive Absortif

Absorbency Daya serap, absorbensi

Absorbable Terserapkan

Absorbability Keterserapan, absorbabilitas

Absorption Penyerapan, absorpsi

Perangkat kata peristilahan seperti di atas sangat penting artinya untuk kepentingan

ilmiah dan akademik yang menuntut kecermatan. Bahasa Indonesia sebenarnya mampu dan

mempunyai sarana untuk mengembangkan perangkat kata peristilahan seperti itu. Namun

demikian, karena para pakar atau ilmuwan atau akademisi sering merendahkan bahasa

Indonesia atau tidak bersedia mempelajari kemampuan bahasa Indonesia yang sebenarnya,

perangkat seperti itu belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan ilmiah. Dengan

perangkat peristilahan semacam itu, pelajar dan mahasiswa yang belum fasih berbahasa

Inggris akan mampu menjelajahi medan makna atau dunia abstrak yang dapat dibayangkan

oleh penulis buku asing (berbahasa Inggris). Hal inilah yang menjadi peran bahasa Indonesia

dalam mencerdaskan bangsanya yang mempunyai daya saing secara global. Kamus bahasa

Indonesia juga akan berkembang. Pada gilirannya, pelajar dan mahasiswa Indonesia akan

dengan mudah belajar bahasa asing (Inggris).

Haruskah Diubah

Masalah yang timbul adalah apakah istilah yang sudah telanjur popular tapi salah kaprah

harus diganti? Untuk tujuan jangka panjang (kepentingan masa depan) dan untuk

kemudahan belajar bahasa asing, penggantian merupakan keharusan. Alasan nostalgik atau

sentimental tidak dapat menjadi basis untuk mempertahankan istilah yang menyimpang

khususnya untuk tujuan keilmuan atau profesional. Dalam hal ini, orang sering mengutip

ungkapan Shakespeare, What’s in a name? (Apalah arti sebuah nama?).13

Apakah kalau

13

Ungkapan tersebut terdapat dalam drama Romeo and Juliet sebagai berikut (penebalan oleh penulis):

Page 42: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 41

bunga mawar diberi nama lain lalu tia tidak harum. Nama atau istilah hanyalah sebuah

kesepakatan. Yang penting adalah objek yang diberi nama. Akan tetapi, dalam dunia

akademik dan profesional yang menuntut kecermatan, sentimen atau argumen semacam

itu jelas tidak berlaku karena nama atau istilah membawa perilaku. Perilaku, sikap, dan

persepsi dapat diubah menjadi lebih baik atau lebih memenuhi harapan dengan memberi

nama sesuai dengan maknanya. Itulah sebabnya, agar sikap masyarakat terhadap pajak

berubah, Kantor Inspeksi Pajak (KIP) harus diganti dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Dengan penalaran yang sama dan dilandasi oleh kemauan politik yang tinggi, peme-

rintah secara menawan telah mengubah bait lagu Tujuh Belas Agustus dari “Satu tujuh

d’lapan tahun empat lima” menjadi “Tujuh belas Agustus tahun empat lima” tanpa

mengurangi jasa baik penggubahnya. Demikian juga, karena penanaman wawasan

nusantara bagi bangsa Indonesia, lagu Dari Barat Sampai ke Timur harus diubah menjadi

Dari Sabang Sampai Merauke. Dapat dibayangkan betapa ngerinya orang-orang India, Sri

Langka, Pakistan, Papua Nugini, Malaysia, dan Australia mendengar lagu tersebut dinya-

nyikan anak-anak dan pelajar Indonesia bila syair aslinya tidak diubah. Masih ada satu lagu

yang perlu diperbaiki salah satu baitnya yaitu lagu perjuangan Sepasang Mata Bola. Bait

yang berbunyi “lindungi daku pahlawan daripada si angkara murka” harus diubah menjadi

“lindungi daku pahlawan dari para angkara murka.” Bila tidak diubah, anak-anak atau

pelajar yang menyajikan lagu tersebut akan mempunyai kesan yang keliru tentang situasi

perjuangan pada waktu itu.

Jul. Oh Romeo, Romeo! Wherefore art thou Romeo? Deny thy father and refuse thy name;

Or, if thou wilt not, be but sworn my love, And I’ll no longer be a Capulet.

Rom. [Aside]. Shall I hear more, or shall I speak at this?

Jul. Tis but thy name that is my enemy; Thou art thyself, though not a Montague.

What’s Montague? it is nor hand, nor foot, Nor arm, nor face, nor any other part

Belonging to a man. O, be some other name! What’s in a name? that which we call a rose

By any other name would smell as sweet; So Romeo would, were he not Romeo call’d

Retain that dear perfection which he owes Without that title. Romeo, doff thy name,

And for that name, which is no part of thee, Take all myself.

Rom. [Aloud]. I take at thy word; Call me but Love, and I’ll be new babtiz’d; Henceforth I never will be

Romeo.

Bait-bait di atas dikutip seperti apa adanya dari A. J. J. Ratcliff (editor), Shakespeare’s Romeo and

Juliet (London: Thomas Nelson & Sons, Ltd., tanpa tahun), hlm. 52-53.

Page 43: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 42

Tugas Siapa

Seandainya ada keyakinan bahwa bahasa Indonesia harus ditingkatkan dan dimodernkan

sehingga mempunyai kemantapan dan kebermanfaatan yang setingkat dengan bahasa yang

sudah modern dan maju, siapakah yang paling bertanggung jawab untuk itu? Tentu saja

tugas pengembangan tidak seluruhnya ada di pundak Pusat (Pengembangan) Bahasa atau

para ahli bahasa. Semua yang terlibat dalam penggunaan bahasa mempunyai kewajiban

untuk itu. Perguruan tinggi sebenarnya merupakan suatu agen pengembangan (agent of

development) dan agen perubahan (agent of changes) yang sangat strategik. Oleh karena

itu, para partisipan (khususnya dosen dan mahasiswa) dalam proses pendidikan di

perguruan tinggi tentunya harus ikut mendukung pengembangan tersebut. Perguruan

tinggi tidak harus tunduk pada apa yang nyatanya dipraktikkan tetapi harus dapat

mempengaruhi selera penggunaan bahasa oleh masyarakat. Masalahnya adalah apakah

sekarang ini para partisipan mempunyai kesadaran dan perhatian (awareness dan concern)

mengenai hal ini?

Kemampuan berbahasa dan menggunakan bahasa sebagai alat ekspresi buah pikiran

bukan merupakan bakat alam (gifted) melainkan keterampilan yang harus dipelajari dengan

penuh kesadaran. Sayangnya banyak di antara kita yang sudah merasa dapat berbahasa

(bahasa Indonesia khususnya) bukan karena mempelajarinya secara sadar akan tetapi

memperolehnya secara alamiah (secara MSMD). Bila kita ingin mencapai dan menikmati

pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan ilmiah, maka bahasa yang kita kuasai secara alamiah

harus kita tingkatkan menjadi bahasa ilmiah.

Untuk percakapan dan penulisan sehari-hari dalam pergaulan umum, bahasa yang

diperoleh secara alamiah memang cukup tetapi tingkat kecanggihan bahasa tersebut sebe

narnya ada pada tingkat yang paling bawah. Ciri umum bahasa tersebut adalah struktur

bahasa yang sederhana (sering tidak lengkap dan mengandung salah kaprah) dan kosa kata

yang sangat terbatas. Bahasa tersebut cukup untuk sarana komunikasi umum dalam

kehidupan umum sehari-hari. Akan tetapi, bahasa awam atau alamiah tidak mampu dan

kurang memadai untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat ilmiah dan abstrak atau

konseptual. Untuk mengungkapkan hal ini diperlukan struktur bahasa dan kosa kata yang

lebih canggih. Ciri-ciri bahasa keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan gagasan

Page 44: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 43

atau pengertian yang memang berbeda dan strukturnya yang baku dan cermat. Dengan

karakteristik ini, suatu gagasan dapat terekspresi dengan cermat tanpa kesalahan makna

bagi penerimanya (untuk masalah ilmiah).

Simpulan

Bahasa dapat mempunyai dampak yang luas dalam penyebaran maupun pemahaman ilmu

pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia sedang bersaing dengan bahasa asing dalam

menemukan ciri khasnya. Sikap sinis dan apriori terhadap pengembangan bahasa

merupakan salah satu faktor yang menghambat pengembangan itu sendiri. Bahasa Indo-

nesia tampaknya masih dipandang sebagai bahasa politis atau sebagai simbol persatuan

tetapi belum dikembangkan menjadi sarana komunikasi untuk pengungkapan informasi

yang kompleks dalam bidang keilmuan. Atas dasar struktur dan morfologi bahasa Indonesia

yang sekarang tersedia, bahasa Indonesia sebenarnya mempunyai potensi yang besar

untuk dikembangkan menjadi bahasa yang maju dan canggih sebagai bahasa keilmuan

sehingga para pelajar dapat menikmati karya-karya sastra, ilmu pengetahuan, dan teknologi

yang tinggi tanpa harus menunggu kefasihan berbahasa asing. Pada gilirannya, kefasihan

berbahasa Indonesia akan sangat membantu proses dan pemahaman dalam belajar bahasa

asing itu sendiri.

Pembentukan istilah yang konsisten dan berkaidah akan memudahkan pengartian

makna atau gagasan yang terkandung dalam simbol berupa rangkaian kata. Pembentukan

istilah yang cermat ini akan sangat terasa manfaatnya dalam bahasa keilmuan yang

mensyaratkan kecermatan ekspresi. Pengembangan pengetahuan dan bahasa sering

menjadi terhambat karena orang mempertahankan apa yang sudah kaprah tetapi secara

kaidah dan makna bahasa keliru sehingga penangkapan dan pemahaman suatu konsep

dalam pengetahuan juga ikut keliru (walaupun tidak disadari). Istilah membawa perilaku.

Oleh karena itu, istilah yang keliru dapat mengakibatkan perilaku yang keliru pula dan kalau

perilaku yang keliru tersebut dipraktikkan tanpa sadar dalam suatu profesi maka profesi

sebenarnya telah melakukan malpraktik/malapraktik (malpractice).

Perguruan tinggi merupakan pusat pengembangan ilmu sehingga perguruan tinggi

tidak dapat melepaskan diri dari fungsinya sebagai pengembang bahasa Indonesia. Pergu-

Page 45: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 44

ruan tinggi tidak harus tunduk pada apa yang nyatanya dipraktikkan tetapi harus dapat

mempengaruhi selera penggunaan bahasa oleh masyarakat. Kalau perguruan tinggi hanya

mengajarkan apa yang nyatanya dipraktikkan dalam masyarakat maka hilanglah fungsi

perguruan tinggi sebagai agen pengembangan dan perubahan (kemajuan). Perguruan tinggi

hanya berfungsi tidak lebih dari sebuah kursus keterampilan. Dalam hal penggunaan

bahasa, memang dapat diterima pandangan yang menyatakan bahwa the public has the

final taste. Akan tetapi, selera masyarakat dapat diarahkan menuju ke selera bahasa yang

tinggi kalau alternatif-alternatif yang berselera tinggi ditawarkan kepada mereka. Apa yang

diungkapkan oleh Moeliono (1989) berikut dapat menjadi landasan kita dalam bersikap

terhadap pengembangan bahasa.

The language planners—and we mean not only the experts but also the members of

other social groups—who wish to see the Indonesian language become more

refined, more flexible, more accurate and capable of serving its speakers in all of its

purposes, should wholeheartedly try to guide the direction of the public's taste by

setting the example that is sensitive to the language's uniformity as well as its

multivarious ness.

If we want to expand the vocabulary and develop various styles, the problem that

arises is whether the Indonesian language has enough means to make this

modernization possible? To answer this question its speakers must exercise their

creative power; they should not try to escape from difficulties and thereby abandon

their ingrained tendency to stick to an accepted usage (hlm. 68-69).

Gagasan Moeliono di atas memberi isyarat bahwa kalau ada istilah yang salah tetapi

kaprah, tugas dunia pendidikan dan profesilah untuk memberi alternatif yang lebih baik dan

valid sehingga lambat laun kesalahkaprahan atau kerancuan dapat dihilangkan. Gagasan-

gagasan dan alternatif-alternatif baru (termasuk istilah) harus ditawarkan kepada

mahasiswa dan bukan malahan diisolasi, disembunyikan, atau dihindarkan dari mahasiswa.

Dalam kenyataannya, sikap yang diambil dalam pengajaran di perguruan tinggi acapkali

justru memantapkan kesalahkaprahan dengan dalih agar mahasiswa tidak bingung dalam

praktik. Berkaitan dengan sikap ini, Hall dan Cannon (1975) mengajukan pertanyaan

mendasar sebagai berikut:

Page 46: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 45

Should a university course be devised to help a student fit into society or to

encourage a student to change society? (hlm. 25)

Menurut pendapat penulis, pengajaran di perguruan tinggi harus dapat mengubah

praktik atau kehidupan menjadi lebih baik. Justru dalam hal inilah perguruan tinggi harus

berbeda dengan lembaga kursus dan pelatihan. Peran badan autoritatif, profesional, dan

pendidikan sangat besar dalam pengembangan bahasa Indonesia khususnya istilah yang

tepat untuk pengembangan ilmu. Dunia profesi dan pendidikan tidak perlu merasa malu

untuk merevisi kesalahan yang mempunyai akibat fatal. Sikap profesional dan intelektual

seharusnya lebih banyak dituntun oleh rasa bersalah (guilty feeling) daripada oleh rasa

malu (ashame feeling) atau oleh tujuan untuk menutupi rasa malu.

Pembentukan istilah untuk tujuan keilmuan atau profesional hendaknya tidak

didasarkan pada telinga saja tetapi juga pada apa yang ada di balik telinga. Juga, harus

dijauhkan argumen “yang penting tahu maksudnya” untuk mempertahankan istilah yang

salah. Namun, semua itu hanya gagasan. Siapa peduli? Lebih menggigit lagi, siapa berani?

Daftar Bacaan:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka, 1988). __________. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Perum

Balai Pustaka, 1988).

Financial Accounting Standards Board (FASB), Statement of Financial Accounting Concepts

(Homewood, IL: Irwin, 1991).

Hall, William C. dan Robert Canon. University Teaching (Adelaide: ACUE, 1975).

Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan, per April 2002 (Jakarta: Salemba

Empat, 2002).

Kridalaksana, Harimurti. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia,

1989).

Mansoor, Sofia dan Niksolihin. “Kontak Pembaca: Soalnya, Malas Membuka Kamus” dalam

Tempo (2 Mei 1992).

Moeliono, Anton M. “Beberapa Aspek Masalah Penerjemahan ke Bahasa Indonesia,” dalam

Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar (Jakarta: PT Gramedia, 1989).

Moeliono, Anton M. “Sikap Bertaat Asas dan Kelentukan Bahasa” dalam Santun Bahasa

(Jakarta: PT Gramedia, 1986).

Moeliono, Anton M. “Term and Terminological Language,” dalam Kembara Bahasa:

Kumpulan Karangan Tersebar (Jakarta PT Gramedia, 1989).

Page 47: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 46

Poedjosoedarmo, Soepomo. Filsafat Bahasa (Surakarta: Muhammadiyah University Press,

2001).

Soedjito. Kosa Kata Bahasa Indonesia: Buku Pelengkap Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia untuk SMA (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992).

Sterling, Robert R. Toward a Science of Accounting (Houston, TX: Scholars Book Co., 1979).

Sugono, Dendy. Berbahasa Indonesia Dengan Benar (Jakarta: Puspa Swara, 1997).

Suharsono. “Bahan Kuliah Bahasa Indonesia.” Hand-out. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta, 2001.

Suriasumantri, Jujun S. “Hakikat Dasar Keilmuan,” dalam M. Thoyibi (editor), Filsafat Ilmu

dan Perkembangannya (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1999).

Suwardjono. “Perilaku Belajar di Perguruan Tinggi,” Jurnal Akuntansi & Manajemen STIE-

YKPN (Maret 1991a).

Suwardjono. “Aspek Kebahasaan Dalam Pengembangan Akuntansi di Indonesia,” Jurnal

Akuntansi & Manajemen STIE-YKPN (November 1991b).

Sylado, Remy. “Pusat Pembinaan Bahasa Apa Pusat Pembinasaan Bahasa,” Jakarta, Jakarta

No. 173 (Oktober 1989), hlm. 84-85.

Page 48: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 47

MenjelajahSSRN

Bagi yang belum pernah mengunjungi SSRN (Social Science Research Network), ijinkan saya

mengatakan ini: SSRN merupakan salah satu tempat paling menarik untuk mencari paper di

luar database jurnal publikasian. Ada beberapa alasan:

1) Sifatnya bebas/gratis. Kita hanya perlu mendaftar dengan username dan alamat e-mail

saja untuk memanfaatkan fitur-fiturnya.

2) Kita bisa memperoleh working paper teranyar yang menggambarkan topik penelitian

yang sedang hangat. Suatu artikel bisa perlu waktu 2 tahun agar bisa dipublikasi di

jurnal. Ini berarti artikel The Accounting Review – 2010 ditulis sekitar periode 2008.

Sementara itu, pada tahun 2010 sendiri sudah muncul topik penelitian baru yang sedang

hangat dan akan mendominasi jurnal di tahun 2012. Oleh karenanya, bila kita berniat

mencari topik penelitian maka carilah di working paper teranyar.

3) Di luar manfaat topik teranyar, SSRN memiliki beberapa fitur menarik lain yang

bermanfaat.

Homepage

Page 49: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 48

Ketika kita mengetik www.ssrn.com maka kita akan menemui tampilan di atas. Homepage

ini menampilkan beberapa fitur SSRN seperti:

♦ Search

♦ Browse

♦ Top Papers

♦ Top Authors

♦ Top Institutions

♦ Research Paper Series

1) Search

Fitur ‘search’ berguna untuk melakukan pencarian umum atas suatu topik ataupun untuk

pencarian khusus atas suatu paper tertentu. Fitur ini berbasis kata yang ada di judul,

abstrak, maupun kata kunci suatu paper sehingga hasil pencariannya dapat diandalkan.

Khusus untuk membantu mencari topik terbaru, kita bisa menggunakan fitur ‘search’

dengan membatasi hasil hanya pada rentang waktu teranyar. Di bawah ini, misalnya,

merupakan hasil pencarian paper ‘audit quality’ dalam 3 bulan terakhir. Gambar berikut

menunjukkan ada 34 paper kualitas audit yang diunggah dalam waktu 3 bulan terakhir.

Page 50: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 49

2) Browse

♦ Journalortopic

Selain dengan mencari paper berdasar topik tertentu, kita juga dapat browse paper yang

ada di SSRN berdasar jurnal ataupun topiknya melalui apa yang disebut network/jaringan.

Ada beberapa jaringan yang tersedia, antara lain Accounting Research Network, Cognitive

Science Network, dan lainnya sebagaimana ditampilkan pada gambar berikut.

Page 51: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 50

Bila kemudian kita mengklik salah satu jaringan yang tersedia maka akan muncul

berbagai konferensi dan pertemuan yang ada dalam jaringan tersebut. Gambar berikut

menunjukkan bahwa Accounting Research Network menyediakan working paper dari

berbagai konferensi dan pertemuan, antara lain pertemuan-pertemuan yang berada di

bawah naungan American Accounting Association (AAA).

Kemudian, katakanlah kita tertarik dengan paper yang dipresentasi pada AAA 2006

Financial Accounting & Reporting Section (FARS) Meeting maka kita tinggal mengklik tautan

tersebut. Selanjutnya, SSRN akan menampilkan daftar lengkap working paper yang

dipresentasi pada pertemuan tersebut.

Page 52: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 51

♦ JELtopiclist

Selain berdasar jurnal dan topik, kita juga bisa browsing berdasar daftar topik JEL seperti

tampak pada gambar berikut:

Page 53: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 52

3) TopPapers

Seksi Top Papers berisi dengan daftar paper dengan skor tertinggi. Skor ini diperoleh melalui

pembobotan terhadap jumlah unduhan dan jumlah kutipan. Kelemahan seksi Top Paper ini

adalah belum adanya pengkategorian berdasar topik atau bidang ilmu paper terkait.

4) TopAuthors

Selain top papers, ada pula seksi top authors yang mendaftar peneliti-peneliti dengan

jumlah unduhan dan terkutip (citation) tertinggi. Seksi ini membagi berdasar kategori yaitu

umum, hukum, busines, ekonomika, dan keuangan (finance).

Page 54: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 53

Berikut adalah tampilan daftar top authors di bidang busines.

5) TopInstitutions

Seksi top institutions menunjukkan sekolah bisnis, departemen ekonomika, organisasi ERPN,

dan sekolah hukum terbaik. Berikut adalah tampilan sekolah busines U.S. terbaik.

Page 55: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 54

Top institutions menunjukkan daftar sekolah/kampus dengan jumlah paper terunduh

tertinggi. Umumnya top institution ini selaras dengan kelompok sekolah-sekolah terbaik di

dunia. Fitur yang menarik adalah kita dapat melihat daftar peneliti berdasar institusinya.

Berikut adalah peneliti yang berdasar dari New York University (NYU).

Page 56: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 55

6) ResearchPaperSeries

Seksi research paper series terdiri dari berbagai jaringan/network. Salah satunya adalah

Accounting Research Network yang terdiri dari working paper beberapa sekolah ternama

yaitu Chicago Booth, Harvard Business School, dan London Business School. Tampilan ini

bisa kita lihat di halaman berikut

Bila kita memilih Chicago Booth, misalnya, maka kita akan memperoleh daftar working

paper mereka.

Page 57: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 56

7) AuthorPage

Kita dapat mengakses working paper suatu peneliti tertentu melalui author page di SSRN.

Hal ini sangat berguna karena umumnya suatu peneliti mempunyai pemikiran yang relatif

mendalam atas suatu topik namun tidak dituangkan ke dalam satu paper khusus. Sehingga,

bila kita hendak mendalami suatu topik, ada baiknya membaca paper-paper lain suatu

peneliti. Berikut merupakan contoh author page Profesor Ray Ball. Selain itu, author page

memuat beberapa informasi lain yang juga berguna, seperti alamat e-mail.

Sementara itu daftar paper Ray Ball tampak sebagaimana tampilan di bawah ini.

Page 58: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 57

8) DownloadPage

Ketika akhirnya kita memutuskan untuk mengunduh suatu paper maka kita akan melihat

tampilan berikut. Ada beberapa tautan yang bisa membawa kita ke penjelajahan berikutnya

antara lain, author page, references, citations, dan paper yang biasa diunduh oleh orang

yang mengunduh paper terkait. Selamat menjelajah.

(Oleh: Arie Rahayu)

Page 59: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 58

Kecurangan (Fraud) dalam Akuntansi dan Tanggung

Jawab Auditor dalam Mendeteksinya

Kecurangan didefinisikan sebagai tindakan untuk menyajikan sesuatu secara salah yang

mengakibatkan korban mengalami kerugian (Coenen 2008). ISACA mendefinisikan

kecurangan secara luas sebagai ‘beberapa tindakan yang melibatkan penggunaan penipuan

untuk mendapatkan keuntungan ilegal’. Kecurangan terjadi sebagai hasil dari hubungan

saling mempengaruhi antara tiga faktor yaitu kesempatan, dorongan atau tekanan, dan

sikap atau rasionalisasi. Tiga faktor yang disebutkan diatas dikenal dengan nama segitiga

kecurangan, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :

Sumber: (Coenen 2008).

Kesempatan terjadi karena lemahnya pengendalian internal yang ada dalam suatu

organisasi. Hal ini menyebabkan terjadinya kolusi sehingga pelaku dapat mempengaruhi

proses pengendalian yang dilakukan. Kesempatan merupakan faktor yang paling penting

diantara ketiga fkator yang ada, karena managemen atau individu yang memiliki niat untuk

berbuat curang tidak dapat melakukan kecurangan tanpa adanya kesempatan. Dorongan

atau tekanan secara khusus berasal dari lingkungan pribadi seseorang. Adanya tekanan

Motivasi

Kesempatan Rasionalisasi

Page 60: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 59

situasional yang dialami individu akan menyebabkan individu tersebut terdorong pada

kondisi untuk melakukan kecurangan (fraud). Faktor ketiga yang biasanya muncul ketika

kecurangan dilakukan adalah sikap atau rasionalisasi. Ini berarti managemen atau individu

menemukan cara untuk secara sadar membenarkan kecurangan yang terjadi (Coenen 2008).

Kecurangan seringkali diidentikan dengan akuntansi kreatif (creative accounting).

Model seperti ini telah lama dipraktekkan oleh perusahaan-perusahaan yang go public,

sehingga bukan merupakan suatu hal yang aneh dan baru. Seperti yang telah dikemukakan

diatas, konsep utama dari akuntansi kreatif adalah pada penciptaan angka-angka keuangan

yang terlihat baik di mata pada pengguna informasi keuangan. Praktik yang dilakukan dapat

bersifat legal maupun ilegal. Mulford & Comiskey (2002) menggunakan istilah akuntansi

agressif sebagai praktik-praktik permainan angka-angka dalam informasi akuntansi yang

bersifat ilegal. Permainan angka-angka dalam akuntansi yang bersifat ilegal dapat dipicu

oleh adanya tekanan bahwa badan usaha merasa harus berada dalam posisi profit untuk

menarik investor dan sumber daya. Tekanan yang amat kuat yang memotivasi dan adanya

kesempatan untuk melakukan kecurangan cenderung memaksa perusahaan untuk

melakukan tindakan yang bersifat ilegal dalam praktik akuntansi.

Tanggung Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud)

Salah satu harapan dari pengguna laporan keuangan terhadap auditor laporan keuangan

adalah mencari dan mendeteksi adanya salah saji yang baterial, baik yang disengaja maupun

tidak disengaja (Boynton et al. 2008). Pedoman profesional yang mengatur tentang peran

dan tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan diantaranya dapat ditemukan

dalam AICPA Profesional Standard yang mengeluarkan standar audit untuk akuntan publik.

Beberapa Standar yang mengatur diantaranya SAS No. 1 yang diamandemen oleh SAS No.

82 dan SAS No. 99 tentang pertimbangan kecurangan dalam laporan keuangan, SAS No. 6

yang diamandemen oleh SAS No. 45 tentang hubungan dengan related party dapat menjadi

alat terjadi kecurangan bagi manajemen. SAS No. 1 (seperti diamandemenkan oleh SAS No.

82) menyatakan sebagai berikut:

Page 61: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 60

Auditor mempunyai tanggung jawab untuk merencanakan dan melakukan

audit untuk mendapatkan jaminan yang memadai tentang apakah pernyataan

keuangan bebas dari salah saji material apakah disebabkan oleh kesalahan

ataukah kecurangan. Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan,

auditor mampu mendapatkan jaminan yang memadai tetapi tidak absolut

bahwa salah saji material telah terdeteksi. Auditor tidak mempunyai tanggung

jawab untuk merencanakan dan melakukan audit guna mendapatkan jaminan

yang memadai terhadap salah saji tersebut, apakah disebabkan oleh

kesalahan ataukah kecurangan, dan tidak material terhadap pernyataan

keuangan yang dideteksi.

Kecurangan memiliki definisi hukum yang luas, oleh karena itu SAS No. 82

mengemukakan dua jenis salah saji yang berkaitan dengan kecurangan yaitu, salah saji yang

timbul dari kecurangan pada pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari

penyalahgunaan aset. Ada tiga hal yang mendasari kecurangan dalam pelaporan keuangan

yaitu (Boynton et al. 2007)

1. Manipulasi, pemalsuan atau pengubahan catatan akuntansi atau dokumen

pendukung yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan.

2. Representasi yang salah atau penghapusan yang disengaja atas peristiwa-peristiwa,

transaksi-transaksi, atau informasi signifikan lainnya yang ada dalam laporan

keuangan.

3. Salah penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang berkaitan

dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.

Penyalahgunaan aset dalam laporan keuangan dapat merujuk pada perbuatan yang

menyebabkan laporan keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi

yang berlaku umum. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk melakukan hal tersebut

diantaranya dengan menggelapkan penerimaan, pencurian aset, dan transaksi fiktif yang

menyebabkan entitas membayar barang dan jasa yang tidak diterima (Boynton et al. 2007).

SAS No. 45 pada dasarnya mengatur tentang pengungkapan transaksi hubungan

istimewa (related party). Transaksi seperti ini sangat rentan memunculkan adanya

kecurangan. Pengungkapan yang tidak memadai berkaitan dengan transaksi seperti ini akan

mengakibatkan terjadinya laporan keuangan yang misleading. Oleh karena itu auditor harus

peduli untuk melakukan identifikasi transaksi yang demikian dalam pekerjaan audit dan

evaluasi kecukupan pengungkapan adanya hubungan istimewa (IAPI 2006)

Page 62: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 61

SAS No. 99 yang merupakan amandemen dari SAS No. 82 meminta auditor menilai

resiko salah saji material terkait dengan kecurangan dan mendesain prosedur audit yang

tepat. Dalam menilai resiko salah saji material, auditor diminta secara khusus

mempertimbangkan faktor-faktor resiko yang dijelaskan dalam standar. Selain itu, auditor

diminta untuk mengkaji keputusan profesional ketika mempertimbangkan apakah faktor

resiko yang mungkin muncul dan mempertahankan sikap skeptisme profesional. Faktor-

faktor resiko ini, dikarakteristikkan dengan menggunakan segitiga kecurangan, dibagi ke

dalam faktor-faktor resiko kecurangan laporan keuangan dan faktor-faktor resiko kesalahan

dalam penilaian dan pengelompokan aset. SAS No. 99 juga meminta auditor untuk bertanya

secara langsung kepada manajemen tentang apakah managemen menyadari terjadinya

kecurangan di dalam perusahaan. Dalam pelaksanaan tugasnya, auditor juga harus meminta

dokumentasi yang memadai tentang penilaian resiko auditor, pemahaman terhadap

kontrol, dan faktor-faktor resiko yang dipertimbangkan dalam melakukan audit. Penilaian

resiko auditor dapat mempengaruhi elemen-elemen audit berikut: (IAPI 2006).

a. Skeptisme Profesional. Dalam menilai resiko, auditor harus mempertahankan sikap

skeptisme profesional. Di sini, auditor harus tidak mengasumsikan manajemen tidak

jujur, atau auditor mengasumsikan kejujuran yang tidak perlu dipertanyakan lagi; tetapi

auditor harus mengingat bahwa kecurangan selalu memungkinkan dan dia harus

melakukan audit dengan hati-hati;

b. Penugasan Personal. Penilaian resiko auditor terhadap salah saji material seharusnya

mempengaruhi bagaimana perusahaan audit memutuskan staf penugasan audit.

lingkungan dan bisnis sangat kompleks membutuhkan auditor sangat terlatih;

c. Prinsip-prinsip dan kebijakan akuntansi. Terhadap seberapa besar pilihan kebijakan

akuntansi manajemen dapat dipertanyakan, auditor perlu memeriksa lebih lanjut pilihan

ini;

d. Kontrol. Jika kontrol internal perusahaan tampaknya kurang dan dengan demikian

memberikan kontribusi terhadap faktor-faktor yang kemungkinan menimbulkan

kecurangan, tentu saja auditor harus mengurangi kepercayaannya terhadap kontrol,

atau barangkali tidak mengandalkan pada kontrol tersebut sama sekali dan sebaliknya

melakukan pengujian lebih substantif.

Page 63: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 62

Tanggungjawab auditor untuk mendeteksi kecurangan baik yang disengaja maupun

tidak, diwujudkan melalui perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan

keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan terbebasa dari salah saji material yang

disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan. Tanggung jawab auditor dalam

mengkomunikasikan temuan kecurangan adalah sbb (Boynton et al. 2007).

a. Melaporkan kecurangan pada pihak managemen yang berada pada satu tingkat

lebih tinggi di mana kecurangan tersebut terjadi;

b. Melaporkan kecurangan pada komite audit atau dewan direksi;

c. Berkaitan dengan sisi etika dan legal, auditor tidak diperkenankan untuk

mengungkapkan kecurangan pada pihak luar entitas, kecuali

- Sebagai tanggapan dipengadilan;

- Informasi kepada Badan Pengawas Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-

LK) apabila penyampaian kecurangan secara internal tidak ditanggapi;

- Informasi kepada auditor pengganti yang mengajukan pertanyaan sesuai

standar profesional;

- Kepada badan pembiayaan atau lembaga lainnya sesuai dengan persyaratan

audit bagi entitas yang menerima bantuan keuangan dari pemerintah.

(Oleh: Arif Perdana)

Referensi:

Institut Akuntan Publik Indonesia. (2006). Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari

2001. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Boynton, W. C., & Johnson, R. N. (2006). Modern Auditing: Assurance Services and The

Integrity of Financial Reporting. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Coenen, Tracy, L. 2008. Essentials of Corporate Fraud. Hoboken, New Jersey: John Wiley &

Sons, Inc.

Mulford, Charles W. & Eugene E. Comiskey. 2002. The Financial Numbers Game Detecting

Creative Accounting Practices. USA: John Wiley & Sons, Inc.

http://www.aicpa.org

Page 64: Akuntan Muda Juli 2011

A k u n t a n M u d a Halaman 63

Ejaan SWD

Abstrak atau Abstraksi? (Kebenaran itu pedih. Bersediakah kita menerima kepedihan demi kebenaran?)

Kerancuan ini sering dijumpai dalam skripsi, tesis, bahkan disertasi yaitu digunakannya

istilah abstraksi untuk judul bagian tulisan yang dalam bahasa Inggris dinamai abstract.

Untuk menjawab pertanyaan di atas sangat mudah. Kalau mau dan berani, bukalah Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lalu rasakan maknanya: abstrak dan abstraksi.

Keduanya berasal dari kata bahasa Inggris: abstract dan abstraction yang maknanya

sangat berbeda. Menurut Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI), kata bahasa Inggris

berakhiran -ct diserap menjadi kata Indonesia berakhiran -k dan kata berakhiran -tion atau -

sion diserap menjadi kata Indonesia berakhiran -si. Pedoman ini bermanfaat untuk

menciptakan apa yang dalam PUPI disebut kata peristilahan atau tata istilah.

Contoh:

Inggris Indonesia abstract abstrak abstraction abstraksi conflict konflik contract kontrak contraction kontraksi extract ekstrak extraction ekstraksi prediction prediksi track trak (baca: trèk) traction traksi audition audisi discussion diskusi session sesi edition edisi frustration frustrasi (bukan frustasi, lihat KBBI)

Siapa peduli, berani, dan mulai meluruskan kesalahkaprahan?